Professional Documents
Culture Documents
n manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida. Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan. Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit
untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan. Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien. Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia hewan Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris. Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan". Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.[2]
Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga. Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya. Uruguay mencantumkan kebebasan praktik eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933. Di beberapa negara Eropa, praktik eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian, eutanasia dikategorikan sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat. Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktik medis, biasanya tidak pernah dilakukan eutanasia aktif, namun mungkin ada praktik-praktik medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.
[sunting] Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 [6], yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
[sunting] Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
[sunting] Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di negara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian". Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.[7]
[sunting] Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.[9][10] Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia [11]
[sunting] Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 [12] menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
[sunting] Swiss
Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri." Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.
[sunting] Inggris
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktik kedokteran. Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical AssociationBMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.[13]
[sunting] Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai eutanasia tersebut. Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" (, shkyokuteki anrakushi) Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun 1995[14] yang dikategorikan sebagai "eutanasia aktif " (, sekkyokuteki anrakushi) Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.
[sunting] India
Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si dokter hanyalah membantu pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada kasus eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun eutanasia di luar kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.[16]
[sunting] China
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng" meminta
seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.[17]
[sunting] Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea, namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan "Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif. Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari perawatan medis terhadap dirinya.[19]
lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66)[21][22]
hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat. Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).[28]
Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal
membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan. Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).
[sunting]
Latar Belakang Konsepsi dan Implantasi (nidasi) sebagai titik awal kehamilan yang ditandai dengan keterlambatan datang bulan dapat menimbulkan perubahan baik rohani maupun jasmani. Bagi pasangan dengan perkawinan yang didasari cinta keterlambatan datang bulan merupakan salah satu hal yang menggembirakan, karena ini merupakan hasil cinta dan akan membuat semakin kokohnya hubungan mereka dengan kehamilan yang didambakan. Keinginan untuk memastikan kehamilan semakin mendesak, dan akan segera melakukan pemeriksaan terutama keluarga yang telah lama mendambakan keturunan. Setelah terbukti hamil, perasaan gembira dan cinta semakin bertambah, yang menjiwai suasana keluarga tetapi kebahagiaan tersebut kadang diikuti perasaan cemas, karena ketakutan pada kemungkinan keguguran (Kusmiyati dkk, 2009). Meskipun kehamilan sering ditunggu, namun prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan pada kehamilan pertama biasanya calon ibu akan dihantui ketakukan dan kecemasan seperti rasa sakit saat melahirkan, kekhawatiran pasangan akan menjauh setelah ia melahirkan, dan berat badan yang melonjak (Waspada Online, 2009). Setiap kehamilan, terutama kehamilan pertama, merupakan satu fajar baru dalam perkembangan hidupnya. Merupakan satu putaran baru dalam nasibnya ,, penuh teka-teki, kebahagiaan dan pengharapan tertentu (Kartono, 2007). Kehamilan yang pertama adalah suatu
yang sangat penting bagi perempuan dibandingkan dengan kehamilan yang kedua dan ketiga atau seterusnya. Kehamilan pertama, biasanya perempuan banyak mengalami kekhawatiran, takut bercampur was-was, juga bahagia. Oleh karena itu , pentingnya bagi ibu yang hamil adalah dukungan dan motivasi dari orang disekelilingnya demi membesarkan hati dan membantunya. Yang sangat berpengaruh baginya adalah suaminya (Maruf, 2007). Kehamilan dan melahirkan bayi merupakan perjuangan yang cukup berat bagi setiap wanita, yang tidak luput dari rasa ketakutan dan kesakitan. Perasaan - perasaan demikian ini akan menjadi sangat intensif kuat apabila ibu tersebut memiliki perasaan yang menakutkan (angstive voorgevoelens) mengenai kehamilannya, walaupun ia sebenarnya dalam kondisi sehat. Membesarnya janin dalam kandungan mengakibatkan ibu yang bersangkutan mudah capek, tidak nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan macammacam beban jasmaniah lainnya di waktu kehamilannya. Kondisi tersebut mengakibatkan timbul rasa tegang, kecemasan, ketakutan, konflk batin dan maternal psikis lainnya. Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami yang dialami oleh wanita. Selama masa kehamilan perlu dilakukan pengawasan untuk keselamatan serta kesejahteraan ibu dan janin. Angka kematian ibu di Indonesia 262 per 100.000 kelahiran, dapat dicegah dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu diantaranya adalah pelayanan obstetrik berkualitas tinggi. Untuk menghasilkan generasi yang berkualitas harus dimulai sejak dalam masa kehamilan karena kehamilan merupakan suatu krisis dan dapat menjadikan suatu ketidakseimbangan terlebih lagi apabila kehamilan merupakan suatu hal yang baru dialami wanita pertama kali (Ambrawati, 2008). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam yang berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas, keperibadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dengan pria 2 banding 1 dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara penduduk di suatu saat dalam kehidupanya pernah mengalami gangguan cemas (Hawari, 2008). Dari hasil survei awal yang telah dilakukan peneliti di klinik ......................................... tahun 2010, diperoleh hanya ...... ibu primigravida dari.... ibu primigravida yang diwawancarai, mengatakan cemas menghadapi kehamilannya yang pertama. Berdasarkan uraian diatas, menunjukan adanya primigravida yang mengeluh dan merasa cemas dengan kehamilannya. Kecemasan tersebut dialami ibu primigravida, hal ini merupakan pengalaman baru. Sejauh mana keluhan ibu primigravida dan upaya apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan demikian maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang Gambaran Kecemasan Ibu Primigravida dalam Menghadapi Kehamilannya di ...................... Tahun 2013.
Info Kesehatan
Blog ini Di-link Dari Sini Web Blog ini
Web
Oleh : ENY RETNA AMBARWATI Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V Nomor : 0169.0/023-04/XIV/2008 Tahun Anggaran 2008 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA WILAYAH V YOGYAKARTA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI RUMAH BERSALIN AMANDA, PATUKAN, GAMPING Eny Retna Ambarwati INTISARI Latar Belakang : Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami yang dialami oleh wanita.
Selama masa kehamilan perlu perlu dilakukan pengawasan untuk keselamatan serta kesejahteraan ibu dan janin. Angka kematian ibu di negara berkembang 307 per 100.000 kelahiran, dapat dicegah dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu diantaranya adalah pelayanan obstetrik berkualitas tinggi. Untuk menghasilkan generasi yang berkualitas harus dimulai sejak dalam masa kehamilan karena kehamilan merupakan suatu krisis dan dapat menjadikan suatu ketidakseimbangan terlebih lagi apabila kehamilan merupakan suatu hal yang baru dialami wanita pertama kali. Tujuan : Dapat mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu primigravida. Metodologi penelitian : Jenis penelitian adalah diskrptif analitik yang diadakan di Rumah Bersalin Amanda, Patukan, Gamping. Penentuan subyek penelitian dengan purposive sampling dan alat pengumpul data berupa kuesioner. Uji kelayakan ukur meliputi uji validitas (pearson produk moment) dan uji reliabilitas (cronbach alpha). Analisa data penelitian menggunakan analisis regresi berganda meliputi uji koefisien determinasi, uji F dan uji t. Hasil : Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R2 sebesar 0,293. hal ini berarti 29,3% variasi dari variabel dependen dijelaskan oleh variabel independen, Sedangkan sisanya 70,7% variasi dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dengan model. Dengan kata lain 70,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama sama terhadap variabel dependen digunakan uji F. Dari hasil analisis uji F diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 2,27, nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar 2,34, pada tingkat kesalahan 5%, artinya variabel independen secara bersama sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Dari hasil analisis uji t, secara individual variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap kecemasan adalah sikap keluarga pada taraf signifikasi 5%, karena nilai t hitung > dari t tabel. Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel variabel tersebut menjadi tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan nilai variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap kecemasan. Sikap keluarga merupakan variabel dependen yang berpengaruh nyata terhadap kecemasan pada tingkat signifikasi 5%. Kesimpulan : Faktor sikap keluarga berpengaruh negatif terhadap kecemasan pada ibu primigravida di Rumah Bersalin Amanda, Patukan, Ambarketawang, Gamping. Artinya bahwa apabila sikap keluarga bertambah satu satuan yaitu baik menjadi bertambah baik maka kecemasan yang dialami pada ibu primigravida akan berkurang sebesar 0,794%. Kata kunci : Kecemasan ibu primigravida PENDAHULUAN Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami yang dialami oleh wanita. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 1998). Selama masa kehamilan dilakukan pengawasan untuk keselamatan serta kesejahteraan bagi ibu
dan janin. Pengawasan antenatal dan postanatal sangat penting dalam upaya menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu maupun Perinatal. Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup merupakan Angka Kematian Ibu (AKI), sedangkan Angka Kematian Perinatal (AKP) sebesar 280.000 per 10.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai angka 307 per 100.000 kelahiran dari rata rata kelahiran sekitar 3 4 juta setiap tahun. Angka yang dihimpun dari Survay Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukkan sekitar 15.000 ibu meninggal karena melahirkan setiap tahunnya atau 1.279 setiap bulannya atau 172 setiap pekan atau 43 orang setiap hari atau hampir 2 orang ibu meninggal setiap jam. Berdasarkan tingginya Angka Kematian Ibu dan Perinatal di Negara berkembang, maka WHO dan UNICEF di Alma Ata, Uni Soviet 1978 telah menyelenggarakan pertemuan dengan menghasilkan gagasan untuk menerapkan " Primary Health Care " yaitu upaya kesehatan utama dengan teknologi berdaya guna dan tepat guna, sesuai dengan kemampuan masyarakat sehingga dicapai health for all by year the 2000. Tingginya AKI dan AKP tersebut sebenarnya masih dapat dihindari karena sebagian besar terjadi saat pertolongan pertama, yaitu pada kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui upaya perbaikan gisi, keluarga berencana (penjarangan kelahiran), pencegahan abortus provokatus, pelayanan obstetrik berkualitas tinggi (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan), penyediaan darah yang cepat dan aman, peningkatan pendidikan wanita serta perbaikan status wanita dalam lingkungan sosial budaya. Dalam hal ini wanita sebagai calon seorang ibu akan melahirkan keturunan dari suatu generasi, sehingga untuk menghasilkan generasi yang berkualitas tentunya harus dimulai sejak dalam masa kehamilan. Terlebih bila kehamilan tersebut merupakan peristiwa yang pertama kali, yang merupakan pengalaman baru dan dapat menjadi stresor (faktor yang menimbulkan stres) bagi suami istri, dimana beberapa stresor dapat diduga dan ada yang tidak terduga (tidak terantisipasi) misalnya komplikasi kehamilan, sedangkan reaksi terhadap stres bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Beberapa tingkat perubahan selama kehamilan tidak dapat dihindari, dan karena perubahan sering kali dalam jangka waktu yang singkat, maka beberapa ahli sosial dan ahli klinis menyatakan bahwa kehamilan adalah salah satu tipe krisis dan keadaan tersebut dapat menjadikan ketidakseimbangan. Kehamilan dan melahirkan bayi merupakan perjuangan yang cukup berat bagi setiap wanita, yang tidak luput dari rasa ketakutan dan kesakitan. Perasaan - perasaan demikian ini akan menjadi sangat intensif kuat apabila ibu tersebut memiliki perasaan yang menakutkan (angstive voorgevoelens) mengenai kehamilannya, walaupun ia sebenarnya dalam kondisi sehat. Membesamya janin dalam kandungan mengakibatkan jalan ibu yang bersangkutan mudah capek, tidak nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya di waktu kehamilannya. Kondisi tersebut mengakibatkan timbul rasa tegang, kecemasan, ketakutan, konflik batin dan material psikis lainnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang faktor faktor apa
sajakah yang mempengaruhi kecemasan selama masa kehamilan pada ibu primigravida. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut diharapkan dapat membantu ibu agar dapat beradaptasi dan ibu menerima kehamilan tersebut dengan baik serta dapat mengantisipasi terhadap hal - hal atau kejadian yang tidak diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu primigravida di Rumah Bersalin Amanda, Patukan, Gamping. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan kejadian. Tujuan penelitian diskriptif adalah untuk memberikan diskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di RB Amanda, Patukan, Gamping. Subyek penelitian adalah semua ibu primigravida yang memenuhi kriteria inkulusi, yaitu ibu primi gravida, bersedia mengisi inform consent selama penelitian, ibu primi gravida yang melakukan ANC di Rumah Bersalin Amanda, Patukan, Ambarketawang, Gamping. Sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 40 orang. Variabel bebas penelitian ini adalah kecemasan, sedang variabel pengaruhnya adalah faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan seperti : umur, pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, kepercayaan atau adat istiadat, sikap keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara meliputi data primer yaitu data yang diambil langsung oleh peneliti kepada responden, yang diisi oleh responden meliputi umur, pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, kepercayaan atau adat istiadat, dan sikap keluarga. Sedangkan data sekunder, data tentang ibu primigravida. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah kuesioner yang sudah diuji diberikan kepada responden, meliputi : kuesioner data umum/identitas responden, meliputi : nama, umur, tingkat pendidikan, penghasilan per bulan. kuesioner untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada kehamilan, dengan klasifikasi sebagai berikut : faktor pengetahuan dengan item soal no 1-8, faktor kepercayaan/adat istiadat dengan item soal no 9 13, dan faktor sikap keluarga dengan item no 14 20. Diukur dengan kuesioner dalam bentuk pertanyaan dimana jawaban rendah berada disebelah kiri dan jawaban tinggi berada disebelah kanan. Nilai berkisar antara 1 3. Responden dapat memberikan jawaban mulai dari rendah sampai tinggi tergantung persepsi responden. Bila responden memberi jawaban 1 berarti persepsi responden terhadap kecemasan adalah rendah, dan bila responden memberi jawaban 2 berarti persepsi responden terhadap kecemasan adalah sedang, dan apabila responden memberi jawaban 3 berarti persepsi responden terhadap kecemasan adalah tinggi. Kuesioner untuk mengetahui tingkat kecemasan dengan item no 21-31 dengan kriteria : < 6 (<50%) tidak cemas dan 6- 11 (>50 - 100%) cemas. Proposal penelitian ini telah disetujui dan didanai melalui DIPA Kopertis WilayahV Nomor : 0169.0/023-04/XIV/2008 Tahun Anggaran 2008. Tehnik uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik korelasi pearson product moment yaitu dengan mengkorelasi pertanyaan dengan skor pertanyaan secara keseluruhan.
Validitas instrumen digunakan untuk mengukur faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu primigravida. Dalam pengambilan keputusan disarankan dengan melihat koefisien korelasinya, apabila koefisien korelasinya signifikan secara statistik dan berkorelasi positif maka berarti suatu test memiliki instrumen valid (santosa dan Ashari, 2008). Adapun rumus korelasi produk moment adalah sebagai berikut : rxy = xy y2)x2) ( ( Alat yang dipakai dalam pengujian reliabilitas cronbach reliabilitas analisis (Santosa, 2000). Semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin baik hasil ukurannya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60 (Santosa dan Ashari, 2005). Instrumen yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen untuk mengukur faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu primigravida. Untuk menguji hipotesis digunakan analisis fungsi linear dalam logaritma sehingga koefisien regresi dari persamaan secara langsung merupakan koefisiensi elastisitas dari masing masing variabel penelitian. Dalam penelitian persamaan dirubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, meliputi : 1. Uji koefisien Determinasi (R2) dengan rumus : R2 yx1 + b2= b1 yx2 yxk+ ......bk y2 2. Uji F F hitung = R2 / (k 1) (1- R2) / (n K) 3. Uji t t hitung = bi Sbi HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian dapat dianalisis secara diskriptif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden yang mempengaruhi kecemasan ibu primigravida di RB Amanda, Gamping, Sleman. 1. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi variabel umur. Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Umur > 35 Tahun 20 35 Tahun 38 95 < 20 Tahun 2 5,0 Jumlah karakteristik 40 100,0 Sumber : data primer, 2008 Keterangan dari
tabel 1, untuk umur dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 2035 tahun yaitu ada 38 (95%) sedangkan sebagian kecil responden berumur <20 tahun yaitu 2 (5,0%). Tabel 2. Distribusi frekuensi variabel pendidikan Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Pendidikan SD - SMP 4 10,0 SMA 24 60,0 PT 12 30,0 Jumlah karakteristik 40 100,0 Sumber : data primer, 2008 Keterangan dari tabel 2, untuk pendidikan dapat diketahui bahwa 4 (10%) responden mempunyai pendidikan terakhir SMP, 24 (60%) mempunyai pendidikan terakhir SMA dan 12 (30%) responden mempunyai tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi. Tabel 3. Distribusi Frekuensi variabel status ekonomi Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Status Ekonomi Rendah 21 52,5 Sedang 14 35,0 Tinggi 5 12,5 Jumlah karakteristik 40 100,0 Sumber : Data primer, 2008 Keterangan dari tabel 3, untuk status ekonomi dapat diketahui bahwa 21 (52,5%) responden dengan status ekonomi rendah yaitu pendapatan perbulannya kurang dari Rp 500.000, 14 (35%) responden dengan status ekonomi sedang yaitu pendapatan perbulannya antara Rp 500.000 Rp 1.000.000 dan 5 (12,5%) responden dengan status ekonomi tinggi yaitu pendapatan per bulannya > Rp 1.000.000,-. Tabel 4. Distribusi Frekuensi variabel pengetahuan Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Pengetahuan Rendah 4 10,0 Sedang 16 40,0 Tinggi 20 50,0 Jumlah karakteristik 40 100,0 Sumber : Data primer, 2008 Keterangan dari tabel 4, untuk pengetahuan dapat diketahui bahwa 4 (10%) responden mempunyai pengetahuan yang rendah, 16 (40%) responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan 20 (50%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi. Tabel 5. Distribusi Frekuensi variabel kepercayaan Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Kepercayaan Rendah 32 80,0 Sedang 5 12,5 Tinggi 3 7,5 Jumlah karakteristik 40 100,0 Sumber : Data primer, 2008. Keterangan dari tabel 5, untuk kepercayaan atau keyakinan yang dianut di masyarakat dapat diketahui bahwa 32 (80%) responden mempunyai kepercayaan tinggi, 5 (12,5) responden mempunyai kepercayaan sedang dan 3 (7,5%) responden mempunyai kepercayaan rendah. Tabel 6. Distribusi Frekuensi variabel sikap keluarga Karakteristik Frekuensi Prosentase (%) Sikap Keluarga
Kurang - Sedang 2 5,0 Baik 38 95,0 40 100,0 Sumber : data primer, 2008 Juml Keterangan dari tabel 6, Untuk sikap keluarga dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap keluarga yang baik, yaitu ada 38 (95%), sedangkan sebagian kecil responden mempunyai sikap keluarga yang rendah yaitu ada 2 (5,0%). 2. Validitas dan Reliabilitas instrumen Pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen berdasarkan dari data yang diperoleh pada saat melakukan uji coba kuesioner. Secara lengkap hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : a. Validitas Hasil validitas faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu primigravida adalah sebagai berikut : Tabel 7. Hasil validitas faktor faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu primigravida. Pernyataan Korelasi pearson P Kesimpulan 1 0,443 0,04 Valid 2 0,473 0,02 Valid 3 0,343 0,03 Valid 4 0,296 0,62 Tidak valid 5 0,246 1,26 Tidak valid 6 0,232 1,49 Tidak valid 7 0,192 2,34 Tidak valid 8 0,106 5,17 Tidak valid 9 0,313 0,49 Valid 10 0,420 0,07 Valid 11 0,296 0,64 Tidak valid 12 0,343 0,30 Valid 13 0,573 0,00 Valid 14 0,158 0,32 Tidak valid 15 0,709 0,00 Valid 16 0,508 0,00 Valid 17 0,473 0,00 Valid 18 0,287 0,07 Tidak valid 19 0,531 0,00 Valid 20 -,133 0,41 Tidak valid Sumber : olah data, 2008
Berdasarkan hasil analisis validitas pada tabel 7, diperoleh hasil bahwa pada butir pertanyaan nomor 24, 25, 26, 27, 28, 31, 34, 38, 40 diperoleh nilai korelasi yang tidak signifikan (P < 0,05) berarti bahwa butir pernyataan nomor 24, 25, 26, 27, 28, 31, 34, 38, 40 tidak valid dan dinyatakan gugur, sehingga dikeluarkan dari butir pernyataan. Untuk penelitian selanjutnya jumlah butir pernyataan yang digunakan yaitu sebanyak 11 butir pernyataan. b. Reliabilitas Hasil reliabilitas variabel yang mempengaruhi kecemasan pada ibu primigravida adalah sebagai berikut : Tabel 8. Hasil reliabilitas variabel yang mempengaruhi kecemasan Keterangan kesimpulanVariabel Sikap keluarga 0,77 > 0,60 Reliabel Sumber : Data primer, 2008 Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa alpha cronbach diperoleh sebesar 0,77 atau lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa reliabilitas dapat diterima. B. PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden Hasil penelitian dalam karakteristik responden didapatkan bahwa yang paling tinggi menempati urutan pertama adalah sikap keluarga dan umur, yaitu sebanyak 2 (95,0%). Pada sikap keluarga hal ini menggambarkan sikap yang menyenangkan dari keluarga akan menimbulkan keseimbangan tubuh yang baik dan akan menunjang perkembangan yang normal sepanjang periode prenatal, sedangkan pada umur didapatkan hasil paling banyak responden berumur 20 35 tahun, hal ini berarti sebagian besar responden berada pada usia reproduktif sehingga responden sudah mampu. Kepercayaan menempati urutan kedua yaitu sebanyak 32 (80%) responden. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Pendidikan menempati urutan ketiga yaitu sebanyak 24 (60%) responden hal ini berarti rata rata responden mempunyai pendidikan terakhir SMA . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan yang sedang mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konstrukstif daripada seseorang yang dengan pendidikan rendah. Status ekonomi menempati urutan keempat yaitu sebanyak 21 (52,5%) responden hal ini berarti responden paling banyak berada pada status ekonomi rendah. Status ekonomi dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan. Pengetahuan menempati urutan kelima yaitu sebanyak 16 (40%) responden hal ini berarti rata rata responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. 2. Analisis regresi faktor faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan. Dari analisis regresi faktor yang mempengaruhi kecemasan dengan variabel dependen terhadap variabel independen : umur, pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, kepercayaan atau adat istiadat dan sikap keluarga dapat disajikan sebagai berikut : Tabel 9. Hasil analisis regresi faktor faktor yang mempengaruhi
kecemasan Variabel Koefisien regresi t hitung Keterangan Umur 0,840 1,871 NS Pendidikan -,014 -,104 NS Status ekonomi 0,028 0,395 NS Pengetahuan 0,105 0,888 NS Kepercayaan 0,027 0,322 NS Sikap keluarga -,794 -2,363 S R2 = 0,293 F hitung = 2,27 F tabel = 2,34 Sumber : data primer, 2008 Untuk mengetahui ketepatan model regresi faktor yang mempengaruhi kecemasan digunakan nilai koefisien determinasi (R2). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada tabel diatas diperoleh nilai R2 sebesar 0,293. hal ini berarti 29,3% variasi dari variabel dependen (kecemasan) dijelaskan oleh variabel independen, seperti : umur, pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, kepercayaan, dan sikap keluarga. Sedangkan sisanya 70,7% variasi dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dengan model. Dengan kata lain 70,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama sama terhadap variabel dependen digunakan uji F. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 2,27, nilainya lebih kecil dari F tabel sebesar 2,34, pada tingkat kesalahan 5%, artinya variabel independen secara bersama sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (umur, pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, kepercayaan atau adat istiadat dan sikap keluarga). Pengaruh masing masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan menggunakan uji t. Secara individual variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap kecemasan adalah sikap keluarga pada taraf signifikasi 5%, karena nilai t hitung > dari t tabel. Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel variabel tersebut menjadi tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan nilai variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap kecemasan. Sikap keluarga merupakan variabel dependen yang berpengaruh nyata terhadap kecemasan pada tingkat signifikasi 5%. Hubungan antara sikap keluarga dan kecemasan adalah negatif yang artinya kenaikan sikap keluarga akan diikuti oleh penurunan kecemasan. Apabila peningkatan skala sikap sebesar 1% maka kecemasan akan turun sebesar 0,794%. PENUTUP Faktor sikap keluarga berpengaruh negatif terhadap kecemasan pada ibu primigravida di RB Amanda, Patukan, Ambarketawang, Gamping. Artinya bahwa apabila sikap keluarga bertambah satu satuan yaitu baik menjadi bertambah baik maka kecemasan yang dialami pada ibu primigravida akan berkurang sebesar 0,794%. Vaktor lain meliputi umur, pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, kepercayaan atau adat istiadat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecemasan pada ibu primigravida maka koefisien regresi menjadi tidak bermakna.
KEPUSTAKAAN Arikunto, Suharsini, 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rhineka Cipta Arikunto, Suharsini, 2002. Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Burni Aksara. Arif (etaIl), 1999. Kapita Selekta Kedoteran, Cet. 1, Jakarta: Media Aesculapilaus. Dagun, Save M, 2002. Psikologi Keluarga Jakarta: Rhineka Cipta. Ellis, Roger B (etall), 1999. Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan, Teori Dan Praktik, Jakarta Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan, EGC, Jakarta Nazir, Mohammad, 1998. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta Prawirohardjo, Sarwono, 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan material dan neonatal. Jakarta: YBPSP Ridwan - Ita Lestari, 2001. Dasar - Dasar Statistika, Bandung : Alfa Beta. Saifudin, Abdul Bari, 2000. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, YBPSP Jakarta Santosa, Singgih (2000), SPSS, mengolah data statistik secara profesional, Jakarta : Elex media komputerindo, Gramedia. Santosa.P.B dan Ashari (2005), Analisis statistik dengan Ms excel dan SPSS, Yogyakarta : Penerbit Andi. Winkjosastro, Hanifa, 2000. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP
Wanita adalah seseorang yang diberikan anugrah terindah dari Tuhan yang tak ternilai harganya dan layak disyukuri. Apakah itu?? Ya, kehamilan. Kehamilan adalah masa yang diawali dengan terjadinya pembuahan antara sel telur dan sperma hingga janin siap dilahirkan. Kehamilan terjadi di dalam rahim wanita, dan sangat erat kaitannya dengan alat reproduksi seorang wanita. Selama masa kehamilan adalah masa-masa dimana tubuh wanita mengalami perubahanperubahan yang begitu nyata. Tidak hanya perubahan tubuh, namun perubahan psikologipun turut mengambil peran penting. Ketika seorang wanita mengetahui bahwa dirinya hamil, maka perubahan yang akan dialami ibu hamil saat pertama kaliadalahperubahan psikologis . Respon ibu terhadap kehamilan berbeda-beda, seorang ibu yang mengharapkan kehamilannya dengan ibu yang tidak mengharapkan kehamilannya memiliki respon yang berbeda, ibu dengan
primigravida (kehamilan pertama) berbeda dengan ibu multigravida (kehamilan kedua dan seterusnya) dan faktor lingkungan, keluarga, serta status gizi ibu turut berpengaruh terhadap psikologi ibu hamil. Karena faktor tersebut maka perubahan psikologi ibu hamil berbeda-beda. Setiap kehamilan adalah sesuatu yang unik dan alamiah. Ibu sering mengalami naik dan turunnya mood, dan sangat ingin sekali diperhatikan. Hal tersebut terjadi karena rasa takut dan cemas yang terjadi ketika umur kehamilan 1 sampai 3 bulan. Dan saat umur kehamilan 7 sampai 9 bulan. Cemas akan keadaan janinnya, cemas karena perubahan bentuk tubuh ibu (tubuh menjadi gemuk, adanya hiperpigmentasi pada kulit), cemas karena lingkungan sekitar (obrolan orang lain mengenai kehamilan), dan cemas menghadapi persalinan.Seorang ibu hamil merasa cemas merupakan hal yang wajar, namun yang tidak wajar adalah ketika ibu mengalami cemas yang berlebihan. Cemas berlebihan tentu saja akan mengganggu akivitas ibu hamil dan juga hubungan ibu dengan keluarga dan orang sekitar. Bahkan jika ibu cemas berlebihan, akan berpengaruh kepada psikologi janin karena denyut jantung ibu dapat dirasakan oleh janin. Tekanan darah ibupun akan meningkat. Maka akan berpengaruh pada saat persalinan. Salah satu aktivitas untuk mengurangi kecemasan ibu hamil dengan cara membaca buku kehamilan atau mencari informasi agar ibu mengetahui seberapa normalkan kehamilannya sehingga tidak perlu dicemaskan. Melakukan aktivitas yang dapat membuat ibu merasa nyaman, seperti senam hamil, berenang, rekreasi. Selain itu, yang paling penting ibu hamil memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama masa kehamilan. 1 kali ketika trimester pertama (1-3 bulan), 1 kali pada trimester ke 2 (4-6 bulan) dan 2 kali pada trimester ke 3 (7 9 bulan) agar kehamilan terkontrol dan dapat terdeteksi dini bila ada masalah dalam kehamilan dan ibu dapat mengetahui perkembangan janinnya sehigga mengurangi kecemasan. semoga bermanfaat
Siklus yang dialami oleh ibu hamil memang beragam, mulai dari rasa mual, takut hingga cemas seringkali dialami, apalagi jika anda hamil anak pertama. Untuk rasa cemas, biasanya kecemasan yang kerap menghampiri karena berbagai faktor. Mulai dari cemas dengan keadaan bayi di dalam kandungan, cemas dengan proses melahirkan ataupun juga cemas dengan keadaan fisik bayi saat lahir nantinya.
Rasa cemas yang dialami oleh ibu hamil itu disebabkan karena meningkatnya hormon progesteron. Selain membuat ibu hamil merasa cemas, peningkatan hormon itu juga menyebabkan gangguan mood dan membuat ibu hamil cepat lelah. Bagi Anda yang sedang hamil dan merasakan hal tersebut, berikut cara mengatasinya yang dicuplik dari Tabloid Nakita berikut ini:
Dukungan dari keluarga Saat anda merasa cemas dengan kehamilan anda, jangan segan untuk menceritakan kecemasan yang anda rasakan kepada keluarga anda. Misalnya pada suami atau ibu dan saudara yang sudah pernah melahirkan. Jangan pernah ragu untuk menceritakan kekhawatiran kepada mereka karena itu bisa mengurangi rasa cemas tersebut.
Berpikiran positif Apabila Anda mengalami masalah saat sedang hamil, maka yakinlah bahwa masalah itu bisa diatasi. Selain itu, Anda juga harus berpikir bahwa kehamilan adalah anugerah terindah dari Tuhan dan tidak semua wanita mendapatkan anugerah ini. Untuk itu, Anda disarankan agar selalu berpikir positif demi kesehatan diri sendiri dan calon bayi.
Berolahraga Saat sedang hamil, Anda juga disarankan untuk tetap berolahraga. Jangan takut untuk berolahraga karena malah akan membahayakan kehamilan Anda. Para ahli menyarankan ibu hamil agar berolahraga sedini mungkin. Anda bisa melakukan olahraga ringan, seperti berjalan santai, berenang, yoga, dan olahraga lain yang harus dilakukan secara teratur.
Latihan relaksasi Pada dasarnya, relaksasi adalah sebuah upaya untuk mengistirahatkan jiwa dan raga anda. Upaya untuk relaksasi pun menggunakan berbagai macam tehnik pemberdayaan diri misalnya seperti hypnotherapy. Untuk anda ibu hamil, relaksasi sangat dianjurkan karena bertujuan untuk mengurangi rasa sakit saat melahirkan.
Perbanyak wawasan Saat hamil, Anda juga disarankan untuk mempelajari sistem tubuh dan mencoba beradaptasi dengan kondisi fisik yang berbeda dari biasanya. Tumbuhkan keyakinan bahwa itu adalah sesuatu yang normal, bukan gangguan yang menjadi beban. Untuk mengetahui hal tersebut, Anda juga harus perbanyak wawasan agar kehamilan hingga proses melahirkan berjalan baik-baik saja.
Perbanyak doa Cara terpenting yang harus anda lakukan untuk menghilangkan kecemasan pada saat kehamilan adalah dengan berdoa kepada Tuhan YME. Dengan berdoa dan meminta kekuatan dari tuhan anda akan mendapat ketenangan untuk menghadapi kehamilan anda.
Dukungan keluarga untuk mengatasi kecemasan pada ibu hamil. Menghadapi kecemasan pada ibu hamil pertama. Cara menhilangkan cemas dsaat jalan. Tips menghilangkan rasa takut dengan keadaan fisik bayi saat lahir. Hypnotherapy untuk ibu hamil. Horomon cemas. Menghilangkan rasa cemas saat hamil. Ilmu menghilangkan tubuh. Tehnik menurunkan kecemasan ibu bersalin. Cara menghilangkan rasa cemas dalam suatu keadaan. Ilmu wanita hamil. Menghilang kecemasan selama hamil. Penanganan kecemasan pada ibu yang akan melahirkan. Kecemasan ibu hamil apa aja ya. Cara menghilangkan rasa cemas pada ibu hamil. Cemas ibu hamil. Cara mengatasi rasa khawatir pada ibu hamil. Mengatasi cemas saat akan menjadi ibu. Cara menghilangkan kecemasan mau melahirkan. Pengetahuan mengurangi kecemasan. Menghilangkan rasa cemas pada ibu hamil. Cemas pada ibu nifas. Cara menghilangkan ketakutan kondisi bayi didalam kandungan. Kecemasan pada proses kelahiran. Hamil takut dan cemas. Pengetahuan teknik relaksasi pada ibu hamil. Saat ibu hamil merasa cemas bahayakah. Cara mengatasi rasa cemas bumil. Masalah cemas pada ibu hamil. Menghilangkan kecemasan saat hamil. Cemas pada ibu dengan kpd. Ibu hamil punya rasa khawatir tidak. Ketakutan pada ibu hamil. Teknik mengatasi kecemasan pada ibu hamil. Makalah menguragi kecemasan ibu hamil. Teknik untuk meredakan kecemasan pada bumil. Tekhnik untuk meredakan kecemasan pada ibu hamil.
http://carapedia.com/tips_mengatasi_rasa_cemas_pada_ibu_hamil_info3717.html December 18, 2012 in Keluarga, Kesehatan olahraga ibu hamil 250x200 CiriCara: Cara Ibu Hamil Mengatasi Rasa CemasCiriCara.com Kecemasan merupakan hal biasa yang dialami oleh sebagian besar ibu hamil, apalagi jika baru hamil anak pertama. Kecemasan yang kerap muncul karena beragam faktor. Si ibu merasa cemas dengan keadaan sang bayi di dalam kandungan, cemas apakah nanti proses melahirkan akan berjalan lancar, apakah dokter atau bidan yang menanganinya sudah tepat atau belu, apakah nanti sang bayi lahir sempurna atau tidak, dan lain sebagainya. Rasa cemas yang dialami oleh ibu hamil itu disebabkan karena meningkatnya hormon progesteron. Selain membuat ibu hamil merasa cemas, peningkatan hormon itu juga menyebabkan gangguan mood dan membuat ibu hamil cepat lelah. Bagi Anda yang sedang hamil dan merasakan hal tersebut, berikut cara mengatasinya yang dicuplik dari Tabloid Nakita berikut ini: 1. Minta dukungan keluarga Saat Anda merasa cemas akan kehamilan tersebut, ceritakanlah pada keluarga, seperti ibu, kaka, atau sang suami. Jangan ragu untuk menceritakan kekhawatiran kepada mereka. Jika kamu menceritakan hal ytersebut kepadanya, maka bisa mengurangi rasa cemas tersebut. 2. Selalu berpikir positif Apabila Anda mengalami masalah saat sedang hamil, maka yakinlah bahwa masalah itu bisa diatasi. Selain itu, Anda juga harus berpikir bahwa kehamilan adalah anugerah terindah dari Tuhan dan tidak semua wanita mendapatkan anugerah ini. Untuk itu, Anda disarankan agar selalu berpikir positif demi kesehatan diri sendiri dan calon bayi. berolahraga ringan CiriCara: Cara Ibu Hamil Mengatasi Rasa Cemas 3. Berolahraga Saat sedang hamil, Anda juga disarankan untuk tetap berolahraga. Jangan takut untuk berolahraga karena malah akan membahayakan kehamilan Anda. Para ahli menyarankan ibu hamil agar berolahraga sedini mungkin. Anda bisa melakukan olahraga ringan, seperti berjalan santai, berenang, yoga, dan olahraga lain yang harus dilakukan secara teratur. 4. Latihan relaksasi Relaksasi adalah upaya mengistirahatkan jiwa dan raga seseorang, sebagai dasar dari
berbagai teknik pemberdayaan diri ke dalam bawah sadar seperti Hypnotherapy. Latihan relaksasi ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit saat melahirkan. 5. Perbanyak wawasan Saat hamil, Anda juga disarankan untuk mempelajari sistem tubuh dan mencoba beradaptasi dengan kondisi fisik yang berbeda dari biasanya. Tumbuhkan keyakinan bahwa itu adalah sesuatu yang normal, bukan gangguan yang menjadi beban. Untuk mengetahui hal tersebut, Anda juga harus perbanyak wawasan agar kehamilan hingga proses melahirkan berjalan baik-baik saja. 6. Selalu berdoa Cara terakhir yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi rasa cemas itu adalah berdoa kepadaNya. Berdoalah agar bisa menjalani kehamilan dengan lancar. Itulah cara yang bisa ibu hamil lakukan untuk mengatasi raca cemas tersebut. Ibu hamil juga disarankan untuk mengonsumsi makanan yang sehat, seperti buah stroberi, alpukat, tomat, pisang, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Selain itu, jangan mengonsumsi buah anggur, durian, pepaya, dan nanas. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat pada artikel sebelumnya di sini. (NR) Read more at: http://ciricara.com/2012/12/18/ciricara-cara-ibu-hamil-mengatasi-rasa-cemas/ Copyright CiriCara.com