You are on page 1of 28

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Geologi Daerah Penelitian Pembahasan geologi daerah penelitian mencakup kondisi geomorfologi, kondisi stratigrafi dan kondisi struktur geologi. 4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Penjelasan mengenai geomorfologi daerah penelitian meliputi pembagian satuan geomorfologi, klasifikasi sungai dan stadia daerah penelitian. Pengelompokkan bentangalam menjadi satuan geomorfologi dilakukan melalui pendekatan berdasarkan bentuk, parametris dan genetik. Pendekatan bentuk yaitu pendekatan yang didasarkan pada bentuk permukaan bumi yang dijumpai di lapangan yakni berupa topografi pedataran, bergelombang, perbukitan dan pegunungan. Pendekatan parametris yaitu pendekatan yang didasarkan pada beberapa parameter geomorfologi yang bisa diukur. Unsur tersebut terdiri atas ketinggian, luas, relief, sudut lereng, kerapatan sungai dan tingkat erosi. Pendekatan genetik yaitu pendekatan yang berdasarkan proses yang membentuk bentangalam di permukaan bumi baik yang dikontrol oleh proses eksogen atau proses endogen. Daerah penelitian memiliki topografi berupa perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 775 1014 meter di atas permukaan laut, erosi yang bekerja berupa erosi rill dan gulley denusasional. dengan proses yang bekerja berupa

Berdasarkan pendekatan bentuk, parametris dan pendekatan

34

35

genetik yang dihubungkan dengan ciri fisik yang ditemukan pada daerah penelitian, maka satuan bentangalam daerah penelitian adalah satuan bentangalam perbukitan tbergelombang denudasional (Foto 4.1)

Foto 4.1 Kenampakan satuan bentangalam perbukitan bergelombang denudasional pada daerah penelitian di foto ke lokasi penelitian , relatif berarah Barat Laut dengan arah foto N 3170 E. Sungai yang ada pada daerah penelitian yang digolongkan berdasarkan kandungan air pada tubuh sungai adalah sungai perodik, yang memiliki bentuk penampang V. Pola aliran sungai di daerah ini berpola semi dendritik (setengah bercabang/mendaun). Lembah sungai mencirikan stadium muda yang mana erosi secara vertikal lebih dominan daripada erosi secara lateral dimana sangat dipengaruhi oleh struktur. Dari beberapa uraian ciri fisik daerah penelitian di atas, maka stadia geomorfologi daerah penelitian termasuk dalam stadia muda. 4.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

36

Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi yang menyusun pada satuan ini yaitu lava andesit, berdasarkan hal tersebut maka penamaan satuan ini yaitu satuan lava andesit. Untuk penamaan litologi satuan ini menggunakan klasifikasi Travis (1955) terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis . Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang dapat di amati langsung. Sedangkan analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik kemudian ditentukan nama batuannya.Satuan lava andesit yang di jumpai pada daerah penelitian ( Foto 4.2), secara megaskopis yaitu dalam keadaan segar berwarna abu-abu terang, tekstur afanitik, struktur massive, kompak dan keras, tersusun atas mineral plagioklas, horblende, piroksin dan gelas nama batuan Andesit (Travis 1955).

37

Foto 4.2. Singkapan batuan andesit dengan kesan perlapisan yang dijumpai di stasiun 3/mataair panas III dengan arah foto relatif ke arah utara Secara mikroskopis pada contoh sayatan MM/Spsf (Foto 4.3) memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan, tekstur hipokristalin, porfiritik,

inequigranular, memperlihatkan struktur masivve, ukuran mineral (0,002 0,2 ) mm. Komposisi mineral plagioklas jenis andesin dengan persentase (50%), massa dasar gelas (30%), mineral piroksin jenis augit, diopside dan hipersthene ( 10%) dan mineral opak (10%), berdasarkan persentase mineral tersebut maka nama batuan adalah Andesit (Travis 1955).

Foto 4.3 Mikrofotograf andesit dengan nomor sayatan MM/Spsf, dengan komposisi plagiklas jenis andesin(D5-F5), piroksin jenis augit (6G), diopside (D3), hipersthene (F3), massa dasar gelas (J5), dengan perbesaran 50x pada nikol silang.

Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan lava andesit ini didasarkan pada pengamatan ciri fisik batuan yang dijumpai pada daerah

38

penelitian. Untuk penentuan lingkungan pengendapan dilapangan memperlihatkan kondisi litologi andesit yang memperlihatkan kesan perlapisan yang diakibatkan oleh aliran lava menunjukkan lingkungan pengendapan darat. Sedangkan untuk penentuan umur satuan batuan disebandingkan dengan ciri fisik regional Lava Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv) yang berwarna abu-abu terang, tekstur hipokristalin dengan litologi yang dijumpai di daerah penelitian maka umur dari satuan ini adalah Miosen-Pliosen. 4.1.3. Struktur Daerah Penelitian Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian sangat erat kaitannya dengan proses tektonik dan aktivitas vulkanisme, serta struktur geologi regional. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data serta pengolahan data yang di peroleh selama melakukan penelitian di lapangan, berupa ciri-ciri struktur geologi yang kemudian di hubungkan dengan interpretasi peta topografi. Keberadaan struktur ini juga dapat di lihat dengan liniasi yang terdapat pada peta citra satelit daerah penelitian ( Gambar 4.1).
Garis liniasi sesar pada Lokasi Penelitian

Sekala 1 : 50.000

39

Gambar 4.1 Peta citra satelit lokasi daerah penelitian Berdasarkan data-data tersebut maka struktur yang berkembang pada daerah penelitian adalah : Struktur kekar Struktur sesar

4.1.3.1. Stuktur Kekar Berdasarkan atas ciri umum daripada kekar yang dijumpai dilapangan berupa kekar berpasangan dan bersifat tertutup, dengan arah kekar sistematis, kenampakan permukaan yang agak rata dan licin, kadang-kadang dijumpai jejakjejak goresan akibat dari pergerakan lebih lanjut dan cenderung saling berpotongan . Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan diagram roset dari data pengukuran kekar di daerah penelitian maka dapat diketahui bahwa kekar yang terbentuk di darah penelitian adalah kekar gerus dengan arah tegasan utama N 344o E, kenampakan kekar pada daerah penelitian (Foto 4.4)

40

Foto 4.4. Kenampakan kekar pada litologi andesit yang dijumpai disekitar stasiun 3/ mataair III mataair panas makula daerah Wala, arah foto relatif ke arahutara.

4.1.3.2. Struktur Sesar Untuk mengidentifikasi struktur sesar pada daerah penelitian yaitu dengan mengetahui ciri primer dan ciri sekunder sebagai pendukung sesar tersebut. Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian yang di korelasikan dengan struktur geologi regional berupa sesar geser dan tektonik reginal yang mempengaruhi daerah penelitian . Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer ataupun dengan data sekunder, analisa peta topografi, peta citra satelit diatas maka sesar yang bekerja pada daerah penelitian adalah sesar geser yang berarah berarah utara timur laut barat daya. Adapun penciri keberadaan struktur sesar ini yaitu : -

zona hancuran Kekar dijumpai pada litologi andesit Gawir sesar pada litologi andesit dengan bidang relatif tegak (80o) penjajaran mataair panas

Sesar geser ini diberi nama sesuai dengan geografis daerah yang dilalui sesar ini, maka nama sesar ini yaitu sesar geser Makula. Penentuan umur sesar ini ditentukan dengan umur batuan termudah yang di laluinya yaitu andesit. Umur batuan andesit pada daerah penelitian berumur Miosen-Pliosen. Maka umur sesar geser Makula yaitu Setalah Miosen Pliosen. Berdasarkan data-data dan pengamatan lapangan dari sumber mataair panas daerah penelitian maka dapat diketahui bahwa struktur sesar yang mengontrol pemunculan mataair panas daerah penelitian adalah sesar geser yang

41

dicerminkan oleh pelurusan topografi, gawir sesar (Foto 4.5), dan penjajaran mataair panas. Proses pemunculan mataair panas ini bermula dari struktur sesar kemudian memotong tubuh magma atau stock yang berperan sebagai batuan pemanas sehingga menghasilkan rekahan-rekahan. Kemudian melalui rekahanrekahan tersebut memunculkan air panas di permukaan sebagai matair panas pada daerah penelitian.

Foto 4.5 Kenampakan Gawir sesar yang dijumpai pada daerah penelitian pada stasiun 3 arah foto relatif ke arah Barat 4.2. Karakteristik Panas Bumi Daerah Penelitian Penentuan karakteristik panas bumi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan beberapa parameter. Dalam studi karakteristik sistem panas bumi mengacu pada pemahaman karakter-karakter sumber panas bumi itu sendiri, dalam hal ini pemahaman mengenai sumber panas bumi pada daerah penelitian yaitu panas bumi yang ada di daerah Wala berdasarkan karakteristik dari mataair

42

panas makula sebagai sumber manifestasinya. Bagian yang terpenting dalam sistem panas bumi ini adalah: - Manifestasi panas bumi - Kondisi hidrologi - Dapur magma sebagai sumber panas bumi - Reservoir - Umur ( life time) sumber panas bumi 4.2.1. Manifestasi Panas Bumi Daerah Penelitian Manifestasi panas bumi pada daerah penelitian berupa pemunculan mataair panas yang berada pada daerah Wala. Mataair panas ini terdapat di sepanjang zona sesar yang muncul pada litologi andesit. Lokasi ini dijangkau dengan roda empat maupun dengan roda dua dari kota Makale dengan jarak tempuh 18 km. Kemudian berjalan kaki 50 meter dari jalan raya ke titik mataair panas. Di sekitar lokasi mataair panas kondisi tanah lembab dan tumbuhan tumbuh dengan baik . Air panas yang keluar dari mataiar panas ini semuanya mengalir ke anak sungai Makula. Pada berbeda lokasi ini dijumpai empat (4) mataair panas yang temperaturnya pada kondisi cuaca yang cerah dengan suhu udara sekitar daerah

penelitian 27oC-28oC yaitu : Mataair Panas I Mataair panas ini dijumpai di sebelah barat jalan raya pada daerah Wala (lihat peta pengamatan) dengan suhu 41,5o C yang dijadikan aliran air hangat ke rumah penduduk, pH 8,5 dan debit airnya yaitu 1 lt/dtk. (Foto 4.6)

43

Matair Panas II Mataair panas ini dijumpai pada jarak sekitar 120 meter dari Mataair I ke arah selatan. Suhu air panas 41oC ,pH 8 dengan debit airnya yaitu 1 lt/dtk. Mataair panas ini dijadikan sebagai sumber dari kolam permandian umum dan tempat wisata (Foto 4.7)

Foto 4.6 Mataair panas pada stasiun 1/Mataair panas Makula I, difoto relatif ke arah Barat N 280oE.

Foto 4.7 Pemanfaatan Mataair panas pada stasiun 2/Mataair panas Makula II, difoto relatif ke arah Timur N105oE.

44

Mataair Panas III Mataair panas ini dijumpai pada jarak 100 meter dari Mataair II kearah selatan, tepat berada pada anak sungai makula. Suhu air panas yaitu 37oC dengan pH 8,5 dengan debit airnya yaitu 1 lt/dtk. Yang dijadikan sebagai sumber kolam pemandian (Foto 4.8)

Foto 4.8 Mataair panas pada stasiun 3/Mataair panas Makula III, sebelah Selatan-Barat Daya stasiun II, dengan arah foto N 295oE. Mataair Panas IV Mataair panas ini dijumpai pada jarak 250 meter dari Mataair III kearah Selatan- Barat Daya, tepat berada pada daerah persawahan, dekat anak sungai Makula. Suhu air panas yaitu 33oC dengan pH 8 dengan debit airnya yaitu 0,5 lt/dtk. Yang dijadikan sebagai sumber pengairan sawah (Foto 4.8) Dari keempat mataair panas mengeluarkan bau sulfur, hal ini mengindikasikan bahwa mataair di daerah penelitian merupakan mataair yang muncul ke permukaan dari aktivitas vulkanisme dengan kontrol struktur.

45

Foto 4.9 Mataair panas pada stasiun 4/Mataair panas Makula IV, sebelah Selatan-Barat Daya stasiun III, arah foto N 165oE Adapun ciri fisik dan kimia dari ke-4 mataair panas daerah penelitian yaitu : Tabel 4.1 Ciri fisik dan kimia mataair panas daerah penelitian No 1 2 3 4 5 Parameter Warna Bau Rasa Suhu pH Mataair II III Jernih Jernih Sulfur Sulfur Masam Masam 41oC 37oC 8 8,5

I Jernih Sulfur Masam 41,5oC 8,5

IV Jernih Sulfur Masam 33oC 8

4.2.2. Geokimia Mataair Panas Pada Daerah Penelitian

46

Analisa Geokimia sangat membantu dalam mendapatkan informasi mengenai kondisi daripada reservoir dalam penentuan karakteristik panas bumi pada daerah penelitian. Pembahasan mengenai analisis geokimia mataair panas pada daerah penelitian yang terdiri dari 3 (tiga) mataair dari 4 (empat) mataair pada daerah penelitian, meliputi penentuan tipe mataair panas, perkiraan temperatur bawah permukaan mataair panas menggunakan geothermometer,

dimana penentuannya ditentukan dari kandungan unsur-unsur kimia dari sampel mataair panas. Berikut hasil analisa geokimia air panas daerah penelitian. Tabel 4.2 Hasil analisis laboratorium kandungan unsur-unsur mataair panas daerah Penelitian. Stasiun /Mataair No. Parameter Satuan I II III 1 Natrum (Na) ppm 83.42 83.47 83.40 2 Kalium (K) ppm 1.50 1.44 1.22 3 Amoniak (NH3) ppm 0.002 0.003 0.004 4 Sulfat (SO4) ppm 22.54 31.71 34.65 5 Bikarbonat (HCO3-) ppm 0.018 0.018 0.014 6 Kalsium (Ca) ppm 28.03 26.03 28.03 7 Magnesium (Mg) ppm 2.002 4.004 2.002 8 Khlorida (Cl-) ppm 117.15 108.28 113.60 Pada proses geokimia mataair panas daerah penelitian, diketahui adanya perpindahan panas disertai reaksi kimia dari dapur magma sebagi sumber panas dengan media yang dilalui (reservoir dan batuan penutup) oleh panas hingga sampai ke permukaan. Indikasi adanya perpindahan panas dan reaksi kimia tersebut, dapat diketahui dari kandungan kadar parameter (Ca, Mg, K, Na, Cl, NH3, SO4 dan HCO3) yang relatif tidak konstan pada sampel air panas (Tabel 4.2) untuk ketiga (3) mata air .

47

4.2.2.1. Penentuan Tipe Mataair Panas Pada Daerah Penelitian Dalam penentuan tipe air panas berdasarkan analisa geokimia mataair panas daerah penelitian menggunakan klasifikasi diagram Trilinier (Back, 1966 dalam Kusumayudha, 2005) berdasarkan kandungan relatif anion klorida, sulfat dan bikarbonat. Jumlah kandungan ion-ion tersebut dinyatakan dalam satuan meq/L (miliequvalent per liter), sehingga harus dikonversi dari ppm menjadi meq/L. Meq/L = ppm/BE BE = Mr Senyawa/Valensi

St 1/ Mataair Panas Makula I Tabel 4.3 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari ppm ke meq/L pada mataair I. Senyawa Penyusun Jumlah Atom Massa Atom (Ar) Jumlah Massa Atom Mr Valensi setiap senyawa Berat Equvalen (BE) Kadar (ppm) Meq/L Jumlah kadar (Meq/L) Persentase / senyawa Diketahui : HCO3 SO42 Cl= 0.018 mg/L = 22.54 mg/L = 117.15 mg/L = 0.000295 Meq/L = 0.469583 Meq/L = 3.3 Meq/L H 1 1 1 61 1 61 0.018 0.000295 0.012884 HCO3 C O 1 3 12 16 12 48 S 1 32 32 96 2 48 22.54 0.469583 3.769878 16.133650 SO4 O 4 16 64 Cl Cl 1 35.5 35.5 35.5 1 35.5 117.15 3.3 83.853466

48

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.769878 Meq/L Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah : % Anion HCO3= (0.018 /3.769878) x 100 % = 0.012884 %

% Anion SO42- = (0.469583/3.769878) x 100 % % Anion Cl= (3.3/3.769878) x 100 %

= 16.133650 % = 83.853466 %

St 2/ Mataair Panas Makula II Tabel 4.4 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari ppm ke meq/L pada mataair II. Senyawa Penyusun Jumlah Atom Massa Atom (Ar) Jumlah Massa Atom Mr Valensi setiap senyawa Berat Equvalen (BE) Kadar (ppm) Meq/L Jumlah kadar (Meq/L) Persentase / senyawa Diketahui : HCO3SO42Cl= 0.018 ppm = 31.71 ppm = 108.28 ppm = 0.000295 meq/L = 0.660625 meq/L = 3.050141 meq/L H 1 1 1 61 1 61 0.018 0.000295 0.012856 HCO3 C O 1 3 12 16 12 48 S 1 32 32 96 2 48 31.71 0.660625 3.711061 22.648706 SO4 O 4 16 64 Cl Cl 1 35.5 35.5 35.5 1 35.5 108.28 3.050141 77.338438

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.711061 meq/L Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah : % Anion HCO3= (0.000295/3.711061) x 100 % = 0.012856 %

49

% Anion SO42- = (0.660625/3.711061) x 100 % % Anion Cl-

= 22.648706 % = 77.338438 %

= (3.050141/3.711061) x 100 %

St 3/ Mataair Panas Makula III Tabel 4.5 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari ppm ke meq/L pada mataair III. Senyawa Penyusun Jumlah Atom Massa Atom (Ar) Jumlah Massa Atom Mr Valensi setiap senyawa Berat Equvalen (BE) Kadar (ppm) Meq/L Jumlah kadar ( Meq/L ) Persentase / senyawa Diketahui : HCO3 SO42 Cl= 0.014 ppm = 0.00023 meq/L = 34.65 ppm = 0.721875 meq/L HCO3 C O 1 3 12 16 12 48 SO4 O 4 16 64 Cl Cl 1 35.5 35.5 35.5 1 35.5 113.60 3.2 76.620083

H 1 1 1 61 1 61

S 1 32 32 96 2 48

0.014 0.00023 0.009443

34.65 0.721875 3.922105 23,370474

= 113.60 ppm = 3.2 meq/L

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.922105 meq/L Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah : % Anion HCO3- = (0.00023/3.922105) x 100 % % Anion SO42% Anion Cl= 0.009443 %

= (0.721875 /3.922105) x 100 % = 23.370474% = (3.2 /3.922105) x 100 % = 76.620083 %

Tabel 4.6 Hasil perhitungan persentase kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat.

50

No

Parameter

1 % Cl 2 % SO4 3 % HCO3 Tipe mataair panas

I 83.853466 % 16.133650 % 0.012884 % Klorida

Mataair(Mt) II 77.338438 % 22.648706 % 0.012856 % Klorida

III 76.620083 % 23.370474 % 0.009443 % Klorida

St 1/Mataair I St 2/Mataair II St 3/Mataair III

Gambar 4.2 Diagram Trilinier untuk penentuan tipe mataair panas berdasarkan kandungan ion klorida, sulfat dan bikarbonat (Back, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).

Berdasarkan nilai persentase kandungan ion pada sampel air panas yang telah dianalisis kandungan unsur-unsur kimianya terutama kandungan anion Bikarbonat (HCO3-), Clorida ( Cl- ), dan Sulfat (SO42-), maka dapat di tentukan bahwa dari ketiga mataair panas makula termasuk dalam tipe klorida. Hal ini ditandai dengan cukup tingginya kandungan ion Clorida dalam air panas dibandingkan dengan konsentrasi bikarbonat dan sulfat, serta pH yang relatif basa (berkisar pH 8- 8,5), walaupun pada temperatur rendah (dipermukaan 41,5oC) yang memungkinkan berhubungan dengan deep water namun faktor lain sangat

51

dipertimbangkan. Hal ini menunjukkan bahwa tipe mataair panas ini terbentuk karna adanya kontak batuan sedimen dengan fluida panas yang mengalir ke permukaan kemudian akan mengalami pelepasan panas dan penurunan temperatur sehingga sebagian konsentrasi yang bersifat asam akan terendapkan dan konsentrasi yang bersifat basa terencerkan dan mengalami peningkatan sehingga pH yang sampai di permukaan relatif sedikit basa. Tipe klorida ini dapat diinterpretasikan bahwa percampuran air panas di daerah Wala bukanlah air permukaan biasa, akan tetapi air yang mengandung garam klorida sehingga kemungkinan air tersebut berasal atau melalui reservoir batuan sedimen berupa pecahan fosil-fosil koral, kulit kerang atau sisa-sisa air laut yang tersimpan atau terjebak di dalam batuan sedimen. Dari tiga mataair yang di analisa menunjukkan adanya perbedaan persentase unsur-unsur seperti klorida, hal ini dikarnakan adanya persentase batuan yang mengandung klorida berbeda. Berdasarkan tipe pH yang sedikit basa dapat dijelaskan bahwa tipe pH ini disebabkan oleh batuan disekitar daerah penelitian berupa andesit yang bersifat intermediet dengan sifat-sifat batuan yang berasal dari batuan basal yang bersifat basa, disamping itu reservoir yang dilalaui air panas di daerah penelitian berupa batuan sedimen yang memungkinkan pH relatif basa. 4.2.2.2. Temperatur Bawah Permukaan Mataair Panas Daerah Penelitian Perhitungan temperature bawah permukaan daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan geothermometer Na - K dan Na - K Mg yaitu sebagai berikut : 4.2.2.2.1. Geothermometer Na K

52

Perhitungan suhu atau temperature bawah permukaan berdasarkan perhitungan geothermometer Na K sebagai berikut : St 1 / Mataair I toC = 1390 [ log ( Na / K ) +1.750] - 273

dilakukan

toC =

1390 - 273 log ( 83.42 / 1.50 ) + 1.750]

toC =

1390 [1.745179 + 1.750] - 273

toC = 124.69 oC St 2/ Mataair II toC = 1390 [ log ( Na / K ) +1.750] - 273

toC =

1390 - 273 log ( 83.47 / 1.44 ) + 1.750]

toC =

1390 [1.763168 + 1.750] - 273

toC = 122.65 oC St 3/ Mataair III toC = 1390 [ log ( Na / K ) +1.750] - 273

toC =

1390 - 273 log ( 83.4 / 1.22 ) + 1.750]

toC =

1390 [1.834806 + 1.750] - 273

toC = 114.75 oC Tabel 4.7 Hasil perhitungan suhu bawah permukaan daerah penelitian. Suhu Bawah permukaan (ToC) St / Mataair II 122.65

I 124.69

III 114.75

53

4.2.2.2.2. Geothermometer Na K Mg Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi oleh persentase unsur Na K Mg, yang dapat dihitung melalui perbandingan nilai setiap unsur dengan jumlah total keseluruhan unsur : St 1/ Mataair I Na/1000 + K/100 + Mg = (83.42/1000 + 1.5/100 + 2.002 )

= (0.08342 + 0.0015+ 1.414921) = 1.499841 ppm % Na/1000 = (0.08342 /1.499841) x 100 % = 5.561925 % % K/100 = (0.0015/1.414921) x 100 % = 0.0100011 % % Mg = (1.414921/1.499841) x 100% = 94.33806 % St 2/ Mataair II Na/1000 + K/100 + Mg = (83.47/1000 + 1.44/100 + 4.004 )

= (0.08347 + 0.00144 + 2.00100) = 2.08591 ppm % Na/1000 = (0.08347 /2.08591) x 100 % = 4.00161 % % K/100 = (0.00144/2.08591) x 100 % = 0.069034 %

54

Mg

= (2.00100/2.08591) x 100 % = 95.92935 %

St 3/ Mataair III Na/1000 + K/100 + Mg = (83.4/1000 + 1.22/100 + 2.002 )

= (0.0834+ 0.00122+ 1.414921) = 1.499541 ppm % Na/1000 = (0.0834/1.499541) x 100 % = 5.56170 % % K/100 = (0.00122/1.499541) x 100 % = 0.08136 % % Mg = (1.414921/1.499541) x 100 % = 94.35694 % Tabel 4.8 Hasil perhitungan penetuan suhu bawah permukaan berdasarkan geotermometer Na K - Mg No 1 2 3 Parameter % Na/1000 % K/100 % Mg Stasiun/Mataair II 4.00161 % 0.069034 % 95.92935 % Partial equilibrium

I 5.561925 % 0.010001% 94.33806 % Partial equilibrium

III 5.56170 % 0.08136% 94.35694 % Partial equilibrium

55

St 1/ Mataair I St 2/ Mataair II St 3/ Mataair III

Gambar

4.3

Diagram Ternary untuk penentuan suhu bawah permukaan (Giggenbach, 1980 dalam Nicholson,1993). temperatur bawah permukaan dengan menggunakan

Perkiraan

geothermometer Na K pada daerah penelitian pada Mataair panas Makula I, Matair panas Makula II dan Mataair panas Makula III (Tabel 4.7) adalah 124.69oC, 122.65oC dan 114.75oC. Berdasarkan hasil ploting nilai-nilai kandungan unsur kimia pada diagram segitiga Na K Mg (Gambar 4.3) dapat diketahui bahwa mataair panas pada daerah penelitian yaitu mataair panas makula termasuk dalam partial equlibrium,

56

menunjukkan bahwa telah terjadi interaksi batuan dengan fluida panas sebelum ke permukaan sehingga temperatur dari air panas ini tergolong sebagai sumber panas bumi bertemperatur rendah dengan pH relatif basa. Mataair yang muncul di permukaan sudah mulai mendapat pengaruh air permukan sehingga suhu berbeda. 4.2.3. Reservoir Panas Bumi Pada Daerah Penelitian Pentuan reservoir pada daerah penelitian dapat ditentukan berdasarkan kandungan unsur-unsur dari air panas daerah penelitian. Berdasarkan kandungan relatif Cl, HCO3-, dan SO42-, pada (Gambar 4.2) menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian mengandung Cl yang relatif sangat tinggi dibanding unsur HCO3-, dan SO42. Hal ini menunjukkan, bahwa air panas di Makula dan sekitarnya berasal dari aktivitas volkanomagmatik. Perhitungan geotermometer Na-K dilakukan untuk mengetahui temperatur reservoar panasbumi di bawah permukaan. Geotermometer ini sangat baik digunakan untuk air panas yang telah mengalami waktu residensi atau interaksi dengan batuan sekitar yang lama. Geotermometer ini, tidak seperti geotermometer silika, tidak terpengaruh oleh pencampuran atau uap yang hilang. Berdasarkan sebaran mataair panas dan nilai temperatur reservoar yang ditunjukkan oleh geotermometer unsur-unsur terlarut, dapat disimpulkan bahwa reservoar panasbumi di daerah penelitian yaitu yangmenyuplai air panas Makula I, air panas Makula II dan air panas Makula III mempunyai temperatur sekitar 124.69oC, 122.65oC dan 114.75oC. Semakin ke arah utara, temperatur reservoar diduga semakin tinggi Sedangkan semakin ke selatan daerah penelitian,temperatur

57

reservoar air panas semakin kecil. Ketiga matair panas makula ini bertipeklorida yang merupakan keluaran langsung secara vertikal (upflow) air reservoar. Reservoir mataair panas pada daerah penelitian termasuk dalam entalpi rendah, dimana mempunyai batas suhu <125oC, sehingga termasuk dalam panas bumi bertemperatur rendah. 4.2.4. Dapur Magma dan Gradien Geothermal Daerah Penelitian Seperti diketahi bahwa dapur magma sebagai sumber panas di bawah permukaan panas bumi, tanpa dapur magma panas bumi mustahil akan ada dan muncul dipermukaan. Salah satu yang sangat terpenting adalah letak dapur magma di bawah permukaan dan kedalaman dapur magma tersebut. Di daerah penelitian ukuran dapur magma berhubungan erat dengan kegiatan vulkanisme. Dalam perjalanan ke permukaan magma mengalami diferensiasi dan berevolusi menghasilkan susunan kimia yang berbeda sesuai kedalaman sehingga persentase dari unsur-unsur air panas pada daerah penelitian akan berbeda-beda pada masingmasing sumber air panas. Di daerah penelitian tidak dijumpai adanya uap karna tidak ada kontak dengan udara, karna air panas keluar ke permukaan bumi melalui celah atau rekahan batuan akibat struktur. Kedalaman dapur magma pada daerah penelitian dapat dihitung dengan perbandingan dari suhu permukaan dengan suhu bawah permukaan dari hasil analisis geothermometer. Dengan asumsi bahwa di daerah penelitian merupakan jalur vulkanik-magmatik, dimana tiap penurunan 100 meter atau setiap kedalaman bertambah 100 meter temperatur naik sekitar 2,5oC sampai dengan 3oC. Suhu permukaan air panas pada daerah penelitian yaitu 41,5oC dengan suhu bawah

58

permukaan sekitar 124.69oC sehingga gradien geothermalnya atau kedalaman sekitar 3,71 km dari permukaan. Pada suhu 41oC dengan suhu bawah permukaan 122.65oC gradien geothermalnya sekitar 3,66 km dari permukaan dan pada suhu 37oC pada permukaan dengan suhu bawah permukaan 114.75oC sehingga gardien geothermalnya sekitar 3,53 km. 4.2.5. Umur Sumber Panas Bumi Walaupun sistem panas bumi menghasilkan sumber daya energi yang selalu terbarukan, tidak berarti akan berumur tanpa batas, dengan demikian harus ada upaya untuk mengetahui umur (lifetime) kegiatan suatu sumber panas bumi. Penentuan umur secara tidak langsung dari suatu sistem panas bumi aktif. Penentuan umur dengan cara ini dilakukan melalui studi banding umur relatif batuan pada daerah penelitian dengan hasil proses hidrotermal terhadap umur batuan reservoir sehingga umur dari kegiatan panas bumi ini dapat diketau secara tidak langsung. Pentuan umur ini dilakukan melalui studi tentang peran bukaan struktur dalam proses hidrotermal, penutupan bukaan-bukaan struktur dan pembentukan kembali bukaan/rekahan. Serta umur dari batuan penutup dan umur struktur. Sehingga perkiraan umur dari panas bumi pada daerah penelitian adalah Miosen Pliosen. 4.3. Model Sistem Panas Bumi Pada Daerah Penelitian Sistem panasbumi adalah energi yang tersimpan dalam bentuk air panas atau uap pada kondisi geologi tertentu.

59

Sistem panasbumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari sumber panas di sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas (Gambar 4.4) Syarat penting sistem panas bumi adalah adanya sumber panas yang sangat luas, adanya reservoar untuk mengumpulkan panas, adanya penghalang untuk menjaga panas yang telah terkumpul.

Batuan penutup Batuan sarang

Batuan pemanas

Gambar 4.4 Model Panas Bumi Pada daerah penelitian ( disesuaikan dari http://assidiqichywt.blogspot.com/2010/04/energi-panasbumi.html

Pada daerah penelitian yang menjadi batuan non permiabel atau batuan penutup yaitu batuan andesit. Karena adanya proses struktur yang bekerja pada

60

daerah penelitian menyebabkan panas bumi yang berada di bawah bumi muncul ke permukaan sebagai manifestasi panas bumi berupa mataair panas. 4.4. Pemanfaatan Panas Bumi Pada Daerah Penelitian Dalam rangka optimalisasi sumber daya panasbumi, pemanfaatan panasbumi untuk penggunaan secara langsung dapat di kembangkan seiring dengan pengembangan panas bumi sebagai alternatif untuk listrik. Suatu sumber air panas dapat diketahui pemanfaatannya dengan melihat ciri fisik, melakukan analisa kimia terhadap nilai dari pada pH dan temperatur air panas. Berdasarkan hasil analisis data lapangan dan kimia yang dilakukan terhadap sampel air panas pada daerah penelitian diketahui bahwa suhu air panas di permukaan yaitu antara 33oC 41,5oC dengan pH 8 8,5 dan berdasarkan perhitungan geothermometer menunjukkkan temperatur bawah permukaan reservoirnya yaitu 124,69oC - 114,75oC, termasuk dalam jenis reservoir entalphi rendah dengan suhu < 125oC dan termasuk sebagai sumber panas bumi bertemperatur rendah. Sehingga daerah penelitian tidak prospek untuk

dikembangkan sebagai sumber energi listrik , mengingat batas temperatur untuk energi listrik yaitu > 180oC, dengan demikian pemanfaatannya lebih ditekankan pada pemanfaatan lainnya seperti pengembangan sebagai objek wisata berupa permandian air panas yang mengacu pada klasifikasi kegunaan mataair panas dengan batas suhu antara 30oC - 50oC (Standar Nasional Indonesia (SNI), 2004). Berdasarkan analisa baku mutu air dari air panas daerah penelitian maka dapat di dijelaskan bahwa mataair panas daerah penelitian dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga

61

dengan persyratan beberapa unsur seperti Natrium (Na) < 200 ppm, Sulfat (SO4) < 400 ppm, Klorida (Cl-) < 600 ppm, Amoniak (NH3) < 0,5 ppm. Unsur- unsur yang bermanfaat untuk kesehatan yaitu sulfur untuk kulit, Klorida untuk

keseimbanagan asam basa dalam tubuh dan keringat, Natrium untuk keseimbangan cairan dalam tubuh dan kontraksi otot , Kalium untuk keseimbangan asam basa dalam tubuh. Manfaat lain dari mataair panas daerah penelitian yaitu
-

Melegakan otot-otot yang kaku dengan cara berendam dalam air panas Bisa dimanfaatkan untuk spa Untuk pengobatan kulit Pada pemanfaatan mataair panas sebagai tempat permandian (Foto 4.7),

terdiri dari dua kolam pemandian. Pada kolam pertama pada stasiun 2 dengan ukuran sekitar 10 m x 6m dapat menampung pengunjung maksimum 35 orang, pada kolam kedua dengan ukuran sekitar 8m x 6m dapat menampung pengunjung maksimal 30 orang. Jumlah pengunjung di mataair panas daerah penelitian setiap bulan minimal 200 orang dengan rincian minimal 50 orang tiap hari libur (hari minggu). Standar acuan secara ilmiah untuk kolam renang air panas yaitu sangat tergantung pada unsur-unsur yang terkandung dalam air panas, dimana tidak melebihi ambang batas maksimum dengan debit minimal 0,5 liter/detik. Unsur unsur yang terkandung di dalamnya sesuai dengan standar kesehatan.

You might also like