You are on page 1of 6

PT KAI Dinyatakan Terbukti Lakukan Diskriminasi dan Persekongkolan

http://202.153.129.35/berita/baca/lt4c7dd5d8b6f98/pt-kai-dinyatakan-terbukti-lakukan diskriminasi-dan-persekongkolan

Rabu, 01 September 2010 KPPU menghukum GE Transportation dan PT KAI membayar denda masing-masing Rp1,5 Miliar, dan Rp2 Miliar. PT KAI dinyatakan terbukti lakukan Diskriminasi dan persekongkolan. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran: - Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Kereta Api Indonesia yang menjadi terlapor II dituding telah melakukan diskriminasi dan persekongkolan terkait pengadaan 20 unit lokomotif CC 204 tahun 2009.

Kasus ini bermula dari pengadaan 20 unit lokomotif kereta api dengan nilai lebih dari Rp366 Miliar. Dalam rencana pengadaan itu, PT KAI sempat memberikan kesempatan kepada Corporate Social Responsibility (CSR) dan PT Tri Hita untuk melakukan presentasi produknya pada bulan Desember 2009.

Namun, kesempatan itu ternyata tidak mempengaruhi hasil dari proses pengadaan 20 lokomotif tersebut. Pasalnya, kesempatan untuk CSR dan PT Tri Hita diberikan setelah proses pengadaan selesai dilaksanakan. Sementara, PT KAI tetap menunjuk GE Transportation yang telah menjadi rekanan selama lebih dari 50 tahun.

PT KAI tidak memberikan kesempatan kepada CSR dan PT Tri Hita untuk berpartisipasi dengan alasan keduanya belum masuk dalam daftar rekanan terseleksi dan produknya belum teruji. Majelis menilai, tindakan PT KAI merupakan diskriminasi yang sangat nyata terhadap CSR dan PT Tri Hita.

Tindakan penunjukan langsung PT KAI dianilai tidak sesuai prosedur, dan ketentuan yang berlaku. Ketentuan Pasal 30 ayat (5) SK Direksi tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PT KAI menyatakan justifikasi untuk proses penunjukan langsung tidak boleh mengarah kepada suatu merek/ jenis barang tertentu dengan maksud langsung menunjuk kepada penyedia barang/jasa tertentu.

Namun, kenyataannya PT KAI justru membuat justifikasi yang secara tegas menyebut produk Microprocessor GE Brightster yang merupakan produk GE Transportation.

Dalam putusannya, Majelis Komisi yang diketuai Didik Akhmadi, dengan anggota Erwin Syahril dan Dedie S Martadisastra, menyatakan PT KAI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999. Sementara, GE Transportation yang hanya dinyatakan melanggar Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999.

Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Majelis Komisi menghukum GE Transportation untuk membayar Rp1,5 Miliar yang harus disetor ke kas Negara. Sementara PT KAI didenda sebesar Rp2 Miliar. Selain hukuman denda, Majelis Komisi memerintahkan PT KAI untuk membuat spesifikasi teknis sistem operasional perkeretaapian termasuk lokomotif secara lebih detil yang tidak hanya mengacu kepada produk GE Transportation. PT KAI juga harus melakukan tender terbuka untuk pengadaan lokomotif dengan mengacu pada spesifikasi teknis sistem operasional seperti yang diperintahkan.

Ditemui usai pembacaan putusan kuasa hukum PT KAI, Augustinus Hutajulu menyatakan akan mengajukan keberatan. Kita akan mengajukan keberatan, tegasnya.

Dia mempertanyakan dua pasal yang digunakan untuk menjerat PT KAI. Menurutnya, diskriminasi dan persekongkolan adalah dua hal yang berbeda.

Augustinus menganggap putusan Majelis tidak konsisten karena menggunakan dua masalah hukum yang berbeda.

PT KAI sudah menggunakan GE Transportation sejak tahun 1953. Itu pun warisan dari pemerintah sebelumnya. Apabila PT KAI harus mengganti supplier, harus ada penyesuaian-penyesuaian yang membutuhkan dana. Kalau kita mengambil merek lain, kita harus menyediakan infrastruktur baru, terang Agustinus.

Sementara Stuart L Dean, Presiden GE Transportation wilayah ASEAN mengaku kecewa dengan putusan Majelis Komisi. Dia menghormati semua proses yang dilakukan Majelis dalam memeriksa perkara ini. Namun, dia merasa pertimbangan hukum Majelis tidak tepat. Dia menegaskan tidak ada konspirasi antara pihaknya dengan PT KAI.

Terkait upaya hukum, Stuart menyatakan akan selanjutnya dengan kuasa hukumnya terlebih dahulu.

mengkonsultasikan

langkah

Terbukti Diskriminasi dan Persekongkolan


02 Sep 2010 http://bataviase.co.id/node/368433 NERACA Jakarta - Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Kereta Api Indonesia yang menjadi terlapor I! dituding telah melakukan diskriminasi dan persekongkolan terkait pengadaan 20 unit lokomotif CC 204 tahun 2009. Kasus ini bermula dari pengadaan 20 unit lokomotif kereta api dengan nilai lebih dari Rp366 Miliar. Dalam rencana pengadaan itu, PT KAI sempat memberikan kesempatan kepada Corporate Social Responsibility (CSR) dan PT Tri Hita untuk melakukan presentasi produknya pada bulan Desember 2009. Namun, kesempatan itu ternyata tidak mempengaruhi hasil dari proses pengadaan 20 lokomotif tersebut. Pasalnya, kesempatan untuk CSR dan PT Tri Hita diberikan setelah proses pengadaan selesai dilaksanakan. Sementara, PT KAI tetap menunjuk GE Transportation yang telah menjadi rekanan selama lebih dari 50 tahun. PT KAI tidak memberikan kesempatan kepada CSR dan PT Tri Hita untuk berpartisipasi dengan alasan keduanya belum masuk dalam daftar rekanan terseleksi dan produknya

belum teruji. Majelis menilai, tindakan PT KAI merupakan diskriminasi yang sangat nyata terhadap CSR dan PT Tri Hita. Tindakan penunjukan langsung PT KAI dianilai tidak sesuai prosedur, dan ketentuan yang berlaku. Ketentuan Pasal 30 ayat (5) SK Dia-ksi tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Ba-rang/Iasa di lingkungan PT KAI menyatakan justifikasi untuk proses penunjukan langsung tidak boleh mengarah kepada suatu merek/ jenis barang tertentu dengan maksud langsung menunjukkepada penyedia barang/ jasa tertentu. Namun, kenyataannya PT KAI justru membuat justifikasi yang secara tegas menyebut produk Microprocessor GE Bright-ster yang merupakan produk GE Transportation. Dalam putusannya, Majelis Komisi yang diketuai Didik Akhmadi, dengan anggota Erwin Syahril dan Dedie S Martadisastra, menyatakan PT KAI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999. Sementara, GE Transportation yang hanya dinyatakan me-ianggar Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999. Majelis Komisi menghukum GE Transportation untuk membayar Rpl,5 miliar yang harus disetor ke kas Negara. Sementara PT KAI didenda sebesar Rp2 miliar. Selain hukuman denda, Majelis Komisi memerintahkan PT KAI untuk membuat spesifikasi teknis sistem operasional perkeretaapian termasuk lokomotif secara lebih detil yang tidak hanya mengacu kepada produk GE Transportation. PT KAI juga harus melakukan tender terbuka untuk pengadaan lokomotif dengan mengacu pada spesifikasi teknis sistem operasional seperti yang diperintahkan. Ditemui usai pembacaan putusan kuasa hukum PT KAl.AugustinusHutajulu menyatakan akan mengajukan keberatan. Dia mempertanyakan dua pasal yang digunakan untuk menjerat PT KAI. Menurutnya, diskriminasi dan persekongkolan adalah dua hal yang berbeda. Augus-tinus menganggap putusan Majelis tidak konsisten karena menggunakan dua masalah hukum yang berbeda PT KAI sudah menggunakan GE Transportation sejak tahun 1953. Itu pun warisan dari pemerintah sebelumnya. Apabila PT KAI ha-rus mengganti supplier, harus ada penyesuaian-penyesuaian yang membutuhkan dana* rin Entitas terkaitCC | CSR | Didik | Ditemui | GE | Hutajulu | Iasa | Kasus | Majelis | NERACA | Pasal | Persekongkolan | SK | Tindakan | Dedie S | Erwin Syahril | GE Transportation | Ketentuan Pasal | Majelis Komisi | Microprocessor GE | PT KAI | PT Tri | Terbukti Diskriminasi | UU No | Apabila PT KAI | Corporate Social Responsibility | Larangan Praktik Monopoli | Persaingan Usaha Tidak | Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan | PT Tri Hita | Sementara PT KAI | PT Kereta Api Indonesia | Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha | Ringkasan Artikel Ini Dalam rencana pengadaan itu, PT KAI sempat memberikan kesempatan kepada Corporate Social Responsibility (CSR) dan PT Tri Hita untuk melakukan presentasi produknya pada bulan Desember 2009. PT KAI tidak memberikan kesempatan kepada CSR dan PT Tri Hita untuk berpartisipasi dengan alasan keduanya belum masuk dalam daftar rekanan terseleksi dan produknya belum

teruji. Majelis menilai, tindakan PT KAI merupakan diskriminasi yang sangat nyata terhadap CSR dan PT Tri Hita. Dalam putusannya, Majelis Komisi yang diketuai Didik Akhmadi, dengan anggota Erwin Syahril dan Dedie S Martadisastra, menyatakan PT KAI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No 5 Tahun 1999.

KPPU Denda PT KAI Rp2 Miliar JAKARTA | 00:09 Thu, 2 Sep 2010

Jurnas.com | KOMISI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mewajibkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) membayar denda kepada kas negara sebesar Rp2 miliar karena telah curang dalam pengadaan tender lokomotif CC 204. Putusan tersebut diambil KPPU melalui proses pemeriksaan dan penyelidikan dalam setiap detil proses tender dan ditemukan fakta bahwa PT KAI telah melakukan diskriminasi terhadap para peserta tender pengadaan lokomotif tersebut dengan telah memperispkan PT General Electric (GE) Transportation sebagai pemenangnya.

Terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa PT KAI telah dengan sengaja mengatur sedemikian rupa proses tender agar PT GE Transportation bisa keluar sebagai pemenang tender. Di lain pihak PT KAI telah melakukan diskriminasi terhadap peserta tender lainnya, yaitu PT Tri Hita Karana, ujar Plh, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum, Zaki Zein Badroen, saat dihubungi, Rabu (1/8).

Pewajiban denda tersebut, menurut Zaki, didasarkan pada Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dijelaskan Zaki, sistem perkeretaapian seharusnya dirancang agar dapat menerima sebanyak mungkin produk yang ada, termasuk dalam hal aspek teknis, sehingga bisa menerima perkembangan teknologi yang sedang berjalan. Sedangkan yang kita temukan di lapangan, PT KAI rupanya memiliki ketergantungan pada satu produk saja, yaitu hasil produksi dari PT GE Transportation. INi tidak sehat untuk persaingan usaha, maupun untuk kemajuan dunia kereta api kita secara umum, jelasnya.

Dengan tergantung pada satu produk tersebut, lanjutnya, PT KAI secara tidak langsung telah membatasi diri terkait kemajuan teknologi yang harusnya berpotensi dirasakan oleh masyarakat. Di lain pihak, ketergantungan itu sendiri terbukti juga tidak memberikan keuntungan yang bisa dirasakan

oleh masyarakat. Jadi sudah tidak memberuikan keuntungan pada public, yang ada justru ketergantungan ini mereduksi potensi keuntungan yang bisa didapat oleh masyarakat, berupa layanan transportasi yang semkin baik dari yang ada sekarang, tukasnya.

Atas praktik kecurangan ini, selain menghuku PT KAI dengan denda sebesar Rp 2 miliar, PT KAI juga memutuskan denda sebesar Rp 1,5 miliar karena ikut terlibat dalam kerjasama pengaturan pemenang tender dalam pengadaan 20 lokomotif CC 204.

Penulis: Taufan Sukma Abdi Putra http://www.jurnas.com/news/7801/KPPU_Denda_PT_KAI_Rp2_Miliar/170/Ekonomi

You might also like