You are on page 1of 10

Filosofi Bisnis dan Budaya Perusahaan Didalam menjalankan misi perusahaan diperlukan tuntunan yang berfungsi sebagai koridor

dan batasan sekaligus pendorong bagi karyawan untuk melakukannya dengan penuh integritas, sehingga apabila tuntunan ini dilakukan oleh seluruh jajaran karyawan, diyakini akan dapat membawa pencapaian visi perusahaan. Tuntunan dimaksud diwujudkan dalam pernyataan Filosofi Bisnis PT Perkebunan Nusantara X (Persero), sebagai berikut: Kejujuran, Kepercayaan, Keterbukaan, Kerjasama dengan Keselarasan (5K) dan agar produktivitas karyawan dalam bekerja tetap tinggi, maka budaya kerja yang harus dihayati dan dilaksanakan adalah: Cepat, Cekatan, Cerdas, Cermat dan Citra (5C) RIWAYAT PERUSAHAAN Didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I No.15 Tanggal 14 Februari Tahun 1996 tentang pengalihan bentuk Badan Usaha Milik Negara dari PT Perkebunan (Eks.PTP 19, Eks.PTP 21-22 dan Eks.PTP 27) yang dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dan tertuang dalam akte Notaris Harun Kamil, SH No.43 tanggal 11 Maret 1996 yang mengalami Perubahan kembali sesuai Akte Notaris Sri Eliana Tjahjoharto, SH. No. 1 tanggal 2 Desember 2011. Bisnis Utama PT Perkebunan Nusantara X (Persero) adalah : 1. Industri Gula yang dipasarkan didalam negeri melalui persaingan bebas dan terkoordinir (lelang dan negosiasi), sedangkan pembeli produk tetes adalah pabrikan (End User) dan tender. 2. Tembakau, dilakukan penjualan langsung kepada pembeli industri (pabrikan) dan pembeli pedagang (trader), juga dipasarkan ke luar negeri (ekspor) melalui lelang dengan mengirim produk contoh. 3. Rumah Sakit diproyeksikan untuk memenuhi fungsi sosial dan merupakan unit usaha mandiri. Unit Usaha lain yang merupakan kerjasama dan anak perusahaan bergerak di bidang : 1. Jasa Cutting Bobbin, bekerja sama dengan Burger Soehne AG

Bung (BSB) Swiss. 2. Karung Plastik, bekerja sama dengan PT Surya Satria Sembada, Jakarta dengan nama PT Dasaplast Nusantara. Produk Plastik, Innerbag dan Waring. Utamanya untuk memenuhi kebutuhan pabrik gula dan kebun tembakau sendiri, juga dilakukan ekspor ke Malaysia dan pasar dalam Negeri. 3. Budidaya Kedelai Edamame dan Okura, bekerja sama dengan PT Bahana Artha Ventura dengan nama PT Mitratani Dua Tujuh. Produk Kedelai Edamame ini utamanya untuk ekspor ke Jepang, namun juga dilakukan upaya pemasaran dalam negeri.

Ir. Subiyono, MMA - Direktur Utama - President Director Drs. Dolly P Pulungan - Direktur Keuangan- Finance Director Ir. Tarsisius Sutaryanto, MM - Direktur Produksi - Production Director

Ir. Djoko Santoso - Direktur SDM & Umum - Human Resources and General Affair Director Ir. H. Mochamad Sulton, MM - Direktur Pemasaran & Perencanaan Pengembangan - Marketing and Development Director

Visi dan Misi Perusahaan Visi : Menjadi perusahaan agribisnis berbasis perkebunan yang terkemuka di Indonesia, yang tumbuh dan berkembang bersama. Misi :

1. Berkomitmen menghasilkan produk berbasis bahan baku tebu dan tembakau yang berdaya saing tinggi untuk pasar domestik dan internasional. 2. Mendedikasikan layanan rumah sakit kepada masyarakat umum dan perkebunan untuk hidup sehat. 3. Mendedikasikan diri untuk selalu meningkatkan nilai-nilai perusahaan bagi kepuasan stakeholder melalui kepemimpinan, inovasi dan kerjasama team serta organisasi yang efektif. Filosofi Perusahaan Menjalankan misi perusahaan memerlukan acuan yang berfungsi sebagai koridor dan batasan sebagai arahan untuk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan penuh integritas, peraturan atau petunjuk. Hal tersebut hendaknya dilaksanakan oleh semua tingkat karyawan, dengan mengikuti aturan yang ada akan memberikan pencapaian prestasi yang merupakan visi perusahaan. Pokok arahan juga disebutkan dalam Company Business Philosophy meliputi: Kejujuran, Kepercayaan, Keterbukaan, Kooperasi, dengan Harmonis. Dalam produktifitas karyawan di tempat kerja harus tetap tinggi dan budaya kerja harus dipahami dan dilaksanakan, adalah : cepat, ahli, cerdas, akurat dan berdedikasi. Tujuan Perusahaan Tujuan dibentuknya PT. Perkebunan Nusantara seperti tercantum dalam Anggaran Dasar No. 47 tanggal 13 Agustus 2008 adalah : Melakukan Usaha di bidang Agrobisnis dan Agroindustri serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perseroan untuk menghasilkan barang dan/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai

perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

Strategi EDO (Efisiensi, Diversifikasi, dan Optimalisasi) Efisiensi : (1) mengurangi konsumsi bahan bakar dan energi, (2) mengatasi berbagai hambatan permesinan, dan (3) mengurangi biaya pemeliharaan pabrik. Diversifikasi : Beyond sugar transformasi menjadi industri berbasis tebu (sugarcane based industry) terintegrasi dari hulu ke hilir. Optimalisasi : Memacu rendemen dengan menekan sugar losses melalui peningkatan kinerja ekstraksi gilingan dan efisiensi pemrosesan

Susunan Kepala Bidang/Biro Kepala Biro Satuan Pengawasan Intern Drs. H. Choiruddin Kepala Biro Hukum Murdwijanto, SE,SH Sekretaris Perusahaan Ir. H. Mochamad Cholidi Kepala Bidang Budidaya Ir. Yadi Yusriyadi, MM Kepala Bidang QC & Pengemb. Lahan Ir. Syahrial Koto Kepala Bidang Teknik Ir. Totok Sarwo Edi Kepala Bidang Pengolahan Ir. Tri Tjahjo Herjanto Kepala Bidang Keuangan Drs. Ec. Tambun Hariandja Kepala Bidang PPAB Swasono, SE Kepala Bidang Pengadaan Bahan & Barang Ir. H. Adi Santoso, MM Kepala Bidang Pemasaran Drs. H. Irawan Basjar

Gany Kepala Bidang SDM & HI Nugroho Kepala Bidang PKBL Kepala Bidang Umum B.Sc Kepala Bidang Renbang Kepala Bidang Penelitian Staf Ahli Direksi

Drs. Budianto Dwi Drs. Wasis Pramono Sriwardhani Kuswolowati, Ir. Dicky Irasmanto Drs. Victor Dadya Indraksa Ir. Mochamad Abdul Ir. H. Gunawan H. Agus Widagdo Ir. Budi Adi Prabowo, Ir. H. Alan Ir. Soemartono Ir. Hubertus Koes Drs. Dwi Djoto Drs. H. Arifin, MM Ir. Glen Antonio T. Eko Budhi

Susunan Administratur Pabrik Gula Administratur Pabrik Gula Watoetoelis Hamid Administratur Pabrik Gula Toelangan Budiarto Administratur Pabrik Gula Kremboong Administratur Pabrik Gula Gempolkrep MM Administratur Pabrik Gula Djombang Baru Purwandiarto, M.Si Administratur Pabrik Gula Tjoekir Administratur Pabrik Gula Lestari Darmawanto Administratur Pabrik Gula Meritjan Poerwantono Administratur Pabrik Gula Pesantren Baru Administratur Pabrik Gula Ngadiredjo Sorongan Administratur Pabrik Gula Modjopanggoong Djuniarto, ST.

Susunan Administratur Kebun Tembakau Kepala SBU Tembakau Ir. Sugianto Administratur Kebun Kertosari Ir. H. Ricky Marantika Administratur Kebun Ajong Gayasan Ir. H. Guntaryo Tri Indarto Adm.Kebun Klaten (Kebonarum,Gayamprit,Wedibirit) Ir. H. Bambang Eko Pranoto Susunan Kepala Rumah Sakit Manajer Operasional SBU Rumah Sakit dr. Bambang Samudra, SW.M.Kes Manajer Pengembangan SBU Rumah Sakit drg.Tri Ratna Tjahjani, SE, M.Kes Kepala Rumah Sakit Gatoel DR. dr. Ibnu Gunawan, MM. MBA. Kepala Rumah Sakit Toeloengredjo dr. Hj. Ary Sylviati, M.Kes

Kepala Rumah Sakit Perkebunan

drg. Kuntadi, M.Kes

Pimpinan Unit Usaha Lain Pimpinan Unit Industri Bobbin Sementara dirangkap Ir. Sugianto Direktur PT. Mitratani Duatujuh Drs. H. Supomo, Ak, MM Direktur Utama PT. Dasaplast Nusantara Priyono, SE Direktur Keuangan PT. Dasaplast Nusantara Realitas Sektor Hulu Produksi Gula Dalam proses produksi, petani tebu sebagai penyedia bahan baku industri gula sejatinya memiliki peran kunci. Posisi nilai tawar petani tebu sesungguhnya pasca 1998 telah menguat terhadap pabrik tebu dan juga investor. Asosiasi petani tebu bermunculan, dana yang digulirkan pemerintah dan juga pihak perusahaan juga besar untuk menstimulus intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan tebu. Tapi mengapa produksi gula nasional tak kunjung meningkat secara signifikan ? Bahkan produksi gula nasional yang dalam Road Map Industri Gula, ditarget mencapai 5,7 juta ton pada 2014, namun direvisi menjadi 4,8 juta ton.[4] Bagaimana sebenarnya merumuskan strategi dan pola penguatan kapasitas petani tebu kita guna mendorong produksi gula nasional ? Paling tidak ada empat hal yang perlu dicatat sebelum merumuskan strategi dan pola penguatan kapasitas petani tebu : 1. Petani tebu di nusantara adalah entitas yang telah ada sejak awal mula industrialisasi nusantara. Maka, secara historis mereka adalah komponen yang paling mengerti dan memahami bagaimana pasang surut industri gula nasional. 2. Selama ini petani tebu kerap diabaikan perannya dalam pembuatan kebijakan-kebijakan terkait industri gula. Pola kebijakan yang cenderung top down kadang telah mengabaikan kepentingan petani. 3. Asosiasi petani tebu yang saat ini banyak hadir, perlu dilihat secara kritis. Karena apakah benar asosiasi tersebut merepresentasikan kepentingan petani atau tidak. Lalu benarkah asosiasi telah benar-benar mendengar suara petani. 4. Pola hubungan pabrik dan petani tebu yang selama ini ada perlu dilihat secara kritis.

Adopsi Prinsip FPIC Sebagai Strategi Pemberdayaan Petani Tebu Menarik apa yang dilakukan oleh PTPN X yang menggandeng petani tebu tidak hanya sebagai pemasok bahan baku tapi juga mitra dalam makna yang lebih setara. Disamping bantuan yang sifatnya permodalan tapi juga suara petani coba didengar dan menemukan solusi bersama untuk mengatasi berbagai kendala teknis produksi.[5] Tapi pertanyaannya apakah pola kemitraan yang dibangun oleh pabrik-pabrik gula dengan petani telah benar-benar mengadopsi beberapa prinsip dasar, FPIC misalnya (Free, prior and informed concern), sebuah prinsip yang mengarusutamakan persetujuan komunitas lokal dalam segala bentuk kegiatan yang mempengaruhi tanah, wilayah dan sumber daya alam komunitas tersebut.[6] Secara sederhana FPIC merupakan persetujuan komunitas tanpa adanya unsur paksaan dengan bersandar pada informasi awal. Meski lazimnya prinsip ini dipakai pada fase awal (inisiasi) sebuah proyek industri atau proyek perkebunan namun tidak menutup kemunngkinan prinsip ini diadopsi dalam fase evaluasi sebuah industri atau juga perkebunan. Lalu apa manfaat utama bagi industri gula nasional jika mengadopsi prinsip FPIC. Paling tidak ada tiga manfaat ; Satu, sebagai bagian penting dari sektor hulu produksi gula, pelibatan petani dalam proses produksi tidak lagi sekedar hubungan patron-client dimana ada dimensi eksplotasi yang kuat di dalamnya. FPIC akan memungkinkan terbangun sinergi antara pabrik gula dan petani dari level teknis hingga strategis. Tinggal pertanyaannya siapkah pabrik gula melakukan ini ? Karena tentu saja tidak mudah bagi korporasi untuk memulai hal baru. Kedua, dengan adopsi prinsip FPIC bisa mendorong komunitas lokal lebih pastisipatif dalam mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas produksi gula. Misalnya saja komunitas lokal sekitar perkebunan yang biasanya juga petani tebu tersebut bisa lebih termotivasi untuk meningkatkan produksi kebunnya. FPIC adalah ruang untuk komunitas lokal atau masyarakat adat dalam memformulasi kepentingan mereka terkait tanah, wilayah dan sumber daya alam. Privilege ini tentu saja bisa mendorong semangat komunitas lokal yang notabene adalah petani tebu juga. Ketiga, jika prinsip FPIC diadopsi, pihak pabrik gula kemungkinan besar tidak akan terlalu kehabisan tenaga dalam mengantisipasi konflik dengan komunitas dan berbagai gesekan lainnya. Prinsip FPIC juga bisa menjadi semacam antisipasi konflik.

Jika suara dan eksistensi budaya komunitas lokal mendapat ruang dalam proses produksi gula, bisa dipastikan potensi konflik akan mengendur. Disadari atau tidak konflik yang berlangsung massif antara pabrik gula dan petani akan memicu turunnya produktivitas industri gula nasional. Satu hal lagi yang sebenarnya yang akan menjadi manfaat besar bagi korporasi termasuk PTPN X jika mengadopsi prinsip FPIC adalah kesempatan untuk melakukan branding atau pencitraan terhadap dunia internasional. Ini adalah dampak tidak langsung yang akan sangat bernilai. Epilog Sejarah pabrik-pabrik gula di tanah air adalah sejarah yang sangat lekat dengan kolonialisme. Cerita pabrik gula dekat sekali dengan cerita tentang kejamnya kolonialisme, di era reformasi nasib petani tebu belum pula semanis gula yang lahir dari tebu-tebu yang mereka tanam. Adalah sebuah peluang bagi perusahaan gula nasional terutama PTPN X yang merupakan representasi negara untuk menciptakan sejarah baru. Dimana petani tebu mendapatkan tahta yang selayaknya mereka dapatkan. Logika sederhana, jika petani sebagai pemain kunci di hulu proses produksi bisa sejahtera dan bahagia tentu saja mereka berpeluang meningkatkan produktivitas perkebunan mereka. Jika produktivitas kebun meningkat maka produksi gula nasional bisa meningkat dan kita bisa lepas dari kekhawatiran dominiasi gula impor. Bukankah kutipan Fukuoka di awal tulisan bisa menjadi perenungan kita. Selama ini kita terlalu berfokus pada prihal teknis pertanian, tapi kita lupa untuk bersama-sama mendorong lahirnya petani-petani yang cerdas, mandiri dan tangguh. Kita sibuk membincang prihal di hilir dalam produksi gula, mesin-mesin di pabrik, kondisi pabrik gula, angka impor gula dan sebagainya tapi kita bisa jadi abai, bahwa petani yang ada di hulu dalam proses produksi gula adalah instrumen yang teramat penting.\

Dalam tahun 2010/2011 PTPN X telah menandatangani beberapa MOU/Nota Kesepakatan Bersama dengan beberapa intansi pemerintah maupun sesama BUMN sesaudara, antara lain : Kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan PTPN X, PTPN XI dan PT. PG. Rajawali I Tentang Program Revitalisasi Industri Gula di Jawa Timur. Kesepakatan bersama antara PTPN X dengan Bupati Sampang, tentang Program Penanaman dan Pengembangan Usaha Tani

Tanaman Tebu di Kabupaten Sampang. Nota Kesepahaman/MOU antara PTPN X dengan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, tentang Program Penanaman dan Pengembangan Usaha Tani Tebu di Kabupaten Bangkalan. Ringkasan Pekerjaan seorang General Affair Melakukan pengurusan seluruh perijinan yg dibutuhkan oleh perusahaan, menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar perusahaan dan dengan pemerintah daerah setempat, melakukan pencatatan dan pelaporan Asset Perusahaan, melakukan pemeliharaan dan perbaikan sarana kantor, dan memastikan ketersediaan kebutuhan kantor, serta pengamanan Fasilitas kantor dan asset perusahaan. Tanggung Jawab 1. Bertanggung jawab terhadap pemenuhan perijinan yang diperlukan perusahaan. 2. Bertanggung jawab terhadap terpeliharanya hubungan baik dengan lingkungan sekitar Perusahaan. 3. Bertanggung jawab terhadap pelaporan secara periodik keberadaan dan kondisi asset perusahaan. 4. Bertanggung jawab terhadap terpeliharanya fasilitas kantor. 5. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan kebutuhan stationary . 6. Bertanggung jawab terhadap keamanan seluruh fasilitas kantor dan asset perusahaan. Wewenang 1. Tergantung dari Kebijakan Perusahaan. Indikator Kinerja 1. Ketersediaan Ijin yang diperlukan perusahaan dan terjaganya hubungan dgn lingkungan sekitar perusahaan. 2. Ketepatan laporan Asset perusahaan ke FA Dept. 3. Ketersediaan Stationary yg dibutuhkan perusahaan. 4. Terpeliharanya Fasilitas pendukung di kantor. 5. Terpeliharanya Keamanan Fasilitas kantor dan asset perusahaan.

You might also like