You are on page 1of 59

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh : CINTAWATI GUSTARI NPM : 0200080009

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA

2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masayrakat. Angka kematian bayi merupakan kematian bayi terjadi setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (Ambarwati, 2009). Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 34 /1000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana, pelayanan yang kurang siap, ikut memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran (Saifuddin, 2008). Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga, dapat dihindari apabila, ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya, kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya di tingkat keluarga (Rohmah, 2010). 1

Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan (Depkes RI, 2010). Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS), target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian pada neonatal, serta kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran. hidup (KH) dan. Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015 (Saifuddin. 2008). Kasus kematian bayi di Tasikmalaya pada tahun 2008 sebanyak 393 orang (1,14%) dari 34273 kelahiran, pada tahun 2009 sebanyak 486 oang (2,67%) dari 18185 kelahiran dan pada tahun 2010 sebanyak 454 orang (1,14%) dari 39703 kelahiran. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan kabupaten yang berada di sekitarnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut dari Januari hingga Oktober 2010, angka kematian bayi tercatat sebanyak 238 kasus

(0,9%) dari 24412 kelahiran. Angka kematian bayi di Ciamis mencapai 21,06/1000. Menurut data dari Dinas Kesehatan Ciamis penyebab utama kematian bayi dan balita adalah ISPA, TBC dan diare. Berbagai penyebab kematian bayi menurut Ambarwati (2009) adalah selain dari penyakit bayi juga dipengaruhi oleh faktor tidak langsung seperti pendidikan ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan budaya Indonesia, 4 terlalu (terlalu muda, tua, dekat dan banyak) serta 3 terlambat yang berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan. Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana gambaran penyebab kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh faktor bayi dan faktor bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. 2. a. Tujuan Khusus Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh BBLR di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. b. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh asfiksia di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. c. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh aspirasi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. d. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh paritas di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. e. Untuk mengetahui gambaran kematian bayi disebabkan oleh pendidikan ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Kebidanan dan Ilmu Kesehatan anak.

2.

Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat Setelah diadakannya penelitian ini peneliti berharap agar para orang tua dan masyarakat sekitar lebih mengetahui tentang komplikasi atau kelainan pada bayi sehingga dapat segera membawanya ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan agar tidak berkelanjutan menjadi tingkat keparahan atau tingkat kematian. b. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sebagai dasar pijakan bagi Dinas Kesehatan dalam menentukan suatu kebijakan atau program dalam menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi baik dari ibu maupun dari bayi sendiri.

c.

Bagi Puskesmas Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan bagi Puskesmas dalam meningkatkan penyuluhan oleh petugas kesehatan dan kader kepada ibu hamil mengenai penyulit dan komplikasi pada bayi dan neonatus yang akhirnya ibu dapat berkunjung ke fasilitas kesehatan apabila menemukan tanda bahaya pada anaknya. d. Tenaga Kesehatan Sebagai dasar informasi bagi tenaga kesehatan agar dapat melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan komunikasi antara petugas

kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi. e. Institusi Pendidikan

menurunkan angka

Penelitian ini dapat menambah kepustakaan atau referensi bagi mahasiswa kebidanan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang komplikasi pada bayi. f. Bagi Peneliti Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

memberikan asuhan kebidanan yang bermutu, baik secara teori maupun praktik sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor penyebab kematian bayi.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Keilmuan

Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Kesehatan Ibu dan Anak yang dititikberatkan pada kajian kasus patologis. 2. Lingkup Metode

Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode deskriptif. 3. Lingkup Populasi dan Sampel

Sasaran dalam penelitian ini adalah semua bayi yang meninggal di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010.

4.

Lingkup tempat dan waktu

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan wilayah kerja Dinas Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Adapun penelitian lakukan pada bulan Mei 2011 dengan pengambilan data pada tahun 2010.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematian Bayi 1. Definisi Kematian bayi adalah kematian yang terjadi setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat 1 tahun (Ambarwati, 2009). Kematian pada bayi adalah kematian yang terjadi antara saar setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia satu tahun, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Bayi pada umur tersebut umumnya pada 1 minggu pertama, kehidupannya mudah sekali menjadi sakit dan cepat sekali menjadi berat dan serius bahkan meninggal. Angka kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu (Suhaemi, 2007). 2. Klasifikasi Banyak faktor yang di kaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar dari sisi penyebabnya, kematian pada bayi ada 2 macam yaitu endogen dan eksogen. a. Kematian bayi endogen Adalah kematian bayi bulan pertama setelah dilahirkan, dan pada umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,

11

yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. b. Kematian bayi eksogen Adalah kematian bayi yang terjadi pada usia 1 bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar.

B. Faktor Penyebab Kematian Bayi 1. Faktor Bayi Faktor langsung yang menyebabkan kematian bayi adalah terkait dengan bayi risiko tinggi yaitu bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan dan pengawasan yang ketat. Hal ini di sebabkan kondisi atau keadaan bayi yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim. Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat penting karena dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi yang dapat menimbulkan cacat atau kematian, bayi yang memiliki risiko tinggi yaitu :

12

a. Tetanus Neonatorum Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit yang terjadi pada neonatus (bayi < 1 bulan) yang disebabkan oleh racun tetanus pasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang menyerang susunan saraf pusat. Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu-satunya, yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata 6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya penyakit lebih parah pada dan angka kematian tinggi (Saifuddin, 2007). Penyebab penyakit ini ialah clostridium tetani, basil ini bersifat anaerob yang mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan spasme otot. Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus di gestivus manusia serta hewan-hewan ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasan anaerobik (Rohmah, 2010). Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh, seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca atau kaleng, luka besar dan pada bayi dapat melalui tali pusat.

13

Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Imunisasi TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan Imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibody tetanus, seperti difteri, antibody tetanus termasuk dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum. Dengan TT adalah antigen yang asngat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan risiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi (Saifuddin, 2007). Gejala klinik tetanus neonatorum antara lain sebagai berikut : 1) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena

kejang otot rahang dan faring (tenggorok). 2) 3) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan

sentuhan 4) b. BBLR Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru

14

Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada 1 jam setelah lahri (Ambarwati, 2009). Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram (Ridwan,2007). Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin, 2007) Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Luluch,2007). Bayi berat lahir rendah (BBLR) di bagi menjadi dua golongan: 1) Prematuritas murni

Prematuritas murni adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai untuk masa kehamilan itu atau biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK) (Ridwan,2007) 2) Dismaturitas

Dismaturitas adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk kehamilan itu. Berarti bayi mengalami gangguan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil masa kehamilan (KMK) (Ridwan, 2007)

15

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir rendah adalah: 1) Gizi saat hamil Gizi kurang pada wanita yang berlangsung sebelum dan selama kehamilan merupakan salah satu faktor penting pada proses keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan (Sulistyonongsih, 2010). 2) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun Umur ibu merupakan salah satu faktor risiko BBLR. Pada umur < 20 tahun atau > 35 tahun risiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat (Indrawati, 2010:36). 3) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak persalinan yang terlampau dekat menyebabkan meningkatnya anemia, dan komplikasi akibat kehamilan serta persalinan 4) Penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat). Penyakit yang diderita ibu seperti hipertensi, anemia, hiperemesis, eklamsia, gangguan gizi serta kehamilan dengan interval pendek dapat menyebabkan malnutrisi intra uterine yang akhirnya menyebabkan pertumbuhan janin terhambat (Manuaba, 2002).

16

5) Hamil dengan hidramnion Cairan ketuban yang berlebih atau cukup disebut hidramnion saja. Cairan ketuban paling banyak dihasilkan oleh proses urinasi atau produksi air seni janin. Akibat jumlah air ketuban yang berlebihan, maka ukuran rahim pun menjadi lebih besar dan dimungkin cairan ketuban merembes atau terjadi pecah dini sehingga bayi harus dilahirkan walaupun usia belum cukup matang (Sujarwo, 2007). 6) Hamil ganda Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dariapda kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama dengan janin kehamilan tunggal. 7) Pendarahan antepartum Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, umpamanya kelainan servik tidak seberapa bahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta sehingga menimbulkan pertumbuhan janin terhambat (Hanifa, 2002). 8) Komplikasi hamil (pre-eklamsi / eklamsi, Ketuban Pecah Dini) Walaupun ibu menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi

17

(amnionitis, vaskulitis ) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Kompilaksi yang akan terjadi akibat hipertensi atau ketuban pecah dini diantanya : IUFD, asfiksia, dan BBLR (Kadri, 2004). 9) Faktor janin Kondisi janin dan seperti janin kembar, gawat janin, janin sungsang, ibu mengalami demam atau infeksi saat persalinan (intrapartum), kelahiran prematur, tali pusat menumbung (menyembul keluar) atau perdarahan sebelum persalinan (antepartum) sering menyebabkan BBLR. (Kadri, 2004). c. Asfiksia 1) Definisi Asfiksia adalah suatu keadaan dimana sistem pernafasan terhenti disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam darah dan badan tidak dapat menerima bekalan oksigen yang mencukupi. Neonatus adalah organisme yang sedang berada pada periode adaptasi kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin, tepatnya 0 sampai 28 hari (Saifuddin, 2007) Pada asfiksia atau hipoksemia yang terjadi atau ditemukan sebelum kelahiran, gejala yang dapat dideteksi dari luar umumnya berupa fetal bradikardia (gawat janin). Asfiksia yang terjadi sebelum kelahiran dapat diperbaiki bila hal ini diketahui jauh sebelum kelahiran

18

(misalnya pada keadaan gawat janin), sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intra uterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia yang terjadi. Asfiksia dalam kelahiran merupakan penyebab mortalitas dan

morbiditas yang penting yang harus segera ditanggulangi dan asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir prosesnya berjalan dalam beberapa tahapan (Dawes) yaitu: a) Bayi bernafas megap-megap (gasping), diikuti dengan

masa henti nafas (fase henti nafas primer). b) Jika asfiksia berlanjut terus, timbul seri pernafasan

megap-megap yang kedua selama empat sampai lima menit (fase gasping kedua), diikuti dengan c) Masa henti nafas kedua (henti nafas sekunder) Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi selama periode apneu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,

19

tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu yang disebut apneu sekunder. 2) Penyebab Asfiksia Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh hipoksia janin di dalam uterus dan hipoksia ini terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat berlangsung akibat kelainan pada ibu selama kehamilan atau persalinan (Saifuddin, 2007). d. Aspirasi Aspirasi bisa terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Sedangkan mekonium adalah tinja janin yang pertama,merpakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu. Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung,sehingga bayi bisa merasa kekurangan oksigen.Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium di keluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekonium bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang bervariasi.

20

Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernapas dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan terjadi parsial maupun total pada dan saluran gangguan

pernapfasan,sehingga

gangguan

pernafasan

pertukaran udara ke paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara yang menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya cairan terjadi pad 5-10% kelahiran. Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir. Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya sindrom aspirasi mekonium yaitu: 1) Kehamilan post-matur 2) Pre-eklamsi 3) Ibu yang menderita diabetes 4) Ibu yang menderita hipertensi 5) Persalinan yang sulit 6) Gawat janin

21

Adapun gejala dari aspirasi mekonioum adalah 1) Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat

adanya mekonium di dalam cairan ketuban. Kulit bayi tampak kehijauan (Terjadi bila mekonium telah dikeluarkan lama sebelum persalinan). 2) 3) 4) 5) 6) Ketika lahir bayi tampak lemas Kulit bayi tampak kebiruan Takipneu (Laju pernapasan yang cepat) Apneu (henti napas) Tampak tanda-tanda pos-maturitas (berat badannya

kurang,kulitnya mengelupas) e. ISPA/Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia terdapat gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernafas, nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (servere chest indrawing). Sebenarnya pneumonia bukanlah penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

22

Menurut pendapat Lany (2001:1) bahwa pneumonia merupakan Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang mudah menyerang pada balita yang kekurangan gizi, keadaan ini disebabkan karena tubuhnya tidak memiliki daya tahan yang cukup kuat terhadap penyakit tersebut. Selain itu menurut pendapat Sondari (2006:4) persiapan gizi yang baik sedini mungkin merupakan persiapan awal seorang bayi dalam membentuk imunitas dalam tubuhnya yang akan mempengaruhi respon terhadap penyakit yang menyertainya. Sehingga gizi yang cukup bisa membentuk kekebalan tubuh yang kuat agar tidak terserang penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan di negara maju bahwa kejadian pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus. f. Penykit lainnya Selain dari penyakit yang disebutkan diatas berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian yang tidak diketahui penyebabnya. 2. Faktor Ibu

a. Faktor 4 Terlalu dan 3 Terlambat Faktor ibu juga dapat menjadi penyebab langsung kematian bayi, misalnya umur si ibu (terlalu tua dan terlalu muda), jumlah anak, jarak kelahiran anak, salah persepsi tentang kolostrum. Sedangkan faktor-faktor yang secara tidak langsung menyebabkan kematian bayi berupa kurangnya kesadaran masyarakat bahwa melahirkan berisiko terhadap ibu dan bayi.

23

Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat di duga sebelumnya,sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana pelayanan obstetri (Hirata, 2006) Didukung oleh teori atau penelitian, menurut Thadeus dan Maine (2003) ada penyebab lain yang tidak perlu terjadi bila keluarga mempunyai kepedulian terhadap kesehatan keluarga. Penyebab itu di sebut Tiga Terlambat. Pertama adalah terlambat melihat tanda bahaya,dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai tanda bahaya bayi baru lahir seperti kejang, Asfiksia, Ikterus dan BBLR, sehingga terlambat dalam mengambil keputusan untuk dapat berpikir fatal karena terlambat untuk ditolong. Kedua adalah transportasi sedangkan yang ketiga adalah terlambat memperoleh pertolongan segera saat tiba di fasilitas kesehatan (Hirata, 2006). b. Penolong Persalinan. Angka kematian pada bayi (AKB) merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan penyebab kematian pada bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA,serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.

24

Peningkatan angka kematian bayi di sebabkan oleh kurangnya masyarakat memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan. Di samping itu adanya faktor di luar non kesehatan yang berpengaruh besar. Faktor yang menyebabkan tingginya kematian adalah terkakit dengan pemilihan penolong persalinan dimana kelahiran di rumah dengan penolong persalinan oleh dukun paraji atau melakukan persalinan dan pasca persalinan di rumah dukun. Serta anggapan bahwa kelahiran bukannya secara normal sebagai pengalaman yang biasa yang tidak membahayakan (Anderson, 2008:288). Berbagai aspek yang menyebabkan kematian dengan penolong persalinan oleh non nakes adalah dukun paraji tidak mempunyai alat atau fasilitas/ ruangan khusus untuk persalinan. Alat yang digunakan tidak terjamin steril sehingga dapat menimbulkan resiko terhadap keselamatan ibu dan bayi karena alat tersebut mengandung bakteri atau kuman.Tanpa alat dan fasilitas yang memadai disertai dengan pengetahuan medis yang kurang, sehingga tidak dapat mendeteksi secara dini penyimpangan atau komplikasi pada proses persalinan. Dukun paraji tidak mempunyai alat yang digunakan untuk proses persalinan seperti suntik oksitosin, infuse set dan lain-lain.

25

c. Ekonomi Ekonomi lemah menjadikan ibu hamil, bersalin dan nifas sulit untuk membiayai pemeriksaan serta perawatan kesehatannya. Faktor sosial ekonomi tidak berpengaruh langsung, tetapi sosial ekonomi yang buruk mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan serta memperlemah upaya peningkatan kesehatan dalam keluarga. Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan keluarga mereka, pemeriksaan kesehatan dan lain-lain. d. Pendidikan Masih tingginya dan lambatnya peurunan kematian ibu dan anak tampaknya berkaitan denga faktor yag bersifat mendasar dan langsung dari ibu dan anak itu sendiri. Faktor mendasar mencakup status ibu, status keluarga da masayrakat yang umumnya masih rendah yang menghambar akses pelayanan kesehatan yang memadai. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka

26

kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama e. Letak geografis Jarak atau letak geografis yang dimaksud adalah jarak dari tempat tinggal pasien ke tempat pelayanan kesehatan. Letak geografis sangat berhubungan dengan kunjungan ibu yang mempunyai bayi ke tempat pelayanan kesehatan, karena letak geografis menggambarkan jarak antara penduduk ke tempat pelayanan. Keadaan keterjangakaun pun dapat menghambat pra proses peleyanan kesehatan, bayi yang menderita penyakit atau emergency bila tidak diatasi dengan segera akan mengakibatkan yang lebih fatal karena keterlambatan untuk diberi tindakan. f. Budaya Masalah kondisi kesehatan perempuan sangat di pengaruhi oleh kedudukan perempuan di masyarakat. Dalam analisis gender, di masyarakat patriarkhi ada ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hubungan yang timpang ini akan sangat merugikan perempuan baik dari aspek sosial maupun aspek kesehatan. Artinya, kesehatan perempuan tidaklah berdiri sendiri, melainkan sangat

dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya di mana perempuan tinggal.

27

Rendahnya minat masyarakat ke tenaga kesehatan karena masalah dana dan minimnya pengetahuan dan perilaku kesehatan di kalangan keluarga-keluarga yang memiliki ekonomi lemah serta kesadaran akan pentingnya layanan tenaga kesehatan. Untuk pemeriksakan kehamilan, melakukan persalinan dan pasca persalinan pada dukun yang belum terlatih dalam kaitannya dengan keadaan sosial budaya bangsa merupakan potensi dalam meningkatkan angka kematian.

C. Kerangka Teori Angka kematian di Indonesia masih cukup tinggi, walaupun dari tahun ke tahun mengalami penurunan, namun masalah penyebab kematian masih menjadi masalah utama dan tidak berubah. Penyebab kematian ini terdiri dari faktor klinis sehubungan dengan faktor medis dan faktor non klinis sebagai penyebab tidak langsung. Faktor klinis terdiri dari BBLR, asfiksia, tetanus, ISPA, Aspirasi dan penyakit lainnya, sedangkan faktor non klinis meliputi faktor ibu meliputi tiga terlambat dan 4 terlalu, diluar faktor tersebut pemilihan tempat persalinan pun menjadi masalah dalam kasus kematian pada bayi dimana masih banyak ibu Faktor Bayi : BBLR bersalin yang ditolong oleh dukun paraji terlebih lagi paraji tidak terlatih. Aspirasi Tetanus Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka teori dari penelitian ini dapat Asfiksia ISPA dijelaskan sebagai berikut : Penyakit lainnya Faktor Ibu 4 Terlalu Tempat Persalinan Penolong Persalinan. Ekonomi Pendidikan Letak geografis Budaya

Kematian pada Bayi

28

Gambar 2.1 Kerangka Teori

29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Masih tingginya dan lambatnya penurunan angka kematian bayi tampaknya berkaitan dengan faktor-faktor yang bersifat mendasar dan langsung dari ibu dan bayi itu sendiri. Faktor ibu yang memberikan kontribusi pada kematian bayi adalah demografi ibu seperti pendidikan dan jumlah anak, sedangkan dari faktor bayi sendiri dipengaruhi oleh kondisi bayi atau komplikasi yang dibawa sejak lahir seperti BBLR, asfiksia, aspirasi. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Faktor yang menyebabkan kematian bayi Faktor Faktor dari Bayi : BBLR Aspirasi Asfiksia dari Ibu : Pendidikan Jumlah anak

Kematian pada Bayi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Keterangan : : diteliti

27

30

B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Melihat rekam medik Skala Nominal Kategori - Ya - Tidak

Faktor dari bayi BBLR bayi

aspirasi

asfiksia

baru lahir yang berat badan lahirnya kurang dari 2500 gram atau 2500gr,yang menyebabkan kematian pada bayi. Suatu kondisi dimana janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban yang menyebabkan kematian kematian pada bayi yang disebabkan bayi baru lahir tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan dan menyebabkan kematian

Format cheklist

Format cheklist

Melihat rekam medik

Nominal

- Ya - Tidak

Format cheklist

Melihat rekam medik

Nominal

- Ya - Tidak

Faktor dari ibu Pendidikan Pendidikan formal yang dialami oleh ibu sampai mendapat ijazah terakhir pada saat kasus kematian bayi Jumlah Jumlah kelahiran yang anak pernah di alami oleh (Paritas) responden sampai ibu melahirkan bayi mati

Format cheklist

Melihat Laporan tahunan Melihat Laporan tahunan

Ordinal

SD SMP SMU PT

Format cheklist

Ordinal

- Primi (1 orang) - Multipara (2-4 orang) - Grande ( 5 orang)

31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis kuantitatif dengan metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan penyebab kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang meninggal di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010. 2. Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik total sampling, artinya seluruh bayi yang meninggal di Kabupaten Tasikmalaya periode Januari sampai Desember Tahun 2010 yang berjumlah 454 jiwa dijadikan sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu gambaran faktor penyebab kematian bayi meliputi faktor ibu (pendidikan dan jumlah anak ) dan faktor bayi(BBLR, asfiksia dan aspirasi). 29

32

D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2011. Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Tasikmalaya.

E. Instrumen Penelitian Sesuai dengan prosedur pengambilan data, maka instrumen dalam penelitian ini adalah format isian yang berisikan tentang penyebab kematian bayi. Sumber data berasal dari laporan hasil kegiatan kesehatan ibu dan anak, yaitu data yang sudah tersedia dalam catatan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya periode Januari sampai Desember tahun 2010.

F. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu diperoleh dengan cara merekap dari laporan tahunan yang sudah tersedia di Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010 melalui format checklist mengenai kematian bayi yang disebabkan oleh faktor bayi dan ibu.

33

G. Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan data

Kegiatan-kegiatan dalam mengolah data: a. Pengeditan Data

Setelah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pemeriksaan catatan, dan penyebab kematian bayi dari faktor ibu dan bayi, apakah masih ada yang kurang lengkap atau ada data yang kurang konsisten, bila ada data yang tidak konsisten maka dianggap batal. b. Pemberian Kode

Selanjutnya dilakukan pemberian kode atau mengubah data yang berbentuk huruf ke dalam bantuk angka sehingga memudahkan mengentri data. c. Tabulasi Data

Menggabungkan data-data yang sama atau pengorganisasian data agar dapat dengan mudah dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dalam bentuk tabulasi distribusi frekuensi. d. Langkah Memasukkan Data terakhir adalah memasukan data ke dalam computer

menggunakan program excel. 2. Analisis Data Setelah data yang dikumpulkan telah di edit, di coding, dan telah diikhtisarkan dalam tabel, maka langkah selanjutnya adalah analisis univariat

34

terhadap hasil yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi yaitu dengan cara jumlah sampel berdasarkan kasus (n) dibagi jumlah seluruh kasus (N) dikalikan 100%, dengan rumus : F= n x100% N

F : Frekuensi n : distribusi data berdasarkan kategori N : Jumlah sampel

35

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data 1. Geografi Kondisi geografi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari wilayah pegunungan, bukit, dataran, dan pantai. Letak wilayahnya berbatasan dengan beberapa Kabupaten dan laut, yaitu : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Majalengka. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Tasikmalaya. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Garut. Secara Administratif wilayah pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 39 Kecamatan dan 351 Desa, dengan luas wilayahnya 2.563,35 km2. Adapun kecamatan yang ada di kabupaten Tasikmalaya terdiri dari : 1. Cipatujah 2. Karangnunggal 3. Cikalong 4. Pancatengah 5. Cikatomas 6. Cibalong 7. parungponteng 8. Bantartkalong 21. Karangjaya 22. Manonjajaya 23. Gunungtanjung 24. Singaparna 25. Mangunreja 26. Sukarame 27. Cigalontang 28. Leuwisari

33 54

36

9. Bojongasih 10. Culamega 11. Bojonggambir 12. Sodonghilir 13. Taraju 14. Salawu 15. Puspahiang 16. Tanjungjaya 17. Sukaraja 18. Salopa 19. Jatiwaras 20. Cineam 2. Lingkungan Kondisi lingkungan fisik Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari penggunaan lahan terdiri dari : sawah 19,51%, pemukiman 6,47% , tegal kebun 24,15%, ladang 8,20 %, pengembalaan/padang rumput 2,61 %, rawa 0,002 %, kolam 1,48 %, tanah kering 2,16,hutan rakyat 12,47%, perkebunan 10,18 %, dan yang Iainnya 2,48 %. 3. Pendidikan a. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2008, dapat dilihat pada tabel berikut ini : 29. Padakembang 30. Sariwangi 31. Sukaratu 32. Cisayong 33. Sukahening 34. Rajapolah 35. Jamanis 36. Ciawi 37. Kadipaten 38. Pagerageung 39. Sukaresik

37

Tabel 5.1. Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010 No 1 2 3 4 5 Tingkat Pendidikan Buta Huruf Tidak/belum tamat SD SD SLTP SLTA 2008 (%) 1,59 22,22 48,94 11,21 5,07 2009 (%) 28,24 55,81 8,82 5,90 2010 (%) 18,53 66 9,94 4,27 1,27

6 Perguruan Tinggi 0,96 1,22 Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentasi tingkat pendidikan penduduk di Tasikmalaya paling banyak lulusan SD sebanyak 48.94%, mengalami peningkatan pada pada tahun 2006 menjadi 55.82% dan pada tahun 2007 menjadi 66%. b. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar sebagai petani, dibawah ini disajikan beberapa mata pencaharian penduduk :

38

Tabel 5.2.

Distribusi Frekuensi Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Tasikmalaya Pada tahun 2010 Mata Pencaharian (%)
66.0 9.3 20.3 0.2 3.4 0.8

Jumlah Petani 222932 Pedagang 31375 Buruh 68461 Nelayan 357 Pegawai Negeri 11584 TNI /POLRI 2887 Jumlah 337596 Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tasikmalaya 2011

100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian di kabupaten Tasikmalaya sebagai besar adalah sebagai petani yaitu sebanyak 222932 orang (66.0%), sedangkan yang paling sedikit adalah sebagai nelayan yaitu sebanyak 357 orang (0.2%).

B. Analisis Data 1. Distribusi Kematian bayi Faktor Bayi

39

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Faktor Bayi di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011 Penyebab Jumlah 174 78 62 314 Persentasi 55.4 24.8 19.7 100

BBLR Asfiksia Aspirasi Jumlah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi terbanyak adalah disebabkan oleh BBLR yakni 174 orang (55.4%), asfiksia sebanyak 78 orang (24.8%), dan aspirasi sebanyak 62 orang (19.7%). 2. Distribusi Kematian bayi Faktor Ibu a. Tabel 5.4 Pendidikan Ibu Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011 Pendidikan Ibu SD SMP SMU Jumlah Jumlah 214 69 31 314 Persentasi 68.2 22.0 9.9 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian berdasarkan faktor pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD yakni 214 orang (68.2%), SMP sebanyak 69 orang (22.0%), dan SMU sebanyak 31 orang (9,9%). b. Tabel 5.5 Paritas Distribusi frekuensi kematian bayi Berdasarkan Penyebab Faktor Ibu di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011 Paritas Ibu Jumlah Persentasi

40

Primipara Multipara Grandepara Jumlah

179 107 28 314

57.0 34.1 8.9 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyebab kematian bayi berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah primipara yakni 179 orang (57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan grandepara sebanyak 28 orang (8.9%).

41

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian Pengumpulan data melalui lembar observasi terhadap data-data yang tersedia, dalam memperoleh data-data tersebut penulis menemukan hambatan dimana laporan dan catatan yang diperlukan untuk data penelitian masih digunakan oleh pihak Dinas kesehatan, sehingga peneliti terlambat untuk proses pengolahan dan penyajian data

B. Pembahasan 1. Penyebab kematian dari faktor bayi a. BBLR Berdasarkan hasil yang diperoleh dari profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya diperoleh data angka kematian bayi yang disebabkan oleh BBLR yakni sebanyak 55.4%. data tersebut menunjukkan bahwa berat badan bayi yang rendah (<2500) merupakan salah satu penyebab utama dari kematian bayi. Kematian karena berat badan lahir rendah ini dapatlah dipahami karena BBLR merupakan komplikasi baik dari faktor kehamilan, persalinan dan bayi itu sendiri sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya karena toksemia gravidarum, perdarahan ante partum, trauma fisik dan 39

42

psikologis, atau penyakit lain seperti : nephritis akut, diabetes mellitus, infeksi akut atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi prematuritas. Bayi degan berat yang rendah ini menjadi bermasalah karena memiliki risiko sangat tinggi atau rentan kematian. Faktor risiko yang tinggi itu dipengaruhi oleh perkembangan paru-parunya yang tidak sempurna (paru-parunya masih muda), suhu badan yang tidak normal, dan rentan terhadap dehidrasi. Bayi berat lahir rendah adalah neonatus dengan berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) tanpa memandang usia kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi di timbang pada 1 jam setelah lahir. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Madjid (2005) berpendapat bahwa biasanya bayi kecil/BBLR saat menyusu menghadapi masalah, di antaranya cepat lelah, isapan lemah, mengisap hanya sebentar sebelum istirahat, tertidur saat menyusui, memerlukan waktu istirahat yang lama setelah menghisap sehingga waktu menetek menjadi ikterus merupakan akibat penumpukan bilirubin dan sebagian lainnya karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan ayah.

43

Berdasarkan pertanyaan tersebut, penulis berpendapat bahwa bayi BBLR masih merupakan masalah yang penting dalam bidang perinatologi, karena berkaitan dengan kejadian mortalitas dan morbiditas masa neonatus. Andayani (2001) mengatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) rentan terhadap berbagai kendala kehidupan ekstra uterin dan apabila bertahan memiliki masalah dalam

perkembangannya. Sebagian besar bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk memulai bernafas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuh agar tetap hangat. Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka peneliti berasumsi bahwa BBLR merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian bayi di Kabupaten Tasikmalaya, hal ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan dan deteksi dini suatu penyakit kesehatan. b. Asfiksia Kemudian data dari Dinas kesehatan diperoleh kematian bayi yang disebabkan oleh asfiksia sebanyak 24.8%. Data tersebut menunjukkan bahwa asfiksia merupakan salah satu penyakit yang dmempunyai dampak buruh terhadap kelangsunghan hidup bayi. Asfiksia ini isebabkan karena seperti anemia maupun kurang gizi kepada tenaga

44

kekurangan

oksigen

dan

dapat menyerang

pada bayi

sehingga

menyebabkan kematian. Dari pernyataan diatas dapat dikemukakan bahwasannya penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Soemoprawiro (2005) yang menyatakan bahwa pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen, akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia barlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan tonus otot neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai apnu primer. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigenasi selama periode apnu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia terus berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megapmegap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama

45

makin lemah sampai bayi memesuki periode apnu yang disebut apnu sekunder. Pernyataan di atas sesuai dengan Saifuddin (2007) pada kenyataan dilapangan, secara klinis bayi yang lahir dalam keadaan apnu sulit dibedakan apakah bayi tersebut mengalami apnu primer atau apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu, maka kita harus beranggapan bahwa bayi tersebut mengalami apnu sekunder dan kita harus segera melakukan tindakan. Berdasarkan pembahasan tersebut maka peneliti berpendapat pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi jantung dengan curah jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan nadi tali pusat) merupakan cara yang baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi asfiksia. Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Pernapasan pertama sangat menentukan karena oksigen sangat dibutuhkan oleh organ vital seperti otak, jantung, paru dan ginjal sehingga bayi dapat melangsungkan kehidupannya. Apabila bayi tidak menangis pada saat lahir (asfiksia), berarti bayi gagal bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudahnya. Bila hal ini akibat satu dan lain hal yang terjadi pada bayi baru lahir, maka terjadilah

46

ancaman terhadap kelangsungan pertumbuhan optimalnya. Gejala sisa (sekuele) berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangannya. c. Aspirasi Adapun kematian bayi yang disebabkan oleh aspirasi sebanyak 19.7%. dalam hal ini bayi mengalami sindroma mekonium, aspirasi ASI ataupun minuman lain yang masuk ke dalam lambung bayi. Sindroma aspirasi mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu. Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga penyumbatan saluran udara lebih berat. Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan

47

kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.

Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir. Berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya aspirasi mekonium seperti Kehamilan postmatur, Pre-eklamsi, Ibu yang menderita diabetes, Ibu yang menderita hipertensi, Persalinan yang sulit, Gawat janin dan lain-lain. Disamping itu bayi berat badan lahir rendah atau bayi prematur yang fungsi tubuhnya belum matang dan cadangan-cadangan bahan-

bahan vital yang sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan ekstrauterinnya berdampak buruk terhadap perkembangan refleknya sehingga kemampuan menelan dan refleks laring belum berkembang

sempurna sehingga merupakan faktor predisposisi aspirasi makanan.

48

Cairan

amnion

sampai saat ini belum dibuktikan

dapat

membahayakan paru bayi. Cairan amnion yang mengandung mekonium dapat terjadi bila bayi dalam kandungan menderita gawat janin. Kejadian ini merupakan penyebab vitamin kematian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan pada saat pemberian makanan peroral dimulai, terjadinya aspirasi yaitu karena refleks menelan dan refleks batuk belum sempurna. Kesulitan bernafas aspirasi ini harus diperhatikan apabila bayi berat lahir rendah tiba-tiba menunjukkan gejala letargi, anoreksia, berat badan menurun dan terdapat serangan apneu. Kematian dapat terjadi pada hari-hari pertama karena kegagalan pernafasan atau asidosis berat. 2. Penyebab kematian dari faktor ibu a. Pendidikan Ibu Kematian bayi yang disebabkan oleh faktor ibu berdasarkan pendidikan ibu terbanyak dari ibu berpendidikan SD yakni 68,2%, SMP sebanyak 22.0%, dan SMU sebanyak 9,9%. Dalam hal ini pendidikan ibu yang rendah mengindikasikan status ekonomi, status pekerjaan dan status kesehetannya. Pendidikan tinggi formal kaum perempuan mencapai 3,06% dengan terbanyak di tingkat sekolah lanjutan pertama dan menengah. Masih banyak pula yang berpendidikan sekolah dasar tamat dan tidak tamat. Jika ini jenjang pendidikan ini dibuat menjadikan suatu bentuk

49

piramida. Dengan membalik piramida karena lebih banyak yang berpendidikan rendah menyebabkan banyak masalah di masyarakat yang memerlukan penyelesaian dari kaum perempuan sendiri. Mulai dari angkatan kerja kaum perempuan sampai KDRT. Perlukan kita kaum perempuan turut menyelesaikan masalah tersebut. Dapat dijawab dengan jelas bahwa hal ini diperlukan. Selanjutnya penelitian mengenai pendidikan ibu hamil yang mengalami preeklampsia sebagian besar adalah pendidikan dari SD yaitu 85.0%. Data tersebut menunjukkkan ibu dengan pendidikan dasar sebagian besar mengalami kematian pada bayi, hal ini bukan berarti bahwa pendidikan dasar dapat menyebabkan kematian. Namun pendidikan merupakan determinan jauh atau faktor tidak langsung yang dapat menimbulkan komplikasi pada bayi baru lahir. Hal ini sesuai dengan Ambarwati (2009) yang mengatakan bahwa berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya komplikasi seperti preeklampsia pada ibu hamil terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Salah satu faktor tidak langsung tersebut adalah pendidikan terutama ibu-ibu di pedesaan yang masih rendah, masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu yang alami yang berarti tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan, serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko tinggi.

50

Sebagaimana

yang

kita

ketahui

bahwasannya

pendidikan

merupakan proses pengembangan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran pelatihan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan karakteristik ibu hamil menurut pendidikan relatif rendah. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan akan berpengaruh kepada pemahaman mereka mengenai kesehatan, khususnya kesehatan reproduksinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mellur (2007) rendahnya faktor pendidikan yang dipunyai responden memberi gambaran bahwa daya intelektual wanita usia reproduksi dan ekonomi, dengan demikian mempunyai pengaruh terhadap ketidaktahuan mereka akan informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka tenaga kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan pada ibu hamil agar memanfaatkan fasilitas medis yang ada sebagai sarana pemeriksaan fase kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Menurut Handayani (2009) Makin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil, maka makin tinggi kesadaran akan pentingnya kesehatan. Bahkan, seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Angka kematian bayi ini bahkan semakin rendah bila para ibu menyelesaikan pendidikan menengah tingkat pertama.

51

b. Paritas Ibu Penyebab kematian bayi berdasarkan paritas ibu terbanyak adalah primipara yakni 179 orang (57.0%), multipara 107 orang (34,1%) dan grandepara sebanyak 28 orang (8.9%). Berdasarkan data tersebut paritas tinggi merupakan salah satu faktor tidak langsung dalam memeberikan kontribusi angka kematian pada bayi. Paritas tinggi (> 3 anak) mempunyai angka kematian maternal, lebih tinggi dibanding dengan kematian maternal pada paritas rendah ( 3 anak). Pada paritas rendah, risiko kematian maternal dapat dicegah dengan asuhan obstetrik lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009, sejalan dengan penelitian Melly Astuti (2008), yang menjelaskan bahwa penelitian tersebut ada kesamaan dimana ibu mempunyai paritas tinggi lebih banyak melahirkan BBLR. Hal tersebut dimungkinkan alat alat reproduksi yang sudah menurun, dan sel sel otot yang mulai melemah sehingga ibu memiliki paritas tinggi dengan kejadian BBLR. Multigraviditas atau pritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (pebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih

52

tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005). Berdasarkan data tersebut dapat dikemukakan bahwa jumlah anak lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan persalinan menjadi beresiko tinggi. Ibu yang telah melahirkan banyak anak rahimnya sudah sangat elastis sehingga memungkinkan timbulnya berbagai komplikasi baik pada kehamilan dan persalinan. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan, sedangkan multiparitas adalah seorang wanita yang pernah beberapa kali melahirkan, atau lebih dari satu kali melahirkan (24) dan grande multiparitas adalah seorang wanita yang telah 4 kali lebih mengalami melahirkan, sedangkan nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali

(Prawirohardjo, 2005:180). Paritas tinggi dapat meningkatkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan serta bayi baru lahir. Beberapa perubahan yang terjadi masa nifas yang dapat mengakibatkan ibu primipara tidak dapat mengurus bayinya, bahkan ia hanya memikirkan diri sendiri, memiliki kesedihan yang sangat berat tanpa sebab. Keadaan ibu nifas dengan kondisi tersebut sesuai dengan teori dari Kaplan dan Sadock (2002) yang mengemukakan bahwa masa

53

nifas merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Sebagian perempuan menganggap bahwa masamasa setelah melahirkan adalah masamasa sulit yang akan menyebabkan mereka mengalami tekanan secara emosional. Gangguangangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulanbulan atau bertahuntahun lamanya. Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa jumlah anak lebih dari tiga orang merupakan penyebab kehamilan dan persalinan menjadi beresiko tinggi. Resiko pada paritas satu dapat diatasi dengan pemberian asuhan yang lebih baik, sedangkan pada paritas tinggi mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Dengan gambaran geografis dan sosio-demografis seperti yang telah dijelaskan dalam hasil penelitian, maka sebagian besar masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya sebetulnya termasuk kategori masyarakat pra sejahtera. Hal ini sesuai dengan karakteristik masyarakat miskin sebagaimana dikemukakan oleh Yuliati dan Purnomo (2003:71), yaitu pendidikan pada

54

umumnya masih rendah, tidak mengenyam sekolah, dan menamatkan SD disamping itu mata pencaharian sebagian besar sebagai petani. Demikian halnya dengan ciri-ciri geofisik wilayah Tasikmalaya juga sesuai dengan ciri-ciri geofisik pedesaan miskin seperti dikemukakan Yuliati dan Purnomo (2003:70) yaitu zona pegunungan vulkanis yang subur, zona pegunungan kapur dengan kemampuan lahan yang rendah, serta zona pesisir pantai. Disamping itu secara umum fenomena kemiskinan wilayah pedesaan, juga berkaitan dengan beberapa faktor diantaranya kemampuan sumber daya lahan yang rendah, dan atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik, keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, lemahnya kemampuan kelembagaan baik formal maupun non-formal penunjang pembangunan di tingkat pedesaan, serta masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap peluang-peluang bisnis yang ada. Dengan demikian ditinjau dari pendidikan dan status pekerjaannya, maka sebagian besar responden termasuk dalam kategori pendidikan rendah dan tenaga kerja tak terlatih (unskilled labor). sosiologis semacam ini sangat mungkin Dengan latar belakang

akan mempengaruhi perilaku

kesehatannya. Oleh karena itu, maka tidaklah mengherankan serta dapat dipahami bila angka kematian masih cukup tinggi di Tasikmalaya. Hasil penelitian pada penyebab kematian menurut faktor ibu dapat dilihat ibu dengan pendidikan rendah menunjukan suatu gejala inkonsistensi

55

yang mungkin disebabkan karena kesenjangan pendidikan responden yang terlampau lebar dan jauh. Antara pendidikan yang jauh antara responden yang sama berpendidikan tamatan Sekolah Dasar dan bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.

56

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan pembahasan mengenai manajemen pelaksanaan program imunisasi, maka peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor bayi paling tinggi disebabkan oleh BBLR. 2. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan pendidikan paling tinggi berpendidikan SD. 3. Gambaran kematian bayi berdasarkan faktor ibu berdasarkan paritas paling tinggi primipara.

B. Saran 1. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat serta para orang tua, diharapkan bisa menjaga anak anaknya untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitar dengan memberikan gizi yang cukup dan imunisasi yang memadai sehingga dapat mencegah penyakit, tanggap terhadap kesehatan anaknya dengan membawa ke tempat pelayanan kesehatan apabila ditemukan gejala-gejala dari penyakit agar tidak berkelanjutan menjadi tingkat keparahan bahkan kematian.

54

57

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bagi dinas kesehatan diharapkan para tenaga kesehatan dapat melakukan pendekatan dan penyuluhan mengenai faktor penyebab kematian balita kepada masyarakat khususnya bidan untuk lebih aktif menjalin hubungan komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarakat, sehingga hal ini bisa menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan berbagai komplikasi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan bisa menambah wawasan bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk lebih mengetahui kejadian kematian pada bayi khususnya di Kabupaten Tasikmalaya. Untuk itu diadakannya program pemerintah yang berupa promosi kesehatan khususnya tentang kejadian kematian pada bayi dan balita. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor yang menyebabkan kematian pada bayi dengan penyakit asfiksia, TN, BBLR, aspirasi dan lain-lain, sehingga akan ditemukan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan keluarga.

58

DAFTAR PUSTAKA Ambarwati. (2009). Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Jogjakarta. Hal:14 Anderson, (2008). Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta.Hal :288 Badriah, Dewi L, (2006). Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan. Multazam, Bandung Dinkes Jabar (2010). Laporan KIA 2010. Jabar Indrawati, (2010). Panduan Perawatan Kehamilan. Atma Media Press. Jogjakarta. Hal:36 Kadri. (2004). Kadri, Kartono.2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat/Badan Rendah Home: http://digilib.litbang.depkes.go.id 2011 Luluch, (2007). Mademoi Selle La Docteur. Dari http://www.blogspot.com. Diakses tahun 2011 Manuaba, (2002) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Ridwan,A. (2007). Tumbuh Kembang Anak. Dari : http://www.wordpress.com diakses tahun 2011 Rohmah, (2010). Pendidikan Prenatal; Upaya Promosi Kesehatan Bagi Ibu Hamil. Depok. Gramata. Hal 97 Saifuddin, (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :388

Saifuddin, (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :54 Sujarwo, (2007). Hamil dengan Penyakit. Dari http://archive/mllis-nakita.com diakses tahun 2011

59

Thadeus dan Maine , (2003). Keselamatan Ibu adalah Keselamatan Bangsa from : http://www.indomedia.com diakses tahun 2011.

You might also like