You are on page 1of 6

Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan osmotik antara suatu larutan dan pelarut

murninya yang dipisahkan oleh suatu membran yang dapat ditembus hanya oleh pelarut tersebut.[1] Dengan kata lain, tekanan osmotik adalah tekanan yang diperlukan untuk menghentikan osmosis, yaitu gerakan molekul pelarut melewati membran semipermeabel ke larutan yang lebih pekat.[2] Tekanan osmotik merupakan salah satu sifat koligatif larutan. Perhatikan peristiwa osmosis pada gambar diatas . Gambar tersebut menunjukkan osmometer yang diisi larutan gula, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi air, ternyata permukaan larutan gula pada osmometer naik. Akan tetapi, jika di atas torak diberi beban tertentu, maka aliran air ke dalam osmometer dapat dicegah. Gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut yang mengalir melalui selaput semipermeabel ke dalam larutan disebut tekanan osmosis larutan.

Pengimbangan tekanan osmosis Keterangan: A = larutan gula B = selaput semipermeabel C = air Hubungan tekanan osmosis dengan kemolaran larutan oleh Vant Hoff dapat dirumuskan sebagai berikut. = MRT Keterangan: = tekanan osmosis (atm) M = molaritas (mol/liter) T = suhu mutlak (K) R = ketetapan gas (0,082) L.atm.mol1K1 Hukum Vant Hoff ini hanya berlaku pada larutan nonelektrolit.

1. Tekanan Osmosis Gejala osmosis (dari kata yunani: "mendorong") adalah perjalanan pelarut murni ke dalam larutan, yang keduanya dipisahkan oleh membran semipermeabel, yaitu membran yang dapat diserapi oleh pelarut tetapi tidak oleh zat terlarutnya, yang mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membran. Osmosis adalah perpindahan molekul pelarut secara netto melalui membran semipermeabel dari pelarut murni ke larutan yang memiliki konsentrasi lebih besar (mengandung zat terlarut) sampai laju aliran molekul pelarut murni ke larutan sama dengan laju aliran molekul pelarut dalam larutan ke pelarut murni. Fenomena tekanan osmosis:

Gambar 1. Fenomena Tekanan Osmosis

Pada gambar diatas, wadah kiri diisi oleh pelarut murni (misal air) dan bagian kanan diisi oleh larutannya (misal larutan gula). Kedua bagian dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel (misal membran selofan), yaitu membran yang permeabel terhadap molekul pelarut dan impermeabel terhadap molekul terlarut. Jadi molekul air (baik dari larutan maupun pelarut murni) dapat melewati membran tersebut, sedangkan molekul-molekul gula tidak dapat melewatinya. Salah satu percobaan yang dapat membuktikan pernyataan diatas adalah dengan proses osmosis, misalnya memisahkan air dan larutan gula menggunakan membran semipermeabel. Sebelum proses osmosis terjadi wadah kiri (air) tidak berasa, wadah kanan (larutan gula) berasa sangat manis, dan permukaan cairan di kedua bagian sama tinggi, tetapi seiring bertambahnya waktu permukaan larutan gula naik sampai ketinggian tertentu dan ketika dicapai kesetimbangan tidak terjadi pertambahan ketinggian pada permukaan cairan di wadah kanan. Rasa pada wadah kiri (air) tetap tidak berasa karena tidak ada molekul gula yang dapat melewati membran semipermeabel untuk masuk ke wadah kiri sehingga dalam wadah kiri hanya terdapat molekul air sedangkan pada wadah kanan (larutan gula) rasanya menjadi kurang manis dari keadaan semula karena terjadi penambahan molekul air yang berasal dari wadah kiri yang dapat melewati membran semipermeabel sehingga dalam wadah kanan terdapat molekul gula yang jumlahnya tetap dan molekul air yang jumlahnya bertambah yang mengakibatkan konsentrasi larutan gula menjadi lebih rendah. Perbedaan ketinggian pelarut dan larutannya sebesar h, perbedaan ketinggian ini menyebabkan adanya tekanan hidrostatik dalam larutan yang disebut dengan tekanan osmosis dari larutan.

Gambar 2. Gambaran makroskopis dan mikroskopis saat peristiwa osmosis berakhir

Selain pada kejadian diatas, peristiwa osmosis juga dapat terjadi pada dua larutan dengan konsentrasi berbeda yang dipisahkan oleh membran semipermeabel, seperti pada gambaran berikut.

Gambar 3. Peristiwa Osmosis

Dalam kasus diatas C1>C2>C3>C4 dan perbedaan ketinggian hB<hC<hD<hA. Perbedaan ketinggian ini menunjukan tekanan osmosis pada A>D>C>B. Semakin pekat suatu larutan maka potensial kimia larutan tersebut semakin kecil dibandingkan pelarut murni. Dalam proses osmosis A, perpindahan pelarut secara netto berlangsung dari arah pelarut murni ke dalam larutannya. Hal ini dapat ditinjau dari potensial kimia pelarut di kedua fasa, yaitu pada pelarut murni dan pada larutannya. Jadi potensial kimia pelarut murni lebih besar daripada potensial kimia pelarut dalam larutan. Oleh karena itu laju pelarut murni ke larutan melalui membran semipermeabel lebih besar dibandingkan laju pelarut dari larutan ke pelarut murni yang berharga sangat-sangat kecil. Peristiwa osmosis berakhir saat tercapai kesetimbangan di kedua fasa. Keadaan kesetimbangan tercapai ketika laju aliran molekul dari pelarut murni sama dengan laju aliran molekul pelarut dari larutannya. Hal ini diperoleh melalui perbedaan tekann hidrostatik di kedua bagian wadah. Adanya tekanan ekstra ini akan meningkatkan potensial kimia pelarut dalam larutannya sampai potensial kimia pelarut dalam larutan sama dengan potensial kimia pelarut murninya, A = A*. Proses osmosis juga terjadi pada B, C, dan D. Perpindan pelarut secara netto berlangsung dari arah pelarut dalam larutan yang lebih rendah konsentrasinya ke dalam larutan yang lebih pekat konsentrasinya sampai dicapai keadaan kesetimbangan di kedua sisi/bagian wadah. Ditinjau dari potensial kimia pelarut dalam larutan dibandingkan dengan potensial kimia pelarut murni menunjukan C1<C2<C3<C4<A*. Besaran disebut dengan tekanan osmosis, yaitu tekanan yang harus diterapkan pada larutan untuk mengingkatkan potensial kimia pelarutnya sampai pada nilai potensial kimia cairan pelarut murninya pada 1 atm. Saat kesetimbangan harus dipenuhi kriteria kesetimbangan, dalam hal ini potensial kimia pelarut dalam larutan (pada suhu T dibawah tekanan P) sama dengan potensial kimia pelarut dalam larutan (pada suhu T dibawah tekanan P+ ): (T,P+) = *(T,P) Oleh karena membran bersifat impermeabel terhadap terlarut maka tidak ada kesetimbangan untuk terlarut. Untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi terlarut (dalam satuan kemolaran) dengan tekanan osmotik maka digunakan pendekatan yang sama seperti dalam penurunan rumus kenaikan titik didih. Sehingga persamaan menjadi: = CRT atau = MRT = wBRT/MBV atau MB = wBRT/V dengan C dan M adalah masing-masing konsentrasi dan kemolaran larutan, wB adalah massa zat terlarut, dan MB adalah massa molar zat terlarut. Konsentrasi C dapat diganti dengan kemolaran (mol per liter) karena pengukuran tekanan osmotik biasanya dilakukan pada suhu tetap sehingga untuk larutan encer kemolaran dan kemolalan dianggap bernilai sama. Rumusan diatas hanya berlaku untuk larutan ideal encer dan dapat digunakan dalam penerapan osmometri, yang paling umum adalah pengukuran massa molar makromolekul (protein dan polimer sintetik). Ketika molekul-molekul besar ini melarut menghasilkan larutan yang jauh lebih ideal, dianggap bahwa persamaan van't hoff hanyalah suku pertama dari deret yang menyerupai persamaan varial: = [M]RT { 1 + M[M] + . . . } suku-suku tambahan memperhitungkan ketakidealan tersebut. Tekanan osmosis di ukur pada suatu konsentrasi dan alur dari /[M] terhadap [M] digunakan untuk mengetahui massa molar M.

Osmosis memiliki peranan penting dalam sistem kimia dan biologi. Osmosis adalah kasus khusus dari transpor pasif, dimana molekul air berdifusi melewati membran yang bersifat selektif permeabel. Dalam sistem osmosis, dikenal larutan hipertonik (larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut tinggi), larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi terlarut rendah), dan larutan isotonik (dua larutan mempunyai konsentrasi terlarut sama). Jika terdapat dua larutan yang tidak sama konsentrasinya, maka molekul air melewati membran sampai kedua larutan seimbang. Dalam proses osmosis, pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air terikat (tertarik) ke molekul gula (terlarut), sehingga hanya sedikit molekul air yang bebas dan bisa melewati membran untuk masuk ke larutan yang memiliki konsentrasi terlarut lebih rendah. Sedangkan pada larutan hipotonik, memiliki lebih banyak molekul air yang bebas (tidak terikat oleh molekul terlarut), sehingga lebih banyak molekul air yang melewati membran untuk masuk ke larutan yang memiliki konsentrasi terlarut lebih rendah. Oleh sebab itu, dalam osmosis aliran netto molekul air adalah dari larutan hipotonik ke hipertonik. Proses osmosis juga terjadi pada sel hidup di alam. Perubahan bentuk sel terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini, air (pelarut) yang masuk dan keluar dari sel memiliki jumlah yang sama besar. Banyak hewan-hewan laut, seperti bintang laut (Echinodermata) dan kepiting (Arthropoda) cairan selnya bersifat isotonik dengan lingkungannya. Jika sel terdapat pada larutan yang hipotonik, maka akan banyak air yang masuk ke dalam sel, sehingga menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel tumbuhan). Sebaliknya, jika sel berada pada larutan hipertonik, maka banyak molekul air yang keluar dari sel, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian. Pada hewan, untuk bisa bertahan dalam lingkungan yang hipoatau hipertonik, maka diperlukan pengaturan keseimbangan air, yaitu dalam proses osmoregulasi.

Gambar 4. Gambaran larutan isotonik, hipotonik, dan hipertonik.

Gambar 5. Gambaran tekanan osmosis dalam sel darah

You might also like