You are on page 1of 31

1

LAPORAN KASUS

LETAK SUNGSANG

Oleh :

Lalu W.J. Hardi


H1A 004 029

Pembimbing:
dr. H. Doddy A.K., SpOG (K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNRAM/RSU MATARAM
NOVEMBER 2008
2

PENDAHULUAN

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak


memanjang/membujur dengan kepala difundus uteri dan bokong dibagian
bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni:
• Presentasi bokong (frank breech) (50-70%).
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat
ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan
demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong (1,4).
• Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) ( 5-10%).
Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki
(1,4)
.
• Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or
footling) (10-30%).
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di
samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi
kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki (1,4).

PREVALENSI
Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh
persalinan tunggal.(1-3) Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin
memanjang dimana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian
(1-3)
terendahnya. Angka kejadiannya adalah 3-4% dari seluruh kehamilan.
Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan presentasi
bokong sebanyak 4-4,5%.(1) Di Parkland Hospital 3,5 persen dari 136.256
(1)
persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 merupakan letak sungsang .
Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-
2007 didapatkan persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.
3

Mortalitas perinatal : kematian perinatal 13 kali lebih tinggi daripada


kematian perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal : 5-7 kali lebih
tinggi daripada presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat
janin dan jenis presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi
bokong : hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital.
Kelainan kongenital terdapat 6-18% pada presentasi bokong, dibandingkan 2-3%
pada presentasi kepala (1,2,4).

PATOFISIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang (6).
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih
besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih
luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum
cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan
(6)
cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala .
Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada dalam
posisi sungsang.

ETIOLOGI
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang
diantaranya ialah prematuritas, rnultiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang juga
disebabkan oleh kelainan uterus (seperti fibroid) dan kelainan bentuk uterus
(malformasi). Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan
4

didaerah fundus. Kelainan fetus juga dapat m e n ye b a b k a n letak


s u n g s a n g s e p e r t i m a l f o r m a s i C N S , m a s s a d i l e h e r, aneuploidi (1).
TANDA DAN GEJALA
Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil
dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya,
karena perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian
bawah. Pada kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan
perbedaannya. Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada
yang sungsang.
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa
Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold
II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV
teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat
dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan
setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus (1,4).
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila
didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena
dinding perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah
ketuban pecah dapat lebih jelas adanya bokong vang ditandai dengan adanya
sakrum, kedua tuberositas iskii dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka
harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada
tangan ditemukan ibu jari vang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan
panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat
membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke
dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan
kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan,
mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis
iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki
5

dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak
sempuma hanya teraba satu kaki disamping bokong. Informasi yang paling
akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis posisi (1).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari pemeriksaan luar dan
dalam, sehingga harus di pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
ultrasonografik atau M R I ( M a g n e t i c R e s o n a n c e I m a g i n g ) . Pemeriksaan
ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan
fisik belum jelas, menentukan letak placenta, menemukan kemungkinan
cacat bawaan. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai
bawah, konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan
bawaan anak (1,2,4).

DIAGNOSIS
Diagnosis letak s u n g s a n g pada umumnya tidak sulit. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang
yang telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan
perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak dibagian bawah
rahim. Dari riwayat kehamilan mungkin diketahui pernah melahirkan sungsang.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I
difundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba
punggung dan bagian kecil pada sisi samping perut ibu, Leopold III-IV teraba
bokong di segmen bawah rahim. Dari pemeriksaan dalam akan teraba
bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum, kedua
tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen (1,2,4).

DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan
kehamilan dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold
6

masih ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni pada
letak sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami
rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak
muka, jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa
hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan
dengan USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan (1,4).

PENATALAKSANAAN
1. Dalam Kehamilan
Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak
sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan
kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada kelainan
pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan versi
luar (jika tidak ada kontraindikasi) (1).
Versi luar sebaiknya dilakukan
pada kehamilan 34-38 minggu. Pada
umumnya versi luar sebelum minggu
ke 34 belum perlu dilakukan karena
kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan
setelah minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin sudah
besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum
melakukan versi luar diagnosis letak janin harus pasti sedangkan
denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Kontraindikasi untuk
melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan antepartum,
hipertensi, hamil kembar, plasenta previa (1,2,4)
. Keberhasilan versi luar
35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi pada
multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman
membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop
skor (Bhisop-like score).
Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5+
7

Panjang serviks (cm) 3 2 1 0


Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang Lunak
Position posterior Mid anterior

Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi kerugiannya antara
lain: narkosis harus dalam, lepasnya plasenta karena tidak merasakan
sakit dan digunakannya tenaga yang berlebihan, sehingga penggunaan
narkosis dihindari pada versi luar (4).

2. Dalam Persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak
ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak
kepala. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan
lain yang menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta
previa atau adanya tumor dalam rongga panggul (4).
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang,
maka penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak
sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria).
Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan
penurunan bokong . Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang:
(1,4)

bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank breech), pelvimetri,


klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada riwayat seksio
sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. Mekanisme persalinan letak
sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu:
• Persalinan bokong
a. Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang
atau miring.
b. Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi
putaran paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah
8

simfisis.
c. Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga
distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
d. Terjadi per s al inan bokong, dengan tr okant er depan
s ebaga i hipomoklion.
e. Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk
persalinan trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin
lahir.
f. Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke
arah perut ibu.
g. Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir.
• Persalinan bahu
a. Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang
atau miring.
b. Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
c. Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah
simpisis dan bertindak sebagai hipomoklion.
d. Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
e. Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan
sehingga seluruh bahu janin lahir.
f. Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau
miring.
g. Bahu melakukan putaran paksi dalam.
• Persalinan kepala janin
a. Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi
dengan posisi dagu berada dibagian posterior.
b. Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian
belakang tertahan oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam
dan menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion.
c. Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata,
dahi dan muka seluruhnya.
9

d. Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga


seluruh kepala bayi dapat lahir.
e. Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas
bebas dari lendir dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan.
Perawatan tali pusat seperti biasa. Persalinan ini berlangsung
tidak boleh lebih dari delapan menit (1-5).
Mekanisme letak sungsang dapat dilihat dalam gambar berikut:

Tipe dari presentasi bokong:


a) Presentasi bokong
(frank breech)
b) Presentasi bokong kaki
sempurna (complete
breech)
c) Presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan
presentasi kaki
(incomplete or footling)

• Bokong masuk ke pintu


atas panggul dalam posisi
melintang atau miring.
• Setelah trokanter belakang
mencapai dasar panggul,
terjadi putaran paksi dalam
sehingga trokanter depan
berada di bawah simfisis.

• Penurunan bokong dengan


trokanter belakangnya berlanjut,
sehingga distansia bitrokanterika
janin berada di pintu bawah
panggul.
10

• Terjadi persalinan
bokong, dengan
trokanter depan sebagai
hipomoklion.
• Setelah trokanter belakang
lahir, terjadi fleksi lateral
janin untuk persalinan
trokanter depan, sehingga
seluruh bokong janin
lahir.

• Jika bokong tidak mengalami


kemajuan selama kontraksi
berikutnya, episiotomi dapat
dilakukan dan bokong
dilahirkan dengan traksi ke
bawah perut.

• Terjadi putar paksi luar,


yang menempatkan
punggung bayi ke arah
perut ibu.
• Penurunan bokong
berkelanjutan sampai kedua
tungkai bawah lahir.
11

• Jika kaki janin telah keluar,


penolong dapat menyusupkan
tangan sepanjang kaki anterior
dan melahirkan kaki dengan
flexi dan abduksi sehingga
bagian badan lainnya dapat
dilahirkan.

• Bahu janin mencapai pelvic


'gutter' (jalan sempit) dan
melakukan putar paksi dalam
sehingga diameter biacromion
terdapat pada diameter
anteroposterior diameter
pelvic bagian luar.
• Secara simultan, bokong
melakukan rotasi anterior 90o.
Kepala janin kemudian masuk
ke tepi pelvik, sutura sagitalis
berada pada tepi diameter
transversal.
Penurunan ke dalam pelvic
terjadi dengan flexi dari
kepala.
(Professor Jeremy Oats and Professor Suzanne Abraham, 2005)

Jenis-jenis persalinan sungsang:


1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakal dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan
kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara,
Bracht.
12

b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin


dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga, penolong.
2. Persalinan perabdominam (seksio sesaria).

Prosedur pertolongan persalinan spontan


Tahapan :
1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan
bokong sampai pusat (skapula depan).
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat
sampai lahirnya mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut
sampai seluruh kepala lahir.
Teknik :
1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan
sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan
kelahiran.janin harus selalu disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal
paha. Pada saat bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5
unit oksitosin intramuskuler.
3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah
bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jani-jari lain
memegang panggul.
4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak teregang, tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan
hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior,
yaitu punggung janin didekatkan ke punggung ibu. Penolong hanya
13

mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut


dis es uaikan dengan g a ya berat badan janin. Bers amaan dengan
dilakukannya hiferlordossis, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller
pada fundus uteri sesuai dengan sumbu panggul. Dengan gerakan
hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar, perut, badan lengan, dagu,
mulut dan akhirnya kepala.
5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas
dan rawat tali pusat.

Keuntungan :
Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong
tidak ikut masuk ke dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling
mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.

Kerugian :
Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang
dapat dipimpin secara Bracht. Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit,
janin besar, jalan lahir kaku seperti pada primigravida, adanya lengan
menjungkit atau menunjuk.

Prosedur Manual Aid


Indikasi :
Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan,
misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari
awal sudah direncanakan untuk manual aid.
Tahapan :
1. Tahap pertama :lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
kekuatan dan tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara :
14

a) Klasik (Deventer)
b) Mueller
c) Lovset
d) Bickenbach.
3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara
a) Mauriceau (Veit-Smellie)
b) Najouks
c) Wigand Martin-Winckel
d) Parague terbalik
e) Cunam piper
Tehnik :
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua
melahirkan bahu dan langan oleh penolong:
1. Cara klasik
Prinsip melahirkan bahu dan
lengan secara klasik ini
melahirkan lengan belakang
lebih dulu karena lengan
belakang berada di ruang yang
luas (sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawaah
simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin
mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan
ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin
sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan
seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. Untuk melahirkan lengan
depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan
ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan. Keuntunga cara klasik adalah
pada umumnya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi
kerugiannya lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari
15

penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.
2. Cara Mueller
Prinsip melahirkan bahu dan
lengan secara Mueller ialah
melahirkan bahu dan lengan
depan lebih dulu dengan
ekstraksi, baru kemudian
melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan femuro-
pelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan
jari telunjuk pada krisat iliaka dan jari-jari lain mencengkram bagian depan.
Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu
depan tampak di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait
lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke
atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan
lahir sehingga mengurangi infeksi.
3. Cara lovset
Prinsip melahirkan persalinan
secara Lovset ialah memutar
badan janin dalam setengah
lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di
belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua
letak sungsang, minimal bahay infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan
pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit.
4. Cara Bickhenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara
klasik.
16

Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)


1. Cara Mauriceau
Tangan penolong yang sesuai dengan muka
janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari
tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari
telunjuk dan jari keempat mencengkeram
fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram
leher. Badan anak diletakkan diatas lengan
bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari
ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung. Kedua
tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput
tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai
hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi,
ubun-ubun besar dan akhirnya lahirnya seluruh kepala janin.
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga
jari penolong tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua
tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik
bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang
asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak
dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
3. Cara Prague Terbalik
Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang
dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong
mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak
tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan
kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin
sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion,
kepala janin dapat dilahirkan.
17

4. Cara Cunam Piper


Seorang asisten memegang badan janin pada
kedua kaki dan kedua lengan janin diletakkan
dipunggung janin. Kemudian badan janin
dielevasi ke atas sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam
piper sama prinsipnya dengan pemasangan
pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion
berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.

Prosedur Ekstraksi Sungsang


1. Teknik ekstraksi kaki
Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan
dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,
kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin
sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar
mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah
fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari
ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan
memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha lahir.
Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter depan lahir.
Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas sehingga
trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah bokong lahir maka
untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan femuro-pelviks,
badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk
melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama
seperti pada manual aid.
2. Teknik ekstraksi bokong
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada di
18

dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolong
yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan
di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait dan
ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis, maka
jari telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam
kebawah sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara
femuro-pelviks kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.

Prosedur Persalinan Sungsang Perabdominam


Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan
yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak
sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal
ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam.
Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila:
1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi feto
pelvic atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).
Skor Zachtuchni Andros
Parameter Nilai
0 1 2
Paritas Primi multi -
Pernah letak sungsang Tidak 1 kali 2 kali
TBJ > 3650 g 3649-3176 g < 3176 g
Usia kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Station < -3 -2 -1 atau >
Pembukaan serviks 2 cm 3 cm 4 cm
Arti nilai:
≤ 3 : persalinan perabdominam
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap
dapat dilahirkan pervaginam.
>5 : dilahirkan pervaginam.

2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.


3. Didapatkan distosia
4. Umur kehamilan:
19

- Prematur (EFBW=2000 gram)


- Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)
Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, milai social janin
tinggi.
6. Komplikasi kehamilan dan persalinan:
- Hipertensi dalam persalinan
- Ketuban pecah dini

KOMPLIKASI
Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain:
1. Dari faktor ibu:
- Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
- Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
- Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
2. Dari faktor bayi:
- Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan
alat-alat vital intra-abdominal.
- Infeksi karena manipulasi
- Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian leher,
rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan
fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-
alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati (1,3,4).

PROGNOSIS
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.
Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian
perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan angka-
angka kematian perinatal antara 12-14%. Sebab kematian perinatal yang
terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu
20

kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat
menyebabkan lepasnya placenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin
yang lebih lama dari 8 menit umbilicus dilahirkan akan membahayakan kehidupan
janin. Selain itu bila janin berbafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat
membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas.
Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering
dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak
sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong (1, 7).

RINGKASAN
Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam rahim dengan
bokong/kaki pada bagian bawah. Tergantung dari bagian terendah dapat
dibedakan menjadi: presentasi bokng murni, bokong kaki, kaki. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu palpasi Leopold I didapatkan
kepala/Ballotement di fundus, Leopold II teraba punggung di satu sisi dan bagian
kecil di sisi lain, Leopold III-IV bokong terba dibagian bawah rahim dan
dilakukan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan penunjang dengan ultrasonografi dan
foto rontgen.
Penanggulangan letak sungsang yakni:
1. Waktu hamil (antenatal) yaitu untuk kehamilan 28-30 minggu dilakukan untuk
mencari kausa dengan USG. Jika tidak ada kelainan dapat dilakukan knee
chest position atau dengan versi luar.
2. Waktu persalinan yaitu dapat pervaginam dengan cara spontan Bracht, Manual
Aid/Lovset-Mauriceau, total ekstraksi. Persalinan perabdominal (seksio
sesaria) dipilih jika persalinan pervaginam sukar dan berbahaya (ZA skor ≤ 3),
tali pusat menumbung pada primi/multigravida, distosia, premature/postmatur,
riwayat obstetric buruk, nilai janin tinggi dan terdapat komplikasi kehamilan
dan persalinan seperti hipertensi dalam kehamilan, ketuban pecah dini.
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
21

Nama : Ny. B Nama : Tn.


Pasien Suami S
: 31 tahun
Umur Umur : 35
Jenis : Perempuan Jenis tahun
Kelamin Kelamin :
: Islam/sasak
Agama/suku Agama/suku Laki-
Pendidikan : Tamat SD Pendidikan laki
Pekerjaan Pekerjaan :
: Ibu Rumah
Alamat Islam
Tangga
/sasak
MRS/Pukul : Ubung, Jonggat- :
Lombok Tengah Tama
t
: 12 Oktober
SMP
2008/ 16.00
:
WITA
Buru
h

II. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Pasien mengeluh sakit perut dan keluar air sejak jam 01.00 WITA (12/10/08).
Pasien mengalami keluar air berwarna jernih dan volume diperkirakan ± 500 cc (3
kain basah).
Kronologis:
Pasien awalnya datang ke Puskesmas Jonggat dengan mengeluh sakit perut
yang sering dan keluar air sekitar pukul 12.30 WITA. Dilakukan pemeriksaan
dalam (VT), didapatkan hasil pemeriksaan yaitu : pembukaan 7-8 cm, eff : 90 %,
ketuban (-), teraba bokong, penurunan H-II. Di puskesmas pasien diberikan infus
RL dan injeksi ampisilin 1 g I.V. sebagai penatalaksanaan awal. Pasien kemudian
di rujuk ke RSU Praya jam 13.50 WITA dengan G2P1A0H1 A/T/H dengan Letsu
dan riwayat keluar air. Setelah lapor dokter ahli, pasien kemudian dirujuk ke RSU
22

Mataram. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu 26 Januari 2008 dan Hari Taksiran
Persalinan adalah 3 November 2008. Pasien melaksanakan ANC secara teratur di
Posyandu yaitu terhitung sebanyak 7 kali.
Riwayat perkawinan: Pasien menikah satu kali selama 8 tahun.
Riwayat persalinan :
1. Laki-laki, Berat Bayi Lahir : 3000 g, lahir spontan di dukun terlatih, umur
saat ini 7 thn.
2. Ini.
Riwayat KB : pasien menggunakan KB suntik (3 bulan) selama 5 tahun.
Kemudian KB pil kurang lebih 1 tahun. Setelah itu pasien berhenti menggunakan
KB karena ingin hamil lagi.
Rencana KB : suntikan

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalis :
 Keadaan Umum: baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 TD : 130/90 mmHg
 N : 88 x/menit
 P : 24 x/menit
 T : 36,9 0C,
 Mata : an(-/-), ikt (-/-)
 Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada

 Paru :
o Inspeksi : simetris, dan dinamis
23

o Palpasi : tidak dilakukan


o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen : sesuai status obstetric
 Ekstremitas : akral hangat (+), Edema (-).

 St obstetri :
 Abdomen :
o Inspeksi : Strie gravidarum, tinggi fundus uteri = 34 cm
o Palpasi :
L1 : teraba kepala di fundus
L2 : Punggung janin di kiri
L3 : Bokong di bagian bawah rahim
L4 : Bokong sudah masuk pintu atas panggul.
His : 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik
o Auskultasi DJJ : 134 x/menit (reguler)
o Taksiran Berat Janin : 3565 g
 Pemeriksaan dalam (VT) : pukul 16.10 WITA
Pembukaan 6 cm, eff : 65 %, ketuban (-)
Teraba bokong murni dengan penurunan pada HI+
Denominator
Tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat
 ZA skore = 5
o Paritas: (multi) = 1
o Pernah letak sungsang: (tidak) = 0
o TBJ : (3649-3176 g) = 1
o Usia Kehamilan: (38 mgg) = 1
o Stasion ( < -3) = 0
o Pembukaan serviks (6 cm) = 2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
24

Pemerikasaan Laboratorium:
 Darah Lengkap :
Hb : 14,5, WBC : 15.600, PLT : 214.000, HCT : 41,7
HBsAg : -

V. DIAGNOSIS
G2P1A0 H1 37-38/ T/H PK I fase aktif dengan letak sungsang.

VI. PENATALAKSANAAN
 Observasi kesra ibu dan janin
à Pantau tanda vital, pembukaan, his dan DJJ untuk evaluasi setelah 4
jam.
 Persalinan pervaginam
 Jika terjadi distosia pada jalan lahir à SC
 KIE
25

VII. OBSERVASI
 Tanggal 12 Oktober 2008
Waktu Subject Object Assesment Planning

18.00 Os mengeluh sakit His : 3x /10 menit à30” G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKObservasi kesra ibu dan
perut  DJJ : 138 x/menit I dengan letak sungsang. janin à pantau his dan DJJ.

19.00 Os mengeluh sakit His : 4x /10 menit à40” G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKObservasi kesra ibu dan
perut  DJJ : 138 x/menit I dengan letak sungsang. janin à pantau his dan DJJ.

20.00 Os mengeluh ingin TD : 130/90 mmHg G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKAnjurkan ibu untuk tidur
mengedan  N : 88 x/menit II dengan letak sungsang. miring kiri.
 RR : 20 x/menit .
 T : 36,5 0C
 His : 4x/10 menit à40”
 DJJ : 138 x/mnt (reguler)
 VT : pembukaan lengkap, eff
: 95 %, ketuban (-), teraba
bokong murni, penurunan
H2, tidak teraba bagian kecil
janin/tali pusat.
21.00 Os mengeluh ingin His : 4x/10 menità40” G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKSetelah 1, tidak ada
mengedan  DJJ : 138 x/mnt (reguler) II dengan letak sungsang. kemajuan persalinan, ibu
 VT : pembukaan lengkap, eff dianjurkan untuk jongkok.
: 95 %, ketuban (-), teraba
bokong murni, penurunan
H2, tidak teraba bagian kecil
janin/tali pusat.
22.00 Os mengeluh His : 4x/10 menità40” G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKSetelah 2 jam, tidak ada
sudah kelelahan  DJJ : 138 x/mnt (reguler) II macet dengan letakkemajuan persalinan.
 VT : pembukaan lengkap, effsungsang.
Lapor supervisorà usul SC
: 95 %, ketuban (-), teraba
bokong murni, penurunan Advise: Acc
H2, tidak teraba bagian kecil Siapkan SC
janin/tali pusat.
Pasang DC
Injeksi ampisilin 2 g
26

22.20  TD : 130/90 mmHg G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKPra-SC


 N : 98 x/menit II macet dengan letakObs. Kesra ibu dan janin
 RR : 24 x/menit sungsang.
 T : 36,6 0C
 His : 4x/10 menità40”
 DJJ : 158 x/mnt (reguler)
22.45  TD : 130/90 mmHg G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKPra-SC
 N : 98 x/menit II macet dengan letakObs. Kesra ibu dan janin
 RR : 24 x/menit sungsang.
 T : 36,6 0C
 His : 4x/10 menità30”
 DJJ : 160 x/mnt (reguler)
23.00  TD : 130/90 mmHg G2P1A0 H1 37-38/ T/H PKPra-SC
 N : 98 x/menit II macet dengan letakObs. Kesra ibu dan janin
 RR : 24 x/menit sungsang + gawat janin.
RIUàresusitasi intra uterin
 T : 36,7 0C
:
 His : 4x/10 menità30”
 DJJ : 164 x/mnt (reguler) - Infus RL
- O2 5 ltr
- Miring kiri
23.30  TD : 130/90 mmHg SC Bayi laki-laki lahir dgn,
 N : 98 x/menit BBL: 3800 kg, placenta:
 RR : 24 x/menit terletak di difundus bagian
 T : 36,7 0C
kornu posterior.
 His : 4x/10 menità30”
 DJJ : 170 x/mnt (reguler) Perdarahan à± 400
Status bayi di NICU:
- A-S : 6-8
- BBL: 3800 g
- Pnjang : 51 cm
- Lingkar kepala: 36 cm
- N : 144 x/menit
- RR : 46 x/menit
- T : 36,4 C
- Anus (+), Tangis (+),
Hypotermi (-), nafas
cuping hidung (-).
00.00  TD : 130/90 mmHg post SC Drip oxytosin + RL: 20
 N : 80 x/menit tts/mnt
 RR : 24 x/menit
27

 T : 36,6 0C Injeksi ampi 1g/6 jam à iv


 Urin tampung : 150 cc
Obs. Kesra ibu di nifas
 TFU: sepusat
 Kontraksi uterus : kuat
00.30  TD : 130/80 mmHg post SC Observasi Kesra ibu di nifas
 N : 84 x/menit
 RR : 24 x/menit
 T : 36,6 0C
 Urin tampung : 300 cc
 TFU: sepusat
 Kontraksi uterus : kuat

 Tanggal 13 Oktober 2008

Waktu Subject Object Assesment Planning

01.00  TD : 130/80 mmHg Post SC Obs. Kesra ibu di nifas


 N : 84 x/menit
 RR : 24 x/menit
 T : 36,6 0C
 Urin tampung : 300 cc
 TFU: satu jari dibwh pusat
 Kontraksi uterus : kuat
02.00  TD : 120/80 mmHg Post SC Obs. kesra ibu di nifas
 N : 84 x/menit
 RR : 24 x/menit
 T : 36,6 0C
 Urin tampung : 300 cc
 TFU: satu jari dibwh pusat
 Kontraksi uterus : kuat
06.00 Ibu tidak ada Status ibu: Masa nifas Observasi lanjut
keluhan  TD : 130/80 mmHg
 N : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 T : 36,8 0C
 Urin tampung : 400 cc
 TFU: satu jari dibwh pusat
 Kontraksi uterus : kuat

BAB IV
28

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, jika dilihat dari definisi merupakan kehamilan dengan letak
sungsang, dimana keadaan janin terletak memanjang dengan kepala difundus
uteri dan bokong dibagian bawah kavum uteri. Namun dalam penegakan
diagnosis pada kasus ini terdapat syarat yang belum terpenuhi yaitu kurang
dilakukan pemeriksaan USG untuk konfirmasi terhadap presentasi bagian
janin yang terdapat di bagian terbawah rahim.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang
telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan
perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak di bagian
bawah rahim. Namun dari anamnesis yang dilakukan terhadap pasien,
ternyata tidak didapatkan seperti teori. Pada pemeriksaan luar berdasarkan
pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian
yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan
bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah
uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan
seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit
lebih tinggi daripada umbilikus. Dalam hal ini, setelah pemeriksaan abdomen
dilakukan ternyata hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori
yang ada.
Pada kasus ini, diagnosis letak sungsang dikuatkan lagi dengan hasil
pemeriksaan dalam yang menunjukkan bahwa pembukaan servik 6 cm, bagian
terbawah janin teraba bokong murni sebagai denominatornya dan ketuban telah
pecah sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu pada pemeriksaan
dalam kehamilan letak sungsang, setelah ketuban pecah dapat lebih jelas adanya
bokong vang ditandai dengan teraba sakrum, kedua tuberositas iskii dan
anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada
kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari vang letaknya
29

tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama
dengan panjang telapak tangan. Pemeriksaan yang teliti dapat
membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke
dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan
kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan,
mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis
iskii membentuk garis lurus.
Dalam kasus ini telah terjadi tanda-tanda persalinan seperti pembukaan
servik > 2 cm, adanya his > 2x dalam 10 menit dan pecahnya ketuban secara
spontan. Hal ini menandakan bahwa janin yang berada dalam kandungan
penderita tidak dapat lagi dilakukan versi luar untuk memutar posisi janin karena
bila air ketuban telah pecah dan bokong janin sudah berada di pintu atas panggul
maka versi luar yang dilakukan akan menjadi sia-sia.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi awal pada penderita ini
didapatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Persentasi bokong murni

2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (3565 g)

3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat

4. Tidak ada riwayat seksio sesaria

5. Dari pengukuran dengan ZA skor didapatkan skor = 5

6. Penderita tidak ada riwayat obstetric yang buruk

7. His yang adekuat yaitu 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik

8. Denyut jantung janin yang baik yaitu 134 x/menit (regular)

9. Kemajuan persalinan yang baik yaitu hingga mencapai pembukaan


lengkap.

Dengan adanya tanda-tanda diatas penderita ini diusahakan lahir dengan


cara pervaginam, karena dengan lahirnya pervaginam dapat dihindari risiko-risiko
30

pada ibu dan janinnya.

Proses persalinan pada penderita:


Sewaktu dilakukan pemeriksaan dalam yang terakhir, didapatkan
pembukaan telah lengkap dengan keadaan ibu dan janin yang baik. Ketika
penderita sudah mulai ingin mengedan, penderita dicoba untuk tidur miring kiri.
Setelah 1 jam, ternyata tidak ada kemajuan persalinan. Kemudian penderita
dianjurkan untuk melakukan jongkok dan ternyata tidak didapatkan hasil yang
memuaskan sehingga setelah 2 jam tidak juga ada kemajuan persalinan. Karena
tejadi kemacetan persalinan pada kala II hingga 2 jam maka diusulkan untuk
dilakukan seksio sesaria. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi keadaan yang lebih
buruk lagi terhadap janin dan penderita.
Setelah dilakukan seksio sesaria didapatkan bayi lahir dengan jenis
kelamin laki-laki, berat bayi lahir: 3800 kg, panjang: 51 cm, lingkar kepala: 36
cm, skor apgar : 6-8, placenta terletak di fundus bagian kornu posterior. Dari hasil
ini menunjukkan bahwa hal yang mengakibatkan terjadinya kemacetan pada
proses persalinan kala II karena ukuran bayi yang besar yaitu 3800 g sehingga
tidak dapat melewati jalan lahir yang secara normal sebelumnya dapat dilalui oleh
bayi yang berukuran 3000 g dengan spontan. Berdasarkan hal ini maka terjadi
distosia akibat passenger yang terlalu besar pada proses persalinan sehingga tidak
dapat dilakukan dengan cara pervaginam.
Dari penemuan letak placenta, maka kemungkinan yang menjadi faktor
penyebab terjadinya letak sungsang pada kasus ini adalah letak placenta yang ada
di fundus bagian kornu posterior. Sesuai teori yang ada bahwa plasenta yang
terletak didaerah kornu fundus uteri dapat menyebabkan letak sungsang, karena
plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus sehingga kepala
berada diruang yang lebih kecil dan bokong dipaksa untuk menempati ruang yang
lebih luas yaitu di segmen bawah rahim.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In: Williams
Obstetrics.22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division,
509-536.
2. Kampono, Nugroho, dkk. 2008. Persalinan Sungsang. Available from:
http://geocities.com/abudims/cklobpt9.html. (Accessed: 2008, October 26).
3. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Malpresentation. In: Obstetrics normal
and problem pregnancies. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone. Ltd.
2000:478-90.
4. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of delivery and
outcome of 699 term singleton breeech deliveries at a single center. Am J
Obstet Gynecol 2002;187:1694-8.
5. Manuaba, I.B. 1995. Persalinan Sungsang dalam: Operasi Kebidanan
Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Dokter Umum. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 174-201.
6. Supono. Pimpinan persalinan letak sungsang. Dalam: Ilmu kebidanan bagian
patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi/Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin, Palembang,
1983;15-33.
7. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2006. Letak Sungsang, dalam Ilmu kebidanan,
edisi keenam. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 606-622
8. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama,
cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 103-
132.
9. Wiknjosastro H. 2002. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka: 607-622.
10. Jeremy Oats and Suzanne Abraham. 2005. Llewellyn-Jones Fundamentals of
Obstetrics and Gynaecology 8th Edition. Elsevier Mosby, Edinburgh: 168-171

You might also like