You are on page 1of 35

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... ...... DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ..... DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ .. DAFTAR TABEL ................................................................................................................................ BAB 1. Kondisi, Perkembangan dan Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011 .......................... 1 1.1 Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah............................................ 1 1.2. Struktur dan Pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana BUS dan UUS .................. 2 1.3. Perkembangan Kelembagaan BUS dan UUS ...................................................................... 4 1.4. Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas .................................................................... 5 1.5. Perkembangan UMKM dan BPRS .................................................................................... 5 1.6. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011 ................................................................7 BAB 2. Kondisi Perekonomian, Dampak Terhadap Perbankan dan Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah ................................................................................................... ...........11 2.1. Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik ................................................................... 12 2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan Perbankan Syariah ............................ 14 2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2012 ............................................................. 16 BAB 3. Arah Kebijakan Perbankan Syariah 2012 .............................................................................. 20 1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah Kepada Sektor Ekonomi Produktif .............. ....21 2. Pengembangan dan Pengayaan Produk Perbankan Syariah yang Lebih Terarah ............. ....24 3. Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Dengan Tetap Mengembangkan Infratruktur Kelembagaan Bisnis Syariah .................................................................... ....25 4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi Fokus pada Parity dan Distinctiveness.................. ....27 5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko ................................................ ....28 6. Penguatan Sistem Pengawasan.................................................................................... ....30

Lampiran . Indikator Perkembangan Perbankan Syariah ..........................................................

DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Grafik 2.2. Grafik 2.3. Grafik 2.4. Grafik 2.5. Grafik 2.6. Grafik 2.7. Grafik 3.1. Grafik 3.2. Grafik 3.3 Perkembangan Industri Perbankan Syariah ...................................................... 11 FDR, CAR dan NPF Perbankan Syariah 5 tahun terakhir..................................... 15 Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah .................................................. 16 Proyeksi DPK Perbankan Syariah ..................................................................... 17 Proyeksi Pembiayaan Perbankan Syariah .......................................................... 17 Proyeksi Total Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah ........................... 18 Proyeksi Growth Aset, DPK, dan Pembiayaan Perbankan Syariah ...................... 19 Trend Segmen Pembiayaan Perbankan Syariah ................................................ 22 Gambaran Pertumbuhan Usaha Perbankan Syariah di Berbagai Wilayah ........... 23 Perkembangan Share Aset Perbankan Syariah terhadap 10 BUK ...................... 25

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 2 Perkembangan Aset, DPK, dan Penyaluran Dana BUS dan UUS...........................1 Perkembangan DPK BUS dan UUS ......................................................................2 Penyaluran Dana BUS dan UUS ......................................................................... 4 Jaringan Kantor ................................................................................................ 5 Proyeksi PDB Dunia ............................................................................................12

OUTLOOK
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

2012

DIREKTORAT 2011 DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH - 2011

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim, Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan perkenan-Nya, kita dapat melalui berbagai tantangan dan melaksanakan berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan industri perbankan syariah selama tahun 2011 ini. Dalam rangka pelaksanaan transparansi dan good governance, Bank Indonesia selaku otoritas perbankan syariah selama ini telah berusaha secara konsisten untuk dapat menyampaikan proyeksi perkembangan dan kebijakan perbankan syariah atau Outlook Perbankan Syariah menjelang berakhirnya tahun, dengan tujuan untuk memberikan evaluasi kinerja, informasi prospek beserta arah kebijakan perbankan syariah selama satu tahun ke depan. Selama tahun 2011 perbankan syariah Indonesia mengalami salah satu masa pertumbuhan tertinggi, dimana pada Oktober 2011 pertumbuhan aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah telah mencapai 48,1% (yoy) yang merupakan pertumbuhan tahunan tertinggi selama tiga tahun terakhir, dengan pangsa pasar mencapai 3,7 %. Walaupun perekonomian global

khususnya Eropa dan Amerika masih dibayangi perlambatan pertumbuhan, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%. Dengan demikian diharapkan dampak krisis ekonomi kepada tingkat pertumbuhan perbankan syariah cenderung minimal, terlebih dengan tidak banyaknya portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing maupun di luar negeri. Secara kelembagaan, perbankan syariah Indonesia saat ini terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah dan 154 BPRS dengan total jaringan kantor sebanyak 2017. Sedangkan secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah dapat menjangkau masyarakat di lebih dari 120 kabupaten/kota di 33 propinsi di Indonesia. Dalam rangka tetap menumbuh-kembangkan perbankan syariah, Bank Indonesia pada akan memfokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2012 pada hal-hal sebagai berikut : (i) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor ekonomi produktif. (ii) ) pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah, (iii) peningkatan sinergi dengan bank induk dengan tetap mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis syariah, (iv) peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada kesetaraan (parity) dan

distinctiveness, dan (v) peningkatan good governance dan pengelolaan risiko kegiatan usaha
perbankan syariah, serta (vi) penguatan sistem pengawasan. Akhir kata kami berharap semoga Outlook Perbankan Syariah 2012 ini dapat

bermanfaat bagi pengembangan industri perbankan syariah. Kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan ke depan tentunya akan sangat kami hargai. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, kekuatan, dan hidayah-Nya kepada kita semua dalam menjalankan amanah dan tanggung jawab pengembangan industri perbankan syariah. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Jakarta,

Desember 2011

DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH

Mulya E.Siregar Direktur

BAB 1. KONDISI, PERKEMBANGAN, DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH

1.1 Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah Volume usaha perbankan syariah dalam kurun waktu satu tahun terakhir, khususnya Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Total aset per Oktober 2011 (yoy) telah mencapai Rp127,19 triliun atau meningkat tajam sebesar 48,10% yang merupakan pertumbuhan tertinggi sepanjang 3 tahun terakhir. Ditambah dengan aset BPRS sebesar Rp3,35 triliun, total aset perbankan syariah per Oktober 2011 telah mencapai Rp130,5 triliun. Marketshare perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai sekitar 3,8%. Tingginya pertumbuhan aset tersebut tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan dana pihak ketiga pada sisi pasiva dan pertumbuhan penyaluran dana pada sisi aktiva (lihat Tabel 1.1). Penghimpunan dana pihak ketiga meningkat 52,79% dan penyaluran dana masyarakat meningkat sebesar 46,43%. Tabel 1. 1 Perkembangan Aset, DPK dan Penyaluran Dana BUS dan UUS
(Rp Triliun)

Okt-10

Okt-11

Growth Nominal (%)

Aset DPK Penyaluran Dana

85,85 66,48 83,81

127,19 101,57 122,73

41,34 35,09 38,92

48,10 52,79 46,43

Pertumbuhan aset yang tinggi tersebut terkait erat dengan ekspansi perbankan syariah terutama pasca disahkannya Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Secara kelembagaan, jaringan perbankan syariah meningkat menjadi 11 BUS (bertambah 6 BUS setelah lahirnya UU), dengan total jaringan kantor mencapai 1.688 kantor dan 1.277 office chanelling. Selain itu, upaya pengembangan perbankan syariah yang dilakukan secara sinergis antara Bank Indonesia dan pelaku industri yang tergabung dalam iB campaign baik untuk funding maupun lending berpengaruh positif terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Hal ini juga berkat dukungan Bank Indonesia dalam bidang perijinan yaitu dengan memberikan service excellence pada percepatan proses penyelesaian perijinan namun tetap menjaga kualitas analisa sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, upaya Bank Indonesia dalam mempercepat proses perijinan pendirian bank, fit and proper test, merger atau akuisisi,

pembukaan jaringan kantor serta persetujuan produk-produk perbankan syariah dapat dirasakan manfaatnya oleh industri perbankan syariah.

1.2 Struktur dan pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana BUS dan UUS Penghimpunan dana perbankan syariah mengalami peningkatan yang tinggi selama satu tahun terakhir dari Rp 66,48 triliun pada Oktober 2010 menjadi Rp 101,57 triliun pada Oktober 2011 atau meningkat 52,79%. Meskipun mengalami sedikit penurunan di awal tahun sebagai akibat dari January effect, namun penghimpunan dana dapat dipertahankan meningkat secara stabil pada triwulan III 2011. Laju pertumbuhan pada triwulan III 2011 yang sebesar 52,79% (yoy) tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010 sebesar 39,16%. Penghimpunan dana masyarakat sebagaimana dalam Tabel 1.2, terbesar adalah dalam bentuk deposito yaitu Rp 62,02 triliun (61,06%) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp27,81 triliun (27,38%) dan Giro sebesar Rp11,05 triliun (10,88%).

Tabel 1.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga BUS dan UUS


(Rp Triliun)

DANA PIHAK KETIGA Total Dana Pihak Ketiga Tabungan - wadiah - mudharabah Deposito Giro (wadiah) Lainnya

Okt-10 Nominal 66,48 19,33 2,18 17,15 39,23 7,12 0,81 59,01 10,70 1,22 Share (%) 100,00 29,07

Okt-11 Share Nominal (%) 101,57 27,81 4,33 23,49 62,02 11,05 0,69 61,06 10,88 0,68 100,00 27,38

Growth Nominal 35,10 8,49 2,15 6,34 22,79 3,94 (0,12) (%) 52,79 43,93 98,53 36,99 58,11 55,31 (15,04)

Berdasarkan perkembangan pada setiap jenis produknya, produk deposito dan tabungan merupakan produk yang stabil mengalami peningkatan sepanjang tahun 2011. Deposito merupakan produk yang tingkat pertumbuhannya sangat tinggi yaitu sekitar 61,06% dari posisi tahun lalu Rp39,23 triliun menjadi Rp62,02 triliun. Selain itu, produk tabungan juga meningkat cukup tinggi yaitu sebesar 27,38% sehingga tabungan iB perbankan syariah menjadi Rp27,81 triliun dari posisi tahun sebelumnya yang tercatat Rp19,33 triliun. Disisi lain, giro merupakan produk dengan perolehan yang berfluktuatif selama satu tahun terakhir, dimana mengalami

penurunan pada beberapa bulan, namun secara keseluruhan meningkat sekitar 10,88% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah, masyarakat masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil yang tinggi. Imbal hasil

deposito berfluktuasi antara 7,24% sampai dengan 9,11% (equivalent rate), sedangkan imbal hasil tabungan sekitar 2,91% dan giro sekitar 1,47% (equivalent rate). Dengan demikian wajarlah apabila produk simpanan berjangka (deposito) lebih diminati dibandingkan produk tabungan. Lebih lanjut, produk deposito yang paling diminati masyarakat adalah deposito 1 (satu) bulan. Sedangkan dari sisi penyaluran dana sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.3, piutang Murabahah paling mendominasi tercatat sebesar Rp52,06 triliun atau 42,42% diikuti oleh pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp17,73 triliun (14,45%) dan piutang Qardh sebesar Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa piutang Qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17% yang didominasi oleh peningkatan Qardh (gadai) emas.

Tabel 1.3 Penyaluran Dana BUS dan UUS


(Rp Triliun)

PENYALURAN DANA Total Penyaluran dana Pembiayaan Piutang Murabahah Piutang Qardh Mudharabah Musyarakah Lainnya Antar Bank Penempatan di BI Surat Berharga Penyertaan Tagihan lainnya

Okt-10 Nominal 83,81 62,99 34,83 3,29 8,41 13,42 3,04 3,64 11,19 5,67 0,09 0,24 Share (%) 100 75,16 41,56 3,93 10,04 16,01 3,62 4,34 13,35 6,76 0,10 0,28

Okt-11 Share Nominal (%) 122,73 100 96,62 78,72 52,06 42,42 13,02 10,61 10,14 8,26 17,73 14,45 3,67 2,99 3,66 2,98 16,21 13,21 5,94 4,84 0,05 0,04 0,26 0,21

Growth Nominal 38,92 33,62 17,23 9,72 1,73 4,31 0,64 0,02 5,02 0,27 (0,04) 0,02 (%) 46,43 53,38 49,46 295,17 20,54 32,11 20,92 0,49 44,89 4,78
(46,59)

9,32

Komitmen perbankan syariah untuk menggerakkan sektor riil tidak saja diimplementasikan dengan cukup baik namun juga telah diusahakan secara terus menerus dalam mengoptimalkan pencapaiannya. Pembiayaan sebagai upaya lembaga finansial dalam menggerakkan sektor riil telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Sebesar 78,72% aktiva perbankan syariah atau Rp 96,62 triliun diinvestasikan kedalam sektor ini. Sedangkan aktiva berupa

penempatan pada Bank Indonesia dan surat berharga yang dimiliki, masing-masing mempunyai pangsa sebesar 13,21% (Rp 16,21 triliun) dan 4,84% (Rp 5,94 triliun) dari total aktiva (lihat tabel 1.3). Dari sisi perkembangannya, portofolio perbankan syariah pada Bank Indonesia meningkat sebesar 44,89%. Sedangkan penempatan di bank lain (PUAS) hanya mengalami peningkatan 0,49% ( Rp 18 miliar). Penyaluran dana masyarakat perbankan syariah meningkat tinggi sebesar 46,43% dari Rp 83,81 triliun menjadi Rp122,73 triliun. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan (termasuk jenis piutang) menempati jumlah terbesar yaitu Rp 96,62 triliun atau sekitar 78,72% diikuti penempatan pada Bank Indonesia yaitu dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), giro, dan Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS) yang tercatat sebesar Rp16,21 triliun (13,21%), sedangkan Surat Berharga yang dimiliki dan Penempatan pada Bank lain masingmasing sebesar Rp5,94 triliun (4,84%) dan Rp3,66 triliun (2,98%). Tingginya pertumbuhan penghimpunan dana telah dapat diimbangi dengan pertumbuhan penyaluran dana kepada sektor riil baik berupa pembiayaan (Mudharabah dan Musyarakah), piutang (Murabahah, Istisna, dan Qardh), dan dalam bentuk pembiayaan Ijarah. Sehingga fungsi intermediasi perbankan dapat relatif terjaga yang tercermin dari FDR agregat perbankan syariah tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 95,08% meningkat jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 94,76%. Selain fungsi intermediasi, untuk memberikan pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas bagi masyarakat, akses jaringan perkantoran meningkat menjadi 1.688 dari 1.388 (Okt2010) kantor pada tahun sebelumnya. Perluasan jaringan kantor tersebut telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah yang tercermin dari peningkatan jumlah rekening yaitu 2,11 juta rekening dari 6,55 juta rekening menjadi 8,66 juta rekening (yoy).

1.3 Perkembangan Kelembagaan BUS dan UUS Jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Oktober 2011 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah jaringan kantor meningkat. Dengan demikian meskipun jumlah BUS maupun UUS cenderung tetap, namun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah semakin meluas yang tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK). KCP bertambah 219 kantor (30,50%) dari 718 menjadi 937, sedangkan KK bertambah 23 kantor (9,50%) yaitu dari 242 menjadi 265. Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah meningkat dari 1.388 kantor (Okt2010) menjadi 1.688 kantor, sedangkan jumlah layanan syariah (office channeling) tetap yaitu sebesar 1.277 kantor.

Tabel 1.4 Jaringan Kantor


Kelompok Bank BUS UUS Jumlah Kantor BUS & UUS Jumlah Layanan Syariah 2009 6 25 1001 1929 2010 11 23 1477 1277
Okt 2011

Growth Nominal % 0 0 14,28 0

11 23 1688 1277

0 0 211 0

1.4 Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas Perbankan Syariah (BUS + UUS) Pada umumnya permodalan perbankan syariah dapat dijaga dalam kisaran yang memadai untuk dapat menyerap potensi kerugian. Rasio kecukupan modal BUS dan UUS pada posisi Oktober 2011 tercatat sebesar 15,30%. Berbagai upaya telah dilakukan bersama antara regulator dengan industri perbankan syariah melalui berbagai kegiatan expo, penayangan iklan dan liputan kegiatan oleh media massa telah mampu mendorong perbankan syariah secara signifikan untuk meningkatkan penyaluran dana perbankan syariah meningkat tinggi sebesar 46,43% dari Rp 83,81 triliun menjadi Rp122,73 triliun. Peningkatan pembiayaan ini dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian sehingga kisaran Non Performing Financing (NPF) dapat dijaga dalam kisaran yang stabil. Secara rerata NPF gross menurun dari 3,95% (Sept2010) menjadi 3,11%. Hal tersebut telah mendorong perolehan laba yang cukup baik dan efisiensi biaya, sehingga rentabilitas dapat terjaga. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan akumulasi laba yang dapat memperkuat permodalan. Tingkat rentabilitas perbankan syariah terhadap penggunaan asetnya cukup baik yang tercermin dari rasio ROA dan ROE yang masing-masing sebesar 1,75% dan 17,43%. Jumlah pembiayaan yang meningkat diiringi dengan membaiknya kinerja telah mampu menurunkan rasio BOPO menjadi 78,03% yang pada tahun sebelumnya masih sebesar 79,10% (Sept2010).

1.5 Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 1.5.1 Perkembangan UMKM UMKM masih memegang peranan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. Rata-rata sumbangan sektor UMKM terhadap PDB nasional dalam beberapa tahun terakhir mencapai lebih dari 50%. Selain itu sektor UMKM adalah sektor yang lekat dengan semangat kerakyatan dan menyerap tenaga kerja yang besar. Keunggulan UMKM

sebagai sektor domestik yang telah mampu menggerakkan perekonomian nasional adalah karena ketergantungannya yang sangat kuat terhadap muatan lokal. Unit usaha UMKM menggunakan sumber daya dalam negeri baik sumber daya manusia, bahan baku dan peralatan sehingga UMKM tidak tergantung pada ekspor. Dalam pada itu, hasil produksi sektor UMKM lebih ditujukan untuk memenuhi pangsa pasar dalam negeri, sehingga tidak tergantung kepada kondisi perekonomian negara lain. Oleh karena itu, sektor inilah yang paling tahan terhadap ancaman krisis global seperti krisis Amerika dan Eropa. Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan yang sangat concern terhadap pengembangan sektor riil telah dapat memanfaatkan peluang atas kebutuhan finansial sektor UMKM. Sebesar 55,92% atau Rp 68,66 triliun dari total pembiayaan perbankan syariah (BUS + UUS) disalurkan ke sektor UMKM. Namun demikian, ekspansi pembiayaan yang dapat dipenuhi oleh bank syariah terhadap kebutuhan modal sektor UMKM masih sangat terbuka lebar. Hal ini tercermin dari outstanding pembiayaan UMKM pada perbankan nasional di bulan Agustus 2011 telah mencapai Rp449,9 triliun. 1.5.2 Perkembangan BPRS BPRS sebagai salah satu lembaga pembiayaan syariah juga turut menyemarakkan transaksi syariah. Aset BPRS selama kurun waktu satu tahun terakhir meningkat sebesar Rp732 miliar atau 27,98% dari sebelumnya Rp. 2,62 triliun menjadi Rp. 3,35 triliun per Oktober 2011 (yoy), dengan pembiayaan merupakan 78,05% dari total aktiva. Struktur pendanaan BPRS sama dengan bank umum yang juga didominasi oleh dana mahal yaitu deposito yang mempunyai pangsa sebesar 58,91%, sementara tabungan sebesar 41,08%. Sedangkan dari sisi pembiayaan, akad Murabaha masih mendominasi seperti halnya yang terjadi pada BUS dan UUS. Akad pembiayaan Murabaha tercatat sebesar 79,25%. Penghimpunan dana BPRS selama satu tahun terakhir mengalami peningkatan yang tinggi selama satu tahun terakhir dari Rp 1.457 miliar menjadi Rp 1.902 miliar atau meningkat 30,50%. Berbeda dengan BUS dan UUS, pada awal tahun BPRS tidak mengalami January effect, melainkan penghimpunan dananya dapat dipertahankan terus meningkat dari awal tahun hingga triwulan III 2011. Kegiatan iB campaign yang juga diikuti oleh BPRS turut berkontribusi dalam peningkatan penghimpunan dana ini. Produk tabungan meningkat 30,93%, sementara deposito meningkat 30,19%. Secara keseluruhan perolehan dana masyarakat meningkat cukup tinggi sekitar 30,50% dibandingkan tahun sebelumnya. BPRS merupakan lembaga pembiayaan perbankan yang sangat penting berperan dalam fungsi intermediasi perbankan. Hal tersebut tercermin dari tingginya angka

Financing Deposit Rasio (FDR) sehingga pertumbuhan penghimpunan dana telah diimbangi dengan meningkatnya sisi pembiayaan. Pada tahun 2011 FDR agregat BPRS telah mencapai 134,75%.Tingginya rasio yang tercermin dari cukup terkendalinya rasio NPF. Selama kurun waktu satu tahun terakhir, rasio NPF membaik mengalami penurunan dalam satu tahun terakhir yaitu dari 7,43% menjadi 7,05%. Hal tersebut juga diimbangi oleh masih tingginya rasio permodalan yang tercermin dari agregat rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) BPRS yang tinggi yaitu 24,75%. Selain itu, adanya penambahan 8 BPRS baru dan keunggulan karakteristik BPRS yang

beroperasi didaerah-daerah terpencil bahkan pada daerah remote area sehingga mampu dalam memberikan pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas kepada masyarakat. Sehingga hal tersebut mendorong perolehan laba dan menjaga tingkat rentabilitas. Tingkat efektifitas penggunaan modal dari BPRS meningkat tercermin dari rasio ROE yang meningkat dari 13,17% menjadi 19,30%. Meskipun tingkat efektifitas penggunaan asetnya (ROA) sedikit menurun dari 3,47% menjadi 2,80%. Sedangkan efisiensi biaya meningkat sehingga mampu menurunkan rasio BOPO dari 76,93% menjadi 75,75%.

1.6. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011 Perkembangan perbankan syariah yang cukup tinggi tidak terlepas dari kebijakan yang dilaksanakan tahun 2011. Sejalan dengan arah kebijakan yang telah digariskan pada tahun sebelumnya, untuk pelaksanaan kebijakan perbankan syariah di tahun 2011 meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas Human Capital bagi industri perbankan syariah Selama tahun 2011, berbagai program pelatihan telah diselenggarakan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah yaitu: pelatihan Consumer & Retail Banking untuk BUS,UUS dan BPRS, pelatihan dan sertifikasi Dewan Pengawas Syariah serta pelatihan Pengawas Bank Syariah. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan penyelenggaraan international workshop terkait perbankan dan keuangan syariah bagi perbankan syariah Indonesia, bekerja sama dengan IFSB dan/atau bank sentral lain seperti Bank Negara Malaysia. Pelatihan kepada para pengajar dan dosen juga telah dilakukan di seluruh Indonesia, melalui Training for Trainers dalam rangka meningkatkan pemahaman pengajar/dosen tentang perbankan syariah. Dengan harapan pemahaman tersebut akan dapat disebarluaskan kepada peserta didik pelajar dan mahasiswa, sehingga semakin meningkatkan kesiapan SDM untuk bekerja di industri perbankan syariah.

Selanjutnya dalam rangka mendorong tersedianya SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri perbankan syariah, pada bulan April 2011 Bank Indonesia telah memfasilitasi program link & match antara bank syariah sebagai end user dengan lembaga pendidikan/universitas sebagai penyedia SDM. Program tersebut selanjutnya dilakukan melalui kerjasama antara bank-bank syariah secara sendiri-sendiri dengan berbagai universitas dan perguruan tinggi terkemuka. Dengan tujuan untuk menjajaki dan mendapatkan SDM calon pegawai siap pakai (talent scouting) melalui program-program pelatihan on-campus maupun di pusat-pusat pelatihan milik bank syariah. 2. Peningkatan kualitas sistem pengawasan Dalam rangka memperkuat sistem pengawasan bank dan meningkatkan daya analisis dari pengawas bank diperlukan penguatan sistim pengawasan melalui penyempurnaan infrastruktur pengawasan, dimana selama tahun 2011 telah dilakukan antara lain : (i) penyempurnaan LBUS beserta aplikasi LBUS, yang bertujuan untuk mengakomodasi perubahan beberapa ketentuan seperti pernyataan standar akuntansi keuangan Syariah (PSAKS), perkembangan produk perbankan Syariah, kualitas aktiva dan restrukturisasi serta untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan internasional Basel II, dan (ii) penyusunan aplikasi Early Warning System BPRS sebagai alat bantu deteksi dini bagi pengawas dalam memonitor kinerja BPRS sehingga pengawas dapat mendeteksi secara dini perubahan kondisi suatu BPRS secara individual sehingga dapat menetapkan tindakan pengawasan yang cepat dan tepat sebelum perubahan tersebut menjadi

permasalahan yang lebih serius dan membahayakan kelangsungan usaha BPRS, serta (iii) pelaksanaan sistem panel dalam sistem pengawasan bank syariah yang bertujuan untuk mempertajam kualitas pengawasan (quality assurance) sehingga efektivitas pengawasan dapat terus ditingkatkan. 3. Penguatan infrastruktur industri Implementasi penguatan infrastruktur industri selama tahun 2011 yang diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas perbankan syariah, antara lain dilakukan melalui kontribusi aktif dan keikutsertaan Bank Indonesia dalam IILM sebagai sarana penyedia infrastruktur instrumen likuiditas regional dan global perbankan syariah. Selain itu, dilakukan juga melalui kerjasama dengan stakeholders perbankan syariah seperti DSN, IAI maupun bursa berjangka Indonesia dalam peluncuran komoditas syariah sebagai infrastruktur penunjang bagi kebutuhan likuiditas perbankan syariah Indonesia, yang fatwanya telah dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2011 ini.

4. Penguatan modal dan struktur industri Pelaksanaan kebijakan penguatan modal, antara lain dilakukan melalui kajian terhadap permodalan BPRS yang dianggap optimal dalam mempertahankan sustainability kegiatan usaha BPRS ke depan. Selain itu, BI juga memfasilitasi investor yang berkeinginan untuk menanamkan dananya di perbankan syariah Indonesia seperti penjajakan investor baru atas PT. Bank Muamalat Indonesia maupun kunjungan delegasi United Arab Emirates Islamic Financial Services ke Indonesia pada semester II tahun 2011. Disamping melalui kebijakan penguatan modal dan memfasilitasi investor, penguatan industri perbankan syariah juga tetap dilakukan melalui sinergi dan integrasi pengembangan unit bisnis perbankan syariah dalam strategi BUK induknya yang merupakan pemilik dominan BUK dan UUS. 5. Pengembangan pasar perbankan syariah Program pengembangan pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 merupakan kelanjutan dari implementasi Market Development Strategic Plan (MDSP) yang sudah dirumuskan pada tahun 2008. Salah satu implementasi programnya adalah memperluas jaringan layanan dan lebih meningkatkan kualitas layanan bank syariah, dimana Bank Indonesia mendorong kerjasama sinergis (co-opetition) antara bank syariah dengan bank konvensional induknya/grupnya melalui pengembangan unit bisnis syariah yang terintegrasi dalam strategi grup induknya. Hal ini antara lain telah dilaksanakan melalui delivery channel produk perbankan syariah di kantor bank konvensional induknya, seperti yang dilakukan BRI Syariah dan BNI Syariah. Selain itu, telah dilakukan sosialisasi dan edukasi publik (iB Campaign) secara intensif oleh Bank Indonesia melalui berbagai media komunikasi, baik media cetak, elektronik, media online maupun berbagai events dan expo di Jakarta maupun di kota-kota besar di seluruh Indonesia antara lain berupa Iklan Layanan Masyarakat logo iB dan produk perbankan syariah dalam event Hari Raya Idul Fitri dan olahraga (SEA Games) maupun dalam expo seperti International Franchise License & Business Concept Expo (IFRA) dan Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) di Jakarta, serta iB Property & Housing Finance Expo di Bandung. Dimana segmen masyarakat yang menjadi audiens iB Campaign 2011 secara umum meliputi segmen profesional muda, segmen wanita dan keluarga, segmen pengguna internet dan social network (netizen), dan segmen pengusaha. Bank Indonesia juga melanjutkan edukasi melalui ulama serta akademisi dalam bentuk seminar dan training for trainers. Disamping itu, Bank Indonesia menggandeng financial

planners terkemuka untuk menjelaskan kemanfaatan produk bank syariah, melalui program iB Financial Planning dan iB Financial Tips di radio dan internet. Selain melakukan sosialisasi tentang produk bank syariah untuk segmen pasar consumer retail, Bank Indonesia juga mendorong bank syariah untuk melayani segmen pasar korporasi dan sektor UMKM produktif, melalui pendekatan berbasis komunitas berupa business gathering dan focus group, antara lain dilakukan dengan pengusaha di sektor properti, sektor pertambangan, sektor bisnis waralaba (franchise) dan komunitas perusahaan emiten.

10

BAB 2 KONDISI PEREKONOMIAN, DAMPAK TERHADAP PERBANKAN DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH

Industri perbankan syariah secara umum terus berkembang selama tahun 2011, bahkan pertumbuhan y-o-y tertinggi selama tiga tahun terakhir terjadi di bulan Oktober 2011 yaitu 48.10% (lihat gambar 2.1). Perkembangan ini tentu memberikan harapan positif bagi perkembangannya pada tahun 2012. Meskipun tahun depan secara global, ekonomi nasional diprakirakan akan menghadapi tantangan perlambatan pertumbuhan akibat krisis utang yang dihadapi oleh negara-negara maju khususnya negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Gambar 2. 1. Perkembangan Industri Perbankan Syariah (BUS+UUS)

Namun dengan relatif terkendalinya perekonomian domestik dan kinerja sektor riil yang masih positif, ekspansi yang dilakukan oleh bank-bank syariah diharapkan masih akan mendorong perkembangan industri perbankan syariah ke depan. Khususnya, industri perbankan syariah telah melakukan perbaikan infrastruktur selama 2 tahun terakhir, penguatan aspek regulasi, harmonisasi dan koordinasi kebijakan antara pihak-pihak terkait dan koordinasi dengan pelaku usaha di sektor riil sehingga diharapkan industri perbankan syariah nasional masih akan mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi pada tahun 2012.

11

2.1. Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik Krisis utang yang membelit perekonomian negara-negara Eropa dan permasalahan fiskal yang dialami Amerika Serikat, akan menjadi faktor dominan yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi global. Diperkirakan masalah ini akan terus menjadi isu yang mendominasi tantangan perekonomian baik nasional maupun dunia di tahun 2012. Perkembangan terakhir di kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang belum menunjukkan perubahan positif yang signifikan telah meningkatkan ketidakpastian dalam perekonomian banyak negara di dunia. Situasi ini pun telah membuat beberapa lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan Amerika Serikat untuk tahun 2011 dan 2012 (lihat tabel 2.1.).

Tabel. 2

Sementara itu, kinerja perekonomian domestik relatif masih kondusif di tengah menguatnya indikasi perlambatan perekonomian dunia. Kinerja ekonomi nasional tahun 2011 diperkirakan masih meningkat dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2011 diprakirakan sebesar 6,5%, sehingga di akhir tahun 2011 pertumbuhan ekonomi akan mencapai 6,5%. Sumber pertumbuhan

12

semakin berimbang dengan peran ekspor dan investasi yang meningkat. Disamping itu, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan masih akan tumbuh tinggi seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat, yang antara lain bersumber dari pendapatan hasil ekspor yang masih kuat. Kinerja konsumsi rumah tangga dan ekspor tersebut selanjutnya akan mendorong pertumbuhan investasi. Dengan kondisi permintaan yang cenderung meningkat, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik, pertumbuhan impor diperkirakan juga meningkat. Dari sisi lapangan usaha, dukungan sektor industri diperkirakan meningkat sejalan dengan kuatnya kinerja ekspor, konsumsi rumah tangga dan investasi. Proyeksi tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat akibat pengaruh krisis keuangan di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Khususnya, pertumbuhan ekspor akan mengalami perlambatan, yang kemudian akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, investasi diperkirakan masih akan tumbuh meningkat sejalan dengan masih besarnya potensi pasar dan kuatnya fundamental perekonomian Indonesia, perbaikan iklim investasi, serta potensi perbaikan sovereign credit rating Indonesia. Bank Indonesia memproyeksikan prospek ekonomi Indonesia 2012 diperkirakan masih cukup kuat, walau lebih rendah dari proyeksi semula. Tahun depan ekonomi diproyeksikan tumbuh melambat (6,4%), utamanya bersumber dari penurunan kinerja ekspor seiring perlambatan global dan penurunan harga. Namun, perlambatan lebih lanjut tertahan oleh adanya peningkatan permintaan domestik a.l. karena dampak penurunan BI Rate. Neraca Pembayaran Indonesia 2012 diperkirakan masih cukup baik dengan surplus USD13,7 miyar, meskipun lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sampai dengan triwulan III 2011 cukup terkendali. Inflasi secara tahunan pada September 2011 tercatat sebesar 4,61% (year on year), atau secara kumulatif sebesar 2,97% (year to date). Perkembangan tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan jasa secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan serta meredam dampak negatif kenaikan harga komodtas internasional. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan terkendali dan berada dalam kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%1% di tahun 2011 dan 4,5%1% di 2012. Namun, tekanan inflasi dapat lebih tinggi dari yang diperkirakan terutama apabila Pemerintah mengambil pilihan kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang bersifat strategis utamanya bahan bakar minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL). Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati dampak penurunan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Dalam kaitan ini, Bank

13

Indonesia akan mengambil respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke depan tersebut dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi. Di samping itu, Bank Indonesia juga akan mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi dampak penurunan ekonomi dan keuangan global tersebut. 2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan Perbankan Syariah Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Dari sisi ketahanan permodalan bank, sampai dengan akhir tahun 2011 perbankan terindikasi masih mampu menyerap risiko memburuknya ekonomi Eropa dan AS. Hal ini terutama dikarenakan jumlah eksposur aset perbankan yang berasal dari luar negeri tidak terlalu signifikan dibandingkan total asset perbankan dari dalam negeri. Direct eksposur luar negeri (LN) perbankan yang mencakup portofolio on and off balance sheet berupa surat-surat berharga, penempatan pada bank lain, tagihan akseptasi, bank garansi dan irrevocable LC mencapai sebesar Rp110 triliun (yang bersumber dari dalam negeri mencapai sebesar Rp638,30 triliun). Tagihan portofolio luar negeri tersebut hanya sebesar 3,13% dari total aset perbankan bulan Juni 2011 yaitu Rp3.195 triliun. Terkelola dengan baiknya risiko pasar selama Semester I-2011 diperkirakan akan terus berlanjut di Semester II-2011. Stress test yang dilakukan untuk mengukur ketahanan modal bank terhadap tekanan risiko pasar yang mencakup penurunan nilai surat utang negara, pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga, secara umum menunjukkan cukup kuatnya permodalan perbankan. Potensi kerugian perbankan yang berasal dari kenaikan suku bunga ke depan cenderung turun dikarenakan berkurangnya posisi short perbankan untuk maturity profile rupiah <12 bulan yaitu turun dari Rp347,3 triliun (Desember 2010) menjadi Rp337,81 triliun (Juni 2011). Berdasarkan hasil stress test, permodalan bank relatif tahan terhadap risiko kenaikan suku bunga, dimana dengan skenario kenaikan suku bunga sebesar 5%, CAR berpotensi turun 70 bps. Namun demikian, perlu dimonitor meningkatnya sensitifitas terhadap kenaikan suku bunga seiring peningkatan posisi short pada maturity profile rupiah perbankan <1 bulan. Meningkatnya gejolak pada pasar global menyebabkan perbankan cenderung mengurangi eksposur valas pada Semester I-2011. Hal ini terlihat dari turunnya rasio PDN dari 3,7% (Desember 2010) menjadi 3,43% (Juni 2011) sehingga ketahanan modal bank dalam mengantisipasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah terindikasi cukup baik. Dengan eksposur valas tersebut, hasil stress test pelemahan nilai tukar sebesar 50% tidak terdapat bank yang CAR-nya berpotensi turun < 8%.

14

Gambar 2. 2. FDR, CAR Dan NPF Perbankan Syariah (BUS+UUS) 5 Tahun Terakhir

Sementara itu dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global yang cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi banyak negara didunia, diprakirakan memiliki pengaruh yang minimal terhadap industri perbankan syariah nasional. Ada beberapa alasan mengapa diyakini pengaruh krisis keuangan global tahun 2012 tidak signifikan terhadap industri perbankan syariah nasional. Pertama, eksposure portfolio pembiayaan perbankan syariah hampir 100% tersalurkan berupa pembiayaan usaha di sektor produktif (sektor riil), dimana sektor usaha yang menjadi konsentrasi pembiayaan perbankan syariah adalah sektor usaha domestik yang tidak terkait langsung dengan perdagangan luar negeri. Artinya, hampir tidak ada portfolio bank syariah berupa eksposur aset keuangan yang berasal dari luar negeri seperti surat-surat berharga. Jika dilihat lebih mendalam pembiayaan perbankan syariah di sektor riil terkonsentrasi di sektor konsumtif (retail), jasa bisnis dan transportasi komunikasi. Sementara kualitas pembiayaan perbankan syariah masih relative terjaga baik, hal ini terlihat dari rasio NPF industri beberapa tahun ini yang masih terpelihara pada angka rata-rata 3%. Dan pembiayaan disektor tersebut minim sekali berupa pembiayaan usaha perdagangan luar negeri. Artinya pembiayaan perbankan syariah nasional masih dominan berada di pasar domestik. Salah satu sebabnya adalah kapasitas pembiayaan perbankan syariah yang memang relatif terbatas.

15

Gambar 2. 3. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah

Kedua, secara nature berpedoman pada prinsip-prinsip syariah, perbankan syariah tidak diperkenankan menggunakan produk-produk berbasis bunga dan spekulasi. Berdasarkan karakteristik dasar aplikasi perbankan seperti itu, perbankan syariah diyakini tidak akan terpengaruh oleh krisis keuangan global. Tetapi jika kondisi krisis ini berlangsung relative lama, maka diprakirakan krisis akan mempengaruhi kinerja industri perbankan syariah nasional secara tidak langsung. Krisis global diyakini akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi global dan selanjutnya juga akan melambatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global masih dapat dikatakan minimal terhadap perkembangan industri perbankan syariah nasional.

2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2012 Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 dan kinerja perbankan nasional yang masih cukup kuat untuk menahan pengaruh tekanan krisis keuangan global, perbankan syariah tahun 2012 juga diperkirakan masih tumbuh. Sementara pertumbuhan tahunan dana pihak ketiga di akhir tahun 2011 diperkirakan antara 40%-50%, sedangkan untuk tahun 2012 pertumbuhan optimis dana pihak ketiga diperkirakan mencapai Rp182 triliun, pertumbuhan pesimis hanya Rp157 triliun dan pertumbuhan moderat diperkirakan tercapai sebesar Rp165 triliun.

16

Gambar 2. 4. Proyeksi DPK Perbankan Syariah


200,000,000 180,000,000 160,000,000 140,000,000 120,000,000 100,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0 Nov-01 Nov-02 Nov-03 Nov-04 Nov-05 Nov-06 Nov-07 Nov-08 Nov-09 Nov-10 Nov-11 May-01 May-02 May-03 May-04 May-05 May-06 May-07 May-08 May-09 May-10 May-11 May-12 Nov-12

D P K aktual D P K forec as t

P royeks i

Sedangkan untuk pertumbuhan pembiayaan pada tahun 2012, diproyeksikan pertumbuhan optimis diperkirakan mencapai Rp173 triliun, dengan pertumbuhan pesimis hanya Rp. 149 triliun serta pertumbuhan moderat diperkirakan dapat mencapai sebesar Rp157 triliun.

Gambar 2. 5. Proyeksi Pembiayaan Perbankan Syariah


200,000,000 180,000,000 160,000,000 140,000,000 120,000,000 100,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 0 Jan-02 Jan-03 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11 Jan-12 Jul-01 Jul-02 Jul-03 Jul-04 Jul-05 Jul-06 Jul-07 Jul-08 Jul-09 Jul-10 Jul-11 Jul-12

Pembiayaan bank syariah Forecast

Proyeksi

17

Sebagaimana perkiraan pertumbuhan dana pihak ketiga, pertumbuhan total aset perbankan syariah di akhir 2011 diperkirakan tumbuh antara 40%-50%. Sementara, pertumbuhan moderat total aset tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp187 triliun sedangkan pertumbuhan pesimis hanya Rp178 triliun dan optimis mencapai hingga Rp206 triliun. Untuk pangsa pasar perbankan syariah hingga mencapai 5% diperkirakan baru akan dicapai setelah tahun 2012.

Gambar 2. 6. Proyeksi Total Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah

P is* esim M oderat* O is* ptim N ber 2011* opem * triliunR p

Total aset 177.80 187.15 205.87 135.62

2012 Total D K P 156.84 165.09 181.60 107.12

Total P b em iayaan 148.99 156.84 172.52 101.89

Pertumbuhan pesimis, diasumsikan kinerja bank syariah mengalami perlambatan karena dampak krisis global kepada perekonomian domestik, dan berdampak kepada penurunan pembiayaan serta penurunan competitiveness perbankan syariah terhadap perbankan konvensional. Sementara pertumbuhan moderat, terjadi apabila jumlah bank syariah tidak bertambah namun kinerjanya tetap meningkat, dengan pola pembiayaan yang tetap didominasi trade based financing (utamanya murabahah), lalu pembiayaan perbankan syariah tidak

meninggalkan UMKM. Kemudian didukung oleh kondisi perekonomian domestik yang masih stabil serta masih tetap mendukung kinerja sektor riil dan sektor ekonomi produktif lainnya. Sedangkan pertumbuhan optimis, didasari asumsi bahwa jumlah bank syariah bertambah dan ekonomi domestik tidak terpengaruh oleh gejolak perekonomian global, serta kinerja sektor riil yang tetap positif ditambah dengan kinerja perbankan syariah yang tetap memiliki competitiveness dengan perbankan konvensional.

18

Gambar 2. 7. Proyeksi Growth Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah 2012

90.00

Pesimis
80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Total aset

82% 70% 66% 57% 50% 46% 55% 47% 54% 50%

Moderat Optimis Nopember 2011

36% 29%

Total DPK

Total Pembiayaan

Sesuai dengan proyeksi ke depan, industri perbankan syariah Indonesia di tahun 2012 akan semakin fokus kepada fungsi intermediasi yang berdampak nyata bagi sektor riil, tidak hanya UMKM yang merupakan fokus pembiayaan bank syariah selama ini namun juga kepada target pembiayaan lainnya. Bahkan, skim pembiayaan dimungkinkan untuk mendanai proyek-proyek pemerintah pada program MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia).

19

BAB III ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH 2012 Sebagaimana diketahui, kemajuan ekonomi Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir dipengaruhi oleh meningkatnya peran permintaan domestik yang menandakan semakin besarnya ukuran pasar domestik seiring peningkatan daya beli masyarakat. Di satu sisi kondisi tersebut diyakini menyebabkan lebih kuatnya daya tahan perekonomian terhadap shock eksternal, namun disisi lain menuntut produksi atau kapasitas supply yang lebih besar yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mengorbankan stabilitas harga. Oleh karena itu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan menyediakan infrastruktur secara masif yang diikuti dengan penyelarasan regulasi dan birokrasi, dinilai sangat strategis untuk mengejar ketertinggalan produksi guna memastikan pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, perbankan diharapkan mengambil peran secara komprehensif baik dalam membiayai kegiatan konsumsi dan perdagangan, maupun kegiatan investasi sektor produktif termasuk dalam rangka penyediaan infrastruktur. Sementara itu, dengan mempertimbangkan

komposisi pembiayaan perbankan syariah lebih dari 70% disalurkan ke UMKM, pemerintah melalui berbagai programnya semestinya dapat lebih mendukung aktivitas perbankan syariah, yang pada akhirnya karena karakteristik perbankan syariah yang bertumpu pada kegiatan berdasarkan sektor riil akan lebih dapat mendukung percepatan pembangunan ekonomi Indonesia termasuk dalam program Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3I). Prakiraan kinerja ekonomi nasional 2012 yang tetap solid, sekalipun terkena imbas ketidakpastian ekonomi global, juga memberikan peluang bagi perbankan syariah untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan pertumbuhan usaha. Hal ini didukung oleh kondisi portfolio yang minim denominasi valas, sehingga memposisikan bank syariah pada kelompok yang kurang terekspos risiko penurunan kinerja ekonomi dunia melalui jalur pasar keuangan. Lebih lanjut, dampak melalui trade channel dalam bentuk penurunan kinerja sektor yang bergantung pada permintaan eksternal (tradable) seperti sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan juga relatif kecil, mengingat terbatasnya alokasi pembiayaan ke sektor-sektor tersebut. Namun demikian, untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi terdapat sejumlah faktor yang perlu terus dibenahi. Faktor pertama, penguatan institusi baik dari sisi ketersediaan sumber daya manusia (SDM), maupun infrastruktur jaringan dan teknologi. Jaringan layanan perbankan syariah telah mencakup ke-33 propinsi di Indonesia, namun demikian kehadirannya diperkirakan belum banyak diketahui mengingat jumlah kantor cabang yang jauh lebih kecil dibandingkan bank konvensional. Dalam mengatasi kendala tersebut, perbankan syariah sebenarnya dimungkinkan turut menggunakan jaringan bank konvensional, namun kendala lainnya berupa penyediaan SDM yang

20

mampu menjual dan memberikan layanan produk-produk berbasis syariah serta koneksi jaringan IT menjadi tantangan tersendiri yang tidak mudah untuk diatasi. Faktor kedua adalah efisiensi. Secara alami, karakteristik aset perbankan syariah yang didominasi oleh pembiayaan dengan fixed maturity perlu didukung oleh sumber dana yang lebih akomodatif terhadap risiko fluktuasi income sepanjang masa pembiayaan, yaitu dana yang juga berjangka panjang dan/atau tidak mensyaratkan return yang tinggi. Pada kenyataannya sumber dana jangka pendek (lebih kecil atau sama dengan 3 bulan) masih sangat dominan di perbankan syariah, pun demikian sumber dana berbentuk deposito yang juga lebih dominan dibandingkan sumber dana lain yang tidak mengharapkan return tinggi seperti tabungan dan giro. Lebih dominannya sumber dana yang lebih mahal tersebut, antara lain membuat pricing pembiayaan perbankan syariah kalah bersaing dengan perbankan konvensional, sehingga apabila perbankan syariah mampu

memanfaatkan dana-dana murah pemerintah seperti dana haji diharapkan pricing pembiayaan perbankan syariah dalam mendukung kegiatan perekonomian akan semakin baik. Selain itu,

karakter ekspansif bank-bank syariah menimbulkan konsekuensi berupa biaya operasional dan investasi yang relatif tinggi, sehingga selain pengendalian biaya secara cermat, bank perlu memiliki strategi untuk secara bertahap melakukan perbaikan tingkat efisiensi. Faktor lain yang cukup penting untuk menunjang pertumbuhan perbankan syariah adalah komunikasi (dan edukasi) baik kepada stakeholders internal maupun eksternal. Hal ini mengingat karakteristik nasabah yang menjadi sasaran kini semakin meluas, dari sebatas nasabah yang sudah memiliki pemahaman kesyariahan dan cenderung memilih produk bank syariah, menjadi mayoritas nasabah perbankan yang selama ini menjadi basis nasabah bank-bank beraset besar yang notabene juga merupakan bank induk dari bank-bank syariah. Selain itu, komunikasi juga penting untuk harmonisasi persepsi dan meningkatkan preferensi stakeholders dalam mendukung perkembangan perbankan syariah. Dalam rangka terus mendukung pengembangan perbankan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia memandang perlunya langkah pengembangan dan kebijakan perbankan syariah difokuskan pada hal-hal berikut:

1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah kepada Sektor Ekonomi Produktif. Sesuai dengan karakter perekonomian Indonesia, secara umum pengembangan industri perbankan syariah diarahkan kepada penguasaan pasar domestik yang sangat besar, namun belum sepenuhnya dieksplorasi dan belum secara merata memanfaatkan layanan perbankan syariah. Orientasi pada penguasaan pasar mensyaratkan industri perbankan syariah yang mampu melayani beragam lapisan masyarakat, mulai dari segmen ekonomi mikro, usaha kecil dan menengah hingga segmen korporasi.

21

Selain itu, sebagai kelas menengah baru di industri perbankan nasional, bank-bank syariah pada akhirnya akan dihadapkan pada kompetisi langsung pada segmen-segmen yang dikuasai bank-bank besar, karena tidak lagi dapat mengandalkan niche market tertentu untuk mempertahankan laju pertumbuhan. Jika dalam beberapa tahun terakhir, usaha perbankan syariah lebih terfokus untuk melayani pembiayaan segmen jasa dan konsumsi yang pada 2011 mendominasi (hingga 72%) portofolio pembiayaan perbankan syariah (grafik 3.1), maka pada tahun-tahun mendatang perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi portofolio usahanya. Sebagai pembanding, kontribusi segmen jasa dan konsumsi dalam portfolio perbankan secara nasional pada tahun 2011 sebesar 47,1%.

Grafik 3.1 Trend Segmen Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS+UUS+BPRS)

Sehubungan dengan hal itu, mulai tahun 2012, perbankan syariah akan diarahkan untuk mulai mengembangkan kapasitasnya dan lebih aktif melayani kebutuhan pembiayaan sektorsektor produksi, antara lain sektor-sektor yang mendapatkan prioritas dari pemerintah seperti konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, bahkan jika memungkinkan membiayai berbagai proyek yang masuk dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia). Bank Indonesia, sesuai kapasitasnya akan memfasilitasi proses link and match bank syariah dengan pelaku usaha di sektor-sektor tersebut, antara lain melalui business matching dan focus group discussion antara perbankan syariah dengan pengusaha. Proses tersebut tentunya memerlukan komitmen penuh industri perbankan syariah, karena itu bank-bank syariah diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan bisnis ke sektor-sektor produksi. Disamping itu, perbankan syariah juga diarahkan untuk melakukan pengendalian risiko terkait

22

konsentrasi usahanya, antara lain melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas bank. Lebih lanjut, dalam rangka mengarahkan struktur usaha yang lebih mencerminkan karakteristik perbankan dan keuangan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengkaji model bisnis perbankan syariah, termasuk mengidentifikasi perilaku bisnis dan respon kebijakan / regulatory incentives yang dapat mendorong perbankan syariah lebih compatible dengan model bisnisnya, antara lain melalui kebijakan perizinan, pelaporan dan/atau penghentian produk serta aktivitas bank. Arah kebijakan diversifikasi segmen tersebut memiliki dimensi spatial yang menekankan pada perluasan sebaran geografis nasabah yang dilayani perbankan syariah. Untuk itu, bank syariah diharapkan dapat mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan pembukaan outlet layanan, dalam rangka perluasan jaringan sekaligus meningkatkan penetrasi usaha ke berbagai daerah di Indonesia. Terlebih lagi, perkembangan perbankan syariah di daerah-daerah seperti di wilayah Sumatera dan Sulawesi-Maluku-Papua yang memiliki laju pertumbuhan pembiayaan lebih tinggi dari pertumbuhan nasional (grafik 3.2). Grafik 3.2 Gambaran Pertumbuhan Usaha Perbankan Syariah (BUS+UUS+BPRS) di berbagai wilayah

WILAYAH Sumatera Kalimantan Sulawesi-Maluku-Papua Jawa-bali nusatenggara Nasional

PYD 19,007 4,760 4,915 70,544 99,295

DPK 14,975 5,010 3,186 80,439 103,539

GPYD 55.5% 38.1% 59.2% 52.6% 52.7%

GDPK 60.5% 39.5% 40.4% 55.1% 52.2%

23

2. Pengembangan dan Pengayaan Produk yang Lebih Terarah Sejalan dengan arah peningkatan diversifikasi segmen nasabah, Bank Indonesia akan memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-produk yang terkait sektor produksi. Dukungan tersebut antara lain dapat diberikan dalam bentuk kajian produk dan penyempurnaan regulasi dan proses perizinan produk. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, salah satu prasyarat dalam rangka mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah pengembangan infrastruktur. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan menjajaki dan melakukan kajian potensi pengembangan skim pembiayaan proyek / infrastruktur melalui bank syariah. Pembiayaan proyek / infrastruktur yang umumnya tergolong kategori pembiayaan komersial atau korporasi memerlukan tidak hanya dukungan modal dan kemampuan manajemen risiko yang memadai, namun secara ideal dibiayai dari sumber dana yang memiliki karakter yang serupa, misalnya dari segi jangka waktu dan risk appetite pemilik. Dalam hal ini, Bank Indonesia mengharapkan dan siap mendukung eksplorasi yang dilakukan bank atau asosiasi perbankan syariah untuk mendapatkan pendanaan dengan produk dan target investor yang lebih sophisticated termasuk, jika diperlukan, menjajaki opsi insentif regulatory. Selanjutnya Bank Indonesia akan mempertimbangkan penyempurnaan regulasi terkait produk perbankan syariah guna meningkatkan efisiensi proses perizinan produk. Bank Indonesia juga akan melanjutkan forum kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam mempercepat pengembangan produk-produk baru atau non standard. Salah satu produk yang relevan dengan kebutuhan bank dan masyarakat yang akan diagendakan pembahasannya dalam forum tersebut adalah produk-produk lindung nilai. Di sisi lain, setiap bank syariah diharapkan memperkuat unit kerja pengembangan produk dalam rangka mempercepat upaya penyetaraan produk dan service level dengan bank konvensional, agar variasi kebutuhan nasabah yang dapat dilayani secara syariah meningkat. Dalam rangka pengembangan produk, bank kemungkinan menemukan keterbatasan tertentu pada akad-akad syariah dibandingkan skema yang digunakan pada produk konvensional. Oleh karena itu bank perlu melakukan inovasi produk, termasuk dalam membangun cara pandang nasabah untuk pemenuhan kebutuhannya sesuai skema syariah. Secara fundamental, inovasi dan pengembangan produk perbankan syariah perlu diarahkan untuk mengantisipasi dinamika kebutuhan nasabah ke depan yang antara lain dipengaruhi oleh perubahan demografi dan teknologi, serta arah pengembangan model bisnis perbankan syariah. Dalam konteks ini, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan menyusun arah strategis pengembangan produk perbankan syariah. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan pemahaman akan trend produk dan aktivitas kedepan sekaligus mendorong

24

inovasi produk, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan workshop pengembangan dan inovasi produk/layanan, misalnya dalam kerangka kerjasama dengan Bank Negara Malaysia sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2011 ataupun dengan lembaga lain seperti IDB group.

3. Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Dengan Tetap Mengembangkan Infrastruktur Kelembagaan Bisnis Syariah Strategi co-opetition atau kerjasama sinergis antara bank konvensional induk dengan bank syariah telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada arah kebijakan perbankan syariah tahun 2011. Melalui strategi tersebut diharapkan perbankan syariah dapat menyejajarkan tingkat layanannya dengan bank umum konvensional (BUK) induknya antara lain melalui kerjasama penggunaan fasilitas teknologi, jaringan kantor dan SDM. Secara umum pertumbuhan bank-bank syariah masih lebih tinggi dibandingkan BUK induk. Namun demikian, dampak pertumbuhan terhadap peningkatan share bank syariah cukup bervariasi antara bank satu dengan lainnya (grafik 3.3). Dalam kenyataannya, tingkat penerapan strategi co-opetition sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan bank syariah juga masih bervariasi. Pada beberapa bank, kerjasama yang dilakukan masih relatif terbatas baik di sisi jenis produk maupun jumlah jaringan kantor yang digunakan, antara lain karena proses penyesuaian infrastruktur teknologi informasi dan pengelolaan SDM yang masih berlangsung. Namun di beberapa bank lain, one bank concept telah diterapkan secara progresif, misalnya dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi bisnis secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan kebijakan SDM yang lebih integrated.

Grafik 3.3 Perkembangan Share Aset Bank Syariah terhadap 10 BUK induk terbesar

25

Sehubungan dengan hal itu, Bank Indonesia memandang perlu agar setiap BUK induk mempertimbangkan kembali sinergi usaha dengan bank syariah sejalan dengan arah diversifikasi segmen dan produk bank syariah sebagaimana penjelasan diatas. Selain itu, BUK induk dan bank syariah perlu secara bersama mengidentifikasi permasalahan dan menyiapkan action plan untuk memperkuat sinergi dimaksud. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam action plan tersebut adalah penilaian kinerja SDM bank secara terintegrasi, baik untuk konvensional maupun syariah dalam mendukung bank induk mencapai targetnya secara lebih optimal. Dengan demikian bank induk dapat meminimalkan opportunity loss yang mungkin timbul dari kegagalan menawarkan layanan yang terintegrasi dan komprehensif. Dalam hal ini, secara grup, perlu dilakukan upaya untuk menjembatani perbedaan kompetensi SDM antara bank induk dengan bank syariah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan sharing antara kompetensi unit BUK induk dalam mendesain dan menjual produk di satu sisi, dengan pemahaman standar/akad syariah yang dimiliki bank syariah di sisi lain, sehingga produk dan layanan syariah dapat diperluas untuk melayani segmen nasabah yang beragam, baik mikro, ritel maupun komersial/korporasi. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengaktifkan proses edukasi internal (kepada pegawai BUK induk) mengenai produk keuangan syariah, terutama kepada pegawai unit-unit kerja yang diarahkan mendukung penguatan sinergi dengan bank syariah. Selain itu, dalam konteks penguatan sinergi SDM, Bank Indonesia juga dapat memberikan dukungan proses edukasi keuangan syariah kepada pegawai BUK Induk. Bank Indonesia akan mempertimbangkan regulatory incentives yang diperlukan untuk memperkuat sinergi dimaksud, antara lain melalui pengaturan kelembagaan dan jaringan kantor. Pengaturan dimaksud, secara prinsip tetap akan memperhatikan arah kebijakan pengembangan perbankan syariah sebagai sistem yang tunduk pada perundangan tersendiri dan memiliki karakteristik serta infrastruktur yang spesifik. Hal ini tentu saja mesti sejalan dengan kebijakan pengembangan perbankan syariah nasional yang telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mendorong terwujudnya konsep perbankan syariah yang bersifat full-pledged dengan mendorong UUS di-spin off dan BUS untuk mengembangkan jaringan kantornya secara luas, serta adanya semangat dalam UU dimaksud untuk menampilkan karakteristik khas perbankan syariah sebagai suatu sistem baru layanan keuangan. Melalui langkah-langkah penguatan sinergi tersebut, Bank Indonesia menghendaki peningkatan akses masyarakat terhadap layanan perbankan syariah secara signifikan dalam 1-2 tahun kedepan, demikian juga halnya dengan produk bank syariah yang semakin variatif memenuhi kebutuhan nasabah, terutama yang selama ini tidak memiliki alternatif selain produk BUK. Kedua aspek tersebut yaitu outreach jaringan dan variasi produk BUK dan bank syariah

26

yang sesuai kebutuhan domestik, selayaknya dipandang sebagai key strategies oleh setiap pelaku industri perbankan nasional dalam mengantisipasi persaingan dengan bank-bank regional yang juga tengah mengintegrasikan layanan konvensional dan syariahnya, memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Fokus pada Kesetaraan dan Keunikan (Parity & Distinctiveness) Kenaikan pesat jumlah rekening yang dikelola perbankan syariah dalam 3 tahun terakhir (hingga mencapai 92%), selain menunjukkan tingginya demand terhadap produk dan jasa perbankan syariah, juga menunjukkan bahwa masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia memandang bahwa citra inklusif industri perbankan syariah, yang juga semakin dikenali sebagai iB (ai-Bi), perlu terus dikomunikasikan. Setiap segmen masyarakat mulai dari yang memiliki tingkat penghasilan rendah hingga sangat tinggi, tanpa dibatasi segmen rasial atau agama tertentu, perlu dikenalkan mengenai functional benefits dan variasi skema produk yang dimiliki bank syariah. Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk perbankan syariah (iB financial literacy), program sosialisasi/edukasi publik Bank Indonesia pada 2012 lebih difokuskan pada komunikasi kesetaraan parity dan keunikan distinctiveness produk perbankan syariah. Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai media yang dinilai efektif dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, sebagai berikut: Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu komunitas muda, wanita/keluarga, professional, dan netizen. Beberapa message yang potensial untuk dikedepankan dalam berbagai kegiatan edukasi tersebut antara lain, kesetaraan teknologi dibalik fasilitas iB dan perencanaan keuangan melalui iB. Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan masyarakat umum dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya, antara lain expo terkait sektor produktif seperti konstruksi, maritim dan industri kreatif. Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan format iB pavilliun dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya telah dimasuki seperti di bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan franchise. Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan

27

perbankan, organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan dan menyelaraskan pandangan terhadap perbankan syariah sekaligus memfasilitasi bank syariah untuk meningkatkan pelayanan serta mendorong inovasi produk (co-creation). Secara spesifik, untuk segmen akademisi dan ulama juga akan dilakukan edukasi melalui pola training for trainers di berbagai daerah. Selain itu, sesuai strategi pengembangan pasar, komunikasi above the line melalui Iklan Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media cetak, elektronik, media online dan media luar ruang, dalam porsi lebih kecil dibandingkan program-program aktivasi tersebut diatas juga tetap akan dilakukan. Disamping fokus mengkomunikasikan kesetaraan produk dan layanan perbankan syariah, Bank Indonesia pada tahun 2012 akan mulai menyiapkan program komunikasi iB tahap lanjutan yaitu untuk mulai mengenalkan karakter iB, antara lain kemitraan. Dalam hal ini, pendekatan kultural melalui penggalian karakter kemitraan dalam budaya nusantara (reinvent heritage) akan diutamakan dalam merancang komunikasi karakter iB tersebut. Dalam tahun 2012 Bank Indonesia akan memfasilitasi program pemetaan kompetensi SDM perbankan syariah secara lebih tajam, mengacu kepada rumusan business model industri perbankan syariah. Hasil pemetaan tersebut selanjutnya akan menjadi dasar bagi penyusunan program pemenuhan dan peningkatan kompetensi SDM, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kompetensi industri di masa depan melalui berbagai program sertifikasi maupun program pelatihan bekerjasama dengan LLP-ICDIF dan lembaga penyedia pelatihan lainnya.

5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko Periode ketika perekonomian masih cukup kondusif menopang pertumbuhan perbankan, memberikan kesempatan terbaik untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan menghadapi risiko kedepan, termasuk dalam hal ini dampak ketidakpastian perekonomian global saat ini yang dikuatirkan akan berkepanjangan. Oleh karena itu, di tahun 2012 perbankan syariah perlu memperkuat tata kelola usaha atau good governance dan pengelolaan risiko. Mencermati concern masyarakat terhadap berbagai kasus dan isu seputar perbankan beberapa waktu terakhir, aspek integritas dalam pengelolaan bank menjadi sangat penting, disamping aspek transparansi (dan edukasi) nasabah. Hal ini mengingat sistem pengelolaan risiko maupun pengawasan yang ketat belum tentu efektif mencegah penyalahgunaan oleh pengelola bank yang sengaja memanfaatkan celah kelemahannya. Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat screening berdasarkan karakter dan integritas serta kompetensi para bankir. Bank Indonesia juga akan memperkuat sanksi bagi mereka yang sengaja menyalahgunakan kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung jawab

28

penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang terjadi di bank mereka. Selain itu, untuk BPRS Bank Indonesia merencanakan untuk menyusun ketentuan good governance bagi BPRS, disamping melakukan review ketentuan transparansi kondisi keuangan BPRS. Melalui kebijakan tersebut diharapkan BPRS dapat dikelola secara lebih sehat dengan mengedepankan antara lain aspek profesionalitas dan transparansi. Perbankan syariah juga diharapkan terus memperkuat kemampuan pengelolaan risiko, sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan risiko yang digariskan dalam regulasi Bank Indonesia. Secara spesifik bank syariah diarahkan agar melakukan pengendalian risiko yang memadai dengan meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dalam rangka kepentingan bank maupun nasabah terkait produk atau aktivitas di bank yang antara lain dilakukan melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi pegawai, dan kesiapan infrastruktur. Bank-bank syariah juga perlu memperkuat permodalannya dalam mengantisipasi pertumbuhan dan risiko usaha. Dalam hal ini bank juga perlu memperhatikan arah regulasi prudential internasional terutama yang terkait permodalan, antara lain perkembangan perumusan standar permodalan, manajemen risiko likuiditas dan stress test bagi perbankan syariah yang sedang dilakukan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB). Terkait perkembangan tersebut, Bank Indonesia pada tahun 2012 akan mengkaji penerapan manajemen risiko likuiditas pada perbankan syariah sesuai dengan standar IFSB. Khusus bagi BPRS, Bank Indonesia sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan batasan permodalan minimum BPRS, yang dilakukan secara paralel dengan penyempurnaan ketentuan jaringan kantor yang memberikan kemudahan (dari sisi modal) untuk pembukaan dan atau perpindahan kantor cabang. Diharapkan BPRS dapat memperkuat ketahanannya sekaligus meningkatkan akses komunitas nasabah yang menjadi prioritasnya. Sementara itu, apabila merujuk kepada besarnya peningkatan penyaluran dana yang sangat tinggi selama setahun terakhir ini dalam bentuk piutang Qardh sebesar 295,17%, yang didominasi oleh Qardh (gadai) emas, Bank Indonesia memandang produk ini memiliki risiko operasional dan risiko reputasi yang dapat merugikan industri perbankan syariah apabila tidak diantisipasi secara dini, meskipun risiko kredit produk ini relatif kecil. Selain itu, dikhawatirkan peningkatan produk ini akan mengurangi kecepatan penyaluran pembiayaan perbankan syariah ke sektor ekonomi yang lebih produktif, yang seharusnya menjadi fokus utama bisnis bank syariah. Dengan demikian, selain mempergunakan supervisory approach kepada perbankan syariah terkait hal ini, agar bank syariah memiliki Standar Operating Prosedure, dan mengarahkan supaya portofolio produk ini bukan menjadi segmen pembiayaan utama bank, Bank Indonesia tidak menutup kemungkinan akan melakukan pengaturan tersendiri apabila

29

dipandang perlu dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan keamanan nasabah, serta memitigasi risiko-risiko yang ada terkait produk tersebut, selain juga mengacu kepada kemanfaatan kepada perekonomian nasional dan model bisnis perbankan syariah ke depannya.

6. Penguatan Sistem Pengawasan Sejalan dengan arah kebijakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko perbankan syariah, efektivitas pengawasan bank juga perlu ditingkatkan, terutama melalui penyempurnaan infrastruktur pengawasan. Pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengintegrasikan sistem informasi pengawasan bank syariah dalam single platform untuk mempermudah akses dan meningkatkan kualitas informasi yang menjadi basis analisis pengawas. Integrasi dimaksud antara lain mencakup aplikasi penilaian tingkat kesehatan BUS dan UUS, dan aplikasi stress test yang sekaligus disempurnakan menurut perubahan ketentuan rencana bisnis bank pada tahun 2011. Selain itu Bank Indonesia akan mengevaluasi sistem deteksi dini atau early warning system BPRS, sekaligus mengkaji early warning system bagi BUS dan UUS. Bank Indonesia juga akan menyempurnakan pedoman Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) guna mempersiapkan implementasi aplikasi LBUS revisi pada tahun 2013. Selanjutnya guna mendukung penguatan penerapan prinsip kehati-hatian dan prinsip good governance, sekaligus mendukung perkembangan kegiatan usaha bank syariah secara baik, diperlukan sistem pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang andal untuk proses pengambilan keputusan stakeholder dan pengawasan Bank Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia akan mengeluarkan revisi Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) tahun 2003 yang merupakan pedoman pelaksanaan penerapan prinsip akuntansi syariah di perbankan syariah dengan mengakomodasi standar-standar akuntansi syariah terbaru antara lain standar akuntansi sukuk serta beberapa standar akuntansi lain sebagai bagian dari proses konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Selain penyempurnaan infrastruktur pengawasan, Bank Indonesia secara umum akan meningkatkan proses penilaian risiko, pengawasan dan pemeriksaan terhadap bank syariah. Kualitas penerapan manajemen risiko, antara lain dalam konteks pengendalian risiko produk dan aktivitas baru, pengendalian internal dan pemahaman atas sumber daya manusia (know your employee), akan menjadi fokus utama peningkatan pengawasan dimaksud, disamping peningkatan keamanan dan perlindungan nasabah. Bank Indonesia juga melanjutkan upaya peningkatan kompetensi pengawas dan quality assurance terhadap kegiatan pengawasan perbankan syariah.

30

You might also like