You are on page 1of 23

LAPORAN KELOMPOK 5 BLOK SISTEM PERKEMIHAN KASUS 2

NAMA KELOMPOK V :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

I PUTU AGUS INDRA SAPUTRA FETI KURNIAWATI ERLY PE LEBA ELISABETH WM WEDE NINDY YULIANA RIZKI ARNOLD LIBERTO MOUWLAKA ICHANA DESSI INDRATRI YANTI SELFA EFFIE DAMARA WAHYU PINANGGIH JATI NUGROHO CATUR DESI ARI ASIH CHRISTIN MARTHA SALLAY

1002055 1002045 1002039 1002035 1002078 1002007 1002056 1002093 1002106 1002015 1002018

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012 / 2013

BAB I PEBDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Phimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tidak bisa ditarik ke belakang, bisa dikarenakan keadaan sejak lahir atau karena patologi. Pada usia bayi glan penis dan prepusium terjadi adesi sehingga lengket jika terdapat luka pada bagian ini maka akan terjadi perlengketan dan terjadi Phimosis biasanya pada bayi itu adalah hal yang wajar karena keadaan tersebut akan kembali seperti normal dengan bertambahnya umur dan produksi hormon. Beberapa penelitian mengatakan kejadian Phimosis saat lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga umur 1617 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani. Bila Phimosis menghambat kelancaran berkemih seperti pada ballooning maka sisa-sisa urin mudah terjebak pada bagian dalam preputium dan lembah tersebut kandungan glukosa pada urine menjadi lading subur bagi pertumbuhan bakteri, maka berakibat terjadi infeksi saluran kemih (UTI). Berdasarkan data tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki resiko menderita UTI 10-20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, dituliskan review bahwa resiko terjadi sebesar 12 kali lipat. Tahun 1999 dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang sirkumsisi disebutkan bahwa dari 100 anak pada usia 1 tahun. 7-14 anak yang tidak sirkumsisi menderita sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang disirkumsisi. Dua laporkan jurnal tahun 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi dibawah resiko UTI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI 1. Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. ( Purnomo, Basuki; 2000 ) 2. Fimosis adalah tercerutnya kepala zakar oleh lubang kulup yang terlalu sempit. ( Ramali, Ahmad; 2003 ) 3. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal dapat diretraksi. ( Behram, Richard E;2000) 4. Fimosis adalah penyempitan lubang prepusium sehingga tidak dapat ditarik ke atas glans penis. ( Catzel, Pincus; 1990 )

B. ANATOMI FSIOLOGI Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum (kantung zakar) dan testis (buah zakar). Struktur dalamnya terdiri dari vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis.

Sperma (pembawa gen pria) dibuat di testis dan disimpan di dalam vesikula seminalis.

STRUKTUR Penis terdiri dari: Akar (menempel pada di dinding perut) Badan (merupakan bagian tengah dari penis) Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut). Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona.

Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil: 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra.

Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).

Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).

Testis

berbentuk

lonjong

dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosteron (hormon seks pria yang utama).

Epididimis terletak di atas testis dan 6 merupakan meter. saluran

sepanjang

Epididimis

mengumpulkan sperma dari testis dan menyediakan ruang serta lingkungan untuk proses pematangan sperma. Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan saraf) berjalan bersama-sama vas deferens dan membentuk korda spermatika.

Uretra mempunyai 2 fungsi: Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul dan mengelilingi bagian tengah dari uretra. Biasanya ukurannya sebesar walnut dan akan membesar sejalan dengan pertambahan usia. Prostat dan vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Cairan ini merupakan bagian terbesar dari semen. Cairan lainnya yang membentuk semen berasal dari vas deferens dan dari kelenjar lendir di dalam kepala penis.

FUNGSI Selama melakukan hubungan seksual, penis menjadi kaku dan tegak sehingga memungkinkan terjadinya penetrasi (masuknya penis ke dalam vagina). Ereksi terjadi akibat interaksi yang rumit dari sitem saraf, pembuluh darah, hormon dan psikis. Rangsang yang menyenangkan menyebabkan suatu reaksi di otak, yang kemudian mengirimkan sinyalnya melalui korda spinalis ke penis. Arteri yang membawa darah ke korpus kavernosus dan korpus spongiosum memberikan respon, yaitu berdilatasi (melebar). Arteri yang melebar menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah erektil ini, sehingga daerah erektil terisi darah dan melebar.

Otot-otot di sekitar vena yang dalam keadaan normal mengalirkan darah dari penis, akan memperlambat aliran darahnya. Tekanan darah yang meningkat di dalam penis menyebabkan panjang dan diameter penis bertambah. Ejakulasi terjadi pada saat mencapai klimaks, yaitu ketika gesekan pada glans penis dan rangsangan lainnya mengirimkan sinyal ke otak dan korda spinalis. Saraf merangsang kontraksi otot di sepanjang saluran epididimis dan vas deferens, vesikula seminalis dan prostat. Kontraksi ini mendorong semen ke dalam uretra. Selanjutnya kontraksi otot di sekeliling urretra akan mendorong semen keluar dari penis. Leher kandung kemih juga berkonstriksi agar semen tidak mengalir kembali ke dalam kandung kemih.

Setelah terjadi ejakulasi (atau setelah rangsangan berhenti), arteri mengencang dan vena mengendur. Akibatnya aliran darah yang masuk ke arteri berkurang dan aliran darah yang keluar dari vena bertambah, sehingga penis menjadi lunak.

C. ETIOLOGI a. Konginetal (fimosis fisiologis) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dan 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis. b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah. Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada timosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

Fimosis dapat disebabkan oleh: Kegagalan kulup untuk melonggar selama proses pertumbuhan Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi

glans dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut parafimosis. Infeksi seperti balinitis Infeksi yang terjadi kemungkinan timbul dari ketidakmampuan melakukan pembersihan yang efektif sehingga menyebabkan pembengkakan, kemerahan dan rasa sakit di daerah tersebut. Cacat yang disebabkan oleh trauma Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan tingkat higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), Forceful Retraction Penarikan berlebihan kulit preputium

D. PATOFISIOLOGI Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahanlahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat di retraksi.

Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena balloning dimana prepusium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam prepusium. Adanya kandungan glukosa pada urine menjadi pusat bagi pertumbuhan bakteri. Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami akibat fimosis adalah infeksi saluran kemih (ISK). ISK paling sering menjadi indikasi sirkumsisi pada kasus fimosis

Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga

memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang.

Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam lembah di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran ini mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.

Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi push di antara glans penis dan prepusium. Meski jarang, infeksi ini bisa terjadi pada diabetes.

PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS 1. Prepusium tidak bisa ditarik ke belakang 2. Balloning (menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urin) 3. Sakit saat berkemih 4. Sulit kencing 5. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. 6. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan. 7. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat di duga. 8. Bisa juga disertai demam.

F. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIC Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar kulit prepusium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit prepusium, mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan dalam prepusium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit prepusium diretraksi.

G. PENATALAKSANAAN Prinsip terapi dan manajemen keperawatan 1. Perawatan Rutin Ada beberapa pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi fimosis, yaitu: kebersihannya agar tidak terjadi infeksi yang dapat menghambat saluran kemih kembali. Selain itu usahakan untuk selalu membersihkan kepala penis perlahan-lahan setiap kali anak selesai buang air kecil. Hal ini penting untuk menjaga kebersihan : Menggunakan krim tropis, steroid dan non-steroid yang dioleskan pada bagian kulup. Peregangan bertahap untuk membuka kulup sehingga lebih longgar. Pembedahan untuk membentuk kembali kulup dan membuatnya lebih lebar. 2. Kebersihan penis Penis harus dibasuh secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan berbaring dengan popok basah untuk waktu yang lama. 3. Phimosis dapat diterapi dengan membuat celah dorsal untuk mengurangi obstruksi terhadap aliran keluar. 4. Sirkumsisi Pada pembedahan ini, kelebihan kutup diangkat. Digunakan jahitan catgut untuk mempertemukan kulit dengan mukosa dan mengikat pembuluh darah.

Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda. 5. Perawatan Bedah Rutin

a. Perawatan Pasca Bedah Pembedahan ini bukan tanpa komplikasi. Observasi termasuk adanya perdarahan. Pembalut diangkat jika basah oleh urin dan lap panggul berguna untuk membersihkan penis. Popok perlu sering diganti. b. Bimbingan bagi orang tua. Instruksi yang jelas harus diberikan pada orang tua jika bayi atau anak siap untuk pulang kerumah. Ini termasuk hygiene dari daerah dan pengenalan setiap komplikasi. Mereka juga harus diberikan pedoman untuk pencegahan dermatitis amonia dan jika hal ini terjadi bagaimana untuk mengobatinya.

H. PENCEGAHAN 1. Jangan gunakan pampers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau berpergian. 2. Jangan berganti-ganti merek pampers. Gunakan hanya satu merek yang cocok dengan bayi. 3. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai pampers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil atau besar). 4. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan. 5. Jika peradangan kulit karena popok pada bayi tidak membaik dalam 1 sampai 2 hari atau lebih bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter.

Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah : 1. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat menggunakan

kasa. Membersihkannya sampai selangkang, jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah dengan satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang. 2. 3. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.

I.

KOMPLIKASI Jika tidak segera ditangani bisa menyebabkan : 1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih 2. Ulserasi meatus Ini terjadi sebagai akibat amonia yang membakar epithelium glans. Untuk menimbulkan nyeri pada saat berkemih kadang-kadang adanya perkembangan perdarahan dan retensi urin. Ulserasi meatus dapat menimbulkan stenosis meatus. Hal ini dapat diterapi dengan meatotomi dan dilatasi. 3. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut. 4. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin. 5. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis. 6. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis. 7. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal. 8. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

J.

EPIDEMIOLOGI Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anak-anak hingga mencapai usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16 tahun.

K. ASUHAN KEPERAWATAN Asuhan Keperawatan pasien dengan Phimosis melalui pendekatan proses Keperawatan yang terdiri dari pengkajian Keperawatan, perencanaan Keperawatan, penatalaksanaan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan Data dasar yang berhubungan dengan Phimosis adalah sebagai berikut : a. Nyeri saat berkemih b. Balloning c. Retensi Urine

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah adalah sebagai berikut :

Pre Operasi a. b. c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Post Operasi a. b. c. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

3. Perencanaan Keperawatan Pree operasi

a. Gangguan eliminasi urine sampai retensi urine Tujuan : Klien mengatakan tidak ada hambatan aliran urine Intervensi : o Kaji haluan urine R/ retensi urine dapat terjadi karena adanya sumbatan o Perhatikan waktu R/ untuk mengetahui output pasien o Dorong klien untuk berkemih bila terasa ada dorongan tetapi tidak lebih dari 30 menit R/ penahanan urine selama > 30 menit bias merusak sel kemih

b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang. NOC Kriteria Hasil : Kontrol cemas :

Tingkat kecemasan dalam batas normal. Mengetahui penyebab cemas. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas. Tidur adekuat. NIC Intervensi : Pengurangan Cemas :

Ciptakan suasana yang tenang. Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga. Identifikasi perubahan tingkat kecemasan Gunakan pendekatan dan sentuhan. Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.

c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan keluarga dan pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan. NOC Kriteria hasil : Pengetahuan tentang penyakit :

Familiar dengan penyakit. Mendeskripsikan proses penyakit. Mendeskripsikan efek penyakit. Mendeskripsikan komplikasi. NIC : Mengajarkan proses penyakit Observasi tingkat pengetahuan klien sebelumnya. Jelaskan proses penyakit. Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi. Diskusikan tentang pilihan terapi. Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post operasi a. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan nyeri berkurang. NOC Kriteria hasil NIC Intervensi : : kontrol nyeri :

Mengenali faktor penyebab. Menggunakan metode pencegahan. Mengenali gejala-gejala nyeri. Klien mengatakan nyeri berkurang atau tidak merasa nyeri : pain management

o Kaji skala nyeri

R/ untuk mengetahui tingkat nyeri pasien sebagai pedoman untuk tindakan yang harus diberikan. o Ajarkan teknik relaksasi R/ merelaksasikan otot-otot sehingga suplai darah ke jaringan terpenuhi. o Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian obat R/ obat (anti plasmadik) untuk merelaksasikan otot-otot polos

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi. NOC Kriteria hasil : kontrol infeksi: knowledge :

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. Menunjukan perilaku hidup normal. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. NIC : infection kontrol

o Lihat tanda-tanda infeksi R/ untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan. o Konsul dengan tim medis tentang prosedur sirkumsisi R/ sirkumsisi mencegah infeksi saluran kemih (UTI)

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan cairan terpenuhi. NOC Kriteria hasil NIC : fluid balance :

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. : fluid management

Intervensi

Timbang popok jika diperlukan. Pertahankan cairan intake dan output yang akurat. Monitor status hidrasi. Monitor TTV. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pimosis adalah suatu keadaan dimana preposium tidak bisa ditarik bisa dikarenakan konginetal atau didapat. Tetapi biasanya kondisi tersebut bisa normal dengan ditambahnya produksi hormon dan pertumbuhan. Pimosis dapat mengakibatkan gangguan berkemih baik nyeri atau balloning (masa diujung penis) perlu dilakukan sirkumsisi biasanya itu merupakan indikasi untuk mencegah infeksi karena terkumpulnya urine yang mengandung glukosa sebagai tempat terbaik bagi pertumbuhan bakteri.

Saran Jika ada anak mengalami gejala seperti gejala pimosis untuk segera mendapat penanganan untuk mencegah terjadi infeksi saluran kemih (UTI)

Phimosis dan Sirkumtion S.1 FELIPE CASTRO, FELIPE CASTRO A.2, B.2 Raby TRINIDAD

ABSTRAK Phimosis dan Sunat Istilah ini digunakan phimosis Ketika kulit preputium tidak dapat berada di belakang kelenjar reytracted. Kondisi ini oresent dalam hampir semua bayi yang baru lahir, fulfi lling sebagian besar fungsi pelindung. Dalam masa kanak-kanak, pemisahan bertahap TERJADI, Yang selesai pada masa remaja. Melalui proses ini, komplikasi dapat terjadi infeksi saluran kemih Seperti, balanitis, atau paraphimosis. Sunat telah Dianggap pengobatan pilihan, meskipun beberapa factor. Harus Menimbang: derajat penyempitan, komplikasi, pendapat dan keyakinan agama dari orang tua. Dalam masa lalu 15 tahun, publikasi telah disarankan steroid topikal sebagai pengobatan alternatif, dengan berbagai keberhasilan. Pengobatan phimosis akan terus menjadi kontroversial.

(Kata kunci: Phimosis, sunat, preputium, glans).

KESIMPULAN Pada dasarnya ada dua metode untuk pengobatan pasien dengan preputial ketat memiliki komplikasi tinggi atau risiko terkena penyakit disukai dengan kondisi ini: 1) sunat dan 2) memijat dengan salep kortikosteroid. Sunat adalah prosedur pembedahan paling sering

dilakukan pada anak-anak. Its asal tanggal kembali ke 15.000 tahun yang lalu, termotivasi untuk agama, budaya dan medis. Diperkirakan bahwa 10% dari populasi dunia disunat, berbagai signifi kan mereka sesuai dengan tingkat ca wilayah geografis. Rev Chil Pediatr 2010; 81 (2): 160-165

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Tema Sub Tema Waktu Sasaran Tempat

: Pimosis : Perawatan post sirkumsisi : Jumat 06 November 2012 : Keluarga Pasien : Di Ruang D Rumah Sakit Y

A. Tujuan instruksional umum (TIU) Setelah mengikuti pentuluhan selama 30 menit di harapkan keluarga pasien mampu memahami tentang pencegahan Pimosis .

B. Tujuan instruksional Khusus (TIK) a. Mampu Menjelaskan pengertian Pimosis dengan benar b. Mampu Menyebutkan tentang penyebab Penyakit Pimosis dengan benar c. Mampu Menyebutkan tentang Tanda dan gejala Penyakit Pimosis dengan benar d. Mampu menyebutkan tentang cara pencegahan penyakit Pimosis e. Mampu Menjelaskan Pengobatan Penyakit Pimosis dengan jelas dan benar

C. Materi penyuluhan 1. Pengertian Penyakit Pimosis 2. Penyebab Penyakit Pimosis 3. Tanda dan gejala Penyakit Pimosis 4. Pencegahan Penyakit Pimosis 5. Pengobatan penyakit Pimosis

D. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab

E. Kesimpulan NO 1 Kegiatan Pembukaan 1. 2. 2 Penyampaian materi (ISI) Penyuluh Salam pembukaan Menyampaikan tujuan Peserta 1. Menjawab salam 2. Menyimak 1. Menyimak 2. Menanyakan hal yang belum jelas 1. Menyimak 2. Menyimak 3. Menjawab salam 5 menit 20 menit Waktu 5 menit

1. Menyampaikan materi BPH 2. Memberikan kesempatan

bertanya hal yang belum jelas 3 Penutup 1. 2. 3. F. Media 1. 2. Brosur lembar balik Evaluasi Menyimpulkan Salam penutup

G. Sumber / Referensi H. Evaluasi 1. formatif Klien mampu mengerti tentang pengertian Penyakit Pimosis Klien mampu mengerti tentang penyebab Penyakit Pimosis Klien mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit Pimosis Klien mampu menjelaskankan Pencegahan penyakit Pimosis Klien mampu menjelaskan pengobatan penyakit Pimosis

2. Sumatif Klien mampu memahami tentang penyakit Pimosis Klien mampu melakukan pencegahn terhadap penyakit Pimosis Yogyakarta, 06 11 - 2012 Pembimbing Penyuluh

( Indrayanti, S Kep., Ns )

( Kelompok 5 )

L. DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2011 : 14, 236-237 2. Price, SW dan Wilson, LM. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC. 2005 3. Sjamsuhidajat R,dan Jong W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004 4. http://www.scribd.com/doc/60627776/FIMOSIS-UROLOGI
5. http://id.scribd.com/doc/92176973/PHIMOSIS

6. http://id.scribd.com/doc/85405294/FIMOSIS-fian

You might also like