You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa.

Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapatkan pendidikan kesehatan tentang merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk memberikan penjelasan dan penatalaksanaan yang efektif dan aman terhadap pasien dengan perilaku kekerasan demi kesembuhan pasien dan keluarga pasien. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Megetahui asuhan keperawatan yang efektif dan aman bagi penderita perilaku kekerasan. 2. Tujuan Khusus a. Dapat mengetahui definisi perilaku kekerasan.

b. Dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada perilaku kekerasan. c. Mengetahui cara mengkaji status kesehatan klien berhubungan dengan gangguan fungsi sistem syaraf meliputi pengkajian biopsiko-kultural d. Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala pada kasus perilaku kekerasan. e. Dapat melakukan diagnosa pada perilaku kekerasan. f. Dapat memberikan intervensi pada perilaku kekerasan

C. Sistematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Sistematika BAB II TINJAUAN TEORI BAB III KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI I. DEFINISI 1. Pengertian Marah Kemarahan adalah suatu perasaaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega. Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata maupun yang dipersepsikan individu (Thomas, 1998). Kemarahan memberikan energi kepada tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri, ketika dibutuhkan melalui pengaktifan mekanisme respons fight or flight pada sistem saraf simpatis. Walaupun kemarahan merupakan emosi yang normal pada

manusia, kemarahan seringkali dipersepsikan sebagai perasaan negatif. Banyak orang merasa tidak nyaman mengungkapkan

perasaan marahnya secara langsung. Akan tetapi, kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseorang tidak dihormati atau ketika harapan individu tidak terpenuhi. Apabila individu dapat mengungkapkan kemarahannya dengan asertif, penyelesaian masalah atau resolusi konflik dapat terjadi. Kemarahan menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika ia mengungkapkan secara tidak tepat. Menyangkal atau menekan perasaan marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman mengungkapkan perasaan marahnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik seperti migrein, sakit kepala, ulkus atau penyakit arteri koroner atau masalah emosional seperti depresi dan harga diri rendah. Rentang respon marah Respon respon maladaptif adaptif

Asertif perilaku kekerasan

frustasi

pasif

agresif

Skema 1.1 Rentang respon marah

Perilaku asertif Merupakan perilaku individu yang mampu atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyakiti atau menyalahkan orang lain. Dengan perilaku ini dapat melegakan perasaan pada individu.

Frustasi Merupakan respom perilaku individu akibat gagal mencapai tujuan.

Perilaku pasif Merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk

mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntutan nyata.

Agresif Merupakan suatu perilaku yang menyertai marah, merupakan dorongan mental untuk bertindak dan masih terkontrol. Individu yang agresif bertindak dengan tidak memperdulikan hak orang lain. Bagi individu ini, hidup adalah mean peperangan. Biasanya individu kurang oercaya diri. Harga dirinya ditingkatkan dengan cara menguasai orang lain untuk membuktikan kemampuan yang dimilikinya.

Violent (amuk) Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol yang dapat merusak diri dan lingkungan. Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat

menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah kepada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan, sedangkan secara internal dapat berupa depresi dan penyakit fisik.

Permusuhan Merupakan emosi yang diungkapkan melalui kata kata yang melecehkan, tidak adanya kerjasama, pelanggaran aturan atau norma atau perilaku mengancam yang juga disebut agresi verbal (Schultz & Videbeck,1998). Permusuhan dapat diperlihatkan oleh individu yang merasa terancam atau tidak beradaya. Perilaku

permusuhan dilakukan untuk mengintimidasi atau menyakiti orang lain secara emosional dan dapat menimbulkan agresi fisik.

Agresi fisik Ialah perilaku menyerang atau melukai orang lain atau mencakup perusakan properti. Perilaku agresif ditujukan untuk menyakiti atau menghukum orang lain atau memaksa seseorang untuk patuh.

Mengekspresikan

marah

dengan

perilaku

konstruktif

dengan

menggunakan kata kata yang mudah dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan perasaan puas, menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan berpura pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri. Perasaan kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. a. Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk

menyerang atau

merusak orang lain. Tindakan ini merupakan

tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera fisik

b. Penganiayaan adalah tindakan sengaja yang menyebabkan cedera fisik, penderitaan jiwa atau keduanya c. Kekerasan domestik (kekerasan dalam keluarga) adalah pola perilaku mengancam atau memaksakan dari satu anggota keluarga (atau orang dekat) pada anggota keluarga yang lain. Perilaku tersebut meliputi penganiayaan fisik, pengabaian, penganiayaan psikologis, penganiayaan ekonomi dan penganiayaan seksual d. Penyiksa atau pelaku penyiksa adalah orang yang menciptakan kekerasan atau menyiksa orang lain dan korban adalah orang yang menjadi kambing hitam, target atau penerima penganiayaan atau kekerasan 2. Perilaku kekerasan dan penganiayaan Jenis penganiayaan a. Penganiayaan fisik meliputi pemukulan, penusukan,

penembakan, pembakaran dan pemerkosaan. b. Pengabaian dicirikan dengan penghentian atau kegagalan

memberikan asuhan pribadi, kebutuhan pribadi (mis., makanan, air, rumah), kebersihan, perawatan kesehatan, kontak sosial dan pendidikan serta pengawasan anak anak. c. Penganiayaan psikologi meliputi : 1) Serangan verbal dan ancaman bahaya fisik, biasanya untuk mengintimidasi atau memanipulasi. 2) Sarkasme, penghinaan, merendahkan dan kritik. 3) Pola komunikasi yang tidak konsisten, termasuk menarik diri dan diam. 4) Isolasi korban (mis., mencegah korban berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan temen temennya) 5) Pelanggaran hak hak pribadi, seperti tidak mengijinkan korban menghubungi keluarga, teman dan orang lain.

d. Penganiayaan ekonomi (ekspoitasi finansial) meliputi : 1) Mencuri uang atau harta korban 2) Menghalangi akses korban atas keuangan pribadinya 3) Penggunaan uang atau harta milik korban secara tidak tepat e. Penganiayaan seksual adalah aktivitas seksual yang dipaksakan atau dibawah tekanan, termasuk percakapan atau tindakan yang distimulasi secara seksual, perabaan atau hubungan seksual yang tidak tepat, perkosaan dan inses (perilaku seksual antar saudara kandung) 3. Statistik yang relevan a. Penganiayaan anak Penganiayaan anak atau perlakuan semena mena terhadap anak umumnya didefinisikan sebagai cedera yang sengaja dilakukan terhadap anak dan dapat mencakup penganiayaan atau cedera fisik, pengabaian atau kegagalan atau mencegah perawatan atau bahaya, atau kegagalanmemberi seksual dan pengawasan menyiksa

emosional atau fisik yang adekuat, penelantaran, penyerangan intrusi secara terbuka mencederai (Binnet, 2000) 1) Dalam 3 dari 5 keluarga, seseorang anak dianiaya secara fisik oleh orang dewasa. 2) Kira kira 3 juta kasus penganiayaan anak dilaporkan setiap tahunnya dan diperkirakan terdapat 10 sampai 20 kasus yang tidak dilaporkan untuk setiap kasus yang dilaporkan. 3) Penganiayaan seksual terhadap anak anak dialami oleh 33% wanita dan 20% pria yang berusia kurang dari 18 tahun. 4) Beberapa ahli mengatakan bahwa penganiayaan antar

saudara kandung merupakan bentuk kekerasan domestik yang paling banyak terjadi dan tidak dikenal.

5) Penganiayaan dan pengabaian anak mengakibatkan 2000 sampai 4000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat (Townsend, 1999) b. Penganiayaan wanita 1) Sepertiga dari pasangan wanitanya dianiaya oleh pasangan prianya selama beberapa waktu hubungan mereka. 2) Kekerasan domestik merupakan penyebab 22% sampai 35% wanita mengunjungi UGD di rumah sakit 3) 23% dari semua wanita hamil yang mencari pelayanan pranatal merupakan korban penganiayaan 4) Cedera yang terjadi pada wanita lebih banyak terjadi akibat pemukulan dibandingkan pemerkosaan, penyerangan dan kecelakaan mobil bila digabungkan (Townsend, 1999) 5) Satu diantara tujuh wanita menikah melaporkan telah

diperkosa oleh suaminya. Penganiayaan pasangan ialah perlakuan semena mena atau penyalahgunaan seseorang oleh orang lain dalam konteks hubungan intim. Penganiayaan dapat berupa penganiayaan emosional, psikologis, fisik, seksual atau kombinasi semua tipe tersebut yang umum terjadi (Singer et al.,1995). Penganiayaan psikologis antara lain, mengejek, meremehkan, berteriak dan memekik, merusak barang dan mengancam serta bentuk penganiayaan yang tidak kentara misalnya menolak berbicara dengan korban atau berpura pura tidak melihat korban. Penganiayaan fisik dapat terlihat seperti mendorong korban. c. Penganiayaan lansia Adalah perlakuan semena mena terhadap lansia oelh anggota keluarga atau orang orang yang merawat eksploitasi mereka. finansial, Penganiayaan tersebut meliputi penganiayaan fisik dan seksual, penganiayaan psikologis, pengabaian,

menolak terapi medis yang adekuat. Individu yang menganiaya lansia hampir selalu merupakan orang yang merawat lansia tersebut atau lansia bergantung pada mereka dalam beberapa hal. Kebanyakan penganiayaan lansia terjadi ketika salah satu lansia merawat pasangannya. Tipe penganiayaan pasangan ini biasanya terjadi selama bertahun tahun setelah disabilitas membuat pasangan yang dianiaya tidak mampu merawat dirinya sendiri. 1) 1,5 juta lansia di Amerika mengalami penganiayaan atau pengabaian (Dept. Of Health & Human Service, 1996) 2) Pasangan suami istri dan anak anak yang sudah dewasa merupakan pelaku penganiayaan lansia di rumah. Menurut penelitian, 37% dari kasus penganiayaan yang dilaporkan dilakukan oleh anak anak yang sudah dewasa (wolfe, 1998). 4. Penganiayaan seksual terhadap anak anak Meliputi tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak berusia kurang dari 18 tahun. Tindakan ini dapat mencakup inses, pemerkosaan dan sodomi yang dilakukan oleh seseorang atau dengan suatu benda, kontak oral- genital dan tindakan pencabulan a. Penganiayaan seksual terhadap anak anak sangat

mempengaruhi perkembangan, menyebabkan harga diri rendah, membenci diri sendiri, sulit mempercayai orang lain dan kontrol yang buruk terhadap impuls atau dorongan agresif. b. Terdapat korelasi yang tinggi antara penganiayaan seksual di masa kanak kanak dan gangguan psikiatrik di masa dewasa (mis., gangguan disosiatif, gangguan penyalahgunaan zat) (Walker & Scott, 1998) c. Anak anak korban penganiayaan seksual sering mengalami gangguan stres pascatrauma (post traumatic stress disorder /PTSD). 5. Penyerangan seksual

Dicirikan dengan penggunaan paksa dalam aktifitas seksual apapun yang dilakukan secara paksa berlawanan dengan kemauan orang tersebut. a. Ciri ciri pelaku penyerangan seksual 1) Pelaku penyerangan seksual biasanya adalah laki laki, berusia antara 25 dan 44 tahun dan menikah atau tinggal bersama sebagai suami isteri pada waktu melakukan pelanggaran ini. 2) Bila pelaku penyerangan pada seksual umumnya mempunyai riwayat lebih

perilaku

kriminal

kejahatannya

terhadap harta benda dibanding orang lain. 3) Mayoritas pelaku penyerangan seksual tidak memilki riwayat penyakit jiwa (Townsend, 1999) b. Korban penyerangan seksual mengalami kekerasan dan

ketidakberdayaan yang sangat mendalam setelah kejadian 1) Efek langsung dapat berupa pola respon yang diekspresikan, yaitu korban mengekspresikan perasaan takut, marah dan ansietas atau pole respon terkendali, yaitu mekanisme defensif penyangkalan yang memungkinkan yang memungkinkan korban menjadi tenang dan sabar. 2) Efek jangka panjang dapat meliputi gejala PTSD, sulit menjalani hubungan dekat, gangguan depresi dan bahkan bunuh diri 6. Karakteristik kekerasan dalam rumah tangga Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan tempat yang aman dan anggotanya merasa dicintai dan terlindungi dapat menjadi tempat yang paling berbahaya bagi korban. Tindak kekerasan dalam keluarga tidak terjadi secara acak, tetapi merupakan siklus tiga fase yang dapat diprediksi : a. Pembentukan ketegangan.

Pelaku menyalahkan korban atas masalah kehidupan yang dihadapi b. Insiden penganiayaan serius Ketegangan yang dirasakan pelaku bisa diredakan dengan tindakan atau insiden penganiayaan. c. Bulan madu Penyiksa menjadi sangat menyesal dan berjanji bahwa insiden penganiayaan itu tidak terjadi lagi.

Perilaku kekerasan
(ditunjukkan melalui tindakan kekerasan/serangan penganiayaan)

Munculnya ketegangan
(tuduhan, pertengkaran, keluhan,

periode

penyesalan
Sikap diam) periode bulan madu (penganiaya menyesal dan berjanji bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi,

Skema 2.6.1 siklus kekerasan 7. Karakteristik sistem keluarga tempat terjadinya kekerasan

a. Satu anggota atau lebih dalam keluarga sering menjadi titik fokus ansietas keluarga dan sering disalahkan atas masalah masalah yang terjadi b. Peran keluarga bersifat stereotip dengan peran seksual

tradisional yang kaku dan perbedaan kekuasaan yang besar antara kedua orang tua (mis., salah satu orang tua biasanya laki laki, merupakan satu satunya orang yang paling berkuasa di dalam setara) c. Hubungan keluarga menekankan kontrol terhadap yang lain. Anggota keluarga yang melakukan penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan Penganiayaan bukan hanya menggunakan atau lansia. fisik kekuatan keluarga, sementara orang tua yang satunya diperlakukan sebagai anak anak bukan sebagai mitra yang

terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya seringkali adalah satu satunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang atau diijinkan meluangkan waktu diluar rumah bersama orang lain. Setiap indikasi ketidakpatuhan atau kemandirian anggota keluarga baik yang nyata ataupun dibayangkan biasanya menyebabkan peningkatan perilaku kekerasan (singer et al.,1995). d. Keluarga tersebut menutup diri dari orang orang di luar keluarga. Anggota keluarga ini merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain datang ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. e. Pola komunikasi mengalami disfungsional. Penyangkalan,

penghindaran konflik, pola keterikatan ganda, kasih sayang kondisional dan rasionalisasi penganiayaan merupakan hal biasa.

8. Wanita sering memilih tetap berada dalam hubungan yang penuh penganiayaan Sebagian dari alasan mereka, sebagai berikut (Chez, 1994): a. Merasa tidak ada alternatif lain b. Takut akan apa yang terjadi jika mereka pergi c. Ketidakmampuan membiayai diri mereka sendiri dan anak anak d. Takut ditolak keluarga dan teman teman e. Terikat (mis., secara emosional, finansial) kepada penyiksanya atau karena kepercayaan agama atau budaya 9. Tanda tanda fisik penganiayaan Korban anak anak Penganiayaan fisik : Perkembangan terhambat Memar Bilur Terkilir, dislokasi, fraktur Luka bakar akibat rokok Luka bakar akibat cairan api, yang atau tangan panas / terutama berbentuk sarung akibat Wanita dianiaya Cedera kepala, bahu dan leher Mata memar Cedera selama kehamilan Terkilir, dislokasi, fraktur Memar, bilur Bekas benda untuk mencederai Berulang kali luka yang berbentuk digunakan Kurang atau dehidrasi Bau feses atau urine Kotoran, kutu atau orang tersebut Dikubitus, luka, kulit Memar, lecet, fraktur Hematoma, bekas ruam hewan kutu gisi yang Korban lansia

rambut pada

seperti kaos kaki

dicelup ke dalam cairan panas Cedera internal

Cedera berbagai

dalam tahap baby (misal, dan kepala kutu kutu pada

berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan, terutama UGD Keluhan nyeri cedera jaringan Berbagai cedera dalam berbagai tahap penyembuha n tanpa

cengkraman pada lengan Berbagai cedera dalam berbagai tahap penyebuhan

penyembuhan Shaken syndrom intrakranial trauma yang jelas) Kotoran, hewan, rambut anak perdarahan intraokuler tanpa

Penganiayaan seksual Enurisis Labia dan rectum merah dan bengkak Vagina sobek Penyakit menular seksual Infeksi urinaria kronis Refleks gag hiperaktif

II. ETIOLOGI Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas kekerasan domestik, melainkan melibatkan berbagai faktor 1. Teori genetik Genetik kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang. 2. Teori psikobiologi

a. Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi sistem limbik dapat menimbulkan respons agresif dan kekerasan pada manusia. b. Neurotransmiter, terutama noreprinefrin, dopamin dan serotonin berperean penting dalam memperlancar dan menghambat agresi. Disregulasi zat zat tersebut dianggap berkaitan dnegan kekerasan. c. Gangguan otak, terutama tumor dalam sistem limbik dan jobus temporalis dapat menyebabkan seseorang melakukan kekerasan (Johnson, 1997) 3. Teori psikososial dan lingkungan a. Teori keluarga. Kekerasan terjadi pada keluarga yang mengalami disfungsional dengan berbagai permasalahan seperti batasan yang tidak jelas, terperangkapnya individu dan peran, koping yang buruk terhadap stres dan riwayat penganiayaan multigenerasi. b. Teori perilaku kognitif. Kekerasan dipelajari dari orang tua yang menggunakan

penganiayaan sebagai metode pendisiplinan. Pelaku penyiksaan mendapat pengetahuan bahwa kekerasan dan agresi merupakan respon yang dapat diterima dan efektif terhadap ancaman nyata atau khayalan. c. Teori sosial budaya. Perilaku agresif merupakan hasil dari budaya dan struktur sosial seseorang. 4. Beberapa pasien menunjukkan peningkatan terhadap risiko

timbulnya perilaku kekerasan (David A. Tomb,2003) : a. Sindrom otak organik Khususnya dengan kebingungan atau berkurangnya

pengendalian impuls (misal demensia, penggunaan obat

obatan pada usia lanjut, hipoglikaemi, infeksi SSP, anoksia, asidosis metabolik) b. Penyalahgunaan alkohol dan obat obatan terutama dengan intoksikasi. c. Skizoprenia, tipe paranoid dan katatonik. d. Keadaan psikotik e. Retardasi mental tertentu f. Gangguan pemusatan perhatian yang berat dan hyperaktivitas pada usia dewasa. III. PENATALAKSANAAN Pengobatan korban penganiayaan bergantung pada faktor faktor yang mempengaruhi klien, seperti jenis penganiayaan yang diderita, adanya cedera fisik, usia dan kondisi fisik korban, serta keunikan lingkungan keluarga korban itu sendiri. Petunjuk yang bermanfaat untuk menangani klien yang mengalami penganiayaan atau trauma : 1. Klien memiliki banyak kekuatan yang mungkin tidak mereka sadarai. Perawat dapat membantu mereka berubah dari sebagai korban menjadi individu yang bertahan (survivor) 2. Perawat harus bertanya pada semua wanita tentang penganiayaan. Beberapa wanita akan tidak senang dan marah, tetapi yang lebih penting adalah tidak melewatkan kesempatan untuk membantu wanita yang menjawab, Ya, dapatkah anda menolong saya? 3. Perawat harus meminta klien fokus pada keadaan saat ini, bukan terus memikirkan hal hal menakutkan yang terjadi di masa lalu. 4. Biasanya perawat paling baik menangani individu yang bertahan dari penganiayaan atau penganiaya itu sendiri. Kebanyakan perawat merasa terlalu sulit secara emosional untuk menangani kedua kelompok tersebut.

IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Faktor Predisposisi a. Biologis Dalam otak system limbik berfungsi sebagai regulator/pengtur perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurang atau meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada system neurofisilogis dapat menimbulkan respon-respon emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilku agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon testoteron atau progesteron. Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik aminonorepinetrin.

b. Pisikologis Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif. Sedangkan Freud menyatakan bahwa sejak dilahirkan individu akan mengalami ancaman yang perlu diekpresikan. Perilku destruktif terjadi apabila ancaman tersebut menguasai individu. Menurut Freud, agresi berasal dari rasa frustasi akibat ketidakmampuan individu mencapai tujuan. Bila individu tidak mampu mengekpresikan

perasaannya individu akan marah pada dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasan sehingga individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik juga merupakan ancaman bagi individu yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Persepsi yang salah terhadap konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi agresif. Teori eksistensi yang dikemukakan oleh Fromm menyatakan bahwa tingkah laku individu didasarkan pada kebutuhan hidup. Bila tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan cara konstruktif individu akan berperilaku agresif. Perilaku destruktif juga dapat disebabkan oleh kegagalan mendapatkan eksistensi akibat kondisi sosial yang tidak sejalan dengan niat alasan individu.

c. Sosialkultural Norma-norma memahami mengemukakan kulturul bahwa dapat norma digunakan Teori yang untuk membantu sosial perilakunya

ekspresi

agresif

individu.

lingkungan

memperkuat

disebabkan oleh ekspresi marah yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Madden, orang-orang yang pernah memiliki riwayat ditipu cendrung mudah marah; yang disebut Acting Out terhadap marah. Bila privacy/pribadi terganggu oleh kondisi sosial maka responnya berupa agresif/amuk. Teori belajar sosial menurut Robert; yang disempurnakan oleh Miller dan Dollar, mengemukakan bahwa tingkah laku agresif dipelajari sebagai bagian dari proses sosial. Agresif dipelajari dengan cara imitasi terhadap pengalaman langsung. Pola subkultural cendrung menyebabkan imitasi tingkah laku agresi yang bahwa mengarah pada amuk. Ahli teori laku sosial agresif berpendapat komponen biologi tingkah

berhubungan dengan aspek-aspek psikososial.

2. Stressor Presipitasi a. Ancaman terhadap fisik: pemukulan, penyakit fisik. b. Ancaman terhadap konsep diri: frustasi, harga diri rendah. c. Ancaman berarti. d. Ancaman internal: kegagalan, kehilangan perhatian. eksternal: serangan fisik,kehilangan orang/benda

3. Mekanisme Koping

Denial, mekanisme pertahanaan ini cendrung meningkatkan marah seseorang karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat ketidakmampuannya.

Sublimasi, adalah dengan mengalihkaan rasa marah pada aktifitas lainnya.

Proyeksi, juga cendrung meningkatkan ekspresi marah karena individu berusaha mengekpresikan marahnya terhadap orang/benda tanpa dihalangi.

Formasi, adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak dikeluarkan akibat ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya atau memodifikasi perilakunya. Pada saat-saat tertentu individu dapat menjadi agresif secara tiba-tiba.

Represi,

merupakan

mekanisme

pertahanan

yang

dapat

menimbulkan permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat eksploaitatif, manipulatif, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perilaku kekerasan : terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain 2. Ketidak efektifan koping individu

C. Tujuan tindakan keperawatan Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilakunya dan adpat

mengungkapkan kemarahannya secara kontruktif Tujuan khusus : 1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku kekerasan 2. Klien mampu memilih cara yang konstruktif dalam berespon

3. Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol 4. Klien memperoleh dukungan keluarga daam mengontrol perilaku dan menggunakan obat yang benar

D. Intervensi dan implementasi Diagnosis : Resiko perilaku kekerasan : terhadap diri sendiri atau

terhadap orang lain. Faktor resiko : 1. Acting out perilaku kekerasan fisik yang aktual atau potensial 2. Perusakan barang-barang 3. Gagasan membunuh atau bunuh diri 4. Bahaya fisik terhadap diri sendiri atau orang lain 5. Riwayat perilaku menyerang atau ditangkap 6. Gangguan pikiran 7. Agitasi atau gelisah 8. Tidak memiliki kontrol impuls 9. Waham halusinasi atau gejala psikotik lain 10.Penggunaan zat. Kriteria hasil : klien akan : 1. Tidak membahayakan orang lain atau merusak barang 2. Mengurangi perilaku acting out 3. Mengalami penurunan agitasi atau gelisah 4. Mengalami penurunan rasa takut, cemas atau bermusuhan yang berkurang

5. Memperlihatkan kemampuan untuk melatih pengendalian internal terhadap perilakunya 6. Mengidentifikasi cara untuk mengatasi ketegangan dan perasaan yang agresif dengan cara yang dekstruktif 7. Mengungkapkan perasaan cemas, takut dan marah atau bermusuhan secara verbal atau dengan cara yang tidak dekstruktif. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya segera mungkin, idealnya sebelum perilaku agresif terlihat R : dengan mengenal dan percaya pada anggota dan staff dapat mengurangi rasa takut klien dan memfasilitasi komunikasi 2. Sadari faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya

perilaku kekerasan atau menandakan peningkatan agitasi. Gunakan komunikasi verbal atau obat PRN untuk mengintervensi sebelum perilaku klien menjadi dekstruktif atau menjadi perilaku kekerasan sehingga restrei fisik diperlukan R : periode munculnya ketegangan seringkali mendahului perilaku kekerasan atau acting out tetapi klien yang mabuk atau psikotik dapat melakukan perilaku kekerasan tanpa peringatan 3. Kurangi stimulasi lingkungan seperti mematikan radio atau televisi atau mengurangi voumenya R : apabila klien merasa terancam ia dapat mengganggap stimulus sebagai suatu ancaman. Klien tidak dapat menghadapi stimulus yang berlebih ketika mengalami agitasi 4. Yakinkan klien dengan tenang dan menghormati bahwa akan

mengendalikan klien jika ia tidapat mengendalikan dirinya, tetapi tidak mengancam klien R : klien mungkin takut kehilangan kendali dan perlu diyakinkan bahwa jika hal itu terjadi perawat akan mengendalikan klien.

5. Jangan menggunakan restrain fisik atau teknik fisik tanpa alasan yang cukup R : klien memiliki hak untuk sesedikit mungkin restriksi dalam batas keamanan dan pencegahan perilaku destruktif 6. Tetap menjaga jarak terhadap tubuh klien atau teritorial klien. R : individu yang berpotensi melakukakn kekerasan memiliki zona jarak tubuh yang jauh lebih besar daripada zona orang lain. 7. Bicara dengan klien dengan suara yang tenang dan pelan R : menggunakan suara pelan dapat membantu menenangkan klien atau mencegah peningkatan agitasi 8. Jangan memukul klien R : keamanan fisik klien merupakan prioritas 9. Tetap sadari perasaan klien, martabat serta hak-haknya R : klien adalah individu yang berharga tanpa memperhatikan perilakunya yang tidak dapat diterima 10.Observasi klien dengan cermat, lengkapi catatan dan laporan dengan cepat sesuai kebijakan rumah sakit atau unit R : pencatatan informasi yang akurat adalah sangat penting.

Diagnosa : ketidak efektifan koping individu

Faktor resiko : 1. Tidak mampu melakukan koping 2. Tidak mampu menyelesaikan masalah 3. Kesulitan dalam hubungan interpersonal 4. Tidak memiliki rasa percaya 5. Perilaku deksrtuktif, merasa bersalah

6. Takut, cemas, menarik diri atau perilaku menarik diri 7. Perilaku manipulatif, isolasi sosial Kriteria hasil : klien akan : 1. Mengkspresikan perasaan tidk berdaya, takut, marah, perasaan bersalah, cemas dan sebagainya 2. Memperlihatkan berkurangnya perilaku menarik diri, depresi atau cemas 3. Memperlihatkan penurunan gejala terkait stress 4. Mengidentifikasi sistem pendukung di luar rumah sakit. Intervensi : 1. Luangkan waktu dengan klien dan dorong klien mengekspresikan perasaannya. R : situasi yang abusive menimbulkan berbagai perasaan yang perlu klien ekspresikan. 2. Beri pilihan kepada klien sebanyak mungkin, susun beberapa aktiviatas sesuai tingkat pencapaian klien saat ini untuk memberi pengalaman yang berhasil R : memberikan pilihan kepada klien menunjukkan bahwa klien memiliki hak untuk membuat pilihan dan mampu melakukannya 3. Gunakan teknik bermain peran dan terapi kelompok untuk menggali dan menguatkan perilaku yang efektif R : klien dapat mencoba perilaku baru atau perilaku yang tidak biasanya dalam lingkungan yang tidak mengancam ddan suportif. 4. Ajarkan ketrampilan koping dan ketrampilan menyelesaikan masalah kepada klien. R : klien perlu mempelajari ketrampilan yang efektif dan membuat keputusannya sendiri.

5. Dorong klien untuk berinteraksi dengan klien lain, dan anggota staff serta membina hubungan dengan orang lain di luar rumah sakit R : klien dalam hubunga abusive sering kali dikucilkan oleh masyarakat dan tidak memiliki ketrampilan sosial atau rasa percaya diri 6. Bantu klien mengidentifikasi dan menghubungi sistem pendukung. Berikan informasi tertulis kepada klien terutama jika ia memilih untuk kembali ke situasi abusive R : klien dalam hubungan abusive seringkali dikucilkan dan tidak menyadari dukungan atau sumber-sumber yang tersedia.

Prinsip yang perlu di perhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1. Seluruh staf sebaiknya diberi latihan khusus mengenai pencegahan dan pengelolaan klien perilaku kekerasan termasuk bermain peran untuk memberikan intervensi keperawatan 2. Pada pasien dengan kehilangan kendali secara akut, tangani segera dengan pengekangan fisik. Untuk memberikan tindakan pengamanan staf sebaiknya dilakukan secara kompak, tidak dibenarkan menghadapi klien perilaku kekerasan seorang diri 3. Berikan informasi atas tindakan yang akan di lakukan dan pemberian obat 4. Staf sebaiknya harus dapat melindungi bagian tubuh yang vital dari upaya perlukaan 5. Setelah situasi dapat ditangani, segera mungkin staf mendiskusikan insiden yang terjadi. 6. Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya, berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaanya 7. Berikan penguatan positif apabila klien dapat mengekspresikan

perasaannya.

E. Evaluasi Pada Klien: 1. Klien mampu menggunakan cara yang sehat jika kesal/jengkel (fisik, verbal, sosial, spiritual) 2. Klien tidak melakukan perilaku kekerasan . 3. Klien menggunakan obat dengan benar. 4. Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari

Pada keluarga: 1. Keluarga mampu merawat klien. 2. Keluarga mengetahui kegiataan yang perlu klien lakukan dirumah (boleh diluar jadwal). 3. Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar dan waktu follow-up.

Asuhan Keperawatan pada pasien dnegan perilaku kekerasan (RSJ Cimahi, Provinsi Jawa Barat) DK Tujuan Perilak u kekera san Pasien mampu : Mengidentifik asi penyebab dan perilaku kekerasan Menyebutkan jenis perilkau kekerasan tanda Perencanaan Kriteria evaluasi Setelah...pertemuan pasien mampu : Menyebutkan penyebab, tanda, gejala dan akibat perilaku kekerasan Intervensi SP.1 (tgl......) Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan Latihan cara

yang

pernah

Memperagaka n cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan -

fisik 1 Tarik napas dalam Masukkan dalam jadwal harian pasien

dilakukan Menyebutkan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan Mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik : 1. Fisik 2. Sosial/ver bal 3. Spiritual 4. Therapi psikofarm aka (patah obat) dari

Setelah pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

SP.2 (tgl.....) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1) Latih cara

Memperagaka n cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan -

fisik 2 : Pukul kasur/bantal Masukkan dalam jadual harian pasien

Setelah... pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Mempergunak an cara sosial / verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan

SP.3 ( tgl.....) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan SP 2) Latih secara sosial/verbal Menolak dengan baik Meminta dengan baik Mengungkapk an dengan baik Masukkan dalam jadual harian pasien

Setelah...pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

SP.4 (tgl....) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 dan SP 3)

Memperagaka n cara spiritual

Latih secara spiritual :

Berdoa Sholat Masukkan dalam jadual harian pasien

Setelah....pertemua n pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagaka n cara patuh obat

SP. 5 (tgl....) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1,2,3 dan SP4) Latih patuh obat Meminum obat secara teratur dengan prinsip 5B Susun jadual minum obat secara teratur Masukkan jadual harian pasien

Keluarga merawat dirumah

mampu Setelah pasien .....petemuan keluarga mampu :

SP.1 (tgl....) Identifikasi masalah yang dirasakan

Menjelasakan penyebab, tanda / gejala, akibat serta mampu memperagak an cara merawat -

keluarga dalam merawat pasien Jelaskan tentang P-K dari : - penyebab Akibat Cara merawat Latih 2 cara merawat RTL keluarga / jadual untuk merawat pasien

Setelah ...pertemuan keluarga mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL

SP.2 (tgl....) Evaluasi SP.1 Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien Latih langsung ke pasien RTL kelg/jadual

keluarga untuk merawat pasien Setelah...pertemuan , keluarga mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL SP.3 (tgl....) Evaluasi SP1 dan 2 Latih langsung ke pasien RTL keluarga / jadual keluarga untuk merawat pasien Setelah... pertemuan, keluarga mampu : Melaksanakan follow up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan SP.4 (tgl.....) Evaluasi SP.1, 2 dan 3 Latih langsung ke pasien : - RTL keluarga : Follow Up Rujukan

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kemarahan adalah suatu perasaaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega. Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata maupun yang dipersepsikan individu (Thomas, 1998). Kemarahan memberikan energi kepada tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri, ketika dibutuhkan melalui pengaktifan mekanisme respons fight or flight pada sistem saraf simpatis.

Walaupun

kemarahan

merupakan

emosi

yang

normal

pada

manusia, kemarahan seringkali dipersepsikan sebagai perasaan negatif. Banyak orang merasa tidak nyaman mengungkapkan perasaan marahnya secara langsung. Kemarahan menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika ia mengungkapkan secara tidak tepat. Menyangkal atau menekan perasaan marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman mengungkapkan perasaan marahnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik seperti migrein, sakit kepala, ulkus atau penyakit arteri koroner atau masalah emosional seperti depresi dan harga diri rendah. Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif. Bila individu tidak mampu mengekpresikan perasaannya individu akan marah pada dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasan sehingga individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik juga merupakan ancaman bagi individu yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Persepsi yang salah terhadap konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi agresif. Prinsip yang perlu di perhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 8. Seluruh staf sebaiknya diberi latihan khusus mengenai pencegahan dan pengelolaan klien perilaku kekerasan termasuk bermain peran untuk memberikan intervensi keperawatan 9. Pada pasien dengan kehilangan kendali secara akut, tangani segera dengan pengekangan fisik. Untuk memberikan tindakan pengamanan staf sebaiknya dilakukan secara kompak, tidak dibenarkan menghadapi klien perilaku kekerasan seorang diri 10.Berikan informasi atas tindakan yang akan di lakukan dan pemberian obat

11.Staf sebaiknya harus dapat melindungi bagian tubuh yang vital dari upaya perlukaan 12.Setelah situasi dapat ditangani, segera mungkin staf mendiskusikan insiden yang terjadi. 13.Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya, berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaanya 14.Berikan penguatan positif apabila klien dapat mengekspresikan

perasaannya.

Referensi

Issacs, Ann, 2005, Keperawatan Kesehatan Jiwa & psikiatrik, edisi 3, Jakarta : EGC Riyadi S, Teguh Purwanto, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Graha Ilmu L. Videbeck, Sheila, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

You might also like