You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah Ekologi Hewan yaitu tentang Hewan Musang dan Lingkungan ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, atas bimbingan Beliau sehingga kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ucapan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ekologi Hewan yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini sebagai pedoman, acuan, dan sumber belajar. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik dari segi bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat dalam makalah ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya.

Bone,

Januari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap organisme harus mampu beradaptasi untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan abiotik. Hewan tidak mungkin hidup pada kisaran faktor abiotik yang seluasluasnya. Pada prinsipnya masing-masing hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua semua faktor lingkungan. Pendekatan ekologi adalah memahami faktor-faktor dan proses-proses penting yang melandasi keberadaan dan kelimpahan jenis di tempat hidupnya. Berbagai faktor atau proses penting itu dijadikan sumber informasi dan titik acuan untuk kepentingan manusia. Makhluk hidup meluangkan waktunya untuk berkompetisi dalam memperoleh makanan, tempat berlindung, dan pasangan kawin. Di dalam lingkungan biotik terdapat interaksi antara individu sejenis maupun antara jenis berbeda. Pada makalah ini kita akan membahas mengenai ekologi hewan musang. Musang adalah bagian dari keluarga Mustelidae spesies yang juga termasuk dalam jenis musang adalah berang-berang, moongose, skunk dan ferret. Musang bervariasi dalam warna dan ukuran tetapi mereka umumnya memiliki tubuh langsing, telinga bulat dan kaki pendek. Mamalia ini banyak ditemukan di benyak tempat di seluruh dunia seperti Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia (khususnya Indonesia) dan kawasan Afrika Utara. Musang dibagi menjadi dua kategori utama - musang berekor pendek dan musang ekor panjang. Struktur dasar dari tubuh mereka adalah sama dan sangat kuat, walaupun ukuran mereka termasuk kecil. Musang dianggap pemburu ganas dan sering tidak takut menghadapi binatang yang bahkan lebih besar ukurannya. Jenis musang lain seperti Moongose bahkan dapat membunuh ular sekelas kobra. Musang diketahui dapat ditemukan di daerah dengan air yang melimpah dan menandai

wilayah mereka melalui urine atau dari kelenjar dubur mereka. Musang dapat hidup sampai beberapa tahun di alam liar tapi bertahan selama 10 tahun di penangkaran. Rubah dan serigala adalah musuh besar musang, karena mereka suka memburu musang Musang adalah makhluk homoseksual atau biseksual. Satu-satunya alasan mereka kawin dengan lawan jenis adalah untuk memastikan spesies mereka tetap hidup, bahkan jika mereka tidak menikmati perkawinan itu Musang juga dapat menghasilkan bau yang sangat menyengat ketika mereka terancam. bau ini begitu kuat sehingga dapat tercium dari jarak yang cukup. Musang umumnya sangat berani dan ini menjelaskan mengapa mereka tidak melarikan diri ketika terancam, meskipun mereka mampu. Meskipun musang kecil, mereka sangat cepat. Mereka mereka dapat meloloskan diri dari predator yang akan memangsa mereka. Mereka juga pemburu yang handal, mereka dapat bergerak tanpa suara, dan mendekati mangsa mereka dengan tenang, kemudian menerkam setelah mangsa dalam jangkauan. Musang memiliki kemampuan untuk mengubah warna bulu mereka sesuai musim. Hal ini terbukti menjadi mekanisme pertahanan yang sangat berguna. Selama musim panas mereka memiliki mantel kecoklatan yang berubah menjadi pudar putih dengan datangnya musim dingin. Musang tidak hibernate karenanya keaktifannya selama musim panas maupun musim dingin. Mereka juga aktif di malam hari. Musang termasuk jenis hewan yang memiliki daya tahan tubuh yang hebat. Berdasarkan uraian di atas maka pada makalah ini penulis akan membahas tuntas mengenai karakteristik hewan musang beserta ekologinya. B. Batasan Masalah 1. Klasifikasi hewan musang. 2. Habitat dan karakteristik hewan musang 3. Interaksi hewan musang (interaksi interspesifik dan interaksi intraspesifik). 4. Laju dan ukuran perubahan hewan musang.

5. Regulasi, mortalitas, dan kepadatan hewan musang. 6. Struktur dan komposisi spesies hewan musang.

BAB II PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Hewan Musang Musang adalah nama umum bagi sekelompok mamalia pemangsa (bangsa karnivora) dari suku Viverridae. Hewan ini kebanyakan merupakan hewan malam (nokturnal) dan pemanjat yang baik. Yang paling dikenal dari berbagai jenisnya adalah musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus). Adapun pengkalsifikasian hewan musang adalah sebagai berikut: 1. Musang Luwak Kingdom : Animalia Phylum Classis Ordo Familia Genus Spesies Sumber : Chordata : Mammalia : Carnivora : Viverridae : Paradoxurus : P. hermaphrodites : http://id.wikipedia.org/wiki/Musang

2. Musang Air Kingdom : Animalia Phylum Classis Ordo Familia Genus Spesies Sumber : Chordata : Mammalia : Carnivora : Viverridae : Cynogale : C. bennettii : http://id.wikipedia.org/wiki/Musang

3. Binturung Kingdom : Animalia Phylum Classis Ordo Familia Genus Spesies Sumber : Chordata : Mammalia : Carnivora : Viverridae : Arctictis : Arctictis binturong : http://id.wikipedia.org/wiki/Musang

B. Habitat dan Karakteristik Hewan Musang Habitat adalah tempat hidup asli (di dalam alam) suatu makhluk hidup. Pengertiannya dapat disamakan dengan tempat tinggal atau alamat suatu makhluk hidup di alam. Habitat dari hewan musang adalah hutan, semak-semak, hutan sekunder, perkebunan, dan di sekitar pemukiman manusia. Mamalia ini banyak ditemukan di benyak tempat di seluruh dunia seperti Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia (khususnya Indonesia) dan kawasan Afrika Utara. Musang tidak ditemukan di Australia (dan pulau sekitarnya) juga di Antartika. Musang ini hidup di dalam hutan dan kadangkala memasuki perkampungan kecil mencari ayam untuk dijadikan mangsanya. Ada sesetengah jenis musang hidup di atas pokok dan membuat sarang di celah dahan pokok. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintikbintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah menyebelah tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-

putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala. Hewan betina memiliki tiga pasang puting susu. 1. Musang Air Musang air (Cynogale bennettii) adalah sejenis musang semi-

akuatik yang ditemukan di hutan, terutama di dataran rendah, daerah dekat sungai, dan lahan berawa-rawa diSemenanjung Thai-Malaya, Sumatera,

dan Kalimantan. Populasi lainnya, yang dikenali melalui sebuah spesimen saja, terdapat di Vietnam utara (dengan kemungkinan - tetapi belum dikonfirmasi keberadaannya berdasarkan laporan-laporan pada wilayah yang bersebelahan di Thailand dan Yunnan, Cina). Populasi dari spesies terakhir ini kadang-kadang dianggap sebagai spesies yang terpisah, yang disebut musang lowe (Lowe's Otter,C. lowei), yang dalam hal ini nama umum dari C. bennettii kemudian dimodifikasi menjadi musang air sunda (Sunda Otter Civet), sebagai referensi atas distribusinya yang sepenuhnya di Paparan Sunda.

Musang air memiliki beberapa bentuk adaptasi terhadap habitatnya, antara lain mulut yang lebar dan kaki berselaput dengan alas kaki telanjang dan cakar yang panjang. Moncong hewan ini berbentuk panjang dan memiliki banyak kumis yang panjang pula. Musang air adalah spesies nokturnal yang memperoleh sebagian besar makanannya di air, yaitu ikan, kepiting, dan moluska air tawar. Ia dapat pula memanjat pohon sehingga juga memangsa burung dan buah-buahan. Mengingat kelangkaan dan kebiasaannya yang senang bersembunyi, hewan ini termasuk

kategori spesies-spesies yang kurang dipelajari. Ia termasuk dalam daftar spesies terancam menurut IUCN.

2. Musang Luwak Musang luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama palm

umum, Betawi), careuh (Sunda), luak atau luwak(Jawa),

serta common

civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris.

Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala. Hewan betina memiliki tiga pasang puting susu. Musang luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat dan

bersifat arboreal, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah. Musang juga bersifat nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan dan lain-lain aktivitas hidupnya. Dalam gelap malam tidak jarang musang luwak terlihat berjalan di atas atap rumah, menitikabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke lain bangunan, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah. Musang luwak juga menyukai hutan-hutan sekunder. Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri ayam, walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya,pisang, dan buah pohon kayu afrika (Maesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah anekaserangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus. Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang keras, seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka bijibijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon musang luwak memilih buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah kopi luwak dari Jawa, yang menurut cerita dari mulut ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang luwak, dan telah mengalami proses melalui pencernaannya. Akan tetapi sesungguhnya ada implikasi ekologis yang penting dari kebiasaan musang tersebut. Jenis-jenis musang lalu dikenal sebagai pemencar biji yang baik dan sangat penting peranannya dalam ekosistem hutan. Pada siang hari musang luwak tidur di lubang-lubang kayu, atau jika di perkotaan, di ruang-ruang gelap di bawah atap. Hewan ini melahirkan 2-4 anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri. Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, musang luwak mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula

menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya. 3. Binturung Binturung (Arctictis binturong) adalah sejenis musang bertubuh besar, anggota suku.Viverridae.Beberapadialek Melayu menyebutnya binturong, mentur ung atau menturun.Dalam bahasa Inggris, hewan ini disebut Binturong, Malay Civet Cat, Asian Bearcat,Palawan Bearcat, atau secara ringkas Bearcat. Barangkali karena karnivora berbulu hitam lebat ini bertampang mirip beruang yang berekor panjang, sementara juga berkumis lebat dan panjang seperti kucing (bear: beruang; cat: kucing).

Musang yang berekor besar panjang dan bertubuh besar. Panjang kepala dan tubuh antara 60 95 cm, ditambah ekornya antara 50 90 cm. Beratnya sekitar 6 14 kg, bahkan sampai 20 kg. Berambut panjang dan kasar, berwarna hitam seluruhnya atau kecoklatan, dengan taburan uban keputih-putihan atau kemerahan. Pada masing-masing ujung telinga terdapat seberkas rambut yang memanjang. Ekor berambut lebat dan panjang, terutama di bagian mendekati pangkal, sehingga terkesan gemuk. Ekor ini dapat digunakan untuk berpegangan pada dahan (prehensile tail), sebagai kaki kelima. Binturung betina memiliki pseudo-penis alias penis palsu, suatu organ khas yang langka ditemui.

Sebagaimana umumnya musang, binturung terutama aktif di malam hari. Di atas pepohonan (arboreal) atau juga turun ke tanah (terestrial). Kadang-kadang ada juga yang bangun dan aktif di siang hari. Meski termasuk bangsa Carnivora, yang artinya pemakan daging atau pemangsa, makanan binturung terutama adalah buah-buahan masak di hutan, misalnya jenis-jenisara (Ficus spp.). Hewan ini juga memakan pucuk dan daun-daun tumbuhan, telur, dan hewan-hewan kecil semisal burung dan hewan pengerat. Pandai memanjat dan melompat dari dahan ke dahan, binturung biasanya bergerak tanpa tergesa-gesa di atas pohon. Ekornya digunakan untuk keseimbangan, atau kadang-kadang berpegangan manakala sedang meraih makanannya di ujung rerantingan. Cakarnya berkuku tajam dan melengkung, memungkinkannya untuk mencengkeram pepagan dengan kuat. Kaki

belakangnya dapat diputar ke belakang untuk memegang batang pohon, sehingga binturung dapat turun dengan cepat dengan kepala lebih dulu. Binturung mengeluarkan semacam bau, seperti umumnya musang, dari kelenjar di bawah pangkal ekornya. Bau ini digunakan untuk menandai wilayah kekuasaannya. Hewan betina melahirkan 2-6 anak, setelah mengandung selama kurang lebih 91 hari. Binturung menyukai hutan-hutan primer dan sekunder, hanya kadang-kadang saja ditemukan di kebun di tepi hutan. Hewan ini menyebar luas mulai dari dataran tinggi Sikkim hingga ke Tiongkok selatan, Burma, Indochina, SemenanjungMalaya,Sumatra, Jawa, Kal imantan dan Palawan. Di desa-desa pinggiran hutan, binturung sering dipelihara sebagai hewan kesayangan (pet). Orang menangkapnya ketika hewan ini masih kecil dan membiasakannya dengan kehidupan manusia. Dengan pemeliharaan yang baik, binturung dapat mencapai usia 20 tahun dalam tangkaran. Sejalan dengan berkembangnya perdagangan, binturung juga diperjual belikan di pasar-pasar burung di kota. Selain itu, yang lebih mengancam kelestarian populasinya di alam, binturung juga diburu untuk diambil kulitnya

yang berbulu tebal, dan untuk dimanfaatkan bagian-bagian tubuhnya sebagai bahan obat tradisional (jamu). Ancaman lain datang dari kerusakan lingkungan di hutan-hutan di wilayah tropis sebagai akibat pembalakan yang serampangan. Hancurnya hutan

mengakibatkan rusaknya habitat binturung, sehingga populasinya di alam terus menurun. Kini binturung termasuk hewan yang dikhawatirkan kelestariannya, dan dilindungi oleh undang-undang negara Republik Indonesia. C. Interaksi Hewan Musang (Interaksi Interspesifik dan Interaksi

Intraspesifik) Ada beberapa macam interaksi antarsesama makhluk hidup. Interaksi tersebut dapat terjadi, baik antarindividu dalam populasi ataupun antarindividu berbeda populasi atau barbeda jenis (spesies). Bentuk interaksi tersebut dapat berupa saling merugikan, saling menguntungkan, atau hanya salah satu saja yang diuntungkan. Secara garis besar, interaksi interspesifik dan intraspesifik dapat

dikelompokkan menjadi beberapa bentuk dasar hubungan, yaitu (1) netralisme yaitu hubungan antara makhluk hidup yang tidak saling menguntungkan dan saling merugikan satu sama lain, (2) mutualisme yaitu hubungan antara dua jenis makhluk hidup yang saling menguntungkan, (3) parasitisme yaitu hubungan yang hanya menguntungkan satu jenis makhluk hidup saja, sedangkan yang lainnya dirugikan, (4) predatorisme yaitu hubungan pemangsaan antara satu jenis makhluk hidup terhadap makhluk hidup lain, (5) kooperasi yaitu hubungan antara dua makhluk hidup yang bersifat saling membantu antara keduanya, (6) komensalisme yaitu hubungan antara dua makhluk hidup yang satu mendapat keuntungan sedang yang lain dirugikan, (7) antagonis yaitu hubungan dua makhluk hidup yang saling bermusuhan. Berkut ini adalah beberapa bentuk interaksi antarspesies dalam suatu komunitas. 1. Interaksi interspesifik The essence of interspecific competition is that individuals of one species suffer a reduction in fecundity, growth or survivorship as a result of resource

exploitation or interference by individuals of another species. This competition is likely to affect the population dynamics of the competing species, and the dynamics, in their turn, can influence the species distributions and their evolution. Of course, evolution, in its turn, can influence the species distributions and dynamics (Begon, 2006). Inti dari kompetisi intraspesifik adalah bahwa individu-individu dari satu spesies mengalami penurunan fekunditas, pertumbuhan atau tingkat bertahan hidup sebagai akibat dari eksploitasi sumber daya atau gangguan oleh individu dari spesies lain. Kompetisi ini kemungkinan akan mempengaruhi populasi dinamika spesies yang berkompetisi, dan dinamika, di mereka gilirannya, dapat mempengaruhi distribusi spesies dan evolusi mereka. Tentu saja, evolusi, pada gilirannya, dapat mempengaruhi distribusi spesies ' dan dinamika. Interaksi interspesies adalah hubungan yang terjadi antara organisme yang berasal dari spesies yang berbeda. Apabila dalam satu komunitas terdapat dua hewan yang bersaing memperebutkan makanan yang sama maka akan terjadi kompetisi interspesifik. Hewan yang biasa menjadi saingan musang dalam mencari makanan adalah sigung. Musang dan sigung akan berkompetisi dalam memperebutkan makanan berupa telur, serangga, burung dan mamalia kecil. 2. Interaksi intraspesifik Interaksi intraspesies adalah hubungan antara organisme yang berasal dari satu spesies. Spesies yang sama dalam dalam satu populasi akan berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya seperti makanan, tempat tinggal, serta pasangan. Dengan adanya kompetisi intraspesifik maka semakin besar persaingan untuk mendapatkan sumber daya. Jadi musang yang satu dan musang yang lainnya akan bersaing memperebutkan sumber daya yang sama. Individuals of the same species have very similar requirements for survival, growth and reproduction; but their combined demand for a resource may exceed the immediate supply. The individuals then compete for the resource and, not

surprisingly, at least some of them become deprived. This chapter is concerned with the nature of such intraspecific competition, its effects on the competing individuals and on populations of competing individuals. We begin with a working definition: competition is an interaction between individuals, brought about by a shared requirement for a resource, and leading to a reduction in the survivorship, growth and/or reproduction of at least some of the competing individuals concerned. We can now look more closely at competition. (Begon, 2006). Individu dari spesies yang sama memiliki persyaratan yang sama persis untuk bertahan hidup, pertumbuhan dan reproduksi, tetapi mereka persediaan sumber daya dapat melebihi pasokan langsung. Individu-individu kemudian bersaing untuk Memperoleh sumber daya dan, tidak mengherankan, setidaknya beberapa dari mereka menjadi dirampas. Persaingan 'merupakan interaksi antara individu, dibawa oleh kebutuhan untuk berbagi sumber daya, dan menyebabkan penurunan dalam pertumbuhan, ketahanan hidup dan / atau reproduksi setidaknya beberapa individu bersaing. Kita bisa melihat langsung bahwa efek akhir dari kompetisi pada individu merupakan kontribusi menurun ke generasi berikutnya Generasi dibandingkan dengan apa yang akan terjadi seandainya ada belum ada pesaing. Kompetisi intraspesifik biasanya mengarah ke tingkat penurunan asupan sumber daya per individu, dan dengan demikian penurunan tingkat pertumbuhan individu atau pengembangan, atau mungkin dengan penurunan jumlah cadangan yang disimpan atau peningkatan risiko predasi. Ini dapat menyebabkan, pada gilirannya, untuk penurunan ketahanan hidup dan / atau penurunan fekunditas, yang bersama-sama menentukan Output reproduksi individu (Begon, 2006). D. Laju dan Ukuran Perubahan Hewan Musang Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populaasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan dapat berupa penambahan dan pengurangan. Perubahan populasi yang bersifat penambahan dapat disebabkan

kelahiran (natalitas) dan kedatangan (imigrasi) dari tempat lain. Dan perubahan yang bersifat pengurangan dapat disebabkan kematian (mortalitas) dan perpindahan (emigrasi) ke tempat lain. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama pertumbuhan semua populasi. Sedangkan dinamika populasi yang disebabkan oleh imigrasi dan emigrasi khusus untuk organism yang dapat bergerak, seperti hewan dan manusia. Perubahan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi. Secara sistemik dirumuskan sebagai berikut: DP Keterangan: DP N t = kecepatan perubahan populasi = jumlah populasi = waktu = N/t

Ada beberapa faktor penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi. Dari alam dapat disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena perburuan liar. E. Regulasi, Mortalitas, dan Kepadatan Hewan Musang 1. Regulasi Musang

2. Mortalitas Musang Mortalitas menunjukkan kematian individu-individu yang terjadi dalam populasi. Mortalitas ekologis, yang biasa dikenal dengan mortalitas (saja), sama halnya dengan natalitas dipengaruhi olrh faktor lingkungan, kerapatan, serta struktur dan komposisi populasi (Lahay, 2012). Laju mortalitas (M) biasanya dinyatakan sebagai proporsi (persentase) jumlah individu yang mati dari jumlah populasi awal setelah selang waktu tertentu. Adakalanya laju mortalitas dinyatakan dalam bentuk respiroknya yaitu

kesintasan (S=1-M). seperti halnya natalitas, mortalitas pun pada kebanyakan hewan bervariasi menurut umur atau kelompok umur (mortalitas spesifikasi umur) (Lahay, 2012). Untuk dapat mengetahui tingkat mortalitas musang maka kita

menggunakan Life Table. Life Table merupakan ringkasan kematian anggota populasi dengan cara penyajian dan analisis tertentu. Life Table dapat menggambarkan sifat populasi yang lebih dalam sehingga akan memuat parameter populasi seperti laju kelahiran dan laju kematian. Life Table Cohort mengikuti kehidupan organisme dari lahir sampai mati. Berikut cara kerja pembuatan life table : 1. Siapkan data x(umur) dan nx(jumlah yang hidup pada umur x), buat kolom sebagai berikut x Umur (bln) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 nx lx 169 81 45 23 11 5 2 2 0 ... 2. Kemudian mengisi kolom lx, dx, qx, Lx, Tx, ex, mx, Ro, G, serta menjumlah seluruh data pada kolom Ro dan G. Keterangan : 1) lx = porporsi organisme yang survive sejak awal (dari life table) sampai ke umur x lx = ... dx qx Lx Tx ex mx lx.mx Ro= G

2) dx = jumlah yang mati selama interval umur x sampai ke x+1 dx = nx nx+1 3) qx = laju mortalitas perkapita selama interval umur x sampai dengan x+1 qx = 4) Lx = rata-rata jumlah individu yang hidup pada umur x sampai dengan x+1 Lx = , misalnya L4 =

5) Tx = Lx, misalnya T3 = L1+L2+L3 6) ex =

3. Kepadatan Populasi Musang Kepadatan populasi musang di suatu komunitas dapat diketahui apabila telah dilakukan penelitian pada daerah tersebut. Analisis kepadatan satwa musang menggunakan persamaan Santosa (1993) dengan tahapan sebagai berikut: a. Dugaan kepadatan jenis satwa ke-j pada plot ke-j (Dj)

b. Dugaan kepadatan rata-rata populasi musang di suatu area

Keterangan: nj = Jumlah plot contoh penelitian (plot)

F. Struktur dan Komposisi Spesies Hewan Musang a. Komposisi spesies

b. Kelimpahan dan Distribusi Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan itu. Seluruh area yang ditempati individu-individu suatu populasi seringkali tidak diketahui dengan pasti dimana batas-batasnya, kerena itu kelimpahan (ukuran) populasi diseluruh area yang ditempati oleh individu-individu populasi pun praktis menjadi tak mungkin untuk ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasipopulasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih lagi yang bersifat nocturnal seperti musang atau hidupnya ditempet-tempat yang terlindungi dan sukar dijangkau. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi persatuan ruang dari habitat yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya) (Lahay, 2012). Analisis data untuk mengetahui pola persebaran jenis-jenis mamalia menggunakan persamaan menurut Ludwig & Reynold (1988), berdasarkan pendekatan indeks penyebaran (IP), yaitu:

Keterangan: S2 = Keragaman jenis mamalia X = Rata-rata jumlah mamalia dalam penelitian N = Jumlah plot/unit contoh penelitian

Untuk menentukan bentuk pola sebarannya digunakan uji Chi-Square dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan: n = Jumlah plot contoh (plot)

Kriteria uji yang digunakan, adalah: 1. Jika , 2. Jika 3. Jika , termasuk pola sebaran seragam (uniform) , termasuk pola se, termasuk pola sebaran acak (random) termasuk pola sebaran kelompok (clumped)

DAFTAR PUSTAKA
Alamendah. 2011. Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus). http://alamendah.wordpress.com/2011/03/22/musang-luwak-paradoxurushermaphroditus/. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Anonim1. 2013. Ekosistem. http://sman78-jkt.sch.id/sumberbelajar/bahanajar/ Ekosistem_1.pdf. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013.

Anonim2. 2013. Ekosistem dan Konservasi. http://www.crayonpedia.org/mw/ BAB_X_EKOSISTEM_DAN_KONSERVASI. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Anonim3. 2013. Musang. http://id.wikipedia.org/wiki/Musang. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Arivani. 2011. Kompetisi Inter dan Intra Spesifik sebagai Faktor Pembatas Biotik. http://arivanipotter.wordpress.com/2011/05/12/acara-2-kompetisi-interdan-intra-spesifik-sebagai-faktor-pembatas-biotik/. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Begon, Michael. 2006. Ecology from http://www.blackwellpublishing.com/. Individuals to Ecosystems.

Kautsar. 2012. Pengertian Individu, Populasi, dan adaptasi, serta Interaksi Antar Komponen. http://notezone13.blogspot.com/2012/08/pengertian-individupopulasi-dan.html. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Kuswanda, Wanda dan Abdullah Syarief Muchtar. 2012. Pengelolaan Populasi Mamalia Besar Terrestrial di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. http://forda-mof.org/files/6_wanda_klm.pdf. Diakses pada Tanggal 25 Januari 2013. Lahay, Jutje S. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar

You might also like