Professional Documents
Culture Documents
Pertempuran (1137 1193 M)
Hudzaifah.org SULTAN SALAHUDDIN ALAYYUBI, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang
memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah
mampu menyapu bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua
Eropa.
Konon guna membangkitkan kembali ruh jihad atau semangat di kalangan Islam yang saat itu telah tidur nyenyak
dan telah lupa akan tongkat estafet yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw., maka Salahuddinlah yang
mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi Muhammad saw. Melalui media peringatan itu dibeberkanlah sikap
ksatria dan kepahlawanan pantang menyerah yang ditunjukkan melalui "Siratun Nabawiyah". Hingga kini peringatan
itu menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam.
Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti
yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan
buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan
kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard
Lionheart dari Inggris.
Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan
kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi
buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebugebu ke daerah Asia Barat yang Islam.
Seorang penulis Barat berkata, "Perang Salib merupakan salah satu bagian sejarah yang paling gila dalam riwayat
kemanusiaan. Umat Nasrani menyerbu kaum Muslimin dalam ekspedisi bergelombang selama hampir tiga ratus
tahun sehingga akhirnya berkat kegigihan umat Islam mereka mengalami kegagalan, berakibat kelelahan dan
keputusasaan. Seluruh Eropa sering kehabisan manusia, daya dan dana serta mengalami kebangkrutan sosial, bila
bukan kehancuran total. Berjutajuta manusia yang tewas dalam medan perang, sedangkan bahaya kelaparan,
penyakit dan segala bentuk malapetaka yang dapat dibayangkan berkecamuk sebagai noda yang melekat pada muka
tentara Salib. Dunia Nasrani Barat saat itu memang dirangsang ke arah rasa fanatik agama yang membabi buta oleh
Peter The Hermit dan para pengikutnya guna membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin".
"Setiap cara dan jalan ditempuh", kata Hallam guna membangkitkan kefanatikan itu. Selagi seorang tentara Salib
masih menyandang lambang Salib, mereka berada di bawah lindungan gereja serta dibebaskan dari segala macam
pajak dan juga untuk berbuat dosa.
Peter The Hermit sendiri memimpin gelombang serbuan yang kedua terdiri dari empat puluh ribu orang. Setelah
mereka sampai ke kota Malleville mereka menebus kekalahan gelombang serbuan pertama dengan menghancurkan
kota itu, membunuh tujuh ribu orang penduduknya yang tak bersalah, dan melampiaskan nafsu angkaranya dengan
segala macam kekejaman yang tak terkendali. Gerombolan manusia fanatik yang menamakan dirinya tentara Salib
itu mengubah tanah Hongaria dan Bulgaria menjadi daerahdaerah yang tandus.
"Bilamana mereka telah sampai ke Asia Kecil, mereka melakukan kejahatankejahatan dan kebuasankebuasan yang
membuat alam semesta menggeletar" demikian tulis pengarang Perancis Michaud.
Gelombang serbuan tentara Salib ketiga yang dipimpin oeh seorang Rahib Jerman, menurut pengarang Gibbon terdiri
dari sampah masyarakat Eropa yang paling rendah dan paling dungu. Bercampur dengan kefanatikan dan kedunguan SALAHUDDIN AL AYYUBI
mereka itu izin diberikan guna melakukan perampokan, perzinaan dan bermabukmabukan. Mereka melupakan
Konstantin dan Darussalam dalam kemeriahan pesta cara gilagilaan dan perampokan, pengrusakan dan
pembunuhan yang merupakan peninggalan jelek dari mereka atas setiap daerah yang mereka lalui" kata Marbaid.
Gelombang serbuan tentara Salib keempat yang diambil dari Eropa Barat, menurut keterangan penulis Mill "terdiri
dari gerombolan yang nekat dan ganas. Massa yang membabi buta itu menyerbu dengan segala keganasannya
menjalankan pekerjaan rutinnya merampok dan membunuh. Tetapi akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh tentara
Hongaria yang naik pitam dan telah mengenal kegilagilaan tentara Salib sebelumnya.
Tentara Salib telah mendapat sukses sementara dengan menguasai sebagian besar daerah Syria dan Palestina
1
termasuk kota suci Yerusalem. Tetapi Kemenangankemenangan mereka ini telah disusul dengan keganasan dan
pembunuhan terhadap kaum Muslimin yang tak bersalah yang melebihi kekejaman Jengis Khan dan Hulagu Khan.
John Stuart Mill ahli sejarah Inggris kenamaan, mengakui pembunuhanpembunuhan massal penduduk Muslim ini
pada waktu jatuhnya kota Antioch. Mill menulis: "Keluruhan usia lanjut, ketidakberdayaan anakanak dan kelemahan
kaum wanita tidak dihiraukan sama sekali oleh tentara Latin yang fanatik itu. Rumah kediaman tidak diakui sebagai
tempat berlindung dan pandangan sebuah masjid merupakan pembangkit nafsu angkara untuk melakukan
kekejaman. Tentara Salib menghancurleburkan kotakota Syria, membunuh penduduknya dengan tangan dingin, dan
membakar habis perbendaharaan kesenian dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, termasuk "Kutub Khanah"
(Perpustakaan) Tripolis yang termasyhur itu. "Jalan raya penuh aliran darah, sehingga keganasan itu kehabisan
tenaga," kata Stuart Mill. Mereka yang cantik rupawan disisihkan untuk pasaran budak belian di Antioch. Tetapi yang
tua dan yang lemah dikorbankan di atas panggung pembunuhan.
Lewat pertengahan abad ke12 Masehi ketika tentara Salib mencapai puncak kemenangannya dan Kaisar Jerman,
Perancis serta Richard Lionheart Raja Inggris telah turun ke medan pertempuran untuk turut merebut tanah suci
Baitul Maqdis, gabungan tentara Salib ini disambut oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi (biasa disebut Saladin),
seorang Panglima Besar Muslim yang menghalau kembali gelombang serbuan umat Nasrani yang datang untuk
maksud menguasai tanah suci. Dia tidak saja sanggup untuk menghalau serbuan tentara Salib itu, akan tetapi yang
dihadapi mereka sekarang ialah seorang yang berkemauan baja serta keberanian yang luar biasa yang sanggup
menerima tantangan dari Nasrani Eropa.
Siapakah Shalahuddin? Bagaimana latar belakang kehidupannya?
Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang
namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin alAyyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga
memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua
duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.
Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah
memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167
Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri
dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari
Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud �memperlihatkan kehebatan strategi tentara
yang bernilai ringgi.�
Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: "Belum pernah sejarah mencatat
suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh
hanya seribu pasukan berkuda".
Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan
Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil
perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.
Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin alAyyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa lama
ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifatsifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat khalifah
berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.
Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh
putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang
mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh dengan
menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama raja itu SALAHUDDIN AL AYYUBI
dalam khotbahkhotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak mendapat
tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana yang
meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh Nuruddin
Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.
Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus
diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia
untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan
amarah Shalahuddin alAyyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali
kota itu.
2
Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan
bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan
mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau
memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi,
kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua rajaraja di Asia Barat.
Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli
sejarah Perancis Michaud: "Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi
isyarat untuk memulai lagi peperangan." Berlawanan dengan syaratsyarat gencatan senjata, penguasa Nasrani
Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh
sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.
Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan
Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta
menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara
Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam
waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk
kotakota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki
Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syaratsyarat yang sangat ringan oleh
Sultan yang berhati mulia itu.
Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib
dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan
pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam
memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan
perlakuan dan pembunuhan secara besarbesaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib
sekitar satu abad sebelumnya.
Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi,
kaum Muslimin dibunuh secara besarbesaran di jalanjalan raya dan di rumahrumah kediaman. Jerusalem tidak
memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari
cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari temboktembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara
menara, dan tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara
Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl
lagi tindakantindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari
tunggang langgang. Di tengahtengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan
teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjakinjak tumpukan mayat Muslimin, mengejar
mereka yang masih berusaha dengan siasia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu
mengatakan bahwa �di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda
prajurit.�
Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur
atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan
keganasan. �Semua tawanan� kata Michaud, �yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang
semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa
ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup
hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat
perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.�
SALAHUDDIN AL AYYUBI
Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anakanak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana
Nabi lsa memaafkan algojoalgojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu.
Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari
pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.
Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: �Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi
ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempattempat umum untuk dibunuh hiduphidup.
Ibuibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anakanak lakilaki dan perempuan, seluruhnya
disembelih. LapanganIapangan kota, jalanjalan raya, bahkan pelosokpelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi
oleh bangkaibangkai mayat lakilaki dan perempuan, dan anggota tubuh anakanak. Tiada hati yang menaruh belas
3
kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.�
Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum
Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.
Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi
pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan
meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin
yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan.
Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anakanak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh
tangis seraya berkata: �Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anakanak perempuan para prajurit yang
telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selamalamanya. Para prajurit itu adalah
tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan
mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran
hidup.�
Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum
wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya.
Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan
suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan
tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam
memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.
Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kotakota yang dikuasai kaum
Nasrani. �Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,� kata Mill, pergi menuju Antioch, tetapi panglima
Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda
mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Michaud
mcmberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap
para pelarian Nasrani dari Jerusalem. Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini, kata Michaud. �Seorang
wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak
untuk memberikan pertolongan kepadanya,� kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang
rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak
memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.
Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu
berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali
untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir
pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis
bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah
pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan
mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.
Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga
mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris
Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum
Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah
pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.
Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara SALAHUDDIN AL AYYUBI
Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putusputusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi
tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan
bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa
menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan
pembunuhanpembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada
pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart
menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata
saudara sesama kaum Muslimin.
Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk
4
menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang
150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulanpukulan yang berat terhadap tentara Salib.
Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu
merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta
menyadari betapa siasianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September
1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan
barangbarangnya kembali menuju Eropa.
"Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu" tulis Michaud "di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat
merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran
itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus
ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari
seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara
Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang
menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.
Sultan Shalahuddin mengakhiri sisasisa hidupnya dengan kegiatankegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan
membangun rumah sakit, sekolahsekolah, perguruanperguruan tinggi serta masjidmasjid di seluruh daerah yang
diperintahnya.
Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia
pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. "Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum
pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa ArRasyidin" demikian
tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam
lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan
tangisan.
Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan
tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya,
Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan
sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan
berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36
dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap
ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah
tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya dengan
rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. "Di Eropa" tulis Philip K Hitti, dia telah menyentuh alam
khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan
kaum kesatria.
Semoga Allah melapangkan kuburnya.
Disarikan dari:
1. Shalahuddin alAyyubi, oleh Kwaja Jamil Ahmad (Lihat: Suara Masjid No. 91, Jumadil AkhirRajab 1402 H/April
1982 M)
2. The Preaching of Islam, oleh Thomas W. Arnold.
NB:
"Shalahuddin", kadang ditulis dengan ejaan: Saladin (biasanya oleh Barat), Sholahuddin, atau Salahuddin. SALAHUDDIN AL AYYUBI
Saat ini, sineas Barat sedang membuat film berjudul "Kingdom of Heaven". Film tersebut, terlepas benar atau
tidaknya isi cerita, berkaitan dengan tokoh Shalahuddin ini
5