You are on page 1of 17

Analisis Singkat Mengenai

Paradigma Ilmu Sosial

Disusun oleh:
Monika Harahap
Rifka Ade O. Sibarani
Sarah Paradiska Naibaho
Paradigma adalah:
 suatu world view yang dipergunakan oleh
suatu komunitas ilmuwan tertentu untuk
mempelajari obyek keilmuwan mereka.
(Dr. Wahyudi Winarjo, M.Si. Ketua Prodi
Mag. Sosiologi PPs-UMM)
 istilah yang digunakan untuk menjelaskan
sudut pandang seseorang dalam melihat
sesuatu
 Paradigma disebut juga perspektif atau
cara melihat fenomena tertentu. (Miller,
2002: 1)
Paradigma Ilmu Sosial
adalah:
 Suatu cara pandang (worldview) yang
dipakai dalam mencari kebenaran
tentang realitas dalam kehidupan
sosial, termasuk mencari kebenaran
tentang realitas dalam Ilmu
Komunikasi.
 Menurut Guba dan Lincoln, Paradigma
Ilmu Sosial terbagi dalam:
2. Paradigma Klasik (Posistivis dan anti-
Positivis)
3. Paradigma Konstruktif

4. Paradigma Kritis

Ketiga paradigma diatas lebih sering


digunakan dalam penelitian selain dari
paradigma yang dikemukakan oleh
Ilmuwan Sosial lainnya.
Pengertian Setiap Paradigma
 Paradigma Klasik adalah:
Paradigma yang menganalogikan Ilmu Sosial
sebagai Ilmu Alam.
 Paradigma Konstruktif adalah:
Paradigma yang memandang Ilmu Sosial sebagai
analisis sistematis terhadap pelaku sosial, yang
dilakukan melalui pengamatan langsung dan rinci
terhadap pelaku sosial.
 Paradigma kritis adalah:
Paradigma yang memandang Ilmu Sosial sebagai
sebuah proses yang kritis yang bertujuan
menyatakan struktur nyata dalam kehidupan
sosial.
Asumsi-Asumsi dalam
Paradigma Ilmu Sosial
Asumsi yang dimaksud di sini adalah
asumsi yang digunakan untuk
membedah dan menganalisis setiap
paradigma, sehingga posisi dan metode
yang akan dipakai dalam penelitian
kelak akan berada pada alur yang
berkesinambungan satu sama lain.
Melalui asumsi ini pun kita bisa
menentukan garis pemisah yang
semakin mempertegas posisi masing-
masing paradigma.
Asumsi-asumsi dalam
menganalisis paradigma dalam
Ilmu Sosial
 Asumsi Ontologis  Asumsi
adalah asumsi Epistemologis
mempertanyakan the nature adalah asumsi
of being, dengan kata lain yang menyangkut apa
berkaitan dengan hakikat yang dapat
dari realitas; hakikat dari dipertimbangkan sebagai
sesuatu yang ingin peneliti pengetahuan, apa yang
ketahui; hakikat mengenai dapat kita ketahui dan apa
suatu fenomena (Miller, hakikat hubungan antara
2002: 24). peneliti dengan objek
yang diteliti (Miller, 2002:
25).
…………………………………
 Asumsi Metodologis  Asumsi Aksiologis
adalah asumsi adalah asumsi
yang menyangkut yang menyangkut pilihan
bagaimana cara dalam nilai dan moral dari si
memperoleh kebenaran peneliti dan implikasinya
maupun pengetahuan terhadap hasil temuannya.
mengenai objek yang akan Bisa juga sebagai asumsi
diteliti. yang mempertegas hakikat
dan posisi si peneliti.
Paradigma Klasik
Secara Ontologis Secara Epistemologis
 Secara ontologis berbicara  Secara epistemologis
mengenai hakikat realitas berbicara mengenai
atau kenyataan. Paradigma hubungan peneliti dengan
Klasik percaya bahwa yang diteliti. Paradigma
realitas yang ada di luar Klasik meyakini bahwa
sudah diatur oleh hukum peneliti bersifat objektif,
dan kaidah-kaidah tertentu maka peneliti harus menjaga
secara universal. jarak dengan objek yang
diteliti.
…………………….
Secara Metodologis Secara Aksiologis
 Secara Metodologis  Secara Aksiologis
berbicara mengenai cara berbicara mengenai
yang akan digunakan dalam pertimbangan nilai dari
memperoleh pengetahuan. peneliti mengenai objek yang
Cara yang dipakai dalam diteliti. Dalam Paradigma
pardigma ini adalah cara Klasik nilai, etika dan moral
hipotesis dan metode berada di luar proses
deduktif. penelitian. Peneliti bertindak
sebagai pengamat.
Paradigma Konstruktif
Secara Ontologis Secara Epistemologis
 Dalam Paradigma  Dalam Paradigma ini,
Konstruktif, kebenaran kebenaran atau realitas dunia
tentang suatu realitas sosial, merupakan hasil
bersifat relatif. Artinya interaksi dari sesama pelaku
kebenaran realitas sosial sosial.
tergantung pada individu
pelaku sosial.
………………………….

Secara Metodologis Secara Aksiologis


 Dalam paradigma ini, cara  Dalam paradigma ini nilai,
yang dipakai untuk etika dan pilihan moral si
mengetahui kebenaran peneliti tidak boleh
realitas sosial adalah cara dipisahkan dari proses
dialektis dengan metode- penelitian.
metode seperti metode  Peneliti bertindak sebagai
kualitatif. fasilitator yang menjembatani
keragaman sybjektivitas
pelaku sosial.
Paradigma Kritis
Secara Ontologis Secara Epistemologis
 Dalam paradigma ini,  Dalam paradigma ini,
realitas sosial dipandang hubungan antara peneliti
sebagai sesuatu yang semu dengan yang diteliti selalu
karena merupakan hasil dijembatani oleh nilai-nilai
dari proses sejarah, sosial tertentu. Nilai itu sendiri
maupun politik. ditemukan oleh si peneliti itu
sendiri.
…………………
Secara Metodologis Secara Aksiologis
 Dalam paradigma ini, cara  Dalam paradigma ini nilai,
yang dipakai untuk etika dan pilihan moral tidak
mengetahui kebenaran dapat dipisahkan dari proses
suatu realitas adalah penelitian.
peneliti bertindak sebagai  Peneliti bertindak sebagai
partisipan atau biasa aktivis, advokat maupun
disebut sebagai aktivis sebagai transformative
perubahan sosial. intellectual.
Teori-Teori Sosial Paradigma
Klasik
Teori Karl Marx Emile Durkhem
 Karl Marx berpendapat  Cultural Determinism
bahwa materi adalah esensi  Tatanan sosial merupakan
pokok hidup manusia. faktor kekuatan di dalam
 Keberadaan menentukan
masyarakat.
kesadaran.  Perlunya solidaritas sosial.
 Apabila dapat menguasai
sektor material, maka dapat
dipastikan bahwa negara
akan dapat dikuasai juga.
 Akan selalu ada perubahan
dan pertentangan antar
kelas sosial.
Teori-Teori Sosial Paradigma
Konstruktif
Max Weber Georg Simmel
 Analisisnya lebih terfokus  Kenyataan sosial bersifat

pada status sosial bukan pribadi.


kelas sosial. Menurut  Perubahan masyarakat

Weber keadaan sosial, terjadi mulai dari gejala yang


politik dan pendidikan bisa sederhana hingga gejala
menjadi faktor stratifikasi yang lebih kompleks.
sosial.
Teori-Teori Sosial Paradigma
Kritis
Louis Althusser Antonio Gramsci
 Dunia nyata bukan  Hegemoni sosial maupun
merupakan sesuatu yang politik dapat dilakukan
objektif, tetapi merupakan melalui cultural leadership.
produk relasi kita.  Melalui cultural leadership,
 Untuk menjamin wrga negara dapat menguasai dan
negara yang taat dapat mengontrol sistem
dilakukan melalui tekanan institusional.
dan doktrinisasi dari aparat
negara.

You might also like