You are on page 1of 12

oleh : Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Pertanyaan No. 1 :
Dewasa ini marak pengakuan dari berbagai pihak yang mengklaim dirinya Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah sehingga menyebabkan adanya kerancuan dan
kebingungan dalam persepsi banyak orang tentang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,
siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu ?

Jawab:
Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah perkara yang sangat penting dan
salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim yang menghendaki kebenaran
sehingga dalam perjalanannya di muka bumi ia berada di atas pijakan yang benar dan
jalan yang lurus dalam menyembah Allah sesuai dengan tuntunan syariat yang hakiki
yang dibawa oleh Rasulullah empat belas abad yang lalu.

Pengenalan akan siapa sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah ditekankan sejak
jauh-jauh hari oleh Rasulullah kepada para sahabatnya ketika beliau berkata kepada
mereka :

ِْ  ‫ن ُأ‬
 ‫ ِْ َ ً َوِإ‬
َ ْ ِ ْ 
َ ‫ َو‬
ِ ْ َ ْ ِ َ
َ ‫ ا! َرَى‬#
ِ َ َ َ ْ ‫ ِْ َ ً وَا‬
َ ْ ِ ْ 
َ ‫َى َو‬$%
ْ ‫َ ِإ‬
َ ‫ ا ْ! َ ُ('ْ ُد‬#
ِ َ َ َ ْ ‫ا‬
ُ 
َ َ)*
َ !ْ ‫ ا‬
َ ‫ ًة َو ِه‬$َ %
ِ ‫ وَا‬-
 ‫(َ ِ ا! ِر ِإ‬.‫ ِْ َ ً ُآ‬
َ ْ ِ ْ 
َ ‫ث َو‬
ِ 1
َ َ َ
َ ‫ق‬
ُ ِ َ 3ْ َ 
َ

“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan
telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya
umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali
satu dan ia adalah Al-Jama’ah”. Hadits shohih dishohihkan oleh oleh Syaikh Al-Albany
dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa
Fi Ash-Shohihain -rahimahumullahu-.

Demikianlah umat ini akan terpecah, dan kebenaran sabda beliau telah kita saksikan pada
zaman ini yang mana hal tersebut merupakansuatu ketentuan yang telah ditakdirkan oleh
Allah Yang Maha Kuasa dan merupakan kehendak-Nya yang harus terlaksana dan Allah
I Maha Mempunyai Hikmah dibelakang hal tersebut.

Syaikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan -hafidzahullahu- menjelaskan hikmah terjadinya


perpecahan dan perselisihan tersebut dalam kitab Lumhatun ‘Anil Firaqcet. Darus Salaf
hal.23-24 beliau berkata :“(Perpecahan dan perselisihan-ed.) merupakan hikmah dari
Allah guna menguji hamba-hambaNya hingga nampaklah siapa yang mencari kebenaran
dan siapa yang lebih mementingkan hawa nafsu dan sikap fanatisme.

Allah berfirman :

“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja)
mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sungguh Allah Maha Mengetahui
orang-orang yang benar dan sungguh Dia Maha Mengetahui orang-orang yang dusta”.
(QS. Al-‘Ankabut : 29 / 1-3).

Dan Allah berfirman :

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-
Nya) telah ditetapkan : “Sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan
jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”.(QS. Hud : 10 / 118-119)

“Dan kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam
petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil”. (QS.
Al-‘An’am : 6 / 35).”

Dan Allah ’Azza wa Jalla Maha Bijaksana dan Maha Merahmati hambaNya. Jalan
kebenaran telah dijelaskan dengan sejelas-jelasnya sebagaimana dalam sabda
Rasululullah :

َ
َ ْ45ُ ُ ‫ َ ْآ‬6َ ْ$َ ٌ8!َِ‫ ه‬-
 ‫يْ ِإ‬$ِ ْ :َ َ(ْ 
َ ;ُ <ْ =ِ <َ -
َ َ‫* ِ ا ْ! َ ْ?َ ِء َ! ِْ(َ َآَ(َ ِره‬
@َ )َ !ْ ‫ا‬
“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas petunjuk yang sangat terang malamnya
seperti waktu siangnya tidaklah menyimpang darinya setelahku kecuali orang yang
binasa”. Hadits Shohih dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalul Jannah.

Dan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- :

A
ِ ‫ا‬B
ُ ْ ِ 
َ ‫َا‬C‫ل َه‬
َ َ 4 ُ EFG
َ ًْ'<َ 4َ 
َ َ‫ و‬Hِ !ِIَ‫ و‬Hِ ْ َ
َ A
ُ ‫ ا‬J
َ A
ِ ‫لا‬
ُ ْ'
ُ ‫ َ!َ َر‬K
 َG Hِ ِ ْ )ِ <َ ْ
َ ًLْ'F
ُGُ K
Gَ 4 ُ
1
َ 6َ 4 ُ Hِ ْ !َ‫'ْ ِإ‬
ُ ْ$<َ ٌ‫َن‬Fْ M
َ َ(ْ ِ B
ٍ ْ ِ 
َ B
O ‫َ ُآ‬
َ ٌBُ 
ُ Pِ Cِ ‫ل َه‬
َ َ 4 ُ Hِ !َِ)M َ ‫ ْ)ً ] َو‬Qِ َ R
ِ ْ ْ ُ ْL
ِ ‫َا‬J
ِ ‫َا‬C‫ن َه‬
 ‫َوَأ‬
ْ45ُ :ِ ‫ق‬
َ  3َ َ َ B
َ ُ R
. !‫  ِ ُ'ْا ا‬6َ -
َ ‫ َو‬Pُ ْ'ُ ِ6 َ Hِ ِْ ِ 
َ ْ
َ [

“Pada suatu hari Rasulullah menggaris di depan kami satu garisan lalu beliau berkata :
“Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau menggaris beberapa garis di sebelah kanan dan
kirinya lalu beliau berkata : “Ini adalah jalan-jalan, yang di atas setiap jalan ada syaithon
menyeru kepadanya”. Kemudian beliau membaca (ayat) : “Dan sesungguhnya ini adalah
jalanKu maka ikutilah jalan itu dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) maka
kalian akan terpecah dari jalanNya”. (QS. Al ‘An’am : 6 / 153 )”.

Diriwayatkan oleh : Abu Daud Ath-Thoyalisy dalam Musnadnya no. 244, Ath-Thobary
dalam Tafsirnya 8/88, Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dalam As-Sunnah no.11, Sa’id
bin Manshur dalam Tafsirnya 5/113 no 935, Ahmad 1/435, Ad Darimy 1/78 no 202, An-
Nasai dalam Al-Kubro 5/94 no.8364 dan 6/343 no.11174, Ibnu Hibban sebagaimana
dalam Al-Ihsan 1/180-181 no.6-7 dan dalam Al-Mawarid no 1741, Al-Hakim dalam
Mustadraknya 2/348, Asy-Syasyi dalam Musnadya 2/48-51 no.535-537, Abu Nu’aim
dalam Al-Hilyah 6/263 dan Al-Lalaka’i dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal
Jama’ah 1/80-81. Dan hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil
dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain.

Adapun penamaan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ini akan diuraikan dari beberapa sisi :

Pertama:Definisi Sunnah
Sunnah secara lughoh (bahasa) : berarti jalan, baik maupun jelek, lurus maupun sesat,
demikianlah dijelaskan oleh Ibnu Manzhurdalam Lisanul ‘Arab 17/89 dan Ibnu An-
Nahhas.

Makna secara lughoh itu terlihat dalam hadits Jarir bin ‘Abdullah. Rasulullah r bersabda :

ً Sَ O
َ ً . 
ُ ‫ ِم‬1
َ
ْ ِْU‫ ِ ا‬
َ َْ ‫ َو‬Pُ $َ ْ :َ َ(:ِ B
َ )ِ 
َ َْ ُ V
ْ ‫ ُهَ َوَأ‬V
ْ ‫ َأ‬Hُ ََ ً َ R
َ%َ ً . 
ُ ‫ ِم‬1
َ
ْ ِْU‫ ِ ا‬
ْ َْ
Pُ $َ ْ :َ َْ َ(:ِ B
َ )ِ 
َ َْ ‫ ِوزْ ُرهَ َو ِوزْ ُر‬Hِ ْ َ
َ ‫ن‬
َ َ‫آ‬

“Siapa yang membuat sunnah yang baik maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengerjakannya setelahnya dan siapa yang membuat sunnah yang jelek maka atasnya
dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya”. Dikeluarkan oleh Muslim
dalam Shohihnya no.1017.

Lihat Mauqif Ahlis Sunnah Min Ahlil Bid’ah Wal Ahwa`i 1/29-33 dan Manhaj Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah Wa Manhajul Asya’irah Fi Tauhidillah I/19.

Adapun secara istilah : Sunnah mempunyai makna khusus dan makna umum. Dan yang
diinginkan di sini tentunya adalah makna umum.

Adapun makna sunnah secara khusus yaitu makna menurut istilah para ulama dalam
suatu bidang ilmu yang mereka tekuni:

• <!--[if !supportLists]–> Para ulama ahli hadits mendefinisikan sunnah sebagai


apa-apa yang disandarkan kepada Nabi r baik itu perkataan, perbuatan, taqrir
(persetujuan-pen.) maupun sifat lahir dan akhlak.
• Para ulama ahli ushul fiqh mendefinisikan sunnah sebagai apa-apa yang datang
dari Nabi r selain dari Al-Qur’an, sehingga meliputi perkataan beliau, pekerjaan,
taqrir, surat, isyarat, kehendak beliau melakukan sesuatu atau apa-apa yang beliau
tinggalkan.
• Para ulama fiqh memberikan definisi sunnah sebagai hukum yang datang dari
Nabi r di bawah hukum wajib.
Adapun makna umum sunnah adalah Islam itu sendiri secara sempurna yang meliputi
aqidah, hukum, ibadah dan seluruh bagian syariat.

Berkata Imam Al-Barbahary : “Ketahuilah sesungguhnya Islam itu adalah sunnah dan
sunnah adalah Islam dan tidaklah tegak salah satu dari keduanya kecuali dengan yang
lainnya” (lihat : Syarh As-Sunnah hal.65 point 1).

Berkata Imam Asy-Syathiby dalam Al-Muwafaqot 4/4 : “(Kata sunnah) digunakan


sebagai kebalikan/lawan dari bid’ah maka dikatakan : “Si fulan di atas sunnah” apabila ia
beramal sesuai dengan tuntunan Nabi r yang sebelumnya hal tersebut mempunyai nash
dari Al-Qur’an, dan dikatakan “Si Fulan di atas bid’ah” apabila ia beramal menyelisihi
hal tersebut (sunnah)”.

Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 4/180 menukil dari Imam Abul Hasan Muhammad
bin ‘Abdul Malik Al-Karkhy beliau berkata : “Ketahuilah… bahwa sunnah adalah jalan
Rasulullah r dan mengupayakan untuk menempuh jalannya dan ia (sunnah) ada 3 bagian :
perkataan, perbuatan dan aqidah”.

Berkata Imam Ibnu Rajab -rahimahullahu ta’ala- dalam Jami’ Al-‘Ulum Wal Hikam hal.
249 : “Sunnah adalah jalan yang ditempuh, maka hal itu akan meliputi berpegang teguh
terhadap apa-apa yang beliau r berada di atasnya dan para khalifahnya yang mendapat
petunjuk berupa keyakinan, amalan dan perkataan. Dan inilah sunnah yang sempurna,
karena itulah para ulama salaf dahulu tidak menggunakan kalimat sunnah kecuali apa-apa
yang meliputi seluruh hal yang tersebut di atas”. Hal ini diriwayatkan dari Hasan, Al-
Auza’iy dan Fudhail bin ‘Iyadh”.

Demikianlah makna sunnah secara umum dalam istilah para ‘ulama -rahimahumullah-
dan hal itu adalah jelas bagi siapa yang melihat karya-karya para ulama yang menamakan
kitab mereka dengan nama As-Sunnah dimana akan terlihat bahwa mereka menginginkan
makna sunnah secara umum seperti :

1. Kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim.


2. Kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad.

3. Kitab As-Sunnah karya Ibnu Nashr Al-Marwazy.

4. Kitab As-Sunnah karya Al-Khallal.

5. Kitab As-Sunnah karya Abu Ja’far At-Thobary.

6. Kitab Syarh As-Sunnah karya Imam Al-Barbahary.

7. Kitab Syarh As-Sunnah karya Al-Baghawy.

8. dan lain-lainnya.

Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah 1/29-35, Haqiqatul Bid’ah 1/63-66 dan Manhaj Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah Wa Manhajul Asya’irah 1/19-23.

Kedua : Makna Ahlus Sunnah.


Penjelasan makna sunnah di atas secara umum akan memberikan gambaran tentang
makna Ahlus Sunnah (pengikut sunnah-ed.).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 3 hal.375 ketika
memberikan defenisi tentang Ahlus Sunnah : “Mereka adalah orang-orang yang
berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah r dan apa-apa yang disepakati
oleh orang-orang terdahulu yang pertama dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik”.

Berkata Ibnu Hazm dalam Al-Fishal jilid 2 hal. 281 : “Dan Ahlus Sunnah -yang kami
sebutkan- adalah ahlul haq (pengikut kebenaran) dan selain mereka adalah ahlul bid’ah
(pengikut perkara-perkara baru dalam agama), maka mereka (ahlus sunnah) adalah para
sahabat -radhiyallahu ‘anhum- dan siapa saja yang menempuh jalan mereka dari orang-
orang pilihan di kalangan tabi’in kemudian Ashhabul Hadits dan siapa yang mengikuti
mereka dari para ahli fiqh zaman demi zaman sampai hari kita ini dan orang-orang yang
mengikuti mereka dari orang awam di Timur maupun di Barat bumi -rahmatullahi
’alaihim-”.

Dan Ibnul Jauzy berkata dalam Talbis Iblis hal.21 : “Tidak ada keraguan bahwa ahli
riwayat dan hadits yang mengikuti jejak Rasulullah r dan jejak para sahabatnya mereka
itulah Ahlus Sunnah karena mereka di atas jalan yang belum terjadi perkara baru
padanya. Perkara baru dan bid’ah hanyalah terjadi setelah Rasulullah r dan para
sahabatnya”.

Berkata Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 3/157 :” Termasuk jalan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah adalah mengikuti jejak-jejak Rasulullah r secara zhohir dan batin dan
mengikuti jalan orang-orang terdahulu yang pertama dari para (sahabat) Muhajirin dan
Anshar dan mengikuti wasiat Rasulullah r tatkala berkata : “Berpeganglah kalian pada
sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk dan hidayah setelahku
berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian dan berhati-
hatilah kalian dari perkara yang baru karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat’.”

Dan beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa 3/375 ketika memberikan defenisi tentang
Ahlus Sunnah : “Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab Allah
dan sunnah Rasulullah r dan apa-apa yang disepakati oleh generasi dahulu yang pertama
dari kaum Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik”.

Dan di dalam Majmu’ Fatawa 3/346 beliau berkata : “Siapa yang berkata dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah dan Ijma’ maka ia termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah“.

Berkata Abu Nashr As-Sijzy : “Ahlus Sunnah adalah mereka yang kokoh di atas
keyakinan yang dinukil kepada mereka olah para ulama Salafus Sholeh -mudah-mudahan
Allah I merahmati mereka- dari Rasulullah r atau dari para sahabatnya -radhiyallahu
‘anhum- pada apa-apa yang tidak ada nash dari Al-Qur’an dan dari Rasulullah r, karena
mereka itu -radhiyallahu ‘anhum- para Imam dan kita telah diperintahkan mengikuti
jejak-jejak mereka dan sunnah mereka, dan ini sangat jelas sehingga tidak butuh
ditegakkannya keterangan tentangnya”.

(Lihat : Ar-Raddu ‘Ala Man Ankaral Harf hal.99)

Maka jelaslah dari keterangan-keterangan di atas dari para Imam tentang makna
penamaan Ahlus Sunnah bahwa Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang menerapkan
Islam secara keseluruhan sesuai dengan petunjuk Allah I dan Rasul-Nya r berdasarkan
pemahaman para ulama salaf dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik .

Dan tentunya merupakan suatu hal yang sangat jelas bagi orang yang memperhatikan
hadits-hadits Rasulullah r akan disyariatkannya penamaan Ahlus Sunnah terhadap orang-
orang yang memenuhi kriteria-kriteria di atas.

Rasulullah r menyatakan dalam hadits ‘Irbath bin Sariyah -radhiyallahu ’anhu- :

ْ#َ ‫ب َو َذ ِر‬
ُ ْ'ُQُ !ْ ‫ْ ِ ْ(َ ا‬#َV
ِ ‫ ً َو‬Z
َِ ْ'َ َZ
ََ 'َ َ َْ َ
َ B
َ َ ْ ‫ َأ‬4 ُ [
ِ ْ . !‫ َة ا‬1
َ َJ 4َ 
َ ‫ َو‬Hِ !ِIَ‫ و‬Hِ ْ َ
َ A
ُ ‫ ا‬J
َ A
ِ ‫لا‬
ُ ْ'
ُ ‫ َ!َ َر‬J
َ
A
ِ ‫لا‬
َ ْ'
ُ ‫ َْ <َ َر‬Qُ َ ‫ن‬
ُ ْ'ُ ُ !ْ ‫ْ ِ ْ(َ ا‬45ُ ْ َ
َ َ  \َ6َ ْ‫ ِ َوِإن‬
َ F!‫ ْ) ِ] وَا‬R
 !‫ وَا‬A
ِ ‫'َى ا‬Qْ َ :ِ ْ45ُ ْ J
ِ ْ‫ل ُأو‬
َ َ َJ
ِ ْ‫ع ََ\و‬
ٍ ‫د‬O 'َ ُ ُ Z
َِ ْ'َ َ(_\َ ‫َآ‬
َ3َ`
ُ !ْ ‫ ِ ا‬
ُ ‫  ِْ َو‬R
ُ :ِ ْ45ُ ْ ََ َ ‫ ًْا‬aِ ‫ً َآ‬1
َ ِ G
ْ ‫ ََى ا‬R
َ َ ْ45ُ ْ ِ ْbِ <َ َْ Hُ _cَِ ٌd
ِ َ %
َ ٌ$ْ 
َ َ(ْ َ
َ ‫?'ْا‬
. 
َ 
َ ْ <O$ِ (ْ )َ !ْ ‫ ا‬
َ <ْ $ِ M
ِ ‫ِء ا!ا‬
ٌ !َ1
َeَ ٍ 
َ ْ$:ِ B
 ‫ن ُآ‬
 cَِ ‫ ُ'ْ ِر‬f
ُ ‫تا‬
ِ َ$َ @
ْ ُ‫ْ َو‬4‫ َوِإ< ُآ‬Cِ V
ِ ‫ِ!'َا‬:

“Rasulullah r sholat bersama kami sholat Shubuh, kemudian beliau menghadap kepada
kami kemudian menasehati kami dengan suatu nasehat yang hati bergetar karenanya dan
air mata bercucuran, maka kami berkata : “Yaa Rasulullah seakan-akan ini adalah
nasehat perpisahan maka berwasiatlah kepada kami”. Maka beliau bersabda : “Saya
wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat
walaupun yang menjadi pemimpin atas kalian seorang budak dari Habasyah (sekarang
Ethopia) karena sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat
perselisihan yang sangat banyak maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan
kepada sunnah para Khalifah Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan
gigi geraham dan hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena setiap perkara
yang baru adalah bid’ah.”. Hadits shohih dari seluruh jalan-jalannya.
Dan masih banyak lagi dalil yang menunjukkan hal di atas. Wallahu a’lam.

Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah Wal Jama’ah 1/36-37, 47-49, Haqiqatul Bid’ah 1/63-66,
268-269 dan Manhaj Ahlus Sunnah 1/19-20, 24-27.

Ketiga : Definisi Jama’ah

Jama’ah secara lughoh : Dari kata Al-Jama’ bermakna menyatukan sesuatu yang
terpecah, maka jama’ah adalah lawan kata dari perpecahan.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 2/157 : “Dan mereka
dinamakan Ahlul Jama’ah karena Al-Jama’ah adalah persatuan dan lawannya adalah
perpecahan.”

Adapun secara istilah para ulama berbeda penafsiran tentang makna jama’ah yang
tersebut di dalam hadits-hadits Rasulullah r, di antara hadits-hadits itu adalah :

1. Hadits perpecahan ummat yang telah disebutkan di atas


2. Wasiat Nabi r kepada Hudzaifah dalam hadits riwayat Bukhory-Muslim , beliau
berkata :

ْ4(ُ َ َ‫ َوِإ‬


َ ْ )ِ ِR
ْ )ُ !ْ ‫ َ ا‬
َ َ)V
َ ‫ ْ َ= ُم‬6َ

“Engkau komitmen dengan jama’ah kaum muslimin dan Imamnya .”

3. Hadits Ibnu ‘Abbas riwayat Bukhory-Muslim Rasulullah r bersabda:

Hُ _ cَِ ً  ِ‫َ ِه‬V ً َ ْ ِ ‫ت‬


َ َ ‫ت‬
َ َ)َ ًSْ M
َ َ 
َ َ)َ*!ْ ‫ق ا‬
َ ‫َْ َ َر‬

“Karena sesungguhnya siapa yang berpisah dengan Al-Jama’ah sedikitpun


kemudian ia mati maka matinya adalah mati jahiliyah”.
4. Hadits Ibnu ‘Abbas Rasulullah r bersabda:

‫ َ َ] ا‬A
ِ ‫ ا‬$ُ <َ ِ 
َ َ)*
َ !ْ

“Tangan Allah di atas Al-Jama’ah”.

Dari hadits-hadits di atas dan yang semisalnya para ulama berbeda di dalam menafsirkan
kalimat Al-Jama’ah yang terdapat di dalam hadits-hadits tersebut sehingga ditemukan ada
enam penafsiran :

Pertama : Jama’ah adalah Assawadul A’zhom (kelompok yang paling besar dari umat
Islam). Ini adalah pendapat Abu Mas’ud Al-Anshory, ‘Abdullah bin Mas’ud dan Abu
Ghalib.

Kedua : Al-Jama’ah adalah jama’ah ulama ahli ijtihad atau para ulama hadits, dikatakan
bahwa mereka ini adalah jama’ah karena Allah I menjadikan mereka hujjah terhadap
makhluk dan manusia ikut pada mereka pada perkara agama.

Berkata Imam Al-Bukhory menafsirkan jama’ah : ”Mereka adalah ahlul ‘ilmi (para
ulama)”.

Dan Imam Ahmad berkata tentang jama’ah : ”Apabila mereka bukan Ashhabul Hadits
(ulama hadits) maka saya tidak tahu lagi siapa mereka”.

Dan Imam Tirmidzi berkata : ”Dan penafsiran jama’ah di kalangan para ulama bahwa
mereka adalah ahli fiqh, (ahli) ilmu dan (ahli) hadits”.

Dan ini merupakan pendapat ‘Abdullah bin Mubarak, Ishaq bin Rahaway, ‘Ali bin Al-
Madiny, ‘Amr bin Qais dan sekelompok dari para ulama salaf dan juga merupakan
pendapat ulama ushul fiqh.

Ketiga : Al-Jama’ah adalah para sahabat. Hal ini berdasarkan hadits perpecahan umat
yang di sebahagian jalannya disebutkan bahwa yang selamat adalah Al-Jama’ah dan
dalam riwayat yang lain : “Apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”. Dan
ini adalah pendapat “Umar bin ‘Abdil ‘Aziz dan Imam Al-Barbahary.

Keempat : Al-Jama’ah adalah jama’ah umat Islam apabila mereka bersepakat atas satu
perkara dari perkara-perkara agama. Pendapat ini disebutkan oleh Imam Asy-Syathiby.

Kelima : Al-Jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin apabila mereka bersepakat di bawah
seorang pemimpin. Ini adalah pendapat Imam Ibnu Jarir Ath-Thobary dan Ibnul Atsir.

Keenam : Al-Jama’ah adalah jama’ah kebenaran dan pengikutnya. Ini adalah pendapat
Imam Al Barbahary dan Ibnu Katsir.

Demikianlah penafsiran-penafsiran para ulama tentang makna Al-Jama’ah, yang


semuanya itu akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :

1. Penafsiran-penafsiran tersebut walaupun saling berbeda lafadz dan konteksnya akan


tetapi tidak saling bertentangan bahkan saling melengkapi makna maupun kriteria Al-
Jama’ah.

2. Maka jelaslah bahwa makna Al-Jama’ah yang dikatakan sebagai golongan yang
selamat dan pengikut kebenaran adalah Islam yang hakiki yang belum dihinggapi oleh
noda yang mengotorinya.

3. Mungkin bisa disimpulkan dari penafsiran-penafsiran Al-Jama’ah di atas bahwa makna


Al-Jama’ah kembali kepada dua perkara :

Satu : Jama’ah yang berarti bersatu di bawah kepemimpinan seorang pemerintah sesuai
dengan ketentuan syariat maka wajib untuk komitmen terhadap jama’ah ini dan
diharamkan untuk keluar darinya dan mengadakan kudeta terhadap pemimpinnya .

Dua : Jama’ah yang berarti mengikuti kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah r
kemudian diikuti oleh para sahabatnya, para ulama ahli ijtihad dan ahlul hadits yang
mereka itulah Assawadul A’zhom dan pengikut kebenaran.
Berkata ‘Abdullah bin Mas’ud tentang Al-Jama’ah :

‫َك‬$%
ْ ‫ َو‬#
َ ْ ‫ َوِإنْ ُآ‬i
@َ !ْ ‫ ا‬i
َ َ ‫ ُ َ وَا‬
َ َ)*
َ !ْ ‫ا‬

“Al-Jama’ah adalah apa yang mencocoki kebenaran walaupun engkau sendiri”.

Berkata Abu Syamah dalam Al-Ba’its hal.22 : “Dan apabila datang perintah untuk
komitmen terhadap Al-Jama’ah, maka yang diinginkan adalah komitmen terhadap
kebenaran dan pengikut kebenaran tersebut walaupun yang komitmen terhadapnya
sedikit dan yang menyelisihinya banyak orang. Karena kebenaran adalah apa-apa yang
jama’ah pertama r dan para sahabatnya berada di atasnya dan tidaklah dilihat kepada
banyaknya ahlul bathil setelah mereka.”

Lihat : Al-I’tishom 2/767-776 tahqiq Salim Al-Hilaly, Manhaj Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah Wa Manhaj Al-Asy’ariyah Fi Tauhidillah 1/20-23, Mauqif Ahlis Sunnah Wal
Jama’ah 1/49-54, Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asy’ariyah 1/26-32.

Kesimpulan :
Bisa disimpulkan dari seluruh penjelasan di atas bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
adalah para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dari
para ulama Ahli Ijtihad dan Ahli Hadits yang berjalan di atas Al-Qur’an dan Sunnah dan
siapa saja yang mengikuti mereka dalam hal tersebut sampai hari kiamat. Wal Ilmu
‘Indallah.

sumber : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=438

You might also like