You are on page 1of 12

LAPORAN KASUS

KERATITIS PUNCTATA SUPERFISIAL

Oleh :

Lalu W.J. Hardi H1A 004 029

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF MATA FK UNRAM/RSU MATARAM DESEMBER 2008

BAB I RINGKASAN AWAL Anak laki-laki berusia 9 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan pasien kabur dan terasa ada pasir sejak 1 minggu yang lalu. Mata terasa nyeri, silau jika melihat cahaya, merah serta berair. Pasien mengeluh gejala tersebut selalu timbul ketika sore dan malam hari. Riwayat mata merah, terdapat kotoran pada mata dan demam disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/7, VOS = 6/6, pemeriksaan mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada perikorneal, pemeriksaan segmen anterior ditemukan COA agak keruh dan pemeriksaan dengan pemulasan flurescen kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya ditemukan bintik-bintik berwarna hijau dipermukaan tengah kornea. Pasien dicurigai menderita Keratitis Punctata Superfisialis.

BAB II LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien Umur Jenis Kelamin Agama/suku Pendidikan Pekerjaan Alamat Tanggal pemeriksaan II. ANAMNESIS Keluhan utama: Pasien mengeluh mata kanan kabur dan seperti ada pasir. Perjalanan penyakit: Pasien datang ke poli mata RSU Mataram dengan keluhan kabur dan terasa seperti ada pasir di mata bagian kanan sejak 1 minggu yang lalu. Mata kanan terasa nyeri dan memerah ketika malam harinya. Apabila melihat cahaya, penglihatan pasien silau. Pasien juga mengeluh mata kanannya sering berair namun tidak terdapat kotoran pada mata. Riwayat demam serta pusing disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah melakukan pengobatan pada mata sebelumnya. : H : 9 tahun : Laki-laki : Islam/sasak : SD :: Dasan Cermen, Mataram : 10 Desember 2008

III. PEMERIKSAAN FISIK :


Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2008

Keadaan umum
Kesadaran

: Baik : Compos Mentis : Mata Kanan 6/7 Maju 6/6 normal Baik ke segala arah Normal Normal (-) (+) Keruh Permukaan cembung Infiltrate (-) Dalam Hifema (-) Hipopion (-) Warna coklat Iridodenesis (-) Iridodialisis (-) Sinekia (-) Regular (+) Jernih Normal Jernih Permukaan cembung Infiltrate (-) Dalam Hifema (-) Hipopion (-) Warna coklat Iridodenesis (-) Iridodialisis (-) Sinekia (-) Reguler (+) Jernih Normal Mata Kiri 6/6 6/6 normal Baik ke segala arah Normal Normal -

Status lokalis No. 1. 2. 2. 3. 4.

5.

6.

Pemeriksaan Visus Pinhole Lapang pandang Gerakan bola mata Palpebra Edema Hiperemi superior Papil Entropion Silia Pseudoptosis Sikatrik Palpebra Silia Trikiasis Inferior Hiperemi Edema Konjungtiva Injeksi bulbi konjungtiva Injeksi siliar

7.

Kornea

8.

Bilik mata depan

9.

Iris

10. 11. 12.

Pupil Lensa TIO (palpasi)

Bentuk Diameter refleks

13.

Slit lamp dengan flurescein

Flurescein (+) Bintik-bintik hijau di tengah kornea Tidak dievaluasi

14.

Funduskopi

Tidak dievaluasi

Gambar : OD
Bintik-bintik hijau Flurescein (+)

OS

Injeksi silier

IV. DIAGNOSIS Keratitis Punctata Superfisisalis Okuli Dextra V. DIAGNOSIS BANDING Keratitis Subepithelial VI. PENATALAKSANAAN Terapi : Pemberian antibiotic (Xitrol), air mata buatan, dan sikloplegik (Tropin). KIE : menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet. BAB III TINJAUAN PUSTAKA KORNEA 1. Fisiologi Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi

sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi (1). Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus(1). 2. Resistensi Kornea Terhadap Infeksi Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali ini cedera, stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (mis; defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi(1). Moraxella liquefacies, yang terutama terdapat pada peminum alcohol (sebagai akibat kehabisan piridoxin), adalah contoh klasik oportunismen bakteri, dan dalam tahun-tahun belakangan ini sejumlah oportunis kornea baru telah ditemukan. Diantaranya adalah serratia marcens, kompleks mycobacterium fortuitum-chelonei, streptococcus viridians, staphylococcus epidermidis, dan berbagai organism coliform dan proteus, selain virus dan jamur(1). Kortikosteroid local atau sistemik akan mengubah reaksi imun hospes dengan berbagai cara dan memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur(1). 3. Fisiologi Gejala Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule,

keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat(1). Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestasi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umunya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen(1). 4. Investigasi Penyakit Kornea Gejala dan tanda Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan flurescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini(1). Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat local oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus(1). KERATITIS

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma(2). Keratitis superfisialis Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah: 1. Keratitis punctata superfisialis Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes simpleks, herpes zoster dan vaksinia(2). 2. Keratitis flikten Benjolan 3. Keratitis sika Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva(2). 4. Keratitis lepra Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik(2). 5. Keratitis nummularis Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani(2). 6. Keratitis profunda Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain: Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital Keratitis sklerotikans. putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea(2).

KERATITIS PUNCTATA SUPERFISISALIS THYGESON

Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur. Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa penyembuhan penyakit epitel ini(1,4). Etiologi Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea
(1,3)

. Penyebab

lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya (2). Manifestasi klinis Iritasi ringan, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan fotofobia adalah gejala satu-satunya. Konjungtiva tidak terkena (1,4). Keratitis epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis punctata superfisialis karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epithelial pada trachoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisialis bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya(1). Terapi

Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata, dan sikloplegik(2). Pemberian tetes kortikosteroid untuk jangka pendek sering kali dapat menghilangkan kekeruhan dan keluhan subjektif, namun pada umunya kambuh. Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun. Pemberian kortikosteroid topical untuk waktu lama memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak teriduksi steroid dan glaukoma. Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, khususnya pada kasus yang mengganggu(1). Gambar:

BAB IV PEMBAHASAN Pada kasus diatas, dari anamnesis didapatkan anak laki-laki berusia 9 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur dan terasa ada pasir sejak 1 minggu yang lalu. Mata terasa nyeri, silau jika melihat cahaya, merah serta berair. Pasien mengeluh gejala tersebut selalu timbul ketika sore dan malam hari. Riwayat mata merah, terdapat kotoran pada mata dan demam disangkal oleh pasien. Dari

anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata bagian kanan dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan visus (kabur). Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis sementara mengarah ke diagnosis keratitis. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/7, VOS = 6/6, pemeriksaan mata sebelah kanan ditemukan injeksi silier pada perikorneal, pemeriksaan segmen anterior ditemukan COA agak keruh dan pemeriksaan dengan pemulasan flurescein kemudian dilihat dengan slit lamp hasilnya ditemukan bintik-bintik berwarna hijau di permukaan kornea bagian tengah. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan bahwa infeksi kornea dapat diklasifikasikan sesuai dengan lapisan kornea yang terkena yaitu bagian superfisialis dan terbentuk bintik-bintik yang terkumpul di daerah membrane bowman. Diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien tersebut adalah keratitis punctata superfisisalis. Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik, air mata buatan, dan sikloplegik. Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya

Medika. Hal: 129 152


2.

Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata edisi2. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. Hal: 113 116

3.

Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal: 56 4. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: december 2008)
5.

Reed, Kimberly K. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern

University College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: december 2008)

You might also like