You are on page 1of 26

FILSAFAT KONTEMPORER DAN FILSAFAT POSMODERNISME Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah : Filsafat Umum Dosen

Pengampu : Dr. Anda Juanda, M.Pd

Disusun Oleh : Anggit Apriliani Firman Nurmukhlis Rina Anggraeni Dewi Surati Tursilawati BIOLOGI B/SEMESTER VI

FAKULTAS TARBIYYAH JURUSAN T.IPA-BIOLOGI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2012

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Filsafat Kontemporer dan Filsafat Posmodernisme. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah Filsafat Umum 2010/2011. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis berlapang dada menerima kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini, Berkenaan dengan itu penyusun terlebih dahulu menghaturkan banyak terima kasih. Penyusun ucapkan mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Terakhir semoga Allah SWT mencurahkan rahmat hidayah-Nya kepada kita semua. pada Semester 6 Tarbiyah IPA BIOLOGI Tahun Akademik

Cirebon,

Februari 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer. Zaman klasik meliputi filsafat Yunani dan Romawi pada abad ke-6 SM dan berakhir pada 529 M. Zaman pertengahan meliputi pemikiran Boethius sampai Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M. Zaman modern didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh Renaissance. Pada filsafat Rene Descartes (1596-1650) dan berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900), dan zaman kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke-20 hingga saat ini. Para penulis merasa kesulitan ketika hendak menulis filsafat kontemporer, hal ini dikarenakan mereka harus mengambil jarak terhadap obyek zamannya sendiri sehingga mereka sangat berhati-hati ketika berbicara perkembangan filsafat. Kali ini saya akan mencoba menguraikan filsafat fenomenologi tentang hakikat suatu benda sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran serta filsafat eksistensialisme tentang manusia konkret sebagai pokok renungan dari ajaran filsafat ini. Namun sebelumnya akan diuraikan secara ringkas mengenai filsafat yang membawahinya yakni filsafat kontemporer agar diperoleh gambaran komperhensif tentang posisi semua aliran filsafat kontemporer dalam kontelasi sejarah pemikiran Barat.

BAB II FILSAFAT KONTEMPORER DAN FILSAFAT POSMODERNISME

1.

FILSAFAT KONTEMPORER Filsafat kontemporer yang di awali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan (antara lain, Posmodernisme), kritik social, metodologi (fenomenologi, heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (Eksistensialisme), filsafat ilmu, samapai filsafat tentang perempuan (Feminisme). Tema-tema filsafat yang banyak dibahas oleh para filsuf dari periode ini antara lain tentangmanusia dan bahasa manusia, ilmu pengetahuan, kesetaraan gender, kuasa dan struktur yang mengungkung hidup manusia, dan isu-isu actual yang berkaitan dengan budaya, social, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi manusia. Ciri lainnya adalah filsafat dewasa ini ditandai oleh profesionalisasi disiplin filsafat. Maksudnya, para filsuf bukan hanya professional di bidang masing-masing, tetapi juga mereka telah membentuk komunitas-komunitas dan asosiasi-asosiasi professional dibidang-bidang tertentu berdasarkan pada minat dan keahlian mereka masing-masing. Sejumlah fisuf yang termasuk sebagai filsuf-filsuf kontemporer antara laen adalah: Wilhelm Dilthey (1833-1911), Edmund Husserl (1859-1938), Henri Bergson (1858-1941), Ernst Cassirer (1874-1945), Bertrand Russell (1872-1970) dll.

A. PRAGMATISME a. Terminologi Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti artinya adalah tindakan atau perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. b. Tokoh-Tokoh dan karya filosofis Pragmatisme

Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (18391914), filosof Amerika yang yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates, Aristoteles, Barkeley, dan Hume. Untuk mengetahui lebih jauh ajaran pragmatisme alangka baiknya kita mempelajari tokoh-tokoh yang menpopulerkan dan pandangannya : 1. C.S. Peirce (1839-1914) Peirce, seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri aliran pragmatism, dilahirkan di Cambrigde, Massachausetts pada tahun 1839. Peirce mendalami filsafat dan logika hingga masa ia kerja pada instansi survei panata dan geodesi. Sebagai filosof yang sistematik, tulisan-tulisan Peirce mencakup hampir segala aspek filsafat. Sumbangannya yang terbesar adalah dalam bidang logika, tetapi ia juga secara luas menulis tentang epistimologi, metode ilmiah, semiotics, metafisika, kosmologi, ontology, matematika dan sedikit tentang etika, agama, sejarah, dan fenomenologi. Berbagai buah pemikiran filsafatnya di dalam beberapa system yang merupakan fase-fase perkembangan kematangannnya dalam olah intelektual. Akan tetapi, semua itu menyatu dan menjadi konsep yang utuh.1 Karya-Karya Charles Sanders Pierce diantaranya : 1. Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8 vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-1958). 2. The Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and the Peirce Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1992, 1998). 3. The New Elements of Mathematics by Charles S. Peirce, Volume I Arithmetic, Volume II Algebra and Geometry, Volume III/1 and III/2 Mathematical Miscellanea, Volume IV Mathematical Philosophy. Edited by Carolyn Eisele (Mouton Publishers, The Hague, 1976).

2.

William James (1842-1910 M) William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James,

Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang

Muzairi, 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras. Hal 312

kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal.

3.

John Dewey (1859-1952) John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik

sosial yang lahir di Burlington, Vermont dalam tahun 1859. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas Jons Hopkins, di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di universitas tersebut. Di universitas terakhir ini, Dewey pernah mengikuti kuliah logika dari Pierce, orang yang menggagas munculnya pragmatisme. Ia kemudian mendirikan Laboratory School yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School. Karya-karya Dewey banyak mempengaruhi corak berpikir Amerika. Pengaruh ini juga banyak berasal dari buku-buku atau karya-karya yang dihasilkannya. Bukunya yang pertama yakni Psychology yang diterbitkan dalam tahun 1891. Dalam tahun 1891, bukunya Outlines of a Critica Theory of Etics diterbitkan. Tiga tahun kemudian, 1894, terbit lagi The Study Of Etics: A Syllabus. Ketika ia berkarya di Universitas Chicago, berturut-turut ia menerbitkan My Pedagogic Creed (1897), The School and Society (1903), dan Logical Conditions of a Scientific Treatment of Morality (1903), dll. Nampak jelas dari tulisan-tulisan Dewey bahwa ia menaruh minat besar pada bidang logika, metafisika dan teori pengatahuan. Tetapi perhatian Dewey di bidang pragmatisme terutama dicurahkan pada realitas sosial daripada kehidupan individual. Hal ini nampak dalam tema-tema bukunya: pendidikan, demokrasi, etika, agama, dan seni.

c.

Sumbangan Filsafat Pragmatisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek

kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan. Tulisan ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey tentang pragmatisme pendidikan. Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.

B. EKSISTENSIALISME Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu. Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu dibedakan dengan filsafat eksistensi. Filsafat eksistensi yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia, sapi dan pohon juga, akan tetapi cara beradanya tidaklah sama antar keduanya. Manusia berada di dalam dunia, ia mengalami beradanya di dunia itu, manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu.

Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya tersebut disebut dengan obyek Ciri2 aliran eksistensialisme meliputi: 1. 2. 3. badan 4. Orang berhubungan dengan segala sesuatu yang ada. Orang yang dinilai dan ditempatkan pada kenyataan sesungguhnya Orang yang berhubungan dengan dunia yang ada Manusia merupakan satu kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan

a. Riwayat Hidup Filosof Tokoh-tokoh pada aliran Eksistensialisme diantaranya: Sooren Kierkegaard (1815-1855), Martin Haidegger (1889-1976), Karr Jaspers (1883-1969). Ketiganya ini berasal dari Jerman, sedang tokoh dari Prancis adalah Gabriel Marcel (18891973), Jean Paul Sartre (1905-1980) dan masih banyak lagi diantaranya Albert Camus dan Simon Beauvoir.h. Pada makalah ini akan dibahas bagaimana

pemikiran filsafat eksistensialisme dari Soren Aabye Kierkegaard. Sren Aabye Kierkegaard adalah seorang filsuf pada abad ke-19. Dia lahir pada tanggal 5 Mei 1813 di Kopenhagen, Denmark dan meninggal dunia tanggal 11 November 1855 saat berumur 42 tahun. saat ini soren dianggap sebagai bapak filsuf eksistensialisme. Ajarannya beraliran eksistensialisme dan dia sangat bertentangan dengan Hegelian. Ayah dari Sren Kierkegaard bernama Michael Pedersen Kierkegaard, adalah seseorang yang sangat taat terhadap agama. Dia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun dari anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33 tahun. Pekerjaan ayahnya sebagai pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Awal mula Sren Kierkegaard mempelajari ilmu filsafat ketika ia bersekolah di sekolah khusus kaum lelaki di Borgerdydskolen. Sedangkan ibu Sren Kierkegaard bernama Anne Srensdatter Lund Kierkegaard. Sren Kierkegaard merupakan anak terakhir dari ketujuh bersaudaranya. Banyak dari saudara-saudaranya yang meninggal dunia ketika di usia muda. Ayah Kierkegaard meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum ayahnya meninggal dunia, ayahnya meminta Sren agar menjadi pendeta. Saat itu

Sren sangat merasa terbebani dengan permintaan dari ayahnya. Regine Olsen sangat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hidup Sren, Regine merupakan orang yang dicintai oleh Sren. Sren berjumpa dengan Regine pada 8 Mei 1837 dan segera tertarik kepadanya, begitupun sebaliknya dengan Regine. Hingga akhirnya pada tanggal 8 September 1840, Sren resmi menikahi Regine. Namun pada akhirnya Sren merasakan kecewa dan melankolis dengan pernikahannya. Kurang dari satu tahun pernikahannya ia pun menyelesaikan pernikahannya dengan Regine. Dalam catatannya, Sren mengatakan bahwa sifat melankolis yang dimilikinya membuatnya tidak cocok untuk menikah. Walaupun sampai dia meninggal alasan mengapa dia menyelesaikan pernikahannya tidaklah jelas. Kierkegaard banyak menghasilkan karya tulis di sepanjang hidupnya. Meskipun pada mulanya berbagai tulisannya tidak terlalu diperhatikan, pada masamasa berikutnya, karya-karyanya tersebut memengaruhi banyak tokoh lain. Ajaran yang diberikan oleh Sren adalah mengenai eksistensialisme. Yang artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu. Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap manusia menginginkan adnaya sebuah kebebasan tanpa memikirkan yang mana yang benar dan yang tidak benar. Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan hal tersebut, melainkan mereka mengetahui batas kebebasannya masing-masing. Karena kebebasan bersifat relatif. Sren juga dikenal akan filsuf yang mengajarkan akan kecemasan dan keputusasaan eksistensial. Eksistensialisme mempersoalkan akan adanya keberdaan manusia, dan keberadaan itu yang datang dari kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, dimana setiap manusia mengetahui dimana kebebasan mereka. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah maksud dari eksitensialisme. Sren menggambarkan tentang eksistensialisme manusia dalam

perkembangan religius. Dari apa yang disebutkan Sren tahap estetis, tahap etis, hingga tahapan religius. Tahapan estetis adalah tahapan pertama ketika manusia berada dalam pandangan kesenangan terhadap indrawi, dimana manusia mencari kesenangan mereka masing-masing. Tahapan selanjutnya merupakan pada saat manusia terjun ke dalam keberadaan itu dengan mulai mempertimbangkan hal yang

benar dan salah. Lalu tahapan yang terkahir adalah tentang keimanan. Disini Soren menempatkan Abraham sebagai tolak ukur akan keimanan. Dalam hal ini kita tidak dapat membedakan mana yang salah dan benar, karena dalam keimanan ini adalah hubungan langsung manusia dengan Allah. Soren pun tidak dapat

mengkategorikannya, karena menurutnya ini dinilai begitu tidak umum. Ajaran-ajaran Soren baru terkenal setelah berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya. Karyanya tersebar di daerah Eropa, khususnya di daerah Denmark. Namu saat itu Gereja-Gerejad di sekitar Denmark menolak akan adanya karyakarya Soren. Karena ada pengaruh akan karya yang dibuat oleh Soren yang berjudul Fear and Trembling. Namun pada abad ke 20-an banyak filsuf yang ternyata menggunakan konsep Soren, mengenai pemahaman kecemasan, dan keputusasaan serta pentingnya individu manusia. Soren sangat bertentangan akan ajaran dari Hegelian. Sehingga dia sering menjadi kritikus akan ajaran Hegel. Pemikiran, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Hal ini akan membuat individu melupakan tanggung jawab pribadinya secara etis, bahkan akan menghilangkan eksistensi. c. Sumbangan Filsafat Eksistensialisme Terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini

1. Eksistensialisme telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu, terutama dalam membuka jalan terhadap kebutuan yang ditimbulkan oleh faham materialisme yang mengatakan bahwa : manusia itu pada hakekatnya adalah barang material belaka, yang walaupun bentuknya lebih unggul, tetapi manusia itu adalah resultante dari proses-proses kimiawi. Bagi eksistensialis, manusia itu tidak hanya sekeedar material atau kesadaran, tetapi daripada itu. 2. Pengaruh yang sangat menonjol eksistensialisme terhadap pendidikan modern dewasa ini adalah kesadaran terhadap adanya perbedaan eksitensial pada setiap individu siswa, dan timbulnya penghargaan terhadap kebebasan siswa dalam menentukan pilihannya. 3. Filsafat eksistensialisme bersifat individualistis sebagai paham yang mendorong manusia untuk berbuat dan berbuat terus memperbarui dirinya dengan bertitik tolak dari individu masing-masing apapun keadaannya. 4. Filsafat eksistensialisme memberikan modal kekuatan dan keberanian dengan tidak perlu mencemaskan kelemahannya sebagai manusia.

5. Mazhab filsafat eksistensialisme teistis lebih berbobot daripada mazhab ateistis, karena mazha teistis mengandung pengertian adanya pengakuan di luar subjek yang dapat merupakan penggerak dalam usaha manusia bereksistensi. 6. Terdapat relevansi atau signifikansi antara ajaran filsafat eksistensialisme teistis dengan tujuan pendidikan di Indonesia terlebih dalam mendorong terwujudnya tujuan pendidikan di ranah afektif yang selama ini nampak terabaikan. 7. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan yang menyajikan program menurut kelompok seperti program pendidikan formal di sekolah dewasa ini, karena bagi eksistensialis program kelompok semacam itu berarti telah mengikari eksistensi siswa sebagai individu. 8. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan profesi, misalnya pendidikan kejuruan atau pendidikan spesialis di pendidikan tinggi. Eksistensialis menganggap pendidikan profesi mempunyai sasaran utama pada pencarian obyektivitas, logika dan intelektualitas, dan kurang mengenai sasaran emosi, estetika dan moral yang merupakan kepentingan pokok eksistensialisme. 9. Eksistensialisme mengingatkan bahwa ilmu hendaknya tidak menjadi sasaran atau tujuan pendidikan, tetapi ilmu itu harus ditempatkan secara proposional, hanya sebagai alat dalam pengembangan eksistensi manusia.

C. FENOMENOLOGI a. Pengertian Secara etomologis, asal kata fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phaenomeno dan logos. Phaenomenon berarti tampak dan phaenen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak, atau ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran. b. Riwayat hidup tokoh Pada awalnya banyak ahli filsafat mendefinisikan fenomenologi hanya suatu gaya berfikir bukan sebagai mazhab filsafat, adapula yang mendefinisikan fenomenologi adalah suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan, dan juga sebagai suatu pendirian atau aliran filafat. Akan tetapi dalam mazgab filsafat fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.

Lalu kemudian Edmund Husserl (18591939) membawa fenomenologi berubah menjadi sebuah disiplin ilmu filsafat dan metodologi berfikir yang mengusung tema Epoche-Eiditic Vision danLebenswelt sebagai sarana untuk mengungkap

fenomena dan menangkap hakikat yang berada dibaliknya. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Edmund Gustav Aibercht Husserl adalah seorang filosof yang lahir di Prestejov (dahulu Prossnitz) di Czechoslovakia (Jerman) pada tanggal 8 April 1859 dari keluarga yahudi. Di universitas ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat; mula-mula di Leipzig kemudian juga di Berlin dan Wina. Awalanya ia seorang filosof ilmu pasti. Setelah Edmund Husserl berada di Wina ia tertarik pada filsafat dari Brentano. Dia mengajar di Universitas Halle dari tahun 1886-1901, kemudian di Gottingen sampai tahun 1916 dan akhirnya di Freiburg. Ia juga sebagai dosen tamu di Berlin, London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara. Husserl terkenal dengan metode yang diciptakan olehnya yakni metode Fenomenologi yang oleh murid-muridnya diperkembangkan lebih lanjut. Husserl meninggal tahun 1938 di Freiburg. Untuk menyelamatkan warisan intelektualnya dari kaum Nazi, semua buku dan catatannya dibawa ke Universitas Leuven di Belgia. 1. Ajaran dan karya kefilsafatannya Dalam pemahaman Edmund Husserl, fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman yang didapat secara langsung seperti religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Ia juga menyarakan fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada penyelidikan susunan kesadaran itu sendiri, sehingga akan nampaklah objek kesadaran (fenomenon) tentang Labenswelt (dunia

kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris. Fenomenologi menekankan upaya menggapai fenomena lepas dari segala presuposisi. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri. Dengan begitu, fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Selain itu, filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang

menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai hakikat segala sesuatu. Berikut karya filsafat dari Edmund Husserl 1). Logische Untersucgsuchugen I dan II(Penyelidikan-penyelidikan

logis), tahun 1900-1901. Bertujuan agar dapat mempelajari struktur kesadaran, karena itu harus dibedakan antara tindakan dari kesadaran dan fenomena di mana diarahkan (obyek memakai diri sendiri). Dengan membahas ini sekali lagi menunjukkan sikapnya yang menolak psikologi. Tidaklah mungkin memasukkan logika ke dalam psikologi, karena psikologi dapat mendeskripsikan proses faktual kegiatan akal, sedangkan logika hanya bisa mempertimbangkan sah atau tidaknya kegiatan akal tersebut. Edmund Hsserl menganalisa srtuktur intensi dari tindakantindakan mental dan bagaimana struktur ini terarah pada obyek yang real dan ideal. 2). Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie, 1913 (Gagasan-gagasan untuk suatu fenomenolgi murni dan suatu filsafat fenomenologis). Untuk pertama kalinya terkuak kecenderungan idealistik ini. Seorang fenomenolog harus secara sangat cermat menempatkan di antara tanda kurung, artinya kenyataan di antara dunia luar. Yang utama ialah fenomenanya, dan fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran. Usaha untuk melakukan pendekatan terhadap dunia luar ini, memerlukan metode yang khas, karena keinsyafan serta-merta mengenai dunia luar ini masuk merembes di manamana dan menyebabkan analisa yang keliru. 3). Meditations Cartesiennes, 1931 (Renungan-renungan Kartesian). Dalam buku ini dibahas beberapa permenungan Kartesian, di mana semakin lama semakin penting. Aku bertolak dari kesadaranku untuk menemukan kesadaran transedental (prinsip dasar dari pemahaman murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas pengalaman) di dalamnya, tetapi bagaimana caranya menemukan pihak lain dalam kesadaran? Apakah dengan demikian mau tidak mau aku akan terperosok di dalam solipisme (percaya akan diri sendiri), sehingga yang ada hanyalah kesadaranku sendiri? Bagaimana aku dapat mengetahui adanya dunia intersubjektif?

2. Sumbangan fenomenologi terhadap ilmu masa kini Husserl memunculkan beberapa poin penting. Namun, yang nantinya menjadi titik tolak metodologis yang bernilai bagi fenomenologi agama adalah: epoch dan eidetic vision. Epoch merujuk kepada makna menunda semua

penilaian, atau ia sama dengan makna pengurungan (bracketing). Ini berarti ketiadaan praduga-praduga yang akan mempengaruhi pemahaman yang diambil dari sesuatu. Dengan kata lain, membawa konsep-konsep dan konstruk-konstruk pandangan seseorang kepada penyelidikannya dilihat sebagai sebuah pengaruh yang merusak terhadap hasil-hasilnya. Eidetic vision berhubungan dengan

kemampuan untuk melihat apa yang sebenarnya ada di sana. Ia mengharuskan tindakan epoch, memperkenalkan kapasitas untuk melihat secara objektif esensi sebuah fenomena, namun juga mengarahkan isu tentang subjektifitas persepsi dan refleksi. Ia juga menganggap benar kapasitas untuk memperoleh pemahaman intuitif tentang suatu fenomena yang bisa dibela sebagai pengetahuan yang objektif. Banyak sekali sumbangsi fenomenologi terhadap kemajuan ilmu saat ini, salah satunya yaitu terhadap gejala sosial atau ilmu sosial. Dalam peta tradisi teori ilmu sosial terdapat beberapa pendekatan yang menjadi landasan pemahaman terhadap gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat. Salah satu dari pendekatan yang terdapat dalam ilmu sosial itu dalah fenomenologi. Fenomenologi secara umum dikenal sebagai pendekatan yang dipergunakan untuk membantu memahami berbagai gejala atau fenomena sosial dalam masyarakat. Peranan fenomenologi menjadi lebih penting ketika di tempat secara praxis sebagai jiwa dari metode penelitian sosial dalam pengamatan terhadap pola perilaku seseorang sebagai aktor sosial dalam masyarakat. Namun demikian implikasi secara teknis dan praxis dalam melakukan pengamatan aktor bukanlah esensi utama dari kajian fenomenologi sebagai perspektif. Fenomenologi Schutz sebenarnya lebih merupakan tawaran akan cara pandang baru terhadap fokus kajian penelitian dan penggalian terhadap makna yang terbangun dari realitas kehidupan sehari-hari yang terdapat di dalam penelitian secara khusus dan dalam kerangka luas pengembangan ilmu sosial. Dengan demikian, fenomenologi secara kritis dapat diinterpretasikan secara luas sebagai sebuah gerakan filsafat secara umum memberikan pengaruh emansipatoris secara implikatif kepada metode penelitian sosial. Pengaruh tersebut di antaranya menempatkan responden sebagai subyek yang menjadi aktor sosial dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pemahaman secara mendalam tentang pengaruh perkembangan fenomenologi itu sendiri terhadap perkembangan ilmu sosial belum banyak dikaji oleh kalangan ilmuwan sosial. Pengkajian yang

dimaksud adalah pengkajian secara historis sebagai salah satu pendekatan dalam ilmu sosial. Salah satu ilmuwan sosial yang berkompeten dalam memberikan perhatian pada perkembangan fenomenologi adalah Alfred Schutz. Ia mengkaitkan pendekatan fenomenologi dengan ilmu sosial. Selain Schutz, sebenarnya ilmuwan sosial yang memberikan perhatian terhadap perkembangan fenomenologi cukup banyak, tetapi Schutz adalah salah seorang perintis pendekatan fenomenologi sebagai alat analisa dalam menangkap segala gejala yang terjadi di dunia ini. Selain itu Schutz menyusun pendekatan fenomenologi secara lebih sistematis, komprehensif, dan praktis sebagai sebuah pendekatan yang berguna untuk menangkap berbagai gejala (fenomena) dalam dunia sosial. Dengan kata lain, buah pemikiran Schutz merupakan sebuah jembatan konseptual antara pemikiran fenomenologi pendahulunya yang bernuansakan filsafat sosial dan psikologi dengan ilmu sosial yang berkaitan langsung dengan manusia pada tingkat kolektif, yaitu masyarakat. Posisi pemikiran Alfred Schutz yang berada di tengah-tengah pemikiran fenomenologi murni dengan ilmu sosial menyebabkan buah pemikirannya mengandung konsep dari kedua belah pihak. Pihak pertama, fenomenologi murni yang mengandung konsep pemikiran filsafat sosial yang bernuansakan pemikiran metafisik dan transendental pada satu sisi. Di sisi lain, pemikiran ilmu sosial yang berkaitan erat dengan berbagai macam bentuk interaksi dalam masyarakat yang tersebar sebagai gejala-gejala dalam dunia sosial. Gejala-gejala dalam dunia sosial tersebut tidak lain merupakan obyek kajian formal (focus of interest) dari fenomenologi sosiologi. Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, fenomenologi merupakan salah satu bentuk inovasi karena mampu meninggalkan syarat dalam sebuah penelitian yang termanifestasi dengan menggunakan sebuah hipotesa dalam kerangka penyusunan. Pendekatan model ini sedikit banyak terpengaruh oleh aliran positivistik. Pemikiran kritis yang selanjutnya muncul adalah bagaimana perkembangan fenomenologi sebagai sebuah pendekatan dalam ilmu sosial mensejajarkan posisinya. Dengan kata lain, pemikiran kritis dari tinjauan historis hermeneutis yang akan ditinjau dari tulisan singkat ini sedikit banyak juga akan membicarakan perjalanan fenomenologi sebagai sebuah pendekatan untuk secara akademis memperjuangkan kepentingan emansipatorisnya.

Implikasi dari wujud perjuangan emansipatoris tersebut termanifestasi dalam inovasi pemikiran Edmund Husserl tentang fenomenologi. Pemikirannya meletakkan tradisi berpikir fenomenologi yang bersifat transendental. Pemikiran transendental ini dibangun berdasarkan konstruksi berpikir yang terpengaruh logika positivistik seperti aritmatika dan geometri. Alasan penggunaan logika berpikir fisik positivistik bagi Husserl hanya dijadikan jalan menuju ke pemikiran metafisik transendental. Tradisi pemikiran ini akhirnya diteruskan oleh Martin Heidegger dan Max Scheler yang juga akan dipaparkan pada bagian selanjutnya sebagai bahan yang memperkaya perspektif pemikiran fisafat fenomenologi. Pemikiran-pemikiran fenomenologi Schutz terutama banyak dilandasi oleh pemikiran Husserl. Dasar pemikiran Husserl dari fenomenologi yang menggunakan unsur metafisik fundamental merupakan kekuatan legitimasi sebagai landasan berpikir dari penerus metodologi ini (Tevenaz, 1962:38).

2.

FILSAFAT POSTMODERNISME Dunia saat ini sedang bergejolak, khususnya dalam bidang filsafat, ilmu, seni dan

kebudayaan. Manusia merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kapitalisme, serta cara berpikir modern. Modernisme dianggap sudah usang dan harus diganti dengan paradigma baru yaitu posmodernisme. Posmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman modern (yang mengutamakan rasio, objektivitas, dan kemajuan). Posmodern memiliki citacita, ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarah dan perkembangan dalam bidang penyiaran. Posmodern mengkritik modernisme yang dianggap telah menyebabkan desentralisasi di bidang ekonomi dan teknologi, apalagi hal ini ditambah dengan pengaruh globalisasi. Selain itu, posmodern menganggap media yang ada saat ini hanya berkutat pada masalah yang sama dan saling meniru satu sama lain. A. PENGERTIAN Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era posmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modem (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi. Lyotard menolak keras bentuk metanarasi, dan tidak percaya adanya kebenaran tunggal yang universal, sebab menurutnya kebenaran adalah kebenaran. Pada awalnya lahir dari kritik terhadap arsitektur modern, dan kata posmodern itu sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Ketika posmodem mulai memasuki ranah filsafat, pos dalam pos modern tidak dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modem. Konsep posmodemitas yang sering disebut sebuah kritik atas realitas modemitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya. Secara etimologis post modern terdiri dari dua kata yaitu post dan modern. Kata post yang berarti later or after dan modern. Selain itu, menurut kubu postmodernisme lainnya post berarti melampaui kematian modernism. Sedangkan secara terminologis menurut postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya. Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu akumulasi pengalaman peradaban barat. Postmodernisme merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma baru sebagai antithesis dari modernisme yang dianggap gagal dan tidal lagi relevan dengan perkembangan zaman. (Maya Syifa dalam Aceng dkk, 2011: 104).

Menurut Zygmunt Buman dalam karyanya Post-Modern Ethics, postmodern adalah usaha keras sebagai reaksi kesia-siaan zaman modernis yang sirna begitu saja. Dan adapun penyebab dari kesia-siaan tersebut adalah akibat dari tekanan yang bersumber dari prasangka (insting). Dari bebrapa pengertian di atas dapat pula diartikan bahwa posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme. B. TOKOH FILSAFAT POSTMODERNISME Berikut ini beberapa tokoh posmodern yaitu: 1. Friedrich Wilhelm Nietzsche sche Lahir di Rochen, Prusia 15 oktober 1884. Menurutnya manusia harus menggunakakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naf jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orng beranggapan dengan akal diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan. Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita) adalah relative, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas memepunyai implikasi bagaimana kita memandang diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan devisi dari Friedrich Wiliam Nietzsche (1844-1900) yang dikenal sebagai nabi dari postmodernisme. Dia mengatakan bahwa Ada banyak macam mata. Bahkan sphink juga mamiliki mata, dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.

2. Jacques Derrida Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme. Menurutnya apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang ada di depan, tidaklah ada dan tidak ada satupun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satu-satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanaya harus ditunda atau ditangguhkan sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan. Inilah yang ditawarkan Derrida, dan postmodernitas adalah permainan dengan ketidakpastian.

Derrida mengkritik adanya oposisi biner (Binary Opposition) yang selalu memberikan dikotomisasi dalam segala hal. Adanya dikotomi baik/buruk,

makna/bentuk, jiwa/badan, transendental/imanen, maskulin/feminin, benar/salah, lisan/tulisan, dan sebagainya. Dikotomisasi seperti ini pada akhirnya akan memunculkan hirarki, yang menjadikan satu diatas dari yang lain. Misalnya, maskulin lebih baik dari feminim, lisan lebih baik dari tulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu menurut Derrida, yang harus dilakukan adalah pembalikan (inverse). Maksudnya, segala sesuatu dalam dekonstruksi harus dianggap satu. Tidak ada lagi oposis biner yang memisah-misahkan. 2. Michel Foucalt (1926-1984). Ia secara khusus membahas tentang kegilaan untuk membongkar modernitas. Dalam bukunya Discipline and Punish Foucalt menjelaskan tentang pembentukan masyarakat disiplin (disciplinary society) akibat modernitas. Ada pembentukan kedisiplinan bagi yang abnormal agar menjadi normal. Maka dari itu masyarakat modern membentuk alat sosial (social command) untuk mengubah yang abnormal agar sesuai dengan sistem yaitu: Aparat, institusi, dan hukuman.

C.

AJARAN FILSAFAT POSTMODERNISME Menurut Kinayati filsafat Postmodern memiliki asas-asas pemikiran sebagai berikut: 1. Penafian atas keuniversalan suatu pemikiran. 2. Penekanan akan terjadinya pergolakan pada ientitas personal maupun social secara terus menerus, sbagai ganti dari yang permanen yang amat mereka tentang. 3. Pengingkaran atas semua ideology. Konsep filsafat pada era Postmodernisme adalah hasil gabungan dari berbagai jenis fondasi pemikiran. Mereka tidak mau terkungkung dan terjebak dalam satu bentuk fondasi pemikiran tertentu. 4. Postmodernisme tidak memiliki asas-asas yang jelas (universal dan permanen). Akbar S. Ahmed dalam bukunya Posmodernisme dan Islam menyebutkan delapan

karakter sosiologis postmodernisme yang menonjol, yaitu : 1. timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas; memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan diterimanya pandangan pluralisme relativisme kebenaran. 2. meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada urutannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma bagaikan agama atau

tuhan sekuler, dalam artian perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama tradisional, tetapi tanpa disadari telah diatur oleh media massa, semisal program televisi. 3. munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai reaksi atau alternatif ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains, teknologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia, tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah penindasan. 4. munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan rasionalisme dengan masa lalu. 5. semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban) sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju atas negara berkembang. Ibarat negara maju sebagai titik pusat yang menentukan gerak pada lingkaran pinggir. 6. semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau kelompok untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata lain, era postmodernisme telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi. 7. era postmodernisme juga ditandai dengan munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya eklektisisme dan pencampuradukan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas, sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok budaya secara eksklusif. 8. bahasa yang digunakan dalam waacana postmodernisme seringkali mengesankan ketidakjelasan makna dan inkonsistensi sehingga apa yang disebut era postmodernisme banyak mengandung paradoks.

D. SUMBANGSIH FILSAFAT POSTMODERNISME Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan cara beragama yang baru, manusia mempunyai hubungan dengan realitas tertinggi yakni Allah. Sebab, modernisme melupakan sisi manusia yang lain yakni kesadaran akan kekuatan yang diluar dirinya. Identitas manusia, ditentukan oleh dimensi hubungannya dengan Tuhan dan hubungannya dengan sesama. Dalam hal ini agama dan sains bekerja sama dalam membangun dan membuat manusia sejahtera. Manusia seharusnya menghargai nilai-nilai kemanusiaan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasakan kemanusiaan sehingga nyata damai dan sejahtera

bagi kehidupan manusia, manusia membutuhkan kepastian dari agama dipegang orang sebab pertanyaan yang selalu diperhadapkan kepada manusia dari manakah hakikat asalanya dan kemana akan pergi. Kepastian yang dinyatakan melalui pernyataanpernyataan kitab suci dan simbol-simbol memperkuat keyakinan orang akan apa yang dipegangnya untuk menyatakan kesejahteraan dan kedamaian bukan peperangan karena kebenaran, penekanan saat ini adalah bagaimana hidup berdampingan untuk menyatakan kerajaan Allah yakni kehidupan tanpa penindasan dan kekerasan. Lihatlah kepada Yesus manusia yang sempurna tanpa dosa, di mana Ia menjaga hubungan yang akrab dengan sesama dan Allah dan telah mengorbankan diri-Nya sebagai rasa solidaritas-Nya atas keadaan manusia melalui salib, hubungan manusia dan sesama pulih, serta hubungan manusia dengan Allah. Sumbangsih filsafat postmodernisme terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi di jelaskan oleh Toffler yang manggambarkan peradaban pasca-modern itu sebagai datangnya industri-industri baru yang didasarkan pada komputer, elektronik, informasi, bioteknologi. Ini memungkinkan pabrikasi yang fleksibel, pasar lokal, meluasnya pekerjaan paruh-waktu, dan de-masivisasi media, dan

mengambarkan fusi baru antara produser dan konsumer dan terbentuknya apa yang disebut sebagai prosumer. Ini menggambarkan pergeseran pekerjaan ke rumah dan perubahan-perubahan dalam bidang politik dan sistem pemerintahan. F. Keunggulan Dan Kekurangan Filsafat Postmodernisme 1. Kelebihan Posmodernisme adalah: a. Adanya kediktatoran pemaknaan b. Anti totaliter yang membebaskan manusia dari totalitarisme makna c. Kebebasan beragama meruapakan jaminan terhadap martabat manusia yang terpenting d. Menolak narasi besar demi narasi-narasi kecil Posmodernisme muncul untuk meluruskan kembali interpretasi sejarah yang dianggap otoriter. Untuk itu postmodernisme menghimbau agar kita semua berusaha keras untuk mengakui adanya identitas lain yang berada di luar wacana hegemoni. Posmodernisme mencoba mengingatkan kita untuk tidak terjerumus pada kesalahan fatal dengan menawarkan pemahaman perkembangan kapitalisme dalam kerangka genealogi (pengakuan bahwa proses sejarah tidak pernah melalui jalur tunggal, tetapi mempunyai banyak sentral).

Postmodernisme mengajak kaum kapitalis untuk tidak hanya memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan keuntungan saja, tetapi juga melihat pada hal-hal yang berada pada alur vulgar material yang selama ini dianggap sebagai penyakit dan obyek pelecehan saja. Postmodernisme sebagai suatu gerakan budaya sesungguhnya merupakan sebuah oto-kritik dalam filsafat Barat yang mengajak kita untuk melakukan perombakan filosofis secara total untuk tidak lagi melihat hubungan antar paradigma maupun antar wacana sebagai suatu dialektika seperti yang diajarkan Hegel. Postmodernisme menyangkal bahwa kemunculan suatu wacana baru pasti meniadakan wacana sebelumnya. Sebaliknya gerakan baru ini mengajak kita untuk melihat hubungan antar wacana sebagai hubungan dialogis yang saling memperkuat satu sama lain. 2. Kelemahan Postmodernisme adalah : Yang paling dasar adalah postmodernisme itu sendiri yang memiliki definisi yang beragam. Selain itu, dari para penganut postmodernisme sendiri tidak memiliki pemikiran yang sama, ada yang berpikir bahwa untuk memperbaiki suatu ke-modern-an tertentu, mereka harus kembali kepada pemikiran yang ada sebelum ke-modern-an itu ada. Ada juga yang melakukan dekonstruksi dalam persoalan linguistic saja, Pertama, pemikiran-pemikiran yang dalam rangka merevisi kemodernan itu cenderung kembali ke pola berfikir pra-modern. Sebutlah misalnya ajaran yang memproklamirkan dirinya sebagai metafisika New Age. Dapat pula dimasukkan kedalam kelompok ini pemikiran-pemikiran yang mengaitkan dirinya dengan wilayah mistiko-mitis. Kedua, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang paling populer dan digemari oleh kelompok ini adalah "dekontruksi". Ketiga, adalah segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern di sana-sini saja. Ini dimaksudkan lebih merupakan "kritik imanen" terhadap modernisme dalam rangka mengatasi berbagai konsekuensi negatifnya. Misalnya, mereka tidak menolak sains pada dirinya sendiri, melainkan hanya sains sebagai ideologi dan scientism saja di mana kebenaran ilmiahlah yang dianggap kebenaran yang paling sahih dan meyakinkan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis, metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu

mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Mereka berdualah yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang, karena di Amerika Serikat pragmatisme mendapat tempat tersendiri dengan melekatnya nama William James sebagai tokohnya, disamping John Dewey. Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Inti pemikiran aliran eksistensialisme adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka. Sren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre dianggap filosof yang dapat mewakili aliran ini. Sren menggambarkan tentang eksistensialisme manusia dalam perkembangan religius. Sartre sendiri mengatakan manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan tindakannya sendiri. Posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme. Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era posmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modem. Aliran posmodernisme berkembang pesat pada 1970an dengan beberapa tokoh yang gigih menolak aliran modernism, tokoh-tokoh tersebut antara lain Jeans Francois Lyotard, Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, Jacques Derrida, Michel Foucalt dan lain sebagainya.

Fenomenologi adalah suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan, dan juga sebagai suatu pendirian atau aliran filafat. Akan tetapi dalam mazgab filsafat fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya. Edmund Husserl (18591939) membawa fenomenologi berubah menjadi sebuah disiplin ilmu filsafat dan metodologi berfikir yang mengusung tema Epoche-Eiditic Vision danLebenswelt sebagai sarana untuk mengungkap fenomena dan menangkap hakikat yang berada dibaliknya. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Dalam pemahaman Edmund Husserl, fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman yang didapat secara langsung seperti religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Ia juga menyarakan fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada penyelidikan susunan kesadaran itu sendiri, sehingga akan nampaklah objek kesadaran (fenomenon) tentang Labenswelt (dunia

kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris. Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, fenomenologi merupakan salah satu bentuk inovasi karena mampu meninggalkan syarat dalam sebuah penelitian yang termanifestasi dengan menggunakan sebuah hipotesa dalam kerangka penyusunan. Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita) adalah relative, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas memepunyai implikasi bagaimana kita

memandang diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan devisi dari Friedrich Wiliam Nietzsche (1844-1900) yang dikenal sebagai nabi dari postmodernisme. Dia mengatakan bahwa Ada banyak macam mata. Bahkan sphink juga mamiliki mata, dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran. Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan cara beragama yang baru, dialog dan cara beragama yang baru melalui kemanusiaan titik pijak yang baru. Manusia mempunyai hubungan dengan realitas tertinggi yakni Allah. Sedangkan sumbangsih filsafat postmodernisme terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi di jelaskan oleh Toffler yang manggambarkan

peradaban pasca-modern itu sebagai

datangnya industri-industri baru yang

didasarkan pada komputer, elektronik, informasi, bioteknologi. Ini memungkinkan pabrikasi yang fleksibel, pasar lokal, meluasnya pekerjaan paruh-waktu, dan demasivisasi media, dan mengambarkan fusi baru antara produser dan konsumer dan terbentuknya apa yang disebut sebagai prosumer. Ini menggambarkan pergeseran pekerjaan ke rumah dan perubahan-perubahan dalam bidang politik dan sistem pemerintahan.

http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/filsafat-pendidikanpragmatisme/

You might also like