You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Sinopsis Cerpen

Cerpen Robohnya Surau Kami karya AA Navis menceritakan tentang kematian seorang kakek yang semasa hidupnya berprofesi sebagai garin (penjaga surau) dan lebih dikenal sebagai tukang asah pisau. Kakek ini menghabiskan hidupnya di surau untuk beribadat kepada Tuhan dan mendapatkan penghasilan yang sekadarnya saja dari mengasah pisau itu. Sepeninggalan kakek, surau itu tidak lagi terurus bahkan nyaris roboh karena kayu-kayunya yang diambil oleh orang dan dipakai untuk keperluan yang lain. Kematian kakek disebabkan oleh dongeng yang diceritakan seorang pembual bernama Ajo Sidi. Sebelum meninggal, tokoh Aku tengah mendapati Kakek terlihat murung tak seperti biasanya, akhirnya ia bertanya apa sebab si Kakek bersedih dan berceritalah Kakek kepada tokoh Aku. Dalam ceritanya, Kakek dikatakan tanpa secara langsung orang yang terkutuk. Kakek merasa tersinggung karena menurutnya kehidupan lahir batinnya hanya untuk Allah semata. Ajo Sidi bercerita kepada Kakek tentang Haji Saleh, yang dikirim Tuhan ke neraka setelah ia mati. Padahal Haji Saleh semasa hidupnya selalu taat beribadat, sembahyang tiap waktu, kemudian Haji Saleh dan rekan-rekannya di neraka yang juga selalu beribadah kepada-Nya memprotes Tuhan barangkali Tuhan telah salah memasukkan mereka ke dalam neraka. Tuhan akhirnya memberitahukan pada Haji Saleh dan kawanannya bahwa mereka terlalu takut masuk neraka hingga terlalu sibuk untuk beribadat saja tanpa menghiraukan kehidupan sekitarnya, kehidupan anak dan istri, kehidupan bangsa negaraIndonesia. Lalu tersentaklah Haji Saleh akibat jawaban Tuhan, takpuas dengan jawaban Tuhan Haji Saleh bertanya kembali pada malaikat untuk mendapat kepastian apakah salah perbuatan Haji Saleh selama di dunia saat menyembah Tuhan. Malaikat menjawab bahwa mereka salah karena terlalu egois. Selesai bercerita, keesokan harinya istri tokoh Aku memberitakan bahwa Kakek meninggal dan segeralah Aku pergi ke rumah Ajo Sidi yang ternyata sedang pergi bekerja dan menitipkan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek.

1.2.

Riwayat Hidup Pengarang

Ali Akbar Navis atau AA Navis adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia. Karyanya yang paling fenomenal adalah cerita pendek 'Robohnya Surau Kami' yang ia tulis pada 1955. Navis dijuluki sebagai Sang Pencemooh karena tulisannya yang mengandung kritik ceplas-ceplos dan apa adanya.

Kegiatan tulis menulis telah Navis jalani sejak 1950. Namun hasil karyanya baru mendapat perhatian lima tahun setelah itu. Kumpulan cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami merupakan salah satu karya fenomenalnya yang pertama kali diterbitkan di media cetak tahun 1955. Robohnya Surau Kami juga terpilih menjadi salah satu cerpen terbaik majalah sastra Kisah. Cerpen tersebut menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka. Karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin. Dalam hal ini Navis menegaskan bahwa yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik, tapi tata nilai, seperti yang terjadi sekarang di negeri ini. Sepanjang hidupnya, kakek dari 13 orang cucu ini telah melahirkan ratusan karya, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio, esai mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi. Pandangan pria berdarah Minang ini mengenai karya sastra yang baik itu adalah keawetan sebuah karya yang dihasilkan. Ia tidak ingin karyanya hanya seperti kereta api, yang mungkin saja bagus akan tetapi hanya sekali lewat dan ada dimana-mana. Ia sendiri mengaku menulis dengan satu visi, yaitu dengan niat bukan untuk mencari ketenaran. Dalam konteks kesusastraan, Navis juga mengemukakan sebuah pandangan bahwa kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, mulai dari SD sampai perguruan tinggi, hanya diajarkan untuk menerima, tidak diajarkan untuk mengemukakan pemikiran. Oleh karena itu, terjadi pembodohan terhadap generasi akibat tingkah polah kekuasaan. Menurutnya, dengan memfungsikan pelajaran sastra dalam kurikulum pendidikan nasional, dapat membangkitkan sikap kritis seseorang dan memahami konsep-konsep tentang kehidupan. Sastrawan besar ini menghembuskan napasnya yang terakhir pada 22 Maret 2003. Ia telah lama mengidap komplikasi jantung, asma dan diabetes. a. Pendidikan INS Kayutanam (1932-1943) b. Karya Terkenal: Robohnya Surau Kami (1955) Bianglala (1963) Hujan Panas (1964) Kemarau (1967) Saraswati, si Gadis dalam Sunyi (1970) Dermaga dengan Empat Sekoci (1975) Di Lintasan Mendung (1983) Alam Terkembang Jadi Guru (1984) Hujan Panas dan Kabut Musim (1990) Jodoh (1998)

c. Penghargaan: Hadiah seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1988) Lencana Kebudayaan dari Universitas Andalas Padang (1989) Lencana Jasawan di bidang seni dan budaya dari Gubernur Sumbar (1990) Hadiah sastra dari Mendikbud (1992) Hadiah Sastra ASEAN/SEA Write Award (1994) Anugerah Buku Utama dari Unesco/IKAPI (1999) Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah RI

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

Isi a. Tema

Cerpen Robohnya Surau Kami karya AA Navis memiliki tema tentang keadaan iman seorang Kakek yang tidak seimbang akibat mendengar cerita dari Ajo Sidi. Ia merasa tersindir karena cerita Ajo Sidi tentang Haji Saleh yang dikirim Tuhan ke neraka akibat keegoisanya saat hidup hanya untuk Tuhan dan tidak mempedulikan kehidupan sekitarnya. Kakek berpikir bahwa tak apa hidupnya miskin asal tidak miskin ibadahnya kepada Tuhan. Akibatnya, Kakek mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. b. Amanat Cerpen ini memiliki amanat agar kita tidak takut akan neraka sehingga hanya mementingkan untuk beribadah tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Padahal Tuhan juga menyuruh kita untuk hidup bersosial meskipun beribadah itu juga penting. Kemudian, jangan terlalu mengambil hati omongan orang yang dikira belum tentu benar dan jangan pula suka mengumbar-umbar sesuatu seenaknya sendiri, hendaknya kita menjaga omongan kita pada orang lain. Amanat selanjutnya ialah jangan berbesar kepala dahulu dengan apa yang kita kerjakan, karena apabila kita terlalu membanggai kebaikan kita di sanalah keburukan kita terlihat oleh Tuhan. Pelajaran lain yang didapat dari cerpen ini ialah jangan silau akan gelar yang telah kita peroleh, karena bisa dengan gampangnya kita mendapat celaka dengan gelar itu.

2.2.

Latar atau setting a. Latar Tempat

Latar tempat pada cerpen ini ialah di sebuahkota, dekat pasar, di surau, di neraka, di rumah Ajo Sidi. b. Latar Waktu Saat tokoh Aku berbincang dengan Kakek, saat Ajo Sidi menceritakan Haji Saleh di neraka.Adapula yang sama dengan latar tempat. c. Latar Sosial

Pada cerita ini latar sosialnya ialah kehidupan seorang yang bekerja sebagai penjaga surau merangkap tukang asah pisau. Lalu sekelompok orang yang taat beribadah tapi masuk neraka di akhirat.

2.3.

Perwatakan atau Penokohan 1. Tokoh Aku pada cerita ini ialah orang yang selalu ingin tahu dan mengetahui di segala aspek. Seperti ia yang mencari tahu mengapa kakek tersindir dengan cerita Ajo Sidi hingga ia mengetahui sebab kakek meninggal. 2. Kakek merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Wataknya pada cerita ini ialah mudah percaya omongan orang lain, sehingga ia berpikiran pendek. Kakek juga tekun beribadah, tapi tidak kuat iman dan mementingkan dirinya sendiri. 3. Ajo Sidi ialah pembual, pada cerita ini diceritakan oleh tokoh Aku bahwa Ajo Sidi pembual hebat yang telah dikenal. Dan oleh ceritanyalah Kakek terpengaruh dan percaya kepada Ajo Sidi 4. Haji Saleh, Tokoh ini ialah tokoh dalam cerita Ajo Sidi,iamerupakan seorang yang taat agama dan mementingkan dirinya sendiri, ia tidak terima dijebloskan ke neraka.

2.4.

Alur atau Plot

Alur cerpen ini adalah flash back karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir a). Pola Alur 1. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya. 3. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya. 4. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh.

5. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri

dikendorkan

diberi

b). Jenis Alur 1. Secara Kuantitatif Alur dalam cerpen ini adalah tunggal karena hanya menceritakan satu permasalahan saja dalam cerita ini. Tidak terlihat banyak permasalahan hanya terpaku pada satu permasalahan saja 2. Secara Kualitatif Alur cerpen ini memiliki cerita yang sangat unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara sederhana, namun penuh makna dan kritik atas kehidupan manusia pada jaman modern ini.Alur cerpen ini maju. Cerpen ditulis dari awal sampai akhir dengan berurutan. Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami jalan cerita

2.5. Padahan 2.6. Sudut Pandang Titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah, pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita. Di dalam cerpen Robohnya Surau Kami pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita. Buktinya: Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Akan tetapi, ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh Aku, dan cerita ini diperolehnya dari Ajo Sidi, maka pengarang sudah memposisikan dirinya sebagai tokoh bawahan. Artinya, pengarang tetap melibatkan diri dalam cerita akan tetapi yang sebenarnya ia sedang mengangkat tokoh utama atau berusaha ingin menceritakan tokoh utamanya. Di sini pengarang tetap mengunakan kata Aku. Walaupun begitu kata Aku ini merupakan kata ganti orang pertama pasif. Engkau ?

Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku. lalu, setelah si Kakek menceritakan tentang Haji Saleh tokoh dongengan Ajo Sidi,pengarang kembali ke posisi sebagai tokoh Aku seperti pada bagian awal cerita

2.7. Dialog Dalam cerpen ini, dialog yang di gunakan sangat mengesankan dan runtut, dengan berbagai macam gaya bahasa yang digunakan. Mampu membuat pembaca dengan mudah mengerti akan arti yang dimaksud dalam pesan yang disampaikan oleh tokoh dalam cerpen tersebut. Bahasa yang digunakan pun sangat baik sehingga lahir majas majas seperti Litotes, alegori dan Sinisme. Majas Alegori dalam kutipan dialog ini: ..Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi..

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dari judul cerpen yakni Robohnya Surau Kami. Suaru di sini merupakan simbol kesucian, keyakinan. Jadi, melalui simbol ini sebenarnya pengarang ingin mengingatkan kepada pembaca bahwa kesucian hati atau keyakinan kita terhadap Tuhan dan agamanya sudah roboh. Sebab, cukup banyak tokoh-tokoh kita dari berbagai kalangan tidak lagi suci hatinya. Mereka sudah menggadaikannya dengan kedudukan, jabatan, dan pangkat. Mereka tenggelam dalam Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan keegoismeannya. Bahkan ada pula yang keyakinannya terhadap Tuhan dan agamanya terlibat luntur-pudar. Mereka ini tidak hanya tenggelam dalam KKN dan egoisme tetapi juga tenggelam dalam kemunafikan dan maksiat serta dibakar emosi dan dendam demi keakuan dirinya dan kelompoknya. Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut. Unsur-unsur intrinsik yang ada pada cerpen ini yaitu: tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya. Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir. Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh. Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain. Ajo Sidi adalah orang yang suka membual. Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain. Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri. Titik pengisahan/ sudut pengarang cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan sertaan) sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku. Gaya bahasa yang digunakan pengarang majas alegori, dan sinisme. Amanat yang ingin disampaikan pengarang pada cerpen ini adalah: jangan cepat marah kalau diejek orang, jangan cepat bangga kalau berbuat baik, jangan terpesona oleh gelar dan nama besar, jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan jangan egois. 3.2. Saran Sebaiknya pengarang bukan hanya menitik beratkan cerpennya hanya untuk oarng-orang yang beragama Islam, tetapi juga mengikut sertakan para penikmat cerpen dari kalangan yang

mempercayai agama lain, sebab di dalam cerpen Robohnya Surau Kami pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan (Islam), seperti garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hambaMu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh, dan Surau serta fitrah Id, juga Sedekah.

DAFTAR PUSTAKA

Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia: Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung : Angkasa. Suroto.1989. Teori dan Pembimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta : Erlangga. Tarigan, Henri Guntur.1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media. Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa raya Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta.: Gajah Mada University Press. Jakop Sumardjo. dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia. Panuti Sujiman. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

You might also like