Professional Documents
Culture Documents
Kartika
September 25th, 2008
Hello, Darkness!
A. Latar Belakang
Mengacu pada konsep semiotika, karya seni––dalam hal Ini adalah seni rupa––
adalah teks kebahasaan yang hadir dalam bentuk media-media yang terindera
dan mewakili suatu konsep estetika tertentu dalam menyampaikan pesan. Dalam
seni rupa penginderaan berkenaan dengan relasi antara realitas kebercahayaan
atas suatu obyek visual dengan terkirimnya realitas-realitas yang tercahayai
kepada penerima pesan. Lantas, Cahaya dan juga pencahayaan pun berkenaan
dengan hukum fisika tentang terinderanya sebuah obyek oleh mata manusia.
Ketika semiotika mempostulatkan kehadiran sebuah teks dianggap ada setelah terjadinya proses
pengiriman pesan yang termuat dalam karya seni rupa kepada alamat pesan dan pesan tersebut
diterima oleh penerima dalam bentuk pemaknaan atas konsep yang terkirim, maka hukum fisika
menjelaskan bahwa pengiriman tersebut berlangsung lewat medium cahaya; pengenalan obyek
melalui alat Indera visual bergantung pada kondisi cahaya. Artinya, obyek seni rupa menjadi nihil
apabila tidak tersedia cahaya (yang memadai) untuk menampakkan obyek yang hendak diinderai
oleh penerima pesan. Ketika obyek seni rupa tercahayai untuk mewujudkannya, maka dalam
pencahayaan tersebut pun berlangsung proses-proses penghadiran teks-teks yang terkandung
dalam karya seni melalui medium-medium kebahasaan. Oleh karena itu, terdapat bidang yang
sebangun antara pencahayaan dengan medium kebahasaan.
Lantas, proses pengiriman pesan kepada penerima pesan yang menghasilkan suatu
penginderaan yang berujung pada pemahaman dan pemaknaan atas obyek penginderaan––baik
melalui terminologi semiotika dan juga fisika––menyangkat masalah bagaimana proses
pengiriman dikelola; bagaimana kualitas dan kuantitas pencahayaan dan medium kebahasaan
menghadirkan pesan.
Proses pengiriman pesan yang tertampung dalam sebuah karya seni rupa atau obyek
penginderaan melalui mata memerlukan sarana-sarana pengiriman; cahaya. Oleh karena Itu,
tanpa cahaya, tidak pernah ada obyek penginderaan visual dan dengan sendirinya tidak ada seni
rupa: tanpa medium-medium kebahasan, pesan-pesan dalam karya seni tak termaknai sehingga
dianggap tidak ada.
Selanjutnya, landasan pemikiran serupa ini menjadi alat untuk menelaah perkembangan seni
rupa di Indonesia dan kemudian dikerucutkan pada aspek-aspek kesenirupaan di Yogyakarta
yang dipandang sebagai salah satu kantong geliat seni rupa di Indonesia.
Kompleksitas yang dimaksud di sini mencakup persoalan kuratorial atau wilayah kritik
seni dan bentuk penyajiannya sehingga tercipta medium-medium kultural antara karya
dengan audiens. Melalui dan dalam medium-medium kultural inilah beropesi hukum fisika
dan semiotika yang menciptakan realitas tertentu terhadap seni rupa secara umum.
Lantas kita pun dapat mengajukan suatu pernyataan bahwa ketersampaian pesan-pesan
yang termuat dalam karya seni rupa bergantung pada siapa yang menguasai medium-
medium kultural tersebut. Penguasaan atas medium-medium kultural dalam membangun
relasi antara karya seni dengan audiens inilah yang kerap menjadi gonjang-ganjing dan
peroalan pelik tentang keberadaan seorang pekarya dan otonomi dirinya terhadap karya
dan proses berkarya atau keleluasaannya dalam menghimpun pesan melalui karya seni
rupa.
Tuntutan ekonomi ini pun berkenaan dengan realitas umum ekonomi-politik di Indonesia
yang memaksakan diri memasuki pasar ekonomi pasar global yang amat bergantung
pada penguasaan modal sehingga tidak semua orang punya kesempatan untuk hidup
layak (meski hidup layak sendiri pun bergantung pada kebijakan politik penguasa dalam
mengidentifikasi standar hidup dan merumuskan konsep kesejahteraan). Maka, dengan
sendiri self-determination pekarya terhadap dirinya menjadi sangat lemah sehingga
muncullah praktek-prektek penggadaian idealisme kesenian dan proses kesenian oleh
pekerya-pekarya yang telah dibuat terdesak dan kehilangan otonomi.
Dalam praktek penguasaan medium-medium kultural ini, kritik seni dan juga praktek
kuratorial terhadap karya seni justru berjalan melalui praktek-praktek kehumasan guna
mendekatkan dan mengakrabkan hasil karya seorang pekarya dengan keinginan pasar.
Artinya di sini, kritik seni dan juga praktek kuratorial sebagai aktivitas kehumasan,
bertujuan untuk menciptakan pasar agar pasar seni dapat diukur, dikendalikan dan
kemudian memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dari sinilah muncul trend terhadap corak,
gaya, langgam dan juga mazhab––bila dapat dinamai demikian––kesenirupaan. Dan
keberadaan seorang pekarya amat bergantung pada kemampuannya untuk memasuki
corak, gaya, langgam dan juga mazhab kesenirupaan yang tengah dominan. Lantas,
galeri seni rupa, pameran-pameran seni rupa, kurasi dan kritik seni diperalat untuk
membuktikan betapa berterimanya corak, gaya, langgam dan mazhab kesenirupaan
tersebut.
Dari pengamatan secara fisika dan semiotika terhadap medium-medium kultural dalam
membangun relasi antara karya dengan audiens–– terutama kolektor––inilah muncul
ketidakadilan bagi sekelompok pekarya sehingga bagi mereka, karyanya tak sempat
dicahayai. Ketidaksempatan inilah yang kemudian keberadaan seorang pekarya pun
hilang, sebagaimana kita tak dapat menangkap citra visual atas karya-karya seni rupa
ketika mati lampu atau dalam keadaan gelap gulita.
Maka, lahirlah suatu kegelapan dalam realitas kesenirupaan bagi kelompok tertentu yang
tidak punya “kemampuan” berdamai dengan pihak penguasa medium-medium kultural.
Atas realitas kesenirupaan seperti itu, maka lahirlah suatu parodi eksistensial dalam
konsep cartesian. diriku ada ketika karyaku dicahayai.
Pada prinsipnya, manusia dapat melihat kegelapan namun tidak dapat melihat
dalam kegelapan. Melalui kredo semacam ini, maka kegelapan menjadi metafora
atas realitas kesenirupaan; metafora atas penguasaan medium-medium kultural
dalam menghadirkan karya oleh pihak-pihak yang berdiri tegak demi kepentingan
ekonomi pasar.
Dari sini, pameran seni rupa pun musti dipandang sebagai sebuah pengejawantahan suatu
dialektika atas realitas seni rupa mayor yang mewakili narasi-narasi (yang sedang) besar (grand
narration). Oleh karena itu, penggagasan suatu pameran bisa jadi berangkat dari realitas
kesenirupaan yang memunculkan pihak liyan yang terjebak dalam komidifikasi praktek
kesenirupaan sebagai obyek kepentingan ekonomi. Maka kini, tengah digagas sebuah pameran
atas potensi-potensi pengiriman pesan melalui medium-medium kultural untuk mencapai alamat-
alamat penerima agar kehadiran dalam kondisi tanpa cahaya bagi karya-karya yang terabaikan
menjadi tercahayai sehingga keberdaannya terinderai dan bergerak menuju wilayah-wilayah
pemaknaan para audiens.
C. Maksud dan Tujuan
1. Dari Kehendak menuju Otonomi Pekarya
D. Tema Pameran
Pameran yang berangkat atas landasan berfikir fisika dan semiotika atas
keteinderaan obyek-obyek visual, mengusung tema:
E. Judul Pameran
Melalui “Melongok ke dalam Gelap, Bergerak menuju Kehadiran,” maka
terpautlah suatu jalinan antarteks atas kegelapan sebagai metafora dengan
kegelapan dan kebisuan yang didendangkan oleh Simon and Garfunkel melalui
syair lagu The Sound of Silence seperti berikut ini:
Still remains
“Hello, Darkness!”
“the sign flashed out its warning in the words that it was forming.”
Secara utuh, pameran ini berjudul:
“Hello, Darkness!: The Sign Flashed out its warning in the words that it was
forming.” – Sebuah Pameran Tunggal Dwi Kartika Rahayu
Dari penggunaan judul ini, maka yang dimaksud dengan in the words that it was forming dalam
pameran ini adalah lukisan-lukisan dan materi-materi pameran seni rupa yang terpilih.
F. Pemilahan Karya
Dalam pameran ini, Dwi Kartika Rahayu memiliki otonomi yang luas dalam
memuati pameran dengan materi-materi seni rupa yang hendak dipamerkan
berdasarkan tema pameran ini. Karya-karya yang dihadirkan dipilih berdasarkan
pemaknaan yang dilakukan oleh Dwi Kartika Rahayu atas kegelapan sebagai
metafora yang secara umum diwakili oleh judul pameran.
G. Waktu Pelaksanaan
Pameran ini akan dilaksanakan pada:
H. Agenda Pameran
1. Pembukaan – Sindhunata
2. Penutupan – Suwarno Wisetrotomo (kritikus seni)
3. Lelang Karya
I. Sasaran Pameran
1. Seniman
3. Kolektor Karya
4. Galleriawan / Pengusaha Galleri Seni
5. Pelajar / Mahasiswa
6. Budayawan
7. Umum
J. Anggaran Pembiayaan
Berdasarkan rekapitulasi pembiayaan (rincian terlampir), pameran ini membutuhkan biaya
sebesar, Rp 150.000.000,-
K. Publikasi
1.
1. Media Publikasi
2. Peliputan
3. Kritik Seni (Bekerja sama dengan media masa cetak tertentu untuk memuat
suatu analisis seni atas pameran secara keseluruhan oleh kritikus yang
memahami karya seni sebagai pesan – semiotika)
L. Kepanitiaan
Sebagai sebuah peristiwa kesenian, penyelanggaraan pameran ini diketuai oleh
Susilo Bambang Yudhoyono, dengan susunan kepanitian tertera dalam lampiran.
M. Penutup
Demikian proposal ini dibuat untuk dapat dipelajari oleh pihak-pihak yang tertarik untuk
mewujudkan pameran ini.
Lampiran 1
Anggaran
1. Kesekretariatan
4. Penerbitan buku/katalog
Lampiran 2
BENTUK PARTISIPASI
PENAWARAN PARTISIPASI DAN SPONSOR
Adapun kompensasi / imbalan yang akan diperoleh masing-masing sponsor dapat dilihat pada
tabel yang terdapat pada tabel berikut (tentang keterangan kompensasi/imbalan yang akan
diperoleh sponsor).
A. Media Cetak
Sponsor
No Imbalan JML Keterangan
I II III IV V VI VII VIII IX
1 Katalog 1000 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Undangan Pameran 500 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Undangan Pembukaan 250 1 1 1
Pameran
4 Tanda Panitia 200 1 1 1
5 Poster Pameran 500 1 1 1
6 Kaos Panitia 100 1
Jumlah Jenis kompensasi 6 5 3 2 2 2 2 2 2
Sponsor
No Imbalan JML Keterangan
I II III IV V VI VII VIII IX
1 Spanduk 10 1 1
2 Umbul-umbul 10 1
3 Baligo 3 1
Jumlah Jenis 3 1
kompensasi
A. Media Cetak
Nilai
No Jenis Media Ukuran Space Sponsor Sponsorship Eksp Keterangan
Per Buah (Rp)
Poster Full Colour
1 Halaman Muka 4 x 10 cm 5.000 2000
43 x 48 cm Kertas Art Paper
a. Halaman
Muka Luar 4.000 1000 3 Warna
6 x 11 cm
b. Halaman
Muka Dalam 4.000 1000 1 Warna
20 x 11 cm
23 x 32 cm c. Halaman
2 katalog
35 Hal. Belakang Luar 2.000 1000 3 Warna
20 x 11 cm
d. Halaman
Belakang
1.500 1000 1 Warna
Dalam
20 x 11 cm
e. Halaman Isi 1 Warna tersedia 3
1.000/hal. 1000
20 x 11 cm halaman
3 Tanda Panitia 9,5 x 5,5 cm 2,5 x 2,5 cm 5.000 50 3 Warna
Fancy Paper
a. Amplop 5 x 10 cm 5.000 1000
Fullcolour
Undangan
4 Pameran b. Isi Undangan
Fancy Paper
20 x 30 cm bagian muka 2 x 18 cm 2.000 1000
Fullcolour
luar
c. Isi Undangan Fancy Paper
18 x 18 cm 8.000 1000
bagian belakang Fullcolour
Fancy Paper
a. Amplop 5 x 10 cm 5.000 300
Undangan Fullcolour
Pembukaan b. Isi Undangan
8 Fancy Paper
Pameran bagian muka 2 x 18 cm 2.000 300
20 x 30 cm Fullcolour
luar
c. Isi Undangan Fancy Paper
18 x 18 cm 8.000 300
bagian belakang Fullcolour
Nilai
Jenis Ukuran
No Sponsor Sponsorship Eksp Keterangan
Media Space
Per Buah (Rp)
a. 100 x 90 cm
90 x 800 300.000 10 Dipasang dilokasi strategis
1 Spanduk (Sebelah kiri)
cm
b. 100 x 90 cm
(Sebelah 300.000 10 Dipasang dilokasi strategis
Kanan)
C. Media Elektronik
Disebutkan oleh seniman sebagai perusahaan pendukung kegiatan pada saat wawancara dengan
TVRI untuk acara dunia dalam berita.
Nilai Sponsorship
No Jenis Keterangan
per satuan (Rp)
Memasang spanduk perusahaan
1 ukuran 300 x 90 cm di Ballroom 500.000/ Spanduk Max. 8 Spanduk
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Memasang spanduk perusahaan
2 ukuran 300 x 90 cm di Public Area 500.000/Spanduk
tanggal 25 – 31 Mei 2009
E. Penjualan Stand
Nilai Sponsorship
No Jenis Keterangan
per satuan (Rp)
Area parkir halaman depan
1 tempat kegiatan 20.000.000 Terbagi menjadi 5 kavling
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Ruang tunggu
2 ukuran 2 x 3 m 5.000.000 Dapat menjual produk/jasa
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Coridor belakang Ballroom
3 ukuran 1,5 x 2 m 1.000.000 Tersedia 8 kavling
tanggal 25 – 31 Mei 2009
Lampiran 3
ORGANISASI KEPANITIAAN
Pelindung : Menteri Seni dan Budaya
SEKSI-SEKSI :
1. Sie Acara :
o Icha (Timkerja Martogolek Yogyakarta)
o Y.E. Agung
2. Sie Humas & Publikasi :
o Sandra Loecia
o Ratna Wuni
3. Sie Perlengkapan & Penataan Ruang :
o Sigit Vario
o Agus Adi
o Wisnu Auri Wibowo
o Sunardi
o Rudi Wuryoko
o Antok
o Didit Pratomo
4. Sie Dokumentasi & Transportasi : Novena Assen
5. Sie Konsumsi : Fitria Asmawitra
6. Sie Perencanaan & Desain Grafis :
o Olsy Vinoli Arnof
o Numan Maufur
o Teguh
Lampiran 4
AGENDA PAMERAN
19.00 – 19.30 Persiapan penerimaan tamu undangan.
(diiringi oleh musik)
• Pengklasifikasian undangan.
• Undangan diterima panitia.
• Tamu mengisi buku tamu ditempat
yang disediakan.
• Pembagian Katalog
19.30 - 19.40 Semua peserta/undangan siap.
MC,menyambut kedatangan Menteri Seni dan
Budaya.
19.40 - 20.00 Upacara siap dimulai.
20.00 - 20.10 Pembacaan Susunan Acara (MC).
20.15 – 20.20 Sambutan Dwi Kartika Rahayu
20.20 – 20.25 Orasi Budaya oleh Rm. Sindhunata
20.25 – 20.30 Sambutan dari Menteri Seni dan Budaya
dilanjutkan peresmian.
20.30 – 22.00 Melihat Lukisan
22.00 - …….. Ramah tamah / bebas.
Lampiran 5
KONDISI PAMERAN
1. Lokasi Pameran
2. Skema Display
3. Bagan Ruang Pamer
4. Materi-materi Pameran (Karya, peralatan tata cahaya dan pendukung, dll.)
Lampiran 6
PORTO FOLIO
Yogyakarta
Hp : 087838222599
Design
Design
Pameran Tunggal
Pameran Bersama
Pameran Seleksi
1. : “Nisbi” Galeri Katamsi FSR ISI Yogyakarta
Pameran Undangan
Pameran Fundrising
Performance Art
Yogyakarta
Penghargaan
2001: The Best Water Colour dari dosen Modern School Of Design Yogyakarta
Lampiran 7
Daftar Karya
“Unity”