You are on page 1of 18

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada dasarnya suatu jenis vaksin dibuat untuk diberikan kepada seseorang yang mempunyai respon imun yang baik dan memang perlu dilindungi terhadap penyakit tertentu. Faktor yang penting dan berpengaruh pada respon imunogenik adalah dosis antigen yang diberikan, umur bayi/anak, dan keadaan kompetensi imun resipien. Di samping hal tersebut, respon imunologi yang optimal harus seimbang dengan kebutuhan, sehingga tujuan imunisasi dapat dicapai. Tujuan akhir (ultimate goal) imunisasi adalah mengeradikasi penyakit, dengan tujuan perantara (immediate goal) untuk mencegah penyakit baik secara individu maupun kelompok.1 Angka kejadian bayi prematur di Indonesia masih berada di atas ratarata negara lain yaitu mencapai 30% - 40% padahal di negara maju hanya sebesar 10-15%. Angka kematian bayi prematur di Indonesia juga masih cukup tinggi yaitu mencapai 30%-40%.2 Bayi prematur memiliki resiko besar dalam terjadinya peningkatan morbiditas yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin. Namun, bayi prematur kemungkinan kecil menerima imunisasi tepat pada waktunya karena tingginya tingkat komplikasi medis yang terkait dengan kelahiran prematur dan kekhawatiran terhadap kerentanan dan kemampuan untuk mengembangkan protective immunity setelah mendapatkan vaksin yang direkomendasikan secara teratur. Kemajuan dalam perawatan bayi prematur meningkatkan tingkat kelangsungan hidup secara substansial, dengan demikian menambah kewaspadaan di dalam pemilihan dan optimalisasi regimen imunisasi yang sesuai untuk bayi dengan sistem imun yang belum matang atau terdapat gangguan.baik humoral maupun selular.3 Kondisi klinis bayi prematur yang baik harus diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan, terlepas dari berat lahir mereka. Pada bayi prematur, antibody yang berasal dari turunan maternal berada dalam titer yang rendah dan durasi yang lebih pendek dari pada bayi aterm. Karena bayi prematur bergantung pada sistem kekebalan tubuh mereka sendiri untuk perlindungan segera daripada bayi cukup bulan, sangat 1

penting bagi mereka untuk menerima vaksinasi yang diperlukan sehingga mereka dapat melindungi diri terhadap penyakit.3 Beberapa studi telah meneliti mengenai safety, immunogenicity, efficacy, dan daya tahan dari respon imun terhadap Hepatitis B (HBV), difteri, TT, DTaP, IPV, Hib, influenza, dan PCV saat diberikan pada bayi prematur. Beberapa penelitian juga membahas mengenai imunisasi yang spesifik yang dibutuhkan oleh bayi prematur dan BBLR sehingga didapatkan program pemberian imunisasi pada bayi premature dan BBLR yang tepat.3 Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang pemberian imunisasi pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Sehingga diharapkan penulis mampu memahami dan mengaplikasikan program imunisasi yang tepat yang harus diberikan pada bayi prematur dan BBLR.

BAB 2 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan aktif maupun aktif.4 Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibody atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. spesifik Contohnya penyakit adalah tertentu, pemberian misalnya immunoglobulin yang untuk

immunoglobulin antitetanus untuk penderita penyakit tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti misalnya pada kekebalan pasif alamiah antibody yang diperoleh oleh janin dari ibu akan perlahan menurun dan habis.4 Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara alamiah atau mealalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis, walaupun tidak sebaik kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi alamiah. Untuk memperoleh kekebalan aktif dan memori imunologis yang efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara pemakaian dan jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin melalui bukti uji klinis yang telah dilakukan.4 2.2. Bayi Prematur dan BBLR Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu. Menurut World Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi yang baru lahir dikategorikan menjadi prematur, normal, dan lebih bulan. Kelahiran prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa dibagi dalam moderate premature atau prematur sedang, very premature atau sangat prematur 3

,dan extremely premature atau amat sangat prematur. Usia kehamilan ini dihitung dari hari pertama setelah siklus menstruasi terakhir.3 Bayi prematur adalah bayi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Menurut Stoppard M, bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dengan berat kurang dari 2500 gr, kapan pun bayi itu dilahirkan, baik pada minggu ke 32, 36, atau 39.3 Prematuritas ini juga dibedakan dalam dua kelompok:3 1. Prematuritas murni Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan sesuai badan 1800 -2000 gram.
2. Bayi dismatur/small for gestational age

dengan masa

kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat

Merupakan bayi dengan berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi lahir setelah 9 bulan dengan berat badan tidak mencapai 2500 gram.

Gambar 1. Kategori usia kehamilan pada saat kelahiran dalam hitungan minggu

Bayi Berat Lahir Rendah atau Low Birth Weight (LBW) adalah berat lahir kurang dari atau sama dengan 2500 gram. Very Low Birth Weight (VLBW) adalah berat bayi lahir kurang dari 1500 gram dan Extremely Low Birth Weght (ELBW) adalah berat bayi lahir kurang dari 1000 gram.3

Kelahiran bayi prematur berberat badan lahir rendah atau prematur BBLR adalah kelahiran bayi dengan berat lahir kuran g dari 2500 gram dan lahir sebelum 37 minggu usia kehamilan.3 Tanda klinis atau penampilan bayi prematur sangat bervariasi, bergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Tanda dan gejala bayi prematur yaitu umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu, berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, kuku panjangnya belum melewati ujung jari, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas,lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang 30 cm, rambut lanugo masih banyak, dan jaringan lemak subkutan tipis atau kurang. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolaholah tidak teraba tulang rawan dan daun telinga mengilap, telapak kaki halus ,alat kelamin pada bayi laki - laki testis belum turun dan pada bayi perempuan labia minora belum tertutup oleh labia mayora,.tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisannya lemah, jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang, verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.3 Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan luar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi prematur berhubungan dengan belum matangnya fungsi organorgan tubuh. Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah masalah yang bervariasi. Secara fisiologis, kondisi bayi prematur adalah sebagian masih sebagai janin dan sebagai bayi baru lahir. Bayi pematur yang dilahirkan dalam usia gestasi <37 minggu mempunyai resiko tinggi terhadap pernyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas, antara lain sindroma gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membran hialin), aspirasi pneumonia karena refleks menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat 3 anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan 5

pernafasan,hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang), dan hipotermia.3

2.3. Imunisasi Pada Bayi Prematur dan BBLR

Bayi prematur memperoleh jumlah antibodi melalui plasenta yang lebih rendah daripada bayi aterm. Karena antibodi pada bayi premature tingkatnya lebih rendah, maka antibodi tidak bertahan selama seperti pada bayi aterm. Pada bayi prematur, antibody yang berasal dari turunan maternal berada dalam titer yang rendah dan durasi yang lebih pendek dari pada bayi aterm. Karena bayi prematur bergantung pada sistem kekebalan tubuh mereka sendiri untuk perlindungan segera daripada bayi cukup bulan, sangat penting bagi mereka untuk menerima vaksinasi yang diperlukan sehingga mereka dapat melindungi diri terhadap penyakit. Sehingga, bayi prematur dengan kondisi klinis yang baik harus diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan, terlepas dari berat lahir mereka.3

2.3.1. Vaksin Hepatitis B

Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi7, sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan.6,7,8,10 Tabel 1 memperlihatkan pola pemberian imunisasi pada bayi prematur atau bayi berat lahir rendah.8 Pemberian vaksin Hepatitis B pada bayi prematur dapat juga dilakukan dengan cara di bawah ini:10
1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif harus diberikan imunisasi HB

bersamaan dengan HBIG pada 2 tempat yang berlainan dalam waktu 12 6

jam. Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke-3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan.
2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negative pemberian imunisasi dapat

dengan :
a. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada umur 2 bulan, ke-3 dan

ke-4 diberikan pada umur 6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa setelah imunisasi ke-4. b. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar umur 2 bulan. Vaksinasi HB pertama dapat diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV) dan Haemophylus influenzae B (Hib). Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan dosis ke-3 pada umur 8 bulan. Titer antibody diperiksa setelah imunisasi ke-3.

American Academy of Pediatrics

(AAP) menganjurkan pemberian

imunisasi HB pada bayi premature dengan cara sebagai berikut:11


1. Bayi yang lahir dari Ibu HBsAg negatif dan berat badan < 2 kg; pemberian

imunisasi ditunda sampai anak keluar dari rumah sakit, yaitu sampai berat

badan anak 2 kg atau umur anak 2 bulan. Vaksinasi yang diberikan sebanyak 3 dosis. Pada pasien ini tidak diperlukan pemeriksaan serologik. 2. Bayi yang lahir dari Ibu dengan HBsAg positif:

Bayi prematur: dosis pertama diberikan dalam 12 jam pertama. Dosis kedua diberikan 1 2 bulan kemudian dan dosis ketiga pada umur 6 18 bulan. HBIG 0,5 ml diberikan segera pada tempat yang berbeda.

Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: dosis pertama yang diberikan tidak dihitung, dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 13 bulan setelah dosis ke empat. Bila konsentrasi anti HBs < 10 mIU/ml berikan 3 dosis lagi dengan jadwal 0,1 dan 6 bulan diikuti pemeriksaan anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.

Bayi yang lahir dari Ibu dengan status HBsAg tidak diketahui: Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: status HBsAg Ibu diperiksa sesegera mungkin, bila dalam 12 jam tidak dapat ditentukan maka berikan HBIG 0,5 ml dan vaksinasi dosis pertama. Bila ternyata HBsAg ibu positif, maka dosis pertama tidak dihitung, lanjutkan sebanyak 3 dosis lagi sampai total 4 dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 13 bulan setelah dosis keempat. Bila konsentrasi anti HBs < 10 mIU/ml diberikan 3 dosis lagi dengan jadwal 0,1 dan 6bulan, diikuti dengan pemeriksaan anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan,dan respons imun bayi-bayi tersebut masih belum efektif. Sistem imun belum cukup matur untuk meningkatkan respon imun yang adekuat. Bila imunisasi diberikan segera setelah lahir, hanya 53-68% yang akan mengalami serokonversi 1 bulan pasca imunisasi ketiga. Penundaan imunisasi akan meningkatkan angka serokonversi menjadi 90 %, tetapi dengan lama proteksi yang belum diketahui. Keberhasilan imunisasi tergantung beberapa faktor, yaitu: status imun, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.8 Keberhasilan imunisasi memerlukan maturitas imunologik. Pada neonatus,fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA (human leukocyte antigen) pada permukaannya masih kurang dan deformabilitas membran serta respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih rendah demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts (T supressor) relatif lebih menonjol dibandingkan pada bayi atau anak karena memang fungsi imun pada masa intrauterin lebih ditekankan pada toleransi. Hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir. Pembentukan antibodi spesifik 9

terhadap antigen tertentu masih kurang. Dengan sendirinya, vaksinasi pada neonates akan memberikan hasil yang kurang sempurna dibandingkan dengan anak.Namun demikian bayi prematur atau bayi berat lahir rendah tetap dianjurkan untuk diimunisasi sesuai usia kronologisnya, dan dosis vaksin tidak perlu dikurangi.6 Waktu yang optimal bagi pemberian imunisasi HB pada bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif belum dapat dipastikan. Beberapa laporan menyebutkan ditemuinya kadar serokonversi yang lebih rendah pada bayi berat lahir rendah yang diimunisasi segera setelah lahir dibandingkan dengan bayi prematur yang diimunisasi lebih lambat dan bayi cukup bulan yang diimunisasi segera setelah lahir. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menunda imunisasi bayi premature dengan berat lahir kurang dari 2 kg dengan ibu HBsAg negatif sampai mereka meninggalkan rumah sakit, yaitu pada waktu berat bayi mencapai 2 kg atau lebih atau setidaknya sampai umur 2 bulan, diberikan bersamaan dengan imunisasi lain. Apabila imunisasi HB diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, dianjurkan memberikan imunisasi ulangan.7 Bayi prematur atau bayi berat lahir rendah dari ibu pengidap HVB, seyogyanya imunisasi dan HBIG diberikan segera setelah lahir, serta dilakukan pemeriksaan anti HBs satu bulan sesudah imunisasi ke-3 atau ke4. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu pengidap HB yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, didapatkan bahwa pada umur 5 tahun, 90,7 % di antaranya masih memiliki titer antibodi anti HBs yang protektif ( titer anti HBs > 10 mlU/ml ). Mengingat pola epidemiologi HB di Indonesia mirip dengan negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang pada usia 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HBsAg < 10 mlU/ml. Bila status ibu tidak diketahui sebaiknya diberikan sesuai imunisasi pada bayi dengan ibu HBsAg positif. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi HB, maka secepatnya diberikan (catch-up vaccination). Ulangan imunisasi HB (hep B-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun.5,12 Saat ini telah beredar vaksin kombinasi HB dengan DPT. Untuk bayi berumur < 6 minggu pemberian vaksin kombinasi ini tidak dianjurkan karena DPT hanya diberikan 10

pada umur > 2 bulan jadi tidak dapat diberikan sebagai imunisasi HB pertama pada bayi baru lahir.10 Penyuntikan dianjurkan di daerah deltoid atau paha anterolateral. Titer antibodi pada penyuntikan di deltoid, terbukti 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penyuntikan di regio gluteus. Kurang lebih 20 % subyek dengan suntikan di gluteus gagal memproduksi antibodi protektif, hal ini mungkin di-sebabkan karena banyaknya jaringan lemak sehingga suntikan tidak mencapai otot. Efektifitas vaksin HB berkisar antara 90-95 % (pada titer anti HBs >10 mlU/ml). Memori sistem imun diperkirakan menetap paling tidak sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi. Dalam keadaan normal, tidak dianjurkan untuk memberikan imunisasi ulangan (booster). Pada bayi dan anak, tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti HBs pra dan pasca imunisasi secara rutin. Uji serologi pasca imunisasi hanya dilakukan pada populasi risiko tinggi, yaitu 1-2 bulan sesudah imunisasi yang ketiga.8 Pada dasarnya jadwal imunisasi hepatitis B bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah sama dengan bayi cukup bulan, hanya dosis yang pertama diberikan pada umur 2 bulan atau lebih sesuai dengan usia kronologisnya, atau berat badan telah mencapai 2 kg. Kecuali apabila diketahui ibu mempunyai titer HBsAg positif, imunisasi HB mulai diberikan dalam 12 jam pertama dan dosis pertama ini tidak dihitung, namun dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis dengan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan (0,1,6 bulan). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian imunisasi HB:5
a. Pada bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah titer imunitas pasif

melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan.


b. Penyuntikan dianjurkan di daerah deltoid atau paha anterolateral. c. Imunisasi ulangan secara rutin pada usia dibawah 12 tahun tidak

dianjurkan. Memori sistem imun diperkirakan menetap paling tidak sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi.

11

2.3.2 Vaksin Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, dan Haemophilus influenza type b (Hib) Beberapa studi yang dilakukan dalam beberapa taun terakhir telah mengkonfirmasi temuan-temuan sebelumnya yang berhubungan dengan tingkat keamanan, imunogensitas, dan efficacy dari DTaP, difteri, tetanus toxoids (TT), DTwP, Hib, oral poliovirus (OPV) , dan IPV dimulai pada 2 bulan usia kronologisnya. Pada bayi prematur yang tidak memiliki komplikasi, besarnya respons imun pada bayi premature cenderung berbanding lurus dengan usia gestasi dan berat badan lahir. Pada bayi ELBW dengan umur gestasi <31 minggu dengan keadaan klinis postnatal yang kompleks akan cenderung menurun pada saat pemberian imunisasi lengkap, meskipun bersifat melindungi.3 Tingkat keparahan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin pada bayi prematur mengahalangi penundaan inisiasi dosis pertama vaksin DTaP, Hib, atau IPV melebihi usia kronolgis 2 bulan pada bayi prematur yang stabil secara medis. Tingkat keamanan vaksin DTwP, DTaP, Hib, dan IPV yang diberikan pada bayi prematur dan BBLR sebanding dengan bayi aterm, dengan tidak adanya peningkatan kejadian pasca imunisasi. Ketidakmatangan relatif dari system imun pada bayi premature dan BBLR dapat menekan bentuk reactogenicity vaksin dan paradoxiacally protective dari kejadian ikutan pasca imunisasi ringan yang berasal dari vaksin-vaksin ini. 3

2.3.3 Vaksin BCG Di New Zealand direkomendasikan bahwa pemberian imunisasi BCG harus diberikan secepat mungkin sesaat setelah bayi lahir dimana bayi tersebut memiliki resiko yang tinggi terhadap tuberculosis dan yang memenuhi kriteria eligibilitas. Beberapa studi menunjukkan respon bayi prematur dan BBLR terhadap imunisasi BCG dapat dilihat dari bekas luka, Mantoux response,dan atau tes inhibisi migrasi limfosit untuk mengetahui respon dari bayi tersebut. Beberapa data mengindikasikan bahwa pemberian 12

imunisasi BCG pada usia gestasi 34 minggu atau lebih menunjukkan respon imun yang bagus. Data lain menunjukkan bahwa imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi dengan usia gestasi <31 minggu atau dapat ditunda sampai usia gestasi 31 minggu jika bayi tersebut lebih prematur dari pada ini. Bayi lahir dengan usia gestasi 34 minggu atau lebih dapat menerima vaksin sesaat setelah dia lahir.12,13 Bayi lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus ditunda dalam pemberian BCG sampai usia gestasi mencapai 34 minggu.15

2.3.4 Pneumococcal Conjugated Vaccine PCV7 telah terbukti dapat menjadi immunogenic pada bayi lahir dengan usia gestasi 27 sampai <37 minggu dan bayi lahir dengan berat <2500, <1500, dan <1000. Meskipun besarnya respon pada serotype rendah pada bayi premature atau BBLR dari pada bayi aterm, baik efficacy dan efektivitas pada PCV7 telah dibuktikan pada penelitian ini. Meskipun, waktu pemberian booster/ dosis ke-4 pada tahun kedua setelah dia lahir direkomendasikan. PCV7, secara umum dapat ditoleransipada bayi prematur dan atau BBLR dengan kemungkinan pengecualian yaitu pada resiko apneu pada bayi prematur dan atau BBLR, dan demam pada bayi dengan berat badan lahir <1000 gram.16,17

2.4

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi pada Bayi Prematur dan BBLR Pengawasan untuk kejadian ikutan pasca imunisasi merupakan

bagian dari program vaksin nasional. KIPI merupakan masalah serius, KIPI yang tak diduga dan tak diharapkan kebanyakan disebabkan karena vaksin itu sendiri atau mungkin bisa didapat setelah imunisasi. Banyak kejadian itu yang bisa menjadi serius atau tak diduga dan kemungkinan kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin yang diberikan. Kejadian-kejadian ikutan pasca imunisasi diantaranya:17 Anafilaksis

13

Abses Enchepalitis Acute flaccid paralysis Demam (>40,50 C) Kejang Penerima vaksin harus berada dibawah pengawasan setiap

beberapa waktu (15 menit). Kebanyakan KIPI yang terjadi muncul setelah 10 menit pemberian vaksin. Reaksi cepat yang paling penting yang harus diperhatikan adalah reaksi anafilaksis. Kejadian nyata reaksi anafilaksis untuk DPT berkisar 1-3 kasus per satu juta pemberian vaksin. Periode hyporesponsive-hypotonic pada anak-anak biasanya tidak langsung terjadi setelah pemberian vaksin (biasanya 4-24 jam pasca vaksinasi).

14

BAB 3 KESIMPULAN

Bayi prematur dengan keadaan medis yang stabil harus menerima semua vaksin yang direkomendasikan secara teratur pada usia kronologis yang sama seperti yang dianjurkan untuk bayi cukup bulan. Dalam kebanyakan situasi, usia kehamilan dan berat bayi lahir harusnya tidak menjadi faktor yang menentukan apakah bayi prematur atau BBLR untuk diimunisasi sesuai jadwal. Bayi dengan berat lahir kurang dari 2000 gram, mungkin memerlukan modifikasi dari waktu pemberian hepatitis B imunoprofilaksis tergantung pada status HBsAg ibu. Dosis vaksin yang biasanya diberikan untuk bayi cukup bulan tidak boleh dikurangi atau dibagi ketika diberikan kepada bayi prematur atau BBLR. Meskipun penelitian telah menunjukkan penurunan respon imun untuk bebrapa vaksin yang diberikan kepada VLBW, ELBW dan bayi prematur 15

dengan

usia

kehamilan

<29

minggu,

kebanyakan

bayi

prematur

menghasilkan imunitas yang diinduksi oleh vaksin secara cukup untuk mencegah penyakit saat dosis penuh diberikan. Tingkat keparahan penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin pada bayi prematur dan BBLR menghalangi keterlambatan dalam memulai pemberian vaksin ini. Paha anterolateral menjadi tempat pilihan pada pemberian vaksin pada bayi prematur secara intramuscular. Pilihan jarum yang digunakan untuk pemberian vaksin secara intramuscular dibuat untuk disesuaikan massa otot pada bayi prematur dan kemungkinan kurang dari ukuran standar yaitu 7/8 inci-1 inci.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SRH. Pedoman pelaksanaan imunisasi pada anak. Dalam:

Tumbelaka AR, Hadinegoro SRH, Satari HI, Oswari H, penyunting. Strategi pemilihan dan penggunaan vaksin serta antibiotik dalam upaya antisipasi era perubahan pola penyakit. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXlX. FKUI; 1997. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 1997. h. 49-37.

16

2. Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. Tinggi, Kasus Bayi Prematur di Indonesia.Jakarta: Cakrawala. 2002. 3. Saari NT. Immunization of Preterm and Low Birth Weight Infants. Pediatrics. United States: American Academy of Pediatrics, 2003: p. 193-8. 4. Ranuh IGNG, Suyitno H,Sri RSH, et al., Pedoman Imunisasi di Indonesia. 2011. Jakarta : Balai Penerbit IDAI. 5. Ismalita. Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi premature. Sari Pediatri Vol.4, 2003: p. 163-7.
6. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Sari Pediatri

2000; 2:43-7.
7. Satari HI. Imunisasi pada keadaan khusus. Dalam: Tumbelaka AR,

Hadinegoro SRH, Satari HI, Oswari H, penyunting. Strategi pemilihan dan penggunaan vaksin serta antibiotik dalam upaya antisipasi era perubahan pola penyakit. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXlX. FKUI; 1997; Jakarta: Balai Penerbit FKUI,1997. h. 63-51.
8. Pujiarto PS. Kebijakan tatalaksana hepatitis virus A,B,C,pada anak. Dalam:

Zulkarnain Z, Bisanto J, Pujiarto PS, Oswari H, penyunting. Tinjauan komprehensif hepatitis virus pada anak. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak 2000;Jakarta: Balai Penerit FKUI 2000. h.136-113.
9. American Academy of Pediarics, Committee on Infectious Diseases.

FKUI XLlll. FKUI;

Recommended childhood immunization schedule-United States, JanuaryDecember 1997. Pedi-atrics 1997; 99:136-7.
10. Siregar SP. Imunisasi pada kelompok berisiko. Dalam:Ranuh IGN,

Soeyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. 2001. Jakara: Satgas Imunisasi IDAI, 2001.h. 49-56.

17

11. American Academy of Pediatrics. Hepatitis A, B, C and E. Dalam: Peter G,

Hall CB, Halsey NA, Marcey SM, Pickering LK, penyunting. 1997 Red Book. Report of the committee on infectious diseases, edisi ke-24, 1997.h. 254-9. 12. Hadinegoro SRS. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Dalam: Ranuh I.G.N, Soeyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku Imunisasi di Indo-nesia, edisi pertama. 2001. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI, 2001. h. 63-9.
13. Ministry of Health. Immunisation handbook 2011. Wellington: Ministry of

Health; 2011. 14. Sedaghatian MR, Hashem F, Hossain MM. Bacille Calmette Guerin vaccination in pre-term infants. Int J Tuberc Lung Dis. 1998;2(8):679-82. 15. Thayyil-Sudhan S, Kumar A, Singh M, Paul VK, Deorari AK. Safety and effectiveness of BCG vaccination in preterm babies. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 1999;81(1):F64-6
16. DAngio CT, Heyne RJ, OShea TM, Schelonka RL, Shankaran S, Duara S,

et al. Heptavalent pneumococcal conjugate vaccine immunogenicity in very-low-birth-weight, 2010;29(7):600-6.


17. Shinefield HM, Black SM, Ray PM, Fireman BM, Schwalbe JM, Lewis EM.

premature

infants.

Pediatr

Infect

Dis

J.

Efficacy,

immunogenicity and safety of heptavalent pneumococcal

conjugate vaccine in low birth weight and preterm infants. Pediatr Infect Dis J. 2002;21(3):182-6.

18

You might also like