You are on page 1of 11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FITOKIMIA

EKSTRAKSI/ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID PIPERIN DARI PIPERIS ALBI FRUCTUS

Kelas Group

:B : III

Anggota Kelompok: 1. Dhiah Resti (2010210077) 2. Dwi Aji Maulana (2010210083) 3. Ervira Alviani (2010210093) 4. Fandi Darsono (2010210100) 5. Fifi Puspita Sari (2010210103) 6. Gannu Farma (2010210118) 7. Hebie Widayati (2010210124) 8. Ika Indrayani (2010210133)

Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2012


EKSTRAKSI/ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID PIPERIN DARI PIPERIS ALBI FRUCTUS

I. TUJUAN Setelah praktikum mahasiswa diharapkan : 1. Memahami cara mengekstraksi menggunakan ekstraktor soxhletasi 2. Dapat menghitung rendemen hasil isolasi
3. Mampu melakukan proses isolasi senyawa piperin dari Piperis Albi fructus

4. Mampu melakukan identifikasi senyawa hasil isolasi secara KLT

II. TEORI DASAR


Alkaloid sekitar 5500 tahun telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem sisklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Meskipun sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam- basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich

Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid bersifat basa yang tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan sentawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic atau anorganik sering mencegah dekomposisi. Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya ( kation ). Oleh karena itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam dengan berbagai asam organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Bila alkaloid berada dalam bentuk garamnya, maka alkaloid dibebaskan dengan mereaksikannya dengan penambahan basa (NH4OH, Ca(OH)2 dsb) terlebih dahulu untuk mengekstraksinya. Penyarian (ekstraksi) alkaloid : a. Menggunakan eter sebagai penyari : Keuntungan : Eter tidak membentuk emulsi pada pengocokan sehingga tidak

mempersukar proses pemisahannya Eter mempunyai titik didih rendah sehingga sangat ideaal untuk penyarian alkaloid termolabil Kerugian : Daya larut kecil bagi senyawa alkaloid tertentu. Misal kinina, strihnina. Eter dapat dijenuhkan dengan air masih dapat tercampur dengan air Eter mudah terurai dan ada kemnugkinan peledakan pada saat ekstrak sari diuapkan
b. Menggunakan CHCL3 (kloroform) :

Keuntungan : -

Memiliki daya larut yang besar untuk melarutkan alkaloid Kemungkinan terurai lebih kecil daipada eter Tidak ada bahaya peledakan pada pemanasan

Kerugian :
-

Titik didih kloroform (CHCl3) agak tinggi sehingga tidak dapat dipakai sebagai cairan penyarian bagi alkaloid termolabil.

Dapat membentuk emulsi pada pengocokan sehingga timbul kesulitan pada penyarian dan pemisahan lapisan

Alkaloid bebas biasanya dapat diekstraksi dengan pelarut kloroform dan dipisahkan dari campuran senyawa yang kompleks dengan menngunakan berbagai metode kromatografi. Untuk mengisolasi alkaloid dari tumbuhannya dikenal beberapa cara tergantung pada maksud/ tujuan ekstraksi dan macam simplisianya. Cara yang paling tepat dan cepat ialah dengan cara kromatografi. Beberapa macam cara isolasi alkaloid adalah sebagai berilut:
1. Simplisia dihaluskan, basahkan dengan air yang mengandung kapur. Maka asam,

tanin dan lain-lain senyawa fenolik akan terikat dan alkaloid dibebaskan. Kemudian sari dengan pelarut organik misalnya benzen atau eter minyak bumi. Larutan yang diperoleh gojog dengan larutan asam, pisahkan. Maka garam alkaloid terlarut dalam air sedangkan senyawa lainnya tertinggal dalam pelarut organik.
2. Simplisia dihaluskan kemudian ddisari dengan air atau alkohol yang mengandung

asam encer. Pigmen dan senyawa lain pisahkan dengan cara digojog dengan kloroform atau pelarut organik lainnya. Kemudian larutan yang mengandung garam alkaloid ditambah dengan larutan Na bikarbonat atau amonia berlebihan untuk mengendapkan basa alkaloid. Akhirnya alkaloid dipisahkan dengan cara disaring atau diekstraksi dengan pelarut organik.

TEORI SIMPLISIA (Ihtisar Farmakognosi Edisi IV Tahun 1974) Nama Simplisia Nama Daerah Ketentuan : Piperis Albi Fructus : Lada putih : Lada putih adalah buah Piper nigrum L. (Familia Piperaceae) yang masak, telah dibuang lapisan perikarp yang terdiri dari epidermis dan lapisan sklerenkimatik, dengan cara merendam dalam air dan digosok, kemudian dijemur. Kadar minyak arsiri tidak kurang dari 0,8% v/b.

Pemerian

: Bau aromatik; rasa pedas

Uraian makroskopik : Biji berbentuk bulat, warna abu-abu kekuningan, garis tengah 4-5 mm; pada permukaan biji terdapat 10-16 rusukrusuk yang berjalan dari pangkal biji ke ujung biji yang agak cekung. Tempat tumbuh Isi Khasiat Dosis : Indonesia : Terutama 0,8% minyak atssiri; terdapat pula 45% pati. : Karminativa : 300-600 mg

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode yang paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium Farmasi, metode ini hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15- 60 menit) dan memerlukan jumlah yang sangat sedikit (kira- kira 0,1 g). Campuran yang dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat (chamber) yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya yang tidak berwarna harus ditampakan (dideteksi). KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak. A. Fase diam (lapisan penyerap) Fase diam berupa bahan padat penyangga seperti plat/ logam/ plastic dengan ketebalan 0,25 mm. Fase diam yang banyak dipakai adalah silica gel yang dicampur CaSO4, adsorben lain yang juga banyak dipakai adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk cellulose, serbuk poliamida, kanji, dan sephadex. Lapisan dibuat dari salah satu penyerap yang khusus digunakan untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan, panjang lapisan tersebut 20 cm dengan lebar 20 cm atau 10 cm. Untuk analisis tebalnya 0,1- 0,3 mm, biasanya 0,2 mm, sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan bebas dari uap laboratorium. B. Fase gerak (larutan pengembang/ larutan eluasi) Fase gerak adalah media angkut dan terdiri dari satu atau beberapa pelarut, ia bergerak didalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena adanya gaya kapiler. Angka banding campuran sederhana atau multikomponen pelarut dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume total 100.

Pemilihan pelarut dan komposisi KLT ditentukan oleh prinsip kromatografi yang digunakan: - Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap - Sampel diteteskan/ ditotolkan pada 1 bagian tepi pelat kromatografi sebanyak 0,01- 0,1 g zat - Untuk pemisahan digunakan teknik ascending yang dilakukan pada suhu kamar sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15- 18 cm - Waktu yang diperlukan untuk pemisahan 20- 40 menit - Kolom- kolom dalam plat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertical searah gerakan pelarut - Resolusi KLT lebih tinggi dari KKT karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi.

KLT dapat digunakan dengan tujuan: - Mendapatkan hasil yang kuantitatif - Kualitatif/ identifikasi CRf noda yang dibandingkan dengan Rf senyawa pembanding noda diidentifikasi dengan pereaksi spesifik - Menjajaki system pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi kolom, KLT preparative/ KCKT.

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT :

Seperangkat extractor Soxhlet ( volume 250 ml) Kompor listrik dan panci alumunium Batang pengaduk Cawan penguap diameter 5 cm ( porselin) Kertas saring Glass wool

Botol flakon Corong Rotari Evapator Vakum Gelas piala 100 ml Batang pengaduk Alumunium foil Plat KLT Lampu UV

BAHAN :

Serbuk simplisia Piperis albi Fructus Etanol 96 % KOH-ethanol 10 % Anisaldehid Asam sulfat

IV. CARA KERJA


1. Timbang lebih kurang 35 gram serbuk simplisia, masukkan ke dalam alat ekstraktor soxhlet yang bagian dalamnya dilapisi kertas saring.
2. Tambahkan 350-400 ml etanol 96% malalui mulut soxhlet, yang sebelumnya sudah

terpasang tegak lurus, sehingga terjadi pengaliran kedalam labu pemanas ( dengan dua kali sirkulasi ), bila perlu dapt ditambahkan etanol lagi secukupnya.
3. Lakukan soxhletasi selama 2,5 jam kemudian ekstrak hasil soxhletasi diinginkan

dan saring ekstrknya dengan kertas saring 9 terpasang dengan corong ).


4. Ambil ekstrak jernih yang diperoleh sebanyak 3 ml ( masuk dalam ke botol flakon

kecil untuk pembanding), sisanya diuapkan dengan rotari evapator vakum sampai konsistensi kental, hasilnya dipindahkan ke dalam gelas piala kecil ( volune 100 ml), kemudian tambahkan 10 ml KOH-etanol 10 % sambil diaduk- aduk sehingga timbul endapan.

5. Setelah mengendap, pisahkan larutan ekstrak dari bagian yang tidak larut melalui

penyaringan glass wool.


6. Larutan ekstrak jernih yang diperoleh, tempatkan dalam gelas piala kecil dan tutup

dengan kertas alumunium foil yang dilubangi beberapa buah lubang. Didiamkan dalam lemari pendingin / es selama semalam.
7. Kristal isolat yang timbul dipisahkan dengan kertas saring dan dikeringkan diatas

kaca arloji dalam oven pada suhu 400 C sehingga kering ( pemurnian kristal dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi).

1. I. Lempeng KLT

Identifikasi secara KLT ( Kromatografi Lapis Tipis )

Pelat KLT dengan lapisan ( fase diam ) silika gel GF 254 II. Pengembang ( fase gerak ) Penjenuhan bejana, n-heksana-etilasetat (65:35) III. Deteksi Dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat setelah di semprot dengan pereaksi, panaskan 5 menit pada suhu 1100 C, diperiksa dibawah sinar uv. IV. Larutan Cuplikan
A. Larutan ekstrak : totolkan dengan pipa kapiler 10 l (pada titik A) B. Larutan isolat : 15 mg isolat dilarutkan dalam 1,0 ml metanol dan totolkan 1

l pada titik B.
C. Larutan pembanding : piperina sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 1,0 ml

metanol dan ditotolkan 1 l pada titik C. 2. Pembuatan spektrum UV, tentukan puncak serapan maksimum. Untuk spektrum UV : gunakan pelarut etanol atau kloroform. 3. Pembuatan spektrum Infra Merah, tentukan gugus fungsi yang penting. Untuk spektrum IR : menggunakan cakram KBr.

V. DATA PENGAMATAN

Waktu Pemanasan Pertama 10.55 Tabel sirkulasi mulai jam 11.55-13.56 Sirkulasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jam 11.55 12.09 12.22 12.35 12.47 12.59 13.14 13.28 13.42 13.56

VI. PEMBAHASAN 1. Alat soxletasi harus tegak lurus untuk menghindari cairan naik keatas 2. Vakum rotavapor digunakan untuk memisahkan pelarut dangan hasil ekstraksi 3. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi piperin yang terkandung dalam piperis nigrii fructus, dengan metode rekristalisasi menggunakan soxhlet. Rekristalisasi merupakan suatu teknik pemisahan zat padat dari suatu zat pencemar dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. 4. Ekstraksi dilakukan dengan penambahan pelarut etanol 96%. Pemilihan etanol 96% karena jika yang dipakai etanol 70% di khawatirkan banyak amilum yang akan

lebih banyak ditarik dibandingkan piperinnya, jadi piperinnya sedikit dan pengotornya yang lebih bnayak. 5. Penambahan etanol sebanyak satu setengah kali sirkulasi dengan kecepatan 4-5 sirkulasi per jam. Jika penambahan etanolnya hanya 1x sirkulasi dikhawatirkan pada saat pemanasan etanolnya menguap semua dan belum tentu bisa turun jadi ekstraksi bisa berhenti.
6. Hasil dari ekstraksi ini kemudian didinginkan dan disisihkan ekstrak jernih sebanyak 3 ml disimpan dalam flakon dan ditutup yang digunakan sebagai baku pembanding KLT. Sisanya diuapkan dengan penangas air sampai kental. Untuk menghilangkan etanol 96% diatur suhu 60-80C. Penambahan KOH-Etanolik 10% untuk memisahkan senyawa resin dengan meminimalkan pembentukan garam, sehingga didapatkan alkaloida yang murni. 7. Endapan dipisahkan dengan cara penyaringan dengan glasswool, agar filtrate bisa tersaring. Jika digunakan kertas saring, susah untuk mendapatkan filtratnya karena resin bersifat lengket jadi menempel di kertas saring. Penyaringan dengan glasswool untuk meminimalkan kandungan resin yang ikut tersaring, kemudian didapatkan sari yang jernih. Sari didiamkan selama 1 malam sampai diperoleh Kristal. Agar kristalisasi berhasil : jangan memakai pelarut yang terlalu polar (etanol 70%), harus sudah melewati titik jenuh, dan pengendapan sudah benarbenar kental. 8. Identifikasi kristal piperin dengan metode KLT menggunakan fase dian berupa Silika gel GF 254 dan fase gerak n-heksana-etilasetat (65:35). Bercak yang timbul pada UV 254 akan tampak warna yang meredam dan pada UV 365 akan tampak warna fluoresensi.

VII. SIMPULAN Jumlah kristal yang didapat dari proses isolasi adalah ------ g Alkaloid yang didapat dari proses isolasi Piperis albi Fructus sebanyak ----- % Titik lebur Kristal ----- %

KAN G KELAR TUH JD G TAU GIMANA KESIMPULANNYA ???

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Harborne, J. B. 2000. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Maizels, Debbie dan Simon Gibbons. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: EGC.

Sutrisno, Bambang. 1974. Ihtisar Farmakognosi Edisi IV. Jakarta: Pharmascience Pacific.

You might also like