You are on page 1of 16

Bangsa Indonesia seperti bangsa yang sedang berkembang lainnya mempunyai lingkungan serta perilaku masyarakatnya yang kurang

menguntungkan, sehingga dapat menyebabkan tingginya kejadian penyakit menular yang masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan anak-anak di negara berkembang. Diperkirakan sekitar 1000 juta kejadian diare tiap tahun anak balita dengan perkiraan 5 juta kematian tiap tahun. Sekitar 80% kematian ini terjadi pada dua tahun pertama kehidupan anak (Buku Ajar Diare, Dep.Kes.RI,1990). Menurut Adhyatma (1982) di Indonesia penyakit diare yang mempunyai angka kesakitan 40% per tahun (1980-1984), menyerang terutama anak balita (60-80%). Sedangkan angka kematian disebabkan oleh diare merupakan 20-40% dari seluruh kematian, sehingga diare perlu mendapat perhatian dalam program upaya pemberantasan penyakit maupun penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan pada umumnya. Sementara angka kesakitan diare di daerah tranmigrasi dari 18 propinsi yang melaporkan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare per 1000 penduduk tertinggi ada di propinsi Sulawesi selatan (86.11), propinsi DI Aceh 63,45) menyusul propinsi Irian Jaya (36,84) dan terkecil adalah propinsi Jambi 8,75 per 1000 penduduk, sedangkan pada tahun 1999 tertinggi terjadi di propinsi Sulawesi Utara (102,53), menyusul Irian Jaya (84,29), Sulawesi Tenggara (54,78) dipropinsi Maluku (1,02).

Faktor penyebab diare sangat beragam, salah satunya karena infeksi secara parenteral ataupun enteral baik oleh infeksi virus, bakteri, ataupun infeksi parasit. Di negara berkembang, Shigella spp. merupakan salah satu bakteri penyebab diare pada anak disamping infeksi oleh bakteri Enterotoxigenic E. Coli (ETEC), Campylobacter jejuni dan Enteropathogenic E. Coli (EPEC). Di Indonesia Shigella menyebabkan kira-kira 10% diare akut pada anak sedang pada dewasa sekitar 2%. Kuman ini merupakan penyebab disentri yang paling sering pada anak. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang primata. Penyebaran shigellosis sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosis infeksiusnya rendah (10-100 organisme) sudah dapat menyebabkan sakit. Penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi bisa juga terjadi. Infeksi Shigella mungkin menyebabkan demam dan diare cair atau menimbulkan sindrom disentri. Kematian paling tinggi terjadi pada anak yang menderita kurang gizi. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia ialah S.dysenteri, S.flexnewri, S.boydii dan S.sonnei. Di daerah tropis yang sering tersering ditemukan ialah S.dysenteri dan S.flexneri, sedangkan S.sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri.

A. DEFINISI Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut oleh kuman genus Shigella spp. yang menginvasi saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan kerusakan sel-sel mukosa usus tersebut. B. EPIDEMOLOGI Shigellosis sangat endemik di daerah yang sanitasinya sangat kurang. Biasanya 1020% penyakit saluran pencernaan dan 50% diare yang berdarah atau disentri dari anakanak bisa disebabkan oleh shigellosis. Prevalensi dari penyakit ini menurun dalam 5 tahun terakhir ini. Shigella ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1979, sebanyak 20.135 kasus shigella telah dilaporkan oleh Centre for Disease Control. Shigella lebih sering ditemukan selama akhir musim panas, tetapi sifat ini kurang menonjol sebagaimana Salmonella. Di Negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk dan penduduknya yang padat, penularannya sangat mudah biasanya terjadi melalui fekal-oral. Lalat juga bisa menyebarkan kuman ini melalui feses penderita lalu hinggap di makanan. Penyebaran juga bisa terjadi melalui benda mati, seperti alat-alat permainan. Umumnya menginfeksi anak-anak dibawah umur 10 tahun, angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok umur 1-4 tahun. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang primata. Penyebaran shigellosis sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosis infeksiusnya rendah (10-100 organisme) sudah dapat menyebabkan sakit. Pada umumnya masa inkubasi shigellosis adalah pendek yaitu antara 24 jam sampai 4 hari. Gejala biasanya timbul antara hari pertama sampai ketiga terinfeksi. Kebersihan pribadi sangat penting dalam pencegahan penyakit ini dan orang-orang yang saling berhubungan di lingkungan sanitasi yang buruk mempunyai resiko lebih besar untuk menimbulkan cetusan Shigellosis. Dengan demikian, orang-orang yang tinggal di rumah sakit jiwa, lembaga pemasyarakatan, instalasi militer serta tempat penampungan Indian, kerap kali terserang penyakit ini. C. ETIOLOGI Shigellosis disebabkan oleh kuman Shigella spp. Kuman ini tergolong genus Shigella yang merupakan bakteri gram negatif, bentuk batang, non motil, anaerobik fakultatif dan tidak bertangkai serta secara biokimia meragikan laktosa sangat lambat bahkan tidak sama sekali. Dibagi 4 kelompok serologik yaitu S.dysenteri (12 serotipe), S.flexnewri (6 serotipe), S.boydii (18 serotipe) dan S.sonnei (1 serotipe). Di daerah tropis yang

tersering ditemukan ialah S.dysenteri dan S.flexneri, sedangkan S.sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri. D. PATOFISIOLOGI Pemasukan hanya 200 basil Shigella dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambung selama 4 jam. Sesudah masuk melalui mulut dan mencapai usus, bakteri invasif ini di dalam usus besar memperbanyak diri. Shigella sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor virulensi yaitu : - Dinding polisakarida sebagai antigen halus - Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi - Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O (somatic) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella dengan sel enterosit. Dupont (1972) dan Levine (1973) mengutarakan bahwa Shigella seperti Salmonella setelah menembus enterosit dan berkembang didalamnya sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis selsel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar ke sekitarnya serta menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan pembelahan intrasel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella.

Invasi bakteri ini mengakibatkan terjadinya infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya ke luar bersama tinja. Shigella juga mengeluarkan toksin (Shiga toksin) yang bersifat nefrotoksik, sitotoksik (mematikan sel dalam benih sel) dan enterotoksik (merangsang sekresi usus) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa usus menjadi nekrosis. E. GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang didapat pada Shigellosis adalah : Diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir. Demam tinggi mendadak sampai mencapai 42 C Nyeri perut, tenesmus Neusea dan vomitus Dehidrasi sesuai derajatnya Takikardi dan takipneu Lamanya sakit 5 - 7 hari. Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3-5 hari, kemu dian sembuh sempurna. Pada tipe fulminant yang berat, penderita dapat mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan muntah-muntah disusul dengan penurunan temperatur, toksemia yang berat dan diakhiri dengan kematian penderita. D. DIAGNOSIS Dasar untuk menentukan diagnosis adalah dengan memperhatikan gejala-gejala klinik dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik atas tinja untuk membedakan dengan infeksi oleh kuman lain misalnya amebiasis. Pemeriksaan darah rutin kadang didapatkan leukopenia dan apabila sudah terjadi komplikasi HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) maka didapatkan gambaran anemia hemolitik dan trombositopenia. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rectum, akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Biasanya pasien datang sudah dalam keadaan dehidrasi. Pada infeksi akut, pemeriksaan proctoscopy menunjukkan radang mukosa usus yang difus, membengkak dan sebagian besar tertutup eksudat. Ulkus ulkus dapat pula dijumpai, dangkal, bentuk dan ukurannya tidak teratur dan tertutup oleh eksudat yang purulen. Pada infeksi kronis, terlihat parut pada kolon, proses ulserasi tidak aktif, sedangkan gejala-gejala klinik berganti-ganti antara stadium remisi dan eksaserbasi. Pada waktu kambuh, penderita mengalami demam, diare dengan darah dan lendir serta

serta eksudat seluler dalam tinja. Penderita dengan infeksi kronis, seringkali mengalami kepekaan yang berlebih terhadap beberapa macam makanan misalnya susu, sehingga menimbulkan defisiensi nutrisi. E. PENATALAKSANAAN 1. Penanganan Dehidrasi. Yang perlu dihindari apabila terserang diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi, sebab ini bisa berakibat fatal. Tingkat keparahan dehidrasi dapat digolongkan sbb: Dehidrasi ringan (kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula). Diare berlangsung sekali tiap 2 jam atau lebih. Gejala lain: rasa haus, gelisah, tapi elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare semakin sering dengan volume lebih besar. Gejala lain terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernapasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, elastisitas kulit lambat. Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah. Gejala lain: mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernapasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, elastisitas kulit sangat lambat. Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan memberikan cairan elektrolit/oralit yang cukup dilarutkan dalam air minum. Bila larutan oralit tidak tersedia, kita dapat membuat larutan gula-garam dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir + 1/4 sendok teh garam + 200 cc air matang hangat. Atau bisa juga dicoba dengan air beras, air kelapa atau kaldu sayuran (tanpa lemak). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, dalam keadaan darurat juga diberikan oralit sebelum dibawa ke rumah sakit. Penderita perlu segera dilarikan ke rumah sakit terutama kalau penderita muntah terus sehingga oralit tidak bisa masuk, tidak kencing selama 6 jam, tinja telah bercampur darah, terus menerus diare tanpa henti. Di rumah sakit biasanya pasien segera diberi cairan rehidrasi parenteral seperti Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Oralit atau garam rehidrasi oral tadi merupakan campuran garam dan gula dalam perbandingan mirip dengan cairan tubuh. Larutan ini penting diberikan pada penderita diare, terutama pada penderita anak-anak atau lansia, guna menggantikan air yang hilang akibat diare, muntah, berkeringat.

Pasangan glukosa dan garam Na dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Na merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain), dengan kemampuan meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus secara kuat (sekitar 25 x lebih banyak daripada biasanya). Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas belimbing air, diaduk sampai larut. Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok oralit, tunggu 5- 10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang diberikan 10-15 cc/kg BB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan lambung. Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran terlalu tinggi atau terlalu pekat yang bisa mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit menjadi merah. Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna (berserat tinggi) dan berlemak. 2. Pengobatan. Dasar pengobatan pada Shigellosis yaitu dengan penggunaan antibiotik, memperbaiki dan mencegah dehidrasi dan mengendalikan gejala penyerta. Penatalaksanaan dehidrasi pada umumnya sama dengan diare oleh sebab yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Terapi diatetik disesuaikan dengan status gizi penderita yang didasarkan pada umur dan berat badan. Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin sebagai drug of choice, tetapi banyak yang sudah resisten terhadap obat ini sehingga digunakan antibiotik lain. TrimethoprimSulfamethoxazole (Kotrimoksasol) merupakan pilihan efektif untuk Shigellosis. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan Sefalosporin.

Kotrimoksasol pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 160 mg/kali per oral sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan tidak dianjurkan. Untuk anak dosisnya 8-10 mg/kg/ kali per oral diberikan selama 5 hari. Obat ini tidak boleh digunakan pada penderita anemia megaloblastik dan defisiensi G-6PD. Cefriaxone pada orang dewasa dapat diberikan 2 g IV/IM sekali pakai atau dibagi menjadi 2 kali pemberian. Untuk dosis pediatrik 50 mg/kg/kali IV/IM diberikan sekali sehari. Untuk Cefixime pada dewasa diberikan 400 mg/kali per oral sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis pediatrik 15 mg/kg per oral sebagai dosis awal lalu dilanjutkan 8 mg/kg/kali per oral untuk 5 hari. Nalidixic acid pada dewasa diberikan 1 gr per oral 4 kali sehari. Untuk dosis pediatrik 55 mg/kg/kali per oral dibagi dalam 4 kali pemberian selama 5 hari. Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat. Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, norit, dan sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya. Penderita Shigellosis harus istirahat penuh di tempat tidur. Makanan harus kaya a kan protein dan vitamin serta mudah dicerna. Obat penenang diberikan apabila diperlukan saja. 3. Pencegahan - Apabila bepergian ke daerah endemik sebaiknya bahan makanan baik buah-buahan ataupun sayuran harus dicuci terlebih dahulu lalu dimasak sebelum dimakan. - Biasanya air yang terkontaminasi oleh kotoran penderita juga merupakan sumber penyebaran Shigella.

- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet - Memisahkan penderita demam dengan penderita diare di rumah sakit. Prognosis Pada kebanyakan anak sehat, Shigellosis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan biasanya sembuh spontan. Kadang-kadang organisme tersebut dapat dibiakkan hingga 3 bulan setelah suatu periode shigellosis akut. Peningkatan morbiditas dan mortalitas tampak pada populasi tertutup seperti rumah sakit jiwa, atau pada negara-negara yang belum berkembang dimana malnutrisi sering ditemukan. DAFTAR PUSTAKA

- Abuhammour, Walid. 2002. Shigella Infection. www. Emedicine.com - Behrman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson buku 2. EGC: Jakarta - Kroser, Joyann. 2005. Shigellosis. www. Emedicine. com - Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, edisi ketiga. Media Aesculapius: Jakarta - Partawihardja, S. 1991. Pengantar Diare Akut Anak. Badan Penerbit Undip: Semarang - Staf Pengajar IKA UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak buku 1. FK UI: Jakarta

FOOD AND WATER DISEASE SHIGELLOSIS NAMA : IRA TITAH SRI RAHAYU NIM : E2A009154 FKM UNDIP 2009 FOOD AND WATER DISEASE SHIGELLOSIS A. DEFINISI Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut yang disebabkan oleh kuman genus Shigella spp, yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan kerusakan pada sel sel mukosa usus. B. EPIDEMIOLOGI Shigellosis adalah salah satu penyakit yang sangat endemic di daerah yang sanitasinya sangat kurang. Biasanya 10 20% penyakit saluran pencernaan dan 50% diare yang berdarah atau bisa disebut disentri. Desentri biasanya menyerang pada anak anak yang disebabkan oleh shigellosis. Prevalensi penyakit desentri menurun dalam 5tahun terakhir ini. Shigella ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1979,sebanyak 20.135 kasus shigella yang telah dilaporkan oleh Center For Disease Control. Shigella lebih sering ditemuka selama akhir musim panas. Di Negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk dan penduduk yang padat maka semakin mudah penyakit ini menyebar. Desentri terjadi melalui fekal oral penyebaran penyakit desentri bisa juga disebabkan oleh lalat yang bisa menyebarka kuman ini melalui feces penderita kemudian lalat menghinggapinya dan menyebarkannya. Penderita desentri biasanya yang terkena adalah anak anak yang berusia 10 tahun angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok anak berusia 1-4 tahun. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang. Penyebaran shigello sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosisi infeksiusnya rendah ( 10 100 organisme ) sudah dapat menyebabkan sakit. Pada umumnya masa inkubasi shigellosis adalah 1 sampai 3 hari. Gejala biasanya

timbul antara hari pertama hari ketiga terinfeksi. Kebersihan pribadi sangat penting dalam pencegahan penyakit desentri terutama pada orang yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk, dan mempunyai resiko untuk menimbulkan penyakit desentri ini. C. ETIOLOGI Shigellosis ( desentri ) disebabkan oleh kuman shigella spp. Kuman ini tergolong genus Shigella yang merupakan bakteri gram negative, berbentuk batang, non moti, aneorobik fakultatif. Shigellosis dibagi menjadi 4 kelompok serologi yaitu : S.dysenteri ( 12 serotipe), S. flexnewri ( 6 serotipe ), S. boydii ( 18 serotipe ) dan S. sonnei ( 1 serotipe). Diantara keempat kelompok tersebut ada beberapa yang sering ditemukan didaerah tropis yaitu S. dysentri dan S. flexneri. Sedangkan S.sonnel lebih sering ditemukan pada daerah subtropis. D. PATOFISIOLOGI Hanya ada beberapa Shigella yang dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambun selama 4 jam. Sesudah masuk melalui mlut dan mencapai usus, bakteri invasive ini akan memperbanyak diri di dalam usus besar. Ada 3 faktor virulensi yang menyebabkan diare : 1. Dinding polisakarida sebagai antigen halus 2. Kemampuan mengadakan invasi enterosi dan proliferasi 3. Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O ( somatic ) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella dengan sel enterosi. Dupont ( 1972 ) dan Levine ( 1973 ) mengutarakan bahwa shigella seperti salmonella setelah menembuus eritrosit dan akan berkembang didalamnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel sel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar kesekitarnya serta menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Sifat invasive dan pembelahan intra sel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella. Invasi bakteri ini dapat mengakibatka terjadinya infiltrasi sel sel polimorfonuklear dan dapat menyebabkan matinya sel sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak tuka kecil di daerah invasi ang menyebabkan sel sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk kelumen usus seta akhirnya keluar bersama tinja. Shigella juga bisa mengeluarkan toksin ( shiga toksin ) yan bersifat nefrotoksik, sitotoksik ( mematiakan sel dalam benih sel ) dan enterotoksik ( merangsang sekresi usus ) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa menjadi nekrosis. E. GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang disapat pada shigellosis adalah : diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir. Demam tinggi mendadak sampai mencapai 42 derajad celcius. Nyeri perut, tenesmus, naesea dan vomitus. Dehidrasi sesuai derajatnya, takikardi dan takipneu, lamanya sakit +_ 5 7 hari. Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3 5 hari dan kemudian sembuh sempurna. Pada tipe fulminan yang berat, penderita dapat mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan muntah untah di susul dengan penurunan temperature, toksemia yang berat dan diakhiri dengan kematian penderita. F. DIAGNOSIS Dasar untuk menentukan diagnosis adalah dengan memperhatikan gejala-gejala klinik dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik atas tinja untuk membedakan dengan infeksi oleh kuman lain misalnya amebiasis. Pemeriksaan darah rutin kadang didapatkan leukopenia dan apabila sudah terjadi komplikasi HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) maka didapatkan gambaran anemia hemolitik dan trombositopenia. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rectum, akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Biasanya pasien datang sudah dalam keadaan dehidrasi. Pada infeksi akut, pemeriksaan proctoscopy menunjukkan radang mukosa usus yang difus, membengkak dan sebagian besar tertutup eksudat. Ulkus ulkus dapat pula dijumpai, dangkal, bentuk dan ukurannya tidak teratur dan tertutup oleh eksudat yang purulen. Pada infeksi kronis, terlihat parut pada kolon, proses ulserasi tidak aktif, sedangkan gejala-gejala klinik berganti-ganti antara stadium remisi dan eksaserbasi. Pada waktu kambuh, penderita mengalami demam, diare dengan darah dan lendir serta serta eksudat seluler dalam tinja. Penderita dengan infeksi kronis, seringkali mengalami kepekaan yang berlebih terhadap beberapa macam makanan misalnya susu, sehingga menimbulkan defisiensi nutrisi.

G. PENANGANAN DEHIDRASI Yang perlu dihindari apabila terserang diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi, karena apabila terjadi dehidrasi maka akan berakibat fatal pada penderita. Tingkat keparahan dehidrasi dapat digolongkan sbb: 1. Dehidrasi ringan ( kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula ). Diare berlangsung sekali tiap 2 jam atau lebih. Gejala lain: rasa haus, gelisah, tapi elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar. 2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare semakin sering dengan volume lebih besar. Gejala lain terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernapasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, elastisitas kulit lambat.

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah. Gejala lain: mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernapasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, elastisitas kulit sangat lambat. Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan memberikan cairan elektrolit/oralit yang cukup dilarutkan dalam air minum. Bila larutan oralit tidak tersedia, kita dapat membuat larutan gula-garam dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir + 1/4 sendok teh garam + 200 cc air matang hangat. Atau bisa juga dicoba dengan air beras, air kelapa atau kaldu sayuran (tanpa lemak). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, dalam keadaan darurat juga diberikan oralit sebelum dibawa ke rumah sakit. Penderita perlu segera dilarikan ke rumah sakit terutama kalau penderita muntah terus sehingga oralit tidak bisa masuk, tidak kencing selama 6 jam, tinja telah bercampur darah, terus menerus diare tanpa henti. Di rumah sakit biasanya pasien segera diberi cairan rehidrasi parenteral seperti Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Oralit atau garam rehidrasi oral tadi merupakan campuran garam dan gula dalam perbandingan mirip dengan cairan tubuh. Larutan ini penting diberikan pada penderita diare, terutama pada penderita anak-anak atau lansia, guna menggantikan air yang hilang akibat diare, muntah, berkeringat. Pasangan glukosa dan garam Na dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Na merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain), dengan kemampuan meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus secara kuat (sekitar 25 x lebih banyak daripada biasanya). Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas belimbing air, diaduk sampai larut. Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok oralit, tunggu 5- 10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang diberikan 10-15 cc/kg BB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan lambung. Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran terlalu tinggi atau terlalu pekat yang bisa mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit menjadi merah. Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna ( berserat tinggi ) dan berlemak.

H. PENGOBATAN Dasar pengobatan pada Shigellosis yaitu dengan penggunaan antibiotik, memperbaiki dan mencegah dehidrasi dan mengendalikan gejala penyerta. Penatalaksanaan dehidrasi pada umumnya sama dengan diare oleh sebab yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan. Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin sebagai drug of choice, tetapi banyak yang sudah resisten terhadap obat ini sehingga digunakan antibiotik lain. TrimethoprimSulfamethoxazole (Kotrimoksasol) merupakan pilihan efektif untuk Shigellosis. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan Sefalosporin. Kotrimoksasol pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 160 mg/kali per oral sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan tidak dianjurkan. Untuk anak dosisnya 8-10 mg/kg/ kali per oral diberikan selama 5 hari. Obat ini tidak boleh digunakan pada penderita anemia megaloblastik dan defisiensi G-6PD. Cefriaxone pada orang dewasa dapat diberikan 2 g IV/IM sekali pakai atau dibagi menjadi 2 kali pemberian. Untuk dosis pediatrik 50 mg/kg/kali IV/IM diberikan sekali sehari. Untuk Cefixime pada dewasa diberikan 400 mg/kali per oral sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis pediatrik 15 mg/kg per oral sebagai dosis awal lalu dilanjutkan 8 mg/kg/kali per oral untuk 5 hari. Nalidixic acid pada dewasa diberikan 1 gr per oral 4 kali sehari. Untuk dosis pediatrik 55 mg/kg/kali per oral dibagi dalam 4 kali pemberian selama 5 hari. Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat. Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, norit, dan sebagainya, telah

terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya. I. PENCEGAHAN - Apabila bepergian ke daerah endemik sebaiknya bahan makanan baik buah-buahan ataupun Sayuran harus dicuci terlebih dahulu lalu dimasak sebelum dimakan - Biasanya air yang terkontaminasi oleh kotoran penderita juga merupakan sumber penyebaran Shigella. - Mencuci tangan setelah menggunakan toilet - Memisahkan penderita demam dengan penderita diare di rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA Motarjemi Y, Kferstein FK. Global estimation of foodborne illness. World health statistics quarterly, 1997, 50(1/2):511. Quevedo F, Thakur AS. Foodborne parasitic diseases. Washington, DC, Pan American Health Organization, 1990 (Series of scientific and technical monographs Number 12, Rev. 1). Soemarsono H.S., Kolera, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Buku Penerbit KUI, Jakarta, 1996, Public Health Nursing: Practicing Population-Based Care Oleh Marie Truglio Londrigan,Sandra B. Lewenson

Shigella adalah spasies mikroorganisme batang gram negatif yang anaerob fakultatif dan hanya melakukan infeksi pada manusia. Selain itu, Shigella dapat menfermentrasikan gula, nonmotil, dan dapat menyebabkan diare dengan jumlah kuman hanya 10 organisme. Shigella spp. Terdiri atas : Shigella dysenteriae(Serogrup A) Shigella flexneri (Serogrup B) Shigella boydii (Serogrup C) Shigella sonnei (Serogrup D) Bakteri Shigella spp. ini ditularkan melalui makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri yang biasanya melalui rute feko oral. Penyebaran ini paling banyak melalui penggunaan air yang tidak bersih dan penangangan makanan yang tidak bersih pula. GAMBARAN KLINIK DAN LABORATORIUM Gambaran klinik dari Shigellosis (disentri basiler) adalah diare dengan perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi feses. Feses biasanya bercampur darah dan lendir serta tenesmus, dimana keadaan ini disebut sindroma disentri. Gejala lainnya dapat berupa kram pada perut. Sedangkan gejala sistemiknya dapat berupa batuk, anoreksia, dan malaise. Diagnosis pasti dari penyakit ini adalah menemukan bakteri Shigella spp pada feses yang diperiksa. Gejala diare biasanya muncul dalam satu sampai tujuh hari setelah infeksi kuman ke dalam sel sel usus. Paling sering pada hari pertama sampai ketiga.Sgl fact sheet. Pemeriksaan laboratorium feses pada keadaan disentri basiler akan memperlihatkan jumlah leukosit dan sel darah merah yang meningkat per lapangan pandang. PENATALAKSANAAN Terapi yang terbaru untuk shigellosis adalah Pivvmecillinam, Quinolones dan Ceftriaxones, tetapi karena harganya yang mahal maka Tromethoprim Sulfamethoxazole atau Cotrimoxazole dan Asam Nilidiksat tang menjadi pilihan yang terjangkau.

Penggunaan Cotrimoxazole sangat efektif karena kerjanya yang menghambat reaksi enzimatik obligat dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi obat ini menjadi sinergis. Penemuan preparat ini merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektifitas klinik antimikroba. Dosis yang dianjurkan pada anak anak adalah trimetoprin 8 mg/kg BB/ hari dan sulfametoksazol 40 mg/kg BB/hari, diberikan setiap 12 jam selama 15 hari. Pemberian pada anak dibawah usia 2 bulan dan pada ibu hamil atau menyusui tidak dianjurkan. Selain kotrimoksazol, Asam Nilidiksat juga merupakan pilihan lain yang dapat diberika kepada penderita shigellosis. Kristal asam nilidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Kelarutan dalam air rendah sekali, tetapi mudah larut dalam hidroksida alkali dan karbonat. Obat ini bekerja menghambat sintesis DNA dan biasanya bersifat bakterisid terhadap kebanyakn bakteri pathogen penyebab infeksi termasuk beberapa strain Shigella. Dosis pada anak adalah 55 mg/kg BB sehari dibagi dalam empat kali pemberian selama lima hari. Asam nilidiksat tidak boleh diberikan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan dan juga pada trimester pertama kehamilan. TIPS PENCEGAHAN Usaha pencegahan sindroma disentri ini adalah dengan menjaga kebersihan. Baik itu kebersihan makanan, tempat pembuangan yang terpisah dengan tempat sumber air, kebersihan rumah dan individu di dalamnya juga hjarus mendapat perhatian.

You might also like