You are on page 1of 12

Kajian Teologi (Brahma Vidya) Teks Bacakan Banten Pati Urip

I. Pendahuluan Hindu merupakan suatu agama yang telah muncul sejak dahulu kala bahkan dinyatakan sebagai sanatana dharma yang berarti kebenaran atau agama yang abadi dengan kitab sucinya adalah Weda. Weda diyatakan sebagai suatu berisikan secara lengkap mengenai ajaran-ajaran yang menuntun manusia dalam kehidupan di dunia ini maupun di alam setelah kematian. Ajaran Weda yang lengkap tersebut merupakan suatu hal yang sangta berguna bagi kehidupan manusia sehingga perlu dipelajari. Ajaran yang terdapat dalam weda berbentuk sutra dan mantra yang perlu penafsiran dan pemaknaan, sehingga apa yang di maksud dalam sutra atau mantra tersebut dapat dipahami secara benar. Untuk memahami dan mampu memberikan makna yang tepat diperlukan suatu kemampuan yang baik dan memadai sehingga ada kalimat dalam Weda yang menyatakan bahwa Weda takut dengan orang bodoh Hal itu jelas menunjukan bahwa dibutuhkan suatu kecerdasan dan kemampuan menganalisa dan memaknai ajaran yang tertuang dalam kitab suci weda. Hal ini menjadi suatu permasalahan karena tidak semua manusia memiliki kecerdasan yang seperti itu. Tingkat kemampuan manusia yang satu dan yang lainnya tidak sama. Hal itulah yang menjadi suatu alasan mendasar dicarikannya suatu jalan keluar supaya ajaran yang demikian luas dan mendalam dapat diketahui dan dipahami oleh manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya. Melihat kenyataan seperti itu para maharsi jaman dulu memberikan suatu solusi dengan dituangkannya ajaran dalam Weda dalam bentuk susastra Hindu. Hal itu juga ditegaskan dalam Kitab Sarasamuscaya dan purana yang menyatakan bahwa Hendaknya Weda diajarkan melalui Itihasa dan Purana. Dengan metode itihasa dan purana tentunya ajaran Weda akan lebih mudah dipahami, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini maupun dalam mempersiapkan

diri menghadapi kehidupan setelah meninggal nantinya. Untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap ajaran Weda mengingat terdapat berbagai macam perbedaan budaya, sehingga selanjutnya ajaran-ajaran tersebut dituangkan dalam susastra daerah. Hal itu seperti terlihat di Bali ajaran-ajaran Weda dituangkan dalam bentuk lontar-lontar dengan berbahasa jawa kuno. Selanjutnya dewasa ini mulai disalin dalam huruf latin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian ajaran Weda semakin dekat dengan umat Hindu karena secara langsung dapat dibaca dan ditafsirkan. Seperti di atas bahwa setiap teks susastra perlu juga ditafsirkan kembali secara konstektual disesuaikan dengan perkembangan jaman sehingga ajaran dalam lontar atau susastra Hindu di daerah dapat lebih dipahami maka perlu dikaji dan ditafsirkan sehingga umat Hindu dapat memahami ajaran tersebut. salah satu lontar yang telah ditulis dengan huruf latin dan telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah lontar Bacakan Banten Pati Urip. Teks dan terjemahan lontar Bacakan Banten Pati Urip telah diterbitkan dalam bentuk buku dengan Judul Bacakan Banten Pati Urip: Upakara Bayi Dalam Kandungan Sampai Orang Meninggal (Teks Dan Terjemahan) buku ini disusun oleh Drs. I Wayan Dunia yang diterbitkan oleh Paramita Surabaya pada tahun 2009. Dalam buku tersebut diawali oleh pengantar dari penyusun, selanjutnya teks lontar Bacakan Banten Pati Urip dalam huruf latin dan bagian yang ketiga adalah terjemahan dalam bahasa Indonesia. Lontar bacakan banten pati urip secara semiotik jelas memiliki makna bahwa menguraikan sarana upakara selama kehidupan dan kematian. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa lontar bacakan banten pati urip merupakan salah satu lontar tentang ritual keagamaan Hindu (Dunia, 2003:iii)

II Kajian Teologi Lontar Bacakan Banten Pati Urip Setiap upacara yang dilaksanakan memiliki makna atau nilai tattwa atau filosofis hal itu sesuai dengan konsep tri kerangka dasar agama Hindu. Tattwa atau filosofis agama Hindu mencakup berbagai aspek makna sampai pada ketuhanan. Upacara upacara yang dilaksanakan atau tertuang dalam lontar merupakan penjabaran dari ajaran teks suci yaitu Weda. Nilai filosofis dari upacara disebutkan bahwa upacara merupakan suatu kewajiban umat Hindu sebagai manusia yang memiliki hutang yang disebut tri rna. Tri rna tersebut merupakan dasar dari pelaksanaan upacara dalam umat Hindu (Wijayananda,2004:1). Tri rna tersebut yaitu manusia memiliki utang kehidupan atau jiwa kepada Tuhan, hutang pengetahuan kepada para orang suci dan hutang budhi atau jasa kepada orang tua dan leluhur. Pada umumnya lontar tatwa ataupun yadnya secara langsung maupun tidak langsung sudah pasti tersirat atau bahkan tersurat di dalam lontar tersebut mengenai aspek-aspek ketuhanan dalam agama Hindu. Agama Hindu meyakini bahwa tuhan itu tunggal tiada duanya (Pudja:1999:12). Tuhan yang satu itu disebut dengan banyak nama dan bentuk oleh orang bijaksana (Suhardana, 2008:2). Tuhan yang tunggal dikenal dalam berbagai macam aspek Beliau. Aspek ketuhanan dalam agama Hindu sangatlah benar - benar memposisikan Tuhan sebagai sesuatu Yang Maha Kuasa. Dalam konsep Hindu diyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa dan Sumber dari segalanya. Tuhan meresapi segala ciptaanNya. Tuhan bersifat Sarva Vyapi Vyapaka artinya Tuhan ada dimana-mana dan meresapi semua atau segala sesuatunya. Tuhan yang maha kuasa dan tak terbatas tidaklah mampu dijangkau oleh manusia dengan yang notabenenya memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Dengan keyakinan bahwa Tuhan Maha kuasa, maka manusia Hindu meyakini

apapun yang beliau kehendaki dapat diwujudkan atau dalam pengertian Beliau dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk sesuai dengan kehendakNya. Sebagai yang Maha Kuasa tentunya Beliau memiliki fungsi yang sangat tak terbatas.

Tuhan dalam konteks secara ilmu dapat dinyatakan atau diibaratkan dalam bentuk noumena yang akan menyatakan dirinya melalui fenomena. Dengan melalui fenomena inilah manusia akan dapat mengetahui noumena dibalik perwujudan tersebut. umat Hindu menyadari akan keterbatasan dirinya tetapi dengan adanya keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa maka umat Hindu mendekati Tuhan dengan cara pendekatan terhadap fungsi yang dianggap berhubungan dengan manusia.

sehingga Tuhan Yang tunggal kemudian di manifestasikan dan dipuja dalam berbagai bentuk dan cara berdasarkan Fungsi Beliau. Sebagi contoh dalam agama Hindu ada yang disebut dengan Brahman, ada yang disebut Purusa Pradana, ada yang disebut Tri Murti dan seterusnya. Dengan adanya perwujudan dan pemujaan berdasarkan fungsi maka bagi orang yang tidak memahami bagaimana kronologis pemujaan dan perwujudan Tuhan maka akan memiliki penafsiran yang keliru terhadap keyakinan terhadap Tuhan dalam Agama Hindu bahkan dalam umat Hindu yang awam sendiri sering dipahami secara terpisah antara satu bentuk perwujudan dengan Tuhan padahal itu semua merupakan perwujudan atau fungsi dari yang maha Tunggal. Adanya perwujudan dan pemujaan yang tampak banyak justru hal itu merupakan implementasi dari keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa. Banyaknya perwujudan atau pemujaan yang berdasarkan fungsi dalam mumat Hindu pada umumnya hal itu menunjukan banyaknya fungsi Tuhan dalam kehidupan ini. Bahkan dalam Hindu sendiri di nyatakan bahwa apa yang menjadi satu perwujudan merupakan bagian terkecil dari kemahakuasaan Tuhan. Fungsi merupakan menunjukan pada kemampuan Tuhan. Dengan banyaknya fungsi berarti menunjukan banyaknya

kemampuan pula sehingga secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut merupakan sebagai cetusan keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa. Pencetusan kemahakuasaan Tuhan dalam bentuk bagian-bagian fungsi yang Tuhan Perankan juga menjadi aspirasi para mahakawi umat Hindu di Indonesia dan umat Hindu di Bali Khususnya dalam ajaran-ajarn yang tertuang dalam lontar-lontar. Termasuk lontar bacakan banten pati urip. Seperti dinyatakan di atas bahwa lontar ini berisikan tentang yadnya dimana yadnya terdapat nilai teologis yang terkandung
4

didalamnya karena setiap yadnya memiliki tujuan persembahan yadnya tersebut. konsep-konsep teologi dalam berbagai macam upacara dan sarana dalam lontar ini tampaknya tidak semua bagian dari banyaknya upacara yang dinyatakan diulas mengenai konsep teologinya. Ada bagian yang tidak mengulas teologi tetapi ada bagian yang menyebutkan mengenai teologinya. Dalam lontar tersebut ada disebutkan Bhatara Brahma, Dewa Kumara, Dewa Yoni, Dewa Siwa, Dewa Kama, Sanghyang Jatiswara, Sanghyang Sri Guru, Sanghyang Mahadewa, Iswara, Saraswati, Wisnu. Konsep teologi yang disebutkan dalam lontar tersebut tidak terdapat penjelasan secara jelas tentang bagaimana konsep-konsep teologi tersebut. akan tetapi konsep teologi tersebut dapatlah di jelaskan dengan dasar susastra lain. Hal itu mengingat konsep nama nama yang sama merupakan merujuk pada aspek atau atribut yang sama.

Brahma Seperti disebutkan di atas Brahma tidak dijelaskan secara jelas dalam lontar tersebut hanya disebutkan pemujaan kepada brahma. Brahma secara umum dikenal dalam agama Hindu sebagai manifesdtasi atau wujud Tuhan dalam fungsinya pencipta segala sesuatunya atau dunia beserta isinya. Dalam konsep Hindu brahma digambarkan dengan berbagai macam atribut. Secara umum brahma digambarkan dengan kepala empat dan bertangan empat yang masing-masing tangannya memengan atau mengengam sesuatu, yaitu Tasbih, cemara, Kendi dan genetri (Sukartha, 2002:30-33, seperti dikutip Suhardana, 2008:48). Secara berbeda

dijelaskan bahwa dalam seni arca brahma dilukiskan memiliki wajah empat yang mana sebenarnya pada awalnya memiliki wajah 5 akan tetapi yang satu lagi dibakar oleh mata ke tiga siwa sehingga sisa hanya empat. Bertangan empat yang masingmasing memegang kitab suci, memegang danda atau tongkat, sendok besar, untaian tasbih atau sebuah kendi amerta. Busurnya bernama parivita, wahananya seekor angsa digambarkan berdiri dan juga ada yang bersikap duduk di atas bunga padma atau teratai (Titib, 2003:213). Kata brahma berasal dari kara brh yang artinya
5

mengembang, tumbuh berevolusi yang bertambah besar yang meluap dari dirinya dan sejenisnya (Titib, 2003:191). Brahma dalam agama hindu dijadikan satlah satu dari dewa tri murti atau tiga wujud kemahakuasaan Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pemralina. Brahma sebagai pencipta mendapat posisi urutan nomor satu dalam konsep tri murti. Hal itu sangat jelas karena segala sesuatunya secara logis berawal dari poenciptaan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan seterusnya. ` brahma memiliki sakti bernama Saraswati (Bansi Pandit,2009:195). Dengan kekuatan inilah Brahma menciptakan alam semesta beserta Isinya. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh I Wayan Suja (2010:43) Dewa Brahma mampu menciptakan dunia karena memiliki kekuatan (sakti), yaitu Dewi Saraswati.

Dewa Kumara Dewa Kumara adalah nama lain dari Kartikeya (Titib, 2003:369). Kartikeya adalah salah satu putra Siva dan parwati. Bhatara kumara merupakan symbol kesadaran asas pokok kebenaran waktu yang tidak lain adalah kekekalan keabadian itu sendiri (Indriani, 2008). Selain itu dalam kepercayaan dan keyakinan umat Hindu Bhatara Kumara merupakan Dewa yang berfungsi atau memiliki tugas untuk menjaga anak-anak hal ini terbukti dengan dalam setiap upacara yang berkenaan dengan masa anak-anak sering sebagai teologi atau yang dipuja dan persembahan yang dipersembahkan kepada bhatara Kumara. Dalam ikonograpy dinyatakan bahwa kumara dilahirkan dengan kepala 6, memiliki tangan 12, memiliki 12 telinga, 12 mata, 12 kaki sebuah leher dan sebuah perut (Indriani, 2008). Bhatara kumara tidak lain merupakan suatu bentuk atau wujud dari kemahakuasaan tuhan sebagai maha pengasih dan penyayang. Dengan mengambil wujud kumara beliau memelihara dan menjaga serta melindungi seorang anak supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan berusia panjang.

Dewa Yoni Dewa yoni diartikan kelahiran dengan sifat-sifat kedewataan yang sudah tentu suatu sifat yang baik dan mulia akan tetapi apabila merujuk pada lontar bacakan banten pati urip yang menyatakan bahwa persembahan untuk dewa yoni tentunya memiliki makna yang berbeda dari apa yang dinyatakan mengenai dewa yoni dalam wrhaspati tattwa di atas. Dewa yoni yang dimaksud dalam lontar tersebut tentunya menunjuk kepada dewa dalam hubungannya dengan teologi Hindu. Dewa yoni dengan demikian dapat dipahami sebagai kemahakuasaan Tuhan sebagai penguasa kelahiran mahluk hidup termasuk manusia. dalam konsep hindu dikenal pula yang disebut linga yoni yaitu yang juga berarti purusa pradana atau Siva dan Parwati.

Dewa Siva Siva juga seperti brahma dimasukan dalam bagian dari trimurti yang berfungsi sebagai pemralina yaitu pengembali keasalnya segala sesuatunya. Di samping itu juga dinyatakan sebagai pencipta kembali. Kata siva secara etimologi berarti yang memberikan keberuntungan, yang baik hati, rama, suka memaafkan, menyenangkan, memberikan banyak harapan, yang tenang, yang membahagiakan dan lain-lainnya (Monnier,1990:1074, seperti dikutip Titib, 2004:213;Suja, 2010:46). Siva dalam perkembanganya memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia seluruh dunia. Keyakinan terhadap siva berkembang dan meluas pada umat manusia sampai pada wilayah Indonesia. Siva secara konsep hindu dikenal tiga aspek yaitu yang disebut tri purusa yang bangianya adalah siva, sadasiva dan parama siva (Sukayasa, 2011:13-15). Atribut pengambaran dari masing-masing aspek tersebut memiliki suatu perbedaan-perbedaan. Berbagai macam symbol menjadi atribut beliau seperti Linga, Manusia dengan berkepala lebih dari satu dan juga seperti manusia pada umumnya. Pada umumnya siwa sendiri berwujud manusia berkepala satu dan bertangan satu dengan mengenakan pakaian dan tempat duduk kulit harimau dengan disampingnya terdapat trisula. Tri sula merupakan suatu symbol bahwa siva

merupakan penguasa atau yang memiliki kuasa untuk mencipata, memelihara dan mempralina segala sesuatu yang ada.

Dewa Kama Dalam konteks teologi hindu dewa kama dikenal dengan dua nama yaitu kamajaya dan kama ratih. Kama secara etimologi diartikan sebagai keinginan atau nafsu. Dengan adanya kama inilah akhirnya terjadi keinginan untuk bertemu dan melahirkan suatu ciptaan. Kamajaya merupakan unsur purusa atau jiwa dan kamaratih merupakan unsur maya. Dalam konsep teologi Hindu khususnya di Bali setiap pemciptaan m,anusia selalu diawali dengan pertemuan Sanghyang Kama tersebut.

Sanghyang Jatiswara Sanghyang jati swara tidak terlalu banyak penjelasan mengenai hal tersebut. bahkan dalam lontar bacakan banten pati urip sama sekali tidak ada penjelasan mengenai bagaimana dan siapa Sanghyang Jatiswara. Dalam lontar tersebut jhanya disebutkan persembahan kepada sanghyang jatisvara. Dilain pihak terdapat konsep jatiswara yaitu sebagai nama sebuah lontar yang berisikan mengenai suatu nasehat orang tua kepada anaknya mengenai bagaimana cara menjalani kehidupan sehingga menjadi baik. Apabila dihubungkan dengan sanghyang jatiswara dalam lontar bacakan banten pati urip sudah jelas yang dimaksudkan disini adalah konsep teologi bukan nama lontar hal itu terlihat adanya persembahan kepada sanghyang jatiswara. Dengan mengacu pada penjelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa sanghyang jatiswara merupakan wujud kemahakuasaan Tuhan sebagai berfungsi pemberi arahan atau petunjuk supaya manusia dalam dunia ini dapat menjalani kehidupan sesuai dengan jalan dharma.

Sanghyang Sri Guru Dalam konsep teologi hindu terdapat istilah bahwa Tuhan adalah sebagai guru yang sejati atau guru yang maha utama dan pertama. Sanghyang sri guru dalam
8

lontar bacakan banten pati urip tentunya mengacu pada keyakinan umat hindu terhadap tuhan sebagai mahaguru. Hal ini karena Tuhanlah yang telah menciptakan ilmu pengetahuan dan mengajarkan kepada umat manusia suatu pengetahuan. Hal ini mengingat Tuhan adalah sumber dari segalanya termasuk ilmu pengetahuan dan pengajaran. Untuk secara umumnya Tuhan sebagai Mahaguru sering disebut dengan bhatara guru. Bhatara guru adalah salah satu gelar bagi dewa Siwa yang secara hari peringatannya atau penghormatannya dilakukan pada hari pagerwesi. Adanya gelar bhatara guru atau sanghyang sri guru bagi Tuhan hal ini sangat jelas dirasakan oleh umat manusia dalam kehidupan sehari-hari sejak dari kandungan sampai lahir dan hidup di dunia beliau selalu membimbing dan memberikan suatu pengajaran melalui berbagai macam cara salah satunya dengan fenomena-fenomena yang terjadi atau ada di alam dan kehidupan manusia.

Sanghyang Mahadewa Mahadewa merupakan yang diyakini sebagai Manifestasi Tuhan sebagai penguasa arah Barat. Dewa Mahadewa juga sebagai berfungsi untuk penyeimbang dan penyelaras alam semesta (Suja, 2010:17-18). Sebagai yang juga berfungsi sebagi penyelaras dan penyeimbang dunia maka Mahadewa memiliki suatu peranan penting dalam kehidupan manusia bersama aspek Tuhan yang lainnya yang juga berfungsi sebagai penyeimbang alam.Dalam konteks padma buana atau arah mata angin dalam konsep siwaisme maka mahadewa merupakan salah satu aspek Siwa.

Iswara Iswara merupakan wujud Tuhan dalam fungsinya sebagai penyeimbang alam semesta supaya tidak terjadi terombang ambing (Suhardana, 2010:17; 2008:69-70). Secara padma buana atau arah mata angin dewa Iswara sebagai penguasa arah Timur dengan symbol warna putih. Dalam beberapa pandangan terdapat suatu pandangan

mengenai iswara sering disamakan atau merupakan nama lain dari Siwa. Dimana dalam konsep padma buana dinyatakan bahwa Siwa sebagai berkedudukan ditengah
9

merupakan sebagai poros atau sebagai inti dari semua yang berada pada arah mata angin. Dalam pengertian bahwa semua itu merupakan aspek-aspek dari siwa sendiri. Dalam ganapati tattwa disebutkan Iswara sebagai penjaga udara dengan arah mata angin yang sama dengan pernyataan di atas (Dunia, 2009:23).

Wisnu Wisnu merupakan salah satu anggota dari dewa tri murti. Beliau berfungsi sebagai pemelihara ciptaan . dalam konsep tri murti beliau menduduki urutan kedua hal ini tentunya sesuai dengan sistematika proses kehidupan dalam dunia ini dimana pemeliharaan berada pada posisi tengah atau nomor dua setelah penciptaan. Kata Wisnu memiliki makna meresapi segalanya, karena Dia memang meresap ke dalam seluruh ciptaanNya (Suja, 2010:44). Wisnu memiliki kuasa untuk memelihara keberlangsungan ciptaan dan mahluk hidup dalam dunia ini. sebagai maha

pemelihara maka beliau sendiri hadir ditengah-tengah ciptaan untuk menjaga dan memelihara roda kehidupan supaya dapat berjalan dengan baik. Secara umumnya dan yang paling popular terdapat 10 avatara beliau dari sekian banyak awatara beliau (Titib, 2003:222). Dan yang paling terpopuler adalah dua yaitu Rama dan Krisna. Atribut beliau yaitu bertangan empat, yang masing-,masing tangannya memegang sangka, cakra, manikam dan gada, berkendaraan garuda, senjata cakra, mengauasai arah barat, disimbolkan dengan aksara suci U, disimbolkan dengan warna hitam (Sukartha, 2002:30-33 seperti dikutip Suhardana, 2008:49).Sebagai dewa pemelihara beliau memiliki sakti yang bernama Laksami. Adalah dewi keberuntungan, kekayaan, kekuasaan dan keindahan (Suhardana, 2008:100; Suja, 2010:45). Dengan kekuatan tersebut Beliau memelihara dan mengatur kehidupan segala ciptaanNya.

Saraswati Saraswati adalah sakti dari Dewa Brahma, beliau merupakan dewi ucapan atau juga dewi ilmu pengetahuan. Secara etimologi sarawati berarti yang memiliki
10

sesuatu yang bersifat mengalir dan ini adalah wujud dari ilmu pengetahuan yang selalu mengalir tidak pernah berhenti atau habis (Suja, 2010:43). Sehingga ada istilah yang menyatakan semakin banyak ketahui maka semakin banyak pula yang tidak kita ketahui. Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan secara logika dapat diterima sebagai sakti dari Dewa brahma sebagai pencipta. Hal ini jelas dapat kita lihat dalam kehidupan nyata sehari-hari dimana hanya orang yang memiliki pengetahuan dapat mencipta atau dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang maka dapat berkreasi atau menciptakan sesuatu. Saraswati pada umumnya baik di india maupun di bali sendiri digambarkan dengan seorang wanita cantik yang anggun dan menawan serta indah dengan memiliki tangan empat yang masing-masing tangannya memengang sesuatu yang menyimbolkan sifat dan wujud dari ilmu pengetahuan dengan kendaraan merak.

III. Kesimpulan Lontar bacakan banten pati urip merupakan salah satu lontar yang dapat dikategorikan lontar yadnya. Sebagai lontar yadnya tentunya tentunya memiliki

konsep teologis sebagai tujuan dari persembahan yadnya tersebut. walaupun penuangannya hanya berupa penyebutan nama teologi akan tetapi atribut dan penjelasan dapat dicari melalui sumber lain yang membahas tentang teologi yang disebutkan dalam lontar tersebut. dalam lontar bacakan banten pati urip terdapat beberapa konsep teologi yang disebutkan yaitu, Brahma, dewa Yoni, Iswara, Wisnu, Siva, Mahadewa, Sanghyang Kama, Sanghyang Sri Guru, Sanghyang Jatiswara, Saraswati dan Dewa Kumara. Semua konsep teologi tersebut sangat berhubungan dengan kehidupan manusia.

11

DAFTAR PUSTAKA

Bansi Pandit.2009. The Hindu Mind: Fundamentals of Hindu Religion and Philosophy for All Ages.New Delhi:New Age Books Dunia, I Wayan (penj).2009. Bacakan Banten Pati Urip:Upakara Bayi Dalam Kandungan Sampai Orang Meninggal (Teks dan Terjemahan).Surabaya: Paramita __________________2009b. Kumpulan Ringkasan Lontar. Surabaya: Paramita Jaya Wijayananda, Mpu.2004. Pitra Pakerti: berbhakti Kepada leluhur DISaat Beliau Meninggal Dunia. Surabaya: Paramita Suhardana, K.M.2008. Tri Murti: Tiga Perwujudan Utama Tuhan.Surabaya: Paramita _____________2010.Kerangka Dasar Agama Hindu: Tattwa-Susila- Upacara. Surabaya:Paramita Suja, I Wayan.2010. memahami Agama Lewat Fenomena Sains.Surabaya: Paramita Sukayasa, Wayan.2011.Kembali Ke Spirit Hindu Indonesia .Denpasar. UNHI Denpasar Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Hindu.Surabaya: Paramita. _____________2004. Purana: Sumber Ajaran Hindu Koprehensip.Surabaya: Paramita

12

You might also like