You are on page 1of 9

VARIABLE COSTING DAN FULL COSTING

UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dra Siti Mirhani MM Ak


Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Secara umum tujuan perusahaan adalah mencari atau menghasilkan


laba dengan mengerahkan sumber- sumber ekonomi dalam berbagai bentuk
dengan pengelolaan yang baik dan terarah. Akan tetapi pada beberapa
perusahaan sering terjadi sumber- sumber ekonomi tidak dimanfaatkan
secara penuh sehingga timbul kapasitas menganggur (Idle capacity), yang
disebabkan oleh bermacam- macam faktor antara lain keterbatasan pasar
menampung produksi, sehingga perusahaan hanya bekerja/berproduksi atas
dasar daya serap pasar tersebut. Persoalan sekarang adalah bagaimana
menajemen dapat memanfaatkan kapasitas itu sehingga mampu menaikkan
contribution margin yang dapat meningkatkan laba perusahaan secara
keseluruhan. Atau apakah kapasitas tadi dibiarkan menganggur tanpa
menghasilkan sesuatu ?
Ada dua konsep biaya produksi yang menjadi pemikiran para ahli
akuntansi biaya. Konsep Full Costing dan Varible Costing. Konsep ini
menjadi berbeda akibat adanya perbedaan pengakuan terhadap biaya
overhead pabrik tetap (BOPT). Dalam konsep full costing BOPT diakui
sebagai bagian integral biaya produksi (harga pokok produksi). Sedangkan
variable costing sebaliknya, yaitu tidak menganggap BOPT sebagai bagian
biaya produksi yang elementer.
Alasan yang kahir mengakibatkan timbulnya pertentangan yang tajam
antara pembela kedua konsep tersebut adalah BOPT merupakan period cost ,
yaitu biaya- biaya yang harus dibebankan langsung pada tahun yang
berjalan dan tidak ada gunanya lagi ditangguhkan, karena hal yang sama
akan dibebankan pada periode mendatang. Machvoedz ( 1988 : 102 ) “
biaya- biaya seperti depresiasi, asuransi- asuransi, dan pajak- pajak
merupakan fungsi waktu, jadi tidak tepat kalau dibebankan kepada produk.”
IAI ( 1984 : 24 ) dalam Prinsip Akuntansi Indonesia juga
mengisyaratkan demikian, yaitu full costing dianggap sebagai metode yang
tepat untuk penentuan harga pokok. AICPA menyatakan dalam Accounting
Research Bulletin No. 43, statement 3, bahwa “ Harus diketahui
pengeluaran semua overhead dari biaya persediaan tidak merupakan
prosedur akuntansi yang diterima “ (Hadibroto : 1982:24 ). Pernyataan ini
secara eksplisist tidak bertentangan dengan keinginan metode VC, karena
VC tidak mengeluarkan semua overhead dari komponen biaya produksi,
tetapi hanya BOPT saja. dAn ini akan sangat berbeda dengan apa yang
dianut PAI yang secara implisit menolak metode VC.
Perkembangan pemikian teori akuntansi kedepan menginginkan gerak
perkembangan teori yang lebih maju dan objektif. Itu berarti pertentangan
pemikiran yang demikian dapat di- terima. Hadibroto (1982 : 24 ) dalam
disertainya tidak berani mengambil sikap atas perbedaan pendapat ini,
terbukti dengan pernyataan “ Bukanlah tujuan penulis ini untuk menentukan
sikap dalam pertentangan ini. Akan tetapi, harus ditegaskan bahwa
nampaknya ada persesuaian paham bahwa “ direct costing “ adalah metode
yang berguna bagi pengambilan keputusan manajemen “. walapun secara

2001 digitized by USU digital library 1


konsepsual VC tidak kalah dengan metode FC. Demikian juga untuk menilai
hasil kerja manajemen dan dalam pasar dewasa ini yang makin kompetitif,
maka metode VC ternyata lebih unggul. Dan pihak pemegang saham,
kreditur seharusnya menilai hasil kerja manajemen dalam menyusun laporan
keuangannya dengan VC, sehingga keputusan yang harus diambilpun makin
akurat.

VARIABLE COSTING DAN FULL COSTING UNTUK KEPUTUSAN MANAJEMEN

1. Costing Method
Di dalam akuntansi biaya yang konvensional komponen- komponen
harga pokok produk terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun
variable. Konsep harga pokok tersebut tidak selalu relevan dengan
kebutuhan manajemen. Oleh karena itu timbul konsep lain yang tidak
diperhit ungakn semua biaya produksi sebagai komponen harga pokok
produk. Jadi di dalam akuntansi biaya, dimana perusahaan industri sebagai
modal utamanya, terdapat dua metode perhitungan harga pokok yaitu
Full/Absortion/Conventional Costing dan Variable/Marginal/Direct Costing.
Perbedaan pokok diantara kedua metode tersebut adalah terletak pada
perlakuan terhadap biaya produksi yang bersifat tetap ( Biaya Overhead
Pabrik Tetap = BOPT ). Adanya perbedaan perlakuan terhadap BOP Tetap
ini akan mempunyai pengaruh terhadap perhitungan harga pokok produk dan
penyajian laporan rugi- laba.
Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan
memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok,
yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di dalam metode
full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap
dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan
dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat
pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru
dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk
selesai tersebut tidak dijual. Variable Costing adalah metode penentuan
harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya produksi yang
bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel.
Menurut metode full costing, karena produk yang dihasilkan ternyata
menyerap jasa BOP Tetap walaupun tidak secara langsung, maka wajar
apabila biaya tadi dimasukkan sebagai komponen pembentuk produk
tersebut. Sementara dipihak lain, variable costing beranggapan bahwa BOP
Tetap tadi tidak secara langsung membentuk produk, maka tidak relevan
kalau dimasukkan sebagai komponen harga pokok. Sebaiknya BOP Tetap
dimasukkan dalam kelompok period cost ( biaya periode ).
Penggunaan konsep yang berbeda akan menghasilkan konsekuensi
yang berbeda pula. Demikian halnya dengan kedua metode penentuan harga
pokok ini.
Laporan rugi – laba yang disusun berdasarkan kedua metode akan
menghasilkan laba yang berbeda. Jika pada periode tersebut terdapat
perbedaan persediaan awal dan akhir produk selesai. Hal ini disebabkan
karena metode full costing memasukkan BOP Tetap sebagai komponen harga
pokok, sehingga apabila diakhiri periode terdapat persediaan produk selesai
maka akan terjadi penundaan pembebanan BOP Tet ap ke periode

2001 digitized by USU digital library 2


berikutnya. Sedangkan pada variable Costing, semua BOP Tetap yang
terjadi akan dibebankan pada periode berjalan sebagai bagian dari periode
berjalan sebagai bagian dari period cost. Kedua metode akan menghasilkan
laba yang sama apabila dalam periode tersebut tidak terdapat persediaan
awal dan akhir produk selesai.

2. Kegunaan Variable Costing


Metode penentuan harga pokok berdasarkan variable costing
mempunyai kegunaan bagi intern dan ekstern sesuai dengan kepentingan
mereka terhadap perusahaan. Bagi pihak intern, metode ini dapat dipakai
sebagai penentuan harga jual, perencanaan laba dan pembuatan
keputusan.

a. Penentuan Harga Jual


Teori ekonomi mikro menyebutkan bahwa proses terjadinya harga adalah
karena adanya dua kekuatan yang saling dominan yaitu kekuatan
permintaan dan penawaran. Dengan demikian perusahaan tidak mampu
mengendalikan harga produk yang dilempar ke pasar, karena keadaan
pasar itu sendiri. Walaupun sampai pada batas- batas tertentu
perusahaan dapat mengontrol harga jualnya, tetapi kontrol itu tidak
menjadi sedemikian kuatnya sehingga harga pokok masih merupakan
satu - satunya faktor penentu penetapan harga jual. Dalam keadaan
seperti ini variable costing memberikan pedoman bagi menajemen sampai
seberapa harga jual dapat berkura ng sehingga biaya produksi dapat
ditutupi.

b. Perencanaan Laba
Metode variable costing menitik- beratkan pada informasi mengenai
contribution margin, yang merupakan kelebihan hasil penjualan terhadap
biaya variable. Bial contribution margin dihitung dalam bentuk
presentase dari hasil penjualan, maka diperoleh contribution margin ratio
atau marginal income ratio. Contribution margin merupakan data penting
untuk membentuk menajemen di dalam mengambil keputusan apabila
suatu produk lain harus dihentikan produksinya. Contribution margin
ratio dapat membantu manajemen di dalam mengambil keputusan produk
mana yang perlu didorong dan produk mana yang dikurangi produksinya.
Di samping itu, dengan adanya pemisahan biaya tetap dan biaya variabel
di dalam metode variabel costing, maka hal ini memungkinkan untuk
melakukan analisa biaya, volume dan laba.

c . Pembuatan Keputusan
Manajemen sering dihadapkan pada masalah pemilihan alternatif, dimana
alternatif tersebut mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya laba
perusahaan.
Bantuan VC sangat tepat dalam hal usaha untuk memasuki pasar- pasar
baru, perluasan usaha, membuat sendiri atau memesan bahan pembantu
atau suku cadang tertentu, keputusan memproses lebih lanjut produk
sebelum dijual atau menjualnya setelah proses terdahulu, keputusan
menghentikan suatu produk atau meneruskannya. Untuk tujuan- tujuan
ini elemen biaya variabellah yang merupakan penganalisaan lebih lanjut
sebelum keputusan diambil.
Atau dengan kata lain, unsur- unsur biaya yang relevan dengan tujuanlah
yang mendapat perhatian manajemen.
Walaupun biaya relevan tidak selamanya merupakan biaya variable,

2001 digitized by USU digital library 3


namun dalam tujuan- tujuan seperti yang telah disebutkan diatas, biaya
relevan merupakan biaya variabel.

1. Keunggulan Variable Costing

a. Persediaan ( Cost )
IAI ( 1984 : 24 ) menyebutkan “ … harga pokok barang yang diproduksi
meliputi semua biaya bahan langsung yang dipakai, upah langsung, serta
biaya produksi tidak langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan
saldo akhir barang dalam pengolahan “. selanjutnya IAI ( 1984 : 13 )
juga menyebutkan pengakuan yang sedikit fleksibel hanya terdapat pada
industri ekstraktif bahwa, “ laporan keuangan harus dinyatakan kembali
secara retroaktif ( berlaku surut ) untuk perubahan berikut ini …,
perubahan ke atau dari metode biaya penuh (full cost) dalam industri
ekstraktif. “ Jadi pengakuan adanya laporan keuangan dalam bentuk
selain full cost hanya ungkapan tersirat ( implisit ), dan itupun hanya
kekecualian ( pada perusahaan ekstraktif ).
Alasan lain adanya fleksibelitas karena industri ekstraktif dalam
kegiatannya cenderung menggunakan biaya merginal (variable).

b. Kapasitas Menganggur ( Idle Capacity )


Dalam majalah akuntansi ( 1989 : 5 ) edisi bulan September disebutkan
bahwa “ kelemahan konsepsual lainnya dari metode full costing ini
adalah masalah prosedur alokasi BOPT dan jika terjadi biaya yang keluar
karena tidak efesien atau adanya kapasitas yang menganggur ( idle
capacity ) “. Selanjutnya Hongren ( 1988 : 79 ) menyebutkan bahwa :

… varian tidak dapat dimasukkan ke dala m persediaan


(uninventoriable) dan harus dianggap sebagai penyesuaian laba
periode bersangkutan, bukan diproratakan pada persediaan dan HPP.
Dengan cara ini pernilaian persediaan akan lebih representatif
terhadap biaya yang diinginkan dan yang dapat dicapai.

Tetapi jika terjadi varians yang cukup material maka harus


dialokasikan secara proporsional ke finished good, WIP, dan harga
pokok. Memasukkannya ke dalam WIP dan ke finished good mau tidak
mau akan menaikkan nilai persediaan, karena tidak efisien. Lain
halnya kalau tidak material, akan dikeluarkan seluruhnya menjadi
beban tahun berjalan. Lebih jelas, menahan kapasitas menganggur (
ketidak – efisienan ) tidak mempunyai manfaat ekonomis dan jasa
potensial di masa yang akan datang.

c . Pelaporan Laba
Keunggulan variable costing yang lainnya akan disajikan melalui suatu
contoh kasus yang dapat dilihat pada gambar 6.1, 6.2, dan 6.3. Laba
yang telah diperoleh dalam tahun ke - 2 dan ke - 3, sejalan dengan
meningkatnya tingkat penjualan. Sementara itu tingkat produksi dalam
tahun ke - 2 juga naik, akan tetapi periode tahun ke - 3 justru turun (
manajer mengatur tingkat produksi ). Lalu hasil kerja manajer dalam
gambar 6.1. (metode full costing) dibandingkan dengan laporan rugi- laba
dengan metode variabel costing ( gambar 6.2. ) Dalam gambar 6.2.a.
terlihat dengan jelas bahwa sebenarnya laba baru dapat dicapai hanya

2001 digitized by USU digital library 4


dalam periode tahun ke - 3 saja, dan seharusnya manajer baru dapat
menikmati bonusnya dalam periode akhir tahun ke - 3. Mengapa laba per
tahun yang dilaporkan menurut metode full costing berbeda dengan
hasil metode variable costing ? Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan
perlakuan BOP Tetap ( gambar 6.2.b)
Yang perlu digaris bawahi tentang kedua metode ini dikaitkan dengan
pelaporan laba ialah bahwa laba yang dila porakan berdasarkan metode
full costing sangat dipengaruhi oleh perubahan tingkat produksi.
Berbeda dengan metode variable costing, laba yang dihitung sangat
dipengaruhi oleh tingkat penjualan (gambar 6.3. ). Besarnya tingkat
penjualan adalah indikator yang baik, untuk menilai kinerja manajer
perusahaan, karena dunia bisnis sekarang sudah benar- benar kompetitif.
Dengan demikian wajarlah apabila para pemegang saham dan kreditur
menerima laporan laba yang didasarkan atas kemampuan manajer
menjual produk, bukannya didasarkan atas kemampuan manajer “
mempermainkan “ tingkat produksi.
Terlepas dari kenyataan sekarang metode variable costing untuk
tujuan pelaporan ekstern belum diterima umum, sangatlah bijaksana apabila
para pemegang saham, kreditur juga meminta manajemen- manajemen untuk
membuat laporan rugi laga yang disusun dengan metode variable costing.
Apakah laporan rugi laba yang baru itu sebagai pengganti atau pelengkap
laporan convensional, diserahkan kepada para pemakai laporan keuangan
itu. Yang jelas para pemegang saham, kreditur jangan sampai keliru dalam
pengambilan keputusan, hanya karena membaca laporan rugi laba yang
menyesatkan.

Gambar 6.1.

Contoh kasus = Pelaporan Laba

Tiga tahun yang lalu, PT. Ratna Juwita berada dalam kesulitan. Tingkat
produksinya di bawah kapasitas normal.
Perusahaan ini telah menyewa seorang manajer yang cukup terkenal dan
bersedia mengambil alih kendali perusahaan.
Dia seorang cukup bermurah hati. Ia mau dibayar dengan gaji yang sangat
relatif rendah. Akan tetapi menunt ut bonus 10 % per tahun dari laba
bersih. Berikut adalah laporan rugi laba perusahaan selama ia pimpin ( 3
tahun ).

Ratna Juwita – Laporan rugi laba untuk tahun ke – 1,2,3.


Dalam miliaran rupiah ( Metode full costing ).
Tahun Tahun Tahun Tahun
Ke- 1 ke- 2 ke- 3 1 – 3
Penjualan * 34,0 50,0 60,0 144,0
1) Harga Pokok Penjualan
Persediaan Awal - - 6,4 -
Harga Pokok Produksi 25,4 38,4 33,4 97,2
Persediaan Akhir - (6,4) - -
Hpp 25,4 32,0 39,8 97,2
Laba Kot or 8,6 18,0 20,2 46,8

2) Biaya Pemasaran 9,1 16,4 19,1 44,8


Laba (Rugi) Bersih (0,5) 1,4 1,1 2,0

2001 digitized by USU digital library 5


===========================
* Harga Jual = Rp 2.000,00 per unit

12
Gambar 6.2

a. PT. Ratna Juwita- Laporan Rugi- Laba untuk tahun ke - 1,2,3


Dalam milyaran Rupiah, (Metode Variable Costing)
Tahun Tahun Tahun Tahun
Ke- 1 ke- 2 ke- 3 ke 1- 3
Penjualan 34,0 50,0 60,0 144,0
(- ) Hpp Variabel
Persediaan Awal - - 5,0 -
Harga Pokok Produksi Var 17,0 30, 0 25,0 72,0
Persediaan Akhir - ( 5,0) - -
Hpp Variabel 17,0 25,0 30,0 72,0
Biaya Pemasaran dan
Adm Var 8,5 12,5 15,0 36,0
Marjin Kontribusi 8,5 12,5 15,0 36,0
(- ) BOP Tetap 8,4 8,4 8,4 25,2
Biaya Pem & Adm Tetap 0, 6 4,1 4,1 8,8
9,0 12,5 12,5 34,0
Laba bersih (0,5) NIHIL 2,5 2,0
==== ==== ==== =====

b. Penjelasan perbedaan Laba Metode FC dengan Metode VC


Tahun Tahun Tahun
Ke- 1 ke- 2 ke- 3
Laba bersih (Metode FC) (0,5) 1,4 1,1
Laba bersih (Metode VC) (0,5) 0 2,5
Perbedaan 0 1,4 1,4

Perubahan jumlah Persediaan dalam


Unit (metode VC ) 0 5 5
Dikalikan tarif BOP Tetap 0,28 0,28 0,28
=== === ===
• Tarif ini dihitung dari total BOP Tetap ( = Rp 8,4 milyar ) dibagi dengan
kapsitas normal dalam unit ( 30 milyar unit )

1. Kelemahan Variable Costing


Setelah diuraikan kebaikan variable costing, berikut ini akan diuraikan
kelemahan- kelemahan Variable costing.
1. Pemisahan Biaya- biaya ke dalam variable dan biaya tetap
sebenarnya sulit dilaksanakan, karena jarang sekali suatu biaya
benar- benar variable atau benar- benar tetap. Suatu biaya
digolongkan sebagai biaya variable apabila asumsi berikut ini
dipenuhi :
a. Bahwa harga barang atau jasa tidak berubah.
b. Bahwa metode dan prosedur produksi tidak berubah- ubah.

2001 digitized by USU digital library 6


c . Bahwa tingkat efesiensi tidak berfluktuasi.

Sedangkan biaya tetap dapat dibagi menjadi 2 kelompok :


a. Biaya tetap yang dalam jangka pendek dapat berubah,
misalnya gaji manajer produksi, pemasaran, keuangan dan
pembukuan.
b. Biaya tetap yang dalam jangka panjang tetap konstan misalnya
beban depresiasi dan sewa kantor yang dikontrak untuk jangka
panjang.

Tetapi dalam jangka panjang semua biaya bersifat variable.


1. Metode variable costing tidak sesuai dengan prinsip akuntansi
yang lazim ( di Indonesia Prinsip Akuntansi Indonesia = PAI ),
sehingga laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan
masyarakat umum harus dibuat atas dasar full costing. Menurut
pendukung full costing adalah tidak wajar apabila BOP Tetap tidak
diperhitungkan dalam harga pokok persediaan dan harga
penjualan. BOP Tetap seperti halnya BOP Variable diperlukan
untuk menghasilkan produk oleh karena harus dibebankan sebagai
biaya produksi.
2. Tidak diperhitungkannya BOP Tetap dalam harga Pokok Persediaan
akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan
mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan- tujuan
analisa keuangan.

1. Kelemahan Full Costing


Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kedua metode penentuan harga
pokok tersebut akan menghasilkan perhitungan net income yang
berbeda. Masalahnya sekarang mana yang lebih secara konseptual dan
lebih mencerminkan kinerja manajemen.
Dengan memperlakukan BOP Tetap sebagai komponen harga pokok
produk pada metode full costing, akan membawa konsekuensi
dimasukkannya biaya tetap ini ke dalam rekening persediaan akhir
produk selesai apabila pada periode itu kwantitas penjualan lebih kecil
dari pada kwantitas produksi. Dengan demikan BOP Tetap seperti
depresiasi gedung pabrik akan menjadi “ aktiva “ dalam bentuk rekening
prsediaan pada neraca.
Defenisi aktiva yang paling diterima umum adalah defenisi yang
menekankan bahwa yang dinamakan aktiva itu adalah “ Cost “ yang
memiliki manfaat ekonomis atau jasa potensial atau mampu
menghindarkan perusahaan dari pengeluaran biaya yang sejenis di masa
yang akan datang.
Bila perusahaan menumpuk persediaan dengan tujuan untuk
mengantisipasi permintaan yang tinggi di masa yang akan datang,
dimana kapasitas terbatas dalam jangka pendek, maka persediaan
sebagai aktiva memang memiliki manfaat dimasa yang akan datang. Akan
tetapi dengan memperhitungkan BOP Tetap ke dalam persediaan –
menunda pembebanan BOP Tetap ke periode akuntansi berikutnya
sampai produk ini terjual – tidak dapat menghindarkan pengeluaran biaya
yang sejenis ( BOP Tetap ) di masa yang akan datang. BOP Tetap
seperti depresiasi gedung pabrik akan terus terjadi dalam periode
akuntansi berikutnya tanpa dipengaruhi oleh besarnya tingkat akitivitas
perusahaan.
Biaya tetap ini merupakan fungsi dari waktu.

2001 digitized by USU digital library 7


Kelemahan konseptual lainnya dari metode full costing ini adalah apabila
ada pengeluaran biaya yang disebabkan kapasitas menganggur atau
ketidak- efisienan. Biaya ini harus dibebankan pada periode terjadinya
bukan ditangguhkan ke periode yang akan datang untuk dima tchingkan
dengan revence saat itu. Itulah kiranya kelemahan metode full costing
yang juga sekaligus menjadi keunggulan metode variable costing.

2. Menilai Hasil Kerja Manajer.


Kapasitas penjualan rata- rata akan menghasilkan laba yang baik
dengan sistem metode FC. Tetapi hal ini tidak bisa dipraktekan dalam FC
sebab dengan harga pokok yang rendah, manajemen harus menutupi
BOPT yang dimasukkan ke period Cost. Dengan demikian manajemen
harus bekerja pada titik optimal. Prestasi manajemen bukan didasarkan
pada ke mampuan berproduksi, tetapi pada kemampuan menjual.
Hanya dengan “ mempermainkan “ tingkat produksi ( dalam FC)
manajemen telah menghasilkan laba yang relatif baik.
Kapasitas menganggur juga menjadi aspek penting dalam menilai hasil
kerja manajemen. Kapasitas menganggur ( yang kontrolable )
menggambarkan prestasi manajemen yang buruk, karena tidak mampu
bekerja secermat mungkin. Laba yang besar dalam laporan keuangan,
kefaliditasannya diragukan kalau tidak mau dikatakan sama sekali fiktif.
Seperti diungkapkan dalam majalah akuntansi ( 1989 : 5 ) edisi
September sebagai berikut :
“… sangatlah bijaksana apabila para pemegang saham, kreditur juga
meminta manajemen untuk membuat laporan rugi- laba yang disusun
dengan metode VC. Apakah laporan rugi- laba yang baru itu sebagai
pengganti atau pelengkap laporan konvensional, … yang jelas para
pemegang saham, kreditur jangan sampai keliru dalam pengambilan
keputusan, hanya karena membaca laporan rugi- laba yang menyesatkan
“.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat diamb il kesimpulan sebagai berikut :


1. Dalam perusahaan sering dijumpai kapasitas yang belum dimanfaatkan
sepenuhnya karena berbagai faktor.
2. Perbedaan utama antara Variable Costing dan Full costing terletak
pada perlakuan atas BOP Tetap.
3. Kalau perusahaan tidak ma mpu mengendalikan harga di pasar, maka
faktor utama dalam penentuan harga jual adalah unsur harga pokok.
4. Variable Costing mampu memberikan petunjuk bagi manajemen dalam
pembuatan keputusan.
5. Biaya yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan hanya biaya
re levan.
6. Metode Variable Costing terbutki tidak hanya bermanfaat bagi pihak
intern saja. Setidak- tidaknya ada 3 alasan mengapa untuk pelaporan
ekstern dengan metode variable Costing lebih unggul dari pada full
costing :
a. BOP Tetap seperti depresiasi, biaya ka rena adanya kapasitas
yang menganggur dan ketidak efisienan tidak mempunyai manfaat
ekonomis atau jasa potensial di masa yang akan datang. Biaya -
biaya seperti ini oleh metode variable costing langsung
dibebankan pada periode akuntansi terjadinya.
b. Persediaan akan lebih bermakna dalam pengmbilan keputusan,

2001 digitized by USU digital library 8


apabila persediaan dihitung atas dasar biaya variabel.
c . Metode Variable Costing mencegah kemungkinan manajemen
membuat laporan rugi laba yang menyesatkan. Manajemen tidak
dapat mempermainkan angka laba bersih melalui kebijaksanaan
produksi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Erwin T. Simampow, Tentang Manfaat Variable Costing, Akuntansi,


Februari 1989.
2. Hadibroto, H.S. ( 1982 ), Studi Perbandingan Antar Akuntansi Amerika
dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia , penerbit
PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve Jakarta.
3. Hongren, Charles T, Forester, George, ( 1988 ) Akuntansi Biaya I,
terjemahan Marianus Sinaga, Erlangga Jakarta.
4. Hendriksen, Eldon S. ( 1987 ) Teori Akuntansi 1, BPFE Universitas
Indonesia, Jakarta.
5. Machvoedz, Mas’ud ( 1988 ) Akuntansi Manajemen, BPFE UGM
Yogyakarta.
6. Manadi, Pelaporan Ekstern Dengan Metode Variable Costing, Akuntansi,
September 1989.
7. Soemarso SR, Drs., Ak., Peranan Harga Pokok Dalam Penentuan Harga
Jual, GSD, 1982.

2001 digitized by USU digital library 9

You might also like