You are on page 1of 11

SUMBER : http://mrcfkua.wordpress.

com/2011/12/13/khasiat-daun-seledridalam-menurunkan-risiko-hiperurisemia/

KHASIAT DAUN SELEDRI DALAM MENURUNKAN RISIKO HIPERURISEMIA KARYA TULIS ILMIAH GAGASAN TERTULIS Oleh: DEPARTEMEN KADERISASI MEDICALSTUDENT RESEARCH CENTER (MRC) BEM KM FK UNAND FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperurisemia masih merupakan masalah kesehatan bagi Negara-negar berkembang di bagian tropis. Di Indonesia, khususnya di beberapa daerah, hiperurisemia menjadi penyakit yang sering diderita oleh sebagian besar penduduk. Kebiasaan konsumsi makanan yang kaya DNA seperti hati, limpa dan sebagainya membuat sebagian penduduk Indonesia usia 35 tahun ke atas menderita hiperurisemia (http://azzahrablog.wordpress.com/2010/05/27/asamurat/, 2011). Pengobatan hiperurisemia biasanya dengan menggunakan alopurinol yang berguna untuk menurunkan kadar asam urat. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat ( Tanu, 2009).

Namun demikian, alopurinol memiliki banyak efek samping. Efek samping yang bpaling sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus segera dihentikan karena gangguan mungkin akan menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, leucopenia, eosinifilia, dan atralgia. Gangguan saluran cerna kadang-kadang juga dapat terjadi (Tanu, 2009). Masalah inilah yang mendorong penulis untuk mempelajari alternatif pengobatan hiperurisemia yang alami dan mudah ditemukan di lingkungan tropis Indonesia. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman yang berkhasiat obat. Salah satunya adalah seledri. Berdasarkan banyak penelitian, seledri memiliki senyawa flavonoid yang bersifat antioksidan yang banyak digunakan sebagai antikanker dan dapat menurunkan kadar asam urat darah. Berdasarkan fakta tersebut, muncul gagasan pemanfaatan ekstrak flavonoid dari seledri sebagai salah satu alternatif mengobati hiperurisemia

1. B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini adalah apakah flavonoid pada seledri dapat menurunkan risiko hiperurisemia? 1. C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui flavonoid pada seledri dapat menurunkan risiko hiperurisemia. 1. D. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah memberikan informasi tentang manfaat daun seledri dalam menurunkan risiko penyakit hiperurisemia akibat tinggiya kadar asam urat dalam darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hiperurisemia Hiperurisemia adalah istilah kedokteran yang mengacu kepada kondisi kadar asam urat dalam darah melebihi nilai normal yaitu lebih dari 7,0 mg/dl. Hiperurisemia dapat terjadi akibat meningkatnya produksi ataupun menurunnya

pembuangan asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi menetapnya hiperurisemia menjadi predisposisi (faktor pendukung) seseorang mengalami radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis), batu ginjal akibat asam urat ataupun gangguan ginjal (Hasan, 2011). 2.1. 1Penyebab Hiperurisemia 1. Peningkatan produksi Peningkatan produksi asam urat terutama bersumber dari makanan kaya akan DNA (dalam hal ini purin). Makanan yang kandungan DNAnya tinggi antara lain hati, timus, pankreas dan ginjal. Kondisi lain penyebab hiperurisemia adalah meningkatnya proses penghancuran DNA tubuh. Yang termasuk kondisi ini antara lain: leukemia, kemoterapi, dan kerusakan otot (Hasan, 2011). 1. Penurunan pembuangan asam urat Lebih dari 90% penderita hiperurisemia menetap mengalami gangguan pada proses pembuangan asam urat di ginjal. Penurunan pengeluaran asam urat pada tubulus ginjal terutama disebabkan oleh kondisi ph darah meningkat. Selain itu, penggunaan beberapa obat dapat berpengaruh dalam menghambat pembuangan asam urat. 1. Kombinasi Keduanya

Konsumsi alkohol mempermudah terjadinya hiperurisemia, karena alkohol meningkatkan produksi serta menurunkan pembuangan asam urat. Beberapa minuman beralkohol contohnya bir, terkandung purin yang tinggi serta alkoholnya merangsang produksi asam urat di hati. Pada proses pembungan, hasil metabolisme alkohol menghambat pembungan asam urat di ginjal. 2.1.2 Komplikasi Hiperurisemia 1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis) Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor risiko timbulnya gout, namun hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis gout (Hasan, 2011).

Gejala klinis dari Gout bermacam-macam yaitu: hiperurisemia tak bergej ala, serangan akut gout, serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus. Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat berakhir setelah 7-10 hari (Hasan, 2011). Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat mengganggu.

Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari (Hasan, 2011). Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama, sekitar 78% mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun. Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf(Hasan, 2011). 2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu. Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada

ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik (http://pengobatanasamurat.blogspot.com/2011 02 01 archive.html, 2011). 2.2 Katabolisme Purin

2.3 Seledri ( Apium graveolens) Seledri (Apium graveolens L.) telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu di Eropa sebagai unsur pengobatan dan penyedap masakan. Plinius Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern. Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species Plantarum. Ia memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang dinamakan Apiaceae (suku adas-adasan) (http://pikojogja.wordpress.com/2007/03/08/seledri-seharum-khasiatnya/, 2011). Seledri adalah terna kecil, kurang dari 1m tingginya. Daun tersusun majemuk dengan tangkai panjang. Tangkai ini pada kultivar tertentu dapat sangat besar dan dijual sebagai sayuran terpisah dari daunnya. Batangnya biasanya sangat pendek. Pada kelompok budidaya tertentu membesar membentuk umbi, yang juga dapat dimakan. Bunganya tersusun majemuk berkarang, khas Apiaceae. Buahnya kecilkecil berwarna coklat gelap. Ada tiga kelompok seledri yang dibudidayakan: 1. Seledri daun atau seledri iris (A. graveolens famili secalinum) yang biasa diambil daunnya dan banyak dipakai di masakan Indonesia. 2. Seledri tangkai (A. graveolens famili dulce) yang tangkai daunnya membesar dan beraroma segar, biasanya dipakai sebagai komponen salad. 3. Seledri umbi (A. graveolens famili rapaceum), yang membentuk umbi di permukaan tanah; biasanya digunakan dalam sup, dibuat semur, atau schnitzel. Umbi ini kaya provitamin A dan K (http://pikojogja.wordpress.com/2007/03/08/seledri-seharum-khasiatnya/). 2.3.1 Zat yang terkandung dalam seledri Berdasarkan penelitian, tanaman keluarga Apiaceae ini mengandung natrium yang berfungsi sebagai pelarut untuk melepaskan deposit kalsium yang menyangkut di ginjal dan sendi. seledri juga mengandung magnesium yang berfungsi menghilangkan stres. Daun seledri mengandung protein, belerang, kalsium, besi,

fosfor, vitamin A, B 1 dan C. Berdasarkan hasil penelitian, seledri juga mengandung psoralen, zat kimia yang menghancurkan radikal bebas biang penyebab kanker (http://pikojogja .word press.com/2007/03/08/se led ri-seha rumkhasiatnya/, 2011) Kandungan : Seledri mempunyai banyak kandungan gizi antara lain, (per 100 gr): 1. Kalori sebanyak 20 kalori 2. Protein 1 gram 3. Lemak 0,1 gram 4. Hidrat arang 4,6 gram 5. Kalsium 50 mg 6. Fosfor 40 mg 7. Besi 1 mg 8. Vitamin A 130 SI 9. Vitamin B1 0,03 mg 10. Vitamin C 11 mg Dan 63% bagian dapat dimakan. 1. Daun seledri juga banyak mengandung apiin, di samping substansi diuretik yang bermanfaat untuk menambah jumlah air kencing. 2. Aromanya yang khas berasal dari sejumlah komponen mudah menguap dari minyak atsiri yang dikandung, paling tinggi pada buahnya yang dikeringkan. 3. Kandungan utamanya adalah butilftalida dan butilidftalida sebagai pembawa aroma utama. 4. Terdapat juga sejumlah flavonoid seperti graveobiosid A (12%)dan B (0,1 0,7%), serta senyawa golongan fenol. 5. Komponen lainnya apiin, isokuersitrin, furanokumarin, serta isoimperatorin. 6. Kandungan asam lemak utama dalah asam petroselin (40-60%).

17. Daun dan tangkai daun mengandung steroid seperti stigmasterol dan sitosterol (http://pikojogja.wordpress.com/2007/03/08/seled ri-seha rumkhasiatnya/,2011). 2.2.3 Seledri sebagai obat herbal Seledri (Apium graveolens L.) sudah lama dikenal sebagai obat hipertensi. Tanaman yang juga terlihat cantik jika ditanam dalam pot ini lebih dulu dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Daun seledri biasa dipakai untuk memperkaya cita rasa sajian atau kaldu. Sup kacang merah dan bubur ayam kurang lengkap rasanya jika tanpa taburan daun seledri di dalamnya. Di Eropa, batang seledri yang besar sering dibuat sebagai salad dengan saus mayones atau bechamel (saus berbahan dasar susu) sebagai isi roti sandwich.

Tanaman yang sudah dikenal sejak sejarah awal Mesir, Yunani dan Romawi ini sebenarnya termasuk jenis sayuran yang diambil batangnya. Meski demikian dalam kesusastraan kuno terdapat dokumen yang menyebutkan seledri atau tanaman sejenisnya telah ditanam guna keperluan pengobatan sejak 850 Sebelum Masehi. Biji tanaman asli lembah sungai Mediterranian ini digunakan oleh tabib Ayurveda kuno untuk mengobati demam, flu, penyakit pencernaan, beberapa tipe arthritis, penyakit limpa dan hati. Seledri (terutama buahnya) sebagai bahan obat telah disebut-sebut oleh Dioskurides serta Theoprastus dari masa Yunani Klasik dan Romawi sebagai penyejuk perut. Veleslavin (1596) memperingatkan agar tidak mengonsumsi seledri terlalu banyak karena dapat mengurangi air susu. Seledri disebut-sebut sebagai sayuran anti-hipertensi. Fungsi lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika), anti reumatik serta pembangkit nafsu makan (karminativa) (http://pikojogja.wordpress.com/2007/03/08/seledri-seharum-khasiatnya/, 2011).

2.4 Flavonoid Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos , bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (http://id.wikipedia.org/wiki/Flavonoid, 2011). Antosianin dan flavonoid lainnya menarik perhatian banyak ahli genetika karena ada kemungkinan untuk menghubungkan berbagai perbedaan morfologi di antara spesies yang berkerabat dekat dalam satu genus misalnya dengan jenis flavonoid yang dikandungnya. Flavonoid yang terdapat di spesies yang berkerabat dalam satu genus memberikan informasi bagi ahli taksonomi untuk megelompokkan dan menentukan garis evolusi tumbuhan itu. Cahaya khususnya panjang gelombang biru meningkatkan pembentukan flavonoid meningkatkan resistensi tanaman terhadap radiasi UV. Quercetin dan myricetin, merupakan jenis flavonoid yang melindungi sel Caco-2 yang terdapat pada saluran pencernaan dari oksidasi rantai ganda DNA dan bersifat antioksidan.

2.4.1 Aspek kimia flavonoid

2.4.2 Klasifikasi flavonoid Skeleton Functional Group groups Description hydro dihyd xyl ro 3Examples 2,3- Structural formula

Flavonol or 3hydroxyflavo ne 3-hydroxy2phenylchro men-4-one Quercetin, Kaempferol, Myricetin, Fisetin, Isorhamnetin, Pachypodol,

Rhamnazin 2,3-dihydro2phenylchro men-4-one

Flavanonol or 3Hydroxyflava none or 2,3dihydroflavon ol 3-hydroxy2,3-dihydro2phenylchro men-4-one Taxifolin (or Dihydroquerce tin), Dihydrokaemp ferol

Sumber: http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.medsci.org

BAB III METODOLOGI 1. A. Pengambilan Data Data yang diperoleh dalam karya tulis ini bersumber dari buku-buku teks kedokteran, bahan ajar, buku pendamping lainnya, maupun artikel yang bersumber dari internet. 1. B. Jenis Data Data dalam karya tulis ini merupakan data dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yang sumbernya kami lampirkan dalam daftar pustaka. 1. C. Pengolahan Data

Data dalam karya tulis ini diolah dengan analisis deskriptif kualitatif kemudian direduksi untuk memperoleh data yang akurat. 1. D. Analisis Data Data dalam karya tulis ini dianalisis dari berbagai sumber berupa buku-buku teks kedokteran, bahan ajar, review artikel, buku pendamping lainnya, maupun artikel yang bersumber dari internet, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dibuat.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Flavonoid Sebagai Inhibitor Enzim Xantin Oksidase Inhibitor xanthine oxidase adalah setiap zat yang menghambat aktivitas xanthine oksidase, enzim yang terlibat dalam metabolisme purin. Pada manusia, penghambatan xanthine oxidase mengurangi produksi asam urat, dan beberapa obat yang menghambat xanthine oxidase yang ditunjukkan untuk perawatan hyperuricemia dan kondisi medis terkait termasuk gout. Xanthine oksidase inhibitor yang. Sedang diselidiki untuk pengelolaan cedera reperfusi (Rahmadani, 2011). Dalam percobaan, banyak produk alami telah ditemukan untuk menghambat xanthine oxidase secara in vitro atau pada hewan model (mencit, tikus). Tiga jenis flavonoid yaitu kaempferol, myricetin, dan quercetin termasuk dalam kategori inhibitor enzim xantin oksidase banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran terutama pada seledri. Secara umum, flavon dan flavonol planar dengan kelompok 7-hidroksil menghambat xanthine oxidase (Rahmadani, 2011).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan 1. Seledri sebagai alternative penurun kadar asam urat darah karena mengandung zat flavonoid 2. Flavonoid pada seledri dapat menjadi inhibitor enzim xantin oksidase yang mengkatalisis xantin menjadi asam urat. 5.2 Saran

1. Masyarakat Indonesia sebaiknya mengonsumsi seledri dengan teratur sebagai salah satu cara untuk menjaga tubuh dari risiko hiperurisemia dengan cara yang efisien, inovatif, dan efektif serta mudah untuk diterapkan. 2. Penulis juga berharap agar penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana seledri dapat menurunkan resiko penyakit gout melalui penurunan kadar lipid serum dan tekanan darah dapat dilakukan oleh peneliti lainnya.

DAFTAR PUSTAKA +DsDT. %NDsi


3 CLE1 * ejDlD $ sDP 8 rDtM

CDT

. RP

http://mha5an.wordpress.com/2008/10/19/gejala-dan-komplikasi-asam-urat/. diakses pada Kamis,17 Maret 2011: 18:35:45). Rahmadani, Rizal Umar. 2LE1. 3Activity of Syzigium aqueum (Burm.F) Alst. l IaY Is I.1 TEac TI RQ uTIFTFIGIl Iv IEFQ p R TassiuY R.1 RQa T I IQGuc IG mIc II Disertasi Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Tanu, Ian. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi-5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. http://azzahrablog.wordpress.com/2010/05/27/asam-urat, 2011 diakses pada Kamis,17 Maret 2011: 18:17:45). (http://pengobatanasamurat.blogspot.com/2011 02 01 archive.html, 2011). (http://pikojogja.wordpress.com/2007/03/08/seledri-seharum-khasiatnya/, 2011). (http://id.wikipedia.org/wiki/Flavonoid, 2011).

You might also like