You are on page 1of 10

Penggunaan Sendiri Obat Sakit Kepala, Demam dan Flu Contributed by DR.

Sudibyo Supardi

PENGGUNAAN OBAT YG SESUAI DENGAN ATURAN DALAM PENGOBATAN SENDIRI KELUHAN DEMAM-SAKIT KEPALA, BATUK DAN FLU (Sudibyo Supardi, Raharni - Puslitbang Farmasi Badan Litbangkes Depkes) ABSTRAK: Diperkirakan lebih dari separuh pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat tidak sesuai dengan aturan, antara lain menggunakan obat keras atau menggunakan kelas terapi obat yang tidak sesuai dengan keluhannya. Pengobatan sendiri yang tidak sesuai dengan aturan dapat membahayakan kesehatan, pemborosan waktu, dan pemborosan biaya karena harus melanjutkan upaya pengobatan. Masalahnya sampai kini belum diketahui berapa besar penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri di Indonesia, dan apa faktor prediksi penggunaan obat yang sesuai dengan aturan ? Tujuan analisis data ini adalah untuk (1) menghitung persentase penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri, (2) membuktikan secara bersama-sama umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, lokasi dan keluhan berhubungan bermakna dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, dan (3) mendapatkan faktor dominan terhadap penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis lanjut terhadap data morbiditas dari Survei Kesehatan rumah Tangga 2001, mencakup analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda. Sebagai sampel adalah penduduk Indonesia dewasa yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat untuk keluhan demam, sakit kepala, batuk, dan flu dalam kurun waktu satu bulan terakhir sebelum survei.

Kesimpulan analisis data menunjukkan: (1) penduduk yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri untuk keluhan demam-sakit kepala 78,0%, keluhan batuk 50,4%, dan keluhan flu 53,3%, (2) terbukti secara bersama-sama pendidikan yang tinggi, status ekonomi mampu, serta keluhan demam dan atau sakit kepala berhubungan bermakna dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, dan (3) keluhan demam dan atau sakit kepala merupakan faktor dominan terhadap penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. I. PENDAHULUAN Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional 2001 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan sebelum survai dilakukan sebesar 25,49% di perkotaan dan pedesaan, keluhan terbanyak mencakup demam, sakit kepala, batuk, dan pilek. Perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit persentase terbesar adalah pengobatan sendiri (58,78%), terutama menggunakan obat (83,88%), sisanya menggunakan obat tradisional dan atau cara tradisional (BPS, 2001). Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit tanpa resep/nasihat tenaga medis (Anderson, 1979). Penggunaan obat dalam pengobatan sendiri merupakan perilaku kesehatan. Menurut Green et al. (1980), setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, mencakup pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memudahkan suatu motivasi terlaksana, antara lain ketersediaan dan keterjangkauan berbagai sumber daya, misalnya, ketersediaan dana, jarak, dan transportasi. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang menentukan apakah perilaku memperoleh dukungan lingkungan sosial atau sebaliknya. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri adalah sebagai berikut. 1) Umur balita dan umur lanjut lebih banyak mengeluh sakit dan lebih banyak mengkonsumsi obat (Crooks dan Christopher, 1979). 2) Jenis kelamin wanita lebih sering melakukan pengobatan
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

sendiri (Crook dan Christopher, 1979), dan lebih banyak menggunakan obat resep dan obat bebas daripada pria (Leibowitz, 1989). 3) Orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak menggunakan obat, lebih banyak menyimpan obat, dan lebih besar belanja obat (Leibowitz, 1989). Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan pengobatan sendiri (Khaldun, 1995). 4) Orang dengan status ekonomi yang tinggi lebih banyak menyimpan obat dan lebih banyak belanja obat (Leibowitz, 1989). Ada hubungan yang bermakna antara bekerja dan pengobatan sendiri (Khaldun, 1995). 5) Lokasi yang dekat dengan sumber obat berhubungan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri (Zaky, 1997). Diduga penduduk yang berlokasi di kota jaraknya lebih dekat untuk menjangkau sumber penjualan obat bebas sehingga lebih mudah mendapatkan obat daripada penduduk di desa. 6) Orang yang mengeluh demam dan atau sakit kepala lebih sesuai dengan aturan menggunakan obat daripada keluhan lainnya. Ada hubungan yang bermakna antara ada/ tidaknya keluhan dan pemilihan penggunaan obat atau obat tradisional dalam pengobatan sendiri (supardi, et al., 1997). Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundangan, antara lain pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (SK Menkes No.2380/1983). Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan pemakaian, dosis, dan pernyataan lain yang diperlukan (SK Menkes No.917/ 1993). Ada batas lama pengobatan sendiri untuk keluhan tertentu. Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK Menkes No.386/1994). Jadi, simpulan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan adalah penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sesuai dengan keterangan yang wajib tercantum pada brosur atau kemasan obatnya. Kemudian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan Pengawas Obat dan Makanan) pada tahun 1996 menerbitkan buku Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan. Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan dalam buku tersebut antara lain mencakup kriteria tepat golongan, yaitu menggunakan golongan obat bebas, dan tepat obat, yaitu menggunakan kelas terapi obat yang sesuai dengan keluhannya (Depkes, 1996). Selanjutnya dalam buku tersebut antara lain disebutkan sebagai berikut. 1) Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya (370 C) dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Obat bebas yang digunakan mengandung zat berkhasiat Parasetamol atau Asetosal, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 2 hari. 2) Sakit kepala adalah keadaan kepala terasa sakit, rasa berdenyut, atau rasa berputar, yang seringkali disertai demam. Obat bebas yang digunakan mengandung zat berkhasiat Asetosal atau Parasetamol, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 2 hari. 3) Batuk adalah suatu reflek pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan. Obat bebas yang digunakan mengandung zat berkhasiat Gliseril Guaiakolat, Bromheksin, Ammonium Klorida, Dekstrometorfan HBr, Difenhidramin, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 3 hari. 4) Flu adalah infeksi virus, dengan gejala demam, sakit kepala, sakit otot, pilek, batuk, kering tenggorokan, kadang-kadang disertai diare. Obat bebas yang digunakan mengandung kombinasi zat berkhasiat analgetika/antipiretika, antihistamin, obat batuk dan dekongestan, lama pengobatan sendiri tidak boleh lebih dari 3 hari. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan, selain dapat membahayakan kesehatan, juga pemborosan waktu dan biaya karena harus melanjutkan upaya pengobatan ke pelayanan kesehatan
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

lain, seperti puskesmas atau dokter swasta. Berdasarkan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut : &ldquo;berapa besar penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri di Indonesia, dan apa faktor prediski penggunaan obat yang sesuai dengan aturan ? Tujuan umum penelitian adalah untuk mendapatkan data penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. Tujuan khusus penelitian adalah 1. Menghitung prevalensi masyarakat penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri 2. Membuktikan secara bersama-sama umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, lokasi, dan keluhan berhubungan bermakna dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri Hasil analisis data diharapkan dapat digunakan dalam kebijakan Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi Depkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam upaya pembinaan dan pengawasan industri farmasi berkaitan dengan penayangan iklan obat bebas dan keterangan yang wajib tercantum pada setiap kemasan obat bebas untuk meningkatkan perilaku masyarakat berkaitan dalam pengobatan sendiri. Juga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut berkaitan dengan perilaku penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. BAHAN DAN CARA Menurut Green, et al. (1980), tindakan seseorang secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (faktor orang), faktor pemungkin (faktor sarana), dan faktor penguat (faktor dukungan sosial). Berdasarkan teori, hasil penelitian dan data yang tersedia, maka disusun hipotesis sebagai berikut : &ldquo;Secara bersama-sama umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, lokasi dan keluhan berhubungan bermakna dengan penggunaan obat dalam pengobatan sendiri&rdquo;. Adapun definisi operasional variabel disusun sebagai berikut. Umur responden dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir, dibuat kategori bukan usia lanjut (20 &ndash; 59 tahun) dan usia lanjut.(> 60 tahun) Jenis kelamin responden dibuat kategori laki-laki dan perempuan. Pendidikan formal yang telah diikuti responden, dinilai berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki, dibuat kategori pendidikan rendah (tidak tamat SLTA) dan pendidikan tinggi (tamat SLTA ke atas). Status ekonomi diukur berdasarkan pengeluaran rumah tangga untuk makan dan bukan untuk makan selama sebulan per anggota rumah tangga, berdasarkan belanja sehari per orang 1$ = Rp 9.000 dibuat kategori: kurang mampu (< Rp 270.000) dan mampu (> Rp 270.000). Lokasi tinggal penduduk, dibuat kategori desa dan kota Keluhan yang dirasakan responden sebulan terakhir dari saat survei, berdasarkan kelas terapi obat yang digunakan, dibuat kategori : demam dan atau sakit kepala dan keluhan lainnya Tindakan responden menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri keluhan demam, sakit kepala, batuk, dan flu, dibuat kategori: sesuai dengan aturan (apabila memenuhi 2 kriteria, yaitu tepat golongan obat dan tepat kelas terapi obat, berpedoman pada buku ISO dan Kompendia Obat Bebas) dan tidak sesuai dengan aturan, yaitu tidak tepat golongan dan atau tidak menggunakan kelas terapi obat yang sesuai dengan keluhannya. Kesesuaian antara keluhan dan kelas terapi digunakan aturan berikut : Obat analgetika/ antipyretika digunakan untuk keluhan demam dan atau sakit kepala Obat antitusif/ expectoransia digunakan untuk keluhan batuk, batuk dan demam, batuk dan sakit kepala Obat antiinfluenza digunakan untuk keluhan flu, pilek/bersin, pilek dan demam, pilek, demam, dan sakit kepala. Rancangan penelitian yang digunakan
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

adalah analisis data sekunder hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 yang merupakan bagian dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2001, yang dilakukan secara cross sectional dengan pendekatan secara retrospektif kurun waktu sebulan sebelum survai. Populasi penelitian adalah penduduk Indonesia di 26 provinsi, tidak termasuk Provinsi Maluku, Provinsi Irian Jaya, dan Daerah Istimewa Aceh. Sampel penelitian merupakan subsampel Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001 yang hanya mencakup 16.021 anggota keluarga. Kriteria inklusi sampel adalah penduduk Indonesia dewasa (umur 20 tahun ke atas) yang menggunakan obat dalam upaya pengobatan sendiri keluhan demam, sakit kepala, batuk dan flu. Cara pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut. Dari 16.021 responden morbiditas SKRT 2001 yang diintegrasikan dengan data SUSENAS 2001, ada 8.573 (53,5%) responden yang mengeluh sakit dalam sebulan terakhir. Dari responden yang mengeluh sakit, ada 3.864 (45,1%) responden yang melakukan pengobatan sendiri. Dari responden yang melakukan pengobatan sendiri, ada 3.224 (83,4%) orang yang menggunakan obat. Dari yang menggunakan obat, ada 2.136 (66,3%) responden yang mengeluh demam, sakit kepala, batuk, atau flu. Dan sebanyak 1.371 (61,8%) responden tersebut berumur 20 tahun ke atas. Pengolahan data dilakukan dengan penambahan variabel. Variabel pekerjaan dan status ekonomi diambil dari data SUSENAS 2001. Variabel keluhan dibuat berdasarkan pengakuan responden, yaitu demam, sakit kepala, batuk, dan flu, dan kombinasinya. Variabel golongan obat dan kelas terapi obat dibuat berdasarkan nama obat yang digunakan responden. Analisis data dilakukan secara bertahap, (Riono, 1999) : 1) Analisis univariat digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi dan proporsi penggunaan obat yang sesuai dengan aturan. Keterbatasan penelitian mencakup (a) rancangan penelitian dalam bentuk survei cross-sectional terhadap variabel bebas dan terikat, sehingga tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat, (b) analisis data sekunder, sehingga secara teoritis variabel yang mungkin berhubungan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, seperti pengetahuan, sikap, pengalaman menggunakan obat, dan dorongan sosial tidak tersedia datanya, dan (c) juga penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dinilai hanya berdasarkan kesesuaian golongan obat dan kelas terapi obat. HASIL Hasil penelitian disajikan dalam bentuk (a) penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, dan (b) faktor prediksi penggunaan obat yang sesuai dengan aturan.

A.

Penggunaan Obat yang Sesuai dengan Aturan Tabel 1 menunjukkan responden yang menggunakan obat berdasarkan keluhan dan golongan obat. Rerata persentase responden yang menggunakan obat secara sesuai dengan aturan berdasarkan golongan obat (obat bebas) sebesar 95,6%, yaitu untuk keluhan demam dan atau sakit kepala (95,0%), untuk keluhan batuk (92,2%) dan untuk keluhan flu (96,9%). Responden yang menggunakan obat tidak sesuai dengan aturan berdasarkan golongan obat sebesar 4,4%. Tabel 2 menunjukkan responden yang menggunakan obat berdasarkan keluhan dan kelas terapi obat. Berdasarkan kelas terapi obat, persentase terbesar responden menggunakan obat yang termasuk kelas terapi analgetika/ antipiretika (55,7%). Persentase terbesar responden yang mengeluh demam dan atau sakit kepala menggunakan obat yang termasuk kelas terapi analgetika/antipiretika (81,6%), keluhan batuk menggunakan obat yang termasuk kelas terapi antitusif/ekspektoransia (48,1%) dan keluhan pilek/flu menggunakan obat yang termasuk kelas terapi antiinfluenza (52,1%). Rerata persentase responden yang menggunakan obat secara sesuai dengan aturan berdasarkan kelas terapi sebesar (81,6% x 685 + 59,7% x 129 + 58,9% x 557)/ 1371 = 70,3% (nama-nama obat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 5). Responden yang menggunakan obat tidak sesuai dengan aturan berdasarkan kelas terapi obat sebesar 29,7%. Tabel 3 menunjukkan responden yang menggunakan obat dalam pengobatan sendiri berdasarkan kesesuaian dengan aturan,
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

yaitu menggunakan obat bebas dan kelas terapi obat sesuai dengan keluhannya. Responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan untuk keluhan demam-sakit kepala sebesar 78,0%, keluhan batuk 50,4% dan keluhan flu 53,3%. Rerata penggunaan obat yang sesuai dengan aturan sebesar 65,4% dan yang tidak sesuai dengan aturan 34,6%, yang mencakup penggunaan obat resep dan atau penggunaan obat yang kelas terapinya tidak sesuai dengan keluhan. Tabel 4 menunjukkan responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, lokasi dan keluhan. Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan menurun dengan bertambahnya umur, terendah pada kelompok umur 60 tahun ke atas atau usia lanjut (57,7%). Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan lebih besar pada jenis kelamin perempuan (66,4%). Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan meningkat dengan meningkatnya pendidikan, terbesar pada pendidikan tamat SLTA ke atas atau pendidikan tinggi (71,3%). Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan hampir sama antara yang bekerja (65,1%) dan tidak bekerja (66,0%). Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan lebih besar pada status ekonomi mampu (66,5%). Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan lebih besar pada lokasi tinggal di kota (68,0%). Proporsi terbesar responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan adalah keluhan demam dan atau sakit kepala (78,0%), dan terkecil adalah keluhan batuk (50,4%). B. Faktor Prediksi Penggunaan Obat yang Sesuai dengan Aturan Tabel 5 menunjukkan hubungan antara variabel bebas dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, yaitu sebagai berikut ; Tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, lokasi tinggal dan pengunaan obat yang sesuai dengan aturan (p > 0,05). Ada hubungan bermakna antara pendidikan yang tinggi dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan (p<0,05). Ada hubungan bermakna antara keluhan demam dan atau sakit kepala dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan (p<0,05) Dari tabel 5 diambil variabel independen yang diduga berhubungan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri dengan nilai kemaknaan < 0,25, yaitu pendidikan, status ekonomi, dan keluhan sebagai prediktor untuk uji regresi logistik ganda. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis regresi logistik ganda antara variabel bebas dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan secara bersama-sama hanya pendidikan, status ekonomi, dan keluhan yang berhubungan bermakna dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan (p < 0,05). Berdasarkan nilai odds ratio (OR) dapat dikatakan bahwa : Responden dengan pendidikan tinggi (tamat SLTA ke atas) mempunyai kemungkinan 1,65 kali menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri daripada responden yang berpendidikan rendah (tidak tamat SLTA). Responden dengan status ekonomi mampu mempunyai kemungkinan 1,45 kali menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri daripada responden dengan status ekonomi kurang mampu. Responden dengan keluhan demam dan atau sakit kepala mempunyai kemungkinan 3,35 kali menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri daripada responden dengan keluhan lainnya (batuk atau flu). Keluhan demam dan atau sakit kepala (OR = 3,35) merupakan faktor dominan terhadap penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, kemudian
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

diikuti pendidikan yang tinggi (OR=1,65) dan status ekonomi mampu (OR=1,45). PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang mencakup (a) penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, (b) faktor prediksi penggunaan obat yang sesuai dengan aturan, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, lokasi, keluhan, dan (c) mendapatkan faktor dominan terhadap penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. A. Penggunaan Obat yang Sesuai dengan Aturan Responden yang menggunakan golongan obat tidak sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri sebesar 4,4%, yaitu menggunakan obat resep (Tabel 1). Hasil ini lebih rendah dari Survei sebelumnya yang mendapatkan golongan obat yang digunakan responden dalam pengobatan sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep 9,83% (Ditjen POM, 1993). Persentase terbesar responden menggunakan obat yang termasuk kelas terapi analgetika/ antipiretika sebesar 55,7% (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan temuan McEwen (1979), yang mendapatkan 50% obat bebas yang digunakan dalam pengobatan sendiri termasuk kelompok analgetika/ antipiretika, terutama digunakan untuk mengatasi keluhan pilek, sakit punggung, sakit kepala dan menstruasi. Survei sebelumnya menunjukkan kelas terapi obat bebas yang banyak digunakan di masyarakat berdasarkan urutan terbanyak adalah kelompok obat antiinfluenza, antipiretika/ analgetika, obat kulit, dan antitusif (Sjamsuhidajat, et al., 1990). Selanjutnya menurut Greenhalgh (1987), obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan sendiri berdasarkan urutan terbesar adalah vitamin, analgetika/ antipiretika, dan antiinfeksi, sebaliknya obat yang banyak ditulis dalam resep dokter adalah antiinfeksi, vitamin, dan analgetika/ antipiretika. Responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri, yaitu tepat golongan obat dan tepat kelas terapi obat sebesar 65,4% (Tabel 3). Hasil ini lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya, yang mendapatkan ibu-ibu yang menggunakan obat secara sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri kurang dari separuhnya (Supardi et al., 1997; Zaky, 1997). Angka penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya, mungkin karena karakteristik responden berbeda, yaitu mencakup lokasi kota dan desa, serta kriteria kesesuai dengan aturanan tidak mencakup dosis obat dan lama penggunaan. Angka penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya, mungkin karena pengetahuan responden yang tinggi akibat terpapar iklan obat. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa persentase terbesar masyarakat di desa dan di kota mendapat informasi obat terutama dari iklan obat di radio dan televisi (Supardi et al., 1997; Zaky, 1997). Dalam peraturan perundangan mengenai iklan obat dinyatakan bahwa &ldquo;informasi obat dalam iklan harus objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan&rdquo; .... &ldquo;Iklan obat bebas hendaknya bermanfaat bagi masyarakat dalam pemilihan obat bebas secara sesuai dengan aturan&rdquo; (SK Menkes No.386/1994). Sehubungan dengan hal tersebut, 71% penduduk Canada mengakui bahwa iklan obat di media massa membantu pemahaman tentang manfaat obat bebas dan membantu pemilihan obat yang digunakan dalam pengobatan sendiri (NDMAC, 1996). Angka penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya, mungkin karena pengetahuan responden yang tinggi akibat membaca brosur/ kemasan obat sebelum menggunakannya. Dalam peraturan perundangan mengenai brosur/ kemasan obat dinyatakan bahwa &ldquo;Semua obat bebas wajib mencantumkan keterangan tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, dan pernyataan lain yang diperlukan pada setiap kemasannya&rdquo; (SK Menkes No.2380/ 1983). Sehubungan dengan hal tersebut, 91% penduduk Canada mengakui telah membaca brosur/kemasan obat pertama kali menggunakan obat bebas. 78% dari mereka menyatakan keterangan yang tertera pada brosur/kemasan obat jelas dan mudah dimengerti, serta 72% dari mereka menyatakan brosur/kemasan obat membantu pemilihan obat yang dibutuhkan (NDMAC, 1996). B. Faktor Prediksi Penggunaan Obat yang Sesuai
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

dengan Aturan 1. Umur Proporsi responden yang menggunakan obat secara sesuai dengan aturan berbanding terbalik dengan peningkatan umur, terendah pada responden usia lanjut (Tabel 4). Hal ini mungkin disebabkan usia lanjut lebih banyak mengeluh sakit dan mengkonsumsi obat (Crooks dan Christopher, 1979; Ruskamp dan Hemminski, 1993), sehingga lebih banyak yang menggunakan obat tidak sesuai dengan aturan. Hubungan antara umur dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik tidak bermakna (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supardi, et al. (1998), yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara umur dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. 2. Jenis kelamin Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih besar pada perempuan (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih sering melakukan pengobatan sendiri (Crook dan Christopher, 1979), dan lebih banyak menggunakan obat resep dan obat bebas daripada laki-laki (Leibowitz, 1989; Ruskamp dan Hemminski, 1993). Tetapi hubungan antara jenis kelamin dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik tidak bermakna (Tabel 5). 3. Pendidikan Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan berbanding lurus dengan peningkatan pendidikan, tertinggi pada pendidikan tamat SLTA ke atas (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Leibowitz (1989), yang menyatakan orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak menyimpan obat, lebih banyak menggunakan obat, dan lebih besar belanja obat. Hubungan antara pendidikan dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik bermakna (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khaldun (1995) dan Supardi, et al. (1998), yang menyatakan ada hubungan bermakna antara pendidikan dan pengobatan sendiri. 4. Status Ekonomi Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih besar pada status ekonomi mampu (Tabel 4). Menurut Leibowitz (1989), orang yang mempunyai penghasilan tinggi lebih banyak belanja obat dan menggunakan obat, sehingga kemungkinan untuk menggunakan obat yang sesuai dengan aturan lebih besar. Hubungan antara status ekonomi dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik tidak bermakna. 5. Lokasi Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan lebih besar pada lokasi tinggal di kota. Jika diasumsikan lokasi berkaitan dengan jarak ke sumber pengobatan, maka jarak ke sumber pengobatan lebih dekat di kota karena lebih banyak warung, daripada di desa. Hubungan antara lokasi di kota dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik tidak bermakna . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Weking (1999), yang menyatakan hubungan antara jarak ke warung obat dan pengobatan sendiri secara statistik tidak bermakna. 6. Keluhan Proporsi responden yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri lebih besar pada keluhan demam dan atau sakit kepala . Hal ini sesuai dengan temuan Crooks dan Christopher (1979), yang menyatakan bahwa keluhan yang banyak ditanggulangi dengan pengobatan sendiri adalah demam 94%, sakit kepala 83%, gangguan saluran pencernakan 81%, dan gangguan saluran pernapasan 78%. Hubungan keluhan sakit dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan secara statistik bermakna (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supardi, et al. (1997), yang menyatakan keluhan berhubungan bermakna dengan pemilihan penggunaan obat atau obat tradisional. 7. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Secara
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

bersama-sama pendidikan yang tinggi (OR= 1,65), status ekonomi mampu (OR=1,45), dan keluhan demam dan atau sakit kepala (OR=3,35) berhubungan bermakna dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan (Tabel 6). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Pendidikan berhubungan searah dengan pengetahuan tentang penggunaan obat yang sesuai dengan aturan (Supardi, et al., 1998), dan menurut Green, et al, (1980), pengetahuan berhubungan searah dengan tindakannya. Status ekonomi berkaitan dengan kemampuan daya beli seseorang untuk memilih dan menggunakan obat yang sesuai dengan keluhannya, dan menurut Green, et al, (1980), ketersediaan dana berhubungan searah dengan tindakannya Keluhan demam dan atau sakit kepala merupakan keluhan yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat. Di lain pihak obat bebas yang beredar (terdaftar pada Departemen Kesehatan) yang paling banyak adalah kelompok analgetika/ antipiretika (lihat lampiran 1), sehingga kemungkinan iklan obat yang terbanyak adalah kelompok analgetika/ antipiretika. Jadi masyarakat yang mengeluh demam dan atau sakit kepala akan lebih mudah untuk mendapatkan dan lebih tahu karena frekuensi iklan obat yang berkaitan dengan obat kelompok analgetika/ antipiretika, lebih banyak, sehingga cenderung menggunakan obat sesuai dengan aturan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diambil simpulan sebagai berikut 1) Penduduk yang menggunakan obat sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri, yaitu menggunakan obat bebas dan menggunakan kelas terapi obat yang sesuai dengan keluhannya sebesar 65,4%, dengan perincian keluhan demam-sakit kepala 78,0%, keluhan batuk 50,4%, dan keluhan flu 53,3%. 2) Secara bersama-sama pendidikan yang tinggi, status ekonomi mampu, serta keluhan demam dan atau sakit kepala berhubungan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri. 3) Keluhan demam dan atau sakit kepala merupakan faktor dominan terhadap penggunaan obat yang sesuai dengan aturan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hal tersebut disarankan kepada Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi Departemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, antara lain melalui : 1) Pembinaan dan pengawasan terhadap industri farmasi agar iklan obat bebas yang ditayangkan di media elektronika dapat memberikan informasi obat yang objektif dan lengkap bagi masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri. 2) Pembinaan dan pengawasan terhadap industri farmasi agar keterangan yang wajib tercantum pada brosur/kemasan obat bebas menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan informatif sehingga dapat menjadi panduan bagi masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri. Juga disarankan untuk melakukan penelitian tentang metode dan media yang paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri bagi masyarakat di kota dan desa. KEPUSTAKAAN Anderson, J.A.D. 1979. &ldquo;Historical Background to Self-care&rdquo;. Dalam Anderson J.A.D. (ed). Self Medication. The Proceedings of Workshop on Self Care. London: MTP Press Limited Lancaster, 10-18. Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics) 2001. Jakarta: 46-71. Crooks, J. dan Christopher, L.J. 1979. &ldquo;Use and Misuse of Home Medicines&rdquo;. Dalam Anderson J.A.D (ed). Self Medication. The Proceedings of Workshop on Self-Care, London: MTP Press Limited Lancaster, 31-37.
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

Departemen Kesehatan. 1983. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Pasal 1 ayat 2 dan 5, Pasal 3. Departemen Kesehatan RI 1996. Kompendia Obat Bebas. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: 1, 8, 11. Departemen Kesehatan. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 917/Menkes/ Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Pasal 1 Ayat 1-3 Departemen Kesehatan. 1994. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. Bab umum. Departemen Kesehatan. 1999. Pokok Program dan Program Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 80-86. Direktorat Jenderal. P.O.M, Universitas.Atmajaya, dan W.H.O. 1993. Penggunaan Obat Pada Masyarakat Perkotaan di Tiga Kota Besar di Jawa. Jakarta: Departemen Kesehatan, 35 halaman. Green, Lawrence W, Marshall W. Keuter, Sigrid G. Deeds, dan Kay B. Partridge. 1980. Health Education Planning, a Diagnostic Approach. California: Mayfield Publishing Company, 14-15. Greenhalgh, Trisha. 1987. &ldquo;Drug Prescription and Self-Medication in India: an Exploratory Survey&rdquo;. Dalam Social Science & Medicine, 25 (3): 307-318. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2001. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Edisi Farmakoterapi, Jakarta. Holt, Gary A. & Edwin L. Hall. 1986. &ldquo;The Pros and Cons of Self-medication&rdquo;. Dalam Journal of Pharmacy Technology, September /October: 213-218. Khaldun, Syamsu. 1995. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Mengobati Sendiri Anak Balitanya yang Menderita Penyakit Batuk Pilek di Pedesaan Jawa Barat. Jakarta: Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: 57-71. Kasniyah, N. 1983. Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Sistem Pengobatan, Khususnya Penanggulangan Penyakit Anak Balita pada Masyarakat Pedesaan Jawa.Tesis Program Studi Antropologi Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta: 90. Leibowitz, Arleen, 1989. &ldquo;Substitution Between Prescribed and Over-the-counter Medications&rdquo;. Dalam Medical Care, 27(1): 85-94. McEwen, J. 1979. &ldquo;Self-medication in The Context of Self-care: A review&rdquo;. Dalam:elf Medication. The Proceedings of Workshop on Self Care, London: MTP Press Limited Lancaster, 95-111. nderson, J.A.D (ed). S Non prescription Drug Manufacturers Association Canada. 1996. &ldquo;Advertising: an Important Role in Responsible Self-Medication in Canada&rdquo;. Dalam Self-Medication Digest, Oktober 1996, Toronto, 8. Riono, Pandu, Asri C. Ardisasmita, Iwan Ariawan. 1992. Apikasi Regresi Logistik. Depok: Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat FKM-UI, halaman 112. Rosenstock, Irwin M., 1974. The Health Belief and Preventive Health Behavior. Health Education Monograph, 2(4): 354. Ruskamp, F.M. Haaijer dan E. Hemminski, 1993. &ldquo;The Social Aspects of Drug Use&rdquo;. Dalam: Drug Utilization Studies, Methods and Uses. Copenhagen: World Health Organization Regional Office for Europe, p. 97-99. Sjamsuhidayat, S.S, Nani Sukasediati, Ondri Dwi Sampurno. 1990. Laporan
http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com Powered by Mambo Generated:11 March, 2011, 12:56

Penelitian Opesesuai dengan aturan Pengadaan Obat pada Posyandu. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes, 1-37. Supardi, Sudibyo, et al. 1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempenga-ruhi Penggunaan Obat dan Obat Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes. Supardi, Sudibyo, et al. 1998. Laporan Penelitian Pengaruh Penyuluhan Obat Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Penggunaan Obat yang Sesuai dengan aturan dalam Pengobatan Sendiri oleh Ibu di Kabupaten Cianjur. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Litbangkes. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Weking, Joseph Michael. 1998. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Obat Besas Terbatas (Daftar W) dalam Upaya Masyarakat Mengobati Dirinya Sendiri di Kabupaten Purwakarta. Depok: Tesis Program Ilmu Kesehatan Masyarakat, halaman 92-94. Young, James C., 1980. &ldquo;A model of Illness Treatment Decisions in a Tarascan Town&rdquo;. Dalam American Ethnologist, 7(1): 106-131. Zaky, Mohammad, 1997. Efektivitas dan Efisiensi Penggunaan Obat Dalam Upaya Pengobatan Sendiri Pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Cibodasari Kota Tangerang. Depok: Skripsi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, halaman 69. *) dimuat pada Jurnal Kedokteran YARSI vol 14 No.1 Jan - April 2006, hal 061-069.

http://apotekputer.com/ma - apotekputer.com

Powered by Mambo

Generated:11 March, 2011, 12:56

You might also like