You are on page 1of 2

Assunnah-Qatar.

com - mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah di atas manhaj as salafush sholeh

Salah Faham Terhadap Doa Nabi SAW

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Diantara sekian banyak do'a-do'a yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan
kepada umatnya adalah do'a dibawah ini :"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii jumratil
masaakiin"."Artinya : Ya Allah ! Hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan
kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang miskin".Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu
Majah (no. 4126) dan lain-lain. Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini derajatnya : hasan. [Lihat pembahasannya di
kitab beliau : Irwaul Ghalil (no. 861) dan Silsilah Shahihah (no. 308)]Setelah kita mengetahui bahwa hadits ini sah
datangnya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sekarang perlu kita mengetahui apa maksud sebutan miskin
dalam lafadz do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas. Yang sangat saya sesalkan diantara saudara-saudara kita
(tanpa memeriksa lagi keterangan Ulama-ulama kita tentang syarah hadits ini khususnya tentang gharibul hadits) telah
memahami bahwa miskin di sini dalam arti yang biasa kita kenal yaitu : Orang-orang yang tidak berkecukupan di dalam
hidupnya atau orang-orang yang kekurangan harta. Dengan arti yang demikian maka timbulah kesalah pahaman di
kalangan umat terhadap do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, akibatnya :[1]. Do'a ini tidak ada seorang
muslimin pun yang berani mengamalkannya, atau paling tidak sangat jarang sekali, lantaran menurut tabi'atnya manusia
itu tidak mau dengan sengaja menjadi miskin.[2]. Akan timbul pertanyaan : Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menyuruh umatnya menjadi miskin ? Bukankah di dalam Islam ada hukum zakat yang justru salah satu
faedahnya ialah untuk memerangi kemiskinan ? Dapatkah hukum zakat itu terlaksana kalau kita semua menjadi miskin ?
Dapatkah kita berjuang dengan harta-harta kita sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan kalau kita
hidup dalam kemiskinan ?. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dari berburuk sangka kepada Nabi-Nya
Shallallahu 'alaihi wa sallam.[3]. Ada jalan bagi musuh-musuh Islam untuk mengatakan : “Bahwa Islam adalah
musuh kekayaan !?”Padahal yang betul maksud miskin di dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini ialah :
"Orang yang khusyu dan mutawaadli (orang yang tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala)".
Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Ulama-ulama kita :[1]. Imam Ibnul Atsir di kitabnya An-Nihaayah fi Gharibil
Hadits (2/385) mengatakan :"Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin ..... Yang dikehendaki dengannya (dengan
miskin tersebut) ialah : tawadlu' dan khusyu', dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur".[2]. Di
kitab kamus Lisanul Arab (2/176) oleh Ibnu Mandzur diterangkan, asal arti miskin di dalam lughah/bahasa ialah = al-
khaadi' (orang yang tunduk), dan asal arti faqir ialah : Orang yang butuh. Lantaran itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
berdo'a : Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin ..... Yang dikehendaki ialah : tawadlu' dan khusyu'. dan
supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur. Artinya : Aku merendahkan diriku kepada Mu wahai
Rabb dalam keadaan berhina diri, tidak dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki dengan miskin di sini adalah
faqir yang butuh (harta).[3]. Imam Baihaqi mengatakan :"Menurutku bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
meminta keadaan miskin yang maknanya kekurangan tetapi beliau meminta miskin yang maknanya tunduk dan
merendahkan diri (khusyu' dan tawadlu'). [Lihat kitab : Sunatul Kubra al-Baihaqi 7/12-13 dan Taklhisul-Habir 3/109 No.
1415 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar][4]. Demikian juga maknanya telah diterangkan oleh al-Imam Ghazali di kitabnya yang
mashur Al-Ihya' (4/193). [Baca juga syarah Ihya' (9/272) oleh Imam Az-Zubaidy][5]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan :"Hidupkanlah aku" dalam keadaan khusyu' dan tawadlu'. [Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 18/382 bagian
kitab hadits]Beliau juga mengatakan (hal. 326) : ".... bukanlah yang dikehendaki dengan miskin (di hadits ini) tidak
mempunyai harta ..."[6]. Imam Qutaibi juga mengatakan khusyu' dan tawadlu' [Ta'liq Sunan Ibnu Majah (no. 4126) oleh
Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi]Kemudian periksalah kitab-kitab dibawah ini :[7]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah Tirmidzi
(7/19-20 No. 2457) oleh Imam Al-Mubaarakfuri.
[8]. Faidhul Qadir Syarah Jami'us Shaghir (2/102) oleh Imam Manawi.
[9]. Al-Majmu' Syarah Muhadzdzab (6/141-142) oleh Imam Nawawi.
[10]. Shahih Jami'us Shaghir (no. 1271) oleh Al-Albani.
[11]. Maqaashidul Hasanah (no. 166) oleh Imam As-Sakhawi.Setelah kita mengetahui keterangan ulama-ulama kita
tentang maksud miskin dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas baik secara lughah/bahasa meupun
maknanya, maka hadits tersebut artinya menjadi :"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan
matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-
orang yang khusyu' dan tawadlu".Rasanya kurang lengkap kalau di dalam risalah ini (sebagai penguat keterangan di
atas) saya tidak menerangkan dua masalah yang perlu diketahui oleh saudara-saudara kaum muslimin.Pertama : Bahwa
Islam adalah agama yang memerangi atau memberantas kefakiran dan kemsikinan di kalangan masyarakat. Hal ini
dengan jelas dapat kita ketahui.[1]. Di dalam Islam tedapat hukum zakat (satu pengaturan ekonomi yang tidak terdapat
pada agama-agama yang lain kecuali Islam). Sedangkan yang berhak menerima bagian zakat di antaranya orang-orang
yang fakir dan miskin (At-Taubah : 60). Kalau saja zakat ini dijalankan sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa
ta'ala perintahkan dan menurut sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya tidak sedikit mereka yang tadinya
hidup dalam kemiskinan -setelah menerima bagian zakatnya- akan berubah kehidupannya bahkan tidak mustahil kalau
di kemudian hari merekalah yang akan mengeluarkan zakat. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman :"Artinya : Agar
supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang yang kaya saja dari kamu". [Al-Hasyr : 7][2]. Islam memerintahkan
memperhatikan keluarga (ahli waris) yang akan ditinggalkan, supaya mereka jangan sampai hidup melarat yang
menadahkan tangan kepada manusia. Kita perhatikan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:"Artinya : Sesungguhnya
engkau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) lebih baik dari pada engkau tinggalkan mereka hidup
melarat/miskin yang menadahkan tangan-tangan mereka kepada manusia (meminta-minta)". [Hadits Riwayat Bukhari
3/186 dan Muslim 5/71 dan lain-lain][3]. Bahkan Islam mencela kalau ada seorang mukmin yang hidup dalam keadaan
cukup sedangkan tetangganya kelaparan dan dia tidak membantunya, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa
http://assunnah-qatar.com Menggunakan Joomla! Generated: 12 January, 2009, 00:49
Assunnah-Qatar.com - mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah di atas manhaj as salafush sholeh

sallam :"Artinya : Bukanlah orang yang mukmin itu yang (hidup) kenyang, sedangkan tetangganya (hidup) lapar di
sebelahnya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari di kitabnya Adabul Mufrad, dan lain-lain]Maksudnya : Tidaklah sempurna
keimanan sorang muslim itu apabila ia makan dengan kenyang sedangkan tetangganya di sebelahnya kelaparan (kalau
hal ini ia ketahui dan ia tidak membantunya dengan memberi makan kepada tetangganya).[4]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dari hidup dalam kefakiran dan kelaparan."Artinya :
Dari Aisyah (ia berkata) : Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berdo'a dengan do'a-doa ini : Allahumma
dan seterusnya..(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah neraka dan azab neraka,
dan dari fitnah kubur dan azab kubur, dan dari kejahatan fitnah (cobaan) kekayaan, dan dari kejahatan fitnah (cobaan)
kefakiran ...." [Shahih Riwayat Bukhari (7/159, 161). Muslim (8/75 dan ini lafadznya), Abu Dawud (no. 1543), Ibnu Majah
(no. 3838), Ahmad (6/57, 207), Tirmidzi, Nasa'i, Hakim (1/541) dan Baihaqi (7/12).]Kemudian Hadits Abi Hurairah
:"Artinya : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
perlindungan kepada-Mu dari kefakiran, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, dan
aku memohon perlindungan kepada-Mu dari menganiaya atau dianiaya". [Shahih Riwayat Abu Dawud (no. 1544),
Ahmad (2/305,325). Nasa'i, Ibnu Hibban (no. 2443). Baihaqi (7/12)]"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berdo'a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kelaparan, karena sesungguhnya
keleparan itu seburuk-buruk teman berbaring, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari khianat, karena
sesungguhnya khianat itu seburuk-buruk teman". [Shahih Riwayat Abu Dawud (no. 1547). Nasa'i dan Ibnu Majah (no.
3354).]Hadits Abi Bakrah Nufai' bin Haarits : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan do'a
ini di akhir salat:"Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran
dan azab kubur". [Hadits Shahih atas syarat Muslim di keluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal (5/36,39 dan 44) dan
Nasa'i]Hadits Anas bin Malik : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam do'anya :"Artinya :
....Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran/miskin dan kekafiran ......". [Hadits Shahih atas syarat
Bukhari, dikeluarkan oleh Imam Hakim (1/530). dan Imam Ibnu Hibban (no. 2446).]Kedua : Islam tidak menjadi musuh
kekayaan asalkan si kaya seorang yang taqwa. Bahkan dengan kekayaan itu seorang dapat memperoleh ganjaran yang
besar dan derajat yang tinggi seperti berjihad dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan, menunaikan zakat
harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan masjid-masjid, pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu
anak yatim dan perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang membutuhkan harta dan kekayaan.Nabi Shallalahu
'alaihi wa sallam pernah mendo'akan Anas bin Malik :"Artinya : Ya Allah ! Banyakkanlah hartanya dan anak-anaknya
serta berikanlah keberkahan apa yang Engkau telah berikan kepadanya". [Hadits Riwayat Bukhari (7/152, 154,161 dan
162). dan lain-lain]Hadits ini mengandung beberapa faedah.
[1]. Bahwa harta itu adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala.[2]. Bahwa banyak harta itu tidak tercela atau
mengurangi ibadahnya, asalkan dia memang seorang yang taqwa. Bahkan hadits ini kita dapat mengetahui bahwa
banyak harta itu merupakan suatu kebaikan dan nikmat dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena tidak mungkin Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akan kecelakaan kepada salah seorang shahabat dan pembantunya seperti Anas
bin Malik kalau tidak menjadi kebaikan baginya !.[3]. Boleh mendo'akan seseorang supaya banyak hartanya dengan
penuh keberkahan.[4]. Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mempunyai
anak banyak.[5]. Hadits ini menerangkan tentang keutamaan Anas bin Malik yang telah terbukti dalam tarikh -berkat do'a
Nabi- tidak seorangpun dari shahabat Anshar yang paling banyak harta dan anak selain dari Anas bin Malik
Radhiyallahu 'anhu.Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim bin Hizaam : "Wahai
Hakim! Sesungguhnya harta ini indah (dan) manis, maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik,
niscaya mendapat keberkahan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, niscaya tidak mendapat
keberkahan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang diatas (yang memberi) lebih
baik dari tangan yang di bawah (yang meminta)". [Hadits Riwayat Bukhari (7/176) dan Muslim (3/94)] [1][Disalin dari
kitab Al-Masaa’il (Masalah-Masalah Agama) Jilid 2, Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam
– Jakarta, Cetakan I – Th. 1423H/2002M]
__________
Foote Note
[1]. Ditulis pada tanggal 10-12-1988

http://assunnah-qatar.com Menggunakan Joomla! Generated: 12 January, 2009, 00:49

You might also like