You are on page 1of 533

HIBAH PENGEMBANGAN COURSE CONTENT

PROGRAM HIBAH KOMPETISI


TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

PERANCANGAN IRIGASI DAN DRAINASE


INTERAKTIF BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Dedi Kusnadi Kalsim


Budi Indra Setiawan
Asep Sapei
Prastowo
Erizal

BAGIAN : TEKNIK TANAH DAN AIR

DEPARTEMEN : TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS : TEKNOLOGI PERTANIAN


2

TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

BAGIAN TEKNIK TANAH & AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Kampus IPB Darmaga PO BOX 220 Bogor, Tilp: (0251) 627.225,


Fax: (0251) 627.739. E-mail: dedkus@telkom.net

MEI 2006

Teknik Irigasi dan Drainase


3

1. Tinjauan Mata Kuliah/Praktikum Teknik Irigasi dan


Drainase

Deskripsi Singkat

Pengertian, tujuan dan ruang lingkup irigasi dan drainase. Keperluan air untuk
tanaman, kebutuhan air irigasi tanaman, hujan efektif, konsep efisiensi irigasi.
Kualitas air untuk irigasi. Sistem dan perencanaan berbagai jenis metoda irigasi:
irigasi permukaan, bawah permukaan, curah dan tetes. Pompa air untuk irigasi: sistem
dan perencanaan, analisis biaya pompa. Pengelolaan operasonal dan pemeliharaan
jaringan irigasi. Prinsip drainase dalam pengembangan lahan. Drainase permukaan
dan bawah permukaan.

Kegunaan mata kuliah/ praktikum

Kuliah dan praktikum MK Teknik Irigasi dan Drainase memberikan dasar


perencanaan irigasi dan drainase untuk pengembangan lahan pertanian. Beberapa
contoh perancangan dengan data aktual berdasarkan pengalaman profesional dosen
pengajarnya diberikan untuk memberikan pengalaman rancangan sehingga mahasiswa
dapat menerapkannya sesudah lulus dan bekerja di bidang pengembangan lahan dan
air.

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti kuliah dan praktikum MK ini, mahasiswa mampu: (a)


menerangkan sistem irigasi dan drainase serta permasalahannya di Indonesia, (b)
menghitung keperluan air irigasi untuk suatu pola tanam tertentu dan merancang
sistem irigasinya, (c) menerangkan kelemahan/keunggulan pada irigasi permukaan,
curah dan tetes, (d) menggunakan dan mengaplikasikan software CROPWAT untuk
perencanaan sistem irigasi usahatani agribisnis, (e) merancang sistem irigasi pompa
untuk usahatani agribisnis, (f) menjelaskan permasalahan dalam aplikasi drainase
permukaan dan bawah permukaan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Garis Besar Perkuliahan :
GBPP MK Teknik Irigasi dan Drainase (TEP 322)
Estimasi
Pokok Bahasan Daftar
No Tujuan Instruksional Khusus Sub-Pokok Bahasan Waktu Dosen
Kuliah Pustaka
(menit)
1 Memahami: (a) silabus MK dan cara Pendahuluan 1. Penjelasan : (a) deskripsi MK, (b) tujuan, (c) materi 20 3,12 DK
penilaian; (b) pengertian, ruang lingkup kuliah/praktikum, (c) cara penilaian
dan tujuan irigasi dan drainase; sistem 2. Pengertian, ruang lingkup dan tujuan irigasi /drainase, 40
irigasi/drainase, data statistik dan irigasi permukaan, irigasi curah, irigasi tetes, irigasi
permasalahan irigasi/drainase di bawah permukaan (underground irrigation, sub-
Indonesia; (c) peranan irigasi terhadap irrigation)
ketahanan pangan 3. Sistem irigasi/drainase, data statistik dan permasalahan 40
irigasi/drainase di Indonesia, peran irigasi dalam
ketahanan pangan
2 Mahasiswa mampu: (a) memilih metoda Kebutuhan air irigasi 1. Berbagai metoda Perhitungan Evapotranspirasi 30 2,4,6,11 DK
untuk menghitung kebutuhan air irigasi untuk tanaman non- tanaman Acuan (ETo)
untuk berbagai jenis tanaman pada suatu padi dan padi 2. Penentuan koefisien tanaman 10
kondisi iklim tertentu di suatu daerah; (b) 3. Pendugaan hujan efektif 20
membedakan kebutuhan air untuk 4. Pendugaan kebutuhan air tanaman (ETc) dan keperluan 20
tanaman padi dan non-padi air irigasi
5. Khusus perhitungan kebutuhan air irigasi untuk 20
tanaman padi
3 Memahami tentang: (a) neraca lengas Prediksi pengurangan 1. Pengenalan kemampuan dan kelemahan software 30 4,5,19 DK
tanah di lahan beririgas; (b) perhitungan produksi akibat stress CROPWAT, pengembangan software
lama dan selang irigasi; (c) pendugaan kekurangan air 2. Neraca lengas tanah di derah perakaran tanaman di 20
pengurangan produksi akibat stress lahan beririgasi
kekurangan air; (d) kemampuan dan 3. Lama dan selang irigasi 20
kelemahan software CROPWAT 4. Pendugaan pengurangan hasil akibat kekurangan air 30
4 Memahami tentang: (a) konsep efisiensi Efisiensi irigasi dan 1. Konsep efisiensi irigasi dan cara perhitungannya 30 2,3,12,15 DK
irigasi; (b) cara perhitungan dan beberapa pengukuran debit 2. Beberapa metoda pengukuran debit: (a) langsung; (b) 70
data efisiensi irigasi , (b) pengukuran kecepatan dan luas penampang; (c) bangunan ukur:
debit, (c) usaha peningkatan efisiensi thompson, cipolletti, cut throat, parshal flume, pintu
irigasi romijn
2

5 Memahami tentang: (a) Beberapa sistem Irigasi Permukaan 1. Beberapa metoda pemberian air irigasi permukaan: (a) 30 3,15,17 DK
pemberian air irigasi dalam irigasi furrow, (b) border, (c) flooding.
permukaan; (b) Beberapa parameter 2. Hubungan antara tekstur tanah, luas dan debit 30
design 3. Cara pemberian air irigasi dan kesesuaiannya untuk 40
padi dan non-padi: (a) kontinyu, (b) berkala
(intermittent)
6 Memahami nama bangunan, gambar dan Sistem Jaringan 1. Bendung dan bendungan 20 3,10 DK
fungsinya di jaringan irigasi dan drainase. Irigasi/Drainase 2. Head work: (a) bangunan sadap, (b) spill way, (c) 30
Memahami kriteria penilaian kualitas air sediment trap, (d) pintu penguras, (e) kolam olakan
untuk irigasi dan kepekaan tanaman Kualitas air irigasi (stilling basin)
terhadap beberapa parameter kualitas air 3. Jaringan utama (primer), sekunder, tersier, kwarter 20
4. Bangunan bagi, bangunan ukur 20
5. Penilaian kualitas air untuk irigasi 10
7 Memahami, membuat konstruksi dan Pemanfaatan airtanah 1. Metoda konstruksi sumur 20 9,16 DK
pemeliharaan sumur. Memahami Irigasi pompa 2. Jenis pompa untuk irigasi dan drainase. Pompa 20
perhitungan dan penerapan dalam irigasi Hidram: prinsip kerja, kurva karakteristik, efisiensi
pompa. Memahami perhitungan biaya air 3. Total head, statik head, gesekan, major losses, minor 20
pompa dan perencanaan untuk agribisnis losses. Hubungan total head, debit, daya dan efisiensi
tanaman hortikultura beririgasi 4. Perhitungan eknonomi pompa: biaya tetap, biaya tak- 10
tetap, biaya total
5. Pemilihan diameter pipa optimum. Perencanaan dan 10
instalasi pompa untuk irigasi
8 Memahami perhitungan modulus Drainase permukaan 1. Perhitungan modulus drainase untuk padi sawah dan 20 8,10 DK
drainase, puncak limpasan dan dimensi non-padi, kurva DDF
saluran terbuka 2. Perhitungan puncak limpasan 20
3. Perhitungan dimensi saluran 40
4. Kriteria kecepatan minimum dan maksimum 20
9 Memahami perhitungan spasing, Drainase bawah 1. Rumus spasing untuk aliran steady dan non-steady 30 7,13 DK
diameter pipa dan slope pada drainase permukaan 2. Sistem jaringan drainase bawah-permukaan 30
bawah-permukaan 3. Latihan perhitungan spasing, diameter dan slope 40
10, Mampu menerangkan tentang pengertian Teknologi Irigasi 1. Teknologi irigasi curah, kelebihan dan kelemahannya 20 14 PR
11 dan komponen irigasi curah, serta Curah 2. Uniformity dan Efisiensi irigasi curah 30
uniformity dan efisiensi irigasi curah. 3. Komponen irigasi curah: (a) Stasiun Pompa, (b) 50
Merancang irigasi curah Jaringan perpipaan, (c) Spesifikasi sprinkler

Teknik Irigasi dan Drainase


3

4. Rancangan irigasi curah 100


12, Mampu menerangkan tentang pengertian Teknologi Irigasi Tetes 1. Teknologi tetes, kelebihan dan kelemahannya 20 14 PR
13 dan komponen irigasi tetes, uniformity 2. Uniformity dan Efisiensi irigasi tetes 30
dan efisiensi irigasi tetes. Merancang 3. Komponen irigasi tetes: (a) Stasiun Pompa, (b) 50
irigasi tetes Jaringan perpipaan, (c) Spesifikasi emitter
4. Rancangan irigasi tetes 100

Garis Besar Praktikum:


GBPP MK Teknik Irigasi dan Drainase (TEP 322)
Estimasi
Pokok Bahasan Tempat
No Tujuan Praktikum Sub-Pokok Bahasan Waktu Dosen
Praktikum Praktikum
(menit)
1. Mahasiswa mendiskusikan dan menentukan Masalah nasional 1. PKPI (Perubahan Kebijakan Pengelolaan Irigasi) 150 Ruang kuliah DK,
topik permasalahan nasional yang berkaitan keirigasian 2. Agraria AN
dengan keirigasian dan drainase 3. Corporate Farming
4. Irigasi Mandiri
5. PP 77 tahun 2001
6. Crops and Drops, FAO, 2000 (ada 11 topik
bahasan yakni (a) World water resources, (b)
Agriculture’s use of water, (c) Production and food
security, (d) Overuse and misuse, (e) Floods and
droughts, (f) The future, (g) People and water, (h)
Improving rainfed production, (i) Improving
policies, (j) Towards a better future)
2. Mahasiswa mampu memilih metoda untuk Kebutuhan air irigasi 1. Diberikan data iklim, latitude, altitude 150 Ruang DK,
menghitung kebutuhan air tanaman acuan 2. Menghitung ETo dengan CROPWAT dan IWAN Komputer AN
pada suatu kondisi data iklim tertentu di 3. Membandingkan hasilnya dan menganalisisnya
suatu daerah 4. Tentukan pola tanam tertentu dalam setahun
Mahasiswa mampu : menghitung keperluan 5. Tentukan metoda hujan efektif yang digunakan
air irigasi untuk suatu pola tanam tertentu 6. Hitung keperluan air irigasi
3 Mahasiswa memahami hubungan antara Penjadwalan irigasi 1. Tentukan tekstur tanah tertentu 150 Ruang DK,
selang irigasi, lama irigasi, jumlah air 2. Tentukan cara penjadwalan tertentu Komputer AN
irigasi terhadap prediksi hasil dan efisiensi 3. Analisis prediksi hasil
irigasi 4. Berapa efisiensi irigasi

Teknik Irigasi dan Drainase


4

5. Bagaimana kalau tanpa irigasi atau tadah hujan ?


4 Mahasiswa faham tentang: (a) Beberapa Pengelolaan irigasi di 1. Ditentukan satu petak tersier di DI tertentu: iklim, 150 Ruang DK,
sistem pemberian air dalam irigasi petak tersier luas dan tekstur tanah Komputer AN
permukaan; (b) Beberapa parameter design berdasarkan studi kasus 2. Ketersediaan debit air pada MT2 dan MT3 di pintu
sadap tersier
3. Tentukan jenis tanaman yang akan diusahakan
Rancang (a) jumlah blok rotasi irigasi, (b) selang
irigasi, (c) lama irigasi, (d) debit air irigasi
5 Mengetahui nama bangunan, gambar dan Sistem Jaringan 1. Pengamatan lapangan jaringan utama irigasi 150 Bendung DK,
fungsinya di jaringan irigasi dan drainase Irigasi/Drainase Utama 2. Menggambar bangunan bendung, pelimpah, sadap, Empang AN
kantong lumpur, bangunan bagi, bangunan ukur
6 Mengetahui bangunan di jaringan tersier Jaringan 1. Menggambar bangunan sadap tersier, saluran 150 Jaringan DK,
irigasi/drainase tersier tersier, box bagi irigasi AN
2. Pengukuran debit di saluran secara langsung Semplak
dengan pelampung dan current meter, bangunan
ukur
3. Permasalahan di petak tersier
7 Mengetahui jenis-jenis pompa dan cara Irigasi pompa 1. Pengenalan jenis-jenis pompa 150 Leuwi Kopo DK,
perhitungan head loss 2. Perhitungan head loss pada pipa, klep dll AN
8 Mampu mengerjakan uji pompa Irigasi pompa Penentuan kurva karakteristik pompa 150 Leuwi Kopo DK,
AN
9 Mampu menghitung modulus drainase Drainase permukaan 1. Analisis DDF dari data hujan harian menggunakan 3 x 50 Lab DK,
Mampu menghitung spasing, diameter pipa Drainase bawah RAINBOW Komputer AN
dan slope pada drainase bawah-permukaan permukaan 2. Menghitung modulus drainasi untuk padi sawah
dan non-padi
3. Latihan perhitungan spasing, diameter dan slope
10,11 Mampu menerangkan komponen irigasi dan Teknologi Irigasi Curah 1. Pengenalan komponen irigasi curah: (a) Stasiun 150 Leuwi Kopo PR, AN
model konstruksi irigasi curah, serta pompa, (b) Jaringan perpipaan , (c) Spesifikasi
pengukuran uniformity dan perhitungan sprinkler
efisiensi irigasi curah 2. Perhitungan uniformity dan efisiensi irigasi curah 150
12,13 Mampu menerangkan komponen irigasi dan Teknologi Irigasi Tetes 1. Pengenalan komponen irigasi tetes: (a) Stasiun 150 Leuwi Kopo PR, AN
model konstruksi irigasi tetes, serta pompa, (b) Jaringan perpipaan , (c) Spesifikasi
pengukuran uniformity dan perhitungan emitter
efisiensi irigasi tetes 2. Perhitungan uniformity dan efisiensi irigasi curah 150

Teknik Irigasi dan Drainase


Susunan Bahan Ajar

Bahan Kuliah

No Pokok Bahasan Kuliah


1 Pendahuluan
2 Kebutuhan air irigasi untuk tanaman non-padi dan padi
3 Prediksi pengurangan produksi akibat stress kekurangan air
4 Efisiensi irigasi dan pengukuran debit
5 Irigasi Permukaan
6 Sistem Jaringan Irigasi/Drainase
7 Kualitas air irigasi
8 Pemanfaatan airtanah dan Irigasi pompa
9 Drainase permukaan
10 Drainase bawah permukaan
11 Teknologi Irigasi Curah
12 Teknologi Irigasi Tetes

Bahan Praktikum

No Pokok Bahasan Praktikum


1 Masalah nasional keirigasian
2 Kebutuhan air irigasi
3 Penjadwalan irigasi
4 Pengelolaan irigasi di petak tersier berdasarkan studi kasus
5 Sistem Jaringan Irigasi/Drainase Utama
6 Jaringan irigasi/drainase tersier
7 Irigasi pompa
8 Drainase permukaan dan Drainase bawah permukaan
9 Teknologi Irigasi Curah
10 Teknologi Irigasi Tetes

Petunjuk Bagi Mahasiswa Untuk Menggunakan Bahan Ajar

Setelah mempelajari bahan ajar pada setiap topik bahasan, anda harus berusaha untuk
mengerjakan latihan soal yang tersedia dalam topik itu. Untuk melihat seberapa jauh
pengerjaan soal latihan, anda dapat menceknya dengan kunci jawaban yang tersedia.
Klarifikasi hasil hitungan dapat ditanyakan ke dosen yang bersangkutan lewat e-mail.
Bahan ajar dicuplik dari beberapa diktat kuliah yang sudah tersedia. Untuk lebih
mendalami materi kuliah diharapkan anda membaca buku acuan yang tersedia di
perpustakaan IPB atau di perpustakaan pribadi masing-masing dosen.

Bagi mereka yang ingin tahu lebih banyak tersedia beberapa teks file dalam pdf yang
diambil dari internet. File tersebut disusun untuk setiap Topik dan disimpan dalam
Folder File Tambahan sesuai dengan topik Kuliah. Di dalam Folder File Tambahan
2

juga tersedia Software CROPWAT-WIN dan RAINBOW-WIN yang digunakan


dalam analisis.

Dalam File Tambahan juga terdapat judul beberapa film dalam bentuk CD tersedia di
koordinator MK ini. Judul film tersebut: (a) Cultivating the Northern Dream (18
menit), (b) Agricultural Kingdom in Hokkaido, Japan (43 menit); (b) Berilah Aku Air
(45 menit). Bagi mereka yang ingin menambah wawasan dapat menghubungi dosen
koordinator untuk meminjam copy dari film-film tersebut.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 1

Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus, mahasiswa memahami:


(a) Pengertian, ruang lingkup dan tujuan irigasi dan drainase
(b) Bagaimana kondisi sistem irigasi dan drainase yang ada di Indonesia
(c) Data statistik dan permasalahan irigasi/drainase di Indonesia
(d) Bagaimana peranan irigasi terhadap ketahanan pangan
(e) Bagaimana permasalahan air secara nasional dan internasional

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari:


(1) Paper dari beberapa referensi mengenai keirigasian di Indonesia
(2) Beberapa paper pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan di UNILA,
Bandarlampung 15-17 November 2007 terdiri dari: (a) Ditjen Tanaman Pangan, (b)
Ditjen Peternakan, (c) Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, (d) Bulog,
(e) Pidato Menteri Pertanian.
(3) Irrigation History of Indonesia (dalam bentuk file pdf)
(4) Paper dari FAO, 2000. Crops and Drops terdiri dari 11 topik bahasan yakni (a)
World water resources, (b) Agriculture’s use of water, (c) Production and food
security, (d) Overuse and misuse, (e) Floods and droughts, (f) The future, (g) People
and water, (h) Improving rainfed production, (i) Improving policies, (j) Towards a
better future).
(5) Film dokumenter dalam bentuk VCD dari Jepang berjudul The Agricultural
Kingdom in Hokkaido, Japan.
Bahan ajar no 2, 3, 4, 5 dan lainnya ada di File Tambahan Topik 1

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 2

1. Tinjauan Historis Pembangunan Irigasi di Indonesia Mewujudkan kembali


Irigasi Masyarakat, Effendi Pasandaran dan Suparmono. Rabu 12 Desember
2001, Kanpus Departemen Pertanian. Ditjen. Bina Sarana Pertanian Deptan
dengan Masyarakat Peduli Air.

Pembangunan irigasi di Hindia Belanda dimulai dengan adanya kelaparan karena gagal
panen tahun 1848/49 sekitar 200.000 orang meninggal dunia di Demak (Van der
Giessen, 1946), sehingga pada tahun 1859 dibangun bendung Glapan di S. Tuntang
mengairi 12.000 ha.

Awal abad ke 20 lahir “politik etis” yang intinya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pribumi diprogramkan 3 hal yakni: (1) IRIGASI, (2) EDUKASI dan (3)
TRANSMIGRASI.

Tahun 1885 dibentuk Departemen BOW (Burgerlijke Openbare Werker) cikal bakal
Departemen Pekerjaan Umum

Tahun 1905 dibentuk Departement van Landbouw, cikal bakal Departemen Pertanian.
Selain irigasi yang dibangun pemerintah pada tahun 1914, sudah ada sawah beririgasi
yang dibangun masyarakat seluas 2/3 dari total sawah beririgasi.

Periode tahun Areal irigasi yang selesai Laju pembangunan


dibangun (ha) (ha/tahun)
1880 – 1910 225.000 7.500
1910 – 1930 375.000 18.750
1930 – 1940 470.000 47.000
1945 Kemerdekaan RI
S/d 1960 Irigasi terlantar
Pelita I 1969-1974 Rehabilitasi irigasi, perluasan irigasi skala besar dan kecil

Tabel. Lahan Irigasi di Jawa (ha) dari tahun 1914 – 1925

Jenis Irigasi 1914 1918 1925


Irigasi permanen 578.524 548.000 1.040.000
Irigasi dalam fase 187.237 300.000 183.000
konstruksi
Irigasi dalam fase persiapan 470.641 471.000 505.000
Sawah beririgasi 1.518.099 1.400.000 2.840.000
Irigasi masyarakat 939.575 852.000 1.800.000
Sumber: Handbook of the Netherlands East Indies, 1916, 1920, 1930.

Apakah benar pembangunan irigasi besar-besaran di Jaman Belanda telah meningkatkan


kesejahteraan masyarakat seperti tujuan semula politik etis? Ada dua pendapat:
(a) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya peningkatan
produksi padi/palawija, perbaikan fasilitas transport, air minum, air mandi
dan untuk ternak
(b) Tidak ada peningkatan hasil padi, yang jelas penduduk meningkat tajam,
tahun 1880 penduduk Jawa 19,5 juta dan pada tahun 1930 menjadi 41,7 juta
jiwa (0,44 juta/tahun atau 2,28%).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 3

Prinsip-prinsip Pengelolaan Irigasi ada dua prinsip utama (Hasselman, 1904):

(a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam
(cultuur plan) yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi
diperlukan untuk mendukung terlaksananya pola tanam yang dikehendaki,
suatu prinsip klasik tentang azas KEGUNAAN

(b) Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah


irigasi yang dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan
KESAMAAN KESEMPATAN, sedangkan pola tanam diserahkan sendiri
pada masyarakat.

Untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem
Golongan, sistem Pasten dll.
Sejak Pelita I:

(a) Komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan


mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA
(International Development Agency)

(b) Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam
kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman
padi meningkat dari 100% menjadi 145%. Produktivitas naik lebih dari 2
kali lipat (2 ton GKG/ha – 4,3 ton GKG/ha). Swasembada beras dicapai
tahun 1984 – 1993, sejak tahun 1994 mulai lagi impor beras sekitar 2 –2,5
juta ton/tahun

Perkembangan Ekspor-Impor Beras

3500
3000
2500
2000
ton beras
Ribu

1500
1000
500
0
-5001984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000

-1000
Tahun

Impor ( ribu ton) Ekspor (ribu ton) Import-Eksport

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 4

(c) World Bank (1983): beberapa kontribusi terhadap kenaikan produksi beras
adalah (a) Air Irigasi 16%, (b) Verietas unggul 5%, (c) Teknologi
pemupukan, pestisida dll 4%, (d) Interaksi 75%. Bagaimana
menghitungnya?

Beberapa penyebab kenapa swa-sembada beras tidak dapat dipertahankan (1984-1993):

(a) Kenaikan jumlah penduduk sekitar 2% per tahun


(b) Naiknya konsumsi beras sekitar 0,6% per tahun dari 110 kg/kapita/tahun
(1967) menjadi 130 kg/kapita/tahun (1997)
(c) Kebijakan nilai tukar rupiah yang overvalued terhadap dollar, sehingga
harga impor komoditas pertanian menjadi lebih murah daripada produksi
dalam negeri
(d) Nilai Tukar Petani menurun

Harga Traktor Harga Beras Equivalent harga traktor


Tahun
(Rp/unit) (Rp/ton) terhadap beras (ton)
1973 1.750.000 100.000 17,5
1997 19.000.000 420.000 45,2

(e) Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian sekitar 5.000


–20.000 ha/tahun, terutama di Jawa.
(f) Perkembangan pembentukan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang
cenderung “top down” dengan adopsi standard rancangan bangunan irigasi
dan kelembagaan P3A versi birokrasi irigasi
(g) Sebagian besar sistem irigasi yang dibangun masyarakat ikut terkooptasi
menjadi sistem irigasi berwawasan pemerintah, akibatnya melemahkan
dinamika internal dan meningkatkan ketergantungan (memperlemah
pemberdayaan) pada pemerintah.
(h) Disadari sejak tahun 1990, biaya OP (Operasi dan Pemeliharaan) tidak
memadai lagi, sehingga terjadi penurunan peformansi jaringan irigasi. Untuk
itu dilakukan Penyerahan Irigasi Kecil (PIK) di bawah 500 ha kepada P3A.
Perhitungan PCI JICA tahun 2000 AKNOP1: US$ 15-20/ha/tahun, APBN
dan APBD (1999/2000): Rp 71.000/ha/tahun.

Inpres no 3/1999: PKPI (Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi):

1. Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab Lembaga Pengelola Irigasi


2. Pemberdayaan P3A
3. Penyerahan pengelolaan irigasi pada P3A
4. Pembiayaan pengelolaan irigasi
5. Keberlanjutan sistem pertanian beririgasi

1
AKNOP: Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 5

2. Irigasi di Indonesia

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan
untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Drainase adalah suatu usaha manusia untuk
membuang kelebihan air yang merugikan tanaman.

Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya
bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi
mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-pastian hujan dan kekeringan,
membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi
kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas
tanaman yang lebih baik.

Metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam: (a) irigasi
permukaan (surface irrigation), (b) irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface
irrigation), (c) irigasi curah (sprinkler), dan (d) irigasi tetes (drip atau trickle
irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga irigasi bertekanan (pressurized
irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada: (a) air yang tersedia, (b)
iklim, (c) tanah, (d) topografi, (e) kebiasaan, dan (f) jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Pada irigasi permukaan berdasarkan perbedaan status kelembaban tanah dan keperluan
air tanaman dibedakan menjadi dua hal yakni: (a) irigasi padi sawah dan (b) irigasi
untuk tanaman bukan-padi sawah (upland crops).

Di Indonesia sebagian besar irigasi termasuk pada irigasi permukaan. Irigasi bertekanan
sprinkler dan tetes banyak digunakan di perusahaan agro-industri. Irigasi curah pada
perkebunana tebu, kopi, nenas, bawang, dan jagung. Irigasi tetes pada pertanian rumah
kaca untuk melon, cabai, bunga krisyan, dan sayuran.

Akhir-akhir ini berkembang di masyarakat suatu teknologi budidaya sawah yang hemat
air, hemat biaya, dan berproduksi tinggi yakni suatu teknologi yang disebut dengan SRI
(system of rice intensification). SRI dikembangkan sejak tahun 1980 oleh Fr. Henri de
Laulanie, S.J, seorang pendeta Perancis yang bertugas di Madagaskar sejak tahun 1961.
Sebelum tahun 1999 SRI hanya dikenal dan dipraktekkan di Madagaskar saja. Sekarang
ini dicobakan di hampir 50 negara dengan hasil produksi SRI sekitar 7 ~ 10 ton Gabah
Kering Panen (GKP)/ha.

Bagaimana peranan Irigasi terhadap ketahanan pangan?

Beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia yang sampai sekarang masih belum
mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Dengan usaha keras revolusi hijau
swasembada beras pernah terjadi pada tahun 1984-1993. Mulai tahun 1994 Indonesia
kembali menjadi negara importir beras. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya dana
untuk operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, sehingga kinerja jaringan irigasi
menurun.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 6

Bagaimana potensi produksi dan kebutuhan konsumsi beras?

Data areal padi beririgasi, IP 2dan produksi beras tahun 2002 tercantum pada Tabel 1.
Data produksi dan impor beras tercantum pada Tabel 2. Kebutuhan konsumsi beras
pada tahun 2001 sekitar 28,538 juta ton beras 3, sedangkan produksi nasional sekitar
25,270 juta ton beras, sehingga masih diperlukan impor sekitar 3,268 juta ton beras.

Tabel 1. Areal padi beririgasi dan produksi beras di Indonesia tahun 2002 4

Luas Ton
Sawah Ton Ton
Pulau tanam CI GKG/
irigasi (Ha) GKG/tahun Beras/tahun
(Ha) Ha
Sumatera 2.087.939 2.674.589 1,28 3,92 10.487.732 5.243.866
Jawa 3.336.302 5.260.857 1,58 5,31 27.921.999 13.960.999
Bali+NTB+NTT 413.377 527.965 1,28 4,46 2.356.484 1.178.242
Kalimantan 885.397 699.619 0,79 3,08 2.157.158 1.078.579
Sulawesi 937.084 1.201.876 1,28 4,2 5.053.888 2.526.944
Maluku+ Papua td 22.629 3,02 68.339 34.169
INDONESIA 7.660.099 48.045.601 24.022.800

Tabel 2. Rerata produksi, impor, dan ketergantungan beras

Keterangan 1995-1997 1998-2001


Produksi beras (ton) 25.037.117 25.269.727
Impor beras (ton) 1.503.000 3.268.000
Rasio ketergantungan (%) 6,0 12,9
Konsumsi (ton) 26.540.117 28.537.727

CI adalah cropping intensity atau intensitas pertanaman (IP) yakni luas areal tanam
dalam setahun dibagi dengan luas areal irigasinya. Di daerah irigasi seharusnya IP lebih
besar dari 1 karena mampu bertanam baik pada MH maupun pada MK.

Nilai IP yang relatif kecil diduga disebabkan oleh belum efisien nya pengelolaan air
irigasi di Indonesia. Cara budidaya padi model konvensional memerlukan jumlah air
yang besar (1.000-2.000 mm/musim atau 10.000 ~ 20.000 m3 air per hektar). Perbaikan
pengelolaan air dan sistim budidaya padi hemat air, memungkinkan untuk
meningkatkan IP dan produktivitas. Jika kita mampu meningkatkan IP 10% dan tingkat
produktivitas meningkat 20%, maka hasil produksi beras nasional dari areal beririgasi
sudah mencukupi kebutuhan pangan nasional seperti pada Tabel 3. Produksi beras yang
akan dicapai dari daerah beririgasi saja sekitar 30,921 juta ton, sudah mencukupi
kebutuhan nasional bahkan surplus sekitar 2,383 juta ton beras.

Selain penggunaan air masih boros dan pengelolaan air yang kurang efisien, juga
ketersediaan air semakin berkurang akibat dari perubahan iklim global maupun
kerusakan DAS di daerah hulu. Pengelolaan air yang kurang efisien disebabkan oleh
2
IP (Indeks Pertanaman) = Luas tanam setahun/luas oncoran
3
Angka konsumsi beras nasional jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk 200 juta jiwa, dan
menggunakan data konsumsi per kapita per tahun 145,31 kg (Susenas, 2005) atau 139,15 kg (Menko
Perekonomian), maka angka konsumsi beras nasional per tahun berkisar antara 27,830 ~ 29,062 juta ton.
4
Sumber: Statistical Yearbook of Indonesia, 2003

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 7

kurangnya dana pemerintah untuk pemeliharaan dan operasional sehingga infratruktur


irigasi/drainase terdegradasi dan setiap tahun kemampuan irigasi semakin berkurang.

Tabel 3. Prediksi hasil beras di daerah beririgasi dengan kenaikan IP 10%,


dan kenaikan produksi 20%

Luas
Sawah irigasi ton ton
Pulau CI tanam ton beras/tahun
(Ha) gkg/ha gkg/tahun
(ha)
Sumatera 2.087.939 1 2.881.356 13.553.898 6.776.949
,38 4,704
Jawa 3.336.302 1 5.604.987 35.714.979 17.857.490
,68 6,372
Bali+NTB+NT 1
413.377 570.460 5,352 3.053.103 1.526.552
T ,38
Kalimantan 885.397 0 788.003 2.912.460 1.456.230
,89 3,696
Sulawesi 937.084 1 1.293.176 5,04 6.517.607 3.258.803
,38
Maluku+ Papua td 24.892 3,624 90.208 45.104
INDONESIA 7.660.099 11.162.875 61.842.256 30.921.128

Indonesia Tak (Lagi) Kaya Sumber Lahan Pertanian5. Kenapa Indonesia masih
mengimpor pangan? (kedelai, jagung, beras, gula dll). Umumnya kita masih
beranggapan bahwa Indonesia luas lahannya dan subur. Tetapi kenyataannya Indonesia
hanya memiliki lahan pertanian basah 7,8 juta ha dan lahan kering 6,43 juta ha (Tabel
4). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, maka rerata luas lahan pertanian per
jumlah penduduk hanya 354 m2 untuk lahan basah, dan 646 m2 jika dimasukan juga
lahan pertanian kering (Tabel 5). Angka ini terkecil dibandingkan dengan negara
lainnya. Negara-negara pertanian di dunia umumnya memiliki ketersediaan lahan
pertanian per kapita di atas 1.000 m2. Maka jelaslah kenapa Indonesia selalu kekurangan
pangan. Kebijakan perluasan lahan pertanian merupakan suatu keharusan kalau ingin
swasembada pangan. Hanya dengan menambah luas lahan pertanian baru itulah
kekurangan produksi pangan nasional dapat diatasi secara berkelanjutan. Upaya yang
lain adalah penyelesaian sementara atau program tambal sulam.

Tabel 4. Komposisi Lahan Pertanian Basah Indonesia

Luas lahan (ha)


P
Tipe Lahan Bali, NTT, Kaliman- Sulawe-
Sumatera Jawa apua Total
NTB tan si
?
Irigasi teknis 321.234 1.516.252 84.632 24.938 262.144 2.209.200
Irigasi semi teknis 257.771 402.987 173.364 33.297 121.402 988.821
Irigasi pedesaan 455.235 615.389 92.070 189.326 234.933 1.586.953
Sawah tadah hujan 550.440 777.029 68.380 339.705 279.295 2.014.849
Rawa lebak 288.661 776 29 323.556 2.179 615.201
Pasang surut 230.621 4.144 72 97.603 884 333.324
Jumlah 2.103.962 3.316.577 418.547 1.008.425 900.837 0 7.748.348

5
Sumber: Kompas 21/9/2005. Sumarno (Mantan Dirjen Hortikultura, Deptan). Indonesia Tak (Lagi)
Kaya Sumber Lahan Pertanian.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 8

Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian 2004

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 9

Tabel 5. Perbandingan Luas Lahan Pertanian dengan Jumlah Penduduk


dan Luas Lahan per Kapita

Luas Lahan
Luas Lahan Jumlah
per
Negara Pertanian Penduduk
Kapita
(ribuan ha) (ribuan)
(m2)
Argentina 33.700 37.074 9.090
Australia 50.304 19.153 26.264
Bangladesh 8.085 123.406 655
Brasil 58.865 171.796 3.426
Kanada 45.740 30.769 14.866
Cina 143.625 1.282.172 1.120
India 161.750 1.016.938 1.591
Indonesia (1) 7.780 220.000 354
Thailand 31.839 60.925 5.226
Amerika Serikat 175.209 285.003 6.148
Vietnam 7.500 78.137 960
Indonesia (2) 14.210 220.000 646
Sumber: FAO, 2004
(1): Lahan sawah irigasi+non irigasi
(2): Lahan sawah + lahan kering (6,43 juta ha)
Lahan perkebunan dan kehutanan tidak dimasukkan

Kondisi sekarang (2005) lahan sawah irigasi dan non-irigasi luasnya 7,8 juta ha, lahan
kering (tanaman pangan) luasnya 6,4 juta ha. Idealnya lahan sawah 15 juta ha, dan lahan
kering (tanaman pangan) 20 juta ha. Sehingga total 35 juta ha dan rasionya menjadi
1.591 m2 per kapita seperti India.

Jika digunakan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yakni 12.396.778 petani lahan
basah dan 1.918.429 petani lahan kering (data masih dipertanyakan akurasinya?), maka
rasio luas lahan pertanian sawah per petani sekitar 0,63 ha/petani lahan sawah; dan
3,35 ha/petani lahan kering. Jika digunakan total lahan pertanian dan total petani,
maka rerata 0,99 ha lahan pertanian/petani. Kalau lahan sawah menjadi 15 juta ha dan
lahan kering menjadi 20 juta ha, maka rerata pengusahaan lahan sawah menjadi 1,2
ha/petani lahan sawah dan lahan kering menjadi 10,4 ha/ petani lahan kering.

Beberapa isu penting keirigasian adalah: (a) Gagal Panen Akibat Kekeringan di Daerah
Irigasi, (b) Teknologi Irigasi Hemat Air, (c) Degradasi DAS dan Pengaruhnya Terhadap
Ketersediaan Air, (d) Kontribusi/Kompensasi Hilir-Hulu, (e) Nilai Ekonomi Air
Kaitannya Dengan Biaya OP, (f) Conjuctive Use Air Permukaan-Air Tanah, (g)
Stabilitas Lahan Pertanian Beririgasi

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 10

Penutup

Beberapa pertanyaan:

(1) Peranan irigasi terhadap pertanian dicirikan dengan naiknya produktivitas dan
intensitas pertanaman padi sesudah adanya irigasi. Akan tetapi data di Kalimantan
(Tabel 1) menunjukkan bahwa intensitas tanam padi untuk daerah irigasi hanya
0,76. Apa yang menyebabkan hal tersebut?
(2) Apa artinya angka tersebut dari segi efisiensi alokasi dana pembangunan?
(3) Kenapa produksi beras Tabel 1 lebih kecil daripada produksi beras pada Tabel 2?
(4) Apa tujuan irigasi
(5) Apa tujuan drainase
(6) Di Indonesia dikenal klasifikasi irigasi teknis, setengah teknis dan irigasi desa.
Parameter apa yang mencirikan klasifikasi tersebut?
(7) Apa yang dimasud dengan: (a) irigasi permukaan, (b) irigasi bawah permukaan,
(c) irigasi curah, (d) irigasi tetes
(8) Berapa hektar minimum luas pengusahaan petani untuk menjamin tingkat
kesejahteraan yang layak? Bagaimana cara menghitungnya?
(9) Apa yang dimaksud dengan (a) Intensitas Pertanaman (Cropping Intensity), (b)
Luas tanam, (c) Luas panen
(10)Berapa hektar rerata luas pengusahaan petani di Indonesia sekarang ini?
(11)Bagaimana peran irigasi dalam usaha ketahanan pangan
(12)Bagaimana masalah keirigasian di Indonesia sekarang ini
(13)Aspek apa yang dicakup dalam pengelolaan sumberdaya air
(14)Aspek apa yang dicakup dalam pengelolaan air irigasi
(15) Apa peranan irigasi dalam pencapaian swa-sembada beras di tahun 1984-1993?
Kenapa Indonesia mulai mengimpor beras lagi sejak tahun 1994?
(16)Pada waktu penjajahan Belanda awal abad 20 muncul politik etis untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi. (a) Program apa saja dalam
politik etis tersebut? (b) Bagaimana relevansinya dengan kondisi sekarang?
(17)Apa isi Inpres no 3 tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan
Irigasi (PKPI)?
(18) Saudara sudah melihat VCD tentang pembangunan pertanian lahan gambut di
Hokkaido Jepang. (a) Apa kunci keberhasilan pengembangan lahan gambut di
Hokkaido? (b) Bandingkan dengan kegagalan proyek pengembangan lahan
gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah?

Kunci Jawaban:

(1) Pilihan Jawaban: (a) Kemungkinan salah data, (b) daerah beririgasi kurang baik
operasionalnya, (c) Budaya penduduk Kalimantan adalah budaya kebun dan
hutan.
(2) Pembangunan irigasi di Kalimantan adalah sesuatu pemborosan karena
masyarakatnya belum terbiasa untuk budidaya tanaman pangan intensif
(3) Pada Tabel 2 termasuk juga lahan sawah tadah hujan
(4) Irigasi: untuk memasok kekurangan air dari hujan agar tanaman tumbuh
optimum
(5) Drainase: untuk membuang kelebihan air agar tanaman tumbuh optimum

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 11

(6) Irigasi teknis: debit dapat diukur dan diatur. Irigasi setengah teknis: debit dapat
diatur tak dapat diukur. Irigasi desa: debit tak dapat diukur dan diatur.
(7) Irigasi permukaan: air irigasi diberikan lewat permukaan tanah. Irigasi bawah
permukaan: air irigasi diberikan lewat bawah permukaan tanah. Irigasi curah: air
irigasi diberikan dari atas permukaan tanah meniru hujan. Irigasi tetes: air irigasi
diberikan menetes ke daerah perakaran tanaman.
(8) Gunakan beberapa angka parameter: (a) Tingkat pendapatan layak keluarga
petani (Rp/ha/bulan); (b) Tingkat produksi padi (ton GKG/ha/MT); (c) Harga
jual petani (Rp/kg GKG); (d) Biaya produksi (benih, pupuk, upah tenaga kerja,
air irigasi, sewa tanah) Rp/ha/MT; (e) Pendapatan bersih petani (Rp/ha/MT); (f)
Hitung luas minimum pengelolaan setiap petani (ha)
(9) Intensitas Pertanaman (IP) padi di suatu daerah irigasi adalah jumlah luas
tanaman padi (ha) setiap MT dalam setahun dibagi dengan luas irigasi atau
oncoran (ha). Luas tanam: adalah total areal tanam dalam setahun. Luas panen
adalah total areal panen dalam setahun, angkanya lebih ecil atau sama dengan
luas tanam. Jika luas panen < luas tanam berarti ada areal yang puso (gagal
panen) karena hama, penyakit, banjir, atau kekeringan. Istilah IP harus disertai
dengan komoditasnya, sebagai contoh IP padi, IP palawija dan lain sebagainya.
(10)Sekitar 1/3 ha per keluarga petani
(11)Dengan irigasi dan pengelolaan air yang baik maka IP dapat meningkat,
produktivitas (ton GKG/ha) meningkat. Total produksi dalam setahun adalah
perkalian dari luas sawah beririgasi dikalikan dengan IP dikalikan dengan
produktivitas. Total produksi juga akan meningkat sehingga ketersediaan pangan
per kapita juga akan meningkat.
(12) Terjadi penurunan kinerja di daerah irigasi yakni penurunan IP dan
produktivitas. Penurunan IP disebabkan oleh 2 faktor yakni: (a) menurunnya
debit sungai pada MK karena kondisi DAS nya rusak, dan (b) menurunnya
efisiensi jaringan irigasi karena tidak mencukupinya biaya OP dari pemerintah.
(13)Pengelolaan sumberdaya air mencakup tiga aspek yakni (a) Pendayagunaan
sumberdaya air, (b) Konservasi sumberdaya air, dan (c) Pengendalian daya
rusak
(14)Pengelolaan air rigasi mencakup dua aspek yakni (a) pengoperasian, dan (b)
pemeliharaan
(15)Sejak Pelita I:
a. Komitmen rehabilitasi dan perluasan irigas dipacu oleh kepentingan
mencapai swasembada beras, dengan bantuan kredit lunak dari IDA
(International Development Agency)
b. Pada kurun waktu 1969-1984: Areal Irigasi seluas 3,4 juta hektar dalam
kondisi rusak menjadi 5,0 juta hektar kondisi baik. Intensitas Pertanaman
padi meningkat dari 100% menjadi 145%. Produktivitas naik lebih dari 2
kali lipat (2 ton GKG/ha – 4,3 ton GKG/ha).
c. World Bank (1983): beberapa kontribusi terhadap kenaikan produksi
beras adalah (a) Air Irigasi 16%, (b) Verietas unggul 5%, (c) Teknologi
pemupukan, pestisida dll 4%, (d) Interaksi 75%. Bagaimana
menghitungnya?
Kenapa swa-sembada beras tidak dapat dipertahankan?:
(a) Kenaikan jumlah penduduk sekitar 2% per tahun
(b) Naiknya konsumsi beras sekitar 0,6% per tahun dari 110 kg/kapita/tahun
(1967) menjadi 130 kg/kapita/tahun (1997)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 1. Pendahuluan Pengantar Kuliah - dkk 12

(c) Kebijakan nilai tukar rupiah yang overvalued terhadap dollar, sehingga
harga impor komoditas pertanian menjadi lebih murah daripada produksi
dalam negeri
(d) Nilai Tukar Petani menurun
(e) Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian sekitar 5.000
–20.000 ha/tahun, terutama di Jawa.
(f) Perkembangan pembentukan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang
cenderung “top down” dengan adopsi standard rancangan bangunan irigasi
dan kelembagaan P3A versi birokrasi irigasi
(g) Sebagian besar sistem irigasi yang dibangun masyarakat ikut terkooptasi
menjadi sistem irigasi berwawasan pemerintah, akibatnya melemahkan
dinamika internal dan meningkatkan ketergantungan (memperlemah
pemberdayaan) pada pemerintah.
(h) Disadari sejak tahun 1990, biaya OP (Operasi dan Pemeliharaan) tidak
memadai lagi, sehingga terjadi penurunan peformansi jaringan irigasi. Untuk
itu dilakukan Penyerahan Irigasi Kecil (PIK) di bawah 500 ha kepada P3A.
Perhitungan PCI JICA tahun 2000 AKNOP6: US$ 15-20/ha/tahun, APBN
dan APBD (1999/2000): Rp 71.000/ha/tahun.
(16)Politik Etis pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke 20: (a) Irigasi, (b)
Edukasi, (3) Transmigrasi. Apakah program ini masih relevan sekarang?
(17) Inpres no 3/1999: PKPI (Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi):
a. Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab Lembaga Pengelola
Irigasi
b. Pemberdayaan P3A
c. Penyerahan pengelolaan irigasi pada P3A
d. Pembiayaan pengelolaan irigasi
e. Keberlanjutan sistem pertanian beririgasi

Daftar Pustaka

1. Kompas 21/9/2005. Sumarno (Mantan Dirjen Hortikultura, Deptan). Indonesia


Tak (Lagi) Kaya Sumber Lahan Pertanian.
2. Statistical Yearbook of Indonesia, 2003
3. Balitbang Departemen Pertanian, 2003. Kebijakan Perberasan dan Inovasi
Teknologi Padi. Puast Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
4. Kasryno, Faisal; Effendi Pasandaran; Achmad M. Fagi (eds), 2004. Ekonomi
Padi dan Beras Indonesia. Balitbang Departemen Pertanian.
5. FAO, 2000. Crops and Drops (pdf file)
6. VCD The Agricultural Kingdom in Hokkaido

6
AKNOP: Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 1

Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi Untuk Tanaman Non-Padi dan


Padi

Pendahuluan

Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa mampu: (a) memilih metoda untuk


menghitung kebutuhan air irigasi untuk berbagai jenis tanaman pada suatu kondisi iklim
tertentu di suatu daerah; (b) membedakan kebutuhan air untuk tanaman padi dan non-
padi.

Pokok bahasan:

(a) Berbagai metoda Perhitungan Evapotranspirasi tanaman Acuan (ETo)


(b) Penentuan koefisien tanaman
(c) Pendugaan hujan efektif
(d) Pendugaan kebutuhan air tanaman (ETc) dan keperluan air irigasi
(e) Khusus perhitungan kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Air yang diperlukan tanaman dan pemakaian air, (2) Irigasi
padi sawah, (3) Penelitian SRI (System of Rice Intensification). Pada File Tambahan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 2

Kuliah Topik 2, tercantum: (a) Software dan manual program CROPWAT-win, (b)
D.K. Kalsim, 2007. Rancangan Operasional Sistim Irigasi untuk Pengembangan SRI.
Seminar KNI-ICID 24 November 2007, Bandung, (c) Deficit Irrigation, paper FAO,
2003, dalam bentuk pdf.

1. Air yang Diperlukan Tanaman dan Pemakaian Air

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk
penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kadang-kadang
istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah evapotranspirasi
kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi,
dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistim irigasi, lamanya pertumbuhan,
hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada
jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan
angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan.

Terdapat dua metoda untuk mendapatkan angka penggunaan konsumtif tanaman, yakni
(a) pengukuran langsung dengan lysimeter bertimbangan (weighing lysimeter) atau
tidak bertimbangan (Gambar 1a dan 1b), dan (b) secara tidak langsung dengan
menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca.

Secara tidak langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur
cuaca, pertama menduga nilai evapotranspirasi tanaman acuan1 (ETo). ETo adalah
jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman rumputan dengan tinggi 15~20 cm,
tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi cukup air. Ada berbagai
rumus empirik untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) tergantung pada
ketersediaan data unsur cuaca, antara lain: metoda Blaney-Criddle, Penman, Radiasi,
Panci evaporasi (FAO, 1987). Akhir-akhir ini (1999) FAO merekomendasikan metoda
Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian,
jam penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin
rerata harian. Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas
permukaan laut.

Selanjutnya untuk mengetahui nilai ET tanaman tertentu maka ETo dikalikan dengan
nikai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap
pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman.

ETc = Kc × ETo .../1/

Keperluan air untuk ETc ini dipenuhi oleh air hujan (efektif) dan kalau tidak cukup oleh
air irigasi. Keperluan air irigasi atau KAI dinyatakan dengan persamaan:

KAI = ETc − He .../2/

Hujan efektif (He) adalah bagian dari total hujan yang digunakan untuk keperluan
tanaman. Perhitungan ETo dan daftar nilai Kc ada dalam program CROPWAT.

Hujan Efektif

1
Evapotranspirasi tanaman acuan (Reference crop evapotranspiration)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 3

FAO mengumpulkan beberapa metoda metoda empirik untuk menghitung hujan efektif
untuk non-padi antara lain2:
a. Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (fixed percentage): Peff = a x Ptot,
biasanya nilai a = 0,7 – 0,9
b. Hujan andalan (dependable rain) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang
terlewati tertentu: peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering,
50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara empirik menurut
AGLW/FAO:
• Pef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan
• Pef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan
c. Rumus empirik yang dikembangkan secara lokal, biasanya dikembangkan dengan
rumus umum sebagai berikut:
Peff = a Pmean+ b untuk Pmean< Z mm
Peff = c Pmean+ d untuk Pmean> Z mm
Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal.
Hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%), untuk beberapa
daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan
hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu. Untuk Indonesia, Oldeman, L.R.
(1980) menyatakan bahwa hujan peluang terlewati 75% (Y) dapat dinyatakan
dengan persamaan: Y = 0,82 X - 30, dimana X = rata-rata hujan bulanan. Hujan
efektif untuk tanaman padi adalah 100% dari Y, sedangkan untuk palawija 75% dari
Y.
d. USBR (United State Bureau of Reclamation) :
• Pef = P mean x (125 - 0.2 P mean )/125; untuk P mean < 250 mm
• Pef = 125 + 0.1 x P mean ; untuk P mean > 250 mm

Gambar 1a. Lisimeter bertimbangan Gambar 1b. Lisimeter tak-bertimbangan

2. Irigasi Padi Sawah

Pengelolaan air irigasi padi sawah sangat penting untuk memaksimumkan pemanfaatan
pengembangan teknologi budidaya padi. Dasar utama dalam pengelolaan air tersebut

2
Martin Smith, 1991. CROPWAT (ver.5.7): Manual and Guidelines. FAO

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 4

adalah pengetahuan tentang kondisi air yang optimum dalam kaitannya dengan tahap
pertumbuhan padi dan beberapa metoda untuk mendapatkan kondisi optimum tersebut.

Keperluan air irigasi untuk tanaman padi

Seringkali dikatakan bahwa irigasi tanaman padi di sawah adalah merupakan suatu
proses penambahan air hujan untuk memenuhi keperluan air tanaman. Tanaman padi
sawah memerlukan air cukup banyak dan menginginkan genangan air untuk menekan
pertumbuhan gulma dan sebagai usaha pengamanan apabila terjadi kekurangan air. Di
daerah tropik walaupun pada musim hujan, sering terjadi suatu perioda kering sampai 3
minggu tidak turun hujan. Pada situasi tersebut diperlukan air irigasi untuk menjamin
pertumbuhan tanaman padi yang baik. Pada umumnya tinggi genangan air adalah
sekitar 50 - 75 mm untuk padi varietas unggul (HYV) 3, sedangkan untuk varietas lokal
antara 100 - 120 mm. Maksimum genangan air pada HYV adalah sekitar 15 cm.4

Apabila laju evaporasi sekitar 2 - 6 mm/hari dan perkolasi atau rembesan sekitar 6
mm/hari, maka lapisan genangan air tersebut akan mencapai nol pada selang waktu 4
sampai 15 hari, apabila tidak ada hujan dan air irigasi. Apabila situasi tersebut berlanjut
sampai beberapa minggu terutama pada masa pertumbuhan tanaman yang peka
terhadap kekeringan maka akan terjadi pengurangan produksi.

Suatu tetapan konversi keperluan air biasanya dinyatakan dengan mm/hari yang dapat
dikonversi ke suatu debit kontinyu pada suatu areal yakni 1 l/det/ha = 8,64 mm/hari atau
1 mm/hari = 0,116 l/det/ha5.

Pengolahan tanah

Terdapat beberapa metoda yang berbeda


dalam perhitungan keperluan air tanaman
dan umumnya perhitungan tersebut tidak
mencakup keperluan air selama
pengolahan tanah. Sebagai contoh suatu
metoda yang direkomendasikan oleh
FAO hanya didasarkan pada evapotran-
pirasi tanaman acuan, faktor tanaman,
pertimbangan semua kehilangan air
irigasi dan hujan efektif. Keperluan air
selama pengolahan tanah padi sawah
umumnya menentukan puncak keperluan
air irigasi pada suatu areal irigasi.

Beberapa faktor penting yang


menentukan besarnya keperluan air
selama pengolahan tanah adalah sebagai
berikut :
(1) Waktu yang diperlukan untuk
3
HYV: High Yielding Variety (varietas unggul)
4
Berdasarkan penelitian di IRRI (International Rice Research Institute), Los Banos, Filipina
5
1liter =10-3 m3; 1 ha = 104 m2; 1 hari = 24 jam = 24 x 60 x 60 detik

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 5

pengolahan tanah yakni:


(a) perioda waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tanah
(b) pertambahan areal pengolahan tanah dalam suatu grup petakan sawah yang
sangat tergantung pada ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau traktor.
(2) Volume air yang diperlukan untuk pengolahan tanah, yang tergantung pada:
(a) lengas tanah dan tingkat keretakan tanah pada waktu mulai pengolahan tanah
(b) laju perkolasi dan evaporasi
(c) kedalaman lapisan tanah yang diolah menjadi lumpur.

Beberapa hasil penelitian di Bali dan Sumatera menunjukkan keperluan air yang cukup
besar antara 18 - 50 mm/hari (2,1 – 5,8 l/det/ha) dengan total keperluan air sekitar 400 -
900 mm6.

Perioda pengolahan tanah

Kondisi sosial dan tradisi yang ada serta ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau
traktor di suatu daerah sangat menentukan lamanya pengolahan tanah. Pada umumnya
perioda yang diperlukan setiap petakan sawah untuk pengolahan tanah (dari mulai air
diberikan sampai siap tanam) adalah sekitar 30 hari. Sebagai suatu pegangan biasanya
sekitar 1,5 bulan diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tanah di suatu petak
tersier. Pada beberapa kasus di mana alat dan mesin mekanisasi tersedia dalam jumlah
yang cukup, perioda tersebut dapat
diperpendek sampai sekitar 1 bulan.
Total perioda pengolahan tanah di suatu
daerah irigasi biasanya antara 1,5 sampai
3 bulan tergantung pada jumlah
golongan7 yang dipakai.

Volume air yang diperlukan untuk


pengolahan tanah
Keperluan air selama pengolahan tanah
mencakup keperluan untuk menjenuhkan
tanah dan suatu lapisan genangan yang
diperlukan segera setelah tanam. Rumus
di bawah ini dapat digunakan untuk menduga keperluan air pada waktu pengolahan
tanah:

S = [S(a) - S(b)] x N x d x 10 -4 + Fl +
Fd .../3/

di mana S: keperluan air pengolahan


lahan (mm), S(a): lengas tanah sesudah
pelumpuran (%), S(b): lengas tanah
sebelum pelumpuran (%), N: porositas
tanah (%), d: kedalaman lapisan tanah
yang dilumpurkan (mm), Fl : kehilangan

6
Binnie and Partners Ltd
7
Sistim golongan disebut juga staggering

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 6

air selama pelumpuran (mm), Fd: tinggi genangan di petakan sawah setelah tanam
(mm).
Meskipun rumus tersebut cukup akurat untuk menghitung keperluan air akan tetapi
beberapa parameter sering terjadi beragam di lapangan. Dengan demikian seringkali
keperluan air pengolahan tanah diduga dari pengalaman di lapangan. Untuk tanah
bertekstur liat berat tanpa retakan, keperluan air diambil sebesar 250 mm. Jumlah ini
mencakup untuk penjenuhan, pelumpuran dan juga 50 mm genangan air setelah tanam.
Apabila lahan dibiarkan bera untuk waktu yang cukup lama (misal 1,5 bulan) sehingga
tanah retak-retak, jumlah air yang diperlukan sekitar 300 mm. Untuk tekstur yang lebih
ringan angka tersebut akan lebih besar dari angka di atas.

Debit yang diperlukan

Laju penambahan areal pada waktu pengolahan tanah di suatu jalur petakan-petakan
sawah yang mendapat pasok air dari satu inlet secara kolektif dalam suatu petak tersier,
akan menentukan besarnya debit yang diperlukan. Terdapat 3 konsep tentang laju
pertambahan areal pengolahan tanah dalam suatu kelompok petakan sawah yakni :
(a) Debit yang masuk ke inlet konstan selama pengolahan tanah (I mm/hari =
konstan)
(b) Laju pertambahan areal lahan yang diolah konstan (dy/dt dalam ha/hari =
konstan)

Laju pertambahan areal lahan yang diolah mengikuti kurva distribusi Gauss atau yang
lainnya dengan nilai maksimum pada pertengahan perioda pengolahan lahan (T) atau
dy/dt = maksimum pada t = ½ T. Kasus yang pertama akan diuraikan di sini dan dikenal
sebagai metoda pendekatan dari van de Goor dan Ziljstra. Konsep tersebut mengatakan
bahwa suatu debit konstan diberikan pada suatu bagian dari unit tersier selama
pengolahan tanah. Selama perioda tersebut diasumsikan air akan mengalir mengisi
petakan-petakan sawah secara progresif. Sementara itu petakan yang lebih rendah akan
terisi melalui limpasan dari petakan di atasnya setelah penuh. Diasumsikan bahwa
petakan di atasnya secara kontinyu diisi air untuk memenuhi kehilangan air akibat
perkolasi dan evaporasi (Gambar 2 dan Gambar 7).

Dengan demikian pada tingkat awal, keperluan air adalah untuk penjenuhan tanah dan
mempertahankan suatu genangan lapisan air, sedangkan pada ahir perioda pengolahan
tanah mempertahankan lapisan genangan air adalah merupakan faktor yang dominan
(the topping up requirement). Dengan demikian bagian areal unit tersier yang sedang
diolah (A ha) menerima volume air pada perioda waktu dt sebesar I A dt, dengan debit
sebesar I. Dari jumlah air tersebut sebagian (M y dt) digunakan untuk mempertahankan
lapisan air di lahan yang telah dijenuhkan (y ha), sedangkan sisanya (S dy) digunakan
untuk menjenuhkan areal baru sebesar dy ha.

I A dt = M y dt + S dy ... /4/

M : topping up requirement (mm/hari); I: laju pemberian air (mm/hari); T: lama perioda


pengolahan lahan dari mulai awal pemberian air sampai tanam (hari); S: jumlah air yang
diperlukan untuk menjenuhkan tanah dan menciptakan lapisan genangan air (mm).

Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 7

dy dy S
dt = S ... /4/, maka t = S ∫ = − ln( I A − M y ) + C .. /5/
I A− M y I A− M y M

S S IA
pada t = 0 -----> y = 0 , maka C = ln( I A) , maka t = ln ... /6/
M M I A− M y
S I I MT
pada t = T ----> y = A , maka T = ln , maka ln = ... /7/;
M I− M I− M S
MT
MT
I Me S
maka = e S dan akhirnya I= ... /8/
I− M MT

e S
−1
k
Me
Apabila k = MT/S; maka I = ... /9/
ek − 1

Pada persamaan /9/ dapat dilihat bahwa A tidak mempengaruhi I. Untuk berbagai nilai
S, T dan M (evaporasi dan perkolasi) maka besarnya I dengan menggunakan rumus di
atas dapat dilihat pada Tabel 1. Umumnya keperluan air pengolahan tanah berkisar
antara 1,5 – 1,7 l/det/ha untuk nilai M antara 5 - 8 mm/hari dan S = 300 mm dengan T =
30 hari.

Keperluan air untuk pesemaian

Areal pesemaian umumnya antara 2% - 10% dari areal tanam. Lama pertumbuhan
antara 20 - 25 hari. Jumlah keperluan air di pesemaian kurang lebih sama dengan
penyiapan lahan. Sehingga keperluan air untuk pesemaian biasanya disatukan dengan
keperluan air untuk pengolahan tanah.

Gambar 2. Skhematisasi laju pengaliran air pada formula van de Goor dan Zijlstra

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 8

Keperluan air pada berbagai tahap pertumbuhan tanaman

Tahap pertumbuhan padi dibagi menjadi: (a) pesemaian (10-30 hss) 8 (seedling atau
juvenile period), (b) periode pertumbuhan vegetatif (0-60 hst), (c) periode reproduktif
atau generatif (50-100 hst) dan (d) periode pematangan (100-120 hst) (ripening period)
(Gambar 3)
Periode pesemaian
Periode ini merupakan awal pertumbuhan yang mencakup tahap perkecambahan benih
serta perkembangan radicle (akar muda) dan plume (daun muda). Selama periode ini air
yang dikonsumsi sedikit sekali. Apabila benih tergenang cukup dalam pada waktu
cukup lama sepanjang periode perkecambahan, maka pertumbuhan radicle akan
terganggu karena kekurangan oksigen.
Pertumbuhan vegetatif
Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting) yang mencakup
(a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar (0-10 hst), (b) tahap pertumbuhan anakan
maksimum (10-50 hst) (maximum tillering) dan (c) pertunasan efektif dan pertunasan
tidak efektif (35-45 hst). Selama periode ini akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan.
Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akar-
akar baru. Kekeringan yang terjadi pada peiode ini akan menyebabkan pertumbuhan
yang jelek dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan
hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, genangan dangkal
diperlukan selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase)
membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan sistim akar untuk
berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Fungsi respirasi akar pada periode ini
sangat tinggi sehingga ketersediaan udara (aerasi) dalam tanah dengan cara drainase
(pengeringan lahan) diperlukan untuk menunjang pertumbuhan akar yang mantap.
Selain itu drainase juga membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (non-
effective tillers).
Tabel 1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan padi sawah (mm/hari)

Evaporasi + T = 30 hari T = 45 hari


Perkolasi S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm
M I I I I I I I I
mm/hari mm/hari lt/det/ha mm/hari lt/det/ha Mm/hari lt/det/ha mm/hari lt/det/ha
5,0 12,7 1,47 11,1 1,28 9,05 1,10 8,4 0,97
5,5 13,0 1,50 11,4 1,32 9,08 1,13 8,8 1,02
6,0 13,3 1,54 11,7 1,35 10,1 1,17 9,1 1,05
6,5 13,6 1,57 12,0 1,39 10,4 1,20 9,4 1,09
7,0 13,9 1,61 12,3 1,43 10,8 1,25 9,8 1,13
7,5 14,2 1,64 12,6 1,46 11,1 1,28 10,1 1,17
8,0 14,5 1,68 13,0 1,50 11,4 1,32 10,5 1,22
8,5 14,8 1,71 13,3 1,54 11,8 1,36 10,8 1,25
9,0 15,2 1,76 13,6 1,57 12,1 1,41 11,2 1,30
9,5 15,5 1,79 14,0 1,62 12,5 1,45 11,6 1,34
10,0 15,8 1,83 14,3 1,65 12,9 1,48 12,0 1,39
10,5 16,2 1,88 14,7 1,70 13,2 1,53 12,4 1,44
11,0 16,5 1,91 15,0 1,73 13,6 1,57 12,8 1,48

8
hss: hari setelas semai; hst: hari setelah tanam

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 9

Periode reproduktif (generatif)


Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap perkembangan
awal malai (panicle primordia) (40-50 hst), masa bunting (50-60 hst)(booting),
pembentukan bunga (60-80 hst) (heading and flowering). Situasi ini dicirikan dengan
pembentukan dan pertumbuhan malai.
Pada sebagian besar dari periode ini dikonsumsi banyak air. Kekeringan yang terjadi
pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh
terganggunya pembentukan panicle, heading, pembungaan dan fertilisasi yang
berakibat pada peningkatan sterilitas sehingga mengurangi hasil.
Periode pamatangan (ripening atau fruiting)
Periode ini merupakan periode terakhir dimana termasuk tahapan pembentukan susu
(80-90 hst) (milky), pembentukan pasta (90-100 hst) (dough), matang kuning (100-110
hst) (yellow ripe) dan matang penuh (110-120 hst) (full ripe). Selama periode ini sedikit
air diperlukan dan secara berangsur-angsur sampai sama sekali tidak diperlukan air
sesudah periode matang kuning (yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu
dilakukan, akan tetapi pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya
gabah hampa dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat
mengakibatkan kondisi kondusif tanaman rebah.
Pada periode vegetatif jumlah air yang dikonsumsi sedikit, sehingga kekurangan air
pada periode ini tidak mempengaruhi hasil secara nyata asalkan tanaman sudah pulih
dan sistim perakarannya sudah mapan. Tahapan sesudah panicle primordia, khususnya
pada masa bunting, heading dan pembungaan memerlukan air yang cukup. Kekurangan
air selama periode tersebut menghasilkan pengurangan hasil tak terpulihkan. Dengan
demikian perencanaan program irigasi di areal dimana jumlah air irigasinya terbatas
untuk menggenangi sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk
memberikan air irigasi selama periode pemulihan dan pertumbuhan akar serta seluruh
periode pertumbuhan reproduktif.
Jumlah konsumsi air dan hasil padi

Jumlah air yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman padi dari mulai tanam sampai
panen tergantung pada berbagai faktor yakni: (a) lengas tanah tahap awal, (b) jenis dan
kesuburan tanah, (c) lama periode pertumbuhan, (d) metoda kultur-teknik, (e) topografi,
(f) varietas tanaman dan lain-lain.
Penelitian di IRRI9 (1970) selama musim kemarau tahun 1969 memperlihatkan bahwa
jika total jumlah air yang dikonsumsi antara 750 mm~1000 mm, tidak memperlihatkan
perubahan hasil yang nyata. Tetapi jika lebih kecil dari 550 mm, maka tidak ada hasil
yang didapat (Gambar 4). Di Taiwan hasil penelitian pada musim hujan
memperlihatkan penurunan hasil yang cukup nyata jika jumlah air yang dikonsumsi
tanaman kurang dari 600 mm. Di Jepang, Iyozaki (1956) melaporkan bahwa keperluan
air untuk mendapatkan hasil optimum adalah antara selang 20 mm sampai 30 mm per
hari. Jumlah ini dapat dipertimbangkan optimum pada kondisi pemupukan berat dan
teknik pemeliharaan intensif. Varietas unggul umumnya tidak memperlihatkan
penurunan hasil pada kedalaman genangan sampai 15 cm. Di atas kedalaman genangan
tersebut diduga akan terjadi penurunan hasil akibat dari pelemahan culms dan
pengurangan jumlah anakan.

9
IRRI: International Rice Research Institue di Filipina

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 10

Pengelolaan air terkendali juga memperlihatkan pengurangan pertumbuhan gulma.


Williams (1969) memperlihatkan dengan genangan 15 cm, pertumbuhan rumput-
rumputan dan teki-tekian (sedges) akan tertekan, tetapi pada genangan 7,5 cm beberapa
gulma berdaun lebar dan teki-tekian tumbuh dengan baik. Sebagai kesimpulan,
lingkungan air pada tanaman padi adalah relatif kritis pada kondisi di bawah jenuh
tetapi relatif toleran terhadap genangan air pada kedalaman antara 10 ~ 15 cm. Di atas
kedalaman tersebut akan terjadi pengurangan hasil.
Metoda pemberian air pada padi sawah
Terdapat dua metoda pemberian air untuk padi sawah yakni: (a) Genangan terus-
menerus (continuous submergence) yakni sawah digenangi terus menerus sejak tanam
sampai panen; (b) Irigasi terputus atau berkala (intermittent irrigation) yakni sawah
digenangi dan dikeringkan berselang-seling. Permukaan tanah diijinkan kering pada
saat irigasi diberikan.
Keuntungan irigasi berkala adalah sebagai berikut: (a) menciptakan aerasi tanah,
sehingga mencegah pembentukan racun dalam tanah, (b) menghemat air irigasi, (c)
mengurangi masalah drainase, (d) mengurangi emisi metan10, (e) operasional irigasi
lebih susah. Keuntungan irigasi kontinyu adalah: (a) tidak memerlukan kontrol yang
ketat, (b) pengendalian gulma lebih murah, (c) operasional irigasi lebih mudah.
Evapotranspirasi Tanaman

Evapotranspirasi tanaman dapat diketahui dengan cara pengukuran dan pendugaan.


Metoda pendugaan evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan apabila data iklim di
daerah tersebut tersedia. Berbagai metoda pendugaan ETo menurut FAO adalah: (a)
Thornthwaite, (b) Blaney dan Criddle, (c) Radiasi, (d) Panci evaporasi, dan (d) Penman.
Akhir-akhir ini (1999) FAO merekomendasikan metoda Penman-Monteith untuk
digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam penyinaran rerata
harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin rerata harian. Selain itu
diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut.
Evapotranspirasi tanaman acuan (reference crop evapotranspiration, ETo) didefinisikan
sebagai evapotranspirasi dari tanaman rumput berdaun hijau, tinggi sekitar 15 cm,
tumbuh sehat, cukup air, dan menutupi tanah dengan sempurna.
Evapotrasnpirasi tanaman untuk tanaman tertentu dihitung dengan persamaan: ETc = kc
x ETo, dimana ETc: evapotranspirasi tanaman tertentu (mm/hari), ETo:
evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari), kc: koefisien tanaman yang tergantung pada
jenis dan periode pertumbuhan tanaman. Nilai koefisien tanaman untuk tanaman padi
disarankan menggunakan data dari FAO juga, karena nilai kc padi dari beberapa
literatur di Indonesia umumnya menggunakan pendugaan evapotranspirasi tanaman
acuan dengan metoda yang berlainan. Koefisien tanaman padi yang disarankan oleh
Departemen Pekerjaan Umum dan FAO tercantum pada Tabel 2 .

10
Penelitian di Taiwan: emisi metan pada genangan kontinyu (28.85±3.25 g/m2; rerata laju emisi
9.54±1.07 mg m-2 h-1) lebih besar daripada intermittent (rerata 15.27±1.46 g/m2; rerata laju emisi
5.39±0.56 mg m-2 h-1). Sumber: Shang-Shyng Yang, Hsu-Lan Chang, 2000 (National Taiwan University).
Effect of green manure amendment and flooding on methane emission from paddy fields. Chemosphere –
Global Change Science, 3 (2001) 41-49. Pergamon. Elsevier Science Ltd.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 11

Tabel 2. Koefisien tanaman padi (kc)

Selama penyiapan Varietas Unggul Baru Varietas Lokal


Lahan 1,20 1,20
Setengah bulanan sesudah tanam
0,5 1,20 1,20
1,0 1,27 1,20
1,5 1,33 1,32
2,0 1,30 1,40
2,5 1,30 1,35
3,0 0 1,24
3,5 1,12
4,0 0

Perkolasi dan Rembesan

Pada lahan yang baru dibuka laju perkolasi biasanya sangat tinggi sekitar 10 mm/hari
atau lebih. Pada proses pelumpuran, koloid partikel liat akan mengendap ke lapisan
bawah pada kedalaman lapisan olah (sekitar 20 cm) membentuk suatu lapisan tanah.
Sesudah puluhan tahun pengolahan tanah dengan pelumpuran biasanya lapisan kedap
(lapisan tapak bajak) 11 akan terbentuk sehingga laju perkolasi berkurang menjadi
sekitar 1 - 3 mm/hari pada tekstur liat berat. Sedangkan pada tanah bertekstur ringan
kadang-kadang masih cukup tinggi sekitar 10 mm/hari.

Pada kondisi tersebut laju perkolasi merupakan aspek dominan dalam penentuan jumlah
keperluan air. Rembesan (seepage) didefinisikan sebagai kehilangan air melalui
galengan yang disebabkan oleh lubang tikus, ketam atau retakan tanah pada galengan.
Apabila lahan relatif datar dan genangan air di petakan sawah relatif sama, maka
rembesan cenderung mengecil. Pada lahan miring dengan teras bangku maka
kehilangan karena rembesan sangat tinggi (sekitar 20 mm/hari). Petakan sawah tertinggi
harus diairi secepat mungkin dan laju pembuangan air di petakan terendah harus secepat
mungkin.

Gambar 4. Hasil padi IR-8


sebagai fungsi jumlah air yang
digunakan
(Reyes R., 1960. IRRI, Los
Banos, Filipina)

11
Lapisan bajak disebut juga lapisan keras (hardpan) atau plow sole

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 12

Gambar 3. Periode pertumbuhan padi sawah dan pemakaian air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 13

Pengukuran jumlah air yang dikonsumsi tanaman

Untuk menentukan jumlah air yang dikonsumsi tanaman dapat digunakan berbagai
metoda sebagai berikut: (a) metoda tangki pengamatan, (b) percobaan petakan di
lapangan, dan (c) metoda inflow-outflow (keseimbangan air).

Metoda tangki pengamatan

Beberapa drum dipasang di sawah (Gambar 5). Masing-masing terdiri dari 3 buah drum
yakni: (a) drum A adalah tangki dengan dasar terbuka berisikan tanaman untuk
mengukur penggunaan air konsumtif dan perkolasi (E+T+P), (b) Drum B adalah tangki
dengan dasar terbuka tanpa tanaman untuk mengukur evaporasi dan perkolasi (E+P),
dan (c) drum C dengan dasar tertutup tanpa tanaman untuk mengukur evaporasi (E).
Dengan demikian: Transpirasi = A – B; Perkolasi = B – C; Evapotrasnpirasi = A – (B –
C)

Percobaan petakan di lapangan


Pengukuran konsumsi air dengan
petakan-petakan sawah di lapangan pada
areal irigasi yang seragam umumnya
lebih dapat diandalkan hasilnya
dibandingan dengan pengukuran pada
drum. Ukuran petakan lapangan
bervariasi dengan bentuk dan variasi
petakan sawah pada areal yang mewakili.
Tiang ukur miring (sloping gages)
dipasang untuk pengamatan tinggi muka
air harian (Gambar 6). Jika petakan yang
diamati cukup banyak, maka hasil yang
didapat akan lebih teliti. Pematang
sekeliling petakan harus tertutup dan kedap air untuk menghindari bocoran, inflow (IR
atau GI) atau outflow (DR atau GO).

Keperluan air harian di petakan, diperoleh dengan membagi total kedalaman air yang
terukur tiang ukur miring segera sesudah hujan atau sesudah irigasi dengan jumlah hari
yang diperlukan untuk mengeringkan petakan.

Metoda keseimbangan air (inflow-outflow)

Metoda ini terdiri dari pengukuran air yang masuk dan yang keluar dari petakan terpilih.
Keseimbangan air dapat ditulis sebagai berikut (Gambar 6):

RN + IR + GI = DR + GO + ET + ∆ WD + P .../10/

dimana RN: hujan, IR: inflow air permukaan (irigasi), DR: outflow air permukaan
(drainase), GI: lateral inflow airtanah dangkal, GO: lateral outflow airtanah dangkal,
ET: evapotranspirasi, ∆WD: perubahan simpanan (storage), P: perkolasi.

Dengan cara lain maka:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 14

IR – DR = ET + (GO – GI) + ∆ WD + P – RN /11/

Selama musim kemarau RN diasumsikan nol, maka dapat diasumsikan GO = GI.


Jika ∆WD diasumsikan konstan, maka jumlah air yang dikonsumsi D = ET + P = (IR –
DR). Jumlah tersebut menggambarkan keperluan air untuk evapotranspirasi tanaman
ditambah dengan perkolasi. Perkolasi dapat dipisahkan dari D dengan menghitung ET
dengan persamaan empirik.

Gambar 5. Metoda pengamatan tangki lisimeter untuk tanaman padi

Gambar 6. Neraca Air di petakan sawah

Hujan efektif

Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yang secara langsung memenuhi keperluan
air untuk tanaman. Hujan efektif untuk padi sawah merupakan aspek yang masih
dipertentangkan, sehingga asumsi hujan efektif dalam perencanaan proyek masih

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 15

beragam. Hujan efektif untuk sawah tadah hujan hampir 100%, sedangkan pada sawah
beririgasi dimana genangan dipertahankan penuh secara kontinyu maka hujan efektif
dapat dikatakan nol. Pada kenyataannya efektifitas hujan pada petakan sawah
merupakan sesuatu yang kompleks dan tergantung pada: (a) karakteristik hujan, apakah
hujan terjadi dengan interval waktu teratur atau sangat beragam; (b) keragaman tinggi
genangan air di petakan-petakan sawah, dan (c) metoda pemberian air irigasi apakah
kontinyu atau berkala.

Pada daerah irigasi dengan topografi begelombang sampai miring, pemberian air irigasi
ke petakan sawah umumnya dilakukan dari saluran kwarter masuk ke petakan sawah
tertinggi kemudian setelah petakan tersebut cukup mendapat air, maka air melimpas ke
petakan di bawahnya. Petakan-petakan sawah yang mendapat air dari satu inlet
membentuk suatu jalur (inlet group) (Gambar 7). Limpasan air ke petakan bawah dibuat
dengan jalan memotong galengan di petakan atas pada elevasi tertentu sehingga
limpasan terjadi dengan sendirinya apabila genangan yang diinginkan di petakan atas
telah dicapai. Sistim irigasi ini disebut dengan pemberian air dari petak ke petak (plot to
plot irrigation).

Dalam situasi debit air berkurang dari rencana maka petakan sawah atas masih
mendapatkan air secara penuh sedangkan yang di bawah tidak mendapatkan air. Jadi
apabila jumlah air irigasi diperhitungkan dengan hujan efektif (misalnya 30% dari
keperluan tanaman), maka 30% petakan bawah akan tidak memperoleh air irigasi
sampai hujan betul-betul terjadi. Apabila hujan turun maka akan terjadi limpasan dari
petakan atas dan mengisi petakan bawah, akan tetapi kemungkinan pada waktu itu
tanaman di petakan bawah telah mengalami cekaman (stress) kekurangan air.

Ketergantungan terhadap hujan di petakan bawah dapat ditanggulangi dengan


menggunakan persentase hujan efektif yang lebih kecil dan menerima kenyataan bahwa
sebagian hujan yang akan terbuang cukup besar. Apabila pemberian air dilakukan
secara rotasi (giliran) maka hujan efektif akan lebih besar dari pada pemberian air
kontinyu. Efektifitas hujan akan lebih besar apabila selang waktu rotasi tersebut
menjadi lebih lama, akan tetapi selang waktu rotasi dibatasi oleh jumlah hari di mana
genangan di petakan sawah akan kembali nol (biasanya 5 sampai 10 hari). Efektifitas
hujan pada daerah irigasi berkisar antara 100% pada sawah tadah hujan dan 0% pada
irigasi teknis sempurna. Hujan efektif untuk padi sawah beririgasi dalam mm/hari
umumnya diduga sebesar 70% dari hujan tengah bulanan dengan perioda ulang 5 tahun
(dalam mm/hari) selama pengolahan lahan, dan 40% sesudah tanam sampai panen.

Pergantian lapisan genangan air

Pada waktu pemupukan genangan air diturunkan sampai ketinggian tertentu (macak-
macak). Kemudian sesudah pemupukan air dipertahankan macak-macak beberapa hari
sambil dilakukan penyiangan (merumput). Setelah itu lapisan genangan air secara
berangsur-angsur ditambah sampai mencapai tinggi genangan yang dikehendaki.
Dengan demikian tambahan air irigasi pada proses itu harus diperhitungkan.

Umumnya untuk HYV tinggi genangan sekitar 70 mm. Pengeringan pada waktu
pemupukan mengakibatkan genangan sekitar 10 - 20 mm (macak-macak). Dengan
demikian diperlukan sekitar 50 mm air untuk mengembalikan ke genangan semula.
Waktu yang diperlukan untuk pergantian air tergantung pada varietas padi, perioda

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 16

tumbuh dan kebiasaan lokal. Cukup beralasan dalam perencanaan untuk


mengasumsikan 3 kali pengeringan, yakni (a) pada waktu tanam, (b) 1 bulan sesudah
tanam pada waktu masa anakan, dan (c) 2 bulan sesudah tanam pada waktu
pembentukan malai. Biasanya pengisian air kembali sesudah tanam diperhitungkan
dalam perhitungan keperluan air untuk pengolahan tanah. Lama waktu pengisian
kembali setebal 50 mm air biasanya diasumsikan memerlukan waktu sekitar ½ bulan,
jadi laju pengisian adalah sebesar 3,3 mm/hari.

Keperluan Air Neto untuk suatu "inlet group"

Pada umumnya suatu kelompok petakan sawah menerima air dari saluran kwarter atau
tersier melalui suatu inlet yang digunakan secara kolektif. Satu jalur terdiri dari
beberapa petani pemilik petakan sawah (lihat Gambar 7). Jumlah petani dalam satu inlet
kolektif tergantung pada: (a) ukuran petakan sawah, (b) kerapatan jaringan distribusi
dalam unit tersier, (c) luas garapan setiap petani, dan (d) topografi. Umumnya satu jalur
terdiri dari 5 sampai 25 petani dengan total luasan antara 1 - 10 ha. Pada suatu kasus
dimana hanya satu usahatani dalam satu jalur, maka jalur tersebut menjadi suatu farm
inlet. Keperluan air neto untuk suatu jalur dapat dihitung dengan pendekatan bertahap
dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berbeda dalam penentuan keperluan air
tanaman di petakan sawah seperti penyiapan lahan, pengisian lapisan air, pergantian air
dan hujan efektif. Tahapan waktu 10 atau 14 hari diperlukan untuk membuat tabel
perhitungan.

Suatu contoh perhitungan keperluan air neto untuk suatu jalur dengan awal kegiatan 1
Nopember, 16 Nopember dan 1 Desember disajikan dalam Tabel 3, 4 dan 5.
Perhitungan pada tabel tersebut didasarkan pada data setengah bulanan evapotranspirasi
dan setengah bulanan hujan dengan perioda ulang 5 tahun. Beberapa pertimbangan
lainnya adalah:
(a) Pengolahan tanah
o lama pengolahan tanah, T = 30 hari
o Keperluan air untuk pengolahan tanah pertama (MT1) pada ahir musim
kemarau, S(1) = 300 mm
o Keperluan air untuk pengolahan tanah kedua (MT2) pada ahir musim hujan,
S(2) = 250 mm
o Debit yang diperlukan (I) selama pengolahan tanah (dari Tabel 1)
(b) Topping up requirement: keperluan air untuk mempertahankan genangan
o koefisien tanaman kc untuk HYV (dari Tabel 2)
o perkolasi dan rembesan P+S = 2 mm/hari
(c) Pergantian lapisan air setelah pengeringan:
o waktu drainase petakan sawah 1 dan 2 bulan setelah tanam
o lama pengisian kembali ½ bulan, WLR = 3,3 mm/hari
(d) Hujan efektif :
o faktor hujan efektif selama pengolahan tanah, r = 0,7
o faktor hujan efektif selama tahap pertumbuhan, r = 0,4
(e) Tahap pematangan padi dan pemberaan :
o pematangan mulai dari 2,5 bulan setelah tanam berlangsung selama 0,5
bulan
o sawah diberakan selama ½ bulan setelah panen.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 17

Gambar 7. Jalur irigasi (inlet group) pada irigasi plot to plot

Untuk menghindari keperluan air puncak pada suatu periode, maka areal dalam satu
daerah irigasi dibagi menjadi beberapa golongan dengan beda awal tanam sekitar ½
bulanan. Pada contoh ini Golongan I dimulai MT1 pada 1 Nopember, dan MT2 pada 16
Maret; Golongan II mulai MT1 pada 16 Nopember, dan MT2 pada 1 April; Golongan
III mulai MT1 pada 1 Desember, dan MT2 pada 16 April.

Dari Tabel 3, 4, dan 5 dapat dilihat bahwa keperluan air terbesar terjadi pada
pengolahan tanah di awal musim tanam sekitar 1,4 ~ 1,5 lt/det/ha. Keperluan untuk
pengolahan tanah pada MT2 (1,1 lt/det/ha) lebih kecil daripada MT1 (1,5 lt/det/ha),
disebabkan karena total keperluan untuk pengolahan tanah (terutama untuk penjenuhan)
lebih kecil yakni 250 mm pada MT2 dan 300 mm pada MT1. Air irigasi neto selama
pertumbuhan tanaman berkisar antara 0,61 ~ 0,75 lt/det/ha, akan tetapi air irigasi yang
diperlukan setelah pengeringan sawah berkisar antara 1,08 ~ 1,17 lt/det/ha. Total jumlah
air irigasi yang diperlukan per musim tanam di jalur inlet adalah sekitar 958 mm (9.580
m3/ha) pada MT1, dan 809 mm (8.090 m3/ha) pada MT2.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 18

Tabel 3. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi


(Golongan 1: awal pengolahan tanah MT1: 1 November, MT2: 16 Maret)

Data P (mm/hari) = 2

Keperluan air (mm/hari)


Hujan efektif Air di inlet neto
Seteng Evapotransirasi untuk
ah (mm/hari) Topp- Pe-ngo Pergan
(mm/hari) nWN
Bulana ing up lahan tian air
n P (mm/ (l/det/
ETo kc ETc M I WLR r Pe
(1:5) hari) ha)

1-Nov 5.1 1.20 6.12 8.12 14.60 2.50 0.7 1.75 12.85 1.49
16 5.1 1.20 6.12 8.12 14.60 2.90 0.7 2.03 12.57 1.46
1-Dec 4.7 1.20 5.64 7.64 3.40 0.4 1.36 6.28 0.73
16 4.7 1.27 5.97 7.97 3.20 0.4 1.28 6.69 0.78
1-Jan 4.3 1.33 5.72 7.72 3.30 2.60 0.4 1.04 9.98 1.16
16 4.3 1.30 5.59 7.59 3.00 0.4 1.20 6.39 0.74
1-Feb 4.8 1.30 6.24 8.24 3.30 3.50 0.4 1.40 10.14 1.18
16 4.8 matang 0.00 4.20 0.00 0.00
1-Mar 4.9 0.00 0.00 4.90 0.00 0.00
16 4.9 1.20 5.88 7.88 13.00 5.10 0.7 3.57 9.43 1.09
1-Apr 4.5 1.20 5.40 7.40 12.60 5.50 0.7 3.85 8.75 1.02
16 4.5 1.20 5.40 7.40 5.00 0.4 2.00 5.40 0.63
1-May 4.2 1.27 5.33 7.33 4.60 0.4 1.84 5.49 0.64
16 4.2 1.33 5.59 7.59 3.30 4.30 0.4 1.72 9.17 1.06
1-Jun 4.1 1.30 5.33 7.33 4.00 0.4 1.60 5.73 0.66
16 4.1 1.30 5.33 7.33 3.30 3.10 0.4 1.24 9.39 1.09
1-Jul 4.6 matang 0.00 2.50 0.00 0.00
16-Jul 4.6 2.20
1-Aug 4.9 1.60
16 4.9 1.10
1-Sep 5.5 0.70
16 5.5 0.50
1-Oct 5.3 0.40
16 5.3 1.80

ETo: evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari), kc: koefisien tanaman, ETc: evapotranspirasi tanaman
(mm/hari), M: keperluan air untuk mempertahankan genangan = ETc + Perkolasi + Rembesan (mm/hari),
I: debit untuk pengolahan tanah (mm/hari) tergantung pada lama pengolahan tanah (T) dan penjenuhan
(S), WLR (water layer replacement): jumlah air yang diperlukan untuk mengembalikan genangan setelah
proses pengeringan sawah (mm/hari), P (1:5): Hujan yang terjadi dengan periode ulang 5 tahunan
(mm/hari), r: angka pengganda untuk hujan efektif, Pe: hujan efektif = r x P(1:5), nWN (net Water Need):
Air irigasi neto yang diperlukan di inlet group (mm/hari dan liter/det/ha).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 19

Tabel 4. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi


(Golongan 2: awal pengolahan tanah MT1: 16 November, MT2: 1 April)

Data P (mm/hari) = 2
Golongan: 2 MT1: 16-Nov MT2: 1-Apr
Keperluan air (mm/hari) Hujan efektif
Air di inlet neto
Seteng Evapotransirasi untuk (mm/hari)
ah (mm/hari) topping Pengola Pergant
nWN
Bulan up han ian air
an P (mm/h (l/det/
ETo kc ETc M I WLR r Pe
(1:5) ari) ha)

1-Nov
16 5.1 1.20 6.12 8.12 14.60 2.90 0.7 2.03 12.57 1.46
1-Dec 4.7 1.20 5.64 7.64 14.30 3.40 0.7 2.38 11.92 1.38
16 4.7 1.20 5.64 7.64 3.20 0.4 1.28 6.36 0.74
1-Jan 4.3 1.27 5.46 7.46 2.60 0.4 1.04 6.42 0.74
16 4.3 1.33 5.72 7.72 3.30 3.00 0.4 1.20 9.82 1.14
1-Feb 4.8 1.30 6.24 8.24 3.50 0.4 1.40 6.84 0.79
16 4.8 1.30 6.24 8.24 3.30 4.20 0.4 0.00 0.00
1-Mar 4.9 matang 0.00 4.90 0.4 0.00 0.00
16 4.9 bera 0.00 0.00 5.10 0.0 0.00 0.00 0.00
1-Apr 4.5 1.20 5.40 7.40 12.50 5.50 0.7 3.85 8.65 1.00
16 4.5 1.20 5.40 7.40 12.50 5.00 0.7 3.50 9.00 1.04
1-May 4.2 1.20 5.04 7.04 4.60 0.4 1.84 5.20 0.60
16 4.2 1.27 5.33 7.33 4.30 0.4 1.72 5.61 0.65
1-Jun 4.1 1.33 5.45 7.45 3.30 4.00 0.4 1.60 9.15 1.06
16 4.1 1.30 5.33 7.33 3.10 0.4 1.24 6.09 0.71
1-Jul 4.6 1.30 5.98 7.98 3.30 2.50 0.4 1.00 10.28 1.19
16 4.6 matang 0.00 2.20 0.4 0.00
1-Aug 4.9 1.60 0.4
16 4.9 1.10 0.4
1-Sep 5.5 0.70 0.4
16 5.5 0.50
1-Oct 5.3 0.40
16 5.3 1.80

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 20

Tabel 5. Air irigasi neto yang diperlukan di jalur irigasi


(Golongan 3: awal pengolahan tanah MT1: 1 Desember, MT2: 16 April)

Data P (mm/hari)= 2
Golongan: 3 Mulai MT1: 1-Dec MT2: 16-Apr
Keperluan air (mm/hari) Hujan efektif
untuk (mm/hari) Air di inlet neto
Sete- Evapotransirasi
Perga
ngah (mm/hari) toppin Pengola
ntian nWN
Bulan- g up han
air
an
P (mm/ (l/det/
ETo kc ETc M tanah I WLR r Pe
(1:5) hari) ha)

1-Nov
16
1-Dec 4.7 1.20 5.64 7.64 14.30 3.40 0.7 2.38 11.92 1.38
16 4.7 1.20 5.64 7.64 14.30 3.20 0.7 2.24 12.06 1.40
1-Jan 4.3 1.20 5.16 7.16 2.60 0.4 1.04 6.12 0.71
16 4.3 1.27 5.46 7.46 3.00 0.4 1.20 6.26 0.73
1-Feb 4.8 1.33 6.38 8.38 3.30 3.50 0.4 1.40 10.28 1.19
16 4.8 1.30 6.24 8.24 4.20 0.4 1.68 6.56 0.76
1-Mar 4.9 1.30 6.37 8.37 3.30 4.90 0.4 1.96 9.71 1.13
16 4.9 matang 0.00 5.10 0.4 2.04 0.00 0.00
1-Apr 4.5 bera 0.00 5.50 0.4 2.20 0.00 0.00
16 4.5 1.20 5.88 7.88 12.90 5.00 0.7 3.50 9.40 1.09
1-May 4.2 1.20 5.40 7.40 12.50 4.60 0.7 3.22 9.28 1.08
16 4.2 1.20 5.40 7.40 4.30 0.4 1.72 5.68 0.66
1-Jun 4.1 1.27 5.33 7.33 4.00 0.4 1.60 5.73 0.67
16 4.1 1.33 5.59 7.59 3.30 3.10 0.4 1.24 9.65 1.12
1-Jul 4.6 1.30 5.33 7.33 2.50 0.4 1.00 6.33 0.73
16 4.6 1.30 5.33 7.33 3.30 2.20 0.4 0.88 9.75 1.13
1-Aug 4.9 matang 0.00 1.60 0.4 0.64 0.00 0.00
16 4.9 1.10
1-Sep 5.5 0.70
16 5.5 0.50
1-Oct 5.3 0.40
16 5.3 1.80

3. Penelitian SRI (System of Rice Intensification)

Metode SRI yang pada awalnya dilakukan di Madagaskar oleh Fr. Henri de Lauline
S.J., pendeta yang berasal dari Perancis yang sedang bertugas di sana pada tahun 1961,
yang kemudian penerapannya berkembang dan dilakukan di berbagai negara. Di
Indonesia Metode SRI mulai dikenal pada tahun 1999. Pada saat ini, tercatat lebih dari
20 negara telah mencoba dan menerapkan metode ini. Pada dasarnya, Metode SRI
dikembangkan berdasarkan kreativitas petani setempat, dengan memanfaatkan
dukungan sumber daya lokal.

System of Rice Intensification atau SRI mulai dikembangkan di Jawa Barat sejak tahun
1999. Pada bulan September tahun 2002 Bagian Proyek TGA, Proyek Irigasi Andalan
Jawa Barat, Departemen Pekerjaan Umum telah mengagendakan SRI sebagai salah satu
materi pelatihan Aktivitas Penyuluhan Pertanian. Pelatihan dilaksanakan selama empat

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 21

hari, dibagi dalam empat angkatan masing-masing 40 peserta. Total sampai tahun 2006
telah dilakukan pelatihan terhadap 3780 orang petani dan petugas instansi terkait.
Sampai tahun 2005 diperkirakan seluas 402 ha sawah di seluruh Jabar (0,04%) telah
menggunakan SRI-Organik. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan, Departemen
Pertanian jumlah petani dan petugas terlatih SRI di Jawa Barat sampai tahun 2006
adalah sebanyak 6.200 orang, dan luas tanam SRI pada MT 2005/2006 adalah 570 ha.
SRI merupakan suatu metode budidaya padi yang memiliki beberapa kelebihan bila
dibandingkan dengan budidaya padi Konvensional. Kelebihan-kelebihan tersebut yaitu :
(1). tanaman hemat air (pemberian genangan air maksimum 2 cm, paling baik macak-
macak dan ada periode irigasi terputus/berselang); (2). hemat biaya (hanya
membutuhkan benih 5 kg/ha, tenaga tanam berkurang dll); (3). hemat waktu (bibit
muda, 10 hari setelah semai, panen lebih awal); (4) produksi lebih tinggi.
Kelebihan-kelebihan tersebut merupakan dampak dari penerapan prinsip-prinsip dasar
Metode SRI seperti (1). tanam bibit muda berusia kurang dari 15 hari setelah semai,
ketika bibit masih berdaun dua helai; (2). tanam bibit satu lubang satu dengan jarak
tanam 25x25 cm, 30 x30 cm atau lebih jarang lagi; (3). pindah tanam harus sesegera
mungkin (kurang dari 15 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus. Benih
ditanam dangkal (1~2 cm) membentuk huruf L; (4). Pemberian air maksimum 2 cm
(macak-macak) dan pada periode tertentu dikeringkan sampai tanah retak (irigasi
berselang/intermittent); (5). penyiangan sejak awal, sekitar umur 10 hari setelah tanam
(HST) dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari; (6). Sedapat mungkin menggunakan
pupuk organik, meskipun hal ini bukan merupakan keharusan.
Dari aspek penghematan air irigasi, perbedaan utama SRI yang diterapkan di Jabar
dengan SRI di luar Jabar adalah pengaturan air macak-macak selama pertumbuhan
tanaman dengan beberapa kali pengeringan. Sehingga sistem pemberian airnya
dilakukan secara berkala (intermittent) tidak kontinyu seperti pada padi konvensional.
SRI di luar Jabar yang dikembangkan oleh Nippon Koei pada proyek DISIMP
menggunakan irigasi intermittent dengan genangan dangkal sekitar 2-3 cm serta
beberapa kali pengeringan, tanpa mengharuskan penggunaan pupuk organik. Sementara
SRI di Jawa Barat lebih dikembangkan dengan mengarah kepada penggunaan pupuk
organik serta bahan-bahan alami lainnya. Hal tersebut didukung oleh potensi daerah
tersebut dalam menyediakan bahan-bahan dasar pembuatan pupuk organik, serta
kesadaran petani untuk memanfaatkan potensi lokal yang ada tersebut.
Kajian yang dilakukan oleh Balai Irigasi di Manonjaya ini merupakan kajian kedua,
pada musim tanam II tahun 2006. Berdasarkan data hasil panen musim tanam I
diketahui bahwa dengan Metode SRI maka petani dapat meningkatkan produksinya
hingga 32,3% dibandingkan produksi pada musim tanam sebelumnya (rata-rata
produksi 4,72 ton GKG/ha). Sementara penghematan air irigasi pada budidaya padi
metoda SRI dibandingkan dengan konvensional terjadi pada proses evaporasi dan
perkolasi. Evaporasi dan perkolasi akan jauh berkurang pada kondisi macak-macak
dibandingankan dengan kondisi genangan.
Di masa depan diduga bahwa SRI akan berkembang pesat pada masyarakat petani
Indonesia. Untuk itu Balai Irigasi mencoba mengkaji sejauh mana efisiensi pemakaian
dan efisiensi manfaat air irigasi dalam metoda SRI. Jika berdasarkan hasil kajian
tersebut terlihat adanya kenaikan nilai efisiensi pemakaian dan manfaat air yang
signifikan terhadap produksi, maka lebih lanjut akan diteliti mengenai hubungan
jaringan dan sistim irigasi bagaimana yang diperlukan untuk menunjang metoda SRI.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 22

Pada tahapan tersebut nantinya akan dikaji beberapa kemungkinan implementasi


budidaya padi metode SRI dalam suatu daerah irigasi.

Sejak tahun 2005 dilakukan penelitian SRI di rumah kaca dan di lapangan secara
partisipatif dengan kelompok tani di desa Margahayu, kecamatan Manonjaya,
kabupaten Tasikmalaya (Jabar) bertujuan untuk mengetahui kebutuhan air dan
produktivitas padi metoda SRI dan konvensional.

Hasil penelitian, memperlihatkan bahwa12:


(1) Kesimpulan Penelitian di rumah kaca (Februari ~ Juli 2006)
a. Jika cukup tersedia pupuk organik maka metoda SRI-Jabar13 dengan kondisi air
macak-macak dan pengeringan secara berkala memberikan hasil tertinggi (56,4
g GKG/rumpun) dibandingkan dengan metoda genangan SRI-Gorontalo14 (37,3
g GKG/rumpun) ataupun konvensional15 (46,8 g GKG/rumpun).
b. Jika tidak tersedia pupuk organik, maka pupuk anorganik dapat digunakan
dengan irigasi konvensional yakni pengelolaan air genangan 5 cm kontinyu.
c. Ditinjau dari aspek hemat air, maka metoda SRI-Jabar memperlihatkan nilai
EMA tertinggi sebesar 1,27 kg GKG/m3 air, sedangkan pada sistim
konvensional baik dengan pupuk organik maupun anorganik nilai EMA sekitar
0,9 kg GKG/m3 air. Dengan kata lain efisiensi manfaat air metoda SRI-Jabar
adalah 1,27 kali dari metoda konvensional. Jumlah air yang dikonsumsi hanya
untuk Evapotranspirasi saja.
d. Pada SRI-Jabar dengan pupuk organik, keperluan air untuk ETc (mm/hari) pada
setiap tahap pertumbuhan (a) awal, (b) vegetatif, (c) pembungaan, (d) pengisian
bulir, (e) pematangan adalah sebesar: (a) 1,6 mm/hari, (b) 3,5 mm/hari, (c) 7,1
mm/hari, (d) 6,6 mm/hari, dan (e) 2,6 mm/hari. Total keperluan ETc dalam
semusim 445 mm. Nilai koefisien tanaman16 (Kc) pada setiap pertumbuhan
tanaman: (a) 0,32 , (b) 0,71 , (c) 1,58 , (d) 1,50 , (e) 0,59.
e. Jumlah anakan maksimum yang dicapai pada kondisi rumah kaca lebih kecil
daripada kondisi di luar disebabkan oleh intensitas penyinaran matahari di
rumah kaca lebih kecil daripada di luar karena atapnya kurang transparant.

(2) Pada MT2 2006 (Juni-Oktober) kondisi air kekurangan.


a. Walaupun air yang tersedia hanya 27,3% dari yang seharusnya, metode SRI
menghasilkan produksi sekitar 89% dari hasil SRI MT1 (pada kondisi cukup air),
EMA rerata 2,20 kg GKG/m3 (pada tingkat produksi 5,10 ton GKG/ha). Pada
metoda non-SRI, air yang tersedia sekitar 48% dari yang seharusnya, tetapi
produksinya 77,7% dari hasil pada MT1, EMA17 nya hanya 1,64 kg GKG/m3 air
(pada tingkat produksi 4,59 ton GKG/ha). EMA metode SRI adalah 1,34 kali
dari metode non-SRI

12
Naskah lengkap dapat dilihat di File Tambahan Topik 2 Kuliah. Rancangan Operasional Irigasi untuk
Pengembangan SRI . Paper yang ditulis oleh Dedi Kusnadi Kalsim disajikan pada Seminar KNI-ICID,
tanggal 24 November di Bandung
13
SRI-Jabar: kompos 5~10 ton/ha, irigasi batas atas 2 cm dan batas bawah kering kapasitas lapang
14
SRI-Gorontalo: metode SRI yang diterapkan di Gorontalo oleh Nippon Koei, irigasi batas atas
genangan (2-3 cm) dan batas bawah kondisi macak-macak. Pupuk anorganik diberikan sebanyak tiga kali
menggunakan pupuk Urea, SP-36, dan KCl.
15
Konvensional: pupuk anorganik, genangan kontinyu 5~10 cm sampai periode pengisian bulir
16
ETo dihitung dengan metoda Penman-Monteith menggunakan Cropwat ver 4.1.
17
Dalam perhitungan EMA pada kasus ini, volume air yang digunakan adalah total air irigasi dan air
hujan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 23

(3) Kesimpulan MT1 2006/2007 (Desember 2006~April 2007), air cukup.


a. Hasil ubinan tertinggi di Petak 1 SRI (jarak tanam 40 x 40 cm) sebesar 7,0 ton
GKG/ha dan terrendah di Petak 3 Non-SRI (jarak tanam 20 x 20 cm) 6,0 ton
GKG/ha. Pada MT1 ini jumlah hujan yang terjadi selama pertumbuhan sampai
panen adalah 1.698 mm, sedangkan jumlah air irigasi 89,5 mm. Irigasi hanya
diberikan pada periode 0-20 hst dan sedikit di 21-50 hst, seterusnya dipenuhi
oleh air hujan
(4) Kesimpulan MT2 2006/2007 (Mei ~September 2007), air sedikit kurang.
a. Hasil ubinan SRI pada petak 1 dan petak 2 masing-masing sebesar 7,5 ton
GKG/ha, sedangkan di petak 3 Non-SRI produksinya 6,2 ton GKG/ha. Rerata
total air irigasi 376 mm dan hujan yang terjadi 271 mm. Total air irigasi dan
hujan antara 460 ~ 812 mm. Hujan efektif 43,4%. Kodisi lengas tanah pada Jika
dibandingkan dengan total hujan efektif dan air irigasi, maka nilai EMA (kg
GKG/m3 air) untuk petak 1-SRI, petak 2 SRI dan petak 3 Non SRI masing-
masing adalah sebesar 1,60, 1,21, dan 1,36.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 24

Penutup

Beberapa pertanyaan:

(1) Bagaimana menghitung konversi kebutuhan air 1 liter/detik/ha = 8,64 mm/hari?


(2) Apa tujuan pelumpuran pada pengolahan tanah untuk tanaman padi?
(3) Kenapa keperluan air pengolahan tanah pada MT1 (musim hujan) lebih besar
daripada MT2 (musim kemarau)?
(4) Apa yang dimaksud sistim golongan? Apa tujuan sistim golongan pada suatu daerah
irigasi?
(5) Apa yang dimaksud dengan “topping up requirement”?
(6) Apa yang dimaksud dengan hujan efektif?
(7) Apa yang dimaksud dengan hujan efektif menurut ahli irigasi pertanian dan menurut
ahli teknik sipil
(8) Sebutkan beberapa metoda pendugaan hujan efektif untuk pertanian
(9) Apa yang dimaksud dengan ETo, ETc, Kc?
(10) Apa yang dimaksud dengan “water layer replacement”? Untuk keperluan apa saja?
(11)Apa yang dimaksud dengan “perkolasi”? bagaimana cara mengukurnya?
(12)Apa yang dimaksud dengan “seepage”? bagaimana cara mengukurnya?
(13)Apa maksudnya tinggi muka air di sawah diukur dengan “sloping gage”?
(14)Kadar air gabah dapat dinyatakan dalam % kadar air “wet basis” dan “dry basis”.
Terangkan arti % kadar air dry basis, dan % kadar air wet basis.
(15) Kadar air tanah (lengas tanah atau soil moisture) umumnya dinyatakan dalam %
kadar air dry basis, sedangkan kadar air gabah umumnya dinyatakan dalan % kadar
air wet basis. Apa alasannya?
(16) Jika diketahui hasil ubinan pada waktu panen adalah 5 ton GKP/ha, kadar air gabah
kering panen 25%. Berapa besarnya prediksi hasil dalam satuan GKG/ha (kadar air
GKG=14% wet basis). Berapa ton beras/ha?
(17) Jika total kebutuhan air selama satu musim tanam sebesar 1.000 mm, dan
produksinya 5 ton GKP/ha dengan kadar air panen 25% (wet basis). Berapa
besarnya EMA (Efisiensi Manfaat Air) dalam satuan kg GKG/m3 air? Jika rendemen
GKG ke beras adalah 0,70, berapa EMA dalam satuan kg beras/ m3 air?
(18)Sebutkan beberapa metoda untuk pendugaan ETo dan data iklim apa yang
diperlukan untuk masing-masing metoda
(19) Bagaimana cara menghitung kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi sawah
(20)Bagaimana caranya menentukan kebutuhan air untuk tanaman dalam pot atau
polybag di rumah kaca? Apa satuan kebutuhan air yang tepat digunakan pada kasus
ini?

Kunci Jawaban:

(1) 1 m3 = 1000 liter, 1 ha = 10000 m2, 1 hari = 24 jam = 24x60x60 detik


(2) Pelumpuran bertujuan untuk: (a) meningkatkan daya simpan air, (b) mengurangi
perkolasi, (c) menciptakan genangan
(3) Pengolahan tanah pada MT1 adalah pada awal MH atau akhir MK dimana tanah
pada kondisi kering. Pengolahan tanah pada MT2 adalah pada awal MK atau akhir
MH dimana tanah pada kondisi basah.
(4) Sistim golongan adalah pembagian daerah berdasarkan perbedaan awal tanam,
biasanya berbeda dalam 2 mingguan. Bertujuan untuk mengurangi kebutuhan
puncak pada waktu pengolahan tanah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 25

(5) Keperluan air irigasi untuk mmpertahankan lapisan genangan pada lahan yang
sudah diolah tanahnya.
(6) Bagian hujan yang digunakan untuk keperluan tanaman yakni perkolasi dan ET
pada tanaman padi. Untuk tanaman non-padi yang digunakan untuk ET.
(7) Ahli pertanian definsi hujan efektif seperti pada nomor 6. Untuk ahli teknik sipil
hujan efektif adalah bagian hujan berupa run-off yang mengisi simpanan waduk
(8) Metoda pendugaan hujan efektif dibagi dua, yakni (a) untuk padi sawah, dan (b)
untuk non-padi sawah. Lihat bahan ajar.
(9) (a) ETo: evapotranspirasi tanaman acuan yakni sejenis rumput-tumputan, tinggi 15
cm, menutup tanah dengan sempurna, tumbuh sehat berdaun hijau, tidak kekurangan
air. (b) ETc: evapotranspirasi tanaman, ETc = kc x ETo. (c) kc adalah koefisien
tanaman tegantung pada jenis dan tahap pertumbuhan tanaman.
(10)Water layer replacement: Sejumlah air yang diperlukan untuk mengembalikan
genangan pada kondisi semula sesudah dilakukan pengeringan pada waktu
pemupukan
(11)Perkolasi adalah rembesan arah vertikal dinyatakan dalam mm/hari, diukur dengan
alat lysimeter alas terbuka dan alas tertutup atau dengan perkolasimeter
(12)Seepage adalah rembesan dari pematang sawah. Biasanya diukur bersama dengan
perkolasi dengal alat “sloping gage” atau mistar ukur miring diletakkan di sawah.
(13)Sloping gage adalah mistar miring, sehingga tinggi muka air genangan dapat dibaca
dengan mudah
(14)% kadar air gabah wet basis = (berat basah-berat kering oven)/berat basah x 100%.
% kadar air gabah dry basis = (berat basah-berat kering oven)/berat kering oven x
100%
(15)Kadar air tanah dalam dry basis supaya mudah diperbandingkan dan berlaku umum.
Kadar air gabah dinyatakan dalam wet basis untuk mencegah terjadinya kadar air
lebih dari 100%.
(16)GKG = (100 – ka GKP)/(100-14) x berat GKP. Jadi 5 ton GKP/ha, kadar air 25% =
(100 – 25)/86 X 5 ton/ha = 4,36 ton GKG/ha. Asumsi rendemen beras/GKG = 0,70.
Produksi = 3,05 ton beras/ha.
(17) EMA = 0,436 kg GKG/m3 air = 0,305 kg beras/m3 air.
(18)Tergantung dari ketersediaan data dapat digunakan beberapa metoda: (a) Blaney-
Criddle, (b) Thornthwite, (c) Metoda Radiasi, dan (d) Penman-Monteith
(19)Untuk padi sawah: KAI (Kebutuhan Air Irigasi) = ET + P – Hujan efektif. Untuk
non-padi sawah: KAI = ET – Hujan efektif
(20)Dalam polybag sebaiknya KAT (Kebutuhan Air Tanaman) dinyatakan dalam liter
per hari per pot. ET dapat dihitung dengan cara penimbangan pot per hari. Jumlah
kg kehilangan berat per hari ekivalen dengan jumlah kg (liter) air yang hilang per
hari karena digunakan ET

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 2. Kebutuhan Air Irigasi - dkk 26

Daftar Pustaka

1. Ankum, P.,1989. Irrigation Water Requirement: at field, tertiary and main system
level. International Institute for Hydraulic and Environmental Engineering. Delft,
The Neherlands.
2. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1984. Crop Water Requirements. FAO. Irrigation
and Drainage Paper no.24, Rome.
3. Dastane, N.G., 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. FAO, Irrigation and
Drainage Paper No 25. Rome
4. Dedi Kusnadi Kalsim, 2002 (edisi ke 2). Rancangan Irigasi Gravitasi, Drainase dan
Infrastruktur. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
5. Martin Smith, 1991. CROPWAT (ver.5.7): Manual and Guidelines. FAO

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 1

Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi Akibat Stress


Kekurangan Air

Pendahuluan

TIK mahasiswa memahami tentang: (a) neraca lengas tanah daerah perakaran di lahan
beririgasi; (b) perhitungan lama dan selang irigasi; (c) pendugaan pengurangan produksi
akibat stress kekurangan air; (d) kemampuan dan kelemahan software CROPWAT

Bahan Ajar

Bahan Ajar untuk Topik ini terdiri dari: (1) Sifat fisika tanah yang berkaitan dengan
irigasi, (2) Manual dan Guidelines CROPWAT (5.7), (3) Respon hasil tanaman
terhadap air . Program dan manual CROPWAT-win disimpan di File Tambahan Kuliah
Topik 2.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 2

1. Sifat Fisika Tanah yang Berkaitan Dengan Irigasi

Tanah adalah suatu sistim tiga fase yang terdiri dari: (a) bahan padat (solid material)
yang terdiri dari mineral, bahan organik dan senyawa kimia, (b) fase cair (liquid) yang
disebut sebagai lengas tanah (soil moisture); (c) fase gas yang disebut sebagai udara
tanah (aerasi). Suatu diagram yang menggambarkan ke tiga fase ini dan proporsinya
dalam bentuk massa dan volume terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Ms
Densitas partikel tanah (ρs) didefinisikan sebagai ρ s = .../1/, disebut juga
Vs ρ w
sebagai Real Spesific Gravity (RSG); ρw = densitas air pada suhu 40 C. Densitas tanah
adalah massa partikel tanah per unit volume tanah. Untuk tanah mineral densitas tanah
sekitar 2,65 g/cc, maka RSG atau TSG (True Specific Gravity) ≈ 2,65. Untuk tanah
organik densitas tanah umumnya antara 1,3 ~ 1,5 g/cc.

Dry bulk density (DBD) (ρb) didefinisikan sebagai nisbah antara massa partikel kering
dengan total volume tanah (termasuk padatan dan ruang pori):
Ms Ms
ρb = = .../2/; DBD kadang-kadang disebut juga Apparent specific
Vt V s + Va + V w
gravity (ASG). Walaupun istilah specific gravity menunjukkan suatu unit yang tak
bersatuan, angkanya sama dengan DBD karena 1 gram air mengisi volume 1 cc pada
suhu normal. ASG dipengaruhi oleh struktur, tekstur dan kepadatan tanah. ASG
merupakan sifat fisik tanah yang penting dalam hubungannya dengan kemampuan tanah
menahan air dan hantaran hidrolik (kondutivitas hidrolik). Sebagai contoh ASG suatu
tanah melebihi 1,7 maka hantaran hidroliknya sedemikian rendahnya sehingga drainase
menjadi sulit.

Gambar 1. Perbandingan massa dan volume masing-masing


Fase di dalam tanah

Ma: massa udara (diabaikan), Mw: massa airtanah, Ms: massa padatan (solid), Mt: total massa = Ma + Mw +
Ms, Va: volume udara, Vw: volume air, Vf: volume pori = Va + Vw, Vs: volume padatan, Vt: total volume
tanah = Vf + Vs.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 3

Mt Ms + Mw
Total (wet) bulk density (ρt): ρ t = = .../3/
Vt V s + Va + V w

Vf Va + V w
Porositas (n): n = = × 100% . .../4/
Vt V s + Va + V w

Porositas dipengaruhi oleh karakteristik tekstur dan struktur tanah. Tanah pasir
umumnya mempunyai porositas antara 35% ~ 50%, tanah liat antara 40% ~ 60%.

VfVa + V w
Void ratio (e) : e = = .../5/
Vs Vs
Pori kapiler dan pori non-kapiler

Terdapat dua kelas utama pori tanah yakni pori kapiler dan pori non-kapiler. Pori
kapiler mengandung air yang masih tetap tertinggal di sana setelah drainase bebas
selesai. Porositas kapiler adalah persentase pori yang diisi oleh air kapiler. Pori non-
kapiler mempunyai ruang pori yang lebih besar sehingga air tidak dapat lagi berada di
sana karena gaya kapiler. Suatu hubungan antara porositas, void ratio dengan ASG
dapat dinyatakan sebagai berikut:

 n 
ρ b = ρ s  1−  /3.6a/; ρ s = ρ b (1 + e ) .../6b/
 100 

Kebasahan tanah (soil wetness) menujukkan kandungan air relatif dalam tanah yang
dapat dinyatakan dalam:
(a) kebasahan massa (mass wetness) (θm) = Mw/Ms; biasa disebut sebagai lengas
tanah dapat dinyatakan dalam desimal atau persen
(b) kebasahan volume (volume wetness) (θv);
V Vw M
θv = w = = ρ b w ... /7/
Vt Vs + V f Ms
umumnya disebut juga sebagai lengas tanah volumetrik.

Derajat kejenuhan (degree of saturation, DS) adalah volume air yang terdapat dalam
Vw Vw
total volume pori tanah atau DS = = .../8/
V f Va + V w

Komposisi ukuran butir tanah


Terdapat dua klasifikasi yang diajukan oleh USDA (United States Department of
Agricukture) dan ISSS (Intenational Soil Scince Society), seperti pada Tabel 1.

Tekstur tanah
Perbandingan relatif antara pasir, debu dan liat menentukan kelas tekstur tanah. Untuk
menentukan kelas tekstur tanah dapat digunakan Segi Tiga Tekstur seperti pada Gambar
2

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 4

Lengas tanah

Klasifikasi lengas tanah


Suatu tanah kering jika diberikan air melalui hujan atau irigasi, maka air akan disebar ke
sekeliling partikel tanah yang ditahan oleh gaya adhesi dan kohesi. Air tersebut
menggantikan ruangan yang semula ditempati oleh udara dalam ruang pori. Jika semua
ruang pori baik kecil maupun besar sudah terisi oleh air, maka tanah tersebut dikatakan
dalam keadaan jenuh air atau pada keadaan kapasitas retensi maksimum.

Tabel 1. Klasifikasi kelas ukuran butir berdasarkan USDA dan ISSS

Fraksi Diameter partikel (mm)


USDA ISSS
Kerikil >2 >2
Pasir sangat kasar 1,0 – 2,0 -
Pasir kasar 0,5 – 1,0 0,2 – 2,0
Pasir medium 0,25 – 0,5 -
Pasir halus 0,10 – 0,25 0,02 – 0,20
Pasir sangat halus 0,05 – 0,10 -
Debu (silt) 0,002 – 0,05 0,002 – 0,02
Liat (clay) < 0,002 < 0,002

Terdapat 3 kelas utama lengas tanah yakni (a) air higroskopik: air yang diikat pada
permukaan partikel tanah oleh gaya adsorpsi; (b) air kapiler: air yang diikat oleh gaya
tegangan permukaan sehingga terjadi suatu lapisan tipis sekeliling partikel tanah di
dalam ruang kapiler; (c) air gravitasi: air yang bergerak dengan bebas sebagai akibat
dari gaya gravitasi.

Jika tanah mendekati keadaan jenuh, maka gerakan air sangat mudah. Tetapi jika lengas
tanah makin berkurang, semakin besar gaya yang diperlukan untuk mengambil atau
mengalirkan lengas tanah. Air kapiler ditahan antara tegangan 31 atm ~ 1/3 atm. Air
tanah yang ditahan lebih kecil dari 1/3 atm akan merupakan air gravitasi dan bergerak
ke bawah. Air gravitasi didrainasekan di daerah perakaran tanaman, kecuali kalau ada
hambatan seperti adanya hard-pan 1 atau muka airtanah yang tinggi. Proses ini
memerlukan waktu sekitar satu hari untuk tanah bertekstur pasir, dan sampai 3-4 hari
untuk tanah berteksur liat halus. Hal ini dapat digunakan sebagai pedoman lapangan
untuk mengukur lengas tanah pada kapasitas lapang, yakni dengan mengambil contoh
tanah satu hari setelah hujan pada tanah berpasir atau 3-4 hari sesudah hujan pada tanah
liat, kemudian mengukurnya di laboratorium dengan cara gravimetri.

Tegangan permukaan
Salah satu fenomena tegangan permukaan adalah kapilaritas tanah, seperti pada Gambar
3.3 di bawah. Komponen vertikal tegangan permukaan (F2) = 2πr.σ.cosθ; dimana σ:
tegangan permukaan (F1), θ: sudut kontak. Berat kolom air pada tinggi h dengan
diameter 2 r = n r2 h g ρ; ρ: densitas air, g: gaya gravitasi.

1
Lapisan hard pan disebut juga lapisan tapak bajak, relatif lebih kecil permeablitasnya sulit dilalui air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 5

Gambar 2. Segi tiga tekstur USDA dan ISSS

2σ cos θ
Berdasarkan keseimbangan maka: 2πr.σ.cosθ = n r2 h g ρ; atau h = ; jika
gρ r

sudut θ = 0; cos θ = 1, maka h = . Persamaan ini dapat digunakan untuk
gρ r
menghitung tinggi kenaikan air kapiler jika ukuran pori efektif diketahui.

Tegangan lengas tanah (soil moisture tension)


Tegangan lengas tanah adalah suatu ukuran kekuatan dimana air ditahan dalam tanah
dan menunjukkan gaya per satuan luas yang harus diberikan untuk mengambil airtanah.
Biasanya dinyatakan dalam satuan atmosfir (rerata tekanan udara di permukaan laut),
biasa pula dinyatakan dalam satuan cm kolom air atau mm air raksa. Konversi satuan
adalah sebagai berikut: 1 atm = 1.036 cm kolom air = 76,39 cm Hg; 1 bar = 106 dn/cm2

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 6

= 1.023 cm kolom air. Schofield (1935) menganjurkan penggunaan logaritma dari


kolom air dengan simbol pF = log h, dimana h: tegangan airtanah dalam cm air.

Gambar 3. Kenaikan kapiler hubungannya dengan


diameter tabung kapiler

Konstanta lengas tanah


Konstanta lengas tanah yang biasa digunakan dalam bidang pertanian adalah:
(a) Kapasitas jenuh (saturation capacity). Jika semua pori tanah diisi air, maka
disebut sebagai kapasitas jenuh atau maximum water holding capacity. Tegangan
airtanah mendekati 0 dan sama dengan permukaan air bebas
(b) Kapasitas lapang (field capacity). Kapasitas lapang tanah adalah kandungan
lengas tanah sesudah drainase air secara gravitasi, menjadi sangat lambat dan
lengas tanah menjadi relatif stabil. Keadaan ini biasanya dicapai setelah 1 hari
sampai 3 hari sesudah pembasahan dengan air hujan atau irigasi. Tegangan
airtanah pada keadaan kapasitas lapang berbeda dari tanah yang satu dengan
tanah lainnya, tetapi umumnya berkisar antara selang 1/10 ~ 1/3 atmosfir.
(c) Layu permanen (wilting permanent) (TLP). Biasa juga disebut titik layu
permanen yakni kondisi lengas tanah dimana tanaman tidak mampu lagi
mengisap airtanah untuk memenuhi transpirasi, dan tanaman akan tetap layu
walaupun air diberikan. Tegangan airtanah pada titik layu permanen berkisar
antara 7 ~ 32 atm tergantung pada tekstur tanah dan jenis tanaman. Umumnya 15
atm digunakan untuk menentukan TLP.
(d) Ultimate wilting point yakni kandungan lengas tanah dimana tanaman mati,
biasanya tegangan airtanah sekitar 60 atm
(e) Lengas tanah tersedia (Available Soil Moisture = ASM) adalah selang lengas
tanah antara kapasitas lapang dengan TLP. ASM menggambarkan lengas tanah
yang dapat disimpan di daerah perakaran untuk digunakan tanaman. Lengas tanah
mendekati TLP adalah tidak segera tersedia untuk tanaman, sehingga istilah
RAM (Ready Available Moisture) berhubungan dengan bagian ASM yang
termudah diekstrak oleh tanaman. Jumlah total kedalaman air yang tersedia (d) di
daerah perakaran (D) dalam kaitannya dengan ASG adalah sebagai berikut:
Pfc − PWP
(f) d= × ρ b × D ; dimana d: total lengas tanah tersedia (cm), Pfc: lengas
100
tanah basis berat pada kapasitas lapang (%), PWP: lengas tanah (basis berat) pada

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 7

titik layu permanen (%), ρb: ASG (tak bersatuan), D: kedalaman daerah perakaran
(cm).

Menurut Doorenbos dan Kassam (1979)2, RAM merupakan persentase dari total lengas
tanah tersedia (TAM) di mana evapotranspirasi aktual (ETa) masih sama dengan
evapotranspirasi potensil (ETm). Besarnya RAM (mm air/m kedalaman perakaran)
sama dengan TAM (mm air/m kedalaman perakaran) dikalikan dengan faktor deplesi
(p). Besarnya nilai “p” mencerminkan tingkat kepekaan tanaman terhadap kekurangan
air. Semakin kecil nilai p nya semakin peka tanaman terhadap kekeringan, sebaliknya
semakin besar nilai p maka semakin tahan terhadap kekeringan. Jika jumlah lengas
tanah yang dievapotranspirasikan lebih besar dari RAM, sehingga jumlah lengas tanah
di daerah perkaran lebih kecil dari (ASM-RAM), maka ETa < ETm dan akan terjadi
pengurangan produksi dari nilai produksi maksimumnya. Besarnya nilai p tergantung
pada jenis tanaman dan evapotranspirasi maksimum. Tanaman dibagi menjadi 4
kelompok (Tabel 2) dan nilai p yang dinyatakan dengan besarnya bagian dari TAM
untuk masing-masing kelompok tanaman pada beberapa nilai ETm tercantum pada
Tabel 3.
Tabel 2 Pengelompokan tanaman menurut besarnya RAM

Kelompok Tanaman
1 (peka) Bawang, cabe, kentang
2 Pisang, kubis, anggur, pea, tomat,
alfalfa, kacang-kacangan, jeruk, kacang tanah, nenas, bunga matahari,
3
semangka, gandum
4 (tahan Kapas, jagung, olive (zaitun), safflower, sorghum (cantel), kedelai, kacang
kering) hijau, gula bit, tebu, tembakau

Tabel 3. Besarnya nilai p untuk berbagai kelompok tanaman


pada berbagai nilai ETm3

Kelompok ETm (mm/hari)


tanaman 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0,50 0,42 0,35 0,30 0,25 0,22 0,20 0,20 0,17
2 0,67 0,57 0,47 0,40 0,35 0,32 0,27 0,25 0,22
3 0,80 0,70 0,60 0,50 0,45 0,42 0,37 0,35 0,30
4 0,87 0,80 0,70 0,60 0,55 0,50 0,45 0,42 0,40

Secara skhematis ketersediaan lengas tanah dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.
di bawah ini.

2
Doorenbos,J.; A.H. Kassam, 1979. Yield Response to Water. FAO, Rome
3
Sumber: Doorenbos,J.; A.H. Kassam, 1979. Yield Response to Water. FAO, Rome

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 8

Kering oven
air
Titik Layu Ultimate
60 atm (akhir) Tidak Tersedia

untuk tanaman
15 atm Titik Layu Permanent
Tersedia untuk
pertumbuhan tanaman

1/3 atm Kapasitas Lapang

Air Gravitasi
Jenuh air
Gambar 4. Skhema ketersediaan lengas tanah

Tabel di bawah ini menggambarkan selang kapasitas air tersedia untuk berbagai tekstur
tanah.

Tabel 4. Selang ketersediaan airtanah untuk berbagai kelas tekstur tanah 4

% lengas tanah dari berat tanah kering cm air per meter


Tekstur tanah Kapasitas Titik Layu Permanen kedalaman tanah
lapang
Pasir halus (fine sand) 3~5 1~3 2~4
Lempung berpasir (sandy 5 ~ 15 3~8 4 ~ 11
loam)
Lempung berdebu (silt loam) 12 ~ 18 6 ~ 10 6 ~ 13
Lempung berliat (clay loam) 15 ~ 30 7 ~ 16 10 ~ 18
Liat (clay) 25 ~ 40 12 ~ 20 16 ~ 30

Daerah perakaran efektif


Daerah perakaran efektif adalah kedalaman akar dimana akar tanaman cukup dewasa
mampu mengisap lengas tanah. Perkembangan akar tanaman bervariasi tergantung pada
jenis tanaman dan jenis tanah. Tabel di bawah ini menggambarkan rerata kedalaman
perakaran efektif tanaman yang tumbuh di lahan subur, berdrainase baik, dan tidak ada
hambatan lapisan kedap.

Pola ekstraksi lengas tanah di daerah perakaran tanaman yang tumbuh pada tanah yang
seragam, umumnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.
Pengukuran karakteristik lengas tanah
Terdapat dua metoda untuk menyatakan besarnya kandungan air dalam tanah, yakni (a)
banyaknya air yang terdapat dalam volume tanah tertentu (berat/volume), (b) tegangan
airtanah.

Lengas tanah basis berat dinyatakan =

Berat contoh tanah basah − contoh kering


× 100%
berat contoh kering
4
Sumber: Booher (1967)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 9

Tabel 5. Kedalaman daerah perakaran efektif untuk berbagai tanaman

Karakteristik perakaran
Dangkal Sedang Dalam Sangat dalam
60 cm 90 cm 120 cm 180 cm
Padi Gandum Jagung Tebu
Kentang Tembakau Kapas Jeruk
Kol bunga Jarak Cantel Kopi
Kubis Kacang tanah Pearl Apel
millet
Lettucea) Melon Kedelai Anggur
Bawang a) Wortel Gula bit Safflower
Brokoli Kacang-kacangan Tomat Lucerne
Cabe Kapas
Rumput pakan Semangka
ternak
Kentang Alfalfa
Ubi manis Asparagus
Strawberi
a)
kadang-kadang hanya sampai 0,3 m

Gambar 5. Pola ekstraksi lengas tanah di daerah perakaan tanaman

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 10

Contoh 1:
Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C selama 24 jam. Lengas tanah
volumetrik : % volume = % berat x Bulk Density. Misalnya BD = 1,6 g/cc; % berat =
14%, maka % volume = 14/100 x 1,6 g/cc = 22,4 cm air per 100 cm kedalaman tanah
atau 224 mm air per 1 meter kedalaman tanah.
Tegangan airtanah dapat diukur secara langsung di lapangan dengan alat tensiometer
(Gambar 9). Untuk pengukuran tegangan airtanah biasanya dilengkapi dengan
manometer atau vacuum gauge yang skalanya telah dikalibrasi dengan tekanan dalam
atmosfir atau cm kolom air. Alat ini hanya dapat digunakan untuk tegangan airtanah
lebih kecil dari 1 atm. Batas pengukuran umumnya 0,85 atm, karena jika tegangannya
terlalu rendah (daya isap tinggi) maka udara akan masuk ke dalam alat lewat pori-pori
mangkuk keramik. Untuk konversi tegangan airtanah ke persen lengas tanah harus
dibuat kurva karakteristik dari jenis tanah tersebut. Tensiometer pemakaiannya cocok
untuk tanah berpasir dimana umumnya lengas tanah tersedia untuk tanaman terjadi pada
tegangan kurang dari 1 atm.

Untuk selang tegangan lengas tanah dari 0 – 100 bar, digunakan alat pressure-plate
apparatus (Gambar 9c). Contoh tanah jenuh ditempatkan dalam membran selolusa tipis
yang dapat meloloskan air (tapi tak meloloskan udara), berada dalam suatu peralatan
seperti pada Gambar 9c. Tekanan udara pada ekstraktor dinaikkan dan air keluar dari
contoh tanah lewat membran sampai suatu kesetimbangan dicapai. Pada kondisi ini
tekanan udara ekivalen dengan tegangan lengas tanah. Kemudian lengas tanahnya
diukur secara gravimetri.

Gambar 9a. Tensiometer di


lapangan

Gambar 9b. Tensiometer sederhana di


laboratorium

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 11

Gambar 9c. Pressure-plate apparatus di laboratorium

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 12

2. Infiltrasi

Proses dan persamaan infiltrasi


Proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah disebut infiltrasi.
Karakteristik infiltrasi tanah adalah merupakan salah satu variabel yang penting dalam
perencanaan irigasi. Laju infiltrasi adalah suatu karaktersitik tanah yang menentukan
laju maksimum masuknya air ke dalam tanah pada kondisi tertentu. Laju infiltrasi
mempunyai satuan L/T. Laju aktual masuknya air ke dalam tanah pada saat waktu
tertentu disebut sebagai kecepatan infiltrasi. Pada waktu awal laju infiltrasi akan besar
karena tanah pada kondisi kering. Sesudah sekitar 20-30 menit, laju infiltrasi akan
menurun karena ruang udara dalam tanah mulai terisi air. Selanjutnya setelah sekitar 1-2
jam laju infiltrasi relatif konstan. Laju infiltrasi yang konstan disebut laju infiltrasi dasar
(basic infiltration rate) (Gambar 6a). Beberapa tipikal kurva laju infiltrasi tanah untuk
berbagai tekstur tanah diperlihatkan seperti pada Gambar 6b.

Akumulasi infiltrasi adalah total jumlah air yang masuk ke dalam tanah pada selang
waktu tertentu:
F = k t n .../9/
dimana F: akumulasi infiltrasi (L), t: waktu (T); k dan n adalah konstanta.

Laju infiltrasi pada t tertentu didapat dengan mendeferensialkan persamaan akumulasi


infiltrasi terhadap t:
dF
I= = k n t n− 1 .../10/
dt
Persamaan ini disebut sebagai persamaan infiltrasi dari Kostiakov.

Gambar 6a. Kurva akumulasi dan laju infiltrasi

Pengukuran dan Analisis Data Infiltrasi

Untuk keperluan perencanaan irigasi umumnya infiltrasi diukur dengan ring


infiltrometer ganda. Dimensi alat tersebut terlihat pada Gambar 7a dan Gambar 7b.
Ujung silinder dibuat tajam, sehingga kedua buah silinder mudah ditancapkan sedalam
10 cm dengan cara memukul dengan palu secara hati-hati. Biasanya dipasang balok
kayu melintang silider, kemudian balok tersebut dipukul dengan palu secara hati-hati,
sehingga tanah tidak banyak terganggu. Kedua silinder diisi air sekitar 7~12 cm,

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 13

kemudian penurunan muka air di silinder bagian dalam dicatat dengan waktunya.
Penurunan air di silinder luar tidak perlu dicatat, karena silinder luar digunakan sebagai
penyangga (buffer) supaya air di silinder dalam akan berinfiltrasi vertikal. Contoh hasil
pengamatan dengan ring infiltrometer adalah seperti pada Tabel 6.

Gambar 6b. Tipikal kurva laju infiltrasi pada


berbagai tekstur tanah

Tabel 6. Contoh data pengamatan infiltrometer

Jarak permukaan air


Kedalaman air yang Akumulasi
Waktu infiltrasi
Sebelum Sesudah pengisian meresap untuk setiap interval
(menit)
pengisian (cm) (cm) waktu (cm) (cm)
- - 11,0 - -
5 9,3 11,0 1,7 1,7
10 10,0 11,0 1,0 2,7
15 10,1 11,0 0,9 3,6
25 9,5 11,0 1,5 5,1
45 9,9 11,0 2,2 7,3
60 9,5 11,0 1,5 8,8
75 9,5 11,0 1,5 10,3
90 9,5 11,0 1,5 11,8
110 9,0 11,0 2,0 13,8
130 9,0 11,0 2,0 15,8

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 14

7~12 cm
25 cm
10 cm

30 cm

60 cm

Silinder
dalam

Silinder luar

Gambar 7a. Ring infiltrometer ganda

Gambar 7b. Ring infiltrometer ganda

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 15

Kurva kumulatif infiltrasi (mm) terhadap waktu t (menit)

Kumulatif infiltrasi (mm)

180

160

140

120
F = 5,7 t 0,61

100

80

60

40

20

0
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)

Gambar 8a. Kurva kumulatif Infiltrasi F = k t n

Gambar 8b.
Kurva
kumulatif
Infiltrasi F = k
t n pada kertas
grafik
logaritmik
ganda

Dari data
pengamatan
tersebut didapatkan data akumulasi infiltrasi (Gambar 8a). Untuk mendapatkan nilai
parameter k dan n dalam persamaan infiltrasi, data akumulasi infiltrasi tersebut
diplotkan pada kertas grafik logaritma ganda sehingga akan didapatkan garis lurus,
karena log F = log k + n log t, merupakan persamaan garis lurus, tg α = n (tangens
arah). Untuk t = 1, maka F = k. Nilai k didapat dari harga F untuk t = 1. Jadi konstanta k
dan n didapat. Persamaan laju infiltrasi juga dapat diketahui.

Berdasarkan Gambar 8c, persamaan kumulatif infiltrasi dari F = k t n, menjadi log F =


log k + n log t. Pada t = 1, maka log F = log k atau nilai F sama dengan nilai k. Terbaca
dari Gambar 8c nilai k = 5,7. Nilai n dihitung dari lereng pada garis lurus, jika diambil
nilai F pada selang satu siklus nilai t (nilai t = 100, dan nilai t =10). Maka nilai n = (log
110 – log 27) : (log 100 – log 10) = (2,041 – 1,431) : (2 – 1) = 0,61. Dengan demikian
persamaan kumulatif infiltrasinya adalah F = 5,7 t 0,61; dan persamaan laju infiltrasinya
adalah I = k.n t n-1 = 3,48 t -0,39 , dimana I (mm/menit), t (menit), F (mm).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 16

Kumulatif Infiltrasi (mm) Kumulatif Infiltrasi

158
138
118
103
88
73
51
36
27
17

0.01 0.1 1 10 100 1000

Waktu (menit)

Gambar 8c. Plotting data akumulasi infiltrasi (data dari Tabel 6)


pada kertas grafik logaritma ganda

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 17

3. CROPWAT (5.7): Manual and Guidelines

CROPWAT (5.7): Manual and Guidelines 5

(Martin Smith, 1991. FAO)

Disadur untuk kepentingan pendidikan di lingkungan IPB


oleh Dedi Kusnadi Kalsim
Bagian Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB
e-mail: dedkus@telkom.net
Februari 2000

Program Komputer untuk IBM-PC:


Untuk Menghitung:
• Evapotranspirasi Tanaman Acuan (Reference Crop Evapotranspiration)
• Kebutuhan Air Tanaman (Crop Water Requirement)
• Kebutuhan Air Irigasi (Irrigation Water Requirement)
• Skhema Pasok Air (Scheme Water Supply)

Untuk Mengembangkan:
• Jadwal Irigasi pada Berbagai Kondisi Manajemen Air

Untuk Menduga:
• Produksi Tanaman pada Tadah Hujan dan Pengaruh Kekeringan pada Irigasi Defisit

1. STRUKTUR FILE:

Pada directory CLIMATE : A:\CLIMATE


• *.PEN : file data iklim: suhu udara, RH, angin, penyinaran, juga evapotranspirasi
yang dihitung berdasarkan Metoda Modifikasi Penman-Monteith
• *.CLI : file data iklim dengan data rata-rata bulanan ET0 dan Hujan juga dengan
nilai Hujan Efektif yang dihitung berdasarkan 4 pilihan metoda

Pada directory CROPS : A:\CROPS


• *.CRO : file data crop berisikan data lama waktu tahapan pertumbuhan, koefisien
tanaman, kedalaman perakaran, tingkat deplesi (p) dan faktor respon hasil (Ky).

Pada directory Field: A:\FIELDS


• *.SOL : file data tanah berisikan lengas tanah tersedia
• *.FLD : file data berisikan tanggal waktu tanam dan data kebutuhan air irigasi
tanaman

2. MENU UTAMA

PROGRAM OPTIONS:
1. ETo Penman-Monteith Calculations
2. Crop Water Requirements
3. Irrigation Scheduling
5
Versi ini dalam operasi DOS. Manual CROPWAT –win versi 4.2 dapat dibaca dalam File Tambahan da-
lam bentuk fdp.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 18

4. Scheme water supply


5. Printer setting
6. Drive & Path Setting
7. Exit CROPWAT

2.1. Menghitung ETo, dengan metoda Penman-Monteith. Data yang diperlukan:


Nama stasiun, Altitude (elevasi mdpl), Koordinat Lintang, Bujur, Data iklim
rata-rata harian setiap bulan (Januari-Desember): Suhu Udara (0C), RH (%),
Kecepatan Angin (m/det atau km/hari), Penyinaran Matahari (% atau jam/hari).

Catatan: Dalam Data BMG, penyinaran matahari dinyatakan dalam %; angka 100% = 8
jam (dari jam 08.00 sampai 16.00)6. Konversi dari % ke jam/hari dianjurkan untuk tidak
menggunakan konversi seperti BMG. Input data dalam % dihitung oleh CROPWAT
sebagai nilai dari n/N (%). Menurut Berney & Partners (1985) untuk Indonesia
digunakan konversi S = 0.60 Z + 0.12; S: rasio dengan penyinaran 1 hari penuh, Z:
rasio dengan penyinaran 8 jam per hari. Contoh jika data persen penyinaran matahari di
suatu tempat (BMG) pada bulan Januari sebesar 50%, maka jam penyinaran per hari
tidak berarti 4 jam. Nilai S = 0,6 x 0,5 + 0,12 = 0,42. Jam penyinaran per hari sama
dengan 0,42 x 12 jam = 5,04 jam/hari. Nilai koefisien Angstrom yang digunakan dalam
program ini a = 0.25, b = 0.50, harus dirubah untuk kondisi Indonesia menjadi a = 0.29,
b = 0.59.

2.2. Crop Water Requirement (CWR)

2.2.1. Perhitungan Hujan Efektif ada 5 pilihan:

a. Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (Fixed Percentage): Peff = a. Ptot,
biasanya nilai a = 0.7 – 0.9
b. Dependable rain (hujan andalan) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang
terlewati tertentu: Peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering,
50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara empirik menurut
AGLW/FAO:
• Pef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan
• Pef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan
c. Empirical formula (locally developed):
Biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut:
Peff = a Pmean+ b untuk Pmean< Z mm
Peff = c Pmean+ d untuk Pmean> Z mm
Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal. Hujan
bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%). Untuk beberapa daerah
sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan hujan
bulanan dengan peluang terlewati tertentu. Untuk Indonesia, Oldeman, L.R. (1980)
menyatakan bahwa hujan peluang terlewati 75% (Y) dapat dinyatakan dengan
persamaan: Y = 0.82 X - 30, dimana X = rata-rata hujan bulanan. Hujan efektif
untuk tanaman padi adalah 100% dari Y, sedangkan untuk palawija 75% dari Y.
d. USBR:
• Pef = P mean x (125 - 0.2 P mean )/125; untuk P mean < 250 mm

6
BMG mengukur penyinaran matahari dengan alat Campbel Stoke dimana kemiringan matahari optimum
terjadi pada antara jam 08.00 – 16.00. Jika dilakukan pengukuran sebelum jam 08.00 atau setelah jam
16.00 kemiringan matahari belum optimum sehingga tidak dapat membakar kertas pias

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 19

• Pef = 125 + 0.1 x P mean ; untuk P mean > 250 mm


e. Hujan tidak diperhitungkan

Catatan: Dalam perhitungan neraca air harian dalam irrigation schedulling, pasok hujan
ditentukan berdasarkan basis harian dan losses hujan karena perkolasi dan limpasan
permukaan diduga berdasarkan kondisi aktual lengas tanah di daerah perakaran. Dengan
demikian hujan total (bukan hujan efektif) digunakan dalam perhitungan neraca air,
kemudian hujan efektif dihitung selama total periode pertumbuhan tanaman.

2.2.2. Input Crop Data. Data tanaman terdiri dari: nama tanaman; tahap pertumbuhan
tanaman (4); pada setiap tahap pertumbuhan: umur tanaman (hari), koefisien
tanaman (kc), dalam perakaran (m), depletion level (p), response hasil (Ky)

2.2.3. Tanggal tanam (planting date)

2.2.4. Perhitungan CWR dilakukan setiap dasarian (10 harian).

ETcrop = Kc x ETo

IRReq = ETcrop - Peff


Peff : Hujan efektif

Catatan: Perhitungan CWR untuk padi sawah berbeda dengan tanaman non-padi, karena
memerlukan air tambahan untuk pesemaian, penyiapan lahan (pelumpuran) dan laju
perkolasi. Pada CROPWAT versi ini sudah dilengkapi dengan perhitungan kebutuhan
air untuk padi sawah akan tetapi belum dengan penjadwalan.

2.3. Perhitungan Kebutuhan Air Untuk Padi (Rice Water Requirements)

Perhitungan kebutuhan air untuk padi sawah berbeda dengan tanaman non-padi. Air
irigasi diperlukan tidak hanya untuk evapotranspirasi tanaman tetapi juga untuk
perkolasi selama kondisi sawah tergenang. Selanjutnya sebelum tanam (tandur),
sejumlah air irigasi diperlukan untuk penyiapan lahan (pelumpuran) dan pesemaian.
Oleh karena itu input data dan perhitungan kebutuhan airnya berbeda dari tanaman non-
padi.

2.3.1.Input Rice Data:


Tahapan Pertumbuhan. Umumnya non-padi terdiri dari 4 tahapan, sedangkan padi
terdiri dari 6 tahapan:
• Tahap 1. Pesemaian: jumlah hari mulai dari penyiapan lahan sampai dengan tanam
• Tahap 2. Penyiapan lahan (pelumpuran): jumlah hari diperlukan untuk penyiapan
lahan dan penggenangan sebelum tanam
• Tahap 3 sampai 6 terdiri dari: Tahap Awal (A), Vegetatif (B), Pembungaan (C),
Pengisian biji dan pematangan (D).
• Koefisien Tanaman (Kc)
• Areal pesemaian: Luas untuk pesemaian hanya sebagain dari total areal (biasanya
10%), sehingga diperlukan sebagai input untuk reduksi CWR secara proporsional
• Jumlah air untuk penyiapan lahan (Land preparation depth): Sejumlah air
diperlukan untuk penyiapan lahan umumnya dibagi menjadi dua bagian. Pertama

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 20

untuk penjenuhan tanah (sekitar 100 - 150 mm) selanjutnya dilakukan pelumpuran
dan perataan tanah. Sebelum tanam air irigasi sebesar 100 mm diperlukan untuk
mendapatkan genangan macak-macak. Total keperluan air untuk pengolahan lahan
sekitar 200 - 250 mm. Jumlah ini diperlukan selama periode waktu pengolahan
lahan, sehingga semakin lama periode pengolahan lahan, maka semakin kecil air
irigasi harian yang diperlukan.
• Laju perkolasi: besarnya tergantung dari jenis tanah dan kedalaman air tanah.
Perkolasi akan berlangsung selama genangan dilakukan di petakan sawah. Proses
perkolasi diperlukan tanaman untuk menyediakan oksigen bagi pertumbuhan
tanaman. Normal laju perkolasi adalah sekitar 1 - 3 mm/hari, tetapi pada petakan
dengan tekstur tanah kasar dan topografi berlereng perkolasi dapat mencapai 10 - 20
mm/hari.

2.4. Perhitungan Keperluan Irigasi Padi

Perhitungan keperluan air irigasi untuk padi termasuk untuk evapotranspirasi, perkolasi,
penyiapan lahan dan pesemaian. Evapotranspirasi dan perkolasi akan terjadi selama
petakan sawah tergenang. Selama pesemaian ETc dan perkolasi terjadi hanya pada
sebagian luasan pesemaian. Selama penyiapan lahan luasan ini bertambah setiap hari
sampai seluruhnya ditanami. Faktor luasan (%) dalam hasil cetakan, menunjukkan rata-
rata luasan yang tercover selama periode 10-harian.

3. PENJADWALAN IRIGASI (Irrigation Scheduling)

Option ini hanya dapat dilakukan apabila sudah selesai perhitungan CWR. Program
penjadwalan irigasi memberikan kemungkinan untuk:
• Mengembangkan dan merancang penjadwalan irigasi yang sesuai dengan kondisi
operasional di lapangan
• Evaluasi lapangan dari program irigasi dalam hal efisiensi penggunaan air irigasi
dan hasil produksi
• Mensimulasikan program irigasi di lapangan pada kondisi kekurangan air, tadah
hujan, irigasi suplemen dan lain-lain

3.1.Input Data
Perhitungan penjadwalan irigasi didasarkan pada neraca air harian, aliran air yang
masuk dan keluar (evapotranspirasi, hujan, irigasi) di daerah perkaran tanaman. Untuk
itu diperlukan data evapotrasnpirasi tanaman, hujan, jenis tanaman dan tanah.

3.1.1. CWR dihitung seperti diterangkan di atas

3.1.2. Hujan. Tergantung pada keperluan, data hujan dapat digunakan rata-rata
bulanan, hujan bulanan dengan peluang terlewati 80% untuk menggambarkan
kondisi kering, atau peluang terlewati 20% (kondisi basah), atau data aktual
(data historis).

3.1.3. Data Tanaman: kedalaman perakaran, deplesi ijin (p) untuk menghitung RAM
(Readily Available Moisture) dan Faktor response hasil (Ky) untuk menduga
hasil.

3.1.4. Data Tanah (Soil Data)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 21

• TAM (Total Available Soil Moisture Content). Total lengas tanah tersedia adalah
perbedaan lengas tanah antara kapasitas lapang dan titik layu, dinyatakan dengan
satuan mm/m (mm air per meter kedalaman tanah). Nilai indikatif untuk berbagai
kelas tekstur tanah adalah sebagai berikut:

Coarse Sandy Loamy Clayey


(kasar) (berpasir) (berlempung) (berliat)
TAM (mm/m) 60 100 140 180

• Initial Soil Moisture Depletion (% TAM), menunjukan tingkat kekeringan tanah


pada awal tanam. Lengas tanah awal dinyatakan dengan persentase deplesi dari
kapasitas lapang. Nilai 0% menggambarkan pada kondisi kapasitas lapang, nilai
100% pada kondisi titik layu.
• Maximum Rooting Depth (Kedalaman akar maksimum). Kondisi genetik tanaman
menentukan kedalaman perakaran maksimum, dalam beberapa kasus sangat
ditentukan oleh kondisi profil tanah. Nilai default 900 cm, menunjukan bahwa tidak
ada pembatas kondisi tanah dalam menentukan kedalaman perakaran
• Maximum Rain Infiltration Rate (Laju infiltrasi maksimum, mm/hari). Diperlukan
untuk menduga aliran permukaan dalam perhitungan hujan efektif. Nilai default 30
mm/hari.

3.2.Irrigation Scheduling Options


Terdapat dua katagori yakni:
1. Timing Option : Berkaitan dengan KAPAN irigasi dilaksanakan
2. Application Option : Berkaitan dengan BERAPA BANYAK AIR diberikan setiap
kali irigasi

3.2.1. Timing Option:


EVAL.&SIMUL.:
• Option 1: Selang irigasi ditentukan oleh pengguna

OPTIMAL IRRIGATION:
• Option 2: Irigasi diberikan jika 100% RAM sudah dipakai oleh tanaman
• Option 3: Irigasi diberikan jika persentase tertentu dari RAM sudah dipakai oleh
tanaman (misal: 80% RAM untuk safety level atau 120% RAM untuk stress level)

PRACTICAL IRRIGATION:
• Option 4: Irigasi diberikan dengan selang interval (hari) tertentu pada setiap tahap
pertumbuhan
• Option 5: Irigasi diberikan apabila depletion level tertentu dicapai, jumlah
pemberian airnya konstan (tertentu).

DEFICIT IRRIGATION:
• Option 6. Irigasi diberikan apabila nilai kritis pengurangan evapotranspirasi telah
dicapai yang besarnya ditentukan oleh pengguna.

Defisit = 100 x (1 - ETa/ETmax)


ETa: Evapotranspirasi aktual
ETmax = ETcrop = Evapotranspirasi potensil

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 22

• Option 7. Irigasi diberikan apabila suatu tingkat kritis penurunan hasil telah dicapai

(1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETmax)

Ya: Hasil aktual; Ymax: Hasil maksimum, Ky: Faktor Response Hasil

RAINFED (Tadah Hujan):


• Option 8: Tadah Hujan. Tidak ada irigasi, hanya hujan bulanan yang diperhitungkan
dengan merubahnya menjadi 6 kali hujan harian dalam sebulan

3.2.2. Application Options

EVALUATION AND SIMULATION:


• Option 1: Jumlah air irigasi setiap aplikasi ditentukan oleh pengguna (lihat Option 1
pada Timing Option)

OPTIMAL IRRIGATION:
• Option 2: Jumlah air irigasi akan mengembalikan lengas tanah di daerah perakaran
kembali ke kapasitas lapang. Karena depletion level berubah pada setiap
pertumbuhan dengan bertambahnya kedalaman perakaran, maka jumlah air irigasi
setiap aplikasi akan berubah selama pertumbuhan tanaman.
• Option 3: Jumlah air irigasi setiap aplikasi akan mengembalikan lengas tanah
tertentu di atas atau di bawah kapasitas lapang. Hal ini berguna untuk tujuan
pencucian (leaching) kontrol salinitas (aplikasi lebih besar dari kapasitas lapang)
atau untuk mengakomodir hujan yang mungkin akan jatuh (aplikasi di bawah
kapasitas lapang)

PRACTICAL IRRIGATION:
• Jumlah air irigasi setiap aplikasi konstan ditentukan oleh pengguna (Fixed
Irrigation Depth) yang biasanya dikaitkan dengan metoda irigasinya. Sebagai nilai
indikatif yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: basin irrigation : 50 - 150
mm; furrow irrigation : 30 - 60 mm; border irrigation : 40 - 80 mm; sprinkler
irrigation: 30 - 80 mm; drip irrigation : 10 - 30 mm.

3.3.Field Irrigation Efficiency


Jumlah air irigasi setiap aplikasi adalah merupakan air irigasi neto, yakni air
irigasi yang berinfiltrasi mengisi lengas tanah di daerah perakaran. Ketidak-tepatan
dalam sistem irigasi khususnya dalam petakan lahan (ketidak-rataan dalam leveling)
akan menyebabkan kehilangan air irigasi. Oleh karena itu angka efisiensi irigasi perlu
diberikan. Nilai efisiensi 70% merupakan angka efisiensi yang cukup baik untuk sistem
irigasi permukaan.

3.4.Perhitungan Penjadwalan Irigasi (Irrigation Scheduling)


Perhitungan program penjadwalan didasarkan pada neraca lengas tanah di
daerah perakaran dimana status lengas tanah setiap hari dihitung berdasarkan air yang
masuk dan yang keluar di daerah perakaran tanaman.

SMi = SMi-1 + Ptot + Irrapl - ETa - RO - DP

karena, SMi = FC - SMDi ; dan SMi-1 = FC - SMDi-1, maka

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 23

SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl + RO + DP

SMi : lengas tanah di daerah perakaran pada hari ke i; FC: lengas tanah di daerah
perakaran pada kondisi kapasitas lapang; SMDi : deplesi lengas tanah pada hari ke i;
ETa : Evapotranspirasi tanaman aktual; Ptot : Hujan total; Irrapl : Jumlah air irigasi; RO :
run-off; DP : Deep Percolation

Rasio ETa/ETmax pada berbagai level deplesi dinyatakan seperti pada Gambar 1.
Secara grafik ilustrasi neraca lengas tanah di daerah perakaran selama masa
pertumbuhan digambarkan seperti pada Gambar 2. ETa akan sama dengan ETmax
selama lengas tanah di daerah perakaran belum mencapai nilai kritis yang ditentukan
oleh besarnya depletion level (p). Di atas itu, maka ETa/ETmax ditentukan secara linier
seperti pada Gambar 1,

Data hujan yang diberikan adalah hujan bulanan, program CROPWAT


mengkonversikannya ke hujan 10 harian. Untuk perhitungan neraca lengas tanah harian,
maka data hujan bulanan dikonversikan ke hujan harian, 2 hari yakni hari ke 3 dan ke 7
setiap dekade (10 harian). Untuk setiap hujan yang jatuh, maka bagian hujan yang
hilang menjadi RO ditentukan berdasarkan laju maksimum infiltrasi tanah dan Deep
Percolation ditentukan berdasarkan deplesi lengas tanah di daerah perakaran.

Nilai TAM (Total Available Moisture) dan juga RAM (Ready Available Moisture)
ditentukan oleh kedalaman perakaran, level deplesi yang diijinkan yang dihitung dengan
basis harian. Selanjutnya dengan menjumlahkan nilai harian, jumlah evapotranspirasi
aktual dan potensial dicatat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan total periode
pertumbuhan. Waktu kapan irigasi dan jumlahnya dihitung sesuai dengan angka yang
diberikan oleh pengguna. Sebagai output akhir dinyatakan berapa kali irigasi dilakukan,
selang waktunya, kehilangan air dan perkiraan pengurangan produksi karena adanya
stress kekurangan air. Gross irrigation application depth dihitung berdasarkan nilai
efisiensi irigasi yang diberikan dan dikonversikan ke pasok air kontinyu Liter/detik/ha
selama periode irigasi (1 liter/detik/ha = 8.64 mm/hari).

3.5.Output Jadwal Irigasi


Hasil perhitungan jadwal irigasi disajikan pada layar dan dapat dicetak ke printer atau
ke disk file. Outputnya berupa informasi mengenai irrigation calendar, total air yang
digunakan dan dugaan produksi, serta evaluasi terhadap efisiensi penjadwalan
(scheduling efficiency).

3.5.1. Irrigation Calendar


Informasi mencakup: jenis tanaman, tanggal tanam, data tanah, kriteria timing dan
aplikasi yang digunakan.
Untuk setiap kali irigasi:
• nomor urut irigasi,
• selang waktu irigasi,
• tanggal irigasi,
• tahap pertumbuhan tanaman (4 tahapan: A: initial phase; B: development stage; C:
mid-season; D: late season),
• Depletion level sebagai persentase dari TAM,

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 24

• ET aktual (TX) pada sehari sebelum irigasi, dinyatakan sebagai persentase dari ET
tanaman potensial,
• Rerata ETa (aktual) selama interval irigasi dinyatakan sebagai persentase dari
ETcrop potensial.
• Defisit, menunjukan tingkat deplesi lengas tanah sesudah irigasi: nilai nol berarti
pengisian sampai kapasitas lapang; nilai positif menggambarkan kondisi under-
irrigation sama dengan jumlah air yang diperlukan untuk mengisi daerah perakaran
sampai ke kapasitas lapang
• Loss menggambarkan kehilangan air irigasi dalam bentuk perkolasi atau hujan yang
jatuh mengisi lengas tanah di daerah perakaran melewati kapasitas lapang
• Net dan Gross Irrigation depth, seperti didefinisikan dalam Application Option
• Gross depth dikonversikan ke debit kontinyu, menggambarkan debit kontinyu untuk
memenuhi keperluan irigasi selama periode interval irigasi.

3.5.2. Total Water Use and Yield Reduction

Hasil cetakan seperti terlihat di bawah ini:


Efisiensi pasok irigasi dapat dievaluasi dari:
• Total net and gross irrigation supply
• Total net irrigation losses adalah jumlah dari aplikasi irigasi yang berlebih, tidak
termasuk efisiensi irigasi yang didefinisikan sebagai input.
• Soil moisture deficit at harvest, menggambarkan deplesi lengas tanah pada akhir
musim, suatu alat uji apakah irigasi terakhir sebenarnya diperlukan atau dapat
ditekan (dikurangi)?
• Potential water use by Crop adalah sama dengan total crop water requirement
dikurangi dengan hujan efektif
• Efficiency Irrigation Schedule adalah rasio water use crop dengan net supply (Total
net irrigation - Total Irr.losses) : Total net Irr. Deficiency Irr. Schedule adalah
pengukur stress air dihitung sebagai: (1 - Actual water use by crop/Potential water
use by crop)

Gambar 1. Konsep Evapotranspirasi Aktual

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 25

Prediksi pengurangan hasil karena stress kekurangan air dinyatakan per musim dan
setiap tahap pertumbuhan.
• Reduction in ETC = (1 - ETA/ETM), dinyatakan dalam persen dan dihitung setiap
tahap pertumbuhan
• Reduction in Yield dinyatakan dengan 2 cara:
• Setiap tahapan pertumbuhan berdasarkan:
(1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETm)
• Cumulative yield reduction:
(1 - Ya/Ym)i = 1 - (Ya/Ym)1 x (Ya/Ym)2 x (Ya/Ym)3 x ......... (Ya/Ym)i

Gambar 2. Neraca Lengas tanah di daerah perakaran selama


masa pertumbuhan tanaman

Efisiensi Hujan dapat dievaluasi dari informasi:


• Total hujan
• Total Rain loss dihitung dari hujan yang melebihi pengisian tanah sampai ke
kapasitas lapang (deep pecolation) dan hujan yang melebihi maksimum laju
infiltrasi harian (runoff losses)
• Effective Rain = Total Rain - Losses
• Efficiency Rain = Effective Rain/Total Rain

3.5.3. Evaluasi Skhedul Irigasi


Efektivitas Penjadwalan Irrigasi dapat dievaluasi dari:
1. Efisiensi pasok air irigasi
2. Pengurangan hasil karena stress air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 26

Gambar 3. Contoh Tampilan Hasil Analisis

4. SCHEME WATER SUPPLY

Tujuan program ini untuk menentukan pasok air irigasi bulanan pada suatu jaringan
irigasi, pada areal yang berbeda dan untuk tanggal tanam berbeda, berbagai tanaman.

4.1. Data Input


4.1.1. Crop Irrigation Requirements
Dalam sesi program terdahulu CWR telah dihitung dan jika akan digunakan dalam
pasok air jaringan irigasi, maka telah disimpan (saved) pada file *.FIELDS, dengan
acuan yang jelas pada tanaman, iklim dan tanggal tanam. Contoh : Kr-kd042 artinya
Karawang, tanaman kedele, awal tanam bulan April, dekade ke 2.

4.1.2. Cropped Area


Luasan areal yang ditanami masing-masing tanaman diberikan dalam nilai persentase
dari luas total jaringan irigasi. Suatu overview cropping pattern dengan luas tanam dan
jenis tanam dan tanggal tanam yang berbeda ditayangkan di layar. Harus diperhatikan
bahwa pada setiap saat jumlah luas tanam dari berbagai tanaman tidak melebihi total
luas areal jaringan irigasi

4.2. Perhitungan
CIR 10 harian yang diambil dari field file yang berbeda, dikonversikan ke nilai bulanan.
Perkalian masing-masing CIR dengan persentase luas menghasilkan Relative Irrigation
Requirement dinyatakan dalam mm/hari. Penjumlahan nilai ini untuk semua tanaman
menghasilkan Scheme Water Requirement dan Scheme Water Supply yang dapat
dikonversikan ke l/det/ha dan l/det.

Dengan mempertimbangkan efisiensi irigasi dan kriteria rotasi, maka Gross Water
Supply Requirement dihitung dengan:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 27

A crop
∑ (ETcrop − Peff ) ×
1 1
Q gross = × × A scheme × 0.116 ×
ep ti A scheme
Qgross : Gross Scheme Water Supply (lt/det); ep : Efisiensi irigasi jaringan (scheme
irrigation efficiency) (≤ 1); ti : Operational time factor (≤ 1); Acrop : Luas areal masing-
masing tanaman (ha); Ascheme : Luas total jaringan irigasi (ha); ETcrop-Peff = Keperluan air
irigasi tanaman neto (mm/hari)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 28

4. Response Hasil Tanaman Terhadap Air

Response Hasil Tanaman Terhadap Air


Sumber: Doorenbos,J.; A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water, FAO, Rome.
Disadur untuk kepentingan pendidikan di lingkungan IPB oleh Dedi Kusnadi Kalsim

1. Response Hasil Tanaman Terhadap Air

Hubungan antara tanaman, iklim, air dan tanah adalah sangat kompleks dan umumnya
berkaitan dengan proses biologi, fisiologi tanaman, fisika dan kimia. Untuk aplikasi
dalam perencanaan dan operasional irigasi diperlukan suatu analisis pengaruh pasok air
terhadap hasil tanaman. Hubungan tersebut dapat ditentukan apabila keperluan air
tanaman dan defisit air di satu pihak dan hasil maksimum serta hasil aktual di lain pihak
dapat dikuantifikasikan.

Defisit air untuk tanaman dan stress yang diakibatkannya berpengaruh terhadap
evapotranspirasi tanaman dan hasil. Apabila keperluan air tanaman dipenuhi oleh lengas
tanah maka ETa = ETm, dimana ETa : evapotranspirasi aktual; ETm : evapotranspirasi
maksimum. Apabila lengas tanah tidak mencukupi maka ETa < ETm, selanjutnya Ya <
Ym. Secara empirik hubungan tersebut dapat dituliskan:
 Ya   ETa 
 1−  = Ky ×  1 − 
 Ym   ETm 

Ky : faktor respon hasil (yield response factor); 1 - Ya/Ym = (Ym - Ya)/Ym adalah
nisbah pengurangan produksi; 1 - ETa/ETm = (ETm - ETa)/ETm adalah nisbah
pengurangan evapotranspirasi.
Nisbah pengurangan produksi
Ky =
Nisbah pengurangan evapotranspirasi

Karena yang mempengaruhi produksi (hasil) banyak faktor selain air, seperti varietas,
pemupukan, salinitas tanah, hama dan penyakit serta kultur teknis, maka hubungan
produksi dalam hal ini mengacu pada varietas unggul, beradaptasi baik terhadap
lingkungan, tumbuh di lahan yang luas dimana praktek kultur teknis sudah optimum
kecuali ketersediaan air.

2. Maksimum Evapotranspirasi (ETm)

ETm = kc × ETo

(1) Perhitungan ETo: evapotranspirasi rumput-rumputan, tinggi 8 - 15 cm menutupi


tanah dengan sempurna, tidak kekurangan air. Beberapa metoda dapat
digunakan:(a) Penman, (b) Radiasi, (c) Panci evaporasi, (d) Blaney Criddle
(2) Koefisien tanaman kc (tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan)

Informasi yang diperlukan:


• tanggal tanam
• total waktu pertumbuhan pada:
(a) tahap awal (initial stage): dari perkecambahan sampai 10% penutupan tanah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 29

(b) tahap perkembangan (development stage) : yakni dari penutupan lahan 10% sampai
80%
(c) mid season stage: dari penutupan lahan 80% sampai pembungaan
(d) late season stage: awal pembuahan sampai panen

3. Evapotranspirasi Aktual (ETa)

ETa = ETm jika lengas tanah cukup tersedia, ETa < ETm jika lengas tanah tidak
mencukupi. Total lengas tanah tersedia (Sa) didefinisikan sebagai kolom air per meter
kedalaman tanah (mm/m) dimana lengas tanah pada selang antara kapasitas lapang dan
titik layu (Swp). Secara umum untuk tekstur tanah halus, medium dan kasar nilai Sa
(mm/m) berturut-turut 200, 140, 80.

Apabila lengas tanah mencapai kapasitas lapang maka ETa = ETm, jika lengas tanah
berkurang maka sampai pada kondisi tertentu, maka ETa < ETm. Bagian dari total
lengas tanah yang tersedia yang dipakai oleh tanaman (dideplesikan) sampai pada suatu
kondisi tertentu dimana ETa < ETm didefinisikan sebagai fraksi (p) dari total lengas
tanah tersedia (Sa). Nilai fraksi p (faktor deplesi) ini tergantung pada jenis tanaman dan
besarnya ETm (Lihat Tabel). Nilai p x Sa x D disebut sebagai RAM (Ready Available
Moisture) atau Lengas Tanah Segera Tersedia. Sedangkan nilai Sa x D adalah Total
Lengas Tanah Tersedia (TAM, Total Available Moisture)

3.1. Lengas Tanah Cukup ETa = ETm


Prosedur perhitungan:
a. Total lengas tanah tersedia (TAM) = D x Sa; D: kedalaman perakaran (m)
b. RAM = p x D x Sa, dimana ETa = ETm
c. Selang irigasi dimana ETa = ETm adalah p.Sa.D/ETm

Contoh: tanaman jagung, bulan Juli ETm = 10,1 mm/hari, tekstur tanah medium Sa =
140 mm/m, Kedalaman perakaran D = 1,2 m.
Perhitungan:
p (Tabel 1, 2) 0,40
Sa.D 140 x 1,2 170 mm
RAM p.Sa.D 68 mm
Selang Irigasi p.Sa.D/ETm 7 hari

Tabel 1. Grup Tanaman berdasarkan deplesi lengas tanah

Grup Tanaman
1 Bawang, lada, kentang
2 Pisang, kubis, anggur, pea, tomat
3 Alfalfa, kacang (bean), jeruk, kacang tanah, nenas, bunga matahari, semangka,
gandum
4 Kapas, jagung, olive, safflower, sorghum (cantel), kedelai, gula bit, tebu, tembakau

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 30

Tabel 2. Fraksi deplesi lengas tanah (p) untuk Grup Tanaman dan
Maksimum Evaptranspirasi (ETm)

Grup ETm (mm/hari)


Tanam
2 3 4 5 6 7 8 9 10
an
1 0.50 0.425 0.35 0.30 0.25 0.225 0.20 0.20 0.175
2 0.675 0.575 0.475 0.40 0.35 0.325 0.275 0.25 0.225
3 0.80 0.70 0.60 0.50 0.45 0.425 0.375 0.35 0.30
4 0.875 0.80 0.70 0.60 0.55 0.50 0.45 0.425 0.40

3.2. Lengas Tanah Terbatas, ETa < ETm

Apabila bagian dari lengas tanah yang dideplesikan lebih besar dari p, maka ETa <
ETm. Besarnya ETa tergantung pada sisa lengas tanah yang ada (1-p) Sa. D dan nilai
ETm.

dSt.D
ETa = ETm = −  / 1 / dimana St.D ≥ (1-p) Sa.D
dt

St.D dSt.D
ETa = × ETm = −  / 2 / dimana St.D < (1-p) Sa.D
(1 − p ) Sa.D dt

Sa.D : total lengas tanah tersedia di daerah perakaran; St.D : lengas tanah yang ada di
daerah perakaran pada waktu t; p : fraksi dari total lengas tanah tersedia dimana ETa =
ETm.

Dengan integrasi dan substitusi kedua persamaan tersebut di atas, maka didapat:

Sa.D  
ETm.t p
− +
(1− p ) Sa . D 1− p
ETa =  1 − (1 − p)e  / 3/
t  

untuk t ≥ t', dimana t' adalah waktu (hari) selama ETa = ETm atau t' = p. Sa.D/ETm
(Lihat Tabel 3).

3.2.1. ETa Sepanjang Interval Irigasi

Contoh :

Tanaman jagung, Juli, ETm = 10.1 mm/hari, tekstur tanah medium Sa = 140 mm/hari,
Kedalaman perakaran D pada bulan Juli = 1.2 m

Perhitungan :

Total lengas tanah tersedia D. Sa 170 mm


Fraksi p Tabel 20 0.40
ETa dengan interpolasi dari Tabel 21???:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 31

Interval Irigasi (hari) 8 10 12 16 20 24 30


Rerata ETa (mm/hari) 9.8 9.4 9.0 8.0 7.1 6.2 5.3

3.2.2. ETa Selama Periode Bulanan

Untuk tujuan reconnaissance dan perencanaan awal suatu dugaan Aktual


Evapotranspirasi Bulanan untuk suatu jenis tanaman dapat dihitung dengan
menggunakan Available Soil Water Index (ASI). ASI mencirikan bagian dari bulanan
dimana lengas tanah cukup memenuhi keperluan air tanaman (ETa = ETm). Suatu
kombinasi dari nilai ASI, ETm dan lengas tanah yang tertinggal (1-p)Sa.D, memberikan
pendugaan rata-rata ETa bulanan.

In + Pe + Wb − [ (1− p ) Sa.D ]
ASI =
ETmbulanan

dimana: In: aplikasi irigasi bulanan netto (mm/bulan); Pe: hujan efektif (mm/bulan);
Wb: kedalamn lengas tanah aktual pada awal bulan (mm/kedalaman perakaran); (1-
p)Sa.D: kedalaman lengas tanah yang tertinggal apabila ETa<ETm (mm/kedalaman
perakaran); ETm: maksimum evapotranspirasi (mm/bulan).

Jika ASI ≥ 1, maka ETa = ETm, Jika ASI < 0 maka ETa/ETm begitu kecil sehingga
sulit tumbuh kecuali jika ETm rendah dan lengas tanah yang tertinggal tinggi.

Contoh:
Jagung; bulan Juli; ETm = 10.1 mm/hari;
Tektur tanah medium dengan Sa = 140 mm/m; dalam akar D = 1.2 m
Net Irrigation Application (In) = 145 mm/bulan
Hujan efektif (Re) = 20 mm/bulan
Lengas tanah aktual pada awal bulan (Wb) = 40 mm
In + Pe + Wb = 205 mm/bulan
Perhitungan:
Fraksi p (Tabel 1, 2) = 0.40
Lengas tanah dimana ETa<ETm (1-p)Sa.D = 100 mm
ASI (205-100(/(31 x 10.0) = 0.33
Eta (Tabel 4) = 6.2 mm/hari

4. Hasil Aktual (Ya)

Apabila pasok air tidak dapat memenuhi keperluan tanaman, maka evapotranspirasi
aktual (ETa) akan lebih kecil daripada ETm. Pada kondisi ini akan terjadi stress air
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan ahirnya juga mempengaruhi hasil
tanaman. Pengaruh stress air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tergantung pada
spesies dan varietas tanaman di satu pihak dan besarnya serta waktu terjadinya defisit
air tersebut di pihak lainnya. Setiap tanaman mempunyai karakteristik respons yang
berbeda terhadap defisit air. Pada kondisi ETa = ETm, jumlah total bahan kering dan
hasil yang diproduksi per unit air yang dikonsumsi (kg/m3) juga berbeda untuk setiap
jenis tanaman. Hal ini dapat dinyatakan dengan Efisiensi Pemanfaatan Air Tanaman
(Water Use Eficiency), yang dapat dinyatakan dengan total bahan kering tanaman per
m3 air (Em) dan total hasil panen per m3 air (Ey).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 32

Tabel 4. Rerata ET aktual bulanan (mm/hari) untuk berbagai nilai ASI, Lengas tanah tertinggal
dan Evapotranspirasi Maksimum

(1-p)
ASI = 0.83 ASI = 0.67 ASI = 0.50
Sa.D
mm/dal ETm, mm/hari ETm, mm/hari ETm, mm/hari
am akar 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10
25 1.9 3.8 5.6 7.3 9.1 1.8 3.3 4.8 6.1 7.5 1.6 2.8 3.8 4.8 5.8
50 2.0 3.9 5.7 7.6 9.4 1.9 3.6 5.2 6.7 8.1 1.7 3.2 4.4 5.5 6.5
100 2.0 3.9 5.9 7.8 9.6 1.9 3.8 5.5 7.2 8.8 1.9 3.5 5.0 6.3 7.6
150 2.0 4.0 5.9 7.8 9.7 2.0 3.8 5.7 7.4 9.1 1.9 3.7 5.3 6.7 8.1
200 2.0 4.0 5.9 7.9 9.8 2.0 3.9 5.7 7.5 9.3 1.9 3.7 5.4 7.0 8.5

(1-p)
ASI = 0.33 ASI = 0.17 ASI = 0
Sa.D
mm/dal ETm, mm/hari ETm, mm/hari ETm, mm/hari
am akar 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10
25 1.3 2.1 2.8 3.5 4.2 1.1 1.5 1.8 2.2 2.5 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
50 1.6 2.7 3.5 4.3 5.0 1.4 2.1 2.8 3.0 3.3 1.2 1.5 1.6 1.7 1.7
100 1.8 3.2 4.3 5.3 6.2 1.7 2.8 3.6 4.2 4.7 1.5 2.3 2.8 3.0 3.2
150 1.8 3.4 4.7 5.9 7.0 1.7 3.1 4.2 5.0 5.7 1.7 2.7 3.5 4.0 4.3
200 1.9 3.5 5.0 6.3 7.5 1.8 3.3 4.5 5.5 6.4 1.7 3.0 4.0 4.7 5.1

Sebagai contoh Em kacang tanah = 1.6 ; Em jagung = 2.5. Indeks panen (cH) kacang
tanah (polong) = 0.35, cH jagung = 0.40. Dengan mempertimbangkan kadar air hasil
panen, maka Ey kacang tanah (polong, k.a. 15%) = 0.65; Ey jagung (biji,k.a. 10-13%) =
1.15.

Apabila defisit air terjadi pada tahapan periode pertumbuhan tertentu, maka respons
tanaman juga akan berbeda tergantung pada kepekaan (sensitivity) tanaman pada
tahapan pertumbuhan tersebut. Secara umum tanaman lebih peka terhadap defisit air
pada perioda perkecambahan, pembungaan dan awal pembentukan hasil (yield
formation) daripada awal vegetatif dan pematangan (Lihat Tabel 23).

Respons tanaman terhadap defisit air untuk suatu jenis tanaman juga akan berbeda
untuk setiap varietas dari jenis tanaman tersebut. Umumnya HYV (varietas unggul)
peka terhadap air, pupuk dan input agronomi lainnya. LYV (Low Yielding Variety)
kurang peka terhadap defisit air sehingga umumnya lebih cocok untuk daerah tadah
hujan. Sebagai contoh jagung varietas lokal mempunyai tingkat produktivitas 2 - 3
ton/ha di daerah tadah hujan dan 4- 5 ton/ha di daerah beririgasi, akan tetapi untuk
varietas unggul dapat mencapai 8-10 ton/ha di daerah beririgasi, kemungkinan hanya 1
ton/ha di daerah tadah hujan. Oleh karena itu suatu program peningkatan produksi
dengan cara perbaikan sistem irigasi harus diikuti dengan penggunaan varietas unggul.
Respons tanaman terhadap air tidak dapat diperlakukan secara terpisah dari faktor
agronomis lainnya yakni pemupukan, kerapatan tanaman dan perlindungan tanaman,
sebab faktor-faktor tersebut juga menentukan hasil aktual (Ya) dan juga hasil
maksimum (Ym) yang dapat dicapai.

5. Faktor Respons Hasil (ky)

Defisit sejumlah air tertentu dapat terjadi secara kontinyu sepanjang perioda tumbuh
atau hanya terjadi pada tahapan pertumbuhan tertentu saja (misalnya perkecambahan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 33

(0), vegetatif (1), pembungaan (2), pembentukan hasil (3) atau pematangan (4). Pada
Tabel 24 tercantum nilai ky berbagai jenis tanaman untuk defisit air yang terjadi selama
periode tumbuh dan yang terjadi secara individu pada setiap tahap pertumbuhan
tanaman.

Nilai ky untuk sebagian besar tanaman diturunkan berdasarkan asumsi hubungan linier
antara hasil relatif (Ya/Ym) dengan evapotranspirasi relatif (ETa/ETm) dan hanya
berlaku untuk tingkat defisit air sekitar 50% (atau 1-ETa/ETm = 0.5). Nilai ky ini
disusun dari data hasil percobaan lapangan untuk varietas unggul, pada kondisi
lingkungan dan tingkat manajemen optimum.
Aplikasi faktor respons hasil (ky) dalam perencanaan, design dan operasional proyek
irigasi memungkinkan untuk mengkuantifikasikan pasok dan pemanfaatan air dalam
bentuk hasil tanaman dan total produksi dari areal proyek. Pada kondisi air terbatas
menyebar secara seragam selama perioda tumbuh pada berbagai tanaman dengan nilai
ky yang berbeda, maka tanaman dengan nilai ky yang lebih besar akan menderita
pengurangan hasil yang lebih besar daripada tanaman dengan ky rendah.

Contoh : Jagung dengan periode tumbuh 1 Mei s/d 31 Agustus (123 hari) :

Mei Juni Juli Agustus Total


Periode tumbuh Awal (25) Veget. (30) Bunga (30) Biji (38) (123)
(hari)
ET m (mm) 90 192 285 273 840
Mm/hari 3.6 6.4 9.5 7.2
(1) Pasok air 10% (85 mm) lebih kecil dari total yang dibutuhkan (840 mm)
1-Eta/ETm 1-755/840=0.1
1-Ya/Ym 1.25x0.1 = 0.125; Ya/Ym = 87.5%
(2) Pasok air pada bulan Juli 30% (85 mm) lebih kecil dari yang diperlukan pada bulan tsb
(pembungaan 285 mm)
1-Eta/ETm 1-200/285 0.3
=
1-Ya/Ym 1.5x0.3 0.45 Ya/Ym
=55%

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 34

Tabel 3. Rerata evapotranspirasi aktual (ETa) dalam (mm/hari) sepanjang Interval


Irigasi untuk Hasil yang berbeda dari ETm (mm/hari), D.Sa (mm) dan p (fraksi)

ETm = 2.0 mm/hari


D.Sa p 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 35 40
25 0.2 2.0 2.0 1.8 1.7 1.6 104 1.3 1.2 1.2 1.1 1.0 0.9 0.9 0.8 0.8 0.7 0.6
0.4 2.0 2.0 2.0 1.9 1.7 1.6 1.5 1.4 1.2 1.2 1.1 1.0 0.9 0.9 0.8 0.7 0.6
0.6 2.0 2.0 2.0 1.9 1.7 1.6 1.5 1.3 1.2 1.1 1.0 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6
0.8 2.0 2.0 2.0 1.9 1.7 1.5 1.4 1.3 1.1 1.0 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6
50 0.2 2.0 2.0 2.0 2.0 1.9 1.8 1.8
0.4 2.0 2.0 2.0 2.0 1.9
0.6 2.0 2.0 2.0
0.8 2.0
100 0.2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
0.4 2.0
0.6 2.0
0.8 2.0
150 0.2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
0.4 2.0
0.6 2.0
0.8 2.0
200 0.2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
0.4 2.0
0.6 2.0
0.8 2.0
300 0.2 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0
0.4 2.0
0.6 2.0
0.8 2.0

Beberapa data nilai ky berdasarkan hasil percobaan lapangan (Agricultural Water


Management, 47(2001) 1-8:

Nomor Tanaman Nilai


ky
1 Gandum (wheat) 0.57
2 Jagung (maize) 1.11
3 Bunga matahari (sunflower) 1.31
4 Sugarbeet 1.48
5 Kentang (potato) 1.54
6 Kedele (soybean) 2.08
7 Broadbean 2.29
8 Tomat (tomato) 2.47

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 35

Penutup

Pertanyaan:

(1) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 30%, debu (silt) 40%, pasir
(sand) 30%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?

(2) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 20%, debu (silt) 40%, pasir
(sand) 40%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?

(3) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 20%, debu (silt) 60%, pasir
(sand) 20%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?

(4) Hasil analisis fraksi tanah sebagai berikut: liat (clay) 15%, debu (silt) 10%, pasir
(sand) 75%. Berdasarkan segi-tiga kelas tekstur, termasuk tekstur apa?

(5) Hasil analisis fisika tanah: Kapasitas lapang (pF 2) = 40% volume, Titik Layu (pF
4,2) = 25%, kedalaman perakaran tanaman = 40 cm. Berapa besarnya Total lengas
tanah tersedia?

(6) Pada soal no 5, Jika tanamannya bawang dan ETm = 5 mm/hari. Berapa besarnya
RAM?

(7) Data karakteristik tanah adalah sebagai berikut: Kapasitas lapang = 60% (volume);
Titik layu = 30% (volume). Kalau jenis tanaman yang akan ditanam mempunyai
nilai faktor deplesi (p) = 0,25, dengan kedalaman perakaran = 50 cm. Asumsikan
hujan efektif sama dengan nol. Ditanyakan: (a). Berapa besarnya TRAM (Total
Ready Available Moisture)? (b) Apabila evapotranspirasi tanaman maksimum = 5
mm/hari. Berapa hari interval (selang) irigasi yang sdr rancang?

(8) Pada perencanaan irigasi di Gorontalo dikethui data lapangan sebagai berikut:
Tekstur tanah: Lempung berpasir. Jenis tanaman yang akan ditanam: jagung.
Asumsikan hujan efektif sama dengan nol. Ditanyakan: (a). Berapa besarnya TRAM
(Total Ready Available Moisture)? (b) Apabila evapotranspirasi tanaman
maksimum = 6 mm/hari. Berapa hari interval (selang) irigasi yang sdr rancang?

(9) Data pengukuran infiltrasi dengan ring infilrometer seperti pada Tabel di bawah ini.
Hitung persamaan laju infiltrasi (cm/jam) dengan Kostiakov? Petunjuk: (a) Gunakan
Excell untuk menduga persamaan Kumulatif Infiltrasi, (b) Gunakan plotting pada
kertas grsfik logaritma ganda untuk menduga persamaan Kumulatif Infiltrasi.

Waktu Kumulatif Infiltrasi


(menit) (cm)
0.50 0.00
1.50 0.50
2.00 1.00
3.00 1.30
5.00 1.50
10.00 2.00
15.00 3.00

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 36

20.00 4.00

(10)Dalam penggunaan CROPWAT untuk menghitung ETo dengan metoda Penman-


Monteith, data iklim apa saja yang diperlukan?

(11) Bagaimana koreksi data lama penyinaran BMG (jam/hari) dari 8 jam pencatatan ke
data lama penyinaran (jam/hari) penuh dalam 12 jam yang akan digunakan pada
CROPWAT

(12) Bagimana koreksi nilai Angstrom sesuai dengan kondisi Indonesia?

(13)Apa kemampuan dan kelemahan CROPWAT

(14)Siapa dan tahun berapa yang pertama mengembangkan software CROPWAT

(15) Gambarkan grafik neraca lengas tanah di daerah perakaran tanaman di lahan
beririgasi

(16) Bagaimana konsep ET aktual dalam CROPWAT

(17) Bagaimana prediksi penurunan hasil jika ETa < ETc.

(18) Apa yang dimaksud dengan koefisien hasil ky?

(19) Perhitungan
penjadwalan irigasi dalam CROPWAT dilakukan dengan perhitungan
Neraca Lengas Tanah harian di daerah perakaran. Tuliskan dan terangkan
persamaan nya? Gambarkan skhema nya? (Jawab: SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl
+ RO + DP; Lihat Gambar 2 pada Manual Cropwat)

(20)Dalam CROPWAT, Data apa saja yang dimasukan dalam : (a) karakteristik
Tanaman (CROPS); (b) karakteristik tanah (SOILS)

(21)Hasil Analisis dengan menggunakan CROPWAT untuk stasiun iklim Karawang


pada tahun kering adalah seperti tabel berikut:

Month ETo (mm/day) Rainfall Eff. Rain


(mm/month) (mm/month)
January 3.0 279.0 152.9
February 3.4 295.0 154.5
March 3.8 114.0 93.2
April 3.9 57.0 51.8
May 4.0 11.0 10.8
June 3.8 0.0 0.0
July 4.0 1.0 1.0
August 4.4 0.0 0.0
September 4.5 0.0 0.0
October 4.4 2.0 2.0
November 3.8 89.0 76.3
December 3.5 158.0 118.1
YEAR Total 1418.0 1006.0 660.6

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 37

Effective Rainfall with USBR method

Jika kita menanam kedelai pada tanggal 21 Mei di daerah ini, maka Keperluan air
irigasi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Isilah tabel tersebut sehingga lengkap?

Crop Evapotranspiration and Irrigation Requirements


Climate File : krw-dry Climate Station: Karawang
Crop : SOYBEAN Planting date : 21 May
Month Dec Stage Coeff ETcrop ETcrop Eff.Rain IRReq. IRReq.
Kc (mm/day) (mm/dec) (mm/day) (mm/day) (l/sec/ha)
May 3 init 0.40
Jun 1 init 0.40
Jun 2 in/de 0.53
Jun 3 deve 0.79
Jul 1 de/mi 1.02
Jul 2 mid 1.10
Jul 3 mid 1.10
Aug 1 mi/lt 1.05
Aug 2 late 0.85
Aug 3 late 0.58
TOTAL

(22) Dalam CROPWAT pendugaan penurunan produksi tanaman karena adanya stress
kekurangan air dihitung dengan factor respons hasil ky. Bagaimana cara
menghitungnya?

Kunci Jawaban:

(1) USDA Clay loam atau lempung berliat


(2) USDA Loam atau lempung
(3) USDA Silt Loam atau pasir berdebu
(4) USDA Loamy sand atau pasir berlempung
(5) TAM = 6 cm
(6) Tabel 2: kelompok tanaman 1. Tabel 3: p = 0,30; RAM = 1,8 cm
(7) (a) TRAM = 3,75 cm; (b) Interval irigasi = 7 hari
(8) Tabel 4: (a) TAM = 7 cm/m; Tabel 5: kedalaman akar 120 cm; TAM = 8,4 cm;
Tabel 2: Jagung termasuk kelompok tanaman 4. Tabel 3: faktor deplesi p = 0,55.
TRAM = 4.62 cm. (b) Interval irigasi = 7 hari
(9) (a) Dengan Excell: k = 7.92, n = 0.58 ; F (mm), t (menit); (b) Dengan garfik
logaritma ganda: k = 8,0; n = 0.57; F (mm), t (menit)
(10) (a) Letak lintang geografi, (b) Elevasi lahan (m dpl), (c) Suhu udara rerata harian
(0C), (d) Kelembaban nisbi udara (%), (e) Lama penyinaran harian (jam/hari), (f)
Kecepatan angin (km/jam)
(11) S = 0.60 Z + 0.12; S: rasio dengan penyinaran 1 hari penuh, Z: rasio dengan
penyinaran 8 jam per hari
(12) Nilai koefisien Angstrom yang digunakan dalam program ini a = 0.25, b = 0.50,
harus dirubah untuk kondisi Indonesia menjadi a = 0.29, b = 0.59.
(13)Kemampuan: (a) menghitung ETo, (b) menghitung keperluan air tanaman, (c)
menghitung hujan efektif, (d) menghitung keperluan air irigasi, (e) Penjadwalan
irigasi. Kelemahan: Input data hujan bulanan dikonversikan ke harian dengan cara
seperti yang tertulis pada Manual Cropwat.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 3. Prediksi Pengurangan Produksi akibat Kekurangan Air - dkk 38

(14) Cropwat ver 5.7 dikembangkan oleh Martin Smith tahun 1991. Versi terbaru adalah
Cropwat –window ver 4.2, dikembangkan oleh Martin Smith (FAO), Derek Clarke
(Univ. Of Southampton), Khaled El-Ashari (NWRC, Cairo, Egypt).
(15)Lihat Gambar 2 pada Manual Cropwat)
(16)Lihat Gambar 1 pada Manual Cropwat)
(17) (1 - Ya/Ymax) = Ky x (1 - ETa/ETm) dimana Etm = ETc
(18)Lihat Bahan Ajar
(19) SMDi = SMDi-1 + ETa - Ptot - Irrapl + RO + DP; Lihat Gambar 2 pada Manual
Cropwat
(20)(a) CROPS: jenis tanaman, tahap pertumbuhan dan umur tanaman, kedalaman akar,
nilai kc setiap tahap pertumbuhan, nilai ky. (b) SOILS: tekstur tanah, lengas tanah
pada pF 2 (kapasitas lapang), lengas tanah pada pF 4.2 (titik layu), kedalaman
lapisan kedap
(21)Isi kolom yang kosong dalam daftar tesebut
(22)Pelajari dengan seksama Manual Cropwat

Daftar Pustaka

1. Doorenbos, J. and W.O. Pruitt. 1984. Crop Water Requirements. FAO. Irrigation
and Drainage Paper no.24, Rome.
2. Doorenbos J.; A.H. Kassam. 1974. Yield Response to Water. FAO, Rome.
3. Dastane, N.G., 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. FAO, Irrigation and
Drainage Paper No 25. Rome
4. Smith, M. 1991. CROPWAT: Manual and Guidelines. FAO, Rome.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 1

Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami tentang: (a) konsep efisiensi


irigasi; (b) cara perhitungan dan beberapa data efisiensi irigasi , (b) pengukuran debit,
(c) usaha peningkatan efisiensi irigasi

Bahan Ajar

1. Efisiensi Irigasi

Secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat kurang diketahui dan
merupakan parameter yang sukar diukur. Akan tetapi sangat penting dan umumnya
diasumsikan untuk menambah 40% sampai 100% terhadap keperluan air irigasi di
bendung. Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan : (a)
kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi,
pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain, (b) kehilangan akibat pengoperasian
termasuk pemberian air yang berlebihan.

Definisi efisiensi irigasi

Efisiensi penyaluran (conveyance efficiency), e (c) adalah efisiensi di saluran utama


yakni primer dan sekunder dari bendung sampai ke sadap tersier, dan dapat dihitung
dengan;

V (d )
e (c ) = /1.1/; dimana V(d) : volume air di sadap tersier, V(hw): volume air
V (hw)
di bendung. Tergantung pada panjang saluran primer dan sekunder, efisiensi
penyaluran dapat dipecah ke dalam: (a) efisiensi penyaluran di saluran primer e (cp)
dan (b) efisiensi penyaluran di saluran sekunder e (cs).

Untuk mendapatkan gambaran efisiensi irigasi secara menyeluruh, diperlukan


gambaran menyeluruh dari suatu jaringan irigasi dan drainase mulai dari bendung;
saluran primer, sekunder, tersier, dan kwarter; petak tersier dan jaringan
irigasi/drainase dalam petak tersier; jaringan jalan seperti pada Gambar 1.7, 1.8, dan
1.6.

Efisiensi distribusi e (d) adalah efisiensi distribusi di tersier sampai ke inlet di setiap
jalur petakan sawah, dan dapat dihitung dengan;

V(f)
e (d ) = /1.2/; dimana V(f): volume air yang sampai di petakan sawah
V (d )

Efisiensi pemakaian air (application efficiency) di sawah e (f) adalah perbandingan


antara jumlah air yang sebenarnya diperlukan tanaman untuk evapotranspirasi (V
crop) dengan jumlah air yang sampai ke suatu inlet jalur.
V (crop)
e( f ) = .../1.3/
V(f)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 2

Selanjutnya efisiensi di petak (unit) tersier e (u) digunakan sebagai gabungan efisiensi
distribusi dengan efisiensi pemakaian air. Dengan kata lain ini adalah efisiensi
penggunaan air sebelah hilir pintu sadap tersier dimana air dikelola oleh P3A.1
V (crop )
e (u ) = = e (d ) × e ( f ) .../1.4/
V (d )

Gambar 1.7. Suatu tipikal tata-letak jaringan irigasi padi sawah

Ahirnya efisiensi suatu daerah irigasi (proyek), e (s) digunakan sebagai gabungan dari
seluruh sistim irigasi dan proses pemakaian air.

1
P3A: Perkumpulan Petani Pemakai Air, di Jawa Barat disebut dengan Mitra Cai

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 3

V (crop)
e (s) = = e (c ) × e ( d ) × e ( f ) .../1.5/
V (hw)

Gambar 1.8. Suatu tipikal tata-letak jaringan irigasi di petak tersier

Pada penelitian tingkat usahatani seringkali dianalisis besarnya Efisiensi Manfaat


(water use efficiency) air yakni perbandingan antara kg hasil per m3 air yang
dikonsumsi. Hasil dapat dinyatakan dalam kg GKP, GKG atau kg beras. Hasil
penelitian efisiensi manfaat air di IRRI pada musim kemarau tahun 1968 pada
berbagai jenis perlakuan genangan air dapat dilihat pada Tabel 1.6. Efisiensi manfaat
air maksimum sebesar 1,39 kg GKP/m3 air didapatkan pada perlakuan jenuh kontinyu
atau macak-macak, walaupun total produksinya (9 ton GKP/ha) masih lebih rendah
daripada perlakuan genangan 7,5 cm kontinyu (9,7 ton GKP/ha).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 4

Tabel 1.6. Penelitian di IRRI pada MK tahun 1968, padi varietas IR8

Efisiensi
Juml air yang
Index manfaat Hasil GKP
Perlakuan dipakai 91 hari
air
mm (%) (kg/m3) (ton/ha)
1 Genangan kontinyu (7.5 cm) 850 59,9 1,14 9,7
2 Genangan kontinyu (2.5 cm) 805 56,8 1,18 9,5
3 Genangan kontinyu (7.5 cm)+ 800 56,4 1,18 9,4
Kontinyu jenuh (1 cm)
4 Kontinyu jenuh (1 cm) + 780 55,0 1,17 9,1
genangan pd pembentukan panicle (7.5 cm)
5 Genangan kontinyu (15 cm)+ 1.344 94,8 0,68 9,1
drainase pada anakan maksimum
6 Kontinyu jenuh (1 cm) 647 45,6 1,39 9,0
7 Genangan kontinyu (15 cm) 1.418 100,0 0,63 9,0
Genangan kontinyu (15 cm)+
8 drainase pd anakan maksimum+ 1.240 87,4 0,69 8,5
drainase pada panicle initiation

Efisiensi penyaluran

Efisiensi penyaluran di beberapa daerah irigasi di banyak negara telah sering dikaji
dan nampaknya merupakan suatu fungsi dari (a) luas areal daerah irigasi, (b) metoda
pemberian air (kontinyu atau rotasi) dan (c) luasan dari unit rotasi (Tabel 1.5).
Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan maka tidak
akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air hanya terjadi karena rembesan
dan evaporasi.

Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metoda. Salah satu metoda
adalah inflow-outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas saluran. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan debit
outflow pada ujung saluran. Efisiensi penyaluran air dinyatakan dengan persamaan:

debit di pangkal − debit di ujung


Ec = × 100% .../1.6/
debit di pangkal

Pemberian air secara rotasi atau intermittent memerlukan pengaturan pasok air dan
memerlukan bangunan atur dan ukur yang baik. Ukuran optimum suatu daerah irigasi
dengan sistim rotasi nampaknya sekitar 5.000 ha. Efisiensi penyaluran pada jaringan
yang lebih kecil (< 2.000 ha) akan menjadi berkurang. Hal yang serupa juga terjadi
apabila areal terlalu luas (> 10.000 ha). Luasan unit rotasi juga mempengaruhi
efisiensi penyaluran. Berdasarkan Tabel 1.5, efisiensi penyaluran optimum akan
dicapai apabila areal unit rotasi sekitar 100 - 200 ha yang seringkali merupakan luasan
suatu unit tersier. Apabila unit rotasi terlalu kecil (< 20 ha) efisiensi saluran akan
berkurang dengan cepat. Jika unit rotasi luas (> 700 ha), saluran dengan dimensi besar
akan cukup panjang dibangun pada kondisi kosong dan isi secara berkala, sehingga
faktor lama pengisian saluran harus dipertimbangkan. Jika jadwal rotasi tidak
mengikuti jadwal yang ditentukan (pre-determined schedule) dirancang oleh
pengelola irigasi, tetapi didasarkan pada permintaan kelompok petani (on demand),

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 5

maka angka efisiensi penyaluran pada Tabel 1.7 akan berkurang dari rerata 0,70 pada
on schedule menjadi 0,53 pada on demand, karena pengelolaan sistim on demand
menjadi lebih rumit.

Tabel 1.7. Efisiensi penyaluran pada sistim primer dan sekunder2

Ukuran jaringan pasok Pasok rotasi untuk luas unit rotasi (ha)
irigasi (ha) kontinyu 20 50 100 200 500 2000 5000
200 0,96 0,64 0,68 0,69
500 0,94 0,71 0,75 0,77 0,78
2.000 0,92 0,77 0,83 0,86 0,86 0,83
5.000 0,90 0,78 0,84 0,87 0,87 0,84 0,76
20.000 0,88 0,71 0,75 0,77 0,78 0,75 0,69 0,65
50.000 0,86 0,64 0,68 0,69 0,70 0,68 0,62 0,59
Catatan: angka di atas digunakan hanya sebagai dugaan awal saja

Efisiensi distribusi

Efisiensi distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (a) kehilangan rembesan,
(b) ukuran grup inlet yang menerima air irgasi lewat satu inlet pada sistim petak
tersier, dan (c) lama pemberian air dalam grup inlet (Tabel 1.8). Untuk mendapatkan
efisiensi distribusi yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan
mudah dioperasikan oleh petani. Suatu contoh tipikal jaringan irigasi dan drianse pada
petak tersier disajikan pada Gambar 1.8.

Efisiensi distribusi untuk aliran kontinyu dalam petak tersier terutama disebabkan
oleh besarnya rembesan. Pada tekstur tanah berliat umumnya sekitar 90%. Akan
tetapi aliran kontinyu umumnya tidak digunakan jika petani menginginkan sejumlah
debit tertentu (main d’eau) yang dipasok berbasis rotasi pada setiap grup inlet.
Efisiensi distribusi pada pasok rotasi dalam tersier akan lebih rendah daripada pasok
kontinyu, karena kehilangan air akan terjadi pada waktu pengisian saluran.

Tabel 1.8. Efisiensi distribusi e (d) dalam sistim tersier

Ukuran grup Pasok Pasok rotasi dengan lama irigasi (jam)


inlet (ha) kontinyu 6 12 24 2x24 3x24 7x24
0,5 0,90 0,56 0,58 0,62 0,67 0,70 0,73
1 0,90 0,61 0,63 0,66 0,72 0,75 0,78
2 0,90 0,65 0,68 0,71 0,77 0,79 0,83
5 0,90 0,70 0,72 0,76 0,81 0,84 0,87
10 0,90 0,71 0,74 0,77 0,83 0,85 0,89
20 0,90 0,72 0,75 0,78 0,84 0,86 0,90
Catatan: angka di atas digunakan hanya sebagai dugaan awal saja

2
Sumber: Bos, M.G. and Nugteren, J., 1982. On Irrigation Efficiencies. International Institute for Land
Reclamation and Improvement, ILRI Publication No 19, Wageningen, The Netherlands.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 6

2. Bangunan Ukur 3

Tujuan Bangunan Ukur dalam jaringan irigasi adalah:


(a) Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang
disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman
(b) Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi
permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan,
panjang alur (furrow), ukuran border dan sebagainya
(c) Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk
menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air yang harus
dibayar oleh pemakai air tersebut

Metoda, Bangunan dan Alat yang Tersedia

“Weir” adalah suatu bangunan ukur yang cukup praktis dan ekonomis dalam
pengukuran debit asalkan tersedia “head” 4 yang cukup. Weir diklasifikasikan menjadi
ambang tajam (sharp crested weir) (SCW) 5 dan ambang lebar (broad crested weir)
(BCW). Termasuk kedalam tipe BCW adalah misalnya Pintu Romijn. SCW dibagi
menjadi : (a) sharp crested contracted weir (SCCW), (b) sharp crested suppressed
weir (SCSW), (c) sharp crested and sharp sided trapezoidal (Cipolletti) weir, (d)
sharp sided 900 V-notch weir (Thompson). Bentuk lain yang sering digunakan dalam
irigasi adalah flume misalnya Parshall Flume. Keuntungan utama flume adalah tidak
diperlukan head yang besar.

Alat Ukur Ambang Tajam (sharp crested, SC)

Tipe SC yang umumnya digunakan sebagai bangunan ukur dalam irigasi adalah: (a)
sharp crested contracted rectangular weir (SCCRW), (b) sharp crested suppressed
rectangular weir (SCSRW), (c) sharp crested and sharp sided trapezoidal weir
(Cipolletti), (d) sharp sided 900 V-notch weir (Thompson). Beberapa pertimbangan
dalam pengukuran debit dengan alat ini adalah:
(a) Head (beda elevasi pada ambang dengan muka air di hulu) tidak lebih kecil dari 6
cm dan tidak lebih besar dari 60 cm untuk debit aliran yang dirancang
(b) Untuk weir berbentuk segi-empat dan trapesium, “head” tidak melebihi 1/3 dari
panjang weir atau lebar ambang (H max ≤ 1/3 L)
(c) Lebar ambang weir harus dipilih sedemikian rupa sehingga head untuk debit
rencana mendekati “head maksimum” dengan memperhatikan persyaratan (a) dan
(b).
(d) Elevasi ambang (crest) harus dipasang cukup tinggi sehingga air melimpah
melaluinya dan jatuh bebas (free flow), dengan ruang udara di bawah dan di
sekitar terjunan air (“nappe”) 6

3
Disadur dari buku: Kraatz,D.B.; I.K. Mahajan, 1975. Small Hydraulic Structures. Irrigation and
Drainage Paper no 26. FAO, Rome.
4
Head: adalah energi hidrolik yang dinyatakan dalam satuan panjang (m)
5
SCW: ambang tajam; BCW: ambang lebar,
6
Nappe: bentuk terjunan air (lihat Gambar 5.2)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 7

Pemasangan Weir
Standarad Contracted Rectangular Weir (SCRW)
Beberapa persyaratan pemasangan SCRW adalah sebagai berikut:
(a) Pemasangan harus tegak lurus aliran, dipilih pada ruas saluran yang lurus
(b) Seluruh ambang (crest) 7 harus datar dengan bagian runcing berada di depan
aliran. Tebal ambang antara 1 ~ 2 mm. Kedua sisi dari weir segi-empat harus
betul-betul vertikal dengan tebal yang sama seperti ambang
(c) Celah (notch) pada bagian hulu (upstream) harus tajam
(d) Jika tebal ambang lebih dari 2 mm, maka bagian hilir harus di “champered”8
dengan sudut 450 atau lebih
(e) Jarak ambang dari dasar pangkal saluran (approach channel) 9 tidak kurang
dari 2 x kedalaman air di atas ambang atau tidak lebih kecil dari 30 cm
(Gambar 2.2)
(f) Profil air yang terjun dari ambang (nappe) harus hanya menyentuh ujung
ambang dan pinggirnya, sehingga air bersirkulasi secara bebas di bawah dan
pada sisi nappe.
(g) Pengukuran head diambil sebagai beda elevasi antara elevasi ambang dengan
muka air pada jarak 4 x head maksimum dari weir ke arah hulu (≥ Hmax u/s).
Angka pada tiang ukur (peilschall) 10 dipasang dengan angka nol pada elevasi
ambang.
(h) Luas penampang “approach channel” pada jarak 15 ~ 20 kali dalamnya
sheet, paling tidak 8 kali luas penampang overflow sheet. Jika weir pool lebih
kecil dari kriteria tersebut, maka kecepatan pada approach channel terlalu
tinggi dan tiang ukur terlalu rendah

Standard Suppressed Rectangular Weir (SSRW)


Persyaratan sama dengan CRW kecuali pada kondisi yang berhubungan dengan side
contraction. Pada suppressed weir kedua sisi approach channel berimpit dengan kedua
sisi weir dan harus diperpanjang ke sebelah hilir dari ambang untuk mencegah
pengembangan horizontal dari nappe.

Standard Trapezoidal (Cipolletti) Weir


Kemiringan sisi celah berbanding horizontal 1 dengan vertikal 4. Semua persyaratan
pada CRW berlaku untuk trapezoidal (Gambar 2.1)

Standard 900 V-notch Weir (Thomson)


Semua persyaratan pada CRW berlaku juga untuk celah 900. Jarak minimum dari sisi
weir ke sisi dinding saluran harus lebih besar dari 2 x head pada weir. Head diukur
dari titik potong maksimum muka air dengan ujung (edge) weir. Jarak minimum dari
dasar saluran ke ujung weir adalah 2 x head (≥ 2 x Hmax, Gambar 2.2).

7
crest: dasar ambang dimana air terjun melewati weir
8
champered: ?
9
approach channel: bagian saluran yang menghubungkan bagian semula dengan bangunan ukur
10
peilschaal: tiang ukur dengan bentuk ukuran yang mudah untuk dibaca dari jarak jauh

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 8

Rumus-rumus Pengukuran Debit

SCRW (Standard Contracted Rectangular Weir)

Francis formula:
Q = 1,84( L − 0,2 H ) H 3 / 2  /2.1/

Q (m3/det), L: lebar ambang (m); H: beda elevasi antara ambang dengan muka air
pada weir pool 11(m). Daftar hubungan antara debit dengan head dapat dilihat pada
Tabel 2.1.

Gambar 2.1. Cipolletti


dengan lebar ambang 61 cm
(2 ft)

Gambar 2.2.
Diagram
aliran bebas

11
weir pool: kolam tenang dekat approach channel

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 9

Gambar 2.3. Sekat ukur


Cipolletti pada kondisi
aliran bebas

Standard Trapezoidal (Cipolletti) Weir

Q = 1,86 L H 3 / 2  / 5.3 / ; Tabel debit dapat dilihat Tabel 2.2

Standard 900 V-notch Weir (Thompson)

5
Q= 8 Cd 2g H 2
 / 5.4 /
15

g: percepatan gravitasi (9,8 m/det2); Cd: koefisien debit yang merupakan fungsi dari H
dan sifat fluida. Umumnya nilai Cd = 0,592, sehingga:

5
Q = 1,398 H 2
 / 5.5a /

atau dalam satuan Q (liter/detik) dan H (cm), maka

5
Q = 0,014 H 2
 / 5.5b / .

Daftar debit dapat dilihat Tabel 2.3.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 10

Gambar 2.4 . Sekat ukur


Thompson temporer
terbuat dari pelat baja
sedang digunakan untuk
penelitian irigasi

Pemeliharaan Bangunan Ukur

Kegiatan pemeliharaan bangunan ukur supaya bekerja secara baik meliputi kegiatan:
(a) memelihara kolam tenang (pool) bebas dari endapan, sampah dan gulma air, (b)
mencegah bocoran melalui weir, (c) pengecekan elevasi titik nol tiang ukur
(peilschaal) kaitannya dengan elevasi ambang, (d) pengecekan kondisi ambang dan
perbaikan apabila diperlukan.

Tabel 2.1. Tabel debit (liter/det) untuk sekat ukur standard segi-empat
(Contracted Rectangular Weir)

L (m)
H 0,15 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Q Q Q Q Q Q Q Q Q
(cm) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det)
1,0 0,3 0,5 0,9 1,4 1,8 2,3 2,8 3,2 3,7
1,5 0,5 0,8 1,7 2,5 3,4 4,2 5,1 5,9 6,8
2,0 0,8 1,3 2,6 3,9 5,2 6,5 7,8 9,1 10,4
2,5 1,1 1,8 3,6 5,4 7,2 9,1 10,9 12,7 14,5
3,0 1,4 2,3 4,7 7,1 9,5 11,9 14,3 16,7 19,1
3,5 1,7 2,9 5,9 9,0 12,0 15,0 18,0 21,0 24,0
4,0 2,1 3,6 7,2 10,9 14,6 18,3 22,0 25,6 29,3
4,5 2,5 4,2 8,6 13,0 17,4 21,8 26,2 30,6 35,0
5,0 2,9 4,9 10,1 15,2 20,4 25,5 30,7 35,8 40,9
5,5 3,3 5,7 11,6 17,5 23,5 29,4 35,3 41,3 47,2
6,0 3,7 6,4 13,2 20,0 26,7 33,5 40,2 47,0 53,8
6,5 4,2 7,2 14,8 22,5 30,1 37,7 45,3 53,0 60,6
7,0 4,6 8,0 16,6 25,1 33,6 42,1 50,6 59,2 67,7
7,5 5,1 8,9 18,3 27,8 37,2 46,7 56,1 65,6 75,0
8,0 5,6 9,7 20,2 30,6 41,0 51,4 61,8 72,2 82,6
8,5 6,1 10,6 22,0 33,4 44,8 56,2 67,6 79,0 90,4
9,0 6,6 11,5 23,9 36,4 48,8 61,2 73,6 86,0 98,5
9,5 7,1 12,4 25,9 39,4 52,9 66,3 79,8 93,3 106,7
10,0 7,6 13,4 27,9 42,5 57,0 71,6 86,1 100,7 115,2
10,5 8,1 14,3 30,0 45,6 61,3 76,9 92,6 108,2 123,9
11,0 8,6 15,3 32,1 48,9 65,7 82,4 99,2 116,0 132,8

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 11

L (m)
H 0,15 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Q Q Q Q Q Q Q Q Q
(cm) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det)
1,0 0,3 0,5 0,9 1,4 1,8 2,3 2,8 3,2 3,7
1,5 0,5 0,8 1,7 2,5 3,4 4,2 5,1 5,9 6,8
11,5 9,1 16,3 34,2 52,2 70,1 88,0 106,0 123,9 141,9
12,0 9,6 17,3 36,4 55,5 74,7 93,8 112,9 132,0 151,1
12,5 10,2 18,3 38,6 59,0 79,3 99,6 119,9 140,3 160,6
13,0 10,7 19,3 40,9 62,4 84,0 105,6 127,1 148,7 170,2
13,5 11,2 20,4 43,2 66,0 88,8 111,6 134,4 157,3 180,1
14,0 11,8 21,4 45,5 69,6 93,7 117,8 141,9 166,0 190,1
14,5 12,3 22,5 47,9 73,2 98,6 124,0 149,4 174,8 200,2
15,0 12,8 23,5 50,2 77,0 103,7 130,4 157,1 183,9 210,6
15,5 13,4 24,6 52,7 80,7 108,8 136,9 164,9 193,0 221,1
16,0 13,9 25,7 55,1 84,6 114,0 143,4 172,9 202,3 231,8
16,5 14,4 26,8 57,6 88,4 119,3 150,1 180,9 211,7 242,6
17,0 15,0 27,9 60,1 92,3 124,6 156,8 189,1 221,3 253,6
17,5 15,5 29,0 62,6 96,3 130,0 163,7 197,3 231,0 264,7
18,0 16,0 30,1 65,2 100,3 135,5 170,6 205,7 240,8 276,0
18,5 16,5 31,2 67,8 104,4 141,0 177,6 214,2 250,8 287,4
19,0 17,1 32,3 70,4 108,5 146,6 184,7 222,8 260,9 299,0
19,5 17,6 33,4 73,0 112,7 152,3 191,9 231,5 271,1 310,7
20,0 18,1 34,6 75,7 116,8 158,0 199,1 240,3 281,4 322,6
20,5 18,6 35,7 78,4 121,1 163,8 206,5 249,2 291,9 334,6
21,0 19,1 36,8 81,1 125,4 169,6 213,9 258,2 302,4 346,7
21,5 19,6 38,0 83,8 129,7 175,5 221,4 267,3 313,1 359,0
22,0 20,1 39,1 86,6 134,0 181,5 229,0 276,4 323,9 371,4
22,5 20,6 40,3 89,4 138,4 187,5 236,6 285,7 334,8 383,9
23,0 21,1 41,4 92,1 142,9 193,6 244,4 295,1 345,8 396,6
23,5 21,6 42,6 95,0 147,4 199,8 252,2 304,6 357,0 409,4
24,0 22,1 43,7 97,8 151,9 206,0 260,0 314,1 368,2 422,3
24,5 22,5 44,9 100,6 156,4 212,2 268,0 323,8 379,6 435,3
25,0 23,0 46,0 103,5 161,0 218,5 276,0 333,5 391,0 448,5
25,5 23,5 47,1 106,4 165,6 224,9 284,1 343,3 402,6 461,8
26,0 23,9 48,3 109,3 170,3 231,3 292,2 353,2 414,2 475,2
26,5 24,3 49,4 112,2 175,0 237,7 300,5 363,2 426,0 488,7
27,0 24,8 50,6 115,1 179,7 244,2 308,7 373,3 437,8 502,3
27,5 25,2 51,7 118,1 184,4 250,8 317,1 383,4 449,8 516,1
28,0 25,6 52,9 121,0 189,2 257,4 325,5 393,7 461,8 530,0
28,5 26,0 54,0 124,0 194,0 264,0 334,0 404,0 474,0 543,9
29,0 26,4 55,2 127,0 198,8 270,7 342,5 414,4 486,2 558,0
29,5 26,8 56,3 130,0 203,7 277,4 351,1 424,8 498,5 572,2
30,0 27,2 57,4 133,0 208,6 284,2 359,8 435,4 511,0 586,5
30,5 27,6 58,6 136,1 213,5 291,0 368,5 446,0 523,5 601,0
31,0 27,9 59,7 139,1 218,5 297,9 377,3 456,7 536,1 615,5
31,5 28,3 60,8 142,2 223,5 304,8 386,1 467,5 548,8 630,1
32,0 28,6 62,0 145,2 228,5 311,8 395,0 478,3 561,6 644,8
32,5 29,0 63,1 148,3 233,5 318,8 404,0 489,2 574,4 659,7
33,0 29,3 64,2 151,4 238,6 325,8 413,0 500,2 587,4 674,6
33,5 29,6 65,3 154,5 243,7 332,9 422,1 511,2 600,4 689,6
34,0 29,9 66,4 157,6 248,8 340,0 431,2 522,4 613,6 704,8
34,5 30,2 67,5 160,7 253,9 347,1 440,3 533,6 626,8 720,0
35,0 30,5 68,6 163,8 259,1 354,3 449,6 544,8 640,1 735,3

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 12

L (m)
H 0,15 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Q Q Q Q Q Q Q Q Q
(cm) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det)
1,0 0,3 0,5 0,9 1,4 1,8 2,3 2,8 3,2 3,7
1,5 0,5 0,8 1,7 2,5 3,4 4,2 5,1 5,9 6,8
35,5 30,7 69,7 167,0 264,3 361,6 458,9 556,2 653,4 750,7
36,0 31,0 70,7 170,1 269,5 368,8 468,2 567,5 666,9 766,3
36,5 31,2 71,8 173,3 274,7 376,1 477,6 579,0 680,4 781,9
37,0 31,5 72,9 176,4 279,9 383,5 487,0 590,5 694,1 797,6
37,5 31,7 73,9 179,6 285,2 390,8 496,5 602,1 707,7 813,4
38,0 31,9 75,0 182,8 290,5 398,3 506,0 613,8 721,5 829,3
38,5 32,1 76,0 185,9 295,8 405,7 515,6 625,5 735,4 845,3
39,0 32,3 77,1 189,1 301,2 413,2 525,2 637,3 749,3 861,3
39,5 32,4 78,1 192,3 306,5 420,7 534,9 649,1 763,3 877,5
40,0 32,6 79,1 195,5 311,9 428,2 544,6 661,0 777,4 893,7

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 13

Tabel 2.2. Tabel debit (liter/det) untuk sekat ukur Cipolletti

L (m)
H 0,15 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Q Q Q Q Q Q Q Q Q
(cm) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det)
1,0 0,3 0,5 0,9 1,4 1,9 2,3 2,8 3,3 3,7
1,5 0,5 0,9 1,7 2,6 3,4 4,3 5,1 6,0 6,8
2,0 0,8 1,3 2,6 3,9 5,3 6,6 7,9 9,2 10,5
2,5 1,1 1,8 3,7 5,5 7,4 9,2 11,0 12,9 14,7
3,0 1,4 2,4 4,8 7,2 9,7 12,1 14,5 16,9 19,3
3,5 1,8 3,0 6,1 9,1 12,2 15,2 18,3 21,3 24,4
4,0 2,2 3,7 7,4 11,2 14,9 18,6 22,3 26,0 29,8
4,5 2,7 4,4 8,9 13,3 17,8 22,2 26,6 31,1 35,5
5,0 3,1 5,2 10,4 15,6 20,8 26,0 31,2 36,4 41,6
5,5 3,6 6,0 12,0 18,0 24,0 30,0 36,0 42,0 48,0
6,0 4,1 6,8 13,7 20,5 27,3 34,2 41,0 47,8 54,7
6,5 4,6 7,7 15,4 23,1 30,8 38,5 46,2 53,9 61,6
7,0 5,2 8,6 17,2 25,8 34,4 43,1 51,7 60,3 68,9
7,5 5,7 9,6 19,1 28,7 38,2 47,8 57,3 66,9 76,4
8,0 6,3 10,5 21,0 31,6 42,1 52,6 63,1 73,7 84,2
8,5 6,9 11,5 23,0 34,6 46,1 57,6 69,1 80,7 92,2
9,0 7,5 12,6 25,1 37,7 50,2 62,8 75,3 87,9 100,4
9,5 8,2 13,6 27,2 40,8 54,5 68,1 81,7 95,3 108,9
10,0 8,8 14,7 29,4 44,1 58,8 73,5 88,2 102,9 117,6
10,5 9,5 15,8 31,6 47,5 63,3 79,1 94,9 110,7 126,6
11,0 10,2 17,0 33,9 50,9 67,9 84,8 101,8 118,8 135,7
11,5 10,9 18,1 36,3 54,4 72,5 90,7 108,8 126,9 145,1
12,0 11,6 19,3 38,7 58,0 77,3 96,6 116,0 135,3 154,6
12,5 12,3 20,6 41,1 61,7 82,2 102,8 123,3 143,9 164,4
13,0 13,1 21,8 43,6 65,4 87,2 109,0 130,8 152,6 174,4
13,5 13,8 23,1 46,1 69,2 92,3 115,3 138,4 161,5 184,5
14,0 14,6 24,4 48,7 73,1 97,4 121,8 146,1 170,5 194,9
14,5 15,4 25,7 51,3 77,0 102,7 128,4 154,0 179,7 205,4
15,0 16,2 27,0 54,0 81,0 108,1 135,1 162,1 189,1 216,1
15,5 17,0 28,4 56,8 85,1 113,5 141,9 170,3 198,6 227,0
16,0 17,9 29,8 59,5 89,3 119,0 148,8 178,6 208,3 238,1
16,5 18,7 31,2 62,3 93,5 124,7 155,8 187,0 218,2 249,3
17,0 19,6 32,6 65,2 97,8 130,4 163,0 195,6 228,2 260,7
17,5 20,4 34,0 68,1 102,1 136,2 170,2 204,2 238,3 272,3
18,0 21,3 35,5 71,0 106,5 142,0 177,6 213,1 248,6 284,1
18,5 22,2 37,0 74,0 111,0 148,0 185,0 222,0 259,0 296,0
19,0 23,1 38,5 77,0 115,5 154,0 192,6 231,1 269,6 308,1
19,5 24,0 40,0 80,1 120,1 160,2 200,2 240,2 280,3 320,3
20,0 25,0 41,6 83,2 124,8 166,4 208,0 249,5 291,1 332,7
20,5 25,9 43,2 86,3 129,5 172,6 215,8 259,0 302,1 345,3
21,0 26,8 44,7 89,5 134,2 179,0 223,7 268,5 313,2 358,0
21,5 27,8 46,4 92,7 139,1 185,4 231,8 278,1 324,5 370,9
22,0 28,8 48,0 96,0 143,9 191,9 239,9 287,9 335,9 383,9
22,5 29,8 49,6 99,3 148,9 198,5 248,1 297,8 347,4 397,0
23,0 30,8 51,3 102,6 153,9 205,2 256,5 307,7 359,0 410,3
23,5 31,8 53,0 105,9 158,9 211,9 264,9 317,8 370,8 423,8
24,0 32,8 54,7 109,3 164,0 218,7 273,4 328,0 382,7 437,4
24,5 33,8 56,4 112,8 169,2 225,6 281,9 338,3 394,7 451,1

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 14

L (m)
H 0,15 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00
Q Q Q Q Q Q Q Q Q
(cm) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det) (lt/det)
1,0 0,3 0,5 0,9 1,4 1,9 2,3 2,8 3,3 3,7
1,5 0,5 0,9 1,7 2,6 3,4 4,3 5,1 6,0 6,8
25,0 34,9 58,1 116,3 174,4 232,5 290,6 348,8 406,9 465,0
25,5 35,9 59,9 119,8 179,6 239,5 299,4 359,3 419,1 479,0
26,0 37,0 61,6 123,3 184,9 246,6 308,2 369,9 431,5 493,2
26,5 38,1 63,4 126,9 190,3 253,7 317,2 380,6 444,0 507,5
27,0 39,1 65,2 130,5 195,7 261,0 326,2 391,4 456,7 521,9
27,5 40,2 67,1 134,1 201,2 268,2 335,3 402,3 469,4 536,5
28,0 41,3 68,9 137,8 206,7 275,6 344,5 413,4 482,3 551,2
28,5 42,4 70,7 141,5 212,2 283,0 353,7 424,5 495,2 566,0
29,0 43,6 72,6 145,2 217,9 290,5 363,1 435,7 508,3 581,0
29,5 44,7 74,5 149,0 223,5 298,0 372,5 447,0 521,5 596,0
30,0 45,8 76,4 152,8 229,2 305,6 382,0 458,4 534,9 611,3
30,5 47,0 78,3 156,7 235,0 313,3 391,6 470,0 548,3 626,6
31,0 48,2 80,3 160,5 240,8 321,0 401,3 481,6 561,8 642,1
31,5 49,3 82,2 164,4 246,6 328,8 411,0 493,3 575,5 657,7
32,0 50,5 84,2 168,3 252,5 336,7 420,9 505,0 589,2 673,4
32,5 51,7 86,2 172,3 258,5 344,6 430,8 516,9 603,1 689,2
33,0 52,9 88,2 176,3 264,5 352,6 440,8 528,9 617,1 705,2
33,5 54,1 90,2 180,3 270,5 360,6 450,8 541,0 631,1 721,3
34,0 55,3 92,2 184,4 276,6 368,7 460,9 553,1 645,3 737,5
34,5 56,5 94,2 188,5 282,7 376,9 471,1 565,4 659,6 753,8
35,0 57,8 96,3 192,6 288,9 385,1 481,4 577,7 674,0 770,3
35,5 59,0 98,4 196,7 295,1 393,4 491,8 590,1 688,5 786,8
36,0 60,3 100,4 200,9 301,3 401,8 502,2 602,6 703,1 803,5
36,5 61,5 102,5 205,1 307,6 410,2 512,7 615,2 717,8 820,3
37,0 62,8 104,7 209,3 314,0 418,6 523,3 627,9 732,6 837,2
37,5 64,1 106,8 213,6 320,3 427,1 533,9 640,7 747,5 854,3
38,0 65,4 108,9 217,9 326,8 435,7 544,6 653,6 762,5 871,4
38,5 66,6 111,1 222,2 333,2 444,3 555,4 666,5 777,6 888,7
39,0 68,0 113,3 226,5 339,8 453,0 566,3 679,5 792,8 906,0
39,5 69,3 115,4 230,9 346,3 461,8 577,2 692,6 808,1 923,5
40,0 70,6 117,6 235,3 352,9 470,5 588,2 705,8 823,5 941,1

Parshall Flume (PF)

Parshall Flume adalah suatu alat ukur berdasarkan kedalaman kritik 12 (critical depth
measuring device) yang dapat dipasang di suatu saluran atau alur (furrow) untuk
mengukur debit. Terdiri dari tiga bagian utama yakni: (a) bagian penyempitan
(converging or contracting section), (b) bagian tenggorokan (throat section), dan (c)
bagian pelebaran (diverging atau expanding section). Bentuk dan dimensi dapat
dilihat pada Gambar 2.5 dan Tabel 2.4. Kondisi pengukuran terdiri dari 2 kondisi
yakni (a) kondisi aliran bebas (free-flow) 13 dan (b) kondisi tenggelam (submergence).

Tabel 2.3. Daftar debit sekat ukur Thompson

12
kedalaman kritik (critical depth): kedalaman aliran dimana bilangan Froude (F) = 1
13
free-flow: aliran bebas; kebalikannya adalah submergence: aliran tenggelam

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 15

H Q H Q H Q H Q
(cm) (lt/det) (cm) (lt/det) (cm) (lt/det) (cm) (lt/det)
1,0 0,01 10,5 5,00 20,5 26,64 30,5 71,92
1,5 0,04 11,0 5,62 21,0 28,29 31,0 74,91
2,0 0,08 11,5 6,28 21,5 30,01 31,5 77,97
2,5 0,14 12,0 6,98 22,0 31,78 32,0 81,10
3,0 0,22 12,5 7,73 22,5 33,62 32,5 84,30
3,5 0,32 13,0 8,53 23,0 35,52 33,0 87,58
4,0 0,45 13,5 9,37 23,5 37,48 33,5 90,94
4,5 0,60 14,0 10,27 24,0 39,51 34,0 94,37
5,0 0,78 14,5 11,21 24,5 41,60 34,5 97,88
5,5 0,99 15,0 12,20 25,0 43,75 35,0 101,46
6,0 1,23 15,5 13,24 25,5 45,97 35,5 105,12
6,5 1,51 16,0 14,34 26,0 48,26 36,0 108,86
7,0 1,81 16,5 15,48 26,5 50,61 36,5 112,68
7,5 2,16 17,0 16,68 27,0 53,03 37,0 116,58
8,0 2,53 17,5 17,94 27,5 55,52 37,5 120,56
8,5 2,95 18,0 19,24 28,0 58,08 38,0 124,62
9,0 3,40 18,5 20,61 28,5 60,71 38,5 128,76
9,5 3,89 19,0 22,03 29,0 63,40 39,0 132,98
10,0 4,43 19,5 23,51 29,5 66,17 39,5 137,28
20,0 25,04 30,0 69,01 40,0 141,67

Kriteria aliran bebas dan tenggelam pada Parshall Flume adalah sebagai berikut:

Lebar tenggorokan (W) Batas aliran bebas (Hb/Ha)14


15 ~ 23 cm (6 ~ 9 inchi) 60%
30 ~ 244 cm (1 ~ 8 feet) 70%

Batas atas dari kondisi tenggelam adalah Hb/Ha = 95%. Rumus-rumus yang
digunakan adalah:

Kondisi Aliran Bebas (Free Flow):

1.522 W 0.026
W = 1 ~ 8 feet: Q = 4W Ha  / 5.6a / ; Q: cfs, W: ft, Ha: ft15

1.53
W = 9 inchi: Q = 3,07 H a  / 5.6b /

1.58
W = 6 inchi: Q = 2,06 H a  / 5.6c /

Daftar debit pada kondisi aliran bebas dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.4. Dimensi standard dan Kapasitas ukur Parshal Flume untuk berbagai
ukuran W kondisi free flow

Kapasitas
Lebar W A B C D E F G K N X Y
(lt/det)
14
Ha:tinggi aliran di atas ambang pada bagian u/s; Hb: tinggi aliran di atas ambang pada bagian d/s
15
Dalam satuan British: satuan debit cfs= cubic feet per second atau ft3/detik. 1 cfs = 0,028 m3/detik

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 16

cm British cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm Min Maks


15,2 6 in 41,5 63,0 50,8 44,3 61,0 30,5 61,0 7,6 11,4 5,1 7,6 1,42 110,4
22,9 9 in 58,8 86,4 38,1 57,5 76,3 30,5 76,2 7,6 11,4 5,1 7,6 2,55 251,8
30,5 1 ft 91,5 134,4 61,0 84,5 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 3,11 455,6
45,8 1 ½ ft 96,6 142,3 76,2 102 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 4,29 696,2
61 2 ft 101,7 159,6 91,5 120,7 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 11,89 936,7
91,5 3 ft 111,8 164,6 122,0 157,3 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 17,26 1.426
122 4 ft 122,0 179,5 152,5 193,8 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 36,79 1.922
152,5 5 ft 132,2 194,4 183,0 230,3 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 45,28 2.422
183 6 ft 142,3 209,4 213,5 266,9 91,5 61,0 91,5 7,6 22,9 5,1 7,6 73,58 2.929

Tabel 2.5. Debit Parshal Flume kondisi aliran bebas untuk berbagai ukuran W

Head Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W


Ha 15,2 22.9 30.5 45.7 61 91.4 cm 121.9 152.4 182.9
cm cm cm cm cm cm cm cm
(cm) 0.50 ft 0.75 ft 1.00 ft 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 5.00 ft 6.00 ft
3,0 1,5 2,5 3,3 4,8
3,5 1,9 3,2 4,2 6,1
4,0 2,4 3,9 5,1 7,5
4,5 2,8 4,7 6,2 9,0 11,7 17,0
5,0 3,4 5,5 7,2 10,5 13,8 20,0
5,5 3,9 6,3 8,4 12,2 15,9 23,3
6,0 4,5 7,2 9,5 13,9 18,2 26,6 34,9 42,9 0,0
6,5 5,1 8,2 10,8 15,8 20,7 30,2 39,6 48,7 0,0
7,0 5,7 9,2 12,1 17,7 23,2 33,9 44,5 54,8 0,0
7,5 6,4 10,2 13,4 19,7 25,8 37,8 49,6 61,2 72,6
8,0 7,0 11,2 14,8 21,7 28,5 41,8 54,9 67,8 80,5
8,5 7,8 12,3 16,2 23,8 31,3 46,0 60,4 74,6 88,7
9,0 8,5 13,4 17,7 26,0 34,2 50,3 66,1 81,7 97,1
9,5 9,2 14,6 19,2 28,3 37,2 54,7 72,0 89,0 105,9
10,0 10,0 15,8 20,8 30,6 40,3 59,3 78,1 96,6 114,9
10,5 10,8 17,0 22,4 33,0 43,4 64,0 84,3 104,4 124,2
11,0 11,7 18,3 24,0 35,4 46,7 68,9 90,7 112,3 133,8
11,5 12,5 19,6 25,7 37,9 50,0 73,8 97,3 120,6 143,6
12,0 13,4 20,9 27,4 40,5 53,4 78,9 104,1 129,0 153,7
12,5 14,3 22,2 29,2 43,1 56,9 84,1 111,0 137,6 164,0
13,0 15,2 23,6 31,0 45,8 60,5 89,5 118,1 146,5 174,6
13,5 16,1 25,0 32,8 48,5 64,1 94,9 125,3 155,5 185,5
14,0 17,1 26,4 34,7 51,3 67,8 100,5 132,7 164,7 196,5
14,5 18,0 27,9 36,6 54,2 71,6 106,1 140,3 174,2 207,9
15,0 19,0 29,4 38,5 57,1 75,5 111,9 148,0 183,8 219,4
15,5 20,0 30,9 40,5 60,0 79,4 117,8 155,9 193,6 231,2
16,0 21,1 32,4 42,5 63,0 83,4 123,8 163,9 203,6 243,2
16,5 22,1 34,0 44,5 66,1 87,5 130,0 172,0 213,8 255,4
17,0 23,2 35,6 46,6 69,2 91,7 136,2 180,3 224,2 267,9
17,5 24,3 37,2 48,7 72,4 95,9 142,5 188,8 234,8 280,5
18,0 25,4 38,8 50,8 75,6 100,2 148,9 197,4 245,5 293,4
18,5 26,5 40,5 53,0 78,8 104,5 155,5 206,1 256,4 306,5
19,0 27,6 42,2 55,2 82,1 108,9 162,1 214,9 267,5 319,9
19,5 28,8 43,9 57,4 85,5 113,4 168,8 223,9 278,8 333,4
20,0 30,0 45,6 59,7 88,9 117,9 175,7 233,1 290,2 347,1
20,5 31,2 47,4 61,9 92,3 122,5 182,6 242,3 301,8 361,1
21,0 32,4 49,2 64,2 95,8 127,2 189,6 251,7 313,6 375,2
21,5 33,6 51,0 66,6 99,3 131,9 196,7 261,2 325,5 389,6

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 17

Head Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W


Ha 15,2 22.9 30.5 45.7 61 91.4 cm 121.9 152.4 182.9
cm cm cm cm cm cm cm cm
(cm) 0.50 ft 0.75 ft 1.00 ft 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 5.00 ft 6.00 ft
22,0 34,9 52,8 69,0 102,9 136,7 203,9 270,9 337,6 404,1
22,5 36,1 54,6 71,4 106,5 141,5 211,2 280,7 349,8 418,9
23,0 37,4 56,5 73,8 110,2 146,4 218,6 290,6 362,3 433,8
23,5 38,7 58,4 76,2 113,9 151,4 226,1 300,6 374,8 448,9
24,0 40,0 60,3 78,7 117,6 156,4 233,7 310,7 387,6 464,3
24,5 41,3 62,2 81,2 121,4 161,5 241,4 321,0 400,5 479,8
25,0 42,7 64,2 83,8 125,3 166,6 249,1 331,4 413,5 495,5
25,5 44,0 66,2 86,3 129,1 171,8 257,0 341,9 426,7 511,4
26,0 45,4 68,2 88,9 133,1 177,1 264,9 352,6 440,1 527,5
26,5 46,8 70,2 91,5 137,0 182,4 273,0 363,3 453,6 543,7
27,0 48,2 72,2 94,2 141,0 187,8 281,1 374,2 467,3 560,2
27,5 49,6 74,3 96,9 145,0 193,2 289,3 385,2 481,1 576,8
28,0 51,0 76,4 99,6 149,1 198,6 297,5 396,3 495,0 593,6
28,5 52,5 78,5 102,3 153,2 204,2 305,9 407,5 509,1 610,6
29,0 53,9 80,6 105,0 157,4 209,7 314,4 418,9 523,4 627,8
29,5 55,4 82,7 107,8 161,6 215,4 322,9 430,3 537,8 645,2
30,0 56,9 84,9 110,6 165,8 221,1 331,5 441,9 552,3 662,7
30,5 58,4 87,0 113,4 170,1 226,8 340,2 453,6 567,0 680,4
31,0 59,9 89,2 116,2 174,4 232,6 349,0 465,4 581,8 698,3
31,5 61,5 91,4 119,1 178,7 238,4 357,8 477,3 596,8 716,3
32,0 63,0 93,7 122,0 183,1 244,3 366,8 489,3 611,9 734,5
32,5 64,6 95,9 124,9 187,5 250,3 375,8 501,4 627,1 752,9
33,0 66,1 98,2 127,8 192,0 256,2 384,9 513,6 642,5 771,5
33,5 67,7 100,5 130,8 196,5 262,3 394,0 526,0 658,0 790,2
34,0 69,3 102,8 133,8 201,0 268,4 403,3 538,4 673,7 809,1
34,5 71,0 105,1 136,8 205,6 274,5 412,6 551,0 689,5 828,2
35,0 72,6 107,4 139,8 210,2 280,7 422,0 563,6 705,4 847,4
35,5 74,2 109,8 142,9 214,8 286,9 431,5 576,4 721,5 866,8
36,0 75,9 112,2 145,9 219,5 293,2 441,1 589,2 737,7 886,3
36,5 77,6 114,6 149,0 224,2 299,6 450,7 602,2 754,0 906,0
37,0 79,2 117,0 152,2 229,0 306,0 460,4 615,3 770,5 925,9
37,5 80,9 119,4 155,3 233,7 312,4 470,2 628,4 787,0 945,9
38,0 82,7 121,8 158,5 238,5 318,9 480,0 641,7 803,8 966,1
38,5 84,4 124,3 161,6 243,4 325,4 490,0 655,1 820,6 986,5
39,0 86,1 126,8 164,9 248,3 332,0 500,0 668,6 837,6 1007,0
39,5 87,9 129,3 168,1 253,2 338,6 510,0 682,1 854,7 1027,7
40,0 89,6 131,8 171,3 258,1 345,3 520,2 695,8 871,9 1048,5
40,5 91,4 134,3 174,6 263,1 352,0 530,4 709,6 889,3 1069,5
41,0 93,2 136,9 177,9 268,1 358,7 540,7 723,5 906,8 1090,6
41,5 95,0 139,4 181,2 273,2 365,5 551,1 737,4 924,4 1111,9
42,0 96,8 142,0 184,5 278,2 372,4 561,5 751,5 942,2 1133,3
42,5 98,6 144,6 187,9 283,4 379,3 572,0 765,7 960,0 1154,9
43,0 100,5 147,2 191,3 288,5 386,2 582,6 779,9 978,0 1176,7
43,5 102,3 149,8 194,7 293,7 393,2 593,2 794,3 996,1 1198,6
44,0 104,2 152,5 198,1 298,9 400,2 604,0 808,8 1.014,4 1.220,6
44,5 106,1 155,1 201,5 304,1 407,3 614,7 823,3 1.032,7 1.242,8
45,0 108,0 157,8 205,0 309,4 414,4 625,6 838,0 1.051,2 1.265,1
45,5 160,5 208,5 314,7 421,6 636,5 852,7 1.069,8 1.287,6
46,0 163,2 212,0 320,0 428,8 647,5 867,5 1.088,5 1.310,3
46,5 165,9 215,5 325,4 436,0 658,6 882,5 1.107,4 1.333,1

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 18

Head Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W


Ha 15,2 22.9 30.5 45.7 61 91.4 cm 121.9 152.4 182.9
cm cm cm cm cm cm cm cm
(cm) 0.50 ft 0.75 ft 1.00 ft 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 5.00 ft 6.00 ft
47,0 168,7 219,0 330,8 443,3 669,7 897,5 1.126,3 1.356,0
47,5 171,4 222,6 336,2 450,6 680,9 912,6 1.145,4 1.379,1
48,0 174,2 226,1 341,7 458,0 692,1 927,8 1.164,6 1.402,3
48,5 177,0 229,7 347,2 465,4 703,5 943,1 1.183,9 1.425,7
49,0 179,8 233,3 352,7 472,9 714,9 958,5 1.203,3 1.449,2
49,5 182,6 237,0 358,3 480,4 726,3 974,0 1.222,9 1.472,8
50,0 185,4 240,6 363,8 487,9 737,8 989,5 1.242,5 1.496,6
50,5 188,2 244,3 369,5 495,5 749,4 1.005,2 1.262,3 1.520,6
51,0 191,1 248,0 375,1 503,1 761,1 1.020,9 1.282,2 1.544,6
51,5 194,0 251,7 380,8 510,8 772,8 1.036,8 1.302,2 1.568,9
52,0 196,9 255,4 386,5 518,5 784,6 1.052,7 1.322,4 1.593,2
52,5 199,8 259,2 392,2 526,2 796,4 1.068,7 1.342,6 1.617,7
53,0 202,7 263,0 398,0 534,0 808,3 1.084,8 1.362,9 1.642,4
53,5 205,6 266,7 403,8 541,9 820,3 1.101,0 1.383,4 1.667,1
54,0 208,6 270,5 409,6 549,7 832,4 1.117,3 1.404,0 1.692,1
54,5 211,5 274,4 415,4 557,6 844,5 1.133,7 1.424,7 1.717,1
55,0 214,5 278,2 421,3 565,6 856,6 1.150,1 1.445,5 1.742,3
55,5 217,5 282,1 427,2 573,6 868,9 1.166,7 1.466,4 1.767,6
56,0 220,5 285,9 433,1 581,6 881,2 1.183,3 1.487,4 1.793,1
56,5 223,5 289,8 439,1 589,7 893,5 1.200,0 1.508,5 1.818,7
57,0 226,6 293,8 445,1 597,8 905,9 1.216,8 1.529,8 1.844,4
57,5 229,6 297,7 451,1 605,9 918,4 1.233,7 1.551,1 1.870,3
58,0 232,7 301,6 457,2 614,1 930,9 1.250,7 1.572,6 1.896,3
58,5 235,7 305,6 463,2 622,3 943,5 1.267,7 1.594,2 1.922,4
59,0 238,8 309,6 469,3 630,6 956,2 1.284,9 1.615,9 1.948,7
59,5 241,9 313,6 475,5 638,9 968,9 1.302,1 1.637,7 1.975,1
60,0 245,1 317,6 481,6 647,2 981,7 1.319,4 1.659,6 2.001,7
60,5 248,2 321,6 487,8 655,6 994,6 1.336,8 1.681,6 2.028,3
61,0 251,3 325,7 494,0 664,0 1.007,5 1.354,3 1.703,7 2.055,1
61,5 329,8 500,3 672,5 1.020,4 1.371,8 1.725,9 2.082,1
62,0 333,9 506,6 681,0 1.033,4 1.389,5 1.748,2 2.109,1
62,5 338,0 512,9 689,5 1.046,5 1.407,2 1.770,6 2.136,3
63,0 342,1 519,2 698,1 1.059,7 1.425,0 1.793,2 2.163,6
63,5 346,2 525,5 706,7 1.072,9 1.442,9 1.815,8 2.191,1
64,0 350,4 531,9 715,3 1.086,1 1.460,9 1.838,6 2.218,7
64,5 354,6 538,3 724,0 1.099,5 1.478,9 1.861,4 2.246,4
65,0 358,8 544,8 732,7 1.112,8 1.497,1 1.884,4 2.274,2
65,5 363,0 551,2 741,5 1.126,3 1.515,3 1.907,4 2.302,2
66,0 367,2 557,7 750,3 1.139,8 1.533,6 1.930,6 2.330,3
66,5 371,4 564,2 759,1 1.153,3 1.551,9 1.953,9 2.358,5
67,0 375,7 570,8 768,0 1.166,9 1.570,4 1.977,2 2.386,8
67,5 380,0 577,3 776,9 1.180,6 1.588,9 2.000,7 2.415,3
68,0 384,3 583,9 785,8 1.194,3 1.607,5 2.024,3 2.443,9
68,5 388,6 590,5 794,8 1.208,1 1.626,2 2.048,0 2.472,6
69,0 392,9 597,2 803,8 1.222,0 1.645,0 2.071,7 2.501,4
69,5 397,2 603,8 812,8 1.235,8 1.663,8 2.095,6 2.530,4
70,0 401,6 610,5 821,9 1.249,8 1.682,8 2.119,6 2.559,5
70,5 406,0 617,3 831,0 1.263,8 1.701,8 2.143,7 2.588,7
71,0 410,4 624,0 840,2 1.277,9 1.720,9 2.167,9 2.618,1
71,5 414,8 630,8 849,4 1.292,0 1.740,0 2.192,1 2.647,5

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 19

Head Debit Q (Liter/det), untuk ukuran W


Ha 15,2 22.9 30.5 45.7 61 91.4 cm 121.9 152.4 182.9
cm cm cm cm cm cm cm cm
(cm) 0.50 ft 0.75 ft 1.00 ft 1.50 ft 2.00 ft 3.00 ft 4.00 ft 5.00 ft 6.00 ft
72,0 419,2 637,6 858,6 1.306,2 1.759,3 2.216,5 2.677,1
72,5 423,6 644,4 867,8 1.320,4 1.778,6 2.241,0 2.706,8
73,0 428,1 651,2 877,1 1.334,7 1.798,0 2.265,6 2.736,7
73,5 432,6 658,1 886,5 1.349,1 1.817,5 2.290,3 2.766,6
74,0 437,0 665,0 895,8 1.363,5 1.837,0 2.315,0 2.796,7
74,5 441,6 671,9 905,2 1.377,9 1.856,6 2.339,9 2.826,9
75,0 446,1 678,9 914,7 1.392,4 1.876,3 2.364,9 2.857,2

Contoh Pengukuran Debit

(a) Kondisi aliran bebas

Hb/Ha = 40/67 = 60%; Dari Tabel 2.5: Ha = 67 cm; W = 2 ft, maka Q = 768 lt/dt.

(b) Kondisi tenggelam (submerged)

Untuk W = 6 inchi dan 9 inci, debit dalam kondisi tenggelam dapat dibaca langsung
dari Gambar 2.6 atau 2.7.

Contoh:

• W = 6 inci, Ha = 1,20 ft, Hb = 1,08 ft. Hb/Ha = 1,08/1,2 = 0,90 = 90% → kondisi
tenggelam.

• Dari Gambar 2.6, pada kondisi aliran tenggelam maka Q = 50,9 liter/det atau 1,8
cfs.

Untuk W antara 1 ~ 8 feet, debit dalam keadaan tenggelam ditentukan dengan


menggunakan diagram koreksi (Gambar 2.8). Diagram tersebut untuk W = 1 feet dan
untuk W > 1 ft menggunakan faktor pengganda M seperti pada Tabel 2.6 di bawah
ini.

Tabel 2.6. Faktor Pengganda M untuk berbagai nilai W

W M
(ft) (cm)
1 30,5 1
1,5 45,7 1,4
2 61,0 1,8
3 91,5 2,4
4 122,0 3,1
5 152,5 3,7
6 183,0 4,3
Contoh:

• W = 3 ft; Ha = 64 cm; Hb = 61 cm; Hb/Ha = 0,95 > 0,70, kondisi tenggelam.

• Dari Gambar 2.8: Faktor Koreksi untuk W = 1 ft adalah 5,75 cfs (163 lt/det).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 20

• Faktor Pengganda untuk W = 3 ft, M = 2,4. Koreksi untuk W = 3 ft : 5,75 x 2,4 =


13,8 cfs (390 lt/det).

• Dari Tabel 2.5 untuk kondisi aliran bebas pada W = 3 ft dan Ha = 64 cm, maka Q
aliran bebas = 38,4 cfs (1.086 lt/det).

• Maka Qsubmergence = 1086 – 390 = 696 lt/det (24,6 cfs)

Pemasangan Parshall Flume

Informasi dan data yang diperlukan:


(a) Debit maksimum dan minimum yang akan diukur
(b) Kedalaman aliran
(c) Kecepatan maksimum dan dimensi saluran pada lokasi pemasangan.
Dimensi tersebut harus mencakup: lebar, talud (side slope), dalam, tinggi
tanggul di bagian hulu 16(upstream banks) atau jagaan (free board)
Contoh:

Qmax = 566 lt/det, kedalaman aliran = 77 cm, lebar saluran = 3 m, kedalaman total
saluran = 95 cm. Pilih ukuran Parshall Flume?

Pertama asumsikan submergence 70% tidak boleh dilampaui sehingga pengukuran


debit dapat dilakukan hanya berdasarkan nilai terukur Ha. Sebagai “rule of thumb”17:
W antara 1/3 ~ ½ lebar saluran. Dengan lebar saluran 3 m (10 ft), pertama-tama
pilih W = 5 ft (1/2 x 10 ft).

(a) W = 5 ft:

o W = 5 ft, Q = 566 lt/det, maka dari Tabel 2.5 didapat Ha = 30,5 cm

o Hb/Ha = 0,7, maka Hb = 0,7 x 30,5 cm = 21,35 cm. Berdasarkan Gambar


2.10, Head loss = 0,35 ft (10,5 cm)

o Berdasarkan Gambar 2.9: D = kedalaman normal = 77 cm. Kedalaman aliran


di u/s = 77 + 10,5 cm = 87,5 cm, masih lebih kecil dari yang tersedia 95 cm.

o Masih ada kemungkinan untuk memperkecil W

(b) W = 4 ft:

o W = 4 ft; Q = 566 lt/det, maka dari Tabel 2.5 didapat Ha = 35 cm.

o Hb/Ha = 0,7, maka Hb = 0,7 x 35 cm = 25 cm. Berdasarkan Gambar 2.10: D


= kedalaman normal = 77 cm. Maka X = D – Hb = 77 – 25 = 52 cm.

o Untuk melihat kenaikan muka air di sebelah hulu (u/s), digunakan Gambar
2.9: Q = 566 lt/det (20 cfs); Hb/Ha = 0,7; W = 4 ft → Dari Gambar 2.9:
16
Hulu atau udik (up-stream) disingkat u/s; hilir (down-stream) disingkat d/s
17
Rule of thumb: perkiraan profesional atau engineering judgment

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 21

Actual loss head (L) atau beda elevasi muka air antara u/s dan d/s = 13 cm
(0,42 ft).

o Maka kedalaman aliran di u/s = 77 + 13 = 90 cm. Sedangkan kedalaman total


saluran 95 cm. Jadi masih memungkinkan untuk memperkecil W

(c) W = 3 ft

o Dengan cara yang sama, didapat L = 16 cm. Kedalaman aliran di u/s = 77 +


16 = 93 cm < 95 cm. Jadi masih memungkinkan untuk memperkecil W.

o X = 77 – 0,7 x 43 = 77 – 30 = 47 cm. Jadi crest harus dipasang pada jarak 47


cm dari dasar saluran

(d) W = 2 ft

o Dengan cara yang sama didapatkan L = 21 cm; kedalaman aliran di u/s = 77


+ 21 = 98 cm.
o X = D – Hb = 77 – 0,7 x 55 = 77 – 39 = 38 cm.

o Karena pada W = 2 ft, kedalaman aliran u/s melewati kedalaman saluran


yang tersedia maka W = 2 ft tidak dapat dipilih.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 22

Gambar 2.5. Tampak atas dan samping Parshal Flume terbuat dari beton

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 23

Gambar 2.6. Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 6 inci

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 24

Gambar 2.7. Diagram aliran tenggelam untuk Parshal Flume W = 9 inci

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 25

Gambar 2.8. Diagram untuk menghitung debit kondisi tenggelam pada PF 1 ft (30,5 cm)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 26

Gambar 2.9. Penampang memanjang Parshal Flume memperlihatkan


penentuan elevasi crest

Cut-Throat Flume (CTF)

CTF dikembangkan ahir-ahir ini untuk menanggulangi beberapa kerumitan dalam


pembuatan dan konstruksi PF. Gambar 2.11 memperlihatkan bentuk dari CTF. Flume
ini mempunyai lantai dasar yang datar dan dinding vertikal. Seperti pada PF, CTF
dapat beroperasi baik pada kondisi aliran bebas maupun tenggelam.

Keuntungan CTF dibandingkan dengan PF adalah:


(a) Konstruksi lebih sederhana karena dasar datar dan tidak adanya bagian
tenggorokan
(b) Karena sudut bagian penyempitan dan pengembangan tetap sama untuk semua
flume, maka ukuran flume dapat diubah dengan menggerakkan dinding ke
dalam atau ke luar.
(c) Daftar debit dari suatu ukuran flume dapat dikembangkan dari daftar debit
yang tersedia

Penentuan Debit Dalam Kondisi Aliran Bebas

n
Q = C Ha ../2.7/; dimana satuan Q: cms, C: koefisien aliran bebas (free flow
coefficient); Ha : kedalaman aliran sebelah hulu (u/s flow depth) (m).

C = K W 1.025 …/2.8/; dimana K: koefisien panjang flume (flume length coefficient);


W: lebar tenggorokan (m). Nilai K dan n (flow exponent) didapat dari Gambar 2.12
untuk panjang flume (L) tertentu. Untuk pengukuran debit yang teliti nisbah Ha/L
harus ≤ 0,4. Naiknya nilai nisbah tersebut menyebabkan berkurangnya ketelitian.

Berdasarkan Gambar 2.12, dapat disusun nilai K, n, dan St untuk berbagai nilai L
(panjang flume) seperti pada Tabel 2.7a.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 27

Gambar 2.10. Diagram untuk penentuan head loss melalui Parshal Flume

Tabel 2.7a. Nilai K, n, dan St untuk berbagai Panjang CTF

Panjang flume L (m) K n St


0,50 5,75 2,07 0,60
0,75 4,3 1,90 0,63
1,0 3,5 1,80 0,66
1,5 2,7 1,68 0,72
2,0 2,3 1,63 0,76
2,5 2,1 1,57 0,78

Contoh Perhitungan:

L = 1,5 m, W = 0,30 m. Bagaimana rumus debit untuk CF tersebut?

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 28

• Dari Gambar 2.12 atau Tabel 2.7a, pada L = 1,5 m, maka n = 1,68 dan K = 2,7.

• Persamaan free flow : C = K W1.025 = 2,7 x (0,30)1,025 = 0,786

• Maka persamaan debit: Q = 0,786 Ha 1,68

• Jika Ha = 0,30 m, maka Q = 0,786 (0,30)1,68 = 0,104 cms = 104 lt/det.

Syarat aliran bebas adalah Hb/Ha tidak melewati nilai batas tertentu yang disebut
sebagai “transition submergence” (St) yang nilainya dapat ditentukan dari Gambar
2.12 untuk berbagai nilai panjang flume (L). Pada L = 1,50 m, maka batas
submergence St = 0,72. Jika Hb/Ha > 0,72, maka rumus di atas tidak berlaku.

Gambar 2.11a. Sketsa Cut-Throat Flume

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 29

Gambar 2.11b. Sketsa Cut-Throat Flume pada uji saluran laboratorium

Pemasangan CTF untuk mendapatkan kondisi Aliran Bebas

Data dan informasi yang diperlukan:


(a) Debit maksimum yang akan diukur
(b) Kedalaman aliran pada debit tersebut
(c) Head loss yang diijinkan (allowable head loss) melalui flume

Untuk tujuan rancangan, head loss dapat diambil sebagai perubahan elevasi
muka air antara bagian yang masuk dengan yang keluar dari flume. Kedalaman d/s
sama dengan kedalaman semula sebelum pemasangan flume, sedangkan kedalaman
aliran di u/s akan naik sebesar head loss. Kenaikan ini dibatasi oleh tinggi jagaan di
u/s. Karena W dihitung dalam rumus debit, maka W harus dipasang secara tepat. Jika
CTF akan dibangun dari beton, maka pada tenggorokan harus dipasang besi siku
supaya ukuran W tepat.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 30

Gambar 2.12. Generalisasi koefisien aliran bebas dan nilai eksponen n,


serta St untuk CTF (satuan dalam metrik)

Sebagai pedoman yang harus diikuti adalah Ha/L ≤ 0,4. Pengukuran head (Ha atau Hb)
dapat menggunakan peilschaal atau sumuran pada jarak yang telah ditetapkan.
Prosedur pemasangan CTF supaya beroperasi dalam kondisi aliran bebas adalah
sebagai berikut:
(a) Tentukan debit maksimum yang akan diukur
(b) Pada lokasi dimana CTF akan dipasang, buat garis muka air pada tanggul dan
maksimum kedalaman aliran yang diijinkan
(c) Dengan menggunakan persamaan Q = C Han, hitung Ha pada debit maksimum
pada ukuran CTF yang akan digunakan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 31

(d) Tempatkan lantai CTF pada kedalaman Hb yang tidak boleh melebihi Ha x St
atau (Hb ≤ Ha x St)

Tidak ada aturan baku mengenai besarnya perbandingan antara W dengan L atau W
dengan Ha. Oleh karena itu direkomendasikan perbandingan W dengan L
menggunakan data seperti tercantum pada Tabel 2.7 yang didasarkan pada hasil uji-
coba di laboratorium. Prosedur tersebut di atas diperagakan dengan ilustrasi seperti
pada Gambar 2.13.

Untuk pengukuran debit di petak tersier sebagai pegangan umum dapat digunakan
Tabel 2.7b di bawah ini. Pelaksanaan di lapangan disesuaikan dengan dimensi saluran
yang tersedia. Tinggi dasar CTF dari dasar saluran sekitar 10 cm. Sambungan sayap
ke tanggul saluran dapat digunakan dinding tegak vertikal seperti pada Gambar
2.11b.

Tabel 2.7b. Pegangan umum penggunaan CTF di petak tersier

Lokasi pengukuran
Debit maksimum
L (m) W (m) B (m)dari tenggorokan (m)
(lt/det)
Ha Hb
< 10 0,5 0,10 0,21 0,11 0,28
10~50 0,5 0,30 0,41 0,11 0,28
50~100 1,0 0,60 0,82 0,22 0,56
> 100 1,5 1,0 1,33 0,33 0,83
Keterangan: L: panjang flume; W: lebar tenggorokan; B: lebar flume

Contoh 1:

L = 1,22 m, W = 0,36 m akan dipasang dalam kondisi aliran bebas (Gambar 2.13).
Debit maksimum = 0,2 cms. St untuk CTF ini ditentukan berdasarkan Gambar 2.12, di
mana St = 68.2%.

• Persamaan Debit: Q = C Han → Ha =(Q/C)1/n

• C = K W1.025 ; K = 3,1 (Gambar 2.12), maka C = 3,1 (0,36)1,025 = 1,1 ; n = 1,75


1
 0.2  1.75
• Ha =   = 0.182 0.57 = 0.375 m .
 1.1 

• Kedalaman d/s: Hb = Ha x St = 0,375 x 0,682 = 0,256 m.

• Maka lantai CTF harus ditempatkan tidak lebih rendah dari 0,256 m di bawah
garis air tertinggi di saluran (Gambar 2.13)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 32

B = W + L/4,5
W

2L/9 5L/9

L/3 2L/3

Ha Hb

10 cm

Gambar 2.13. Cut throat flume (pandangan atas dan samping)

Gambar 2.13. Pemasangan CTF

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 33

Contoh 2:

Misalkan diinginkan ukuran CTF yang logis untuk mengukur debit maksimum 350
lt/det di bawah kondisi aliran bebas. Diketahui kedalaman maksimum di saluran 30
cm dan head loss tidak boleh melebihi 15 cm.

• Pada kondisi tersebut kedalaman maksimum d/s = 30 cm dan kedalaman


maksimum di u/s = 30 + 15 = 45 cm.

• Submergence = 30/45 = 0,67 atau 67%.

• Dari Gambar 2.12 dapat dilihat St > 67%, maka L > 1,15 m.

• Untuk memilih ukuran CTF yang sesuai dapat digunaan Tabel 2.7.

• Secara tentatif ambil ukuran CTF 40 x 180 cm (karena L > 1,15 m), dapatkan nilai
Ha untuk Q = 350 lt/det, Ha = 54 cm, dimana lebih besar dari maksimum
kedalaman u/s 45 cm.

• Dengan demikian diperlukan ukuran CTF yang lebih besar.

• Coba dengan ukuran CTF 60 cm x 180 cm, Ha = 42 cm, untuk Q = 0,35 cms.
Karena nilai ini lebih kecil dari 45 cm, maka ukuran CTF ini dapat dipilih (60 x
180 cm). Walaupun demikian W yang lebih kecil dapat dipilih misalnya antara 40
~ 60 cm, akan tetapi diperlukan suatu Tabel rating tersendiri.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 34

Tabel 2.7a. Kalibrasi aliran bebas untuk CTF tertentu dinyatakan dalam
Lebar W (cm) x Panjang L (cm)

Debit (liter/det)
Ha 10 x 90 20 x 90 30 x 90 20 x 40 x 60 x 30 x 60 x 100 x
180 180 180 270 270 270
(cm) cm cm cm cm cm cm cm cm cm
0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 1
1,0 0 0 0 0 0 1 0 1 2
1,5 0 0 0 0 1 1 1 2 3
2,0 0 1 1 1 2 2 1 3 5
2,5 0 1 1 1 2 3 2 4 7
3,0 1 1 2 1 3 5 3 5 9
3,5 1 2 2 2 4 6 3 7 11
4,0 1 2 3 2 5 7 4 8 14
4,5 1 3 4 3 6 9 5 10 17
5,0 1 3 4 3 7 11 6 12 20
5,5 2 4 5 4 8 12 7 14 23
6,0 2 4 6 5 9 14 8 16 26
6,5 2 5 7 5 11 16 9 18 30
7,0 3 6 8 6 12 18 10 20 34
7,5 3 6 9 7 14 21 11 22 38
8,0 3 7 11 7 15 23 12 25 42
8,5 4 8 12 8 17 25 13 27 46
9,0 4 9 13 9 18 28 15 30 50
9,5 5 10 14 10 20 30 16 32 54
10,0 5 11 16 11 22 33 17 35 59
10,5 6 12 17 12 24 36 18 38 63
11,0 6 13 19 13 26 39 20 40 68
11,5 7 14 21 13 27 42 21 43 73
12,0 7 15 22 14 29 45 23 46 78
12,5 8 16 24 15 32 48 240 49 83
13,0 8 18 26 16 34 51 26 52 89
13,5 9 19 28 18 36 54 27 56 94
14,0 10 20 30 19 38 57 29 59 99
14,5 10 22 31 20 40 61 31 62 105
15,0 11 23 34 21 43 64 32 66 111
15,5 12 24 36 22 45 68 34 69 117
16,0 12 26 38 23 47 72 36 73 122
16,5 13 27 40 24 50 75 37 76 129
17,0 14 29 42 26 52 79 39 80 135
17,5 14 31 45 27 55 83 41 83 141
18,0 15 32 47 28 58 87 43 87 147
18,5 16 34 49 30 60 91 45 91 154
19,0 17 36 52 31 63 95 47 95 160
19,5 18 37 54 32 66 99 49 99 167
20,0 18 39 57 34 68 104 51 103 174
20,5 19 41 60 35 71 108 52 107 180
21,0 20 43 62 36 74 112 55 111 187
21,5 21 45 65 38 77 117 57 115 194
22,0 22 47 68 39 80 121 59 119 201
22,5 23 49 71 41 83 126 61 123 209
23,0 24 51 74 42 86 130 63 128 216
23,5 25 53 77 44 89 135 65 132 223

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 35

Debit (liter/det)
Ha 10 x 90 20 x 90 30 x 90 20 x 40 x 60 x 30 x 60 x 100 x
180 180 180 270 270 270
(cm) cm cm cm cm cm cm cm cm cm
0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 1
24,0 26 55 80 45 92 140 67 137 231
24,5 27 57 83 47 96 145 69 141 238
25,0 28 59 86 49 99 150 72 146 246
25,5 29 61 89 50 102 155 74 150 254
26,0 30 63 92 52 106 160 76 155 261
26,5 31 66 96 53 109 165 78 159 269
27,0 32 68 99 55 112 170 81 164 277
27,5 33 70 102 57 116 175 83 169 285
28,0 34 73 106 59 119 180 85 174 293
28,5 35 75 109 60 123 186 88 179 302
29,0 37 78 113 62 126 191 90 178 310
29,5 38 80 116 64 130 197 93 188 318
30,0 39 82 120 66 134 202 95 193 327
30,5 40 85 124 67 137 208 98 199 335
31,0 41 88 127 69 141 213 100 204 344
31,5 43 90 131 71 145 219 103 209 353
32,0 44 93 135 73 149 225 105 214 361
32,5 45 96 139 75 152 231 108 219 370
33,0 46 98 143 77 156 237 110 224 379
33,5 48 101 147 79 160 243 113 230 388
34,0 49 104 151 81 164 249 116 235 397
34,5 50 107 155 83 168 255 118 241 406
35,0 52 110 159 85 172 261 121 246 416
35,5 53 112 164 87 176 267 124 252 425
36,0 54 115 168 89 180 723 126 257 434
36,5 56 118 172 91 185 279 129 263 444
37,0 57 121 177 93 189 286 132 268 453
37,5 59 124 181 95 193 292 135 274 463
38,0 60 127 185 97 197 299 138 280 473
38,5 62 131 190 99 202 305 140 286 482
39,0 63 134 195 101 206 312 143 291 492
39,5 65 137 199 103 210 318 146 297 502
40,0 66 140 204 105 215 325 149 303 512
40,5 68 143 209 108 219 332 152 309 522
41,0 69 147 213 110 224 339 155 315 532
41,5 71 150 218 112 228 345 158 321 542
42,0 72 153 223 114 233 352 161 327 552
42,5 74 157 228 116 237 359 164 333 563
43,0 76 160 233 119 242 366 167 339 573
43,5 77 163 238 121 247 373 170 346 584
44,0 79 167 243 123 251 380 173 352 594
44,5 80 170 248 126 256 388 176 358 605
45,0 82 174 253 128 261 395 179 364 615
45,5 130 266 402 182 371 626
46,0 133 270 409 185 377 637
46,5 135 275 417 189 383 648
47,0 138 280 424 192 390 659
47,5 140 285 432 195 396 669
48,0 142 290 439 198 403 681

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 36

Debit (liter/det)
Ha 10 x 90 20 x 90 30 x 90 20 x 40 x 60 x 30 x 60 x 100 x
180 180 180 270 270 270
(cm) cm cm cm cm cm cm cm cm cm
0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 1
48,5 145 295 447 201 409 692
49,0 147 300 454 205 416 703
49,5 150 305 462 208 423 714
50,0 152 310 470 211 429 725
50,5 155 315 477 214 436 737
51,0 157 321 485 218 443 748
51,5 160 326 493 221 450 760
52,0 162 331 501 224 457 771
52,5 165 336 509 228 463 783
53,0 168 342 517 231 470 794
53,5 170 347 525 235 477 806
54,0 173 352 533 238 484 818
54,5 176 358 541 242 491 830
55,0 178 363 550 245 498 742
55,5 181 369 558 249 505 854
56,0 184 374 566 252 513 866
56,5 186 380 575 256 520 878
57,0 189 385 583 259 527 890
57,5 192 391 591 263 534 902
58,0 195 396 600 266 541 914
58,5 197 402 609 270 549 927
59,0 200 408 617 273 556 939
59,5 203 414 626 277 563 952
60,0 206 419 635 281 571 964
60,5 284 578 977
61,0 288 586 989
61,5 292 593 1.002
62,0 295 601 1.015
62,5 299 608 1.028
63,0 303 616 1.040
63,5 307 624 1.053
64,0 310 631 1.066
64,5 314 639 1.079
65,0 318 647 1.092
65,5 322 655 1.106
66,0 260 662 1.119
66,5 330 670 1.132
67,0 333 678 1.145
67,5 337 686 1.159
68,0 341 694 1.172
68,5 345 702 1.186
69,0 349 710 1.199
69,5 353 718 1.213
70,0 357 726 1.226
70,5 361 734 1.240
71,0 365 742 1.254
71,5 369 750 1.268
72,0 373 759 1.281
72,5 377 767 1.295

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 37

Debit (liter/det)
Ha 10 x 90 20 x 90 30 x 90 20 x 40 x 60 x 30 x 60 x 100 x
180 180 180 270 270 270
(cm) cm cm cm cm cm cm cm cm cm
0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 1
73,0 381 775 1.309
73,5 385 784 1.323
74,0 389 792 1.337
74,5 393 800 1.352
75,0 398 809 1.366

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 38

Tabel 2.7b. Debit pada CTF: L = 0,5 m; Hb/Ha ≤ 0,60; Ha/L≤0,4; K=5,75; n=2,07
(W=0,10, C=0,543; W=0,20, C=1,105; W=0,30, C=1,674)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 39

L (m) 0,50 0,50 0,50


W (m) 0,10 0,20 0,30
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det)
1,0 0,04 0,02 0,08 0,12
1,1 0,05 0,02 0,10 0,15
1,2 0,06 0,02 0,12 0,18
1,3 0,07 0,03 0,14 0,21
1,4 0,08 0,03 0,16 0,24
1,5 0,09 0,03 0,19 0,28
1,6 0,10 0,03 0,21 0,32
1,7 0,12 0,03 0,24 0,36
1,8 0,13 0,04 0,27 0,41
1,9 0,15 0,04 0,30 0,46
2,0 0,17 0,04 0,34 0,51
2,1 0,18 0,04 0,37 0,56
2,2 0,20 0,04 0,41 0,62
2,3 0,22 0,05 0,45 0,68
2,4 0,24 0,05 0,49 0,74
2,5 0,26 0,05 0,53 0,81
2,6 0,28 0,05 0,58 0,88
2,7 0,31 0,05 0,63 0,95
2,8 0,33 0,06 0,67 1,02
2,9 0,36 0,06 0,73 1,10
3,0 0,38 0,06 0,78 1,18
3,1 0,41 0,06 0,83 1,26
3,2 0,44 0,06 0,89 1,35
3,3 0,47 0,07 0,95 1,44
3,4 0,50 0,07 1,01 1,53
3,5 0,53 0,07 1,07 1,62
3,6 0,56 0,07 1,13 1,72
3,7 0,59 0,07 1,20 1,82
3,8 0,62 0,08 1,27 1,92
3,9 0,66 0,08 1,34 2,03
4,0 0,69 0,08 1,41 2,14
4,1 0,73 0,08 1,48 2,25
4,2 0,77 0,08 1,56 2,37
4,3 0,81 0,09 1,64 2,48
4,4 0,84 0,09 1,72 2,60
4,5 0,88 0,09 1,80 2,73
L (m) 0,50 0,50 0,50
W (m) 0,10 0,20 0,30
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det)
4,6 0,93 0,09 1,88 2,86
4,7 0,97 0,09 1,97 2,99
4,8 1,01 0,10 2,06 3,12
4,9 1,06 0,10 2,15 3,25
5,0 1,10 0,10 2,24 3,39
5,1 1,15 0,10 2,33 3,53
5,2 1,19 0,10 2,43 3,68
5,3 1,24 0,11 2,53 3,83
5,4 1,29 0,11 2,63 3,98
5,5 1,34 0,11 2,73 4,13
5,6 1,39 0,11 2,83 4,29
5,7 1,44 0,11 2,94 4,45
5,8 1,50 0,12 3,04 4,61
5,9 1,55 0,12 3,15 4,78
6,0 1,60 0,12 3,27 4,95

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 40

Tabel 2.7c. Debit pada CTF, L = 0,75 m Hb/Ha ≤ 0,63; Ha/L≤0,4; K=4,3; n=1,9
(W=0,10, C=0,406; W=0,20, C=0,826; W=0,30, C=1,252; W=0,4, C=1,681)

L (m) 0,75 0,75 0,75 0,75


W (m) 0,10 0,20 0,30 0,40
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1,00 0,06 0,01 0,13 0,20 0,27
1,10 0,08 0,01 0,16 0,24 0,32
1,20 0,09 0,02 0,19 0,28 0,38
1,30 0,11 0,02 0,22 0,33 0,44
1,40 0,12 0,02 0,25 0,38 0,50
1,50 0,14 0,02 0,28 0,43 0,58
1,60 0,16 0,02 0,32 0,48 0,65
1,70 0,18 0,02 0,36 0,54 0,73
1,80 0,20 0,02 0,40 0,61 0,81
1,90 0,22 0,03 0,44 0,67 0,90
2,00 0,24 0,03 0,49 0,74 0,99
2,10 0,26 0,03 0,54 0,81 1,09
2,20 0,29 0,03 0,59 0,89 1,19
2,30 0,31 0,03 0,64 0,97 1,30
2,40 0,34 0,03 0,69 1,05 1,41
2,50 0,37 0,03 0,75 1,13 1,52
2,60 0,40 0,03 0,80 1,22 1,64
2,70 0,42 0,04 0,86 1,31 1,76
2,80 0,46 0,04 0,93 1,40 1,88
2,90 0,49 0,04 0,99 1,50 2,01
3,00 0,52 0,04 1,06 1,60 2,15
3,10 0,55 0,04 1,12 1,70 2,29
3,20 0,59 0,04 1,19 1,81 2,43
3,30 0,62 0,04 1,27 1,92 2,57
3,40 0,66 0,05 1,34 2,03 2,73
3,50 0,70 0,05 1,41 2,14 2,88
3,60 0,73 0,05 1,49 2,26 3,04
3,70 0,77 0,05 1,57 2,38 3,20
3,80 0,81 0,05 1,65 2,51 3,37
3,90 0,85 0,05 1,74 2,63 3,54
4,00 0,90 0,05 1,82 2,76 3,71
4,10 0,94 0,05 1,91 2,90 3,89
4,20 0,98 0,06 2,00 3,03 4,07
4,30 1,03 0,06 2,09 3,17 4,26
4,40 1,07 0,06 2,19 3,31 4,45
4,50 1,12 0,06 2,28 3,46 4,64
4,60 1,17 0,06 2,38 3,60 4,84
4,70 1,22 0,06 2,48 3,75 5,04
4,80 1,27 0,06 2,58 3,91 5,25
L (m) 0,75 0,75 0,75 0,75
W (m) 0,10 0,20 0,30 0,40
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
4,90 1,32 0,07 2,68 4,06 5,46
5,00 1,37 0,07 2,79 4,22 5,67
5,10 1,42 0,07 2,89 4,38 5,89
5,20 1,48 0,07 3,00 4,55 6,11
5,30 1,53 0,07 3,11 4,72 6,33
5,40 1,58 0,07 3,23 4,89 6,56
5,50 1,64 0,07 3,34 5,06 6,80

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 41

5,60 1,70 0,07 3,46 5,24 7,03


5,70 1,76 0,08 3,57 5,42 7,27
5,80 1,82 0,08 3,69 5,60 7,52
5,90 1,88 0,08 3,82 5,78 7,77
6,00 1,94 0,08 3,94 5,97 8,02
6,10 2,00 0,08 4,07 6,16 8,27
6,20 2,06 0,08 4,19 6,35 8,53
6,30 2,12 0,08 4,32 6,55 8,80
6,40 2,19 0,09 4,45 6,75 9,06
6,50 2,25 0,09 4,59 6,95 9,34
6,60 2,32 0,09 4,72 7,16 9,61
6,70 2,39 0,09 4,86 7,36 9,89
6,80 2,46 0,09 5,00 7,57 10,17
6,90 2,53 0,09 5,14 7,79 10,46
7,00 2,60 0,09 5,28 8,00 10,75
7,10 2,67 0,09 5,43 8,22 11,04
7,20 2,74 0,10 5,57 8,44 11,34
7,30 2,81 0,10 5,72 8,67 11,64
7,40 2,88 0,10 5,87 8,89 11,94
7,50 2,96 0,10 6,02 9,12 12,25
7,60 3,03 0,10 6,17 9,36 12,56
7,70 3,11 0,10 6,33 9,59 12,88
7,80 3,19 0,10 6,49 9,83 13,20
7,90 3,27 0,11 6,65 10,07 13,52
8,00 3,34 0,11 6,81 10,31 13,85
8,10 3,42 0,11 6,97 10,56 14,18
8,20 3,51 0,11 7,13 10,81 14,52
8,30 3,59 0,11 7,30 11,06 14,85
8,40 3,67 0,11 7,47 11,31 15,20
8,50 3,75 0,11 7,64 11,57 15,54
8,60 3,84 0,11 7,81 11,83 15,89
8,70 3,92 0,12 7,98 12,09 16,24
8,80 4,01 0,12 8,16 12,36 16,60
8,90 4,10 0,12 8,33 12,63 16,96
9,00 4,18 0,12 8,51 12,90 17,32
9,10 4,27 0,12 8,69 13,17 17,69
9,20 4,36 0,12 8,88 13,45 18,06
9,30 4,45 0,12 9,06 13,73 18,44
9,40 4,54 0,13 9,25 14,01 18,82
9,50 4,64 0,13 9,43 14,30 19,20
9,60 4,73 0,13 9,62 14,58 19,58
9,70 4,82 0,13 9,82 14,87 19,97
9,80 4,92 0,13 10,01 15,17 20,37
9,90 5,01 0,13 10,20 15,46 20,76
L (m) 0,75 0,75 0,75 0,75
W (m) 0,10 0,20 0,30 0,40
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
10,00 5,11 0,13 10,40 15,76 21,16
10,10 5,21 0,13 10,60 16,06 21,57
10,20 5,31 0,14 10,80 16,36 21,97
10,30 5,41 0,14 11,00 16,67 22,39
10,40 5,51 0,14 11,20 16,98 22,80
10,50 5,61 0,14 11,41 17,29 23,22
10,60 5,71 0,14 11,62 17,60 23,64
10,70 5,81 0,14 11,83 17,92 24,07
10,80 5,92 0,14 12,04 18,24 24,50

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 42

10,90 6,02 0,15 12,25 18,56 24,93


11,00 6,13 0,15 12,46 18,89 25,36
11,10 6,23 0,15 12,68 19,21 25,80
11,20 6,34 0,15 12,90 19,54 26,25
11,30 6,45 0,15 13,12 19,88 26,69
11,40 6,56 0,15 13,34 20,21 27,15
11,50 6,66 0,15 13,56 20,55 27,60
11,60 6,78 0,15 13,79 20,89 28,06
11,70 6,89 0,16 14,01 21,24 28,52
11,80 7,00 0,16 14,24 21,58 28,98
11,90 7,11 0,16 14,47 21,93 29,45
12,00 7,23 0,16 14,71 22,28 29,92
12,10 7,34 0,16 14,94 22,64 30,40
12,20 7,46 0,16 15,17 22,99 30,88
12,30 7,57 0,16 15,41 23,35 31,36
12,40 7,69 0,17 15,65 23,71 31,85
12,50 7,81 0,17 15,89 24,08 32,34
12,60 7,93 0,17 16,13 24,45 32,83
12,70 8,05 0,17 16,38 24,82 33,33
12,80 8,17 0,17 16,62 25,19 33,83
12,90 8,29 0,17 16,87 25,56 34,33
13,00 8,41 0,17 17,12 25,94 34,84
13,10 8,54 0,17 17,37 26,32 35,35
13,20 8,66 0,18 17,62 26,71 35,86
13,30 8,79 0,18 17,88 27,09 36,38
13,40 8,91 0,18 18,14 27,48 36,90
13,50 9,04 0,18 18,39 27,87 37,43
13,60 9,17 0,18 18,65 28,26 37,96
13,70 9,29 0,18 18,91 28,66 38,49
13,80 9,42 0,18 19,18 29,06 39,03
13,90 9,55 0,19 19,44 29,46 39,56
14,00 9,69 0,19 19,71 29,86 40,11
14,10 9,82 0,19 19,98 30,27 40,65
14,20 9,95 0,19 20,25 30,68 41,20
14,30 10,08 0,19 20,52 31,09 41,76
14,40 10,22 0,19 20,79 31,51 42,31
14,50 10,35 0,19 21,07 31,92 42,87
14,60 10,49 0,19 21,34 32,34 43,44
14,70 10,63 0,20 21,62 32,77 44,00
14,80 10,76 0,20 21,90 33,19 44,57
14,90 10,90 0,20 22,19 33,62 45,15
15,00 11,04 0,20 22,47 34,05 45,72
L (m) 0,75 0,75 0,75 0,75
W (m) 0,10 0,20 0,30 0,40
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
15,10 11,18 0,20 22,76 34,48 46,31
15,20 11,32 0,20 23,04 34,92 46,89
15,30 11,47 0,20 23,33 35,35 47,48
15,40 11,61 0,21 23,62 35,79 48,07
15,50 11,75 0,21 23,91 36,24 48,66
15,60 11,90 0,21 24,21 36,68 49,26
15,70 12,04 0,21 24,50 37,13 49,86
15,80 12,19 0,21 24,80 37,58 50,47
15,90 12,33 0,21 25,10 38,03 51,08
16,00 12,48 0,21 25,40 38,49 51,69
16,10 12,63 0,21 25,70 38,95 52,31

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 43

16,20 12,78 0,22 26,01 39,41 52,92


16,30 12,93 0,22 26,31 39,87 53,55
16,40 13,08 0,22 26,62 40,34 54,17
16,50 13,23 0,22 26,93 40,81 54,80
16,60 13,39 0,22 27,24 41,28 55,44
16,70 13,54 0,22 27,55 41,75 56,07
16,80 13,69 0,22 27,87 42,23 56,71
16,90 13,85 0,23 28,18 42,71 57,35
17,00 14,01 0,23 28,50 43,19 58,00
17,10 14,16 0,23 28,82 43,67 58,65
17,20 14,32 0,23 29,14 44,16 59,30
17,30 14,48 0,23 29,47 44,65 59,96
17,40 14,64 0,23 29,79 45,14 60,62
17,50 14,80 0,23 30,12 45,63 61,28
17,60 14,96 0,23 30,44 46,13 61,95
17,70 15,12 0,24 30,77 46,63 62,62
17,80 15,29 0,24 31,10 47,13 63,30
17,90 15,45 0,24 31,44 47,64 63,97
18,00 15,61 0,24 31,77 48,14 64,65
18,10 15,78 0,24 32,11 48,65 65,34
18,20 15,94 0,24 32,45 49,16 66,03
18,30 16,11 0,24 32,79 49,68 66,72
18,40 16,28 0,25 33,13 50,20 67,41
18,50 16,45 0,25 33,47 50,72 68,11
18,60 16,62 0,25 33,81 51,24 68,81
18,70 16,79 0,25 34,16 51,76 69,52
18,80 16,96 0,25 34,51 52,29 70,22
18,90 17,13 0,25 34,86 52,82 70,93
19,00 17,30 0,25 35,21 53,35 71,65
19,10 17,48 0,25 35,56 53,89 72,37
19,20 17,65 0,26 35,92 54,42 73,09
19,30 17,82 0,26 36,27 54,96 73,81
19,40 18,00 0,26 36,63 55,51 74,54
19,50 18,18 0,26 36,99 56,05 75,27
19,60 18,36 0,26 37,35 56,60 76,01
19,70 18,53 0,26 37,71 57,15 76,75
19,80 18,71 0,26 38,08 57,70 77,49
19,90 18,89 0,27 38,45 58,26 78,23
20,00 19,07 0,27 38,81 58,81 78,98
20,10 19,25 0,27 39,18 59,37 79,74
L (m) 0,75 0,75 0,75 0,75
W (m) 0,10 0,20 0,30 0,40
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
20,20 19,44 0,27 39,55 59,94 80,49
20,30 19,62 0,27 39,93 60,50 81,25
20,40 19,80 0,27 40,30 61,07 82,01
20,50 19,99 0,27 40,68 61,64 82,78
20,60 20,18 0,27 41,06 62,21 83,55
20,70 20,36 0,28 41,44 62,79 84,32
20,80 20,55 0,28 41,82 63,36 85,09
20,90 20,74 0,28 42,20 63,94 85,87

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 44

Tabel 2.7d. Debit pada CTF, L = 1,0 m; Hb/Ha ≤ 0,66; Ha/L≤0,4; K=3,5; n=1,8
(W=0,2, C=0,672; W=0,3, C=1,019; W=0,4, C=1,368; W=0,5, C=1,720; W=0,6, C=2,073)

L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00


W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1,0 0,17 0,01 0,26 0,34 0,43 0,52
1,1 0,20 0,01 0,30 0,41 0,51 0,62
1,2 0,23 0,01 0,36 0,48 0,60 0,72
1,3 0,27 0,01 0,41 0,55 0,69 0,84
1,4 0,31 0,01 0,47 0,63 0,79 0,95
1,5 0,35 0,02 0,53 0,71 0,90 1,08
1,6 0,39 0,02 0,60 0,80 1,01 1,21
1,7 0,44 0,02 0,67 0,89 1,12 1,35
1,8 0,49 0,02 0,74 0,99 1,24 1,50
1,9 0,54 0,02 0,81 1,09 1,37 1,65
2,0 0,59 0,02 0,89 1,20 1,50 1,81
2,1 0,64 0,02 0,97 1,31 1,64 1,98
2,2 0,70 0,02 1,06 1,42 1,79 2,15
2,3 0,76 0,02 1,15 1,54 1,93 2,33
2,4 0,82 0,02 1,24 1,66 2,09 2,52
2,5 0,88 0,03 1,33 1,79 2,25 2,71
2,6 0,94 0,03 1,43 1,92 2,41 2,91
2,7 1,01 0,03 1,53 2,05 2,58 3,11
2,8 1,08 0,03 1,63 2,19 2,76 3,32
2,9 1,15 0,03 1,74 2,34 2,94 3,54
3,0 1,22 0,03 1,85 2,48 3,12 3,76
3,1 1,29 0,03 1,96 2,63 3,31 3,99
3,2 1,37 0,03 2,08 2,79 3,51 4,23
3,3 1,45 0,03 2,20 2,95 3,71 4,47
3,4 1,53 0,03 2,32 3,11 3,91 4,71
3,5 1,61 0,04 2,44 3,28 4,12 4,97
3,6 1,69 0,04 2,57 3,45 4,33 5,22
3,7 1,78 0,04 2,70 3,62 4,55 5,49
3,8 1,87 0,04 2,83 3,80 4,78 5,76
3,9 1,96 0,04 2,97 3,98 5,01 6,03
4,0 2,05 0,04 3,10 4,17 5,24 6,32
4,1 2,14 0,04 3,24 4,36 5,48 6,60
4,2 2,24 0,04 3,39 4,55 5,72 6,89

L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00


W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
4,3 2,33 0,04 3,53 4,75 5,97 7,19
4,4 2,43 0,04 3,68 4,95 6,22 7,50
4,5 2,53 0,05 3,84 5,15 6,48 7,81
4,6 2,63 0,05 3,99 5,36 6,74 8,12
4,7 2,74 0,05 4,15 5,57 7,00 8,44
4,8 2,84 0,05 4,31 5,79 7,27 8,77
4,9 2,95 0,05 4,47 6,01 7,55 9,10
5,0 3,06 0,05 4,64 6,23 7,83 9,44
5,1 3,17 0,05 4,81 6,45 8,11 9,78
5,2 3,28 0,05 4,98 6,68 8,40 10,13
5,3 3,40 0,05 5,15 6,92 8,69 10,48

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 45

5,4 3,52 0,05 5,33 7,15 8,99 10,84


5,5 3,63 0,06 5,51 7,39 9,29 11,20
5,6 3,75 0,06 5,69 7,64 9,60 11,57
5,7 3,87 0,06 5,87 7,88 9,91 11,95
5,8 4,00 0,06 6,06 8,13 10,23 12,33
5,9 4,12 0,06 6,25 8,39 10,54 12,71
6,0 4,25 0,06 6,44 8,65 10,87 13,10
6,1 4,38 0,06 6,63 8,91 11,20 13,50
6,2 4,51 0,06 6,83 9,17 11,53 13,90
6,3 4,64 0,06 7,03 9,44 11,87 14,30
6,4 4,77 0,06 7,23 9,71 12,21 14,72
6,5 4,91 0,06 7,44 9,99 12,55 15,13
6,6 5,04 0,07 7,64 10,26 12,90 15,55
6,7 5,18 0,07 7,85 10,55 13,26 15,98
6,8 5,32 0,07 8,07 10,83 13,62 16,41
6,9 5,46 0,07 8,28 11,12 13,98 16,85
7,0 5,61 0,07 8,50 11,41 14,34 17,29
7,1 5,75 0,07 8,72 11,71 14,72 17,74
7,2 5,90 0,07 8,94 12,01 15,09 18,19
7,3 6,05 0,07 9,16 12,31 15,47 18,65
7,4 6,20 0,07 9,39 12,61 15,85 19,11
7,5 6,35 0,07 9,62 12,92 16,24 19,58
7,6 6,50 0,08 9,85 13,23 16,63 20,05
7,7 6,66 0,08 10,09 13,55 17,03 20,53
7,8 6,81 0,08 10,32 13,87 17,43 21,01
7,9 6,97 0,08 10,56 14,19 17,83 21,50
8,0 7,13 0,08 10,81 14,51 18,24 21,99
8,1 7,29 0,08 11,05 14,84 18,65 22,49
8,2 7,46 0,08 11,30 15,17 19,07 22,99
8,3 7,62 0,08 11,55 15,51 19,49 23,50
8,4 7,79 0,08 11,80 15,84 19,92 24,01
8,5 7,95 0,08 12,05 16,19 20,35 24,53
8,6 8,12 0,09 12,31 16,53 20,78 25,05
8,7 8,29 0,09 12,57 16,88 21,22 25,57
8,8 8,47 0,09 12,83 17,23 21,66 26,11
8,9 8,64 0,09 13,09 17,58 22,10 26,64
9,0 8,82 0,09 13,36 17,94 22,55 27,18
9,1 8,99 0,09 13,63 18,30 23,00 27,73
9,2 9,17 0,09 13,90 18,66 23,46 28,28
L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
9,3 9,35 0,09 14,17 19,03 23,92 28,84
9,4 9,53 0,09 14,45 19,40 24,39 29,40
9,5 9,72 0,09 14,72 19,77 24,86 29,96
9,6 9,90 0,10 15,00 20,15 25,33 30,53
9,7 10,09 0,10 15,29 20,53 25,80 31,11
9,8 10,28 0,10 15,57 20,91 26,29 31,69
9,9 10,47 0,10 15,86 21,30 26,77 32,27
10,0 10,66 0,10 16,15 21,69 27,26 32,86
10,1 10,85 0,10 16,44 22,08 27,75 33,45
10,2 11,04 0,10 16,73 22,47 28,25 34,05
10,3 11,24 0,10 17,03 22,87 28,75 34,66
10,4 11,44 0,10 17,33 23,27 29,25 35,26
10,5 11,63 0,11 17,63 23,68 29,76 35,88
10,6 11,84 0,11 17,93 24,08 30,27 36,49

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 46

10,7 12,04 0,11 18,24 24,49 30,79 37,12


10,8 12,24 0,11 18,55 24,91 31,31 37,74
10,9 12,44 0,11 18,86 25,32 31,83 38,37
11,0 12,65 0,11 19,17 25,74 32,36 39,01
11,1 12,86 0,11 19,48 26,17 32,89 39,65
11,2 13,07 0,11 19,80 26,59 33,43 40,30
11,3 13,28 0,11 20,12 27,02 33,97 40,95
11,4 13,49 0,11 20,44 27,45 34,51 41,60
11,5 13,71 0,12 20,77 27,89 35,06 42,26
11,6 13,92 0,12 21,09 28,33 35,61 42,92
11,7 14,14 0,12 21,42 28,77 36,16 43,59
11,8 14,36 0,12 21,75 29,21 36,72 44,27
11,9 14,57 0,12 22,09 29,66 37,28 44,94
12,0 14,80 0,12 22,42 30,11 37,85 45,62
12,1 15,02 0,12 22,76 30,56 38,42 46,31
12,2 15,24 0,12 23,10 31,02 38,99 47,00
12,3 15,47 0,12 23,44 31,48 39,57 47,70
12,4 15,70 0,12 23,78 31,94 40,15 48,40
12,5 15,92 0,13 24,13 32,41 40,73 49,10
12,6 16,15 0,13 24,48 32,87 41,32 49,81
12,7 16,39 0,13 24,83 33,34 41,91 50,53
12,8 16,62 0,13 25,18 33,82 42,51 51,24
12,9 16,85 0,13 25,54 34,30 43,11 51,97
13,0 17,09 0,13 25,89 34,78 43,71 52,70
13,1 17,33 0,13 26,25 35,26 44,32 53,43
13,2 17,57 0,13 26,62 35,74 44,93 54,16
13,3 17,81 0,13 26,98 36,23 45,55 54,90
13,4 18,05 0,13 27,35 36,73 46,16 55,65
13,5 18,29 0,14 27,72 37,22 46,79 56,40
13,6 18,54 0,14 28,09 37,72 47,41 57,15
13,7 18,78 0,14 28,46 38,22 48,04 57,91
13,8 19,03 0,14 28,83 38,72 48,67 58,68
13,9 19,28 0,14 29,21 39,23 49,31 59,44
14,0 19,53 0,14 29,59 39,74 49,95 60,21
14,1 19,78 0,14 29,97 40,25 50,59 60,99
14,2 20,03 0,14 30,36 40,77 51,24 61,77

L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00


W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
14,3 20,29 0,14 30,74 41,28 51,89 62,56
14,4 20,54 0,14 31,13 41,81 52,55 63,35
14,5 20,80 0,15 31,52 42,33 53,21 64,14
14,6 21,06 0,15 31,91 42,86 53,87 64,94
14,7 21,32 0,15 32,31 43,39 54,54 65,74
14,8 21,58 0,15 32,70 43,92 55,21 66,55
14,9 21,85 0,15 33,10 44,45 55,88 67,36
15,0 22,11 0,15 33,50 44,99 56,56 68,18
15,1 22,38 0,15 33,91 45,53 57,24 69,00
15,2 22,64 0,15 34,31 46,08 57,92 69,82
15,3 22,91 0,15 34,72 46,63 58,61 70,65
15,4 23,18 0,15 35,13 47,18 59,30 71,48
15,5 23,45 0,16 35,54 47,73 59,99 72,32
15,6 23,73 0,16 35,95 48,28 60,69 73,16
15,7 24,00 0,16 36,37 48,84 61,39 74,01
15,8 24,28 0,16 36,79 49,40 62,10 74,86

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 47

15,9 24,55 0,16 37,21 49,97 62,81 75,72


16,0 24,83 0,16 37,63 50,54 63,52 76,58
16,1 25,11 0,16 38,05 51,11 64,24 77,44
16,2 25,40 0,16 38,48 51,68 64,96 78,31
16,3 25,68 0,16 38,91 52,25 65,68 79,18
16,4 25,96 0,16 39,34 52,83 66,41 80,06
16,5 26,25 0,17 39,77 53,41 67,14 80,94
16,6 26,53 0,17 40,21 54,00 67,87 81,82
16,7 26,82 0,17 40,64 54,58 68,61 82,71
16,8 27,11 0,17 41,08 55,17 69,35 83,60
16,9 27,40 0,17 41,53 55,77 70,10 84,50
17,0 27,70 0,17 41,97 56,36 70,85 85,40
17,1 27,99 0,17 42,41 56,96 71,60 86,31
17,2 28,29 0,17 42,86 57,56 72,35 87,22
17,3 28,58 0,17 43,31 58,17 73,11 88,14
17,4 28,88 0,17 43,76 58,77 73,88 89,06
17,5 29,18 0,18 44,22 59,38 74,64 89,98
17,6 29,48 0,18 44,67 59,99 75,41 90,91
17,7 29,78 0,18 45,13 60,61 76,18 91,84
17,8 30,09 0,18 45,59 61,23 76,96 92,77
17,9 30,39 0,18 46,05 61,85 77,74 93,71
18,0 30,70 0,18 46,52 62,47 78,52 94,66
18,1 31,01 0,18 46,98 63,10 79,31 95,61
18,2 31,31 0,18 47,45 63,72 80,10 96,56
18,3 31,63 0,18 47,92 64,36 80,90 97,52
18,4 31,94 0,18 48,39 64,99 81,69 98,48
18,5 32,25 0,19 48,87 65,63 82,49 99,44
18,6 32,56 0,19 49,34 66,27 83,30 100,41
18,7 32,88 0,19 49,82 66,91 84,11 101,39
18,8 33,20 0,19 50,30 67,56 84,92 102,37
18,9 33,52 0,19 50,79 68,20 85,73 103,35
19,0 33,84 0,19 51,27 68,86 86,55 104,33
19,1 34,16 0,19 51,76 69,51 87,37 105,33
19,2 34,48 0,19 52,25 70,17 88,20 106,32
L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
19,3 34,80 0,19 52,74 70,82 89,03 107,32
19,4 35,13 0,19 53,23 71,49 89,86 108,32
19,5 35,46 0,20 53,73 72,15 90,69 109,33
19,6 35,78 0,20 54,22 72,82 91,53 110,34
19,7 36,11 0,20 54,72 73,49 92,37 111,36
19,8 36,44 0,20 55,22 74,16 93,22 112,38
19,9 36,78 0,20 55,73 74,84 94,07 113,40
20,0 37,11 0,20 56,23 75,52 94,92 114,43
20,1 37,44 0,20 56,74 76,20 95,78 115,46
20,2 37,78 0,20 57,25 76,88 96,64 116,49
20,3 38,12 0,20 57,76 77,57 97,50 117,53
20,4 38,46 0,20 58,27 78,26 98,37 118,58
20,5 38,80 0,21 58,79 78,95 99,24 119,63
20,6 39,14 0,21 59,30 79,64 100,11 120,68
20,7 39,48 0,21 59,82 80,34 100,99 121,74
20,8 39,82 0,21 60,34 81,04 101,87 122,80
20,9 40,17 0,21 60,87 81,74 102,75 123,86
21,0 40,52 0,21 61,39 82,45 103,64 124,93
21,1 40,86 0,21 61,92 83,15 104,53 126,00

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 48

21,2 41,21 0,21 62,45 83,87 105,42 127,08


21,3 41,56 0,21 62,98 84,58 106,32 128,16
21,4 41,91 0,21 63,51 85,30 107,22 129,25
21,5 42,27 0,22 64,05 86,01 108,12 130,34
21,6 42,62 0,22 64,59 86,74 109,03 131,43
21,7 42,98 0,22 65,12 87,46 109,94 132,53
21,8 43,34 0,22 65,67 88,19 110,85 133,63
21,9 43,69 0,22 66,21 88,92 111,77 134,73
22,0 44,05 0,22 66,75 89,65 112,69 135,84
22,1 44,42 0,22 67,30 90,38 113,61 136,96
22,2 44,78 0,22 67,85 91,12 114,54 138,07
22,3 45,14 0,22 68,40 91,86 115,47 139,19
22,4 45,51 0,22 68,95 92,60 116,40 140,32
22,5 45,87 0,23 69,51 93,35 117,34 141,45
22,6 46,24 0,23 70,07 94,10 118,28 142,58
22,7 46,61 0,23 70,63 94,85 119,22 143,72
22,8 46,98 0,23 71,19 95,60 120,17 144,86
22,9 47,35 0,23 71,75 96,36 121,12 146,01
23,0 47,72 0,23 72,31 97,12 122,07 147,16
23,1 48,10 0,23 72,88 97,88 123,03 148,31
23,2 48,47 0,23 73,45 98,64 123,99 149,47
23,3 48,85 0,23 74,02 99,41 124,95 150,63
23,4 49,23 0,23 74,59 100,18 125,92 151,80
23,5 49,61 0,24 75,17 100,95 126,89 152,97
23,6 49,99 0,24 75,75 101,72 127,87 154,14
23,7 50,37 0,24 76,32 102,50 128,84 155,32
23,8 50,75 0,24 76,91 103,28 129,82 156,50
23,9 51,14 0,24 77,49 104,06 130,81 157,68
24,0 51,52 0,24 78,07 104,85 131,79 158,87
24,1 51,91 0,24 78,66 105,64 132,78 160,07
24,2 52,30 0,24 79,25 106,43 133,78 161,27

L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00


W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
24,3 52,69 0,24 79,84 107,22 134,77 162,47
24,4 53,08 0,24 80,43 108,01 135,77 163,67
24,5 53,47 0,25 81,02 108,81 136,78 164,88
24,6 53,87 0,25 81,62 109,61 137,78 166,09
24,7 54,26 0,25 82,22 110,42 138,79 167,31
24,8 54,66 0,25 82,82 111,22 139,81 168,53
24,9 55,05 0,25 83,42 112,03 140,82 169,76
25,0 55,45 0,25 84,03 112,84 141,84 170,99
25,1 55,85 0,25 84,63 113,66 142,86 172,22
25,2 56,25 0,25 85,24 114,47 143,89 173,46
25,3 56,66 0,25 85,85 115,29 144,92 174,70
25,4 57,06 0,25 86,46 116,11 145,95 175,94
25,5 57,46 0,26 87,07 116,94 146,99 177,19
25,6 57,87 0,26 87,69 117,76 148,03 178,45
25,7 58,28 0,26 88,31 118,59 149,07 179,70
25,8 58,69 0,26 88,93 119,42 150,12 180,96
25,9 59,10 0,26 89,55 120,26 151,17 182,23
26,0 59,51 0,26 90,17 121,10 152,22 183,50
26,1 59,92 0,26 90,80 121,94 153,27 184,77
26,2 60,33 0,26 91,42 122,78 154,33 186,04
26,3 60,75 0,26 92,05 123,62 155,39 187,32

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 49

26,4 61,17 0,26 92,68 124,47 156,46 188,61


26,5 61,58 0,27 93,32 125,32 157,53 189,90
26,6 62,00 0,27 93,95 126,17 158,60 191,19
26,7 62,42 0,27 94,59 127,03 159,67 192,48
26,8 62,84 0,27 95,23 127,89 160,75 193,78
26,9 63,27 0,27 95,87 128,75 161,83 195,09
27,0 63,69 0,27 96,51 129,61 162,92 196,39
27,1 64,12 0,27 97,15 130,47 164,00 197,71
27,2 64,54 0,27 97,80 131,34 165,10 199,02
27,3 64,97 0,27 98,45 132,21 166,19 200,34
27,4 65,40 0,27 99,10 133,09 167,29 201,66
27,5 65,83 0,28 99,75 133,96 168,39 202,99
27,6 66,26 0,28 100,40 134,84 169,49 204,32
27,7 66,69 0,28 101,06 135,72 170,60 205,65
27,8 67,13 0,28 101,72 136,60 171,71 206,99
27,9 67,56 0,28 102,38 137,49 172,82 208,33
28,0 68,00 0,28 103,04 138,38 173,94 209,68
28,1 68,44 0,28 103,70 139,27 175,06 211,03
28,2 68,88 0,28 104,37 140,16 176,18 212,38
28,3 69,32 0,28 105,03 141,06 177,31 213,74
28,4 69,76 0,28 105,70 141,96 178,44 215,10
28,5 70,20 0,29 106,37 142,86 179,57 216,47
28,6 70,65 0,29 107,05 143,76 180,71 217,84
28,7 71,09 0,29 107,72 144,67 181,84 219,21
28,8 71,54 0,29 108,40 145,57 182,99 220,59
28,9 71,98 0,29 109,08 146,49 184,13 221,97
29,0 72,43 0,29 109,76 147,40 185,28 223,35
29,1 72,88 0,29 110,44 148,32 186,43 224,74
29,2 73,34 0,29 111,12 149,23 187,59 226,13
L (m) 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
W (m) 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
29,3 73,79 0,29 111,81 150,16 188,74 227,53
29,4 74,24 0,29 112,50 151,08 189,91 228,93
29,5 74,70 0,30 113,19 152,01 191,07 230,33
29,6 75,15 0,30 113,88 152,93 192,24 231,74
29,7 75,61 0,30 114,57 153,87 193,41 233,15
29,8 76,07 0,30 115,27 154,80 194,58 234,56
29,9 76,53 0,30 115,96 155,74 195,76 235,98
30,0 76,99 0,30 116,66 156,67 196,94 237,41

Tabel 2.7e. Debit pada CTF, L = 1,5 m; Hb/Ha ≤ 0,72; Ha/L≤0,4; K=2,7; n=1,68
(W=0,3, C=0,786; W=0,5, C=1,327; W=0,7, C=1,873; W=0,9, C=2,424; W=1,0, C=2,700)

L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50


W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1,0 0,34 0,01 0,46 0,82 1,06 1,18
1,1 0,40 0,01 0,54 0,96 1,24 1,38
1,2 0,47 0,01 0,63 1,11 1,44 1,60
1,3 0,53 0,01 0,72 1,27 1,64 1,83
1,4 0,60 0,01 0,81 1,44 1,86 2,07
1,5 0,68 0,01 0,91 1,62 2,09 2,33
1,6 0,76 0,01 1,01 1,80 2,33 2,60

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 50

1,7 0,84 0,01 1,12 1,99 2,58 2,87


1,8 0,92 0,01 1,24 2,20 2,84 3,16
1,9 1,01 0,01 1,35 2,40 3,11 3,46
2,0 1,10 0,01 1,48 2,62 3,39 3,78
2,1 1,19 0,01 1,60 2,84 3,68 4,10
2,2 1,29 0,01 1,73 3,08 3,98 4,43
2,3 1,39 0,02 1,87 3,31 4,29 4,78
2,4 1,49 0,02 2,01 3,56 4,60 5,13
2,5 1,60 0,02 2,15 3,81 4,93 5,49
2,6 1,71 0,02 2,29 4,07 5,27 5,87
2,7 1,82 0,02 2,44 4,34 5,61 6,25
2,8 1,93 0,02 2,60 4,61 5,97 6,65
2,9 2,05 0,02 2,76 4,89 6,33 7,05
3,0 2,17 0,02 2,92 5,18 6,70 7,46
3,1 2,30 0,02 3,08 5,47 7,08 7,89
3,2 2,42 0,02 3,25 5,77 7,47 8,32
3,3 2,55 0,02 3,42 6,08 7,86 8,76
3,4 2,68 0,02 3,60 6,39 8,27 9,21
3,5 2,81 0,02 3,78 6,71 8,68 9,67
3,6 2,95 0,02 3,96 7,03 9,10 10,14
3,7 3,09 0,02 4,15 7,36 9,53 10,62
3,8 3,23 0,03 4,34 7,70 9,97 11,10
3,9 3,38 0,03 4,53 8,05 10,41 11,60
4,0 3,52 0,03 4,73 8,40 10,86 12,10

L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50


W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
4,1 3,67 0,03 4,93 8,75 11,32 12,61
4,2 3,82 0,03 5,13 9,11 11,79 13,13
4,3 3,98 0,03 5,34 9,48 12,27 13,66
4,4 4,13 0,03 5,55 9,85 12,75 14,20
4,5 4,29 0,03 5,77 10,23 13,24 14,75
4,6 4,45 0,03 5,98 10,62 13,74 15,30
4,7 4,62 0,03 6,20 11,01 14,24 15,87
4,8 4,79 0,03 6,43 11,40 14,76 16,44
4,9 4,95 0,03 6,65 11,81 15,28 17,02
5,0 5,12 0,03 6,88 12,21 15,80 17,60
5,1 5,30 0,03 7,12 12,63 16,34 18,20
5,2 5,47 0,03 7,35 13,05 16,88 18,80
5,3 5,65 0,04 7,59 13,47 17,43 19,42
5,4 5,83 0,04 7,83 13,90 17,98 20,03
5,5 6,01 0,04 8,08 14,34 18,55 20,66
5,6 6,20 0,04 8,33 14,78 19,12 21,30
5,7 6,39 0,04 8,58 15,22 19,69 21,94
5,8 6,58 0,04 8,83 15,67 20,28 22,59
5,9 6,77 0,04 9,09 16,13 20,87 23,25
6,0 6,96 0,04 9,35 16,59 21,47 23,91
6,1 7,16 0,04 9,61 17,06 22,07 24,59
6,2 7,36 0,04 9,88 17,53 22,68 25,27
6,3 7,56 0,04 10,15 18,01 23,30 25,96
6,4 7,76 0,04 10,42 18,49 23,92 26,65
6,5 7,96 0,04 10,69 18,98 24,56 27,36
6,6 8,17 0,04 10,97 19,47 25,19 28,07
6,7 8,38 0,04 11,25 19,97 25,84 28,79
6,8 8,59 0,05 11,54 20,47 26,49 29,51

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 51

6,9 8,80 0,05 11,82 20,98 27,15 30,24


7,0 9,02 0,05 12,11 21,50 27,81 30,98
7,1 9,24 0,05 12,40 22,01 28,48 31,73
7,2 9,46 0,05 12,70 22,54 29,16 32,48
7,3 9,68 0,05 13,00 23,07 29,84 33,25
7,4 9,90 0,05 13,30 23,60 30,53 34,02
7,5 10,13 0,05 13,60 24,14 31,23 34,79
7,6 10,36 0,05 13,91 24,68 31,93 35,57
7,7 10,59 0,05 14,22 25,23 32,64 36,36
7,8 10,82 0,05 14,53 25,78 33,36 37,16
7,9 11,05 0,05 14,84 26,34 34,08 37,96
8,0 11,29 0,05 15,16 26,90 34,81 38,78
8,1 11,53 0,05 15,48 27,47 35,54 39,59
8,2 11,77 0,05 15,80 28,04 36,28 40,42
8,3 12,01 0,06 16,13 28,62 37,03 41,25
8,4 12,25 0,06 16,45 29,20 37,78 42,09
8,5 12,50 0,06 16,78 29,79 38,54 42,93
8,6 12,75 0,06 17,12 30,38 39,30 43,78
8,7 13,00 0,06 17,45 30,97 40,07 44,64
8,8 13,25 0,06 17,79 31,57 40,85 45,51
8,9 13,50 0,06 18,13 32,18 41,63 46,38
9,0 13,76 0,06 18,48 32,79 42,42 47,26
L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
9,1 14,02 0,06 18,82 33,40 43,22 48,15
9,2 14,28 0,06 19,17 34,02 44,02 49,04
9,3 14,54 0,06 19,52 34,65 44,82 49,94
9,4 14,80 0,06 19,88 35,27 45,64 50,84
9,5 15,07 0,06 20,23 35,91 46,46 51,75
9,6 15,33 0,06 20,59 36,54 47,28 52,67
9,7 15,60 0,06 20,95 37,18 48,11 53,60
9,8 15,87 0,07 21,32 37,83 48,95 54,53
9,9 16,15 0,07 21,68 38,48 49,79 55,47
10,0 16,42 0,07 22,05 39,14 50,64 56,41
10,1 16,70 0,07 22,43 39,80 51,49 57,36
10,2 16,98 0,07 22,80 40,46 52,35 58,32
10,3 17,26 0,07 23,18 41,13 53,21 59,28
10,4 17,54 0,07 23,56 41,80 54,09 60,25
10,5 17,82 0,07 23,94 42,48 54,96 61,23
10,6 18,11 0,07 24,32 43,16 55,84 62,21
10,7 18,40 0,07 24,71 43,85 56,73 63,20
10,8 18,69 0,07 25,10 44,54 57,63 64,20
10,9 18,98 0,07 25,49 45,23 58,52 65,20
11,0 19,27 0,07 25,88 45,93 59,43 66,21
11,1 19,57 0,07 26,28 46,64 60,34 67,22
11,2 19,87 0,07 26,68 47,35 61,26 68,24
11,3 20,16 0,08 27,08 48,06 62,18 69,27
11,4 20,47 0,08 27,48 48,77 63,10 70,30
11,5 20,77 0,08 27,89 49,50 64,04 71,34
11,6 21,07 0,08 28,30 50,22 64,98 72,39
11,7 21,38 0,08 28,71 50,95 65,92 73,44
11,8 21,69 0,08 29,12 51,68 66,87 74,49
11,9 22,00 0,08 29,54 52,42 67,82 75,56
12,0 22,31 0,08 29,96 53,16 68,78 76,63
12,1 22,62 0,08 30,38 53,91 69,75 77,70

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 52

12,2 22,93 0,08 30,80 54,66 70,72 78,79


12,3 23,25 0,08 31,23 55,42 71,70 79,87
12,4 23,57 0,08 31,65 56,17 72,68 80,97
12,5 23,89 0,08 32,08 56,94 73,67 82,07
12,6 24,21 0,08 32,52 57,70 74,66 83,17
12,7 24,54 0,08 32,95 58,48 75,66 84,29
12,8 24,86 0,09 33,39 59,25 76,66 85,40
12,9 25,19 0,09 33,83 60,03 77,67 86,53
13,0 25,52 0,09 34,27 60,82 78,68 87,66
13,1 25,85 0,09 34,71 61,60 79,70 88,79
13,2 26,18 0,09 35,16 62,40 80,73 89,93
13,3 26,51 0,09 35,61 63,19 81,76 91,08
13,4 26,85 0,09 36,06 63,99 82,79 92,24
13,5 27,19 0,09 36,51 64,80 83,83 93,40
13,6 27,53 0,09 36,97 65,60 84,88 94,56
13,7 27,87 0,09 37,43 66,42 85,93 95,73
13,8 28,21 0,09 37,89 67,23 86,99 96,91
13,9 28,55 0,09 38,35 68,05 88,05 98,09
14,0 28,90 0,09 38,81 68,88 89,12 99,28

L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50


W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
14,1 29,25 0,09 39,28 69,71 90,19 100,47
14,2 29,60 0,09 39,75 70,54 91,27 101,67
14,3 29,95 0,10 40,22 71,38 92,35 102,88
14,4 30,30 0,10 40,69 72,22 93,44 104,09
14,5 30,66 0,10 41,17 73,06 94,53 105,31
14,6 31,01 0,10 41,65 73,91 95,63 106,53
14,7 31,37 0,10 42,13 74,76 96,73 107,76
14,8 31,73 0,10 42,61 75,62 97,84 108,99
14,9 32,09 0,10 43,10 76,48 98,95 110,23
15,0 32,45 0,10 43,58 77,34 100,07 111,48
15,1 32,82 0,10 44,07 78,21 101,19 112,73
15,2 33,18 0,10 44,56 79,08 102,32 113,99
15,3 33,55 0,10 45,06 79,96 103,45 115,25
15,4 33,92 0,10 45,55 80,84 104,59 116,52
15,5 34,29 0,10 46,05 81,72 105,74 117,79
15,6 34,66 0,10 46,55 82,61 106,88 119,07
15,7 35,04 0,10 47,05 83,50 108,04 120,36
15,8 35,41 0,11 47,56 84,40 109,20 121,65
15,9 35,79 0,11 48,06 85,30 110,36 122,95
16,0 36,17 0,11 48,57 86,20 111,53 124,25
16,1 36,55 0,11 49,08 87,11 112,70 125,55
16,2 36,93 0,11 49,60 88,02 113,88 126,87
16,3 37,32 0,11 50,11 88,93 115,06 128,19
16,4 37,70 0,11 50,63 89,85 116,25 129,51
16,5 38,09 0,11 51,15 90,77 117,45 130,84
16,6 38,48 0,11 51,67 91,70 118,64 132,17
16,7 38,87 0,11 52,20 92,63 119,85 133,51
16,8 39,26 0,11 52,72 93,56 121,05 134,86
16,9 39,65 0,11 53,25 94,50 122,27 136,21
17,0 40,05 0,11 53,78 95,44 123,49 137,57
17,1 40,44 0,11 54,31 96,39 124,71 138,93
17,2 40,84 0,11 54,85 97,34 125,94 140,30
17,3 41,24 0,12 55,39 98,29 127,17 141,67

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 53

17,4 41,64 0,12 55,92 99,25 128,41 143,05


17,5 42,05 0,12 56,46 100,21 129,65 144,43
17,6 42,45 0,12 57,01 101,17 130,90 145,82
17,7 42,86 0,12 57,55 102,14 132,15 147,22
17,8 43,26 0,12 58,10 103,11 133,40 148,62
17,9 43,67 0,12 58,65 104,08 134,67 150,02
18,0 44,08 0,12 59,20 105,06 135,93 151,43
18,1 44,50 0,12 59,76 106,04 137,20 152,85
18,2 44,91 0,12 60,31 107,03 138,48 154,27
18,3 45,32 0,12 60,87 108,02 139,76 155,70
18,4 45,74 0,12 61,43 109,01 141,04 157,13
18,5 46,16 0,12 61,99 110,01 142,33 158,57
18,6 46,58 0,12 62,55 111,01 143,63 160,01
18,7 47,00 0,12 63,12 112,02 144,93 161,46
18,8 47,42 0,13 63,69 113,02 146,23 162,91
18,9 47,85 0,13 64,26 114,04 147,54 164,37
19,0 48,27 0,13 64,83 115,05 148,86 165,83
L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
19,1 48,70 0,13 65,41 116,07 150,18 167,30
19,2 49,13 0,13 65,98 117,09 151,50 168,78
19,3 49,56 0,13 66,56 118,12 152,83 170,26
19,4 49,99 0,13 67,14 119,15 154,16 171,74
19,5 50,43 0,13 67,72 120,18 155,50 173,23
19,6 50,86 0,13 68,31 121,22 156,84 174,72
19,7 51,30 0,13 68,89 122,26 158,19 176,22
19,8 51,74 0,13 69,48 123,31 159,54 177,73
19,9 52,18 0,13 70,07 124,35 160,89 179,24
20,0 52,62 0,13 70,67 125,41 162,25 180,76
20,1 53,06 0,13 71,26 126,46 163,62 182,28
20,2 53,51 0,13 71,86 127,52 164,99 183,80
20,3 53,95 0,14 72,46 128,58 166,36 185,33
20,4 54,40 0,14 73,06 129,65 167,74 186,87
20,5 54,85 0,14 73,66 130,72 169,13 188,41
20,6 55,30 0,14 74,26 131,79 170,51 189,96
20,7 55,75 0,14 74,87 132,87 171,91 191,51
20,8 56,20 0,14 75,48 133,95 173,30 193,07
20,9 56,66 0,14 76,09 135,03 174,71 194,63
21,0 57,11 0,14 76,70 136,12 176,11 196,20
21,1 57,57 0,14 77,32 137,21 177,52 197,77
21,2 58,03 0,14 77,93 138,30 178,94 199,35
21,3 58,49 0,14 78,55 139,40 180,36 200,93
21,4 58,95 0,14 79,17 140,50 181,78 202,52
21,5 59,42 0,14 79,79 141,61 183,21 204,11
21,6 59,88 0,14 80,42 142,72 184,65 205,71
21,7 60,35 0,14 81,05 143,83 186,09 207,31
21,8 60,82 0,15 81,67 144,94 187,53 208,92
21,9 61,29 0,15 82,30 146,06 188,98 210,53
22,0 61,76 0,15 82,94 147,18 190,43 212,15
22,1 62,23 0,15 83,57 148,31 191,89 213,77
22,2 62,70 0,15 84,21 149,44 193,35 215,40
22,3 63,18 0,15 84,85 150,57 194,81 217,03
22,4 63,65 0,15 85,49 151,71 196,28 218,67
22,5 64,13 0,15 86,13 152,85 197,76 220,31
22,6 64,61 0,15 86,77 153,99 199,23 221,96

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 54

22,7 65,09 0,15 87,42 155,14 200,72 223,61


22,8 65,58 0,15 88,07 156,29 202,21 225,27
22,9 66,06 0,15 88,72 157,44 203,70 226,93
23,0 66,55 0,15 89,37 158,60 205,19 228,59
23,1 67,03 0,15 90,02 159,76 206,70 230,27
23,2 67,52 0,15 90,68 160,92 208,20 231,94
23,3 68,01 0,16 91,33 162,09 209,71 233,63
23,4 68,50 0,16 91,99 163,26 211,22 235,31
23,5 68,99 0,16 92,66 164,43 212,74 237,01
23,6 69,49 0,16 93,32 165,61 214,27 238,70
23,7 69,98 0,16 93,98 166,79 215,79 240,40
23,8 70,48 0,16 94,65 167,97 217,33 242,11
23,9 70,98 0,16 95,32 169,16 218,86 243,82
24,0 71,48 0,16 95,99 170,35 220,40 245,54

L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50


W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
24,1 71,98 0,16 96,66 171,54 221,95 247,26
24,2 72,48 0,16 97,34 172,74 223,50 248,99
24,3 72,98 0,16 98,02 173,94 225,05 250,72
24,4 73,49 0,16 98,69 175,15 226,61 252,45
24,5 74,00 0,16 99,37 176,36 228,17 254,19
24,6 74,50 0,16 100,06 177,57 229,74 255,94
24,7 75,01 0,16 100,74 178,78 231,31 257,69
24,8 75,53 0,17 101,43 180,00 232,88 259,44
24,9 76,04 0,17 102,12 181,22 234,46 261,20
25,0 76,55 0,17 102,81 182,44 236,05 262,97
25,1 77,07 0,17 103,50 183,67 237,64 264,74
25,2 77,58 0,17 104,19 184,90 239,23 266,51
25,3 78,10 0,17 104,89 186,14 240,83 268,29
25,4 78,62 0,17 105,58 187,37 242,43 270,08
25,5 79,14 0,17 106,28 188,62 244,03 271,86
25,6 79,66 0,17 106,98 189,86 245,64 273,66
25,7 80,19 0,17 107,69 191,11 247,26 275,46
25,8 80,71 0,17 108,39 192,36 248,88 277,26
25,9 81,24 0,17 109,10 193,61 250,50 279,07
26,0 81,77 0,17 109,81 194,87 252,13 280,88
26,1 82,29 0,17 110,52 196,13 253,76 282,70
26,2 82,82 0,17 111,23 197,39 255,39 284,52
26,3 83,36 0,18 111,94 198,66 257,03 286,34
26,4 83,89 0,18 112,66 199,93 258,68 288,18
26,5 84,42 0,18 113,38 201,21 260,32 290,01
26,6 84,96 0,18 114,10 202,48 261,98 291,85
26,7 85,50 0,18 114,82 203,76 263,63 293,70
26,8 86,04 0,18 115,54 205,05 265,29 295,55
26,9 86,58 0,18 116,27 206,34 266,96 297,40
27,0 87,12 0,18 116,99 207,63 268,63 299,26
27,1 87,66 0,18 117,72 208,92 270,30 301,13
27,2 88,20 0,18 118,45 210,22 271,98 303,00
27,3 88,75 0,18 119,19 211,52 273,66 304,87
27,4 89,30 0,18 119,92 212,82 275,35 306,75
27,5 89,84 0,18 120,66 214,13 277,04 308,63
27,6 90,39 0,18 121,40 215,44 278,73 310,52
27,7 90,95 0,18 122,14 216,75 280,43 312,41
27,8 91,50 0,19 122,88 218,06 282,14 314,31

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 55

27,9 92,05 0,19 123,62 219,38 283,84 316,21


28,0 92,61 0,19 124,37 220,71 285,55 318,12
28,1 93,16 0,19 125,11 222,03 287,27 320,03
28,2 93,72 0,19 125,86 223,36 288,99 321,95
28,3 94,28 0,19 126,61 224,69 290,71 323,87
28,4 94,84 0,19 127,36 226,03 292,44 325,79
28,5 95,40 0,19 128,12 227,37 294,17 327,72
28,6 95,96 0,19 128,88 228,71 295,91 329,65
28,7 96,53 0,19 129,63 230,05 297,65 331,59
28,8 97,09 0,19 130,39 231,40 299,39 333,54
28,9 97,66 0,19 131,15 232,75 301,14 335,48
29,0 98,23 0,19 131,92 234,11 302,89 337,44
L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
29,1 98,80 0,19 132,68 235,47 304,65 339,39
29,2 99,37 0,19 133,45 236,83 306,41 341,36
29,3 99,94 0,20 134,22 238,19 308,18 343,32
29,4 100,52 0,20 134,99 239,56 309,95 345,29
29,5 101,09 0,20 135,76 240,93 311,72 347,27
29,6 101,67 0,20 136,54 242,30 313,50 349,25
29,7 102,25 0,20 137,31 243,68 315,28 351,23
29,8 102,82 0,20 138,09 245,06 317,06 353,22
29,9 103,40 0,20 138,87 246,44 318,85 355,22
30,0 103,99 0,20 139,65 247,83 320,65 357,21
30,1 104,57 0,20 140,43 249,22 322,44 359,22
30,2 105,15 0,20 141,22 250,61 324,25 361,22
30,3 105,74 0,20 142,00 252,01 326,05 363,23
30,4 106,33 0,20 142,79 253,41 327,86 365,25
30,5 106,91 0,20 143,58 254,81 329,68 367,27
30,6 107,50 0,20 144,37 256,21 331,49 369,30
30,7 108,09 0,20 145,17 257,62 333,31 371,33
30,8 108,69 0,21 145,96 259,03 335,14 373,36
30,9 109,28 0,21 146,76 260,45 336,97 375,40
31,0 109,88 0,21 147,56 261,86 338,81 377,44
31,1 110,47 0,21 148,36 263,29 340,64 379,49
31,2 111,07 0,21 149,16 264,71 342,49 381,54
31,3 111,67 0,21 149,96 266,14 344,33 383,60
31,4 112,27 0,21 150,77 267,57 346,18 385,66
31,5 112,87 0,21 151,58 269,00 348,04 387,73
31,6 113,47 0,21 152,39 270,44 349,89 389,80
31,7 114,08 0,21 153,20 271,87 351,76 391,87
31,8 114,68 0,21 154,01 273,32 353,62 393,95
31,9 115,29 0,21 154,83 274,76 355,49 396,03
32,0 115,90 0,21 155,64 276,21 357,37 398,12
32,1 116,50 0,21 156,46 277,66 359,25 400,21
32,2 117,11 0,21 157,28 279,12 361,13 402,31
32,3 117,73 0,22 158,10 280,58 363,01 404,41
32,4 118,34 0,22 158,92 282,04 364,90 406,52
32,5 118,95 0,22 159,75 283,50 366,80 408,63
32,6 119,57 0,22 160,58 284,97 368,70 410,74
32,7 120,19 0,22 161,40 286,44 370,60 412,86
32,8 120,80 0,22 162,23 287,91 372,50 414,98
32,9 121,42 0,22 163,07 289,39 374,41 417,11
33,0 122,04 0,22 163,90 290,87 376,33 419,24
33,1 122,67 0,22 164,74 292,35 378,25 421,38

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 56

33,2 123,29 0,22 165,57 293,83 380,17 423,52


33,3 123,91 0,22 166,41 295,32 382,09 425,67
33,4 124,54 0,22 167,25 296,81 384,02 427,82
33,5 125,17 0,22 168,09 298,31 385,96 429,97
33,6 125,79 0,22 168,94 299,81 387,89 432,13
33,7 126,42 0,22 169,78 301,31 389,83 434,29
33,8 127,06 0,23 170,63 302,81 391,78 436,46
33,9 127,69 0,23 171,48 304,32 393,73 438,63
34,0 128,32 0,23 172,33 305,83 395,68 440,81

L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50


W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
34,1 128,96 0,23 173,18 307,34 397,64 442,99
34,2 129,59 0,23 174,04 308,85 399,60 445,17
34,3 130,23 0,23 174,89 310,37 401,57 447,36
34,4 130,87 0,23 175,75 311,89 403,53 449,55
34,5 131,51 0,23 176,61 313,42 405,51 451,75
34,6 132,15 0,23 177,47 314,95 407,48 453,95
34,7 132,79 0,23 178,33 316,48 409,46 456,16
34,8 133,43 0,23 179,20 318,01 411,45 458,37
34,9 134,08 0,23 180,06 319,55 413,44 460,59
35,0 134,72 0,23 180,93 321,09 415,43 462,81
35,1 135,37 0,23 181,80 322,63 417,42 465,03
35,2 136,02 0,23 182,67 324,18 419,42 467,26
35,3 136,67 0,24 183,54 325,72 421,43 469,49
35,4 137,32 0,24 184,42 327,28 423,44 471,73
35,5 137,97 0,24 185,29 328,83 425,45 473,97
35,6 138,63 0,24 186,17 330,39 427,46 476,21
35,7 139,28 0,24 187,05 331,95 429,48 478,46
35,8 139,94 0,24 187,93 333,51 431,50 480,71
35,9 140,60 0,24 188,81 335,08 433,53 482,97
36,0 141,25 0,24 189,70 336,65 435,56 485,23
36,1 141,91 0,24 190,58 338,22 437,60 487,50
36,2 142,58 0,24 191,47 339,80 439,64 489,77
36,3 143,24 0,24 192,36 341,38 441,68 492,05
36,4 143,90 0,24 193,25 342,96 443,72 494,33
36,5 144,57 0,24 194,15 344,54 445,77 496,61
36,6 145,23 0,24 195,04 346,13 447,83 498,90
36,7 145,90 0,24 195,94 347,72 449,88 501,19
36,8 146,57 0,25 196,83 349,31 451,95 503,49
36,9 147,24 0,25 197,73 350,91 454,01 505,79
37,0 147,91 0,25 198,63 352,51 456,08 508,09
37,1 148,58 0,25 199,54 354,11 458,15 510,40
37,2 149,25 0,25 200,44 355,71 460,23 512,71
37,3 149,93 0,25 201,35 357,32 462,31 515,03
37,4 150,60 0,25 202,26 358,93 464,39 517,35
37,5 151,28 0,25 203,16 360,55 466,48 519,68
37,6 151,96 0,25 204,08 362,16 468,57 522,01
37,7 152,64 0,25 204,99 363,78 470,67 524,35
37,8 153,32 0,25 205,90 365,41 472,77 526,68
37,9 154,00 0,25 206,82 367,03 474,87 529,03
38,0 154,69 0,25 207,74 368,66 476,98 531,37
38,1 155,37 0,25 208,66 370,29 479,09 533,73
38,2 156,06 0,25 209,58 371,93 481,20 536,08
38,3 156,74 0,26 210,50 373,56 483,32 538,44

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 57

38,4 157,43 0,26 211,42 375,20 485,44 540,80


38,5 158,12 0,26 212,35 376,85 487,57 543,17
38,6 158,81 0,26 213,28 378,49 489,70 545,54
38,7 159,50 0,26 214,21 380,14 491,83 547,92
38,8 160,20 0,26 215,14 381,79 493,97 550,30
38,9 160,89 0,26 216,07 383,45 496,11 552,69
39,0 161,59 0,26 217,00 385,10 498,25 555,08
L (m) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
W (m) 0,30 0,50 0,70 0,90 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
39,1 162,28 0,26 217,94 386,76 500,40 557,47
39,2 162,98 0,26 218,87 388,43 502,55 559,87
39,3 163,68 0,26 219,81 390,09 504,71 562,27
39,4 164,38 0,26 220,75 391,76 506,87 564,67
39,5 165,08 0,26 221,70 393,43 509,03 567,08
39,6 165,78 0,26 222,64 395,11 511,20 569,50
39,7 166,49 0,26 223,59 396,79 513,37 571,92
39,8 167,19 0,27 224,53 398,47 515,54 574,34
39,9 167,90 0,27 225,48 400,15 517,72 576,76
40,0 168,61 0,27 226,43 401,84 519,90 579,19

Tabel 2.7f. Debit pada CTF, L = 2,0 m; Hb/Ha ≤ 0,76; Ha/L≤0,4; K=2,3; n=1,63
(W=0,4, C=0,899; W=0,6, C=1,362; W=0,8, C=1,83; W=1,0, C=2,3)

L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1,0 0,49 0,01 0,75 1,01 1,26
1,1 0,58 0,01 0,87 1,17 1,48
1,2 0,67 0,01 1,01 1,35 1,70
1,3 0,76 0,01 1,15 1,54 1,94
1,4 0,86 0,01 1,30 1,74 2,19
1,5 0,96 0,01 1,45 1,95 2,45
1,6 1,06 0,01 1,61 2,16 2,72
1,7 1,17 0,01 1,78 2,39 3,00
1,8 1,29 0,01 1,95 2,62 3,29
1,9 1,41 0,01 2,13 2,86 3,60
2,0 1,53 0,01 2,32 3,11 3,91
2,1 1,66 0,01 2,51 3,37 4,24
2,2 1,79 0,01 2,71 3,64 4,57
2,3 1,92 0,01 2,91 3,91 4,91
2,4 2,06 0,01 3,12 4,19 5,27
2,5 2,20 0,01 3,33 4,48 5,63
2,6 2,35 0,01 3,55 4,77 6,00
2,7 2,49 0,01 3,78 5,08 6,38
2,8 2,65 0,01 4,01 5,39 6,77
2,9 2,80 0,01 4,25 5,70 7,17
3,0 2,96 0,02 4,49 6,03 7,58
3,1 3,12 0,02 4,73 6,36 7,99
3,2 3,29 0,02 4,99 6,70 8,42
3,3 3,46 0,02 5,24 7,04 8,85
3,4 3,63 0,02 5,50 7,39 9,29
3,5 3,81 0,02 5,77 7,75 9,74
3,6 3,99 0,02 6,04 8,11 10,20
3,7 4,17 0,02 6,32 8,48 10,66
3,8 4,35 0,02 6,60 8,86 11,14

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 58

3,9 4,54 0,02 6,88 9,24 11,62


4,0 4,73 0,02 7,17 9,63 12,11
4,1 4,93 0,02 7,47 10,03 12,61
4,2 5,13 0,02 7,77 10,43 13,11
4,3 5,33 0,02 8,07 10,84 13,62
4,4 5,53 0,02 8,38 11,25 14,14
4,5 5,74 0,02 8,69 11,67 14,67
4,6 5,94 0,02 9,01 12,10 15,21
4,7 6,16 0,02 9,33 12,53 15,75
4,8 6,37 0,02 9,66 12,97 16,30
4,9 6,59 0,02 9,99 13,41 16,86
5,0 6,81 0,03 10,32 13,86 17,42
5,1 7,03 0,03 10,66 14,31 17,99
5,2 7,26 0,03 11,00 14,77 18,57
5,3 7,49 0,03 11,35 15,24 19,16
5,4 7,72 0,03 11,70 15,71 19,75
5,5 7,95 0,03 12,05 16,19 20,35

L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
5,6 8,19 0,03 12,41 16,67 20,95
5,7 8,43 0,03 12,78 17,16 21,57
5,8 8,67 0,03 13,14 17,65 22,19
5,9 8,92 0,03 13,52 18,15 22,81
6,0 9,17 0,03 13,89 18,65 23,45
6,1 9,42 0,03 14,27 19,16 24,09
6,2 9,67 0,03 14,65 19,68 24,74
6,3 9,93 0,03 15,04 20,20 25,39
6,4 10,18 0,03 15,43 20,72 26,05
6,5 10,44 0,03 15,83 21,25 26,72
6,6 10,71 0,03 16,23 21,79 27,39
6,7 10,97 0,03 16,63 22,33 28,07
6,8 11,24 0,03 17,03 22,88 28,76
6,9 11,51 0,03 17,44 23,43 29,45
7,0 11,79 0,04 17,86 23,98 30,15
7,1 12,06 0,04 18,28 24,54 30,85
7,2 12,34 0,04 18,70 25,11 31,56
7,3 12,62 0,04 19,12 25,68 32,28
7,4 12,90 0,04 19,55 26,26 33,00
7,5 13,19 0,04 19,98 26,84 33,73
7,6 13,48 0,04 20,42 27,42 34,47
7,7 13,77 0,04 20,86 28,01 35,21
7,8 14,06 0,04 21,30 28,61 35,96
7,9 14,35 0,04 21,75 29,21 36,72
8,0 14,65 0,04 22,20 29,81 37,48
8,1 14,95 0,04 22,65 30,42 38,24
8,2 15,25 0,04 23,11 31,04 39,02
8,3 15,56 0,04 23,57 31,66 39,79
8,4 15,86 0,04 24,04 32,28 40,58
8,5 16,17 0,04 24,51 32,91 41,37
8,6 16,48 0,04 24,98 33,54 42,17
8,7 16,80 0,04 25,45 34,18 42,97
8,8 17,11 0,04 25,93 34,83 43,78
8,9 17,43 0,04 26,41 35,47 44,59
9,0 17,75 0,04 26,90 36,13 45,41

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 59

9,1 18,07 0,05 27,39 36,78 46,23


9,2 18,40 0,05 27,88 37,44 47,07
9,3 18,73 0,05 28,38 38,11 47,90
9,4 19,06 0,05 28,88 38,78 48,74
9,5 19,39 0,05 29,38 39,45 49,59
9,6 19,72 0,05 29,88 40,13 50,45
9,7 20,06 0,05 30,39 40,82 51,31
9,8 20,40 0,05 30,91 41,50 52,17
9,9 20,74 0,05 31,42 42,20 53,04
10,0 21,08 0,05 31,94 42,89 53,92
10,1 21,42 0,05 32,46 43,60 54,80
10,2 21,77 0,05 32,99 44,30 55,69
10,3 22,12 0,05 33,52 45,01 56,58
10,4 22,47 0,05 34,05 45,73 57,48
10,5 22,82 0,05 34,58 46,44 58,38
L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
10,6 23,18 0,05 35,12 47,17 59,29
10,7 23,54 0,05 35,66 47,90 60,20
10,8 23,90 0,05 36,21 48,63 61,12
10,9 24,26 0,05 36,76 49,36 62,05
11,0 24,62 0,05 37,31 50,10 62,98
11,1 24,99 0,06 37,86 50,85 63,92
11,2 25,36 0,06 38,42 51,60 64,86
11,3 25,73 0,06 38,98 52,35 65,80
11,4 26,10 0,06 39,54 53,11 66,75
11,5 26,47 0,06 40,11 53,87 67,71
11,6 26,85 0,06 40,68 54,63 68,67
11,7 27,23 0,06 41,25 55,40 69,64
11,8 27,61 0,06 41,83 56,18 70,61
11,9 27,99 0,06 42,41 56,96 71,59
12,0 28,37 0,06 42,99 57,74 72,58
12,1 28,76 0,06 43,58 58,52 73,56
12,2 29,15 0,06 44,17 59,31 74,56
12,3 29,54 0,06 44,76 60,11 75,56
12,4 29,93 0,06 45,35 60,91 76,56
12,5 30,33 0,06 45,95 61,71 77,57
12,6 30,72 0,06 46,55 62,52 78,58
12,7 31,12 0,06 47,16 63,33 79,60
12,8 31,52 0,06 47,76 64,14 80,63
12,9 31,92 0,06 48,37 64,96 81,66
13,0 32,33 0,06 48,98 65,78 82,69
13,1 32,73 0,07 49,60 66,61 83,73
13,2 33,14 0,07 50,22 67,44 84,77
13,3 33,55 0,07 50,84 68,28 85,82
13,4 33,96 0,07 51,47 69,12 86,88
13,5 34,38 0,07 52,09 69,96 87,94
13,6 34,79 0,07 52,72 70,80 89,00
13,7 35,21 0,07 53,36 71,66 90,07
13,8 35,63 0,07 53,99 72,51 91,14
13,9 36,05 0,07 54,63 73,37 92,22
14,0 36,48 0,07 55,27 74,23 93,31
14,1 36,90 0,07 55,92 75,10 94,40
14,2 37,33 0,07 56,57 75,97 95,49
14,3 37,76 0,07 57,22 76,84 96,59

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 60

14,4 38,19 0,07 57,87 77,72 97,69


14,5 38,63 0,07 58,53 78,60 98,80
14,6 39,06 0,07 59,19 79,49 99,91
14,7 39,50 0,07 59,85 80,38 101,03
14,8 39,94 0,07 60,51 81,27 102,15
14,9 40,38 0,07 61,18 82,17 103,28
15,0 40,82 0,07 61,85 83,07 104,41
15,1 41,26 0,08 62,53 83,97 105,55
15,2 41,71 0,08 63,20 84,88 106,69
15,3 42,16 0,08 63,88 85,79 107,84
15,4 42,61 0,08 64,56 86,71 108,99
15,5 43,06 0,08 65,25 87,63 110,15

L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
15,6 43,51 0,08 65,94 88,55 111,31
15,7 43,97 0,08 66,63 89,48 112,47
15,8 44,43 0,08 67,32 90,41 113,64
15,9 44,89 0,08 68,02 91,34 114,82
16,0 45,35 0,08 68,71 92,28 116,00
16,1 45,81 0,08 69,42 93,22 117,18
16,2 46,28 0,08 70,12 94,17 118,37
16,3 46,74 0,08 70,83 95,12 119,56
16,4 47,21 0,08 71,54 96,07 120,76
16,5 47,68 0,08 72,25 97,03 121,96
16,6 48,15 0,08 72,96 97,99 123,17
16,7 48,63 0,08 73,68 98,95 124,38
16,8 49,10 0,08 74,40 99,92 125,60
16,9 49,58 0,08 75,13 100,89 126,82
17,0 50,06 0,08 75,85 101,87 128,04
17,1 50,54 0,09 76,58 102,84 129,27
17,2 51,02 0,09 77,31 103,83 130,51
17,3 51,51 0,09 78,05 104,81 131,75
17,4 51,99 0,09 78,78 105,80 132,99
17,5 52,48 0,09 79,52 106,79 134,24
17,6 52,97 0,09 80,26 107,79 135,49
17,7 53,46 0,09 81,01 108,79 136,75
17,8 53,95 0,09 81,76 109,79 138,01
17,9 54,45 0,09 82,51 110,80 139,28
18,0 54,95 0,09 83,26 111,81 140,55
18,1 55,44 0,09 84,01 112,83 141,82
18,2 55,94 0,09 84,77 113,84 143,10
18,3 56,45 0,09 85,53 114,87 144,39
18,4 56,95 0,09 86,30 115,89 145,67
18,5 57,46 0,09 87,06 116,92 146,97
18,6 57,96 0,09 87,83 117,95 148,26
18,7 58,47 0,09 88,60 118,99 149,56
18,8 58,98 0,09 89,37 120,03 150,87
18,9 59,49 0,09 90,15 121,07 152,18
19,0 60,01 0,10 90,93 122,11 153,50
19,1 60,52 0,10 91,71 123,16 154,81
19,2 61,04 0,10 92,49 124,22 156,14
19,3 61,56 0,10 93,28 125,27 157,47
19,4 62,08 0,10 94,07 126,33 158,80
19,5 62,60 0,10 94,86 127,39 160,13

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 61

19,6 63,13 0,10 95,66 128,46 161,47


19,7 63,65 0,10 96,45 129,53 162,82
19,8 64,18 0,10 97,25 130,60 164,17
19,9 64,71 0,10 98,05 131,68 165,52
20,0 65,24 0,10 98,86 132,76 166,88
20,1 65,77 0,10 99,66 133,85 168,24
20,2 66,31 0,10 100,47 134,93 169,61
20,3 66,84 0,10 101,29 136,02 170,98
20,4 67,38 0,10 102,10 137,12 172,36
20,5 67,92 0,10 102,92 138,21 173,73
L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
20,6 68,46 0,10 103,74 139,32 175,12
20,7 69,00 0,10 104,56 140,42 176,51
20,8 69,55 0,10 105,38 141,53 177,90
20,9 70,09 0,10 106,21 142,64 179,29
21,0 70,64 0,11 107,04 143,75 180,69
21,1 71,19 0,11 107,87 144,87 182,10
21,2 71,74 0,11 108,71 145,99 183,51
21,3 72,29 0,11 109,54 147,11 184,92
21,4 72,85 0,11 110,38 148,24 186,34
21,5 73,40 0,11 111,23 149,37 187,76
21,6 73,96 0,11 112,07 150,51 189,19
21,7 74,52 0,11 112,92 151,64 190,62
21,8 75,08 0,11 113,77 152,78 192,05
21,9 75,64 0,11 114,62 153,93 193,49
22,0 76,21 0,11 115,47 155,08 194,93
22,1 76,77 0,11 116,33 156,23 196,38
22,2 77,34 0,11 117,19 157,38 197,83
22,3 77,91 0,11 118,05 158,54 199,28
22,4 78,48 0,11 118,92 159,70 200,74
22,5 79,05 0,11 119,78 160,86 202,20
22,6 79,62 0,11 120,65 162,03 203,67
22,7 80,20 0,11 121,52 163,20 205,14
22,8 80,77 0,11 122,40 164,37 206,61
22,9 81,35 0,11 123,27 165,55 208,09
23,0 81,93 0,12 124,15 166,73 209,58
23,1 82,51 0,12 125,03 167,91 211,06
23,2 83,10 0,12 125,92 169,10 212,56
23,3 83,68 0,12 126,80 170,29 214,05
23,4 84,27 0,12 127,69 171,48 215,55
23,5 84,86 0,12 128,58 172,68 217,05
23,6 85,44 0,12 129,47 173,88 218,56
23,7 86,04 0,12 130,37 175,08 220,07
23,8 86,63 0,12 131,27 176,29 221,59
23,9 87,22 0,12 132,17 177,49 223,11
24,0 87,82 0,12 133,07 178,71 224,63
24,1 88,42 0,12 133,97 179,92 226,16
24,2 89,01 0,12 134,88 181,14 227,69
24,3 89,61 0,12 135,79 182,36 229,23
24,4 90,22 0,12 136,70 183,59 230,77
24,5 90,82 0,12 137,62 184,81 232,31
24,6 91,42 0,12 138,53 186,05 233,86
24,7 92,03 0,12 139,45 187,28 235,41
24,8 92,64 0,12 140,37 188,52 236,96

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 62

24,9 93,25 0,12 141,30 189,76 238,52


25,0 93,86 0,13 142,22 191,00 240,09
25,1 94,47 0,13 143,15 192,25 241,66
25,2 95,09 0,13 144,08 193,50 243,23
25,3 95,70 0,13 145,02 194,75 244,80
25,4 96,32 0,13 145,95 196,01 246,38
25,5 96,94 0,13 146,89 197,27 247,96

L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
25,6 97,56 0,13 147,83 198,53 249,55
25,7 98,18 0,13 148,77 199,80 251,14
25,8 98,81 0,13 149,72 201,06 252,74
25,9 99,43 0,13 150,66 202,34 254,34
26,0 100,06 0,13 151,61 203,61 255,94
26,1 100,68 0,13 152,57 204,89 257,54
26,2 101,31 0,13 153,52 206,17 259,15
26,3 101,95 0,13 154,48 207,45 260,77
26,4 102,58 0,13 155,43 208,74 262,39
26,5 103,21 0,13 156,40 210,03 264,01
26,6 103,85 0,13 157,36 211,33 265,63
26,7 104,48 0,13 158,32 212,62 267,26
26,8 105,12 0,13 159,29 213,92 268,90
26,9 105,76 0,13 160,26 215,22 270,54
27,0 106,41 0,14 161,23 216,53 272,18
27,1 107,05 0,14 162,21 217,84 273,82
27,2 107,69 0,14 163,18 219,15 275,47
27,3 108,34 0,14 164,16 220,47 277,12
27,4 108,99 0,14 165,15 221,78 278,78
27,5 109,64 0,14 166,13 223,10 280,44
27,6 110,29 0,14 167,11 224,43 282,10
27,7 110,94 0,14 168,10 225,75 283,77
27,8 111,59 0,14 169,09 227,08 285,44
27,9 112,25 0,14 170,09 228,42 287,12
28,0 112,90 0,14 171,08 229,75 288,80
28,1 113,56 0,14 172,08 231,09 290,48
28,2 114,22 0,14 173,08 232,43 292,17
28,3 114,88 0,14 174,08 233,78 293,86
28,4 115,54 0,14 175,08 235,13 295,55
28,5 116,21 0,14 176,09 236,48 297,25
28,6 116,87 0,14 177,10 237,83 298,95
28,7 117,54 0,14 178,11 239,19 300,66
28,8 118,21 0,14 179,12 240,55 302,37
28,9 118,88 0,14 180,13 241,91 304,08
29,0 119,55 0,15 181,15 243,28 305,80
29,1 120,22 0,15 182,17 244,65 307,52
29,2 120,90 0,15 183,19 246,02 309,24
29,3 121,57 0,15 184,22 247,39 310,97
29,4 122,25 0,15 185,24 248,77 312,70
29,5 122,93 0,15 186,27 250,15 314,44
29,6 123,61 0,15 187,30 251,54 316,18
29,7 124,29 0,15 188,33 252,92 317,92
29,8 124,97 0,15 189,37 254,31 319,67
29,9 125,66 0,15 190,40 255,70 321,42
30,0 126,34 0,15 191,44 257,10 323,17

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 63

30,1 127,03 0,15 192,48 258,50 324,93


30,2 127,72 0,15 193,53 259,90 326,69
30,3 128,41 0,15 194,57 261,30 328,46
30,4 129,10 0,15 195,62 262,71 330,23
30,5 129,79 0,15 196,67 264,12 332,00
L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
30,6 130,49 0,15 197,72 265,53 333,77
30,7 131,18 0,15 198,78 266,95 335,55
30,8 131,88 0,15 199,83 268,37 337,34
30,9 132,58 0,15 200,89 269,79 339,13
31,0 133,28 0,16 201,95 271,22 340,92
31,1 133,98 0,16 203,02 272,64 342,71
31,2 134,68 0,16 204,08 274,07 344,51
31,3 135,39 0,16 205,15 275,51 346,31
31,4 136,09 0,16 206,22 276,94 348,12
31,5 136,80 0,16 207,29 278,38 349,92
31,6 137,51 0,16 208,36 279,82 351,74
31,7 138,22 0,16 209,44 281,27 353,55
31,8 138,93 0,16 210,52 282,72 355,37
31,9 139,64 0,16 211,60 284,17 357,20
32,0 140,36 0,16 212,68 285,62 359,02
32,1 141,07 0,16 213,76 287,08 360,85
32,2 141,79 0,16 214,85 288,54 362,69
32,3 142,51 0,16 215,94 290,00 364,53
32,4 143,23 0,16 217,03 291,46 366,37
32,5 143,95 0,16 218,12 292,93 368,21
32,6 144,67 0,16 219,22 294,40 370,06
32,7 145,40 0,16 220,32 295,87 371,91
32,8 146,12 0,16 221,42 297,35 373,77
32,9 146,85 0,16 222,52 298,83 375,63
33,0 147,58 0,17 223,62 300,31 377,49
33,1 148,31 0,17 224,73 301,80 379,36
33,2 149,04 0,17 225,83 303,28 381,23
33,3 149,77 0,17 226,94 304,77 383,10
33,4 150,50 0,17 228,06 306,27 384,98
33,5 151,24 0,17 229,17 307,76 386,86
33,6 151,98 0,17 230,29 309,26 388,74
33,7 152,71 0,17 231,40 310,76 390,63
33,8 153,45 0,17 232,52 312,27 392,52
33,9 154,19 0,17 233,65 313,78 394,41
34,0 154,94 0,17 234,77 315,29 396,31
34,1 155,68 0,17 235,90 316,80 398,21
34,2 156,42 0,17 237,03 318,32 400,12
34,3 157,17 0,17 238,16 319,83 402,03
34,4 157,92 0,17 239,29 321,36 403,94
34,5 158,67 0,17 240,42 322,88 405,86
34,6 159,42 0,17 241,56 324,41 407,78
34,7 160,17 0,17 242,70 325,94 409,70
34,8 160,92 0,17 243,84 327,47 411,63
34,9 161,68 0,17 244,98 329,00 413,56
35,0 162,43 0,18 246,13 330,54 415,49
35,1 163,19 0,18 247,28 332,08 417,42
35,2 163,95 0,18 248,43 333,63 419,37
35,3 164,71 0,18 249,58 335,17 421,31

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 64

35,4 165,47 0,18 250,73 336,72 423,26


35,5 166,23 0,18 251,89 338,27 425,21

L (m) 2,00 2,00 2,00 2,00


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
35,6 166,99 0,18 253,04 339,83 427,16
35,7 167,76 0,18 254,20 341,38 429,12
35,8 168,53 0,18 255,37 342,94 431,08
35,9 169,29 0,18 256,53 344,51 433,04
36,0 170,06 0,18 257,69 346,07 435,01
36,1 170,83 0,18 258,86 347,64 436,98
36,2 171,61 0,18 260,03 349,21 438,96
36,3 172,38 0,18 261,20 350,79 440,94
36,4 173,15 0,18 262,38 352,36 442,92
36,5 173,93 0,18 263,55 353,94 444,90
36,6 174,71 0,18 264,73 355,52 446,89
36,7 175,49 0,18 265,91 357,11 448,88
36,8 176,27 0,18 267,09 358,70 450,88
36,9 177,05 0,18 268,28 360,29 452,88
37,0 177,83 0,19 269,46 361,88 454,88
37,1 178,62 0,19 270,65 363,48 456,89
37,2 179,40 0,19 271,84 365,07 458,89
37,3 180,19 0,19 273,03 366,67 460,91
37,4 180,98 0,19 274,23 368,28 462,92
37,5 181,77 0,19 275,43 369,88 464,94
37,6 182,56 0,19 276,62 371,49 466,96
37,7 183,35 0,19 277,82 373,11 468,99
37,8 184,14 0,19 279,03 374,72 471,02
37,9 184,94 0,19 280,23 376,34 473,05
38,0 185,73 0,19 281,44 377,96 475,09
38,1 186,53 0,19 282,64 379,58 477,13
38,2 187,33 0,19 283,85 381,20 479,17
38,3 188,13 0,19 285,07 382,83 481,22
38,4 188,93 0,19 286,28 384,46 483,27
38,5 189,73 0,19 287,50 386,10 485,32
38,6 190,54 0,19 288,72 387,73 487,38
38,7 191,34 0,19 289,94 389,37 489,44
38,8 192,15 0,19 291,16 391,01 491,50
38,9 192,96 0,19 292,38 392,66 493,57
39,0 193,76 0,20 293,61 394,30 495,64
39,1 194,58 0,20 294,84 395,95 497,71
39,2 195,39 0,20 296,07 397,60 499,79
39,3 196,20 0,20 297,30 399,26 501,87
39,4 197,01 0,20 298,53 400,92 503,95
39,5 197,83 0,20 299,77 402,58 506,04
39,6 198,65 0,20 301,01 404,24 508,13
39,7 199,47 0,20 302,25 405,90 510,22
39,8 200,29 0,20 303,49 407,57 512,32
39,9 201,11 0,20 304,73 409,24 514,42
40,0 201,93 0,20 305,98 410,92 516,52

Tabel 2.7g. Debit pada CTF, L = 2,5 m; Hb/Ha ≤ 0,78; Ha/L≤0,4; K=2,1; n=1,57
(W=0,4, C=0,821; W=0,6, C=1,244; W=0,8, C=1,671; W=1,0, C=2,100)

L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 65

W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00


Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1,0 0,59 0,00 0,90 1,21 1,52
1,1 0,69 0,00 1,05 1,41 1,77
1,2 0,79 0,00 1,20 1,61 2,03
1,3 0,90 0,01 1,36 1,83 2,30
1,4 1,01 0,01 1,53 2,05 2,58
1,5 1,12 0,01 1,70 2,29 2,88
1,6 1,24 0,01 1,88 2,53 3,18
1,7 1,37 0,01 2,07 2,78 3,50
1,8 1,50 0,01 2,27 3,05 3,83
1,9 1,63 0,01 2,47 3,32 4,17
2,0 1,77 0,01 2,68 3,59 4,52
2,1 1,91 0,01 2,89 3,88 4,88
2,2 2,05 0,01 3,11 4,17 5,25
2,3 2,20 0,01 3,33 4,48 5,63
2,4 2,35 0,01 3,56 4,78 6,01
2,5 2,51 0,01 3,80 5,10 6,41
2,6 2,67 0,01 4,04 5,42 6,82
2,7 2,83 0,01 4,29 5,76 7,24
2,8 2,99 0,01 4,54 6,09 7,66
2,9 3,16 0,01 4,80 6,44 8,09
3,0 3,34 0,01 5,06 6,79 8,54
3,1 3,51 0,01 5,32 7,15 8,99
3,2 3,69 0,01 5,60 7,52 9,45
3,3 3,88 0,01 5,87 7,89 9,91
3,4 4,06 0,01 6,16 8,27 10,39
3,5 4,25 0,01 6,44 8,65 10,87
3,6 4,44 0,01 6,73 9,04 11,37
3,7 4,64 0,01 7,03 9,44 11,87
3,8 4,84 0,02 7,33 9,84 12,37
3,9 5,04 0,02 7,63 10,25 12,89
4,0 5,24 0,02 7,94 10,67 13,41
4,1 5,45 0,02 8,26 11,09 13,94
4,2 5,66 0,02 8,58 11,52 14,48
4,3 5,87 0,02 8,90 11,95 15,02
4,4 6,09 0,02 9,23 12,39 15,58
4,5 6,31 0,02 9,56 12,84 16,13
4,6 6,53 0,02 9,89 13,29 16,70
4,7 6,75 0,02 10,23 13,74 17,27
4,8 6,98 0,02 10,58 14,20 17,86
4,9 7,21 0,02 10,93 14,67 18,44
5,0 7,44 0,02 11,28 15,15 19,04
5,1 7,68 0,02 11,63 15,62 19,64
5,2 7,92 0,02 11,99 16,11 20,25
5,3 8,16 0,02 12,36 16,60 20,86
5,4 8,40 0,02 12,73 17,09 21,48
5,5 8,64 0,02 13,10 17,59 22,11

L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
5,6 8,89 0,02 13,47 18,09 22,74
5,7 9,14 0,02 13,85 18,60 23,39
5,8 9,40 0,02 14,24 19,12 24,03
5,9 9,65 0,02 14,62 19,64 24,69

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 66

6,0 9,91 0,02 15,01 20,16 25,35


6,1 10,17 0,02 15,41 20,69 26,01
6,2 10,43 0,02 15,81 21,23 26,69
6,3 10,70 0,03 16,21 21,77 27,36
6,4 10,97 0,03 16,62 22,31 28,05
6,5 11,24 0,03 17,03 22,86 28,74
6,6 11,51 0,03 17,44 23,42 29,44
6,7 11,78 0,03 17,86 23,98 30,14
6,8 12,06 0,03 18,28 24,54 30,85
6,9 12,34 0,03 18,70 25,11 31,57
7,0 12,62 0,03 19,13 25,69 32,29
7,1 12,91 0,03 19,56 26,26 33,01
7,2 13,19 0,03 19,99 26,85 33,75
7,3 13,48 0,03 20,43 27,43 34,49
7,4 13,77 0,03 20,87 28,03 35,23
7,5 14,07 0,03 21,31 28,62 35,98
7,6 14,36 0,03 21,76 29,23 36,74
7,7 14,66 0,03 22,21 29,83 37,50
7,8 14,96 0,03 22,67 30,44 38,27
7,9 15,26 0,03 23,13 31,06 39,04
8,0 15,57 0,03 23,59 31,68 39,82
8,1 15,87 0,03 24,05 32,30 40,60
8,2 16,18 0,03 24,52 32,93 41,39
8,3 16,49 0,03 24,99 33,56 42,19
8,4 16,81 0,03 25,46 34,20 42,99
8,5 17,12 0,03 25,94 34,84 43,79
8,6 17,44 0,03 26,42 35,49 44,60
8,7 17,76 0,03 26,91 36,14 45,42
8,8 18,08 0,04 27,39 36,79 46,24
8,9 18,40 0,04 27,88 37,45 47,07
9,0 18,73 0,04 28,38 38,11 47,90
9,1 19,06 0,04 28,87 38,78 48,74
9,2 19,39 0,04 29,37 39,45 49,59
9,3 19,72 0,04 29,88 40,12 50,44
9,4 20,05 0,04 30,38 40,80 51,29
9,5 20,39 0,04 30,89 41,49 52,15
9,6 20,73 0,04 31,40 42,17 53,01
9,7 21,07 0,04 31,92 42,87 53,88
9,8 21,41 0,04 32,44 43,56 54,76
9,9 21,75 0,04 32,96 44,26 55,64
10,0 22,10 0,04 33,48 44,97 56,52
10,1 22,44 0,04 34,01 45,67 57,41
10,2 22,79 0,04 34,54 46,39 58,31
10,3 23,15 0,04 35,07 47,10 59,21
10,4 23,50 0,04 35,61 47,82 60,11
10,5 23,86 0,04 36,15 48,55 61,02
L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
10,6 24,21 0,04 36,69 49,27 61,94
10,7 24,57 0,04 37,24 50,01 62,86
10,8 24,93 0,04 37,78 50,74 63,78
10,9 25,30 0,04 38,33 51,48 64,71
11,0 25,66 0,04 38,89 52,22 65,65
11,1 26,03 0,04 39,44 52,97 66,58
11,2 26,40 0,04 40,00 53,72 67,53

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 67

11,3 26,77 0,05 40,57 54,48 68,48


11,4 27,14 0,05 41,13 55,24 69,43
11,5 27,52 0,05 41,70 56,00 70,39
11,6 27,90 0,05 42,27 56,77 71,35
11,7 28,27 0,05 42,84 57,54 72,32
11,8 28,65 0,05 43,42 58,31 73,29
11,9 29,04 0,05 44,00 59,09 74,27
12,0 29,42 0,05 44,58 59,87 75,25
12,1 29,81 0,05 45,16 60,65 76,24
12,2 30,19 0,05 45,75 61,44 77,23
12,3 30,58 0,05 46,34 62,24 78,23
12,4 30,97 0,05 46,93 63,03 79,23
12,5 31,37 0,05 47,53 63,83 80,24
12,6 31,76 0,05 48,13 64,64 81,25
12,7 32,16 0,05 48,73 65,44 82,26
12,8 32,56 0,05 49,33 66,25 83,28
12,9 32,96 0,05 49,94 67,07 84,30
13,0 33,36 0,05 50,55 67,89 85,33
13,1 33,76 0,05 51,16 68,71 86,36
13,2 34,17 0,05 51,78 69,53 87,40
13,3 34,58 0,05 52,39 70,36 88,44
13,4 34,99 0,05 53,01 71,19 89,49
13,5 35,40 0,05 53,64 72,03 90,54
13,6 35,81 0,05 54,26 72,87 91,60
13,7 36,22 0,05 54,89 73,71 92,66
13,8 36,64 0,06 55,52 74,56 93,72
13,9 37,06 0,06 56,15 75,41 94,79
14,0 37,48 0,06 56,79 76,26 95,86
14,1 37,90 0,06 57,42 77,12 96,94
14,2 38,32 0,06 58,07 77,98 98,02
14,3 38,74 0,06 58,71 78,84 99,11
14,4 39,17 0,06 59,35 79,71 100,20
14,5 39,60 0,06 60,00 80,58 101,29
14,6 40,03 0,06 60,65 81,46 102,39
14,7 40,46 0,06 61,31 82,33 103,49
14,8 40,89 0,06 61,96 83,21 104,60
14,9 41,33 0,06 62,62 84,10 105,71
15,0 41,76 0,06 63,28 84,99 106,83
15,1 42,20 0,06 63,95 85,88 107,95
15,2 42,64 0,06 64,61 86,77 109,07
15,3 43,08 0,06 65,28 87,67 110,20
15,4 43,52 0,06 65,95 88,57 111,33
15,5 43,97 0,06 66,63 89,48 112,47

L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
15,6 44,42 0,06 67,30 90,38 113,61
15,7 44,86 0,06 67,98 91,30 114,76
15,8 45,31 0,06 68,66 92,21 115,91
15,9 45,76 0,06 69,35 93,13 117,06
16,0 46,22 0,06 70,03 94,05 118,22
16,1 46,67 0,06 70,72 94,97 119,38
16,2 47,13 0,06 71,41 95,90 120,55
16,3 47,58 0,07 72,10 96,83 121,72
16,4 48,04 0,07 72,80 97,77 122,89

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 68

16,5 48,50 0,07 73,50 98,70 124,07


16,6 48,97 0,07 74,20 99,65 125,25
16,7 49,43 0,07 74,90 100,59 126,44
16,8 49,90 0,07 75,61 101,54 127,63
16,9 50,36 0,07 76,31 102,49 128,83
17,0 50,83 0,07 77,02 103,44 130,02
17,1 51,30 0,07 77,74 104,40 131,23
17,2 51,77 0,07 78,45 105,36 132,43
17,3 52,25 0,07 79,17 106,32 133,64
17,4 52,72 0,07 79,89 107,29 134,86
17,5 53,20 0,07 80,61 108,26 136,08
17,6 53,68 0,07 81,34 109,23 137,30
17,7 54,16 0,07 82,06 110,21 138,53
17,8 54,64 0,07 82,79 111,18 139,76
17,9 55,12 0,07 83,52 112,17 140,99
18,0 55,60 0,07 84,26 113,15 142,23
18,1 56,09 0,07 84,99 114,14 143,47
18,2 56,58 0,07 85,73 115,13 144,72
18,3 57,07 0,07 86,47 116,13 145,97
18,4 57,56 0,07 87,21 117,13 147,23
18,5 58,05 0,07 87,96 118,13 148,48
18,6 58,54 0,07 88,71 119,13 149,75
18,7 59,04 0,07 89,46 120,14 151,01
18,8 59,53 0,08 90,21 121,15 152,28
18,9 60,03 0,08 90,96 122,16 153,56
19,0 60,53 0,08 91,72 123,18 154,83
19,1 61,03 0,08 92,48 124,20 156,11
19,2 61,53 0,08 93,24 125,22 157,40
19,3 62,04 0,08 94,00 126,24 158,69
19,4 62,54 0,08 94,77 127,27 159,98
19,5 63,05 0,08 95,54 128,30 161,28
19,6 63,56 0,08 96,31 129,34 162,58
19,7 64,07 0,08 97,08 130,38 163,88
19,8 64,58 0,08 97,86 131,42 165,19
19,9 65,09 0,08 98,63 132,46 166,50
20,0 65,61 0,08 99,41 133,51 167,82
20,1 66,12 0,08 100,19 134,56 169,14
20,2 66,64 0,08 100,98 135,61 170,46
20,3 67,16 0,08 101,76 136,66 171,79
20,4 67,68 0,08 102,55 137,72 173,12
20,5 68,20 0,08 103,34 138,78 174,45
L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
20,6 68,72 0,08 104,13 139,85 175,79
20,7 69,25 0,08 104,93 140,92 177,13
20,8 69,77 0,08 105,73 141,99 178,48
20,9 70,30 0,08 106,53 143,06 179,82
21,0 70,83 0,08 107,33 144,14 181,18
21,1 71,36 0,08 108,13 145,21 182,53
21,2 71,89 0,08 108,94 146,30 183,89
21,3 72,42 0,09 109,74 147,38 185,26
21,4 72,96 0,09 110,55 148,47 186,62
21,5 73,50 0,09 111,37 149,56 188,00
21,6 74,03 0,09 112,18 150,65 189,37
21,7 74,57 0,09 113,00 151,75 190,75

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 69

21,8 75,11 0,09 113,82 152,85 192,13


21,9 75,65 0,09 114,64 153,95 193,52
22,0 76,20 0,09 115,46 155,06 194,90
22,1 76,74 0,09 116,28 156,16 196,30
22,2 77,29 0,09 117,11 157,28 197,69
22,3 77,83 0,09 117,94 158,39 199,09
22,4 78,38 0,09 118,77 159,51 200,50
22,5 78,93 0,09 119,61 160,62 201,90
22,6 79,48 0,09 120,44 161,75 203,32
22,7 80,04 0,09 121,28 162,87 204,73
22,8 80,59 0,09 122,12 164,00 206,15
22,9 81,15 0,09 122,96 165,13 207,57
23,0 81,70 0,09 123,80 166,26 208,99
23,1 82,26 0,09 124,65 167,40 210,42
23,2 82,82 0,09 125,50 168,54 211,85
23,3 83,38 0,09 126,35 169,68 213,29
23,4 83,95 0,09 127,20 170,83 214,73
23,5 84,51 0,09 128,06 171,97 216,17
23,6 85,08 0,09 128,91 173,12 217,62
23,7 85,64 0,09 129,77 174,28 219,07
23,8 86,21 0,10 130,63 175,43 220,52
23,9 86,78 0,10 131,49 176,59 221,97
24,0 87,35 0,10 132,36 177,75 223,43
24,1 87,92 0,10 133,23 178,92 224,90
24,2 88,50 0,10 134,10 180,08 226,37
24,3 89,07 0,10 134,97 181,25 227,84
24,4 89,65 0,10 135,84 182,43 229,31
24,5 90,22 0,10 136,71 183,60 230,79
24,6 90,80 0,10 137,59 184,78 232,27
24,7 91,38 0,10 138,47 185,96 233,75
24,8 91,96 0,10 139,35 187,14 235,24
24,9 92,55 0,10 140,24 188,33 236,73
25,0 93,13 0,10 141,12 189,52 238,22
25,1 93,72 0,10 142,01 190,71 239,72
25,2 94,30 0,10 142,90 191,90 241,22
25,3 94,89 0,10 143,79 193,10 242,73
25,4 95,48 0,10 144,68 194,30 244,24
25,5 96,07 0,10 145,58 195,50 245,75

L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
25,6 96,66 0,10 146,47 196,71 247,26
25,7 97,26 0,10 147,37 197,92 248,78
25,8 97,85 0,10 148,27 199,13 250,30
25,9 98,45 0,10 149,18 200,34 251,83
26,0 99,05 0,10 150,08 201,56 253,35
26,1 99,65 0,10 150,99 202,77 254,89
26,2 100,25 0,10 151,90 204,00 256,42
26,3 100,85 0,11 152,81 205,22 257,96
26,4 101,45 0,11 153,72 206,45 259,50
26,5 102,05 0,11 154,64 207,67 261,04
26,6 102,66 0,11 155,56 208,91 262,59
26,7 103,27 0,11 156,48 210,14 264,14
26,8 103,87 0,11 157,40 211,38 265,70
26,9 104,48 0,11 158,32 212,62 267,26

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 70

27,0 105,09 0,11 159,24 213,86 268,82


27,1 105,70 0,11 160,17 215,10 270,38
27,2 106,32 0,11 161,10 216,35 271,95
27,3 106,93 0,11 162,03 217,60 273,52
27,4 107,55 0,11 162,96 218,85 275,10
27,5 108,16 0,11 163,90 220,11 276,68
27,6 108,78 0,11 164,84 221,37 278,26
27,7 109,40 0,11 165,77 222,63 279,84
27,8 110,02 0,11 166,71 223,89 281,43
27,9 110,64 0,11 167,66 225,16 283,02
28,0 111,27 0,11 168,60 226,43 284,61
28,1 111,89 0,11 169,55 227,70 286,21
28,2 112,52 0,11 170,50 228,97 287,81
28,3 113,15 0,11 171,45 230,25 289,42
28,4 113,77 0,11 172,40 231,52 291,02
28,5 114,40 0,11 173,35 232,81 292,63
28,6 115,03 0,11 174,31 234,09 294,25
28,7 115,67 0,11 175,27 235,38 295,87
28,8 116,30 0,12 176,23 236,66 297,49
28,9 116,93 0,12 177,19 237,96 299,11
29,0 117,57 0,12 178,15 239,25 300,74
29,1 118,21 0,12 179,12 240,55 302,36
29,2 118,85 0,12 180,08 241,85 304,00
29,3 119,48 0,12 181,05 243,15 305,63
29,4 120,13 0,12 182,02 244,45 307,27
29,5 120,77 0,12 183,00 245,76 308,92
29,6 121,41 0,12 183,97 247,07 310,56
29,7 122,06 0,12 184,95 248,38 312,21
29,8 122,70 0,12 185,93 249,69 313,86
29,9 123,35 0,12 186,91 251,01 315,52
30,0 124,00 0,12 187,89 252,33 317,18
30,1 124,65 0,12 188,87 253,65 318,84
30,2 125,30 0,12 189,86 254,97 320,50
30,3 125,95 0,12 190,85 256,30 322,17
30,4 126,60 0,12 191,84 257,63 323,84
30,5 127,26 0,12 192,83 258,96 325,51
L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50
W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
30,6 127,91 0,12 193,82 260,30 327,19
30,7 128,57 0,12 194,82 261,63 328,87
30,8 129,23 0,12 195,82 262,97 330,56
30,9 129,89 0,12 196,82 264,31 332,24
31,0 130,55 0,12 197,82 265,66 333,93
31,1 131,21 0,12 198,82 267,01 335,62
31,2 131,87 0,12 199,82 268,35 337,32
31,3 132,54 0,13 200,83 269,71 339,02
31,4 133,20 0,13 201,84 271,06 340,72
31,5 133,87 0,13 202,85 272,42 342,43
31,6 134,54 0,13 203,86 273,78 344,13
31,7 135,21 0,13 204,87 275,14 345,85
31,8 135,88 0,13 205,89 276,50 347,56
31,9 136,55 0,13 206,91 277,87 349,28
32,0 137,22 0,13 207,93 279,24 351,00
32,1 137,89 0,13 208,95 280,61 352,72
32,2 138,57 0,13 209,97 281,98 354,45

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 71

32,3 139,24 0,13 211,00 283,36 356,18


32,4 139,92 0,13 212,02 284,74 357,91
32,5 140,60 0,13 213,05 286,12 359,65
32,6 141,28 0,13 214,08 287,50 361,39
32,7 141,96 0,13 215,11 288,89 363,13
32,8 142,64 0,13 216,15 290,27 364,87
32,9 143,33 0,13 217,18 291,66 366,62
33,0 144,01 0,13 218,22 293,06 368,37
33,1 144,70 0,13 219,26 294,45 370,13
33,2 145,38 0,13 220,30 295,85 371,88
33,3 146,07 0,13 221,34 297,25 373,64
33,4 146,76 0,13 222,39 298,65 375,41
33,5 147,45 0,13 223,43 300,06 377,17
33,6 148,14 0,13 224,48 301,47 378,94
33,7 148,84 0,13 225,53 302,88 380,71
33,8 149,53 0,14 226,58 304,29 382,49
33,9 150,23 0,14 227,63 305,70 384,27
34,0 150,92 0,14 228,69 307,12 386,05
34,1 151,62 0,14 229,75 308,54 387,83
34,2 152,32 0,14 230,81 309,96 389,62
34,3 153,02 0,14 231,87 311,39 391,41
34,4 153,72 0,14 232,93 312,81 393,20
34,5 154,42 0,14 233,99 314,24 395,00
34,6 155,12 0,14 235,06 315,67 396,80
34,7 155,83 0,14 236,12 317,11 398,60
34,8 156,53 0,14 237,19 318,54 400,40
34,9 157,24 0,14 238,26 319,98 402,21
35,0 157,95 0,14 239,34 321,42 404,02
35,1 158,66 0,14 240,41 322,86 405,84
35,2 159,37 0,14 241,49 324,31 407,65
35,3 160,08 0,14 242,57 325,76 409,47
35,4 160,79 0,14 243,65 327,21 411,30
35,5 161,51 0,14 244,73 328,66 413,12

L (m) 2,50 2,50 2,50 2,50


W (m) 0,40 0,60 0,80 1,00
Ha (cm) Q (lt/det) Ha/L Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
35,6 162,22 0,14 245,81 330,11 414,95
35,7 162,94 0,14 246,90 331,57 416,78
35,8 163,65 0,14 247,98 333,03 418,62
35,9 164,37 0,14 249,07 334,49 420,45
36,0 165,09 0,14 250,16 335,96 422,29
36,1 165,81 0,14 251,25 337,42 424,14
36,2 166,53 0,14 252,35 338,89 425,98
36,3 167,26 0,15 253,44 340,36 427,83
36,4 167,98 0,15 254,54 341,83 429,68
36,5 168,71 0,15 255,64 343,31 431,54
36,6 169,43 0,15 256,74 344,79 433,40
36,7 170,16 0,15 257,84 346,27 435,26
36,8 170,89 0,15 258,94 347,75 437,12
36,9 171,62 0,15 260,05 349,24 438,99
37,0 172,35 0,15 261,16 350,72 440,86
37,1 173,08 0,15 262,27 352,21 442,73
37,2 173,81 0,15 263,38 353,70 444,60
37,3 174,55 0,15 264,49 355,20 446,48
37,4 175,28 0,15 265,60 356,69 448,36

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 72

37,5 176,02 0,15 266,72 358,19 450,24


37,6 176,76 0,15 267,84 359,69 452,13
37,7 177,50 0,15 268,96 361,20 454,02
37,8 178,23 0,15 270,08 362,70 455,91
37,9 178,98 0,15 271,20 364,21 457,81
38,0 179,72 0,15 272,32 365,72 459,71
38,1 180,46 0,15 273,45 367,23 461,61
38,2 181,21 0,15 274,58 368,74 463,51
38,3 181,95 0,15 275,71 370,26 465,42
38,4 182,70 0,15 276,84 371,78 467,33
38,5 183,44 0,15 277,97 373,30 469,24
38,6 184,19 0,15 279,10 374,83 471,15
38,7 184,94 0,15 280,24 376,35 473,07
38,8 185,69 0,16 281,38 377,88 474,99
38,9 186,45 0,16 282,52 379,41 476,91
39,0 187,20 0,16 283,66 380,94 478,84
39,1 187,95 0,16 284,80 382,48 480,77
39,2 188,71 0,16 285,95 384,01 482,70
39,3 189,46 0,16 287,09 385,55 484,64
39,4 190,22 0,16 288,24 387,09 486,57
39,5 190,98 0,16 289,39 388,64 488,51
39,6 191,74 0,16 290,54 390,18 490,46
39,7 192,50 0,16 291,69 391,73 492,40
39,8 193,26 0,16 292,85 393,28 494,35
39,9 194,03 0,16 294,00 394,83 496,30
40,0 194,79 0,16 295,16 396,39 498,26

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 73

Ambang lebar (broad crested weir) 18

Ambang lebar yang sering digunakan di Indonesia adalah ambang lebar-datar- hidung
bundar (round-nose horizontal broad-crested weir). Bentuk ambang bagian depan
ujung atasnya dibundarkan dengan radius tertentu. Bentuk bagian hilirnya dapat
berbentuk vertikal dan membentuk slope. Bangunan ukur ini dapat dipakai pada
saluran dimana headloss kecil walaupun memerlukan kondisi aliran bebas (free-flow).
Persamaan debitnya pada kondisi free flow adalah sebagai berikut,

Q = 1,7 b H 1,5 .../2.9/

Q debit (m3/det; b lebar ambang (m); H tinggi muka air dari ambang di bagian hulu
(m).

Aliran moduler dipenuhi jika H2/H1 < 0,9, untuk itu diperlukan penyesuaian H1/p2
seperti pada Gambar 2.16. Batas modular menentukan rasio H1/p2 seperti pada
Gambar 2.16.

Beberapa keuntungan dari alat ukur ini adalah: (a) Sederhana dan cukup kuat; (b)
berfungsi dengan head loss cukup kecil, (c) kotoran/sampah akan mudah melewati
alat ini, (d) pengukuran debit mudah (hanya satu lokasi ukur), (e) kondisi modular
flow dapat sampai dengan 0,9. Kerugiannya adalah: (a) memerlukan kondisi aliran
bebas, (b) tidak ada pengatur debit

Contoh Prosedur design


Alat ukur ambang lebar akan dipasang di sadap pintu tersier dengan luas petak tersier
50 ha, debit maksimum pada waktu pengolahan tanah 2 liter/detik/ha. Jadi debit
maksimum yang akan masuk ke petak tersier adalah 100 liter/detik.

Tabel 2.8. Perhitungan dimensi ambang lebar

Perhitungan Debit Ambang Lebar


Round-nose broad-crested weir
Rumus Q = 1,7 b H1,5
0,05 <= H1/L<= 0,5
L ≥ 1,75 H max
b ≥ 0,3 m
> H1 max
> L/5
r ≥ 0,2 H1 max
H1/p = 3,0
p ≥ 0,15 m
Lokasi pengukuran H1 2-3 kali H1 max
Perhitungan Design Dimensi Alat Ukur Debit Ambang Lebar
Tahapan
1 Tentukan Debit max Final Design
Areal (ha) 50
Kep. Air Max (l/det/ha) 2

18
Sumber: Bos, M.G. ed. , 1978. Discharge Measurement Structure. ILRI, Wageningen, The
Netherlands, pp 121-125; dan Ankum P., 1988. Irrigation Structures for Water Regulation and
Measurement. Lecture Note.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 74

Debit max (l/det) 100

2 Lebar (b) (m) 0,4 0,4


H1 max (m) 0,28 0,28

3 Batas Modular (H2/H1) 0,8


Lihat Gbr. 2.16
Bentuk Downstream Vertical Back Space A
Sloping Back Space B
Pilih Bentuk d/s A
H1/p2 0,50 Gbr. 2.16
p2 (m) ≥ 0,56 0,60
Radius hidung (r) (m) ≥ 0,06 0,10
L (m) ≥ 0,49 0,50
L/5 0,10 0,10
4
u/s weir block Pengukuran H1 (m) 0,84 1,00
H1/p ≤ 3,0 1,86
p (m) 0,09 0,15
Radius Sayap R (m) ≥ 0,56 0,60

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 75

Gambar 2.14. Skhema aliran pada bangunan ukur ambang lebar

Gambar 2.15. Bangunan


ukur ambang lebar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 76

Gambar
2.16.
Hubungan
antara batas
moduler
dengan
tinggi
ambang hilir
(p2)

Final Design
Tinggi ambang (sill) p bagian hulu = 0,15 m; tinggi ambang (sill) bagian hilir p2 =
0,60 m; Panjang ambang L = 0,50 m; Lebar ambang b = 0,4 m; Radius hidung
ambang r = 0,10 m; Radius Sayap R =0,60 m; Lokasi pengukuran H 1 = 1,0 m; Elevasi
muka air di hulu H1 + p = 0,28 + 0,15 = 0,43 m.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 77

Tabel 2.9. Daftar debit ambang lebar untuk berbagai lebar ambang b

b (m) 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00


H (cm) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1 0,51 0,68 0,85 1,02 1,19 1,36 1,53 1,70
2 1,44 1,92 2,40 2,88 3,37 3,85 4,33 4,81
3 2,65 3,53 4,42 5,30 6,18 7,07 7,95 8,83
4 4,08 5,44 6,80 8,16 9,52 10,88 12,24 13,60
5 5,70 7,60 9,50 11,40 13,30 15,21 17,11 19,01
6 7,50 9,99 12,49 14,99 17,49 19,99 22,49 24,98
7 9,45 12,59 15,74 18,89 22,04 25,19 28,34 31,48
8 11,54 15,39 19,23 23,08 26,93 30,77 34,62 38,47
9 13,77 18,36 22,95 27,54 32,13 36,72 41,31 45,90
10 16,13 21,50 26,88 32,26 37,63 43,01 48,38 53,76
11 18,61 24,81 31,01 37,21 43,41 49,62 55,82 62,02
12 21,20 28,27 35,33 42,40 49,47 56,53 63,60 70,67
13 23,90 31,87 39,84 47,81 55,78 63,75 71,71 79,68
14 26,72 35,62 44,53 53,43 62,34 71,24 80,15 89,05
15 29,63 39,50 49,38 59,26 69,13 79,01 88,88 98,76
16 32,64 43,52 54,40 65,28 76,16 87,04 97,92 108,80
17 35,75 47,66 59,58 71,49 83,41 95,33 107,24 119,16
18 38,95 51,93 64,91 77,89 90,88 103,86 116,84 129,82
19 42,24 56,32 70,40 84,48 98,55 112,63 126,71 140,79
20 45,62 60,82 76,03 91,23 106,44 121,64 136,85 152,05
21 49,08 65,44 81,80 98,16 114,52 130,88 147,24 163,60
22 52,63 70,17 87,71 105,25 122,80 140,34 157,88 175,42
23 56,26 75,01 93,76 112,51 131,26 150,01 168,77 187,52
24 59,96 79,95 99,94 119,93 139,91 159,90 179,89 199,88
25 63,75 85,00 106,25 127,50 148,75 170,00 191,25 212,50
26 67,61 90,15 112,69 135,23 157,76 180,30 202,84 225,38
27 71,55 95,40 119,25 143,10 166,95 190,80 214,65 238,50
28 75,56 100,75 125,94 151,13 176,31 201,50 226,69 251,88
29 79,65 106,20 132,74 159,29 185,84 212,39 238,94 265,49
30 83,80 111,74 139,67 167,60 195,54 223,47 251,40 279,34
31 88,03 117,37 146,71 176,05 205,39 234,74 264,08 293,42
32 92,32 123,09 153,87 184,64 215,41 246,19 276,96 307,73
33 96,68 128,91 161,13 193,36 225,59 257,82 290,04 322,27
34 101,11 134,81 168,51 202,22 235,92 269,62 303,33 337,03
35 105,60 140,80 176,00 211,20 246,40 281,61 316,81 352,01
36 110,16 146,88 183,60 220,32 257,04 293,76 330,48 367,20
37 114,78 153,04 191,30 229,56 267,82 306,08 344,35 382,61
38 119,47 159,29 199,11 238,93 278,75 318,58 358,40 398,22
39 124,21 165,62 207,02 248,43 289,83 331,23 372,64 414,04
40 129,02 172,03 215,03 258,04 301,05 344,06 387,06 430,07

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 78

b (m) 1,10 1,20 1,30 1,40 1,50 1,60 1,70 1,80 1,90 2,00
H (cm) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1 1,87 2,04 2,21 2,38 2,55 2,72 2,89 3,06 3,23 3,40
2 5,29 5,77 6,25 6,73 7,21 7,69 8,17 8,65 9,14 9,62
3 9,72 10,60 11,48 12,37 13,25 14,13 15,02 15,90 16,78 17,67
4 14,96 16,32 17,68 19,04 20,40 21,76 23,12 24,48 25,84 27,20
5 20,91 22,81 24,71 26,61 28,51 30,41 32,31 34,21 36,11 38,01
6 27,48 29,98 32,48 34,98 37,48 39,98 42,47 44,97 47,47 49,97
7 34,63 37,78 40,93 44,08 47,23 50,38 53,52 56,67 59,82 62,97
8 42,31 46,16 50,01 53,85 57,70 61,55 65,39 69,24 73,09 76,93
9 50,49 55,08 59,67 64,26 68,85 73,44 78,03 82,62 87,21 91,80
10 59,13 64,51 69,89 75,26 80,64 86,01 91,39 96,77 102,14 107,52
11 68,22 74,43 80,63 86,83 93,03 99,23 105,44 111,64 117,84 124,04
12 77,73 84,80 91,87 98,93 106,00 113,07 120,14 127,20 134,27 141,34
13 87,65 95,62 103,59 111,56 119,52 127,49 135,46 143,43 151,40 159,37
14 97,96 106,86 115,77 124,67 133,58 142,48 151,39 160,29 169,20 178,10
15 108,64 118,51 128,39 138,27 148,14 158,02 167,89 177,77 187,65 197,52
16 119,68 130,56 141,44 152,32 163,20 174,08 184,96 195,84 206,72 217,60
17 131,07 142,99 154,91 166,82 178,74 190,65 202,57 214,48 226,40 238,32
18 142,81 155,79 168,77 181,75 194,74 207,72 220,70 233,68 246,67 259,65
19 154,87 168,95 183,03 197,11 211,19 225,27 239,35 253,43 267,51 281,58
20 167,26 182,46 197,67 212,87 228,08 243,28 258,49 273,69 288,90 304,11
21 179,96 196,32 212,68 229,04 245,40 261,76 278,12 294,48 310,84 327,20
22 192,96 210,51 228,05 245,59 263,13 280,67 298,22 315,76 333,30 350,84
23 206,27 225,02 243,77 262,52 281,28 300,03 318,78 337,53 356,28 375,03
24 219,87 239,85 259,84 279,83 299,82 319,81 339,79 359,78 379,77 399,76
25 233,75 255,00 276,25 297,50 318,75 340,00 361,25 382,50 403,75 425,00
26 247,91 270,45 292,99 315,53 338,06 360,60 383,14 405,68 428,22 450,75
27 262,35 286,20 310,05 333,90 357,76 381,61 405,46 429,31 453,16 477,01
28 277,06 302,25 327,44 352,63 377,81 403,00 428,19 453,38 478,56 503,75
29 292,04 318,59 345,14 371,68 398,23 424,78 451,33 477,88 504,43 530,98

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 79

30 307,27 335,21 363,14 391,07 419,01 446,94 474,88 502,81 530,74 558,68
31 322,76 352,11 381,45 410,79 440,13 469,47 498,82 528,16 557,50 586,84
32 338,51 369,28 400,05 430,83 461,60 492,37 523,15 553,92 584,69 615,47
33 354,50 386,72 418,95 451,18 483,40 515,63 547,86 580,09 612,31 644,54
34 370,73 404,43 438,14 471,84 505,54 539,25 572,95 606,65 640,36 674,06
35 387,21 422,41 457,61 492,81 528,01 563,21 598,41 633,61 668,81 704,01
36 403,92 440,64 477,36 514,08 550,80 587,52 624,24 660,96 697,68 734,40
37 420,87 459,13 497,39 535,65 573,91 612,17 650,43 688,69 726,95 765,21
38 438,04 477,87 517,69 557,51 597,33 637,15 676,98 716,80 756,62 796,44
39 455,45 496,85 538,26 579,66 621,07 662,47 703,87 745,28 786,68 828,09
40 473,08 516,08 559,09 602,10 645,10 688,11 731,12 774,13 817,13 860,14

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 80

b (m) 2,10 2,20 2,30 2,40 2,50 2,60 2,70 2,80 2,90 3,00
H (cm) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det) Q (lt/det)
1 3,57 3,74 3,91 4,08 4,25 4,42 4,59 4,76 4,93 5,10
2 10,10 10,58 11,06 11,54 12,02 12,50 12,98 13,46 13,94 14,42
3 18,55 19,43 20,32 21,20 22,08 22,97 23,85 24,73 25,62 26,50
4 28,56 29,92 31,28 32,64 34,00 35,36 36,72 38,08 39,44 40,80
5 39,91 41,81 43,72 45,62 47,52 49,42 51,32 53,22 55,12 57,02
6 52,47 54,97 57,47 59,96 62,46 64,96 67,46 69,96 72,46 74,95
7 66,12 69,27 72,41 75,56 78,71 81,86 85,01 88,16 91,30 94,45
8 80,78 84,63 88,47 92,32 96,17 100,01 103,86 107,71 111,55 115,40
9 96,39 100,98 105,57 110,16 114,75 119,34 123,93 128,52 133,11 137,70
10 112,89 118,27 123,65 129,02 134,40 139,77 145,15 150,52 155,90 161,28
11 130,24 136,45 142,65 148,85 155,05 161,25 167,46 173,66 179,86 186,06
12 148,40 155,47 162,54 169,60 176,67 183,74 190,80 197,87 204,94 212,00
13 167,33 175,30 183,27 191,24 199,21 207,17 215,14 223,11 231,08 239,05
14 187,01 195,91 204,82 213,72 222,63 231,53 240,44 249,34 258,25 267,15
15 207,40 217,27 227,15 237,03 246,90 256,78 266,65 276,53 286,41 296,28
16 228,48 239,36 250,24 261,12 272,00 282,88 293,76 304,64 315,52 326,40
17 250,23 262,15 274,06 285,98 297,89 309,81 321,73 333,64 345,56 357,47
18 272,63 285,61 298,60 311,58 324,56 337,54 350,53 363,51 376,49 389,47
19 295,66 309,74 323,82 337,90 351,98 366,06 380,14 394,22 408,30 422,38
20 319,31 334,52 349,72 364,93 380,13 395,34 410,54 425,75 440,95 456,16
21 343,56 359,92 376,28 392,64 408,99 425,35 441,71 458,07 474,43 490,79
22 368,39 385,93 403,47 421,01 438,55 456,10 473,64 491,18 508,72 526,26
23 393,79 412,54 431,29 450,04 468,79 487,54 506,30 525,05 543,80 562,55
24 419,74 439,73 459,72 479,71 499,70 519,68 539,67 559,66 579,65 599,64
25 446,25 467,50 488,75 510,00 531,25 552,50 573,75 595,00 616,25 637,50
26 473,29 495,83 518,37 540,90 563,44 585,98 608,52 631,05 653,59 676,13
27 500,86 524,71 548,56 572,41 596,26 620,11 643,96 667,81 691,66 715,51
28 528,94 554,13 579,31 604,50 629,69 654,88 680,06 705,25 730,44 755,63
29 557,53 584,07 610,62 637,17 663,72 690,27 716,82 743,37 769,92 796,47

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 81

30 586,61 614,54 642,48 670,41 698,35 726,28 754,21 782,15 810,08 838,02
31 616,18 645,53 674,87 704,21 733,55 762,90 792,24 821,58 850,92 880,26
32 646,24 677,01 707,79 738,56 769,33 800,11 830,88 861,65 892,43 923,20
33 676,77 708,99 741,22 773,45 805,67 837,90 870,13 902,36 934,58 966,81
34 707,76 741,46 775,17 808,87 842,57 876,28 909,98 943,68 977,38 1.011,09
35 739,21 774,41 809,62 844,82 880,02 915,22 950,42 985,62 1.020,82 1.056,02
36 771,12 807,84 844,56 881,28 918,00 954,72 991,44 1.028,16 1.064,88 1.101,60
37 803,47 841,73 879,99 918,25 956,51 994,77 1.033,04 1.071,30 1.109,56 1.147,82
38 836,26 876,09 915,91 955,73 995,55 1.035,37 1.075,20 1.115,02 1.154,84 1.194,66
39 869,49 910,90 952,30 993,70 1.035,11 1.076,51 1.117,92 1.159,32 1.200,73 1.242,13
40 903,15 946,15 989,16 1.032,17 1.075,17 1.118,18 1.161,19 1.204,20 1.247,20 1.290,21

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 82

Penutup

Pertanyaan:

(1) Jelaskan beberapa istilah dalam efisiensi irigasi


(2) Bagaimana konsep efisiensi irigasi dalam suatu jaringan irigasi
(3) Usaha apa yang dapat meningkatkan efisiensi irigasi dan siapa lembaga yang
paling berperan
(4) Terangkan beberapa cara pengukuran debit di saluran terbuka
(5) Terangkan metoda kecepatan aliran dan luas penampang
(6) Sebutkan beberapa bangunan ukur yang biasa digunakan di jaringan irigasi.
(7) Bagaimana cara perhitungannya
(8) Apa keunggulan dan kelemahan dari masing-masing bangunan ukur tersebut
(9) (Nilai 10) Hasil pengukuran debit dengan sekat ukur Thompson dan Cipolletti
(lebar ambang 1,0 m) di saluran A dan saluran B, masing-masing menunjukkan H
= 15 cm. Berapa besarnya debit (liter/detik) di saluran A dan B?
(10)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 0,5 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, Free flow, Tabel 7-8: Q = 89,6 lt/det)
(11)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 0,5 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qsubmergence
= 71,4 lt/det)
(12)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 1,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 171,3
lt/det)
(13)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 1,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
171,3 lt/det, Qkoreksi = 15,4 lt/det, Q submergence = 155,9 lt/det)
(14)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 345,2
lt/det)
(15)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
345,2 lt/det, Qkoreksi = 27,7 lt/det, Q submergence = 317,5 lt/det)
(16)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 3,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 520,1
lt/det)
(17)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 3,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
520,1 lt/det, Qkoreksi = 37,0 lt/det, Q submergence = 483,1 lt/det)
(18)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 4,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 83

(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 695,7
lt/det)
(19)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 4,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
695,7 lt/det, Qkoreksi = 47,7 lt/det, Q submergence = 648,0 lt/det)
(20)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 5,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 871,8
lt/det)
(21)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 5,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
871,8 lt/det, Qkoreksi = 57,0 lt/det, Q submergence = 814,8 lt/det)
(22)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 20 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 50%, free flow, Tabel 7-8: Qfree flow = 1.048
lt/det)
(23)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6,0 ft, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 32 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence flow, Tabel 7-8: Qfree flow =
1.048 lt/det, Qkoreksi = 66,2 lt/det, Q submergence = 981,8 lt/det)
(24)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2 ft, menghasilkan
nilai Ha = 45 cm dan nilai Hb = 27 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 60%, Free flow, Tabel 7-8: Q = 414,3 lt/det)
(25)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 2 ft, menghasilkan
nilai Ha = 45 cm dan nilai Hb = 36 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik). Jawab: Hb/Ha = 80%, submergence, Diagram koreksi Gbr 7-17:
untuk W=1 ft, Q koreksi = 0,7 cfs = 19,6 lt/det; untuk W=2ft, Q koreksi = 1,8 x
19,6 = 35,3 lt/det. Tabel 7-8-2: Q free flow = 414,3 lt/det); Debit submergence =
414,3 – 35,3 lt/det = 379 lt/det)
(26)Hasil pengukuran debit dengan Parshal Flume ukuran W = 6 inchi, menghasilkan
nilai Ha = 40 cm dan nilai Hb = 35,2 cm. Berapa besarnya debit yang mengalir
(liter/detik) (Jawab: Hb/Ha = 88%, submergence, Ha = 40 cm; Gambar 7-15: Q =
61 lt/det)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 4. Efisiensi irigasi dan pengukuran debit 84

Daftar Pustaka

1. Ditjen. Pengairan Republik Indonesia, 1986. Standard Perencanaan Irigasi :


Kriteria Perencanaan Bagian Saluran, KP-03. C.V. Galang Persada. Bandung
2. Bos, M.G. ed. , 1978. Discharge Measurement Structure. ILRI, Wageningen, The
Netherlands, pp 121-125;
3. Ankum P., 1988. Irrigation Structures for Water Regulation and Measurement.
Lecture Note.
4. Kraatz,D.B.; I.K. Mahajan, 1975. Small Hydraulic Structures. Irrigation and
Drainage Paper no 26. FAO, Rome.
5. Bos, M.G. and Nugteren, J., 1982. On Irrigation Efficiencies. International Insti-
tute for Land Reclamation and Improvement, ILRI Publication No 19, Wagenin-
gen, The Netherlands.

Senarai

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 1

Topik 5. Irigasi Permukaan

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: Mahasiswa memahami tentang: (a) Beberapa sistem


pemberian air irigasi dalam irigasi permukaan; (b) Beberapa parameter design; (c)
Merancang sistim irigasi permukaan pada kondisi iklim, topografi, dan tanaman
tertentu.

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Metoda Pemberian Air Irigasi, (2) Metoda irigasi
permukaan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 2

1. Metoda Pemberian Air Irigasi

Secara umum metoda pemberian air irigasi dapat digambarkan seperti skhema pada
Gambar 1.1. Metoda pemberian air irigasi dapat dibagi menjadi 4 bagian besar yakni:
(a) Irigasi Permukaan, (b) Irigasi Bawah-permukaan, (c) Irigasi Curah (sprinkler),
dan (d) Irigasi Tetes (drip)

Metoda Pemberian Air Irigasi

Permukaan Bawah-
Permukaan Curah Tetes

Border Chek Basin


Alur

Lurus Kontour Nozzle Pipa


berputar berlubang

Segi Kontour Lingkaran


empat

Alur dalam Corrugation

Lurus Kontour

Lurus Kontour
Datar Berlereng

Gambar 1.1. Skhema metoda pemberian air irigasi

Metoda irigasi yang akan digunakan tergantung pada faktor ketersediaan air, tipe
tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Apapun metoda irigasi yang dipilih,
sesuatu yang diperlukan adalah merancang sistim irigasi sehingga menghasilkan
pemakaian air oleh tanaman yang paling efisien1.

1
Efisiensi pemakaian air = air yang ditahan di daerah perakaran : air yang diberikan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 3

2. Metoda irigasi permukaan (Surface Irrigation)

Pada irigasi permukaan, air diberikan secara langsung melalui permukaan tanah dari
suatu saluran atau pipa dimana elevasi muka airnya lebih tinggi dari elevasi lahan
yang akan diairi (sekitar 10~15 cm). Air irigasi mengalir pada permukaan tanah dari
pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah membasahi daerah perakaran
tanaman. Terdapat dua syarat penting untuk mendapatkan sistim irigasi permukaan
yang efisien, yaitu perencanaan sistim distribusi air untuk mendapatkan pengendalian
aliran air irigasi dan perataan lahan (land grading) yang baik, sehingga penyebaran
air seragam ke seluruh petakan.

Hidrolika aliran permukaan


Pada irigasi permukaan air irigasi diberikan lewat permukaan tanah. Air irigasi akan
mengalir di permukaan tanah dari bagian pangkal ke ujung petakan, sambil meresap
ke dalam tanah mengisi lengas tanah di daerah perakaran tanaman. Proses aliran air
irigasi terdiri dari: (a) awal jelajah aliran air (advance stream) sepanjang lereng
permukaan lahan, (b) periode pembasahan dimana seluruh aliran berinfiltrasi ke
dalam tanah, (c) aliran resesi sejak dimana pasok air irigasi dihentikan (Gambar 1.2).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 4

Gambar 1.2. Kurva jelajah dan resesi pada irigasi permukaan

Total jumlah air yang meresap merupakan fungsi dari laju infiltrasi tanah dan waktu
kesempatan berinfiltrasi. Idealnya sistim irigasi harus menghasilkan jumlah air
meresap yang sama/seragam sejak di pangkal sampai ke ujung lahan, sehingga
menghasilkan efisiensi pemakaian air yang tinggi di sepanjang daerah perakaran
tanaman. Akan tetapi hal ini tidak mudah untuk didapatkan, kecuali melalui
serangkaian uji-coba dan prosedur rancangan yang tepat. Contoh hubungan antara
laju jelajah, laju resesi dan waktu kesempatan berinfiltrasi dapat dilihat pada Gambar
1.2. Pada prinsipnya rancangan irigasi permukaan adalah merancang beberapa
parameter sehingga didapatkan waktu kesempatan berinfiltrasi yang relatif seragam
dari pangkal sampai ke ujung lahan. Umumnya di bagian pangkal, air akan lebih
banyak air meresap daripada bagian ujung petakan lahan, sehingga didapatka
efisiensi pemakaian air yang kecil.

Prosedur pelaksanaan irigasi dalam irigasi permukaan adalah dengan menggunakan


debit yang cukup besar, maka aliran akan mencapai bagian ujung secepat mungkin,
dan meresap ke dalam tanah dengan merata. Setelah atau sebelum mencapai bagian
ujung, aliran masuk dapat diperkecil debitnya (cut-back flow) sampai sejumlah air
irigasi yang diinginkan sudah diresapkan. Pasok aliran air dihentikan dan proses
resesi sepanjang lahan akan terjadi sampai proses irigasi selesai.

2.1. Irigasi border

Deskripsi Irigasi border


Pada irigasi border, dalam petakan lahan dibuat pematang sejajar sebagai pengendali
lapisan aliran air irigasi yang bergerak ke arah kemiringan lahan. Lahan dibagi
menjadi beberapa petakan yang sejajar yang dipisahkan masing-masing oleh
pematang rendah, kemiringan biasanya satu arah. Masing-masing petakan (border)
diberikan air irigasi secara terpisah. Air irigasi menyebar merata sepanjang
kemiringan lahan yang dikendalikan oleh pematang tersebut (Gambar 2.1a dan 2.1b).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 5

Border dapat dibuat sepanjang kemiringan lahan (lurus searah lereng) atau melintang
kemiringan menurut garis kontur. Jika lahan dapat diratakan (land grading2) dengan
kemiringan tertentu secara ekonomis dan tanpa mempengaruhi produktivitasnya,
maka border berlereng (graded border) lebih mudah dalam pembuatan dan
operasinya (Gambar 2.1b dan 2.1 d). Tetapi jika kemiringan lahan melebihi batas
aman atau bergelombang, sehingga perataan menjadi sulit, maka border dapat
dibangun melintang lereng yang disebut dengan border kontur (contour border)
(Gambar 2.1c). Tanaman yang cocok dibudidayakan dengan metoda ini adalah
tanaman berjarak tanam rapat (close-growing crop) seperti alfafa, rumput-rumputan,
biji-bijian dan tanaman palawija lainnya.

Beberapa spesifikasi irigasi border


Lebar border
Umumnya berkisar antara 3 ~ 15 m, tergantung pada debit yang tersedia dan derajat
kemiringan lahan. Jika debit yang tersedia kecil, maka lebar border akan berkurang.
Tetapi akan tidak ekonomis jika lebar border lebih kecil dari 3 m, karena akan terlalu
banyak lahan yang dipakai untuk pematang.

2
grading: perataan lahan dengan kemiringan tertentu, levelling: pendataran lahan dengan kemiringan
nol

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 6

Gambar 2.1a. Irigasi border

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 7

Gambar 2.1b. Irigasi border sedang beroperasi lapisan air mengalir


di atas permukaan tanah sepanjang kemiringan lahan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 8

Gambar 2.1c. Border pada lahan miring disebut juga sebagai


teras bangku berlereng untuk tanaman non-padi

Gambar 2.1d. Irigasi border pada tanaman buah-buahan

Panjang boder
Panjang border tergantung pada bagaimana cepatnya lahan tersebut dibasahi air
irigasi secara seragam sepanjang border tersebut. Jadi tergantung pada laju infiltrasi
tanah, kemiringan dan debit aliran. Untuk kemiringan yang sedang (moderate) dan
debit aliran kecil sampai sedang, umumnya panjang border untuk setiap kelas testur
tanah adalah seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Panjang border untuk berbagai tekstur tanah

Tekstur tanah Panjang border (m)


Pasir sampai lempung 60 – 120
berpasir
Lempung 100 – 180
Lempung berliat sampai liat 150 – 180

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 9

Kemiringan
Border seharusnya mempunyai kemiringan yang seragam. Jika kemiringan terlalu
besar maka air irigasi mengalir terlalu cepat, sehingga di bagian pangkal border tidak
cukup merembeskan air sedangkan di bagian ujung terjadi kehilangan karena
perkolasi yang besar. Selain itu juga dapat menyebabkan erosi yang cukup besar.
Sebaliknya kemiringan yang terlalu kecil menyebabkan aliran air terlalu lambat
sehingga perkolasi di bagian pangkal cukup besar sedangkan di bagian ujung tidak
cukup air. Batas aman kemiringan yang direkomendasikan untuk berbagai kelas
tekstur tanah adalah seperti pada Tabel 2.2.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 10

Tabel 2.2. kemiringan border untuk berbagai tekstur tanah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 11

Tekstur tanah Kemiringan (%)


Lempung berpasir sampai 0,25 – 0,60
berpasir
Lempung 0,20 – 0,40

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 12

Liat sampai Lempung berliat 0,05 – 0,20

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 13

Debit aliran air


Debit tergantung pada laju infiltrasi dan lebar border. Seringkali debit ini dinyatakan
dalam debit per satuan lebar border. Pendugaan debit maksimum yang diijinkan
tanpa mempertimbangkan faktor jenis tanah dapat diduga dengan persamaan:
q max = 5,57 × s − 0, 75 , dimana qmax: maksimum unit debit yang masih aman (l/det/m), s
: kemiringan lahan (%) (Tabel 2.3)

Lebih lengkap dengan mempertimbangkan faktor tekstur tanah dan laju infiltrasi
dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.3. Maksimum debit yang masih aman dalam irigasi border

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 14

Kemiringan (%) Unit debit (l/det/m)


0,1 31
0,2 19
0,3 14
0,4 11
0,5 9
0,6 8
0,7 7
0,8 7
0,9 6

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 15

1,0 6

Tabel 2.4. Beberapa nilai unit debit yang sesuai untuk


berbagai tipe tanah dan laju infiltrasi

Tekstur tanah Laju infiltrasi Kemiringan (%) Unit debit (lt/det/m)a)


(cm/jam)
0,20 – 0,40 10 - 15
Berpasir 2,5
0,40 – 0,65 7 - 10
0,20 – 0,40 7 - 10
Pasir berlempung 1,8 – 2,5
0,40 – 0,60 5-8
0,20 – 0,40 5-7
Lempung berpasir 1,2 – 1,8
0,40 – 0,65 4-6
0,15 – 0,30 3-4
Lempung berliat 0,6 – 0,8
0,30 – 0,40 2-3
Liat 0,2 – 0,6 0,10 – 0,20 2-4
a)
unit debit: debit (lt/det) per meter lebar border

Selama air irigasi diberikan maka air akan mengalir dari pangkal sampai ke ujung
border dan meresap ke dalam tanah (Gambar 2.2). Jika diplotkan antara waktu dan
jarak jelajah maka akan didapatkan kurva jelajah (advance curve) seperti pada
Gambar 2.3a. Setelah pemberian air irigasi dihentikan maka air akan mengalir ke
bagian yang lebih rendah. Laju resesi ditentukan dengan mencatat waktu yang
diperlukan setelah pemberian air irigasi dihentikan sampai permukaan air di suatu
tempat akan habis mengalir ke tempat yang lebih rendah dan atau meresap
seluruhnya ke dalam tanah. Kurva jelajah dan kurva resesi dapat digambarkan seperti
pada Gambar 2.3 a dan 2.3b.

Sampai sejauh mana kesejajaran dari kedua kurva tersebut di atas, menentukan
keseragaman distribusi air sepanjang border. Perbedaan antara waktu dimana air
mencapai suatu titik dalam jarak tertentu sepanjang border dengan waktu resesi di
tempat tersebut disebut sebagai waktu kesempatan berinfiltrasi (intake opportunity
time).

Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan irigasi


border, jika air irigasi mencapai 2/3 atau ¾ panjang border, maka pasok
air dihentikan. Perhatikan apakah ada limpasan di ujung border, jika ada
maka waktu penghentian harus lebih awal, atau panjang border
memungkinkan untuk ditambah.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 16

Gambar 2.2. Pergerakan air irigasi ke dalam tanah pada irigasi border

Perataan tanah (land grading)


Untuk mendapatkan kemiringan yang seragam diperlukan perataan tanah (land
grading). Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pengembangan lahan pertanian
dan perataan lahan adalah terdiri: (a) peralatan untuk menggusur semak belukar,
menumbangkan pohon dan mencabut akar (Gambar 2.4, 2.5); (b) peralatan untuk
menggusur tanah membuat gali dan timbunan; (c) peralatan untuk pekerjaan akhir
(fnishing) yakni perataan tanah, lereng seragam; (d) peralatan untuk membuat
galengan atau alur untuk irigasi.
Peralatan untuk menggusur tanah terdiri dari alat untuk menggali, mengangkat,
membawa dan menyebarkan tanah. Untuk daerah dimana pemilikan lahan kecil dan
tenaga buruh tersedia cukup, penggunaan alat penggusuran tanah secara manual yang
ditarik tenaga hewan perlu dipertimbangkan seperti pada Gambar 2.9. Apabila
traktor tersedia small bucket-type scrapers dapat dipertimbangkan untuk digunakan.
Kapasitas alat ini sekitar 2 meter kubik tanah jika ditarik oleh traktor 40-50 HP
(Gambar 2.7). Peralatan untuk membuat alur disebut furrower yang terdiri dari bajak
singkal dengan dua sayap ditarik oleh tenaga hewan atau traktor (Gambar 2.23; 2.26)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 17

Tabel 2.5. Tipikal parameter pada irigasi border a)

Tekstur Slope Jumlah air irigasi Lebar boder Panjang border Debit
tanah (%) (mm) (m) (m) (liter/detik)
50 15 150 240
0,25 100 15 250 210
150 15 400 180
50 12 100 80
Kasar
1,00 100 12 150 70
(coarse)
150 12 250 70
50 10 60 35
2,00 100 10 150 30
150 10 250 30
50 15 250 210
0,25 100 15 400 180
150 15 400 100
50 12 150 70
Medium 1,00 100 12 300 70
150 12 400 70
50 10 100 30
2,00 100 10 200 30
150 10 300 30
50 15 400 120
0,25 100 15 400 70
150 15 400 40
50 12 400 70
Halus
1,00 100 12 400 35
(fine)
150 12 400 20
50 10 320 30
2,00 100 10 400 30
150 10 400 20
a)
Sumber: US Dept. Agr. Yearbook, 1955, “Water”, di dalam Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980.
Irrigation: design and practice. Cornell Univ. Press.

2.2. Check basin irrigation


Lahan dibagi menjadi petakan-petakan kecil yang hampir datar. Pematang sekeliling
petakan dibentuk untuk menahan air irigasi supaya tergenang di petakan dan
berinfiltrasi. Dalam irigasi padi sawah atau untuk keperluan pencucian garam tanah
(leaching) diperlukan tinggi genangan tertentu selama periode tertentu, sehingga
pemberian air biasanya kontinyu (Gambar 2.10d). Ukuran basin beragam mulai dari
1 m2 sampai 1 atau 2 ha. Jika lahan dapat didatarkan secara ekonomis, maka bentuk
basin biasanya segi-empat. Tetapi jika topografinya bergelombang maka pematang
dibuat mengikuti kontur. Biasanya beda elevasi antar pematang bervariasi dari 6 ~ 12
cm untuk tanaman palawija dan 15 ~ 30 cm untuk tanaman padi (Gambar 2.10b).
Ukuran basin tergantung pada debit yang tersedia, ukuran pemilikan lahan dan
karaktersitik infiltrasi. Untuk irigasi buah-buahan biasanya dibuat basin berbentuk
lingkaran atau segi-empat pada setiap pohon (Gambar 2.11a, 2.11b). Pada irigasi
basin padi sawah dengan konsolidasi lahan bentuk petakan dibuat teratur segi-empat,
sedangkan tanpa konsolidasi lahan bentuk petakan mengikuti garis kontur alami
(Gambar 2.12).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 18

IOT: Intake Oportunity Time


(Waktu kesempatan berinfiltrasi)

Gambar 2.3a. Kurva jelajah dan


IOT
resesi pada irigasi border

Gambar 2.3b. IOT yang


ideal diperlihatkan pada
kurva jelajah dan resesi

Gambar 2.4.
Bulldozer
dengan
peralatan
khusus untuk
membersihkan
pepohonan:
(a) Stumper
untuk
menumbangkan
pohon dan
tunggul, (b)
Pendorong dan
pemotong
pohon, (c)
Penumbang
pohon

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 19

Gambar 2.5.
Bulldozer dengan
peralatan khusus
untuk
membersihkan
akar pepohonan:
(a) bulldozer
bergerigi, (b)
root rake

Gambar 2.6. Bulldozer


dengan peralatan khusus
untuk memotong akar
dan mengangkatnya ke
permukaan tanah

Gambar 2.7.
Scraper
kapasitas 2
m3 ditarik
traktor 45-
50 HP

Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan check basin air
irigasi menyebar ke seluruh basin dalam waktu ¼ dari waktu yang diperlukan untuk
meresapkan sejumlah kedalaman air irigasi netto.

Check basin cocok untuk lahan berkemiringan landai dan seragam dengan infiltrasi
sedang sampai rendah. Untuk lahan berkemiringan curam memerlukan tata-letak dan
leveling yang berat dan susah. Tipe kurva jelajah dan resesi pada check basin terlihat
pada Gambar 2.10c. Kurva resesi hampir sejajar dengan sumbu x. Waktu resesi di
inlet tidak sama dengan nol, berarti air tergenang di inlet (setelah air irigasi
dihentikan) cukup lama. Hal ini disebabkan pada check border permukaan tanah
relatif datar.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 20

Gambar 2.8. Land plane untuk pendataran tanah (land levelling) dan
penghalusan permukaan tanah (smoothing) pada irigasi permukaan

Gambar 2.9. Scraper yang ditarik


hewan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 21

Gambar
2.10a. Irigasi
check basin
untuk
tanaman
kurma di
Arab

Gambar
2.10b. Irigasi
basin pada
lahan miring
disebut juga
sebagai
teras bangku
datar untuk
tanaman padi

Contoh 2.1:
Debit air irigasi 27 lt/det dialirkan ke dalam check basin berukuran 12 m x 10 m.
Kapasitas tanah menahan air = 14%, rerata lengas tanah sebelum irigasi = 6,5%.
Berapa lama air irigasi harus diberikan untuk mengembalikan lengas tanah ke
kapasitas lapang, dengan asumsi tidak terjadi kehilangan air karena perkolasi. Rerata
kedalaman perakaran 1,2 m. ASG (Apparent Specific Gravity) di daerah perakaran
1,50.

Penyelesaian:
Air irigasi netto yang diperlukan = (14 – 6,5)% = 7,5% = 1,5 x 7,5 = 11,25 cm/m
tanah = 11,25 x 1,2 = 13,5 cm.
Total volume air yang diperlukan = 12 x 10 x 13,5/100 = 16,2 m3 = 16.200 liter
Lama pemberian air = 16.200 : 27 = 600 detik = 10 menit

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 22

Gambar 2.10c. Kurva jelajah dan resesi pada check basin

Gambar 2.10d. Irigasi basin pada padi sawah


dengan galengan/pematang sebagai batas aliran

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 23

Gambar 2.11a. Irigasi basin pada tanaman buah-buahan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 24

Gambar 2.11b. Irigasi


basin berbentuk
lingkaran pada tanaman
buah-buahan

Gambar 2.12. Irigasi


basin padi sawah,
sebelah kiri sesudah
konsolidasi lahan,

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 25

sebelah kanan tanpa konsolidasi lahan

2.3. Irigasi alur (furrow irrigation)

Ukuran dan bentuk alur tergantung pada jenis tanaman, alat/mesin pembuat alur yang
digunakan, tekstur tanah dan jarak antar baris tanaman. Istilah alur (furrow) adalah
parit dangkal antar barisan tanaman dimana air irigasi dialirkan. Dalam bahasa
Indonesia dikenal juga istilah guludan yang berarti bagian lahan yang ditanami
tanaman antar alur. Pada jarak antar alur yang lebar dimana baris tanaman terdiri dari
2 atau lebih baris tanaman, maka lahan yang ditanami disebut dengan bedengan.
Pada Gambar 2.13 diperlihatkan berbagai ukuran alur, guludan, dan bedengan.
Gambar 2.13a untuk tanaman satu barisan (single row) dengan jarak antar alur
sekitar 1 m (umumnya jagung, tebu ditanam seperti ini). Gambar 2.13b ditanam dua
barisan tanaman pada bedengan, misalnya tomat, cabe, dan sayuran lainnya. Gambar
2.13c jarak antar alur 2-3 m, biasanya untuk tanaman pohon buah-buahan. Gambar
2.13d ukuran alurnya kecil dengan jarak antara 0,5 ~ 2 m, biasanya cocok untuk
tanaman sayuran. Pada Gambar 2.13e tanaman bahkan ditanam pada alurnya bukan
pada bedengan, biasanya cocok untuk padi yang di Indonesia dikenal dengan
istilah/nama sistim “surjan”.3 Pada sistim surjan padi ditanam pada alurnya karena
memerlukan genangan, sedangkan palawija ditanam pada bedengan karena
memerlukan aerasi yang baik tanpa genangan.

Air irigasi diberikan melalui parit kecil dalam alur antar tanaman. Air irigasi meresap
ke dalam tanah dan menyebar lateral dan vertikal membasahi tanah antar alur. Air
irigasi dialirkan dengan saluran terbuka atau flume (Gambar 2.15b), seterusnya
dialirkan ke alur melalui pipa siphon (Gambar 2.15a). Dapat pula air irigasi dialirkan
dengan pipa berpintu geser (slide gated pipe) (Gambar 2.15c). Untuk mendapatkan
“head” yang cukup biasanya saluran lapangan dibuat di atas lahan pada timbunan
dengan menggunakan pelapis untuk mengurangi rembesan (Gambar 2.15e) atau
dengan menggunakan bangunan kontol muka air di sebelah hilir (Gambar 2.15f dan
2.15g). Selain untuk keperluan irigasi, alur juga berfungsi juga sebagai sarana
drainase terutama pada musim hujan.

3
surjan (bahasa Jawa) adalah jenis kain/baju dengan pola lurik bergaris-garis

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 26

Terdapat 2 jenis alur yakni (a) alur lurus (straight furrow) (Gambar 2.15a), (b) alur
kontour (contour furrow) (Gambar 2.15b). Berdasarkan ukuran dan jarak antar alur
dapat diklasifikasikan menjadi alur dalam (deep furrow) dan alur dangkal
(corrugation). Untuk irigasi tanaman pohon buah-buahan, jumlah dan spasing alur
diatur sesuai dengan pertumbuhan tanaman dan perkembangan perakaran (Gambar
2.14). Pada tanaman muda umur 1~2 tahun satu alur untuk mengairi 2 baris pohon
(Gambar 2.14a). Pada waktu tanaman dewasa 2~5 tahun jumlah alur irigasi ditambah
menjadi 2 alur untuk satu baris pohon (Gambar 2.14b dan 2.14c). Pada waktu
tanaman mulai berbuah produktif diperlukan banyak air, maka arah alur diubah
menjadi berbentuk zig-zag (Gambar 2.14d).

Alur lurus dan Alur kontur


Pada alur lurus, alur diletakkan atau berada searah lereng. Sesuai untuk lahan dengan
kemiringan tidak lebih dari 0,75%. Untuk daerah dengan intensitas hujan tinggi
kemiringan tidak lebih dari 0,5% untuk menghindarkan bahaya erosi (Gambar
2.15a).

Pada alur kontur, alur diletakkan melintang kemiringan lahan. Sesuai untuk lahan
yang berkemiringan sampai 5%. Untuk daerah dengan hujan tinggi, panjang alur
harus cukup pendek untuk menghindari terjadinya luapan air permukaan yang dapat
merusak tubuh alur itu sendiri. Pengaliran air ke alur dapat menggunakan pipa
fleksibel (siphon) (Gambar 2.15a) atau pipa berpintu yang dapat digeser (slide gated
pipe) (Gambar 2.15c).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 27

Gambar 2.13. Berbagai


bentuk dan ukuran alur

Pola pembasahan air irigasi pada irigasi alur berbeda dengan irigasi border, sebab
perembesan terjadi secara lateral dan vertikal. Pola pembasahan pada tanah
bertekstur pasir cenderung ke arah vertikal, sedangkan pada tanah bertekstur liat
cenderung ke arah horizontal. Pola pembasahan ini akan menentukan jarak antar alur
(Gambar 2.18). Variabel dominan yang mempengaruhi laju aliran di dalam alur
adalah debit aliran, laju infiltrasi, ukuran dan bentuk penampang basah alur,
kemiringan dan tahanan hidrolik (kekasaran permukaan). Kriteria untuk
mendapatkan pola resapan air irigasi yang seragam sepanjang alur adalah sama
seperti pada irigasi border, yakni waktu kesempatan untuk berinfiltrasi.

Pengukuran laju infiltrasi dalam irigasi alur biasanya dilakukan dengan: (a) metoda
infiltrometer ganda, (b) metoda inflow-simpanan (storage) (Tabel 2.5), dan (c)
metoda inflow-outflow (Tabel 2.7). Dalam metoda inflow-outflow alur dibagi
menjadi sejumlah penampang. Tiap penampang dipasang alat ukur debit Parshal
Flume atau tipe sekat ukur lainnya 4. Penampang alur diukur untuk setiap penampang
uji dengan point gauge. Laju jelajah dan kedalaman aliran pada setiap penampang uji
dicatat.

4
Misalnya ”cut throat flume” yang memerlukan ”head” rendah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 28

Gambar 2.14. Irigasi alur untuk tanaman pohon buah-buahan

Gambar 2.15a. Irigasi alur lurus


untuk mengairi tanaman
tomat dengan menggunakan pipa
siphon

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 29

Gambar 2.15b. Irigasi alur


kontour untuk mengairi
buah-buahan
dengan menggunakan
talang (flume) terbuat dari
kayu

Gambar
2.15c. Irigasi
alur dengan
pipa berpintu
geser (slide
gated pipe)

Gambar 2.15d. Irigasi alur


sedang mengairi
timun dan talas di Darmaga,
Bogor

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 30

Gambar 2.15e. Saluran


lapangan pada urugan
dengan pelapisan

Gambar 2.15f. Saluran lapangan dengan pelapisan dan


bangunan kontrol muka air di bagian hilir

Hidrolika irigasi alur


Pengukuran infiltrasi dalam alur dengan metoda Inflow-Simpanan
Infiltrasi pada alur dihitung berdasarkan persamaan:
Akumulasi infiltrasi (volume) = Akumulasi inflow – Akumulasi simpanan
Akumulasi infiltrasi (kedalaman air) = Akumulasi infiltrasi (volume) : luas
penampang basah di penampang uji.
Contoh data pengukuran dengan metoda Inflow-Simpanan seperti pada Tabel 2.5.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 31

Gambar 2.15g.
Bangunan
kontrol muka air
terbuat dari
kanvas dapat
dipindahkan

Contoh 2.2:

Data yang diperoleh pada suatu percobaan infiltrasi pada alur dengan tekstur tanah
lempung berpasir, metoda Inflow-Simpanan didapat seperti pada Tabel 2.5.
Hitung laju infiltrasi pada alur?
Untuk jarak 40 m: Akumulasi inflow = 92 x 5,75 = 529,0 lt. Akumulasi simpanan
(storage) = 93 x 4.000 cm3 = 372.000 cm3 = 372 lt. Akumulasi luas penampang
basah = 25,82 x 4.000 = 103.280 cm3.

Tabel 2.5. Data pengukuran infiltrasi alur metoda Inflow-Simpanan

Debit Jarak Waktu jelajah Perimeter basah Luas penampang


(lt/jam (m) (menit) (cm) aliran (cm2)
)
92,00 20 1,75 25,39 60,00
40 5,75 25,82 93,00
60 10,91 26,39 103,00
80 17,83 26,70 108,40
100 23,67 27,11 111,65
110 27,75 27,42 112,28

Hasil perhitungan untuk setiap penampang uji seperti pada Tabel 2.6:

Perhitungan akumulasi infiltrasi baik volume maupun kedalaman air adalah sebagai
berikut:
Contoh untuk jarak 40 m: Akumulasi simpanan (storage) = 372 lt; akumulasi inflow
= 529 lt; Akumulasi infiltrasi = 529 – 372 = 157 lt = 157.000 cm3. Luas penampang
basah alur = 103.280 cm2. Akumulasi infiltrasi = 157.000 : 103.280 = 1,52 cm.
Akumulasi infiltrasi untuk setiap penampang uji adalah seperti pada Tabel 2.7a.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 32

Tabel 2.6 Data pengukuran infiltrasi alur metoda inflow-simpanan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 33

Jarak Akumulasi Akumulasi Luas penampang basah


(m) inflow simpanan (cm2)
(lt) (lt)
20 161,0 120,0 50.780
40 529,0 372,0 103.280
60 1.003,7 618,0 158.340
80 1.640,4 867,2 213.600
100 2.177,6 1.116,5 271.100
110 2.553,0 1.235,1 301.620

Berdasarkan data di atas, maka dapat dibuat persamaan kumulatif infiltrasi terhadap
waktu seperti pada Gambar 2.16a, dengan persamaan F = 5,48 t 0,63, dimana F (mm), t
(menit). Persamaan laju Infiltrasi sekarang menjadi I = 3,45 t -0,37, I (mm/menit), t
(menit), seperti pada Gambar 2.16b. Laju jelajah aliran sepanjang alur dapat
diplotkan seperti pada Gambar 2.17, dengan persamaan t = 0,0142 L 1,62 (t: menit, L:
meter).
Tabel 2.7a. Data pengukuran infiltrasi alur

Jarak Waktu Akumulasi Akumulasi infiltrasi


(m) jelajah infiltrasi (cm)
(menit) (lt)
20 1,75 41,0 0,81
40 5,75 157,0 1,52
60 10,91 385,7 2,44
80 17,83 773,2 3,62
100 23,67 1060,4 3,91
110 27,75 1317,9 4,37

Rancangan irigasi alur


Bentuk dan jarak antar alur (spasing)
Jarak antar alur tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, tekstur tanah, dan
tipe alat atau mesin pertanian yang akan digunakan. Pola pembasahan pada tekstur
pasir cenderung ke arah vertikal seperti pada Gambar 2.18a, sedangkan pada tekstur
liat cenderung ke arah horizontal (Gambar 2.18b). Dengan demikian lebar spasing
antar alur sangat tergantung pada karakteristik akar dan tekstur tanah. Gambar 2.18c
memperlihatkan jarak spasing terlalu lebar, sedangkan Gambar 2.18d
memperlihatkan jarak spasing yang tepat.

Kentang, jagung dan kapas umumnya ditanam pada alur dengan jarak antar alur
sekitar 60 ~ 90 cm. Sayuran seperti wortel dan bawang ditanam di atas alur pada
jarak 30 ~ 40 cm. Jarak yang lebih lebar biasanya digunakan untuk tanaman buah-
buahan (mangga, jeruk, jambu, dll). Untuk mendapatkan pembasahan sedalam 1 ~
1.5 m pada tanah berpasir, spasing harus tidak lebih dari 50 ~ 60 cm. Pada tanah liat
kedalaman pembasahan tersebut dicapai dengan spasing 1 m atau lebih.

Kedalaman alur (guludan) umumnya antara 0,15 m ~ 0,4 m, tergantung pada


alat/mesin pembuat alur (furrower). Data tentang kapasitas lapang traktor melakukan
kerja pembajakan, pembuatan guludan (alur), atau bedengan dapat dilihat pada Tabel
2.8 di bawah ini.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 34

Kumulatif Infiltrasi pada Alur metoda Inflow-Storage


Kumulatif Infiltrasi (mm)
50
0.6273
y = 5.4855x
45

40

35

30

25

20

15

10

0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Jelajah (menit)

Gambar 2.16a. Kumulatif infiltrasi pada alur metoda Inflow-Storage F = 5,48 t 0,63

Laju Infiltrasi pada Alur metoda Inflow-Storage


Laju Infiltrasi
(mm/menit)
3.00

2.50

2.00

-0.37
y = 3.45x
1.50

1.00

0.50

0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

Gambar 2.16b. Laju infiltrasi (mm/menit) pada alur metoda Inflow-Storage


I = 3,45 t -0,37

Panjang alur
Ditinjau dari segi pemakaian alat atau mesin pertanian makin panjang alur makin
baik, tetapi alur yang terlalu panjang dapat menyebabkan efisiensi penyebaran air
irigasi yang rendah karena akan terjadi irigasi berlebih di bagian pangkal alur. Tabel
2.9 di bawah ini memberikan suatu rekomendasi panjang alur untuk kemiringan,
tekstur tanah, jumlah air irigasi netto yang berbeda.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 35

Kurva Aliran Jelajah (advance stream) pada Irigasi Alur


Waktu jelajah (menit)
35

30

y = 0.0142x1.6189
25

20

15

10

0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak (m)

Gambar 2.17. Laju aliran jelajah (advance stream) pada irigasi alur
t = 0,0142 L 1,62 (t: menit, L: meter)

Kemiringan alur
Supaya berfungsi sebagai drainase permukaan, kemiringan minimum alur 0,05%
diperlukan untuk irigasi alur. Umumnya selang kemiringan yang direkomendasikan
untuk border juga berlaku untuk alur. Kemiringan alur harus dibuat seragam
sepanjang alur. Jika kemiringan terlalu besar sebaiknya dibuat alur kontur sebagai
pengganti alur lurus. Kemiringan alur maksimum untuk berbagai jenis tekstur tanah
dipertimbangkan terutama untuk mencegah terjadinya erosi waktu pengaliran air
ataupun waktu drainase pada musim hujan. Tabel 2.10 di bawah ini dapat digunakan
sebagai pedoman.

Debit aliran
Umumnya debit beragam dari 0,5 ~ 2,5 lt/det. Untuk mendapatkan penyebaran air
irigasi yang seragam, debit terbesar yang tidak menyebabkan erosi harus digunakan
di setiap alur pada saat dimulainya irigasi. Tujuannya adalah untuk dapat membasahi
seluruh panjang alur secepat mungkin. Sesudah air mencapai ujung terrendah, debit
dikurangi, sehingga cukup membasahi sepanjang alur sampai sejumlah air yang
diperlukan telah diberikan (cut back stream flow). Debit maksimum yang tidak erosif
diduga dengan persamaan empirik sebagai berikut (Criddle, 1956) (Tabel 2.7b):
45
qm =
s
dimana qm: debit maksimum tak erosif (lt/menit); s: kemiringan alur (%).

Rerata kedalaman air irigasi yang diberikan selama irigasi dihitung dengan
persamaan:
q × 360 × t
d=
w× L

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 36

Untuk mendapatkan efisiensi pemakaian air yang tinggi, sering digunakan cara debit
menurun (cut back stream flow) sesudah aliran jelajah sampai ke ujung alur. Hal ini
diilustrasikan seperti pada Gambar 4.21.

Tabel 2.7b. Debit maksimum non-erosif

Q
S (%)
(lt/mnt) lt/det
0.5 90.0 1.50
1.0 45.0 0.75
1.5 30.0 0.50
2.0 22.5 0.38
2.5 18.0 0.30
3.0 15.0 0.25

Tabel 2.8. Rangkuman kinerja traktor dan implemennya5

KapLap Kapasitas Lapang Efisiensi Konsumsi


Traktor Proses teoritis efektif lapang bahan bakar
(ha/jam) (ha/jam) (jam/ha) (%) (lt/jam)
Branson 3510 (35 Pembajakan 0,18 0,16 6,3 91 6,8
PS, 4-roda) Garu-tanam 0,34 0,32 3,1 93 13,8
F 505 DT (50 PS, Pembajakan 0,48 0,22 4,5 61 12,6
4-roda) Garu-
0,46 0,31 3,2 67 15,7
bedengan
Garu-
0,37 0,26 3,8 72 14,3
guludan
Power tiller Kukje Pembajakan 0,04 0,03 33,3 83 0,73
KTN 100SE (10
Garu 0,11 0,09 11,1 58 3,1
PS)
Pembajakan 0,05 0,04 14,3 85 1,7
Garu (pisau-
Power cultivator 0,08 0,07 14,3 91 2,1
1)
AMC 880S (8 PS)
Garu (pisau-
0,11 0,10 10,0 91 2,2
2)
Keterangan: kadar airtanah 27,8%, BD 1,0 gr/cm3, tanah kering.

5
Sumber: Wawan Hermawan; Desrial; Nurdin Ahamadi. Kinerja mesin budidaya sayuran dan
palawija di lahan kering. Jurnal Keteknikan Pertanian, ISSN 0216-3365, Vol 19, No 1, April 2005

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 37

Tabel 2.9. Panjang alur maksimum pada berbagai


kemiringan, jumlah irigasi, dan tekstur tanah6

Jumlah Panjang Alur maksimum (meter)


aplikasi Slope %
Tekstur tanah air 0,25 0,50 1,00 1,50 2,00 3,00
irigasi Debit (lt/det)
(mm) 3,0 1,5 0,75 0,5 0,37 0,25
50 150 120 70 60 50 25
Kasar (coarse) 100 210 150 110 90 70 60
150 260 180 120 120 90 70

50 250 170 130 100 90 70


Medium 100 375 240 180 140 120 100
150 420 290 220 170 150 120

50 300 220 170 130 120 90


Halus (fine) 100 450 310 250 190 160 130
150 530 380 280 250 200 160

Tabel 2.10. Lereng maksimum pada berbagai tekstur tanah 7

No Tekstur tanah Maksimum lereng (%)


1 Pasir (sand) 0,25
2 Lempung berpasir (sandy loam) 0,40
3 Lempung berpasir halus (fine sandy 0,50
loam)
4 Liat (clay) 2,50
5 Lempung (loam) 6,25

6
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University
Press
7
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University
Press

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 38

Gambar 2.18. Pola pembasahan dan jarak spasing antar alur

Contoh 2.3:

Alur dengan panjang 90 m, jarak antar alur 75 cm diairi dengan debit awal 2 lt/det.
Debit awal ini mencapai ujung alur selama 50 menit. Debit kemudian dikurangi
menjadi 0,5 lt/det selama 1 jam. Perkirakan rerata kedalaman air irigasi?

Penyelesaian:
2 × 360 × t 2 × 360 × 50
d selama debit awal = = = 8,88 cm
w× L 0,75 × 90 × 60

0,5 × 360 × L
d selama cut back stream = = 2,66 cm
0,75 × 90

Rerata d = 8,88 + 2,66 = 11,54 cm = 115,4 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 39

Gambar 2.19. Metoda pengurangan debit masuk setelah mencapai ujung alur
(cut back stream flow) untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi

Uji coba lapangan bertujuan untuk mendapatkan kurva jelajah aliran pada kondisi
tertentu. Sebagai pedoman dapat digunakan rule of thumb 8 bahwa dengan debit
tertentu air harus mencapai ujung alur dalam waktu T/4. Dimana T adalah waktu
diperlukan untuk berinfiltrasi sejumlah air D.

Laju jelajah
Laju jelajah untuk debit tertentu didapat dari pengukuran di lapang, yakni hubungan
antara waktu (t) dengan panjang aliran yang dicapai (L). Sebagai contoh dapat dilihat
pada Gambar 2.17 dan Gambar 2.3a.

Waktu kesempatan berinfiltrasi


Waktu kesempatan (T) untuk menginfiltrasikan sejumlah air (D), dapat ditentukan
dari hasil pengukuran akumulasi infiltrasi (F = k t n). Jika F: akumulasi infiltrasi
dalam mm, dan t: waktu dalam menit, maka waktu kesempatan T untuk
menginfiltrasikan sejumlah air D dalam satuan mm adalah sebesar:
1/ n
 D
T=   n, k : konstanta infiltrasi tanah
 k
Jika akumulasi infiltrasi dinyatakan dengan persamaan F = k t n , maka Laju Infiltrasi
menjadi: I = k n t n-1 dimana I dalam satuan panjang per waktu dan t dalam satuan
waktu.

8
rule of thumb: pedoman kasar yang didapat dari pengalaman lapang (professional judgment)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 40

Contoh 2.4:

Sebagai contoh perhitungan berdasarkan hasil pengukuran infiltrasi pada alur


dengan metoda inflow-outflow pada jarak 30 meter, disajikan seperti pada Tabel
2.11. Kurva infiltrasi dapat dibuat dengan persamaan I = 45,6 t -0,48, I dalam
liter/menit dan t (waktu) dalam menit (Gambar 2.20a).

Dari persamaan laju infiltrasi, maka dihitung konstanta k x n = 45,6 dan n-1 = -0,48.
Maka nilai n = 0,52, dan nilai k = 87,7; persamaan akumulasi infiltrasinya menjadi F
= 87,7 t 0,52 , dimana F (liter), t (menit). Konversi satuan F ke dalam satuan mm dapat
dihitung dengan pertimbangan luasan basah adalah lebar alur kali panjang alur (30
meter dalam kasus ini). Jika lebar alur W = 1 m, maka luasan basah menjadi 1 x 30
m2 = 300.000 cm2. Maka satuan 1 liter/menit ekivalen dengan 1/30 mm/menit.

Persamaan kumulasi infiltrasi sekarang menjadi F = 2,92 t 0,52 dimana F dalam satuan
mm, dan t dalam menit (Gambar 2.20b). Jika jumlah air yang diperlukan setiap
irigasi sebanyak 50 mm maka diperlukan T sekitar 250 menit atau sekitar 4 jam 10
menit.

Untuk mengalirkan air dari saluran lapangan ke setiap alur biasanya digunakan pipa
fleksibel yang disebut dengan siphon. Besarnya debit aliran dalam siphon tergantung
pada diameter pipa, tinggi energi (head) yakni beda muka air di saluran lapangan
dengan yang keluar di lahan, panjang pipa, dan kekasaran pipa (Gambar 2.21a).
Perhitungan debit dilakukan dengan menggunakan persamaan:
π × d2
Q = Cd × × 2 gH
4
dimana Q: debit (L3/T), Cd: koefisien debit, d: diameter dalam pipa (L), g: gaya
gravitasi 9,8 m/det2, dan H: beda elevasi muka air di saluran dengan muka air yang
keluar dari pipa (L). Untuk Q (liter/detik), d (cm), H (cm), dan Cd = 0,6, besarnya
debit yang keluar dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 41

Tabel 2.11. Data pengukuran infiltrasi alur dengan metoda


inflow-outflow pada jarak 30 meter 9

Clock time Elapsed time (menit) Inflow Outflow Intake dalam 30 m alur
0m 30 m rerata (lt/mnt) (lt/mnt) (lt/mnt) mm/mnt
8:02 AM start 15,2
8:24 AM 22,00 0 15,2
8:27 AM 25,00 3,00 14,00 15,2 2,3 12,9 0,43
8:50 AM 48,00 26,00 37,00 15,2 7,2 8,0 0,27
9:20 AM 78,00 56,00 67,00 15,2 9,3 5,9 0,20
10:00 AM 118,00 96,00 107,00 15,2 10,6 4,6 0,15
11:12 AM 190,00 168,00 179,00 15,2 11,4 3,8 0,13
12:30 PM 268,00 246,00 257,00 15,2 11,9 3,3 0,11
2:00 PM 358,00 336,00 347,00 15,2 12,5 2,7 0,09
4:00 PM 478,00 456,00 467,00 15,2 12,9 2,3 0,08

Kumulatif Infiltrasi
Akumulasi Infiltrasi
(mm)
80

70
0.52
y = 2.9233x
60

50

40

30

20

10

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu (menit)
Gambar 2.20b. Kumulasi infiltrasi (mm) dalam irigasi alur (kasus data Tabel 2.7)

9
Sumber: Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation: design and practice. Cornell University
Press

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 42

Laju infiltrasi dalam alur


Infiltrasi (lt/mnt)

14

12

10

y = 45.569x-0.4823
6

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Waktu (menit)

Gambar 2.20a. Laju infiltrasi (liter/menit) dalam irigasi alur (kasus data Tabel 2.11)

Gambar 2.21a. Aliran debit dalam


siphon

Tabel 2.12. Debit yang keluar dari siphon pada berbagai diameter dan tinggi head

Diameter Pressure Head (cm)


(cm) 5 7,5 10 12,5 15 20 25
Debit (liter/detik)
2,5 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5 0,6 0,7
5,0 1,2 1,4 1,7 1,8 2,0 2,3 2,6
7,5 2,6 3,2 3,7 4,2 4,5 5,3 5,9
10,0 4,7 5,7 6,6 7,4 8,1 9,3 10,4
12,5 7,3 8,9 10,3 11,5 12,6 14,6 16,3
15,0 10,5 12,9 14,9 16,6 18,2 21,0 23,5
20,0 18,7 22,9 26,4 29,5 32,3 37,3 41,7
25,0 29,2 35,7 41,3 46,1 50,5 58,3 65,2
30,0 42,0 51,4 59,4 66,4 72,7 84,0 93,9
35,0 57,2 70,0 80,9 90,4 99,0 114,3 127,8

Keterangan nilai Cd = 0,6

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 43

Pengaliran air lewat siphon dilakukan terlebih dulu dengan cara mengeluarkan udara
dalam siphon. Siphon diisi penuh dengan air, menutup bagian pangkal dengan
telapak tangan dan mengocoknya pelan-pelan, sampai seluruh udara dalam pipa
keluar dan air akan mengalir lewat siphon (Gambar 2.21b). Cara ini disebut dengan
“dipancing” (priming). Jika kondisi tanggul saluran lapangan cukup kuat, maka
pengaliran ke alur dapat menggunakan pipa seperti pada Gambar 2.22a.

Pengukuran debit siphon


Pengukuran debit yang keluar dari siphon di lapangan dilakukan dengan cara
volumetrik yang cara pengukurannya dibedakan antara aliran bebas (Gambar 2.22b)
dengan aliran tenggelam (drowned) (Gambar 2.22a). Jika alirannya bebas maka
dilakukan dengan cara menampung langsung air yang keluar dari pipa dengan suatu
ember dan dicatat waktu pengisiannya (Gambar 2.22c). Jika alirannya tenggelam
yang diukur bukan air yang langsung keluar dari siphon, tetapi air dimasukkan dan
mengisi suatu lubang galian di pangkal alur (Gambar 2.22d). Ember yang sudah
diketahui volumenya diletakkan dan dipegang kuat di dalam lubang, kemudian
biarkan air mengisi lubang dan melimpah mengisi ember. Bibir ember harus
diletakkan sejajar dengan elevasi muka air di alur. Air akan mengisi ember lewat
bibir ember. Waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh ember dicatat dengan stop
watch. Debit yang keluar dari siphon (liter/detik) dihitung dengan membagi volume
ember (liter) dengan waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh (detik). Dari
pengukuran debit di lapangan, diameter pipa, dan tinggi head, maka koefisien debit
Cd dapat dihitung untuk setiap jenis pipa.

Alat pembuat alur


Pembuatan alur dapat dilakukan dengan alat furrower yang ditarik dengan tenaga
manusia, hewan, dan traktor. Berbagai jenis alat dan cara membentuk alur (furrower)
dapat dilihat pada Gambar 2.23, 2.24, 2.25 dan 2.26.

Gambar 2.21b.
Awal pengaliran
air pada siphon
dengan
“dipancing”

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 44

Gambar 2.22a.
Kondisi aliran bebas
melalui pipa

Gambar 2.22b. Kondisi


aliran tenggelam melalui
siphon

Gambar 2.22c.
Pengukuran debit pada
kondisi aliran bebas

Gambar 2.22d.
Pengukuran debit
pada kondisi aliran
tenggelam

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 45

Gambar 2.23. Beberapa jenis alat pembentuk alur (furrower) yang ditarik hewan atau
manusia: (a) bodi terbuat dari kayu dilapis baja pada ujungnya ditarik hewan,
(b) terbuat dari besi ditarik hewan, (c) ditarik oleh manusia

Gambar 2.24.
Patok dipasang
lurus untuk
membuat alur

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 46

Gambar
2.25. Empat
buah
Furrower
ditarik
traktor

Gambar 2.26a. Furrower yang dirancang untuk ditarik traktor roda dua
(Lab. Mesin Budidaya, Departemen Teknik Pertanian, IPB)

Gambar 2.26b. Mekanisme pengatur Gambar 2.26c. Pembuat alur dalam ditarik
kedalaman alur untuk membuat alur traktor roda empat
miring

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 47

Penutup

Pertanyaan:

(1) Terangkan apa yang dimaksud dengan irigasi alur (furrow), corrugation, border
dan flooding

(2) Bagaimana hubungan antara debit aliran, panjang alur, tekstur tanah, slope
terhadap efisiensi irigasi

(3) Apa bedanya antara land grading dengan land leveling

(4) Apa yang dimaksud dengan laju jelajah (advance stream)

(5) Apa yang dimaksud dengan kurva resesi

(6) Apa yang dimaksud dengan cut back flow

(7) Bagaimana pedoman umum dalam rancangan irigasi border

(8) Bagaimana pedoman umum dalam rancangan irigasi check basin

(9) Apa yang dimaksud dengan intake opportunity time

(10)Apa yang dimaksud dengan irigasi kontinyu dan irigasi berkala (intermittent)

(11)Sistem pemberian apa yang paling sesuai untuk irigasi padi sawah

(12)Sistem pemberian apa yang paling sesuai untuk irigasi non-padi

(13)Tugas 1:

Judul : Perhitungan interval irigasi dan penggambaran kurva kadar air tanah-
interval irigasi
Tujuan:
1. Menetapkan interval irigasi
2. Menghitung jumlah pemberian air irigasi
3. Menggambar kurva hubungan kadar air tanah dengan interval irigasi
Data
1. Data Tanah:
(a) Kadar air awal : 20% volume
(b) Kadar air pada Kapasitas Lapang : 45% volume
(c) Kadar air pada titik Layu Permanen: 30% volume

2. Data Tanaman:
(d) ETc : 5 mm/hari
(e) Kedalaman perakaran : 50 cm
(f) Faktor p (deplesi) : 0,50

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 48

Hitung:
1. Total Available Moisture (TAM)
2. Ready Available Moisture (RAM)
3. Interval irigasi (hari)
4. Jumlah pemberian air pada awal irigasi
5. Jumlah pemberian air selanjutnya (sesuai dengan interval irigasi)
6. Konversikan satuan kadar air dari % volume ke satuan mm kolom air
7. Gambarkan kurva hubungan kadar air tanah dengan interval irigasi?
(ordinat: kadar air tanah (mm) dan absis interval irigasi (hari))

Kunci Jawaban

(1) Lihat teks


(2) Semakin kasar tekstur tanah, maka debit semakin besar dan panjang alur semakin
pendek, pada slope tertentu. Semakin besar slope, debit semakin kecil
(3) Land grading: permukaan lahan mempunyai kemiringan tertentu. Land levelling:
permukaan lahan datar atau slopenya nol untuk keperluan padi sawah.
(4) Laju jelajah adalah hubungan antara waktu yang diperlukan alira air dalam alur
untuk mencapai panjang alur tertentu.
(5) Kurva resesi adalah hubungan antara segmen panjang alur dengan lama waktu
dimana air masih tergenang di lokasi tersebut setelah pemberian air irigasi
dihentikan
(6) Lihat teks
(7) Lihat teks : Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan
irigasi border, jika air irigasi mencapai 2/3 atau ¾ panjang border, maka pasok
air dihentikan. Perhatikan apakah ada limpasan di ujung border, jika ada maka
waktu penghentian harus lebih awal, atau panjang border memungkinkan untuk
ditambah.
(8) Lihat teks: Sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa dalam rancangan
check basin air irigasi menyebar ke seluruh basin dalam waktu ¼ dari waktu
yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah kedalaman air irigasi netto.
(9) Waktu kesempatan untuk berinfiltrasi yakni jarak vertikal antara laju jelajah
dengan laju resesi
(10)Irigasi kontinyu air diberikan secara kontinyu 24 jam sehari terus menerus,
biasanya dengan debit kecil untuk irigasi padi sawah. Irigasi berkala air diberikan
dengan debit besar tetapi lama irigasinya singkat. Cocok untuk irigasi padi SRI
dan non padi.
(11) Untuk irigasi padi sawah dengan genangan kontinyu pada cara konvensional
cocok digunakan irigasi kontinyu, biaya operasional murah. Untuk padi SRI lebih
cocok dengan cara berkala debit besar tetapi waktunya singkat, diperlukan
operasional yang baik.
(12) Untuk tanaman lainnya (non-padi) lebih cocok dengan cara berkala debit besar
tetapi waktunya singkat, diperlukan operasional yang baik.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 5. Irigasi Permukaan - dkk 49

Daftar Pustaka

1. Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation Design and Practice.Cornel


University Press, NY.
2. Kay, M., 1986. Surface Irrigation, System and Practice. Cranfield Press.UK
3. Meijer, T.K.E., 1990. Design of Smallholders’ Irrigation Systems. Wageningen
Agricultural University, The Netherlands.
4. Fukuda, H. and Tsutsui. 1973. Rice Irrigation in Japan. OTCA. Tokyo.
5. Hudson, N.W., 1975. Field Engineering for Agricultural Development.
Clarendon Press, Oxford. UK

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 1

Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi/Drainase

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami nama bangunan, gambar dan


fungsinya di jaringan irigasi dan drainase.

Bahan Ajar

BANGUNAN HIDROLIKA 1

1. Bangunan Utama (Headworks):

Definisi Bendung: Bangunan (atau komplek bangunan) melintang sungai yang


berfungsi mempertinggi elevasi air dan membelokkan air agar dapat mengalir ke saluran
dan masuk ke sawah untuk keperluan irigasi

Secara fisik terdiri dari: (a) Tubuh bendung, (b) Bangunan Pengelak dan Peredam
Energi , (c) Bangunan pembilas, (d) Pintu pengambilan, (e) Kantong Lumpur, (f)
Tanggul banjir, (g) Rumah jaga, (h) Bangunan pelengkap lainnya.

Secara umum bendung dibatasi: (a) Beda tinggi muka air hulu hilir 6 -7 m, (b)
Daerah aliran sungai 500 km2, (c) Pengambilan air irigasi 25 m3/dt. Diluar batasan itu,
harus dikaji spesialis ahli.

1
Sumber: Soekrasno, S., Januari 2007. Diklat Pemeriksaan Keteknikan Bidang Sumberdaya Air. Sub-
bidang Irigasi dan Rawa. Inspektorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 2

Katagori bangunan utama:

1.1.Bendung (weir) atau Bendung Gerak (barrage)

Untuk meninggikan air di sungai sampai ketinggian yang diperlukan agar air dapat
dialirkan ke saluran irigasi mengairi lahan irigasi. Bendung gerak adalah bangunan yang
dilengkapi dengan pintu air yang dapat dibuka/ditutup.

Foto 2. Bendung Gerak

Foto 3. Bendung Tetap (weir)


Empang, Bogor

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 3

Operasi pintu: Air kecil pintu ditutup, air naik dan membelok ke saluran. Air banjir,
pintu barrage dibuka, pintu pengambilan ditutup, mencegah sedimen masuk ke saluran.
Keuntungan: tanggul banjir rendah, mengurangi daerah genangan.

1.2.Pengambilan bebas (Free Intake)

Bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam jaringan
irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai.

1.3.Pengambilan dari Waduk (Storage, Reservoir)

Waduk digunakan untuk menapung air pada waktu terjadi surplus air di sungai agar
dapat digunakan pada waktu difisit air. Waduk berukuran besar sering digunakan juga
sebagai pembangkit tenaga listrik.

Foto 3. Bendungan Batu Tegi di


Lampung

1.4.Stasiun Pompa

Irigasi dengan pompa dapat dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi


ternyata tidak layak baik dari segi teknis maupun ekonomis.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 4

Gambar
1.
Bangunan
utama

Gambar 2. Tampak atas suatu bendung

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 5

Gambar 3. Denah dan potongan melintang Bendung Gerak dan


potongan melintang Bendung Saringan Bawah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 6

Gambar 4.

Data Perencanaan Bendung

(1) Topografi: (a) Peta dasar 1: 25.000 atau 1: 50.000 dengan kontur 25 m, untuk
gambaran DAS, (b) Peta situasi sungai 1: 2.000, kontur 0.5 m -1.0 m, 1 km ke hulu dan
ke hilir sungai, 250 m ke kanan dan ke kiri tebing sungai. Untuk pemilihan lokasi
bendung dan kompleks bangunan, (c) Potongan memanjang dan melintang tiap 50 m,
skala 1:200, (d) Pengukuran detail situasi bendung 1: 200 atau 1:500, kontur 0.25 m
seluas 50 Ha (1000 x 500 m).

(2) Data Hidrologi: (a) Debit banjir, diperlukan untuk Perhitungan banjir rencana,
Perhitungan debit rendah andalan, Perhitungan neraca air. Debit banjir dihitung dgn
periode ulang ( th ) : 1000, 100, 50, 25, 5. Bangunan pengelak Q 100, Tanggul banjir Q
1000, Elevasi tanggul hilir Q 5-25, Saluran pengelak atau bangunan kofer dam Q 5-25,
Usahakan data aliran sungai (AWLR), tapi sering kali tidak ada. Data hujan dikonversi
ke debit.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 7

Debit andalan: Dihitung dengan keandalan 80%, artinya 80% terpenuhi dan 20% gagal.
Sehingga perhitungan Q5 yakni debit banjir dengan periode ulang 5 tahunan. Idealnya
data dari aliran sungai (AWLR), kalau tidak ada memakai curah hujan untuk mepredksi
debit.

Neraca Air: Dihitung untuk rencana alokasi air untuk berbagai keperluan, dihitung
dengan keandalan 80%. Hak atas air, penyadapan hulu dan hilir, keperluan air hilir
untuk lingkungan harus dipertimbangkan.

(3) Data Morfologi sungai


Bangunan melintang sungai akan mempunya 2 akibat: (a) Perubahan sungai ke arah
horisontal terhambat, (b) Air dan sedimen dibelokkan, sehingga konsentrasi sedimen
berubah. Data fisik yang diperlukan: (a) Kandungan dan ukuran sedimen, (b) Tipe dan
ukuran sedimen, (c) Distribusi ukuran butir, (d) Banyak sedimen, (e) Pembagian
sedimen secara vertikal dalam sungai, (f) Data historis degradasi dan agradasi sungai.

(4) Data Geologi Teknik


Peta Geologi : (a) Peta daerah skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000, (b) Peta semi detail 1 :
25.000 atau 1 : 5.000, (c) Peta detail 1 : 2.000 atau 1 : 100. Kalau perlu dilakukan
pemboran untuk mengetahui lapisan dan tipe batuan. Biasanya paling tidak lima titik
berupa salip. Kedalaman sampai batuan atau sekitar 15 ~ 20 m. Penyelidikan tambahan
adalah: (a) mencari bahan material: batu, kerikil, pasir; (b) dimana, kualitas, jumlahnya;
(c) Penyelidikan Mekanika Tanah perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah :
sudut geser, kohesi, kelulusan air, sifat konsolidasi tanah.

Tubuh Bendung dan Bangunan Pengelak

Pemilihan lokasi: (a) Pilih bagian sungai lurus, tidak ada gerusan; (b) Pilih lembah
yang sempit (biaya murah); (c) Fondasi bendung kokoh; (d) Keperluan elevasi muka
air; (e) Pelaksanaan mudah; (f) Ketersediaan bahan bangunan.

Keperluan elevasi muka air tergantung luas sawah yang diairi. Semakin naik ke hulu
sawah terairi lebih luas, turun ke hilir luas areal sawah terairi berkurang.

(5) Sungai.
Faktor yang dipertimbangkan: (a) Kemiringan dasar sungai, (b) Sedimen/bahan yang
terangkut, (c) Jumlah air dan distribusi sepanjang tahun, (d) Morfologi sungai dan
geologinya.
Faktor Kemiringan. Upper reach, pegunungan, terjal, batuan sedang dan besar dalam
jumlah besar, kolam olak sering pecah, degradasi, batuan terjun bebas dibenturkan dasar
sungai (Gambar 6). Pengambilan bebas atau bendung tetap. Lower reach, dekat pantai,
hampir datar, endapan pasir halus, agradasi, kolam olak aman, genangan banjir luas,
tanggul mahal, dilengkapi pintu (barrage). Middle reach, lokasi diantaranya, keadaan
transisi, bisa bendung tetap atau barrage, lihat situasi lapangan. Barrage biaya OP nya
mahal. Semua yang bergerak OP nya mahal.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 8

Gambar 6. Tipe bendung

A : membawa batu, dasar sungai kuat, batu diterjunkan langsung; B : endapan pasir krikil, dasar
sungai tidak kuat; C : endapan batu besar, di rolling, loncat ke hilir; D : beda tinggi > 7 m,
dibuat double jump

Morfologi sungai
Sungai stabil: tebing dari batuan kokoh, dasar sungai ada outcrop (batuan), atau batu-
batuan besar. Sungai labil: penuh kerikil dan pasir, tebing tidak kokoh, tidak ada
outcrop, alur berpindah (semi braiding). Sungai bermeander: berkelok, berpindah-
pindah, melewati aluvial, konsentrasi endapan tinggi, sungai melebar, degradasi tinggi.

Pengcekan untuk bangunan utama: (a) Terjadi degradasi atau agradasi, (b) Terjadi
meandering atau tidak, (c) Apakah terjadi perubahan sungai ke arah horisontal atau
vertikal, (d) Kestabilan tebing bagaimana.

Muka air
Ada 4 batasan penentuan elevasi muka air: (a) Keperluan irigasi untuk lokasi/elevasi
sawah paling tinggi, (b) Beda tinggi energi untuk membilas pada kantong lumpur, (c)
Beda tinggi energi untuk membilas sedimen dekat pintu pengambilan, (d) Beda tinggi
energi untuk meredam energi pada kolam olak. Untuk keperluan irigasi perlu
diperhatikan: elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, kedalaman air di sawah,
kehilangan tinggi di bangunan dan saluran, variasi muka air dalam eksploitasi,
kehilangan tinggi di bendung.

Topografi
Pertimbangan yang diperlukan: (a) Pilih lembah berbentuk V atau sempit karena dapat
menghemat biaya material, (b) Perhatikan keperluan lokasi untuk bangunan pelengkap
(kantong lumpur, tanggul banjir, tanggul penutup, rumah jaga), (c) Perhatikan arah
saluran primer apakah lewat tebing, galian tinggi, atau terowongan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 9

Geologi teknik
Hal yang perlu dipertimbangkan: (a) Daya dukung fondasi harus kuat, (b) Jangan
terletak pada daerah sesar atau patahan, (c) Kekuatan fondasi terhadap erosi air, (d)
Fondasi apakah rapat air atau tidak, (e) Kestabilan tebing kanan dan kiri, (f)
Ketersediaan bahan bangunan.

Metode Pelaksanaan : Di sungai atau Kopur


Di sungai : Pelaksanaan separuh-separuh, memerlukan kistdam panjang dan mahal,
resiko banjir besar (Gambar 7). Di Kopur/sudetan: Pelaksanaan penuh tanpa kistdam
hanya coffer dam, resiko banjir kecil. Pekerjaan yang harus dipertimbangkan adalah:
saluran pengelak, tanggul penutup, kopur, bendungan, tempat kerja (building pit).

Gambar 7.

Tipe Bangunan
Digolongkan dua bagian besar: (a) Bangunan yang mempengaruhi air di hulu, misalnya
bendung, embung, bendungan, cek dam; (b) Bangunan yang tidak mempengaruhi air di
hulu, misalnya: bendung gerak, pengambilan bebas, pompa, bendung gerak.

Dari jenis bahan bangunan dibedakan: (a) Beton bersifat: mantap, mahal, dari sisi cara
pengerjaan mutu terjamin, lebih homogen, awet, tahan erosi air; (b) Pasangan batu
bersifat: mantap, relatif murah, mutu tergantung masing-masing tukang, kurang
homogen, awet, mudah retak akibat setlemen. Dari segi fungsi pengatur muka air,
dibedakan menjadi: (a) Pengatur muka air, misalnya: bendung, bendung gerak, bendung
karet; (b) Bangunan muka air bebas, misalnya: pengambilan bebas, pompa, bangunan
saringan bawah.

Bendung gerak dapat dipertimbangkan jika: (a) Kemiringan sungai kecil/relatif datar,
(b) Daerah genangan luas dan harus dihindari, (c) Debit banjir besar, kurang aman
dilewatkan pada bendung tetap, (d) Fondasi untuk pilar harus betul-betul kuat, kalau
tidak pintu terancam macet.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 10

Pengambilan bebas dengan syarat: (a) Debit pengambilan kecil dibandingkan debit
sungai, (b) Pada aliran normal, tersedia ketinggian air di sungai untuk mengairi sawah,
(c) Tebing sungai pada pengambilan bebas stabil, (d) Pintu pengambilan terletak pada
tikungan luar, (e) Butir sedimen kecil dan konsentrasi sedimen melayang relatif sedikit.

Bendung saringan bawah (Gambar 8) dapat dipertimbangkan jika: (a) Kemiringan


sungai relatif besar, biasanya di pegunungan, (b) Butir sedimen sedang kecil dan
konsentrasi sedimen sangat tinggi, (c) Mengandung bongkahan batu, (d) Debit
pengambilan jauh lebih kecil dari debit sungai. Untuk keperluan pengurasan diperlukan:
(a) debit air dan kemiringan yang memadai, (b) Sedimen halus akan masuk ke saluran,
yang kasar akan loncat dan melewati bangunan, (c) Sebagian krakal dan krikil ada yang
terjepit pada jeruji, (d) Konsentrasi sedimen yang tinggi akan menyebabkan
penumpukan material di hilir bendung dan mengganggu fungsi bendung.

Pompa
Karakteristik penggunaan pompa pada irigasi umumnya: (a) Biaya Operasi dan
Pemeliharaan mahal (biaya bahan bakar), (b) hanya dipakai kalau betul-betul secara
grafitasi tidak bisa, (c) Debit air irigasi relatif kecil dibanding debit sungai, (d) Fleksibel
membelokkan air, (e) Biaya investasi murah, (f) Perlu studi kelayakan yang cermat.

Gambar 8. Bendung saringan bawah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 11

Perencanaan Hidrolik

Bendung

Lebar bendung: sama dengan lebar rata-rata sungai pada bankfull discharge. Biasanya B
= 120% Bs ( lebar sungai pada banjir tahunan ).

Be = B-2 (n Kp + Ka ) H1

Be: lebar efektif, B: lebar mercu, n : jumlah pilar, Kp: koefisien konstraksi pilar, Ka:
koefisisen konstrasi pangkal bendung, H1: tinggi energi.

Mercu bendung
Di Indonesia umumnya mercu bendung berbentuk bulat dan Ogee. Kedua bentuk ini
cocok untuk beton atau pasangan batu kali. Kemiringan bagian hilir 1:1. Bentuk bulat
memberikan harga koefisien jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan ambang
lebar. Mercu berbentuk Ogee adalah berbentuk lengkung memakai persamaan
matematis, sedikit rumit dilaksanakan, tetapi memberikan sifat hidraulis yang baik,
bentuk gemuk dan kekar, menambah stabilitas.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 12

Gambar 9. Mercu bulat dan Ogee

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 13

Gambar 10. Pangkal bendung

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 14

Gambar 12. Kolam locat air dan rumus

v1 = 2g(1/2H1 + z)

y2 2
= 1 / 2 ( 1+ 8 Fr − 1) =
yu

Lj = 5(n + y2)

v1
Fr =
gyu

Fr = v1
gyu

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 15

Gambar 13. Kolam locat air tipe USBR

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 16

Gambar 14. Kolam loncat air tipe radial

Gambar 15. Kolam loncat air tipe Flugter

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 17

Gambar 16. Kolam loncat air tipe MDO, MDL, MDS

Bendung Gerak

Tata letak dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Bendung Gerak, paling tidak harus ada
dua buah pintu, untuk mengantisipasi kalau ada kemacetan pintu. Ada dua kriteria yang
bertentangan yakni (a) Bangunan tinggi mahal, sehingga diusahakan bangunan melebar,
(b) Untuk menguras sedimen perlu kecepatan besar, sehingga bangunan sempit.

Komprominya bagaimana?

Pintu :
(a) Pintu sorong, tinggi maksimum 3 m, lebar maksimum 3 m. Kalau lebih besar
terlalu berat, dianjurkan pakai pintu rol atau Stoney.
(b) Pintu sorong/rol rangkap. Tidak saling berhubungan, dapat digerakkan sendiri,
alat angkat ringan. Air lewat atas, bahan terapung hanyut. Air lewat bawah
sedimen terkuras.
(c) Pintu radial/segmen. Tidak ada gesekan, alat angkat ringan. Air bisa lewat
bawah atau atas dengan membuat katup pada puncak.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 18

Gambar 17. Pintu bendung gerak

Pengambilan Bebas , Pompa , Bendung Tyroll

Pengambilan Bebas. Posisi harus tepat agar sedimen tidak masuk.Tinggi ambang
secukupnya untuk menahan sedimen. Tebing sungai harus kokoh.

Pompa

Q× h
HP =
76
Efisiensi : Pompa 75%, mesin 90%, Total 65%

Kapasitas pompa dipertimbangkan dengan menentukan berapa jumlahnya untuk


efisiensi dan keamanan kalau terjadi kemacetan.

Bendung Tyroll. Tidak cocok untuk sungai yang sedimennya tinggi, dasar sungai
rawan gerusan, fondasi harus dalam. Saringan dibuat sederhana, tahan benturan, mudah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 19

dibersihkan. Kantong lumpur: kapasitas memadai untuk sedimen yang masuk, mampu
membilas, perlu kemiringan tinggi. Pada saluran primer dibuat pelimpah.

Bangunan Pengambilan dan Pembilas

Tata Letak
(a) Pengambilan: untuk mengelakkan air agar masuk ke saluran irigasi. Diletakkan
dekat bendung dan pada tikungan luar
(b) Pembilas: mengurangi benda terapung dan sedimen kasar masuk ke saluran
(c) Pengambilan air pada dua sisi, sebaiknya salah satu sisi lewat sipon pada tubuh
bendung.

Bangunan Pengambilan
Kapasitas dibuat 120% kebutuhan air sekarang, untuk fleksibilitas dan antisipasi
penambahan kebutuhan. Tinggi ambang tergantung sedimen yang ada. Tinggi ambang
untuk sedimen lanau, pasir kerikil, dan batu bongkah masing-masing 0,5 m, 1,0 m, dan
1,5 m. Pintu bukaan lebih satu pilar mundur, aliran mulus. Lengkapi sponning untuk
perbaikan. Puncak bukaan di bawah muka air hulu, agar benda terapung tidak masuk.
Kalau sebaliknya harus dilengkapi saringan berupa kisi.

Gambar 18. Tipe pintu pengambilan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 20

Gambar 19. Bangunan pembilas

Pembilas Bawah
Dimaksudkan untuk mencegah sedimen layang masuk ke pengambilan. Plat horisontal
di hulu pintu pembilas membagi 2 aliran. Aliran atas untuk air masuk ke saluran, yang
bawah untuk mengendapkan sedimen dan secara berkala dibilas (60 menit/hari). Benda
terapung mengganggu, diperlukan dua pintu. Buka bawah untuk bilas sedimen, dan
buka atas untuk menghanyutkan benda terapung. Tinggi pembilas bawah harus
memenuhi 3 kriteria: (a) Lebih besar 1,5 x diameter batu di sungai, (b) Lebih besar dari
1 m (untuk keperluan OP), (c) Sekitar 1/3 – ¼ x kedalaman air normal depan
pengambilan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 21

Gambar 20. Pembilas bawah

Pintu Air
Faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah beban yang bekerja, alat pengangkat
(mesin atau manusia), sekat kedap air, dan bahan bangunan. Beban adalah tekanan air
horizontal bekerja pada plat pintu dan diteruskan ke sponning. Alat pengangkat berupa
pintu kecil dan ringan pakai setang dengan cara manual. Pemakaian mesin tergantung
tersedianya tenaga listrik, biaya OP, mudah/tidaknya OP. Supaya kedap air pintu sorong
dipakai pelat perunggu. Pintu sorong dan radial biasanya memakai karet (Gambar 21).
Bahan bangunan adalah gabungan kayu dan kerangka baja, atau pelat dan kerangka
baja. Pintu pengambilan biasanya dari kayu, kalau kayu mahal bisa diganti baja. Kalau
pintu terlalu tinggi, maka OP nya sulit. Sebaiknya digunakan pintu radial (Gambar 22)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 22

Gambar 21. Sekat air (seal)

Gambar 22. Pintu pengambilan terbuat dari pintu sorong kayu atau baja

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 23

Gambar 23. Empat jenis pintu bilas

Perencanaan Bangunan

Jenis bahan untuk lindungan permukaan tergantung pada jenis dan ukuran sedimen.
Bahan bangunan harus tahan terhadap gerusan. Berbagai bahan pelindung permukaan
dan karakteristknya adalah (a) batu candi yakni batu alami keras yang dibentuk persegi
secara manual, sangat tahan terhadab abrasi; jenis batu: andesit, basal, gabro, granit,
cocok untuk sungai yang berdaya gerus besar. (b) beton: Kalau batu candi tidak ada
dipakai beton yang tahan gerusan. Beton kekuatan tinggi, agregat kecil, gradasi baik. (c)
Baja: lapisan pelat baja dipakai untuk menahan gerusan. Terutama dipakai pada kolam
olak, blok halang, end sill. Kadang-kadang tubuh bendung diberi lapisan rel.

Pasangan batu kosong (rip-rap) dipakai untuk melindungi dasar sungai atau tebing di
hilir bendung. Batu harus keras, padat, awet, BJ ≈ 2,4 t/m3. Panjang lindungan 4 x R (R:
dalam gerusan). Tebal lapisan 2 ~ 3 x d40 . Nilai d40 tergantung kecepatan air. Lihat
grafik Gambar 24.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 24

Gambar 24. Grafik penentuan d40

Filter dan Bronjong (Gambar 25)


Filter berfungsi untuk mencegah hilangnya bahan dasar halus melalui batu kosong.
Ditempatkan antara tanah dan pasangan batu kosong. Ada tiga macam bahan yakni (a)
kerikil dan pasir dengan sarat gradasi tertentu, (b) sintetis: ikuti spek tek dari pabrik, (c)
ijuk : kurang baik, sebaiknya tidak dipakai.

Bronjong: berbentuk bak dari jala kawat yang diisi batu. Ukuran biasanya 2x1x0,5 m.
Tidak boleh dipakai untuk bagian bangunan permanen. Keuntungannya batu sedang
diikat dalam kawat memberi masa kuat dan konstruksi flexible.

Analisa Stabilitas

Gaya-gaya yang bekerja pada bendung:


(a) Tekanan air: luar dan dalam, hidrostatik dan hidrodinamik.
(b) Tekanan lumpur: menekan horizontal dan membebani vertical
(c) Gaya gempa: tergantung peta gempa di Indonesia. Minimum 0,1g.
(d) Berat bangunan: tubuh bendung
(e) Reaksi fondasi: gaya tekan ke atas terhadap bendung dari reaksi fondasi.

Stabilitas : bendung harus stabil dalam 3 keadaan yakni:


(a) Stabil terhadap amblasnya bendung. Daya dukung fondasi tidak boleh dilampaui
oleh tekanan akibat berat bendung.
(b) Stabil terhadap gelincir. Gaya horizontal tidak boleh melebihi gaya geser yang
melawan pada dasar bendung.
(c) Stabil terhadap guling. Momen yang menggulingkan harus bisa ditahan momen
yang melawannya.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 25

Gambar 25. Filter dan Bronjong

Gambar 26. Analisis stabilitas

Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah


Bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah, naiknya dasar galian
dan patahnya pangkal hilir bangunan.

Metode empiris: Bligh, Lane, Koshla. Metode Lane: disebut metode angka rembesan
Lane. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di sepanjang kontak
bangunan dengan beda tinggi muka air. Kemiringan lebih 45o dianggap tegak, dan yang
kurang 450 dianggap horisontal. Vertikal dihitung penuh dan horisontal dihitung 1/3.
Rumus yang digunakan:

CL = ∑L V+ 1/3 ∑L H
    →
H

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 26

C L = angka rembesan Lane


∑ L v = jumlah panjang vertkal
∑ L H = jumlah panjang horisontal
H = beda tinggi muka air

Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah Gbr 27

Gaya angkat fondasi bendung

Metode angka rembesan Lane (Gambar 28)

Harga minimum Lane

Tabel 1.

Detail Bangunan
Dinding penahan (Gambar 29). Biasanya h < 3 m, dinding depan vertikal: b = 0,26 h. B
= 0,425h. Dinding depan miring: b = 0,23h; B = 0,46h

Detail Bangunan (Gambar 30)

Perlindungan terhadap erosi bawah tanah bertujuan untuk melindungi menggunakan


beberapa kombinasi. Prinsipnya adalah mengurangi kehilangan beda tinggi per satuan
panjang rembesan atau memutup rembesan sama sekali

Pemilihan pelindung berikut bisa sendiri atau kombinasi: (a) Lantai hulu: beton 10 cm,
atau pasangan batu kali 20 – 25 cm. Tapi Lane 1/3; (b) Dinding halang: mahal, Lane
penuh 100%; (c) Filter pembuang; (d) Konstruksi pelengkap.

Erosi bawah tanah adalah 3 dimensi, konstruksi lindung harus ke semua arah. Lantai
hulu harus kedap, sambungan dengan bendung harus rapat, kombinasi lempung dan seal
karet. Salah satu penyebab runtuhnya bendung adalah penurunan yang tidak merata.

Gambar 31

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 27

Dinding halang (cut-off)


Alternatif: (a) Dinding beton: bagus, tapi mahal; (b) Pasangan batu: bagus, relatif
murah, kedalaman terbatas; (c) Tanah kedap air, atau pudel (1 kapur : 4 tanah): baik
sekali, sangat murah, kontak sambungan dengan bendung tidak baik; (d) Pelat pancang
baja atau kayu: amat mahal, harus hati-hati, kontak antar pelat harus baik, cocok untuk
tanah butir halus, kena gravel sulit masuk. Agar gaya uplift minimal, sebaiknya
dipasang ujung lantai paling hulu.

Gambar 32

Lubang pembuang/filter. Dibuat untuk mengurangi gaya angkat, dengan melepas air di
ujung kolam olak. Untuk mencegah terangkutnya bahan padat fondasi bendung
dilengkapi dengan filter terbuat dari pasir krikil atau bahan sintetis.

Konstruksi pelengkap. Tubuh bendung kemungkinan turun tidak merata, bisa retak-
retak, lolosnya air. Untuk itu perlu dibuat sambungan yang bagus. Tanah bawah jenuh
karena air hujan maka perlu ditangani jangan terjadi jalur gelincir atau erosi bawah.
Gambar 33

Perencanaan Kantong Lumpur (Gambar 34)


Meskipun sudah ada bangunan pembilas di depan intake, biasanya masih ada butir halus
partikel yang masuk. Untuk mencegah masuk ke saluran diperlukan kantong lumpur.
Prinsipnya adalah memperbesar saluran sehingga kecepatan berkurang akibatnya sedi-
men mengendap. Untuk menampung sedimen saluran diperdalam, dibilas tiap 1-2 ming-
gu. Biasanya panjang 200 m untuk sedimen kasar, sampai dengan 500 m untuk sedimen
halus. Tergantung pada topografi dan keperluan pembilasan. Pertimbangan dalam
memutuskan: (a) Ekonomis atau tidak, (b) Kemudahan pekerjaan OP, (c) Perlu
dibangun, kalau sedimen masuk ke saluran > 5% kedalaman x panjang x lebar saluran
primer dan sekunder (butiran< 0,06 - 0,07 mm).
Gambar 34

Sedimen. Data yg diperlukan: pembagian butir, penyebaran ke arah vertical, sedimen


layang, sedimen dasar. Kalau tidak ada data, diandaikan volume sedimen yang akan
masuk kantong lumpur 0,05% volume air masuk. Dianjurkan 60-70% sedimen diatas
0,06-0,07 mm bisa diendapkan.

Bangunan pengambilan. Perencanaan yang baik akan mempengaruhi jumlah sedimen


masuk ke kantong lumpur. Pada jaringan saluran, perencanaan saluran yang baik adalah
membuat kapasitas angkut sama besar atau makin membesar ke arah hilir. Kalau ada
kelebihan sedimen yang tidak mengendap di kantong lumpur, diharapkan mengendap di
sawah. Petani harus membuang sedimen ini.

Topografi. Topografi tepi sungai dan kemiringan sungai sangat mempengaruhi ke-
layakan ekonomis. Kantong lumpur perlu ruangan yang luas, penempatannya harus

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 28

dikaji cermat. Kemiringan sungai kurang, energi ditambah dengan menaikkan mercu
bendung.

Dimensi kantong lumpur


Partikel pada titik awal A kecepatan endap w dan kecepatan air v akan mengendap di
titik C . Waktu yg diperlukan: t = H/w = L/v dimana v = Q/HB. Menghasilkan LB =
Q/w, dimana L: panjang kantong lumpur, B : lebar kantong lumpur, Q : debit air, w:
kecepatan endap di kantong lumpur. Agar tidak terjadi meandering atau pulau endapan
dibuat L/B > 8. Kalau topografi tidak memungkinkan bisa dibagi-bagi ke arah
memanjang dengan dinding pemisah (devider wall).
Gambar 35

Volume tampungan
Volume kantong lumpur tergantung pada kandungan sedimen, volume air yang lewat,
dan jarak waktu pembilasan. Banyak nya sedimen yang lewat dapat dihitung dengan
cara: (a) Pengukuran langsung di lapangan, (b) Perhitungan rumus yang cocok
(Einstein-Brown, Meyer-Peter, Muller), (c) Atau memakai data kantong lumpur yang
ada di lokasi lain. Kedalaman ds = 1 m untuk jaringan kecil (10 m 3/dt ), 2,5 m untuk
jaringan besar (100 m3/dt)
Gambar 36

Tata letak kantong lumpur


Tata letak terbaik kalau saluran pembilas lurus sebagai kelanjutan kantong lumpur,
saluran primer di sampingnya. Ambang saluran primer di atas tinggi maksimum
sedimen. Alternatif tata letak lain saluran primer searah kantong lumpur, perlu dinding
pengarah.
Gambar 37

Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap


Lindungan dasar sungai. Bangunan di sungai mengubah pola aliran sehingga terjadi
gerusan lokal, maka perlu dilindungi. Di hilir kolam olak, bahan pelindung terdiri
pasangan batu kosong atau bronjong. Supaya aman dan awet dilengkapi dengan filter.
Bahan pelindung jangan dari beton atau pasangan batu kali, karena akan
memperpanjang jalur rembesan yang menyebabkan gaya uplift. Gerusan pada hulu
bangunan juga ada, kalau disini boleh pakai beton atau pasangan batu kali. Panjang
pelindung hulu = 2 ~ 3 x kedalaman air. Panjang pelindung hilir = 4x kedalaman geru-
san.

Gambar 39

Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap (Gambar 40)


Lindungan tanggul sungai. Dihilir bendung penggerusan tanggul terjadi karena adanya
turbulensi. Dibuat krip, paling ekonomis. Kalau tidak ada alur krib yang cocok, krip
dibuat tegak lurus tanggul. Tinggi mercu krip sama dengan bantaran. Kemiringan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 29

pelindung tanggul atau krip 1 : 2,5 – 3,5 di bawah air, dan 1 : 1,5-2,5 yang di atas air.
Kemiringan ujung krip 1 : 5-10

Pengaturan Sungai Dan Bangunan Pelengkap Tanggul (Gambar 41)


Panjang dan elevasi. Kurva pengempangan digunakan untuk menghitung panjang dan
elevasi tanggul untuk banjir dengan periode ulang berbeda. Untuk genangan dengan Q
100 tahun ditambah tinggi jagaan. Dan dicek dengan Q 1000 tahun. Hitung pakai
“Standar Step Methode “, jika ada data kemiringan sungai, potongan melintang dan
faktor kekasaran sungai.

Untuk perkiraan kasar, hitung pakai rumus sederhana.

x 2
z = h(1 − )
L
h 2h
≥ 1⇒ L =
a I
h a+ h
≤ 1⇒ L =
a I

Gambar 41

Poros tanggul. Tanggul banjir sebaiknya jauh dari air terendah. Tinggi jagaan: Elevasi
puncak tanggul 0,25 m diatas elevasi pangkal bendung untuk keamanan extra.
Potongan melintang. Lebar puncak tanggul 3 m. Kalau dipakai jalan ditambah
seperlunya. Kemiringan hulu dan hilir diambil antara 1 : 2 s/d 1 :3,5 tergantung jenis
tanah. Tinggi tanggul > 5m sebaiknya stabilitasny dicek dengan perhitungan khusus.
Bila fondasi tanggul lolos air (porous) disarankan dibuat cut off (parit halang) 1/3 x H
Gambar 42

Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap Sodetan (Gambar 43)


Kadang-kadang lebih menguntungkan membuat bendung di alur sungai, yaitu
dilaksanakan dengan sodetan (coupure). Keteknikan sungai dipikir mendalam untuk
menentukan arah sodetan, dimensi, perubahan dasar sungai, dan penutupan sungai.
Tata letak. Tata letak tergantung banyak faktor yakni geologi, geologi teknik, bangunan,
dan topografi. Pertimbangan penting: (a) Gangguan morfologi sungai diusahakan
sesedikit mungkin, (b) Menurunnya dasar sungai akibat makin terjal (slope makin
besar), (c) Fondasi bangunan harus dibuat koperan bagian hilirnya.
Gambar 43

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 30

Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap. Tanggul Penutup (Gambar 44)


Penutupan sungai lama dan pembelokan ke bendung yang baru harus direncanakan hati-
hati. Air dibelokkan dengan menaikkan muka air di hulu. Penutupan sungai pada waktu
air kecil dan cukup lama. Penutupan harus dilakukan dengan cepat. Bahan yang dipakai
harus berat (batu besar, blok-blok beton) dan tersedia banyak. Bila penutupan selesai,
segera diperkuat dengan tanggul permanen
Gambar 44

Penyelidikan Model Hidraulis


Umum :
Model hidraulis dipakai untuk mensimulasi perilaku hidraulis dengan skala lebih kecil.
Selain model hidraulis ada juga model matematika dengan komputer, tetapi
memerlukan parameter dan data yang akurat. Model hidraulik dilakukan untuk
menyelidiki perilaku hidraulis, sedang model komputer dipakai untuk studi banjir dan
gejala morfologi seperti degradasi dan agradasi. Pertimbangan memakai model atau
tidak: (a) Apakah ada masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan pengalaman yang
lalu; (b) Apakah bangunan begitu komplek sehingga dengan standar yang ada masih
meragukan; (c) Apakah model hidraulis akan bisa menghemat; (c) Apakah OP
bangunan sulit dibuat berdasar pengalaman terdahulu; (d) Apakah biaya model tidak
lebih mahal dengan beaya keseluruhan

Penyelidikan model hidraulik untuk bendung. Bagian yg perlu diselidiki: (a) Lokasi dan
tata letak, (b) Pekerjaan pengaturan sungai di hulu dan hilir bangunan, (c) Bentuk mercu
bendung, (d) Pintu dan bentuk ambang, (e) Kolam olak dan efisiensinya sebagai
peredam energi, (d) Eksploitasi pintu sehubungan dengan gerusan dan atau endapan, (e)
Kompleks pengambilan dan pembilas sehubungan pencegahan sedimen, (f) Saluran
pengarah dan kantong lumpur.

Lokasi dan tata letak. Dibuat tata letak secara umum dengan kriteria yang ada.
Untuk bendung yang besar dan rumit perlu dibuat model untuk mengecek lokasi
terkait dengan perilaku hidraulik. Untuk bendung kecil dan sederhana tidak perlu
dibuat model.

Pekerjaan pengaturan sungai. Perlu dilakukan guna memperbaiki pola aliran di hulu
dan hilir. Keprluan bangunan pelindung dimana dan jenisnya apa.Pola aliran menuju
pintu pengambilan harus diselidiki untuk mencegah sedimen. Hasil model akan
memberi masukan tata letak dan perlindungan sungai, dan diharapkan dapat
menghemat beaya.

Bentuk mercu bendung. Bentuk mercu bendung sudah banyak standarnya. Di


Indonesia dipakai bulat atau Ogee. Model diperlukan kalau ada masalah khusus
yang sulit dipecahkan.

Pintu dan bentuk ambang. Secara garis besar jenis dan bentuk pintu telah ada
standarnya, dan perilaku hidraulik telah diselidiki di laboratorium. Penyelidikan
dilakukan untuk mengetahui koefisien debit dan perilaku getaran. Dalam keadaan
standar tidak perlu model test lagi. Kecuali untuk jenis dan bentuk pintu khusus

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 31

yang komplek dan rumit perlu dilakukan model untuk mencek unjuk kerja hidrolis
dan perilaku hidro mekanik. Bentuk ambang telah dibuat standar dengan
penyelidikan yang mendalam, jadi tidak perlu model test.

Kolam olak. Kolam olak berfungsi baik kalau bisa meredam energi air yang jatuh,
sehingga sisa energi air di hilir kolam olak menjadi minimal sehingga gerusan dasar
sungai tidak membahayakan. Perencanaan kolam olak mengikuti standar yang ada
sebenarnya sudah memadai. Yang jadi masalah adalah kedalaman gerusan hilir ben-
dung seberapa jauh membahayakan. Bendung besar dan komplek perlu model, tapi
untuk bendung kecil dan sederhana tidak perlu dimodel. Apalagi untuk dasar sungai
yang mempunyai outcrop (batuan dasar sungai masif) tidak ragu lagi bahwa geru-
san tidak ada, maka model tidak perlu.

Pengambilan dan pembilas. Untuk saluran dengan besaran normal tidak perlu mod-
el. Untuk sungai membawa batu-batu besar perlu saringan batu (screen boulder),
untuk ini perlu model.

Saluran pengarah dan kantong Lumpur. Antara saluran pembawa yang sempit dan
kantong lumpur yang lebar terjadi perlambatan kecepatan aliran. Perlu dimodel
apakah distribusi aliran merata atau tidak. Kantong lumpur perlu dimodel, untuk
mengetahui bentuk hidraulis dan posisi dinding pengarah, tata letak kantong lumpur
sehingga tercipta kantong lumpur yang efisien. Untuk mengetahui kemampuan
membilas secara hidraulik

Metode Pelaksanaan

Umum
Bendung dibangun di sungai yang penuh risiko menghadapi ketidak pastian alam
yaitu banjir. Metode pelaksanaan harus diantisipasi: peralatan yang harus dipakai,
tenaga ahli, waktu dan besarnya perkiraan datang banjir, risiko yang diperhitungkan,
beban risiko kontraktor dan pemerintah, bahan bangunan, teknik pelaksanaan yg
cepat. Ada dua metoda yakni (a) Pelaksanaan di palung sungai, dan (b) Pelaksanaan
di luar sungai (kopur/sudetan).

Pelaksanaan di palung sungai. Air dibelokkan sepenuhnya lewat terowong pengelak


atau lewat saluran pengelak dengan membangun coffer dam. Pelaksanaan pekerjaan
dalam keadaan kering. Setelah selesai, coffer dam dibuka terowongan ditutup (A).
Sungai dibendung separo dengan kist dam keliling, air sungai mengalir di separo
lainnya. Pelaksanaan dalam keadaan kering. Setelah selesai, dengan cara yang sama
dilakukan pembangunan separo lainnya (B)

Pelaksanaan di palung sungai Gambar 45. Untuk merencanakan tinggi cofferdam


dan kistdam dikombinasikan dengan dimensi terowong pengelak dan lebar separo
sungai, tergantung besaran banjir dan risiko yang diambil (Lihat grafik).

Gambar 45

Grafik perhitungan risiko (Gambar 46)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 32

Contoh suatu sungai dihitung seri debit dengan periode ulang berbeda Q 2, 5, 10 , 15 ,
20, 25. Pembangunan bendung selesai 4 tahun, berarti umur coffer dam 4 tahun. Berapa
Risiko yang diambil misal 20%, perpotongannya pada garis horisontal 20. Maka tinggi
cofferdam harus bisa menampung Q 20 tahun. Kalau risiko diperkecil 10% ketemu Q
40 tahun. Makin tinggi, makin mahal.

Gambar 46

Pelaksanaan ditempat kering (Sodetan/Kopur). Bendung dibuat di luar sungai, kemudi-


an setelah selesai sungai dibelokkan. Risiko akibat gangguan banjir kecil. Sejauh layak,
metode ini jadi pilihan. Bahkan meski mahal sedikit, alternatif ini dipilih.

Kalau terjadi banjir dan melimpah diatas coffer dam dan mengakibatkan kerusakan
risiko siapa? Diatur sebagai berikut (a) Dalam perencanaan elevasi coffer dam besaran
banjir dengan probalilitas tertentu ditetapkan. Misalnya : Q10 = 150 m 3/dt. Kalau terjadi
banjir yang lebih besar 150 m3/dt dan terjadi kerusakan, risiko ditanggung owner. Kalau
banjir kurang 150 m3/dt, risiko ditanggung kontraktor. Dituangkan dalam kontrak
dokumen.

Operasi dan Pemeliharaan

Operasi adalah pengaturan bukaan pintu untuk penyediaan air. Pengaturan air pada
kondisi normal, kondisi banjir, dan kondisi kering. Kondisi normal adalah aliran sungai
normal, sedimen yang dibawa sedang. Penjediaan air dilakukan sesuai rencana
kebutuhan air irigasi dan keperluan lainnya. Air sungai masih bisa mengalir ke hilir
untuk keperluan lain dan keperluan lingkungan. Pada saat ini pintu pengambilan dibuka
penuh, pintu bilas atas dan bawah ditutup, agar air depan pengambilan tenang sedimen
mengendap. Pintu bilas bawah dibuka 1 jam setiap hari untuk menguras endapan
lumpur. Kalau terdapat benda terapung depan pintu bilas, pintu bilas atas diturunkan
untuk menghanyutkan benda terapung. Dalam keadaan ini biasanya kolam lumpur
sudah penuh pada 5 - 10 hari (tergantung perencanaan). Untuk ini dilakukan pengurasan
lumpur secara hidraulis, dengan prosedur sebagai berikut :
Pintu bilas atas dan bawah ditutup, pintu pengambilan dibuka, pintu ke saluran irigasi
ditutup, pintu penguras dibuka. Lama pengurasan tergantung jumlah sedimen, besaran
fraksi sedimen, besar debit dan kemiringan kantong lumpur yang sudah dihitung dalam
rencana dan model test (biasanya 3-5 jam). Setelah selesai, air irigasi dialirkan kembali.

Operasi adalah pengaturan bukaan pintu untuk penyediaan air. Pengaturan air pada
kondisi normal, kondisi banjir, kondisi kering. Kondisi banjir: aliran sungai besar,
sedimen yang dibawa banyak. Penjediaan air untuk irigasi dan keperluan lainnya
dihentikan sementara, karena di sawah sudah kelebihan air, dan cenderung membuang.
Pada saat ini pintu pengambilan ditutup penuh, pintu bilas atas dan bawah ditutup , agar
sedimen tidak masuk ke saluran irigasi dan sedimen dilewatkan atas bendung. Pada saat
air surut dimana kedalaman air diatas mercu antara 0.5 s/d 1 m pintu pembilas dibuka
untuk menguras lumpur. Setelah lumpur bersih dan air di atas bendung antara 0 – 0.5 m,
pintu pengambilan dibuka dan pintu bilas ditutup. Air irigasi normal kembali. Pada
beberapa bendung dimana debit banjir besar, saluran pembilas dipakai untuk
melewatkan air. Untuk itu pintu bilas dibuka saat banjir. Kalau sungai membawa
batang-batang pohon, kemungkinan bisa menyangkut pada saluran pembilas yang
sempit.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 33

Pengaturan air : kondisi normal, kondisi banjir, kondisi kering. Kondisi kering: aliran
sungai kecil, sedimen yang dibawa sedikit. Penjediaan air untuk irigasi dan keperluan
lainnya dipenuhi tetapi cenderung kurang. Air sungai jangan disadap 100%, karena di
hilir bendung biasanya ada penyadapan untuk keperluan lain dan atau untuk menjaga
lingkungan. Pada saat ini pintu pengambilan dibuka penuh, pintu bilas atas atau bawah
dibuka sebagian, agar air tetap mengalir sebagian ke hilir bendung. Karena air sungai
cenderung bersih maka kandungan sedimen sedikit, maka frekuensi pengurasan lumpur
dapat lebih lama dibanding saat air normal. Cara pengurasan seperti saat air normal,
Cuma karena air sungai dan selisih tinggi minim, air sungai ditampung dulu beberapa
jam didepan bendung dengan menutup pintu pengambilan dan pembilas. Pada saat
elevasi air naik sampai mercu bendung, pembilasan dimulai. Pada saat ini pengecekan
terhadap saluran pembilas bawah dilakukan untuk mengetahui apakah ada sumbatan
batu. Kalau ada inilah saatnya untuk mengatasinya, karena air sungai kecil.

Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk menjaga agar bangunan berfungsi seperti sedia
kala. Jenis pemeliharaan: Rutin, berkala, darurat, permanen. Pemeliharaan Rutin adalah
kegiatan secara rutin dilakukan, misalnya babat rumput sekitar bendung, menutup
retakan tembok, perbaikan kecil batu kosong, pengambilan benda terapung depan pintu
bilas, pengurasan sedimen pada saluran bawah 1 jam/hari

Pemeliharaan Berkala adalah kegiatan dilakukan secara berkala, misalnya pengecatan


pintu, pemberian stenfet (greesing), pembersihan sedimen pada kantong Lumpur,
pengecatan bangunan pelindung, pembersihan sedimen dan batu menyumbat pada salu-
ran pembilas, perbaikan bronjong dan pasangan batu kosong, perbaikan pintu macet.
.
Pemeliharaan Darurat adalah perbaikan darurat agar bendung dapat segera berfungsi.
Hal ini terjadi karena bencana alam atau kelalaian manusia. Perbaikan ini dilakukan
dengan harapan nanti ada dana untuk penyempurnaan berupa perbaikan permanen.

Pemeliharaan Permanen adalah kegiatan perbaikan sebagai peningkatan perbaikan


darurat maupun perbaikan akibat bencana dan kelalaian manusia, sehingga
perbaikannya menjadi permanen, misalnya tanggul penutup longsor, sayap bendung
patah, stang pintu bengkok, gerusan dalam di bawah bendung, kerusakan pada
kolam olak, pelindung talud runtuh, penurunan tubuh bendung.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 34

Jaringan Irigasi/Drainase:

2.1.Saluran Irigasi:
2.1.1.Jaringan irigasi utama terdiri dari: saluran Primer (Induk), saluran Sekunder
2.1.2.Jaringan saluran irigasi tersier terdiri dari: saluran tersier, saluran Kwarter

2.2.Saluran Pembuang
2.2.1.Jaringan saluran pembuang tersier
2.2.2.Jaringan saluran pembuang utama

Foto 5. Bangunan bagi Primer Foto 6. Saluran sekunder

Foto 7. Bangunan Bagi di Sekunder Foto 8. Bangunan Sadap Tersier

2.3.Bangunan Bagi dan Sadap


2.3.1.Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran menjadi dua saluran atau lebih
2.3.2.Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran promer atau sekunder ke
saluran tersier
2.3.3.Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan
2.3.4.Boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua atau lebih saluran

2.4.Bangunan Pengukur dan Pengatur


Bangunan ukur dibedakan menjadi alat ukur aliran-atas bebas (free overflow)
dan alat ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari alat ukur dapat juga
dipakai untuk mengatur aliran air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 35

2.5.Bangunan Pengatur Muka Air

2.6.Bangunan Pembawa

2.6.1.Aliran Superkritis:
2.6.1.1.Bangunan Terjun
2.6.1.2.Got miring
2.6.2.Aliran sub-kritis
2.6.2.1.Gorong-gorong
2.6.2.2.Talang
2.6.2.3.Sipon
2.6.2.4.Jembatan sipon
2.6.2.5.Flume
2.6.2.6.Saluran tertutup
2.6.2.7.Terowongan

2.7.Bangunan lindung
2.7.1.Bangunan pembuang silang
2.7.2.Pelimpah (Spillway)
2.7.3.Bangunan Penguras (wasteway)
2.7.4.Saluran Pembuang samping

2.8.Jalan dan Jembatan

2.9.Bangunan Pelengkap

Bangunan Pengambilan (Intake)

1. Bangunan Pengambil Bebas (Free Intake)

Lokasi pengambilan dibuat di lokasi yang tepat sehingga dapat mengambil air dengan
baik dengan menghindari masuknya sedimen. Masuknya sedimen dipengaruhi oleh
sudut antara pengambilan dan sungai, penggunaan dan ketinggian ambang penahan
sedimen (skimming wall), kecepatan aliran masuk dan sebagainya. Contoh
penyelidikan model hidrolik oleh Habermaas yang memperlihatkan persentase
banyaknya sedimen yang masuk ditunjukkan seperti pada Gambar 4.27 (KP-02/70).
Agar mampu mengatasi tinggi muka air yang berubah-ubah di sungai, pengambilan
harus direncanakan sebagai pintu aliran bawah. Rumus debit yang dapat dipakai adalah:

Q = K . µ . a. B 2 gh1 / 4.11 /

Gambar 4.28; 4.29; 4.30

2. Bendung Saringan Bawah

Bendung saringan bawah atau bendung Tyroller (Gambar 4.33) dapat dirancang dengan
baik di sungai yang kemiringan memanjangnya curam, mengangkut bahan-bahan
berukuran besar dan memerlukan bangunan dengan elevasi rendah. Beberapa hal
pertimbangan:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 36

a. Tidak cocok untuk sungai yang fluktuasi bahan angkutannya besar. Misalnya di
daerah gunung berapi muda
b. Dasar sungai yang rawan gerusan memerlukan fondasi yang cukup dalam
c. Bendung harus dirancang seksama agar aman terhadap rembesan
d. Konstruksi saringan hendaknya sederhana, tahan benturan batu, mudah dibersihkan
jika tersumbat
e. Bangunan harus dilengkapi dengan kantong lumpur/pengelak sedimen yang cocok
dengan kapasitas tampung memadai dan kecepatan aliran cukup untuk membilas
partikel. Satu di depan pintu pengambilan dan satu di awal saluran primer
f. Harus dibuat pelimpah yang cocok di saluran primer untuk menjaga jika terjadi
kelebihan air.

Gambar 4.33 (hal 78)

Panjang saringan ke arah aliran sungai yang diperlukan untuk mengelakan? air
dalam jumlah tertentu per meter lebar bendung, dihitung dengan rumus:
q
L = 2,561 0 / 4.14 /
λ h1
Gambar 4.3. dan Tabel 4.5 (hal 80)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 37

BENDUNGAN URUGAN (FILL/EARTH DAM)

Bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang
bersifat campuran secara kimia

3 Tipe bendungan urugan :


• Bendungan urugan serba sama (homogeneous dam)
 Sering disebut sebagai bendungan urugan tanah, tetapi sesungguhnya kurang
tepat.

• Bendungan urugan berlapis-lapis (zone dam, rockfill dam)


 Terdiri atas beberapa lapisan : lapisan kedap air (water tight layer), lap. batu
(rock zone, shell), lap. batu teratur (rip-rap), lap. penyaring (filter zone)

• Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face
rockfill dam)
 Lapisan kedap air (umumnya aspal dan beton bertulang) diletakkan di sebelah
hulu bendungan.

Bendungan Urugan Serba Sama

Bendungan urugan serba sama merupakan bendungan yang lebih dari setengah
volumenya terdiri atas bahan bangunan (tanah, pasir atau kerikil) yang seragam.
 Bendungan urugan tanah (earthfill dam)
 Bendungan urugan pasir dan kerikil

BENDUNGAN URUGAN TANAH (EARTHFILL DAM)

• Bendungan urugan tanah merupakan bendungan yang lebih dari setengah


volumenya terdiri atas bahan bangunan tanah atau tanah liat yang seragam.
• Terbagi atas 4 tipe berdasarkan bentuk saluran drainase (Gambar 3.1 s/d 3.4)
• Keuntungan :
 Karena bahannya seragam, maka cara pemadatannya relatif mudah
 Relatif lebih murah dibandingakan dengan tipe lainnya
• Kerugian :
 Sifat tanah atau tanah liat sangat dipengaruhi oleh kadar air, sehingga pada
waktu pemadatan kadar air harus diperiksa dengan ketat
 Pada musim hujan, pekerjaan sering dihentikan.

LAPISAN-LAPISAN YANG ADA

Walaupun disebut serbasama, tetapi terdapat pula bahan lainnya sebagai bahan saluran
drainase dan lapisan untuk menjaga stabilitas lereng.

• Lapisan batu teratur (rip-rap)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 38

Untuk menjaga stabilitas lereng dengan menahan permukaan bendungan sebelah


hulu agar tidak rusak akibat naik turunnya muka air di waduk. Rip-rap dipasang dari
puncak bendungan sampai + 2 m di bawah permukaan air terendah untuk operasi
(MOL, Minimum Operation Level).

Tebal lapisan tergantung pada : kekuatan batu, tinggi bendungan, frekuensi muka air
dan tinggi perkiraan gelombang. Umumnya apabila menggunakan tenaga manusia +
30 cm, menggunakan alat berat + 50 cm – 100 cm.

• Bahan tanah (soil material) dan tanah liat (clay)

Untuk penimbunan tubuh bendungan dan lapisan kedap air untuk bendungan urugan
batu. Yang sering digunakan untuk lapisan kedap air adalah tanah liat, dengan
beberapa syarat :
 bahan organik < 5 %, untuk mencegah penurunan yg terlalu besar akibat
banyaknya pori-pori.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 39

 koefisien permeabilitas < 10-5 cm/det, mengurangi rembesan.

Gambar 3.8. Penampang melintang Bendungan Ir. H. Pangeran Noor

 kuat tegangan geser yg cukup untuk menghindari terjadinya penggeseran


bendungan.
 pelaksanaan pemadatan yg mudah agar seragam.
 memenuhi gradasi tertentu sehingga dapat tahan terhadap gejala pembuluh
(piping action).
 tahan terhadap gempa.

• Lapisan pasir dan kerikil (gravel pebble layer)

Untuk alasan biaya biasanya diambil langsung dari sumbernya seperti dari sungai
atau darat. Tetapi apabila kadar airnya tinggi harus dikeringkan dahulu.

• Lapisan hilir (downstream)

Apabila kesulitan dalam membuang tanah hasil penggalian, biasanya ditimbun di


bagian hilir setelah sebelumnya dianalisa kestabilannya. Lapisan hilir dapat ditutup
dengan batu belah (rockzone) atau dengan gebalan rumput (sod facing)

SALURAN DRAINASE (PENGERING)

Dibuat dari pasir dan kerikil yang memenuhi gradasi tertentu dan bersih.

PERKUATAN LERENG SEBELAH HILIR (DOWNSTREAM)

Karena tanah liat, tanah atau pasir umumnya mudah longsor, maka harus diberi
perkuatan agar stabil terhadap tiupan angin dan erosi dari air hujan. Bahan untuk
perkuatan diantaranya : batu belah, batu bulat, dan gebalan rumput.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 40

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 41

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 6. Sistem Jaringan Irigasi dan Drainase-dkk 42

Penutup

Pertanyaan:

(1) Apa bedanya bendung dengan bendungan

(2) Buat gambar pandangan atas dan irisan dari suatu bendung dengan bangunan
pelengkapnya

(3) Buat gambar pandangan atas dan irisan dari bangunan pelengkap bendung yakni:
bangunan sadap, pelimpah (spill way), kolam lumpur (sediment trap), pintu
penguras, kolm olakan (stilling basin)

(4) Sebutkan fungsi dari masing-masing bangunan pelengkap

(5) Gambar suatu contoh pada sistem jaringan utama. Bangunan apa saja yang ada
dalam suatu sistem jaringan utama

(6) Gambar suatu contoh pada sistem jaringan utama. Bangunan apa saja yang ada
dalam suatu sistem jaringan tersier

(7) Turunkan persamaan loncatan hidrolik (hydraulic jump) dalam rancangan kolam
olak (stilling basin) pada bangunan terjun?

(8) Apa bedanya talang dengan syphon?

Daftar Pustaka

Senarai

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 1

Topik 7. Kualitas Air Irigasi

Februari, 2004

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa memahami kriteria penilaian kualitas air


untuk irigasi dan kepekaan tanaman terhadap beberapa parameter kualitas air

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Kualitas Air irigasi untuk Pertanian, (2) Kualitas Air
untuk Keperluan Umum. Dalam File Tambahan Topik 7. Kualitas Air anda dapat
menambah wawasan dengan membaca beberapa hasil studi tentang (a) Water Quality
Brantas System Jawa Timur, (b) Water Quality Monitoring System Seputih-
Sekampung, Lampung.

1. KUALITAS AIR IRIGASI UNTUK PERTANIAN 1

Satuan
Satuan tahanan listrik adalah ohm, sedangkan daya hantar listrik (DHL) atau EC
(electrical conductivity) adalah kebalikan dari tahanan dan mempunyai satuan
kebalikan dari ohm yakni mho. Maka satuan DHL adalah mhos/cm dibakukan pada
suhu air 250 C. Salinitas air dinyatakan dengan satuan: 1 mhos/cm pada suhu air 250
C = 1.000 mmhos/cm (millimhos/cm) = 1.000.000 µ mhos/cm (mikromhos/cm).
Siemen/meter (S/m) = 10 mmhos/cm; mS/cm = mmhos/cm; µS/cm = µmhos/cm.

1
Sumber: Ayers, R.S.; D.W. Westcot, 1976. Water Quality for Agriculture, FAO, Rome.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 2

Formula Konversi Satuan:


1 meq/liter ≈ 10 x EC (mmhos/cm); ppm (part per million) ≈ 1 mg/liter ≈ 640 x EC
(mmhos/cm); 1 mg/liter = eq.weight x meq/liter

Parameter yang mempengaruhi kualitas air irigasi untuk tanaman adalah:

(1) Salinitas
Masalah salinitas terjadi jika kuantitas garam pada air irigasi cukup besar
sehingga akumulasi garam di daerah perakaran tanaman akan sedemikian rupa
sehingga tanaman tidak mampu lagi mengisap air (lengas) tanah di daerah
perakaran. Penurunan isapan air oleh akar menyebabkan terganggunya
pertumbuhan tanaman sehingga gejala nya seperti kekurangan air (tanaman layu).
Tanaman mengisap sebagian besar air dari bagian atas zone perakaran, sehingga
kondisi salinitas di bagian ini sangat berpengaruh daripada di bagian bawah zone
perakaran. Mengelola bagian atas perakaran dengan proses pencucian (leaching)
menjadi sangat penting untuk lahan berkadar garam tinggi.

(2) Permeabilitas
Laju infiltrasi tanah akan berkurang akibat dari kandungan garam tertentu atau
kekurangan garam tertentu dalam air irigasi. Faktor yang berpengaruh adalah:
(a) kandungan Na relatif terhadap Ca dan Mg, (b) kandungan bikarbonat dan
karbonat, dan (c) total kandungan garam dalam air.

(3) Toksisitas atau keracunan terhadap Boron (B), Chlorida (Cl) dan Natrium (Na)

(4) Lainnya. Masalah lainnya dalam air irigasi yakni pertumbuhan terlalu cepat,
tergenang, dan perlambatan pematangan akibat dari kandungan Nitrogen
berlebih. Bercak putih pada daun dan buah akibat kandungan berlebih
Bicarbonate dalam irigasi curah dan pH abnormal.

Kualitas air dan masalah drainase sering berkaitan, sehinga pengendalian kedalaman
airtanah menjadi sangat penting. Garam akan berakumuluasi pada bagian atas muka
airtanah yang asin, sehingga jika muka airtanah terlalu dekat dengan perakaran
tanaman maka tanaman akan terpengaruh. Drainase bawah permukaan sangat
diperlukan dalam masalah ini.

Suatu petunjuk (guidelines) dalam evaluasi kualitas air irigasi diajukan dengan
prosedur sebagai berikut:
(a) Tingkat kandungan unsur tertentu dalam air yang diduga mengakibatkan
masalah tertentu untuk tanaman
(b) Mekanisme interkasi tanah-air-tanaman yang menyebabkan pengurangan
produksi
(c) Tingkat bahaya yang akan terjadi pada waktu yang lama
(d) Alternatif pengelolaan untuk mencegah, memperbaiki atau memperlambat
akibat negatif

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 3

Tabel 1. Petunjuk untuk interpretasi kualitas air irigasi

Tingkat Masalah
Masalah irigasi Tak ada Masalah
Bermasalah
masalah besar
Salinitas (mempengaruhi ketersedian air
untuk tanaman), ECw 2(mmhos/cm) < 0.75 0.75 ~ 3.0 > 3.0
Permeabilitas (mempengaruhi laju infiltrasi
tanah)
Adj. SAR untuk tipe liat:
Montmorillonite (2:1 crystal lattice) <6 6~9 >9
Illite-Vermiculite (2:1 crystal lattice) <8 8 ~ 16 > 16
Kaolinite-sesquioxides (1:1 crystal lattice) < 16 16 ~ 24 > 24
Toksik ion khusus (mempengaruhi tanaman
yang peka)
Sodium (adj. SAR) <3 3~9 >9
Chlorida (meq/l) <4 4 ~ 10 > 10
Boron (meq/l) < 0.75 0.75 ~ 2.0 > 2.0
Pengaruh lainnya:
NO3-N atau NH4-N (mg/l) <5 5 ~ 30 > 30
HCO3 (meq/l) untuk irigasi curah < 1.5 1.5 ~ 8.5 > 8.5
pH Normal antara 6.5 ~ 8.4

Perhitungan adj. SAR 3


Na
SAR (Sodium Adsorption Ratio) = Ca + Mg ; Na, Ca, dan Mg adalah konsentrasi
2
dinyatakan dalam meq/liter.

Na
adj. SAR = [1 + (8.4 − pHc]
Ca + Mg
2

pHc = ( pK 2′ − pK c′ ) + p( Ca + Mg ) + p( Alk )

pK’2 - pK’c didapat dari Jumlah (Ca+Mg+Na) dengan menggunakan Tabel 3.


p(Ca+Mg) didapat dari Jumlah (Ca+Mg) dengan menggunakan Tabel 3. p(Alk)
didapat dari Jumlah (CO3+HCO3) dengan menggunakan Tabel 3.

2
ECw: salinitas air
3
Adjusted SAR: Sodium Adsorption Ratio yang disesuaikan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 4

Tabel 2. Analisis laboratorium yang diperlukan untuk evaluasi kualitas air

No Parameter Simbol Satuan Berat ekivalen


1 Hantaran listrik ECw mmhos/cm
2 Kalsium Ca meq/l 20
3 Magesium Mg meq/l 12.2
4 Natrium Na meq/l 23
5 Karbonat CO3 meq/l 30
6 Bikarbonat HCO3 meq/l 61
7 Khlorida Cl meq/l 35.4
8 Sufat SO4 meq/l 48
9 Boron B mg/l
10 Nirat-Nitrogen 1) NO3-N mg/l 14
11 Acidity-Alkalinity2) pH pH
12 Ajusted Sodium Adsorption Ratio3) Adj. SAR
13 Kalium (potassium)4) K meq/l 39.1
14 Lithium4) Li mg/l 7
15 Besi4) Fe mg/l
16 Ammonium-Nitrogen4) NH4-N mg/l 14
17 Posfat Phosphorous4) PO4-P mg/l 31
1)
NO3-N berarti Nitrogen dalam bentuk Nitrat (NO3), NH4-N berati Nitrogen dalam bentuk
Amonium (NH4)
2)
Acidity (pH 1~7), Alkalinity (pH 7~14), Netral (pH 7)
3)
Prosedur perhitungn diberikan di bawah
4)
Diperlukan hanya pada kondisi khusus

Beberapa contoh hasil analisis air dan penilaian kualitasnya tercantum pada Tabel 4.
Pada contoh analisis air (Tabel 4), contoh air dari Sungai Tigris ditinjau dari nilai
ECw dan adj.SAR termasuk tidak ada masalah. Contoh air di Pakistan dan New
Mexico memperlihatkan ECw lebih besar dari 3.0, dan adj. SAR yang besar,
kemungkinan akan menimbulkan masalah besar karena salinitas. Diperlukan
pemilihan jenis tanaman yang toleran terhadap salinitas (Tabel 5).

Masalah Salinitas

Kebanyakan garam dari air irigasi akan tinggal di daerah perakaran tanaman dan
terakumulasi. Untuk mencegah akumulasi garam melewati batas tertentu, diperlukan
sejumlah air untuk berperkolasi dan melarutkan garam tersebut (leaching). Jumlah
untuk pencucian (leaching) merupakan leaching fraction (LF) didefinisikan sebagai
bagian dari air irigasi yang berperkolasi di daerah perakaran tanaman.

Petunjuk pada Tabel 1, menggunakan asumsi rerata salinitas dalam tanah (ECe)
adalah tiga kali dari salinitas air irigasi (ECw), dan LF sekitar 15%. Jika pengelolaan
air aktual menggunakan LF yang lebih besar dari 15%, maka akumulasi garam akan
lebih kecil, sehingga salinitas air irigasi yang sedikit lebih besar masih dapat
digunakan. Jika LF kurang dari 15%, maka penurunan produksi akan terjadi pada
ECw yang lebih kecil daripada Tabel 1.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 5

Perbandingan tersebut digambarkan pada Gambar 1, dimana rerata salinitas tanah


(ECe) yang akan terjadi akibat dari salinitas air irigasi (ECw) pada berbagai tingkat
LF. Pada Petunjuk Tabel 1 digunakan asumsi 3 ECw = ECsw, 1.5 ECw = ECe, dan 2
ECe = ECsw. ECw: hantaran listrik air, ECe: hantaran listrik ekstrak tanah, ECsw:
hantaran listrik lengas tanah dalam satuan mmhos/cm.

Pengaruh salinitas tanah pada hasil tanaman

Keperluan dasar untuk pertumbuhan optimum adalah evapotranspirasi tanaman (ET)


yang terdiri dari dua komponen evaporasi (E) dan transpirasi (T). Lengas tanah
tersedia untuk tanaman dinyatakan dengan potensial lengas tanah yang mengukur
besarnya gaya dimana air ditahan oleh partikel tanah. Salinitas mempengaruhi
ketersediaan air menjadi lebih kecil, karena adanya dampak tekanan osmotik. Secara
umum besarnya tekanan osmotik dapat dihitung dengan persamaan:

OP = - 0.36 x EC

OP: potensial osmotik (bar), EC: hantaran listrik larutan (mmmhos/cm), -0.36 adalah
faktor konversi tanda negatif menunjukkan bahwa gaya bekerja pada arah potensial
yang berkurang.

Jika dua jenis tanah dengan lengas tanah yang sama, tetapi berada pada tanah yang
bebas garam (A) dan yang kandungan garamnya tinggi (B). Maka tanaman yang
sama akan mampu mengekstrak air lebih banyak pada tanah A daripada tanah B.

Pengaruh salinitas terhadap ketersediaan air digambarkan seperti pada Gambar 2.


Pada suatu jenis tanah pada ECsw = 3 mmhos/cm mempunyai Total Air Tanah
Tersedia (TAT) = 16,5 cm air per meter kedalaman tanah. Jika ECsw = 15
mmhos/cm maka TAT akan berkurang menjadi sekitar 12 cm/m. Pada ECsw =
mmhos/cm maka TAT berkurang lagi menjasd sekitar 6 cm/m. Pada contoh ini jika
tanaman dengan ET = 6 mm/hari, kedalaman akar 1 meter. Maka pada ECsw = 3
mmhos/cm tersedia pasok lengas tanah selama 27,5 hari (165/6), pada ECsw = 15
mmhos/cm tersedia 20 hari, pada ECsw = 30 mmhos/cm tersedia 10 hari. Ilustrasi ini
sesuai dengan pengalaman lapangan dimana interval irigasi lebih sering pada air
irigasi bersalinitas tinggi.

Dengan menggunakan rumus adj. SAR, anda dapat mencek kembali hasil
perhitungan adj. SAR pada Tabel 4.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 6

Tabel 3. Tabel untuk menghitung pHc4

Jumlah konsentrasi p(Ca+Mg


pK’2-pK’c p(Alk)
(meq/l) )
0.05 2.0 4.6 4.3
0.10 2.0 4.3 4.0
0.15 2.0 4.1 3.8
0.20 2.0 4.0 3.7
0.25 2.0 3.9 3.6
0.30 2.0 3.8 3.5
0.40 2.0 3.7 3.4
0.50 2.1 3.6 3.3
0.75 2.1 3.4 3.1
1.00 2.1 3.3 3.0
1.25 2.1 3.2 2.9
1.50 2.1 3.1 2.8
2.0 2.2 3.0 2.7
2.5 2.2 2.9 2.6
3.0 2.2 2.8 2.5
4.0 2.2 2.7 2.4
5.0 2.2 2.6 2.3
6.0 2.2 2.5 2.2
8.0 2.3 2.4 2.1
10.0 2.3 2.3 2.0
12.5 2.3 2.2 1.9
15.0 2.3 2.1 1.8
20.0 2.4 2.0 1.7
30.0 2.4 1.8 1.5
50.0 2.5 1.6 1.3
80.0 2.5 1.4 1.1

Contoh perhitungan pHc dan adj. SAR:

Perhitungan Adj SAR untuk Kualitas Air


Hasil analisis air meq/l Hasil analisis air meq/l
Ca 2.32 CO3 0.42
Mg 1.44 HCO3 3.66
Na 7.73
Jml Ca+Mg+Na 11.49 Jml CO3+HCO3) 4.08

Dari Tabel
Jml Ca+Mg+Na pK2-pKc SAR 5.64
11.49 2.3
adj.SAR 11.28
Jml Ca+Mg p(Ca+Mg)
3.76 2.7

Jml (CO3+HCO3) p(Alk)


4.08 2.4

pHc 7.4

4
pHc adalah teoritis, pH air irigasi dalam kondisi kontak dengan kapur equilibrium dengan CO2 tanah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 7

Gambar 1. Pengaruh salinitas air irigasi pada salinitas tanah


pada berbagai pengelolaan air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 8

Tabel 4. Hasil analisis air irigasi di beberapa lokasi

Miligram per
Miliequivalent per liter
ECw liter
Air Tanggal (mmhos/cm) Jml Jml NO3- NH4-
Lokasi Na Ca Mg Cl SO4 CO3 HCO3 B pH Adj.SAR
Irigasi sampling Kation Anion N N
Sungai Bagdad, 1966-
0.51 1.4 2.6 2.2 6.2 1.50 1.60 0.30 2.60 6.00 * 1.80 * 7.80 1.90
Tigris Irak 1969
Proyek
Sumur 7 Des
Mona, 3.60 32.00 2.50 4.00 38.50 25.00 8.90 0.00 4.50 38.40 * * * 7.70 38.16
116 1968
Pakistan
Carlsbad,
Sungai New
1946 3.21 11.50 17.30 9.20 38.00 12.00 23.10 0.00 3.20 38.30 * * * 8.21
Pecos Mexico
USA

* tidak diukur

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 9

Gambar 2. Ketersediaan air tanah teoritis pada berbagai salinitas lengas tanah

Tabel 5. Toleransi tanaman terhadap salinitas5

Fields Crops
Tanaman Penurunan Hasil (%) Maks 1)
0 10 25 50
ECe ECw ECe ECw ECe ECw ECe ECw ECe
Kapas (Gossypium hirsutum) 7.7 5.1 9.6 6.4 13 18.4 17 12 28
Gandum (Triticum aestivum) 6.0 4.0 7.4 4.9 9.5 6.4 13 8.7 20
Kedelai (Glycine max) 5.0 3.3 5.5 3.7 6.2 4.2 7.5 5.0 10
Sorghum (Sorghum bicolor) 4.0 2.7 5.1 3.4 7.2 4.8 11 7.2 18
Kacang tanah (Arachis hipogea) 3.2 2.1 3.5 2.4 4.1 2.7 4.9 3.3 6.5
Padi (Oriza sativa) 3.0 2.0 3.8 2.6 5.1 3.4 7.2 4.8 11.5
Sesbania (Sesbania macrocarpa) 2.3 1.5 3.7 2.5 5.9 3.9 9.4 6.3 16.5
Jagung (Zea mays) 1.7 1.1 2.5 1.7 3.8 2.5 5.9 3.9 10
Kacang (Phaseolus vulgaris) 1.0 0.7 1.5 1.0 2.3 1.5 3.6 2.4 6.5
Tanaman buah-buahan
Korma (Phoenix dactylifera) 4.0 2.7 6.8 4.5 10.9 7.3 17.9 12 32
Zaitun (Olea europaea) 2.7 1.8 3.8 2.6 5.5 3.7 8.4 5.6 14
Jeruk (Citrus sinensis) 1.7 1.1 2.3 1.6 3.2 2.2 4.8 3.2 8
Apel (Pyrus malus) dan Pear
1.7 1.0 2.3 1.6 3.3 3.2 4.8 3.2 8
(Pyrus communis)
Anggur (Vitis sp) 1.5 1.0 2.5 1.7 4.1 2.7 6.7 4.5 12
Alpukat (Persea americana) 1.3 0.9 1.8 1.2 2.5 1.7 3.7 2.4 6
Strawberi (Fragaria spp) 1.0 0.7 1.3 0.9 1.8 1.2 2.5 1.7 4

5
Sumber : Ayers, R.S.; D.W. Westcot, 1976. Water Quality for Agriculture, FAO, Rome. Halaman 26-31

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 10

Sayuran
Brokoli (Brassica italica) 2.8 1.9 3.9 2.6 5.5 3.7 8.2 5.5 13.5
Tomat (Lycopersicon esculantum) 2.5 1.7 3.5 2.3 5.0 3.4 7.6 5.0 12.5
Timun (Cucumis sativus) 2.5 1.7 3.3 2.2 4.4 2.9 6.3 4.2 10
Bayem (Spinacia oleracea) 2.0 1.3 3.3 2.2 5.3 3.5 8.6 5.7 15
Kubis (Brassica oleracea capitata) 1.8 1.2 2.8 1.9 4.4 2.9 7.0 4.6 12
Kentang (Solaum tuberosum) 1.7 1.1 2.5 1.7 3.8 2.5 5.9 3.9 10
Ubi jalar (Ipomea batatas) 1.5 1.0 2.4 1.6 3.8 2.5 6.0 4.0 10.5
Lada (Capsicum frutescens) 1.5 1.0 2.2 1.5 3.3 2.2 5.1 3.4 8.5
Bawang (Allium cepa) 1.2 0.8 1.8 1.2 2.8 1.8 4.3 2.9 7.5
Wortel (Daucus carota) 1.0 0.7 1.7 1.1 2.8 1.9 4.6 3.1 8
1)
Nilai maksimum ECe tanaman masih tumbuh tapi hasilnya nol.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 11

2. Kualitas Air untuk Keperluan Umum 6

2.1. Umum

Adanya pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan industri maka beban polusi
pada sumber-sumber air cenderung semakin meningkat, dan pada gilirannya akan
menurunkan kualitas air. Polusi organik dari limbah manusia dan buangan sampah yang
langsung dialirkan masuk ke sistem sungai/saluran akan menimbulkan permasalahan
kualitas air. Selain itu, polusi industri di banyak tempat menunjukkan peningkatan
yang berarti dan bahkan kandungan bahan kimia dengan konsentrasi tinggi seperti
kromium, kadmium, merkuri dan selenium sering menimbulkan keracunan bagi
manusia dan binatang.

Berkaitan dengan gambaran kondisi kualitas air di sistem sungai maka dapat ditinjau
melalui nilai-nilai parameter yang diukur. Dari banyak parameter, yang sering menjadi
parameter utama untuk menggambarkan tingkat polusi dalam sebuah wilayah sungai
seperti DO, BOD, COD, fecal coliform (terutama air limbah rumah tangga), pH dan
logam berat. Uraian singkat mengenai parameter utama dijelaskan dibawah ini.

2.2. Oksigen Terlarut, Dissolved Oxygen (DO)

Jumlah oksigen terlarut (DO) dalam air sangat penting untuk kehidupan dalam air. Jika
sungai tidak terpolusi atau polusinya sedikit maka kandungan oksigennya akan tinggi
dan ikan atau organisme air lainnya dapat hidup baik. Tingkat konsentrasi maksimum
DO dalam air (disebut tingkat kejenuhan) sangat tergantung pada suhu, misalnya pada
suhu 200 C tingkat kejenuhan akan mendekati 9,2 mg oksigen per liter, namun pada
suhu 300 C tingkat kejenuhan oksigen akan turun mencapai 7,6 mg oksigen per liter.
Polutan biologi yang dapat terurai akan memakai oksigen selama penguraian, jadi hal
ini akan mengurangi tingkat DO dalam air. Apabila tingkat polusi tinggi maka dapat
menyebabkan tingkat oksigen terlarut menjadi nol (non aerobik) sehingga dapat
menimbulkan kematian bagi ikan dan organisme dalam air.

Perbedaan antara tingkat kejenuhan dan DO yang terukur adalah indikasi dari derajat
polusi. Untuk menetapkan tingkat kejenuhan, maka suhu harus diketahui. Jika DO
rendah dibanding tingkat kejenuhan maka oksigen tambahan akan diserap dari udara ke
dalam air. Semakin besar kekurangan maka semakin cepat penyerapan oksigen dari
udara (re-oksigenasi). Selain itu, luas permukaan air sangat berhubungan dengan
volume air dalam meningkatkan pengisian udara. Oleh karena itu, pengisian udara
dalam gerakan air yang berputar (seperti air terjunan, kincir angin dll) akan lebih tinggi
daripada air diam.

2.3. Temperatur (Suhu)

Suhu dibutuhkan untuk menentukan tingkat kejenuhan oksigen terlarut dalam air. Untuk
mengukur DO tanpa mengetahui suhu airnya maka kurang berguna, karena kekurangan
oksigen yaitu dari perbedaan tingkat kejenuhan dan DO terukur tidak dapat ditentukan
karena suhu air tidak diketahui. Misalnya tingkat DO 6 mg/l akan mengindikasikan
kekurangan 9,2 – 6 mg/l = 3,2 mg/l jika suhu air adalah 20 0 C. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkat polusi tergolong tinggi. Apabila suhu sebesar 300 C dan tingkat
6
Disusun oleh Ir Puguh Saktiono, MSc, 2003. Konsultan pada GGWRM

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 12

kejenuhan 7,6 mg/l, maka kekurangannya menjadi 7,6 – 6 mg/l = 1,6 mg/l. Disini
menunjukan tingkat polusi jauh lebih rendah.

2.4. pH (Tingkat Keasaman)

pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hidrogen (ion H+). Dalam air
murni konsentrasi H+ adalah 10-7, jadi pH adalah 7. Misalnya suatu asam ditambahkan
dalam cairan yang pH-nya 7, maka angka H+ pada cairan tersebut akan meningkat,
katakanlah menjadi 10-3 maka cairan tersebut pH-nya menurun menjadi 3. Apabila
larutan alkali (basa) ditambahkan maka pH akan meningkat ke tingkat diatas 7. Air
dikatakan asam apabila nilai pH-nya < 7, netral pH = 7 dan basa pH < 7.

2.5. Kebutuhan Oksigen Biokimia, Biochemical Oxigen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen bio-kimia (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
penguraian (proses oksidasi) polutan dalam air dengan cara bio-kimia. BOD adalah
parameter yang berguna karena nilainya ditentukan melalui proses alami yang terjadi
didalam air. Sebagai contoh limbah manusia yang langsung dari toilet akan membusuk
lebih cepat daripada sepotong kayu, dan untuk penguraian limbah manusia ini akan
lebih banyak membutuhkan oksigen. Sebagai akibatnya adalah oksigen terlarut dalam
air akan menurun (disini tingkat DO rendah). Melalui pengisian udara secara alami akan
mempercepat DO menjadi normal kembali.

Pada pengujian laboratorium BOD, disimulasikan melalui proses penguraian polutan


dari molekul besar menjadi lebih kecil secara alami. BOD ditentukan dengan jumlah
oksigen yang dibutuhkan dalam 5 hari oleh suatu sampel pada suhu standar 200 C. Jika
suhu dinaikkan, maka BOD akan meningkat akibat proses bio-kimia yang lebih cepat.

2.6. Kebutuhan Oksigen Kimia, Chemical Oxigen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2)yang diperlukan untuk
oksidasi komponen-komponen polutan (organis) dalam air dengan cara kimia, yaitu
dengan menambah bahan kimia peng-oksidasi pada polutan. Bahan kimia (oksidator)
K2Cr2O7 banyak digunakan sebagai sumber oksigen dalam pengujian di laboratorium.
Secara prinsip sebagaian besar zat organis akan dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan
asam mendidih, dan reaksi berlangsung selama ± 2 jam. Angka COD akan menjadi
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alami dapat dioksidasikan
melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam
air.

2.7. Nitrit, Nitrat dan Fosfat

Pengukuran nitrit, nitrat dan fosfat penting khususnya untuk air di waduk-waduk dan
danau-danau. Adanya cairan limbah yang mengandung nitrat dan fosfat yang tinggi, air
waduk dan danau yang terpolusi mempunyai potensi lebih besar untuk pertumbuhan
ganggang air secara berlebihan. Sebaliknya, jika kekurangan nitrat dan fosfat maka
pertumbuhan ganggang menjadi terbatas. Selain dari cairan limbah, pupuk juga dapat
menjadi sumber lain peningkatan kandungan nitrit, nitrat dan fosfat, yaitu melalui aliran
balik dari daerah irigasi yang masuk ke sungai.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 13

2.8. Koliform

Pengukuran koliform terutama ditujukan jika ada indikasi bahwa air sungai terpolusi
oleh air limbah rumah tangga. Semakin banyak koliform yang terukur, maka semakin
banyak limbah rumah tangga yang masuk ke dalam sungai. Sebaliknya, jika konsentrasi
koliform rendah (dan BOD relatif tinggi), berarti polusi disebabkan oleh limbah
industri.

2.9. Daya Hantar Listrik, Electrical Conductivity (EC)

Sebagai sebuah parameter untuk polusi pengukuran Daya Hantar Listrik tidak begitu
relevan terutama pada bagian hulu sungai. Namun pengukuran menjadi penting pada
bagian muara di mana air laut dapat masuk ke sungai sehingga mengakibatkan kadar
garam menjadi meningkat (nilai EC tinggi). Jika kadar garam tinggi maka air sungai
tidak layak sebagai air baku untuk air minum dan irigasi.

2.10. Logam Berat

Logam berat sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan industri. Kandungan


logam dalam air dapat mengakibatkan keracunan bagi manusia maupun organisme
lainnya yang hidup di air. Logam beracun misalnya kadmium, kromium, tembaga,
merkuri, nikel, seng dan timah. Umumnya pengukuran logam berat dilakukan di bagian
hilir dari daerah industri.

Penutup

Pertanyaan:

(1) Parameter apa saja yang menentukan kualitas air irigasi dan apa pengaruhnya
terhadap tanaman

(2) Apa yang dimaksud dengan : “electrical conductivity”?

(3) Apa satuan yang digunakan untuk EC dan bagaimana konversinya

(4) Bagaimana kepekaan tanaman terhadap salinitas

(5) Apa yang dimaksud dengan leaching (pencucian)

(6) Bagaimana menghitung kebutuhan air untuk pencucian

(7) Terangkan standard kualitas air untuk irigasi?

(8) Apa satuan yang biasa digunakan?

(9) Apa hubungnnya nilai EC dengan penurunan hasil?

(10)Apa yang dimaksud dengan SAR ?

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 7. Kualitas Air Irigasi-dkk 14

(11) Sebutkan Parameter kualitas air:


(12)Bagaimana hubungan antara DO dan BOD dalam air?
(13)Hal penting apa saja yang perlu diperhatikan dalam parameter kualitas air irigasi
(termasuk irigasi sprinkler dan drip)?
(14)Apa yang dimaksud dengan salinitas (EC: mmhos/cm) pada kualitas air irigasi dan
sejauh mana pengaruhnya pada tanaman?
(15)Pencegahan apa yang dilakukan pada unsur beracun yang terdapat pada air irigasi?

Kunci Jawaban

(11)Parameter kualitas air:


a. Parameter fisik: suhu, warna, bau, rasa, turbidity (kekeruhan)
b. Parameter kimia: BOD, COD, DO, pH, padatan terlarut, padatan
tersuspensi, Fe, Cu, Mg, B, Na, Cl, NH, NO2, NO3, N
c. Paramerer biologi: total mikroba, total koliform
(12)DO (dissolved oxygen): kadar oksigen terlarut dalam air. BOD (biological oxygen
demand): kebutuhan oksigen untuk aktivitas mikro-organisma dalam air. Nilai BOD
yang tinggi menandakan adanya aktivitas mikro-organisma yang tinggi dan banyak
membutuhkan oksigen sehingga kadar aoksigen menjadi berkurang DO menurun
(13)pH, Sodium Adsorption Ratio (SAR), Electrical conductivity (EC) dan unsur
beracun (Boron, Natrium dan Chlorida), untuk irigasi sprinkler dan drip perlu
dipertimbangkan padatan terlarut
(14)Salinitas merupakan ukuran banyaknya kadar garam yang ada dalam air. Di daerah
perakaran lengas tanah dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekanan osmotik
yang lebih besar sehingga air tidak dapat diserap oleh akar tanaman. EC antara 1 – 4
mmhos/cm tidak mengakibatkan penurunan produksi. EC antara 6 – 25 mmhos/cm
mengakibatkan tanaman tidak berproduksi.
(15)(a) irigasi lebih sering, (b) penambahan air untuk pencucian (leaching), (b)
penambahan zat penetral, (d) pencampuran dengan air lain yang lebih baik

Daftar Pustaka

1. Ayers, R.S.; D.W. Westcot. 1976. Water Quality for Agriculture. FAO. Irrigation
and Drainage Paper No 29, Rome.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
1

Topik 8. Pemanfaatan Airtanah dan Irigasi Pompa

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu (a) memahami, membuat konstruksi


dan pemeliharaan sumur; (b) memahami perhitungan dan penerapan dalam irigasi
pompa; (c) memahami perhitungan biaya air pompa dan perencanaan untuk agribisnis
tanaman hortikultura beririgasi

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Irigasi Pompa, (2) Pompa Hidram, (3) Pompa Air Tenaga
Angin. Pada File Tambahan Kuliah Topik 8, tercantum naskah dalam bentuk pdf
yakni (a). Bahan ajar 3 Pompa Air Tenaga Angin (Kincir Angin), (b) Centrifugal
Pump, (c) Pumping Station Design

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
2

1. Irigasi Pompa

IRIGASI POMPA

Oleh: Dedi Kusnadi Kalsim (Ir.,M.Eng.,Dip.HE)

Bagian Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB;


E-mail: dedkus@telkom.net

Sumber:
(1) A.M. Michael, 1978. Irrigation: Theory and Practice.
(2) Sularso; H. Tahara, 1983. Pompa & Kompresor
(3) Kay M.; N. Hatcho, 1992. Small-scale pumped irrigation: energy and cost.
FAO, Rome, Italy.

1. Konsep Dasar

SI units (International Metric System) digunakan dalam buku ini. Satuan dasar dalam
unit SI adalah sebagai berikut:

Pengukuran Unit Simbol


Panjang Meter m
Volume meter kubik m3
Massa Kilogram kg
Gaya Newton N

1.1. Tekanan

Tekanan adalah istilah yang sering digunakan dalam hidrolika yang menggambarkan
gaya yang dikeluarkan oleh air pada luasan bidang tertentu dari suatu objek yang
tenggelam dalam air. Tekanan umumnya dinyatakan dalam kilo Newton per meter
persegi (kN/m2). Sebagai alternatif lain sering pula digunakan “bar” dimana 1 bar
sama dengan 100 kN/m2. Tekanan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Gaya ( kN )
Tekanan (kN )=
m 2
( )
luas m 2
… /1.1/

Suatu tipikal tekanan operasional dalam irigasi curah (sprinkler irrigation) adalah
sebesar 3 bar (300 kN/m2), hal ini berarti bahwa setiap luasan 1 m 2 pada pipa bagian
dalam dan pompa mempunyai gaya seragam sebesar 300 kN yang bekerja padanya.
Beberapa satuan yang sering dipakai adalah kilogram gaya per sentimeter persegi
(kgf/cm2) atau pounds-force per inci persegi atau psi (lbf/in2). Konversi dari satuan-
satuan tersebut adalah:

1 bar = 14,7 lbf/in2 = 1 kgf/cm2 = 100 kN/m2 … /1.2/

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
3
1.1.1. Pengukuran Tekanan

Tekanan air dalam pipa dapat diukur dengan Bourdon Gage (Gambar 1.1). Di dalam
alat ini terdapat suatu tabung (tube) berbentuk lengkung yang akan meregang apabila
di bawah tekanan. Tabung ini disambungkan dengan penunjuk berskala sehingga
besarnya tekanan dapat dibaca. Teknisi biasanya juga mengacu tekanan sebagai
tekanan head dalam satuan meter kolom air. Jika pengukur Bourdon digantikan
dengan slang vertikal, maka air dalam slang akan naik sampai ketinggian tertentu
sesuai dengan besarnya tekanan. Jika tekanannya 1 bar maka air akan naik setinggi
sekitar 10 meter.

Head tekanan (m) = 0,1 x tekanan (kN/m2) = 10 x tekanan (bar) …/1.3/

1.1.2. Tekanan atmosfir

Tekanan atmosfir adalah tekanan dari atmosfir udara sekeliling kita, menekan ke
bawah tubuh kita pada permukaan bumi.
Meskipun udara kelihatannya ringan, jika
mempunyai kolom udara yang besar pada
permukaan bumi akan menghasilkan tekanan
sekitar 100 kN/m2 atau ekivalen dengan 1 bar
atau 10 m kolom air

Tekanan atmosfir = 100 kN/m2 = 1 bar = 10 m


kolom air … /1.4/

Gambar 1.1. Pengukuran tekanan

1.2. Debit

Laju air mengalir per satuan waktu dalam pipa atau saluran disebut dengan kecepatan
(velocity) yang dinyatakan dengan satuan m/detik. Debit (discharge) adalah volume
air mengalir dalam pipa atau saluran per satuan waktu yang dinyatakan dengan
m3/detik. Sebagai contoh pada Gambar 2 dimana air mengalir dalam pipa berdiameter
100 mm pada kecepatan 1,5 m/detik. Maka dalam 1 detik sejumlah air akan mengalir
dalam pipa dengan volume sama dengan yang diarsir pada Gambar 1.2. Volume ini
besarnya sama dengan kecepatan dikalikan dengan luas penampang aliran yakni 1,5 x
0,008 = 0,012 m3/detik.

1.2.1. Pengukuran Debit

Debit dapat diukur dengan berbagai cara antara lain: (a) flow meter (Gambar 1.3a)
dimana jumlah putaran baling-baling per satuan waktu dikonversikan ke penunjuk
berskala dalam satuan debit; (b) Dengan secara langsung menggunakan wadah yang

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
4
diketahui volumenya dan pengukur waktu (stopwatch) yang diperlukan untuk mengisi
penuh wadah tersebut (Gambar 1.3b); (c) Di saluran terbuka dapat menggunakan
sekat ukur seperti pada Gambar 1.3c.

Debit aliran (m3/detik) = luas


penampang aliran (m2) x
Kecepatan (m/detik) … /1.5/

Gambar 1.2. Perhitungan debit

1.3. Energi

Dengan energi kita mampu bekerja. Dalam pemompaan energi diperlukan untuk
mengangkat air dengan debit tertentu. Energi air dipasok oleh suatu pompa yang
bergerak dengan tenaga manusia atau motor dengan menggunakan tenaga matahari,
angin atau bahan bakar.

1.3.1. Pengukuran energi

Energi biasanya diukur dalam satuan Watt-jam atau Watt-hour (Wh atau W-jam).
Karena nilai 1 Wh ini sangat kecil maka satuan yang biasanya digunakan adalah
kilowatt-jam (kWh) dimana 1 kWh = 1.000 Wh. Beberapa gambaran umum nilai
energi yang digunakan untuk pekerjaan tertentu adalah:
a. Seorang petani bekerja di sawah menggunakan energi sekitar 0,2 – 0,3 kWh
setiap hari
b. Kipas angin di atas meja menggunakan energi 0,3 kWh setiap jam
c. AC menggunakan energi sekitar 1 kWh setiap jam

Perhatikan bahwa periode waktu selalu diberikan jika menerangkan jumlah energi
yang diperlukan. Misalnya petani memerlukan energi 0,2 kWh setiap hari untuk
bekerja, energi tersebut dipasok dari makanan yang dimakan setiap hari. Dalam irigasi
jumlah energi yang diperlukan ditentukan dalam satuan waktu harian, bulanan atau
musiman.

1.3.2. Sumber energi

Energi dapat berasal dari makanan (bagi manusia dan hewan), dari bahan bakar fossil,
dari angin dan matahari (untuk mesin dan motor). Tabel 1.1, memberikan gambaran
nilai energi untuk makanan, bahan bakar fosil dan sumber energi lainnya.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
5

Gbr 1.3a

Gbr 1.3b

Gbr 1.3c

Gambar 1.3. Pengukuran debit

Tabel 1.1. Kandungan energi bahan bakar dan makanan

Efisiensi
Bahan Energi Keterangan
(%)
Jagung 1 kWh/kg 10 Sebagai konsumsi manusia dan hewan
Kayu 4 kWh/kg 10
Diesel 11 kWh/liter 20 Kadang-kadang dinyatakan sebagai konsumsi bahan bakar
Bensin 9 kWh/liter 10 (0,09 lt/kWh untuk diesel dan 0,11 lt/kWh untuk bensin)
0,01-41
Angin 20 Untuk kecepatan angin dari 2,5 – 40 m/det
kWh/m2
Matahari 1 kWh/m2 5 Maksimum energi matahari di permukaan laut

1.3.3. Perubahan energi

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
6

Aspek penting dalam energi adalah bahwa energi dapat diubah dari suatu bentuk
energi ke bentuk lainnya (Gambar 1.4). Manusia dan hewan mengkonversi makanan
menjadi energi yang berguna untuk menggerakkan ototnya. Dalam suatu tipikal sistim
pompa yang digerakkan oleh mesin diesel, energi diubah beberapa kali sebelum
digunakan untuk memompa air. Energi kimia yang dikandung oleh bahan bakar diesel
dibakar dalam mesin diesel menghasilkan energi mekanik. Energi ini masuk ke
pompa melalui poros putar (drive shaft) dan akhirnya ke air.

Gambar 1.4. Konversi energi, analogi antara manusia (atas) dengan mesin (bawah)

1.3.4. Perhitungan energi yang diperlukan

Jumlah energi yang diperlukan untuk memompa air tergantung pada volume air yang
dipompa dan head1 yang diperlukan dihitung dengan rumus:

Energi air ( kWh ) =


( )
Volume air m 3 × head ( m )
… /1.6/
365
Contoh 1.1:

Sejumlah 600 m3 air dipompa setiap hari ke suatu tangki air yang terletak 10 m di atas
permukaan tanah. Hitung jumlah energi yang diperlukan? Dengan menggunakan
persamaan di atas maka energi air = (600 x 10)/365 = 16,4 kWh setiap hari.

1
Head adalah energi dalam satuan panjang (L)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
7
Gambar 1.5. Ilustrasi pada contoh 1.1

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
8

1.4. Tenaga atau Daya (Power)

Tenaga atau Daya sering membingungkan dalam konteks istilah energi, mereka
berhubungan tetapi berbeda arti. Energi adalah kapasitas untuk mengerjakan sesuatu
kerja sedangkan tenaga adalah laju dimana energi tersebut digunakan. Tenaga atau
Daya adalah laju penggunaan energi yang biasanya diukur dengan satuan kilowatt
(kW). Tenaga yang diperlukan untuk memompa air disebut tenaga air yakni:

Energi ( kWh )
Tenaga ( kW ) = … /1.7/
waktu ( jam )

Satuan lainnya yang biasa digunakan untuk tenaga adalah Tenaga Kuda (HP) dengan
konversi 1 HP = 0,74 kW atau 1 kW = 1,35 HP.

Contoh 1.2:

Pada contoh 1.1 di atas telah dihitung bahwa energi diperlukan setiap hari untuk
mengangkat 600 m3 air setinggi 10 m adalah 16,4 kWh. Berapa tenaga air yang
diperlukan ?

Untuk menghitung tenaga air dari energi air diperlukan waktu yang diperlukan untuk
pemompaan:
a. Jika pemompaan kontinyu selama 24 jam per hari, maka Tenaga Air (kW)
adalah 16,4/24 = 0,68 kW = 0,92 HP
b. Jika pompa hanya bekerja 12 jam/hari, maka Tenaga Air = 16,4/12 = 1,37 kW
= 1,85 HP
c. Jika pemompaan hanya 6 jam/hari, maka Tenaga Air = 16,4/6 = 2,73 kW =
3,68 HP.

Catatan: energi yang diperlukan adalah sama untuk ketiga kasus tersebut. Akan tetapi
tenaga tergantung pada laju penggunaan energi tersebut. Jumlah tenaga diperlukan
lebih besar jika waktu penggunaan energi lebih pendek.

Cara lain menghitung tenaga dan energi adalah menggunakan debit air yang dipompa
(daripada volume air yang dipompa).

Tenaga Air ( kW ) = 9,81 × Debit m(3

det
) × Head ( m) … /1.8/

Selanjutnya energi air dapat dihitung dari Tenaga air dengan mengalikan dengan
waktu operasional,

Energi Air = Tenaga Air ( kW ) × Waktu operasional ( jam)) … /1.9/

1.5. Pompa dan Unit Tenaga

Jenis/tipe pompa yang sering digunakan dalam irigasi adalah (a) Pompa aliran Axial
(atau tipe propeler), (b) Pompa tipe aliran radial (atau sentrifugal), dan (c) Tipe aliran
campur (mixed flow). Suatu indeks yang sering digunakan untuk menentukan tipe

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
9
pompa adalah kecepatan spesifik (specific speed) yang dihitung dengan rumus sebagai
61.65 N q 1 / 2
berikut, n s = … /1.10/ dimana ns: kecepatan spesifik (rpm), N:
h3/ 4
kecepatan putaran (rpm), q: debit (m3/det), h: total head (m). Karakteristik dari ketiga
tipe pompa berdasarkan nilai ns dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Gambar 1.6. Hubungan


antara kecepatan
spesifik,
bentuk impeller dan
tipe pompa

Pompa tipe aliran axial terdiri dari suatu propeller yang ditempatkan di dalam tabung
pipa yang ditempatkan di bawah muka air (Gambar 1.7). Pompa jenis ini mempunyai
karakteristik kecepatan spesifik yang besar yakni debit besar tetapi head kecil,
sehingga biasanya digunakan untuk irigasi padi sawah atau untuk keperluan drainase.

Tipe aliran radial biasa disebut juga pompa centrifugal biasanya sering digunakan
untuk irigasi, mempunyai karakteristik nilai kecepatan spesifik yang rendah atau head
tinggi, tetapi debit kecil. Pompa ini cocok digunakan untuk irigasi curah dan tetes
dimana diperlukan head yang cukup tinggi. Prinsip kerja pompa ini adalah gaya
centrifugal seperti diilustrasikan pada Gambar 1.8.

Jika kita memutar air dalam ember dengan panjang tali tertentu, maka air tetap
tertahan dalam ember karena adanya gaya centrifugal. Beberapa ember digantikan
dengan suatu impeller dengan beberapa blades atau vanes yang berputar dengan
kecepatan tinggi di dalam rumah pompa. Bentuk impeller dapat berupa impeller
tertutup, terbuka dan setengah terbuka (semi enclosed). Berdasarkan bentuk rumahnya
(casing), pompa centrifugal dapat diklasifikasikan dalam dua tipe yakni tipe volute
dan tipe turbin (diffuser). Perbedaan utama adalah tipe turbin mempunyai beberapa
diffuser vanes. Pompa jenis centrifugal sering dinyatakan kapasitasnya dengan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
10
diameter pipa keluar, misalnya pompa ukuran 50 mm. Tabel 1.2 memberikan suatu
petunjuk hubungan antara diameter pipa keluar dengan kapasitas pompa.

Gambar 1.7. Pompa tipe aliran axial

Pompa centrifugal dirancang dengan bentuk poros putar horizontal dan vertikal dan
dengan jumlah impeller dan inlet isap yang berbeda. Inlet isap dapat berbentuk
tunggal atau ganda (double). Inlet isap tunggal dan poros horizontal biasanya
digunakan untuk tinggi isap tidak lebih dari 4 ~ 6 m. Hampir semua pompa turbin
adalah tipe poros vertikal. Pompa ini biasanya mempunyai lebih dari satu impeller
sehingga biasa disebut multi-stage pump kadang-kadang disebut juga pompa turbin
sumur dalam (deep well turbine pump) (Gambar 1.9)

Pompa aliran campur (mixed flow) adalah adalah campuran dari aliran axial dan
centrifugal. Pompa aliran campur lebih efisien untuk memompa debit besar daripada
pompa centrifugal dan juga lebih efisien untuk memompa pada tekanan tinggi
daripada pompa axial. Pompa ini juga dapat beroperasi pada pompa tenggelam
(submersible pump) yakni berada di bawah muka air (Gambar 1.10)

Tabel 1.2. Suatu pegangan untuk pemilihan pompa

Ukuran pipa keluar Debit (liter/detik)


(mm) (inchi)
25 1 0~5
50 2 5 ~ 15
75 3 15 ~ 25
100 4 25 ~ 35
125 5 35 ~ 50

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
11

Gambar 1.8. Pompa aliran radial atau Pompa centrifugal

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
12

Gambar 1.9. Pompa


turbin sumur dalam
dengan 2 tingkat
impeller

Gambar 1.10.
Pompa tipe
aliran campur

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
13

2. TERMINOLOGI

2.1 Kapasitas adalah volume air yang keluar dari pompa per satuan waktu. Biasa
disebut juga debit aliran, umumnya dinyatakan dalam satuan liter/detik atau
liter/menit.

2.2 Tinggi Isap Statik (Static Suction Lift): Jarak vertikal dari poros pompa ke
muka air sumber (Gambar 2.1)

2.3 Total Tinggi Isap (Total Suction Lift): Jumlah dari tinggi isap statik dengan
semua kehilangan energi pada pipa isap (pipa, saringan dan klep kaki)
ditambah dengan velocity head pada pipa isap.

2.4 Tinggi Tekan Statik (Static Discharge Head): jarak vertikal dari poros pompa
ke elevasi muka air yang keluar dari pompa (Gambar 2.1)

2.5 Total Head tekan (Total Discharge Head): jumlah tinggi tekan statik dengan
semua kehilangan energi pada pipa tekan (pipa, sambungan) ditambah velocity
head dan pressure head.

2.6 Total Head: energi yang diberikan pompa pada air, besarnya merupakan
penjumlahan dari Total Head Tekan dengan Total Suction Lift.

2.7 Total Head Statik: jarak vertikal dari muka air pada pipa isap ke muka air
keluar.

2.8 Friction head: head ekuivalen dinyatakan dalam meter kolom air untuk
menanggulangi gesekan aliran dalam pipa

2.9 Pressure head: tekanan dinyatakan dalam meter kolom air dalam ruang
tertutup dimana pompa mengisap atau menekan air (Hp=p/γ) (Gambar 2.2.)

2.10 Velocity Head: tekanan air (dinyatakan dalam meter kolom air) yang
diperlukan untuk menghasilkan aliran (Hv= v2/2g)

2.11 Maksimum tinggi isap pompa (maximum practical suction lift). Untuk
opersional pompa sentrifugal tanpa cavitasi, tinggi isap ditambah dengan
semua kehilangan lainnya harus lebih kecil dari tekanan atmosfir teoritis.
Maksimum tinggi isap dihitung dengan persamaan:

Hs = Ha - Hf - es - NPSH - Fs … /2.1/
dimana:
Hs: maksimum tinggi isap, atau jarak dari pusat pompa ke muka air (meter); H a :
Tekanan atmosfir pada permukaan air (meter atau 10,33 m pada permukaan laut); H f :
Kehilangan karena gesekan pada saringan, pipa, sambungan dan klep pada pipa isap
(m); es : Takanan uap air jenuh (m); NPSH : net positive suction head pompa
termasuk kehilangan di impeller dan velocity head (m); Fs: Faktor pengaman
(biasanya diambil sekitar 0,6 m).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
14

Gambar 2.1. Sistim


pemompaan dimana
sumber air di bawah
pusat pompa keluar
secara gravitasi

Koreksi Ha untuk ketinggian tempat adalah sekitar 0,36 m per 300 m tinggi tempat.
Kehilangan gesekan dan tinggi angkat harus dijaga serendah mungkin. Untuk alasan
tersebut umumnya diameter pipa isap lebih besar dari pipa tekan, dan pompa
ditempatkan sedekat mungkin dengan muka air sumber air.

Gambar 2.2. Sistim


pemompaan dimana
sumber air di bawah
pusat pompa keluar lewat
sprinkler bertekanan

Contoh 2.1:

Tentukan maksimum tinggi isap untuk pompa dengan debit 38 lt/detik. Suhu air 20o
C. Total hilang gesekan pada pipa diameter 10 cm dan sambungan adalah 1,5 m.
Pompa beroperasi pada ketinggian tempat 300 m dpl. NPSH pompa dari pabriknya
4,7 m.

Penyelesaian:
es pada 20o C = 0,24 m (dari Tabel 2.1)
Fs = 0,6 m. Tekanan atmosfir = 10,33 - 0,36 = 9,97 m
Hs = 9,97 - 1,5 - 0,24 - 4,7 - 0,6 = 2,93 m.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
15
Hubungan antara ketinggian tempat dengan tekanan atmosfir dinyatakan dengan
persamaan (atau Tabel 2.2):

5 , 256
 0,0065h 
Pa = 10,331 −  … /2.2/
 288 

dimana Pa: tekanan atmosfir (m H2O); h: ketinggian tempat di atas muka laut (m).

Tabel 2.1. Hubungan antara Suhu


dengan Tekanan Uap Air

Suhu (o C) Tekanan uap air


(m kolom air)
10 0,12
15 0,17
20 0,24
30 0,43
40 0,77
50 1,26
90 7,3
100 10,33

Tabel 2.2. Hubungan antara ketinggian tempat dengan Tekanan Atmosfir

Ketinggian di atas Tekanan atmosfir


muka laut (m) (m kolom air)
0 10,33
250 10,0
500 9,75
1.000 9,20
1.500 8,60
2.000 8,10

2.12 Water Horse Power (WHP): tenaga kuda teoritis yang diperlukan untuk
memompa air dengan debit dan tinggi head tertentu. Head dan debit yang
dinyatakan dalam daya kuda (horse power).

WHP =
Debit (lt / det) × Total Head ( m )
=
Debit ( m 3 / det) × Total Head ( m ) ../2.3/
75 0,075

atau
1 HP = 75 liter/detik.meter= 0,075 m3/detik meter = 0,74 KW … /2.4/

CATATAN:

• Berdasarkan sistim Inggris (UK): 1 HP (Horse Power) = 550 ft-lbsf/sec = 550 x


0,305 x 0,454 m-kgf/sec = 76,2 m-kgf/sec = 76,2 liter air. m/det = 0,746 kW. Air
pada suhu 20o C, 1 liter = 1 kgf.
• Berdasarkan sistim metrik 1 PS (Pferdestarke, Tenaga Kuda Jerman) = 75 m-
kgf/sec = 75 liter air. m/det = 0,74 kW.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
16
• Satuan Tekanan: 1 kN/m2 = 1 k Pa = 0,145 psi; 1 bar = 1 kg/cm2 = 100 kPa = 10
m kolom air = 14,5 psi
• Power (Daya/Tenaga) = ρ g Q H = γ Q H = N/m3 x m3/det x J/N = J/det = Watt;
Contoh: Q = 1 m3/det, H = 1 m (kolom air); Pada suhu 20o C, γ air = 9,789 kN/m3,
maka Daya = 9,789 x 1 x 1 = 9,789 kW = 13,2 HP
• 1 atm = 101,3 kPa =101,3 kN/m2 = (101,3 : 9,789) m kolom air = 10,35 m kolom
air

Shaft Horse Power adalah tenaga yang diperlukan pada poros pompa.

WHP
SHP = … /2.5/
Efisiensi Pompa

2.13 Efisiensi adalah perbandingan antara tenaga output dengan tenaga input.

WHP
Efisiensi Pompa = … /2.6/
SHP

2.14 Brake Horse Power adalah aktual tenaga yang diperlukan oleh mesin untuk
memompa:
 Apabila digunakan sambungan langsung maka BHP = SHP
 Apabila menggunakan sabuk (belt) atau penghubung lainnya maka:

WHP
BHP = … /2.7/
Ef .Pompa × Ef .drive

WHP
HP input pada Motor Lsitrik = …
Ef .Pompa × Ef .drive × Ef .motor

/2.8/

BHP × 0,74
Kilowatt input Motor Listrik = … /2.9/
Ef .Motor

3. KURVA KARAKTERISTIK

Kurva karakteristik pompa biasa disebut juga kurva performansi, menggambarkan


hubungan antara kapasitas, head, tenaga dan efisiensi pompa (Gambar 3.1).
Pengetahuan kurva karakteristik pompa diperlukan untuk memilih pompa pada
kondisi operasional tertentu yang memberikan nilai efisiensi tinggi dan biaya
operasional yang rendah. Umumnya Head, input tenaga dan efisiensi disusun sebagai
ordinat sedangkan kapasitas sebagai absis pada kecepatan pompa konstan. NPSH
apabila ditunjukan juga dipasang pada ordinat. Sekitar 6 - 12 titik digunakan selama
uji pompa (pump test). Kurva yang halus dihubungkan pada titik-titik tersebut.

Kurva Head - Kapasitas memperlihatkan berapa besarnya debit air akan dikeluarkan
pada head tertentu. Debit bertambah dengan menurunnya head. Efisiensi yang
dihasilkan naik dari nol pada debit nol sampai suatu titik maksimum dan selanjutnya

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
17
menurun kembali. BHP pada pompa sentrifugal biasanya naik sampai pada suatu
selang sebagaimana debit bertambah, mencapai suatu titik maksimum. Kurva ini
berubah dengan kecepatan pompa. Maka kecepatan harus dipertimbangkan dalam
pemilihan pompa untuk mendapatkan efisiensi maksimum. Masing-masing kurva juga
berubah terhadap tipe pompa.

Gambar 3.1. Tipikal


Kurva Karakteristik
Pompa Sentrifugal

Beberapa kurva menggambarkan kecepatan atau diameter impeller yang berbeda


dapat digambarkan pada gambar yang sama. Jenis gambar ini menunjukan sejumlah
kurva head-kapasitas untuk satu diameter impeller dan kecepatan berbeda, atau kurva
head-kapasitas untuk diameter impeller berbeda tapi pada satu kecepatan. (Gambar
3.2). Kurva jenis ini disebut dengan Kurva Karakteristik Komposit.

Cara membaca kurva, misalnya pada Gambar 3.1, diinginkan untuk mendapatkan
head, HP dan efisiensi pada kapasitas 10,7 lt/detik. Dengan membaca kurva, pada
10,7 lt/detik pompa akan menghasilkan head 38 m, memerlukan 7,1 BHP dengan
efisiensi 75,5%.

Pembacaan kurva karakteristik komposit seperti pada Gambar 3.2 lebih banyak
informasi yang didapatkan. Contohnya, diperlukan untuk memilih pompa dan unit
tenaga yang mampu mengalirkan debit 16 lt/det pada head 30 meter. Hal yang penting
adalah memilih pompa yang mampu bekerja pada puncak efisiensi. Dari gambar
tersebut didapatkan dengan memilih diameter impeller 176 mm, yang akan
beroperasi pada efisiensi tertinggi 69%. Untuk menentukan tenaga yang diperlukan
antara 5,5 KW dan 7,5 KW, maka kita dapat memilih motor 7,5 KW. Tinggi angkat
terbaca 5 m, dan ukuran pipa isap dan pipa hantar sekitar 125 mm.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
18

Gambar 3.2. Kurva


Karakteristik
Komposit Pompa
Sentrifugal
pada Beberapa
Diameter Impeller

4. PEMILIHAN POMPA

4.1 Kriteria dan Prosedur pemilihan pompa untuk irigasi

Faktor utama pemilihan pompa adalah: (1) Keperluan air Irigasi untuk tanaman, (2)
Debit sumber air (sungai, kolam, sumur), (3) Ketersediaan dan biaya dari jenis pompa
dan energi.

4.2 Penentuan Kapasitas Debit Pompa

Data ketersediaan debit aman dari sumur dan sumber air lainnya, serta debit air irigasi
yang diperlukan tanaman harus diduga dengan perhitungan.

4.2.1 Kapasitas debit pompa berdasarkan kebutuhan tanaman


Debit pompa harus mampu memenuhi keperluan puncak tanaman. Debit pompa
tergantung pada luas areal pada tanaman yang berbeda, keperluan puncak tanaman,
perioda rotasi dan lama operasional pemompaan dalam satu hari. Hubungan tersebut
dapat dihitung dengan persamaan:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
19

A × y 1000 A× y
q= ∑ R× T
×
36
= 27,78 × ∑ R× T
… /4.1/
dimana:
q: debit pompa (liter/detik); A : luas areal tanaman (hektar); y: kedalaman air irigasi
(cm);
R: perioda rotasi (hari); T: lama pemompaan per hari (jam/hari)

Contoh 4.1:

Seorang petani mempunyai lahan seluas 5 hektar yang akan ditanami berbagai jenis
tanaman sebagai berikut:

Jenis Luas areal Jumlah air Perioda Rotasi Jam Kerja Pemompaan
Tanaman (hektar) irigasi (cm) (hari) (jam/hari)
1. Padi 2 10 10 10
2. Jagung 2 7,5 15 10
3. Sayuran 1 7,5 10 10

Debit pompa yang diperlukan :

 2 × 10 2 × 7,5 1 × 7,5 
27,78 ×  + + = 10,4 liter/detik
 10 × 10 15 × 10 10 × 10 

4.3 Kemampuan Sumur

Karakteristik surutan-debit dari suatu sumur menentukan pemilihan pompa. Pompa


yang cocok akan didapat dengan cara mencocokan karakteristik pompa dengan
karakteristik sumur. Hubungan debit pemompaan dengan penurunan muka air di
sumur (surutan) adalah merupakan karaktersitik sumur. Hubungan tersebut
digambarkan seperti pada Gambar 4.1. Penurunan elevasi muka air tanah dihitung
dari permukaan tanah.

4.4 Penyesuaian antara karakteristik sumur dengan karaktersitik pompa

Kurva karakteristik sumur dan pompa dapat digunakan untuk pemilihan pompa yang
sesuai dengan sumur tersebut. Karakteristik sumur dan pompa digambar pada skala
yang sama pada kertas transparan (Gambar 4.2). Suatu titik perpotongan antara kurva
head-kapasitas pompa dan sumur menghasilkan debit 3.150 liter/menit pada total head
13 meter, dengan efisiensi sekitar 65%. Input tenaga yang diperlukan sekitar 12 HP.

4.5 Kehilangan Head Gesekan pada Sistem Pipa

Kehilangan head pada instalasi pipa termasuk energi atau head yang diperlukan untuk
menanggulangi gesekan (tahanan) pada pipa dan perlengkapan lainnya (saringan, klep
kaki, sambungan, siku, socket dll). Gesekan terjadi baik pada pipa isap dan pipa
hantar yang besarnya tergantung pada kecepatan aliran, ukuran pipa, kondisi pipa
bagian dalam dan bahan pembuat pipa.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
20

Gambar 4.1. Suatu tipikal


Karakteristik Sumur

Kehilangan energi gesekan pipa umumnya dihitung dengan rumus dari Hazen-
William:

v = 0,849 C R 0, 63 S 0,54 … /4.2a/

atau

10,684 Q 1,85
hf = × L … /4.2b/
C 1,85 D 4,87

dimana: v: kecepatan rata-rata dalam pipa (m/detik); C: koefisien gesekan pipa (Lihat Tabel
4.1); R: jari-jari hidrolik (m); R = D/4 untuk penampang pipa lingkaran; L: panjang pipa (m);
D: diameter dalam pipa (m); S : gradien hidrolik = hf/L; hf : kehilangan energi (m); Q : debit
aliran (m3/detik).

Nilai C pada rumus Hazen-William, tergantung pada derajat kehalusan pipa bagian
dalam, jenis bahan pembuat pipa dan umur pipa (Tabel 4.1). Sebagai panduan praktis
Gambar pada Lampiran 1 sampai dengan 8 dapat digunakan untuk pendugaan
kehilangan energi gesekan pada berbagai jenis pipa dengan nilai C tertentu pada
berbagai nilai debit aliran dan diameter pipa.

Contoh 4.2:

Hitung kehilangan head karena gesekan pada pipa besi (baru) berdiameter 10 cm,
panjang 120 m jika air mengalir dengan debit 10 liter/detik. Berdasarkan Gambar
dengan C = 130: Kehilangan energi = 20/1000 x 120 m = 2,40 m

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
21

Gambar 4.2. Penggabungan Kurva Karaktersitik Sumur dengan Karakteristik Pompa

10,684(0,01)1,85
Berdasarkan rumus di atas: h f = × L = 0,019 x 120 m = 2,3 m
1301,85 (0,1) 4,87

4.6 Kehilangan energi pada perlengkapan lainnya (minor losses):

v2 v2
Saringan pompa: h f = K s × .. /4.3/, Klep kaki: h f = K f × …/4.4/.
2g 2g

Kf dan Ks adalah konstanta, umumnya diasumsikan nilai Ks= 0,95 dan nilai Kf = 0,80.
Head loss dalam klep dan sambungan pipa lainnya ditentukan dengan menggunakan
Nomogram pada Gambar 4.3. Sebagai contoh jika terjadi kontraksi tiba-tiba dengan
perbandingan diameter kecil (d) dengan diameter besar (D) 1:2, dan nilai d = 80 mm.
Maka dari titik d = 80 mm ditarik garis ke “sudden contraction” (penyempitan
serentak) dengan d/D=1/2, maka kehilangan energi sama (ekivalen) dengan
kehilangan energi pada pipa lurus sepanjang 0,9 meter. Kehilangan energi pada klep
balik (Reflux Valve) biasanya disamakan dengan untuk klep kaki.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
22
Tabel 4.1. Kondisi pipa dan nilai C (Hazen-William)

Jenis pipa Koefisien Kehalusan “C”


Pipa besi cor, baru 130
Pipa besi cor, tua 100
Pipa baja, baru 120 ~ 130
Pipa baja, tua 80 ~ 100
Pipa dengan lapisan semen 130 ~ 140
Pipa dengan lapisan asphalt 130 ~ 140
Pipa PVC 140 ~ 150
Pipa besi galvanis 110 ~ 120
Pipa beton (baru, bersih) 120 ~ 130
Pipa beton (lama) 105 ~ 110
Alumunium 135 ~ 140
Pipa bambu (betung, wulung, tali) 70 ~ 90

Untuk jaringan pipa bambu, kehilangan energi karena pelebaran mendadak dapat
dihitung dengan persamaan:

h f = Kl
(V
1
2
− V2
2
) … /4.5/, dimana Kl adalah koefisisen losses pada bambu Kl =
2g
2
V
1,57. Pada penyempitan mendadak head loss dihitung dengan h f = K l 2 … /4.6/,
2g
dimana Kl = 0,40. Pada sambungan bambu-bambu nilai Kl = 1,30.

4.7 Rancangan Instalasi Pemompaan

Contoh 4.3:

Suatu pompa diperlukan untuk debit 93.600 liter/jam dengan total head 21 meter.
Hitung besarnya WHP. Jika pompa mempunyai efisiensi 72%, berapa HP tenaga
penggerak diperlukan. Jika motor listrik dengan drive langsung dengan efisiensi 80%
digunakan sebagai tenaga penggerak. Hitung biaya energi listrik dalam sebulan 30
hari. Pompa dioperasikan 12 jam/hari untuk 30 hari. Biaya listrik adalah Rp
100/KWH.

Penyelesaian:

Debit (lt / det) × Total Head (m) 93.600 × 21


WHP = = = 7,18
75 60 × 60 × 75

WHP 7,18
SHP = = = 9,98 ; Karena pompa disambung secara
Ef .Pompa 0,72
langsung, maka SHP = BHP
BHP × 0,74 9,98 × 0,74
Kilo Watt input pada Motor = = = 9,23
Ef .Motor 0,80
Total Konsumsi Energi per bulan = 9,23 × 12 × 30 = 3322,8 KWH
Biaya per bulan = 3322,8 × 100 = Rp.332.280,−

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
23
Contoh 4.4:

Suatu pompa sentrifugal yang digerakkan langsung dengan motor listrik dipasang
dalam sumur gali. Debit pompa 18 liter/detik. Efisiensi pompa 67%. Pusat pompa
berada 60 cm vertikal di atas muka air statik dan 6,2 meter di atas muka air selama
pemompaan berlangsung. Panjang pipa isap 7,5 m dengan diameter 8 cm. Klep kaki
dan saringan dipasang pada pipa isap. Pipa isap disambung pada inlet pipa dengan
siku (long sweep bend) diameter sama. Air dipompa sampai ke puncak pipa yang
disambungkan dengan sistem distribusi pipa dalam tanah. Jarak vertikal dari pusat
pompa ke puncak pipa hantar adalah 16 m. Panjang total pipa hantar 24 m
berdiameter 7 cm. Sambungan pipa pada pipa hantar adalah 3 buah siku (sweep
bend), 1 kran (gate valve) dan 1 reflux valve (disebut juga check valve atau non-
return valve), semuanya dengan diameter pipa sama. Semua pipa terbuat dari pipa
besi baru. Berdasarkan data tersebut di atas,

HITUNG: (a) Total head; (b) WHP; (c) BHP motor penggerak

Penyelesaian:
π d2 π (0.08) 2
Luas penampang aliran Pipa Isap = = = 0,005m 2 .
4 4
Q 18 / 1000
Cepat aliran = = = 3,6m / det
A 0,005
π d2 π (0.07 ) 2
Luas penampang aliran Pipa Hantar = = = 0,0038m 2
4 4
Q 18 / 1000
Cepat aliran pada pipa hantar = = = 4,74m / det
A 0,0038

• Total Head = Total head tinggi isap + Total head tinggi tekan.
• Tinggi Isap Statik = 6,2 m. Head loss pada pipa isap (Q = 18 lt/det, diameter 8 cm,
panjang 7,5 m, C = 130) = 0,171 x 7,5 m = 1,28 m (Gunakan rumus).
• Head loss pada siku, diameter 8 cm : Gambar 4.3: panjang ekuivalen = 1,5 m;
Head loss = 0,171 x 1,5 m = 0,256 m . Head loss pada saringan = 0,95 x
(3,6)2/(2x9,81) = 0,63 m.
• Head loss pada klep kaki = 0,80 x (3,6)2/(2x9,81) = 0,53 m.
• Velocity Head pada pipa isap = v12/2g = 3,62/(2x9,8) = 0,66 m.
• Total Head pada pipa Isap = 6,2 + 1,28 + 0,26 + 0,63 + 0,53 + 0,66 = 9,56 m.
• Tinggi Tekan Statik = 16 m. Head loss pada pipa hantar (diameter 7 cm; panjang
24 m): 0,33 x 24 = 7,92 m.
• Head loss pada 3 buah siku (diameter 7 cm): 3 x (1,4 x 0,33) = 1,39 m. Head loss
pada gate valve, diameter 7 cm = 0,55 x 0,33 = 0,18 m. Head loss pada Reflux
Gate = 0,8 x (4,742/2x9,81) = 0,92 m (menggunakan persamaan untuk klep kaki).
• Velocity Head pada outlet = (4,742/2x9,81) = 1,14 m.
• Total Head pada pipa hantar = 16 + 7,92 + 1,39 + 0,18 + 0,92 + 1,14 m = 27.55 m
• Total Head = 9,56 + 27,55 m = 37,11 m
• WHP = (18 x 37,11)/75 = 8,9 HP
• BHP motor penggerak = 8,9/0,67 = 13,3 HP
Hitung kembali pertanyaan di atas apabila menggunakan pipa PVC?

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
24

Gambar 4.3. Nomogram penentuan kehilangan gesekan pada


perlengkapan pipa (minor losses)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
25

5. EKONOMI POMPA

Pendugaan ekonomi pompa diperlukan untuk membandingkan biaya relatif dari


berbagai instalasi pemompaan dan untuk menilai ekonomi irigasi. Biaya pemompaan
terdiri dari Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Operasional (variable cost). Biaya
tetap adalah besarnya biaya (Rp/tahun) yang tidak merupakan fungsi dari jam
pemakaian pompa. Sedangkan Biaya tak-tetap besarnya berubah untuk setiap jam
pemakaian pompa.

5.1 Biaya Tetap

5.1.1 Bunga modal (Interest) dihitung pada nilai rata-rata instalasi yakni (Nilai
instalasi awal - Nilai akhir) dibagi 2:

Bunga Modal Tahunan =


( Nilai Instalasi − Nilai Akhir ) × Bunga
… /5.1/
2

5.1.2 Penyusutan:

Penyusutan Tahunan =
( Nilai Awal −
Nilai Akhir )
… /5.2/
Umur Ekonomis (tahun)

Dugaan umur ekonomi dari pompa dan berbagai peralatannya dapat dilihat pada
Tabel 5.1.

5.2 Biaya Operasional (Biaya Tak Tetap):

5.2.1 Bahan bakar/konsumsi energi

5.2.1.1 Motor Listrik: Efisiensi motor listrik umumnya 80-90%.

BHP
Konsumsi energi (KW) = × 0,74 … /5.3/
Ef.Motor

5.2.1.2 Motor Bakar

Konsumsi bahan bakar yang teliti diberikan oleh pabrik pembuatnya. Secara kasar
konsumsi bahan bakar mesin diesel adalah 0,23 liter per BHP-jam.

Biaya per jam operasi = BHP x konsumsi liter/jam x Harga bahan bakar per liter.. /5.4/

5.2.2 Oli pelumas dan gemuk


5.2.2.1 Pompa listrik umumnya diabaikan
5.2.2.2 Mesin diesel dan bensin: 4,5 liter per 1000 HP-jam …. /5.5/

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
26
5.2.3 Pemeliharaan dan perbaikan Pompa
Harga Pompa
Pompa Sentrifugal: Biaya tahunan = … /5.6/
umur pompa

1,5 × Harga Pompa


Pompa Turbin: Biaya tahunan = … /5.7/
umur pompa

5.2.4 Pemeliharaan dan Perbaikan Mesin

Sulit untuk diduga, tapi nilai nominal harus ditambahkan untuk keperluan ini

0,015 × Nilai Awal


Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan = … /5.8/
100 jam

Tabel 5.1. Dugaan umur ekonomi

Perlengkapan Pompa Umur ekonomi


Pipa besi 25 tahun
Sumur pompa dan casing 20 tahun
Pompa Sentrifugal 16 tahun atau 32.000 jam
Transmisi Tenaga:
Roda gigi (gear head) 15 tahun atau 30.000 jam
V-belt 3 tahun atau 6.000 jam
Flat belt, karet 5 tahun atau 10.000 jam
Flat belt, kulit 10 tahun atau 20.000 jam
Motor listrik 25 tahun atau 50.000 jam
Mesin diesel 14 tahun atau 28.000 jam

5.2.5 Gaji operator

Contoh 5.1:

Pompa sentrifugal dipasang pada sumur gali dengan menggunakan motor listrik.
WHP pompa = 2,3 Hp. Efisiensi pompa dan motor listrik berturutan 68% dan 76%.
Pompa dioperasikan dalam setahun selama 210 hari atau 2.600 jam. Duga biaya
operasional pompa tahunan. Harga pompa Rp 2 juta dan harga motor Rp 5,5 juta.
Total biaya pipa isap, hantar, sambungan, saringan dan klep kaki adalah Rp 2,375
juta. Biaya perlengkapan listrik Rp 2 juta. Harga listrik Rp 450/KWH. Bunga modal
8%, Nilai akhir pompa dan motor masing-masing diduga Rp.50.000 dan Rp. 75.000.
Nilai akhir alat lainnya diabaikan. Gaji operator Rp 10.000/hari.

Penyelesaian:

Biaya Tetap:
1. Bunga Modal Tahunan = (11.875.000-125.000)/2 x 0,08 =470.000
2. Penyusutan:
2.1. Pompa = (2.000.000-50.000)/16 = 121.875
2.2. Motor = (5.500.000-75.000)/25 = 217.000
2.3. Pipa dll = 2.375.000/25 = 95.000

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
27
2.4. Alat listrik = 2.000.000/25 = 80.000

Total Biaya Tetap (Rp/tahun) = 983.875

Biaya Operasional Tahunan:

1. Konsumsi energi = 2,3/(0,68 X 0,76) x 0,74 x 2.600 = 8.563 KWH


2. Biaya energi = 8.563 x Rp.450 = 3.853.212
3. Pemeliharaan dan Perawatan Pompa = 2.000.000/16 = 125.000
4. Pemeliharaan dan Perawatan Motor listrik = 5.500.000/25 = 220.000
5. Gaji Operator = 210 x 10.000 = 2.100.000

Total Biaya Tidak Tetap = 6.298.212

Total Biaya Pemompaan (Rp/tahun) = 7.282.087


Jika Total head = 20 meter, maka Debit pompa = 8,6 liter/detik. Volume air dalam
setahun = 80.730 m3. Biaya Air per m3 = Rp. 90,20

Cara Perhitungan seperti di atas telah dibuat dalam bentuk Spread Sheet dengan
Program Excel, seperti tercantum pada Tabel 5.2 di bawah ini. Dengan memasukan
variable DATA, maka perhitungan biaya air langsung dapat diperoleh.

5.3 Pemilihan Ukuran Pipa yang Ekonomis

Pemilihan ukuran pipa untuk instalasi pompa harus dihitung berdasarkan analisis
ekonomi. Pipa kecil mungkin memerlukan investasi awal yang rendah akan tetapi
head loss gesekan yang dihasilkan akan lebih besar dan mengakibatkan menambah
biaya tenaga yang diperlukan untuk pemompaan. Pipa yang lebih besar dalam
beberapa kasus akan menghemat biaya tenaga dengan penambahan biaya investasi.

Contoh 5.2:

Suatu pompa dioperasikan dengan debit 7,5 liter/detik melalui pipa besi sepanjang
300 m. Total efisiensi pompa dan motor sebesar 70%. Biaya tarif listrik Rp.90/KWH.
Ukuran pipa yang tersedia di pasaran dengan harganya adalah seperti pada Tabel 5.3.
Bunga modal yang berlaku 7%. Pompa akan dioperasikan 2.600 jam per tahun.
Pilih ukuran diameter pipa yang paling ekonomis?

Analisis biaya dan head loss gesekan dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah ini.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
28
Tabel 5.2. Analisis ekonomi pompa

Biaya Tetap
DATA HARGA Rp 1. Bunga tahunan 470,000
Pompa sentrifugal 2,000,000 2. Penyusutan
Motor listrik 5,500,000 a. Pompa 121,875
Pipa dll 2,375,000 b. Motor 217,000
Perlengkapan Listrik 2,000,000 c. Pipa dll 95,000
JUMLAH 11,875,000 d. Alat listrik 80,000
Nilai Akhir Pompa 50,000 Total 983,875
Nilai Akhir Motor listrik 75,000
Jumlah 125,000 Baya Operasional:
WHP 2.30 1. Konsumsi energi tahunan 8,563
Efisiensi pompa 0.68 2. Biaya listrik 3,853,212
Efisiensi Motor 0.76 3. Pemeliharaan dan Perbaikan 125,000
Pompa
Pompa beroperasi 2,600 Jam 4. Pemeliharaan dan Perbaikan 220,000
setahun Motor
210 Hari 5. Gaji Operator 2,100,000
Harga Listrik/KWH 450 Total 6,298,212
Bunga modal 0.08 Biaya Total Operasi Tahunan 7,282,087
(Rp/tahun)
Gaji operator Rp/hari) 10,000
Volume air (m3/tahun) 80,730
Total Head (m) 20 Biaya AIR (Rp/m3) 90.20
Debit (liter/detik) 8.63

Umur ekonomi (tahun):


Pompa 16 tahun
Motor listrik 25 tahun
Pipa 25 tahun
Alat listrik 25 tahun

Tabel 5.3. Daftar harga pipa besi

Diameter (cm) 5 6 7 8 10 12.5


Rp/m 14.600 18.000 21.840 25.210 32.000 40.750

Tabel 5.4. Analisis ekonomi pipa

PEMILIHAN EKONOMI UKURAN PIPA


DATA kolom NILAI
Debit pompa (lt/det) (a) 7,5
Panjang pipa hantar (m) (b) 300
Total Efisiensi Pompa dan (c) 0,7
Motor
Biaya listrik (Rp/KWH) (d) 90
Jam operasi (jam/tahun) (e) 2.600
Bunga modal (f) 0,07
Umur ekonomi pipa (tahun) (g) 25

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
29

Ukuran Harga Biaya untuk Bunga Penyu- Head Konsumsi Biaya energi Total Biaya
pipa pipa per 300 m Modal sutan Hf/L loss energi karena per tahun
(cm) meter panjang gsekan per gesekan
pd tahun
300m
(Rp/m) (Rp) (Rp) (Rp) (%) (m) (KWH) (Rp) (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
5 14.600 4.380.000 153.300 175.200 33,3 99,9 27.458 2.471.241 2.799.741
6 18.000 5.400.000 189.000 216.000 13,7 41,1 11.297 1.016.697 1.421.697
7 21.840 6.552.000 229.320 262.080 6,5 19,5 5.360 482.374 973.774
8 25.210 7.563.000 264.705 302.520 3,4 10,2 2.804 252.319 819.544
10 32.000 9.600.000 336.000 384.000 1,1 3,3 907 81.633 801.633
12,5 40.750 12.225.000 427.875 489.000 0,4 1,2 330 29.685 946.560
Keterangan:
(4) = (3) x (f)/2; (5) = (3)/(g); (6) = Hf/L (hitung dengan rumus Hazen-William); (7) = (b) x (6); (8)
= (a) x (7)/{75x(c)} x 0,74 x (e); (9) = (8) x (d); (10) = (4) + (5) + (9)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.4 di atas, maka pipa diameter 10 cm, akan
menghasilkan total biaya tahunan yang paling kecil dan layak untuk dipilih.

Total Biaya (Rp/Tahun) untuk


Setiap Diameter Pipa
3000000
Rp/tahun

2000000

1000000
0
5

10

12.
5

Diam e te r Pipa (cm )


Biaya (Rp/Tahun)

Soal Latihan:

Hitung lagi soal di atas apabila akan digunakan pipa PVC merk WAVIN dengan
Daftar Harga (15 Juni 1998, sebelum KRISMON) sebagai berikut:

Diameter Rp/ Diameter Rp/


(inchi) 4 meter (inchi) 4 meter
½ 8.475 2 1/2 51.450
¾ 11.685 3 70.650
1 15.975 4 117.150
1 1/4 24.000 5 190.515
1 1/2 27.075 6 267.375
2 35.175 8 456.450

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
30

6. Perencanaan Instalasi Pompa

6.1. Tata letak pompa

Ruang pompa harus direncanakan dengan memperhatikan jalan masuk mesin, tempat
dan ruangan untuk membongkar dan memasang pompa, jalan untuk pemeliharaan dan
pemeriksaaan, papan tombol, pipa-pipa, penopang pipa, saluran pembuang air,
drainase ruangan, ventilasi, penerangan, keran pengangkat dan lain-lain.Jika beberapa
pompa akan dipasang di dalam ruangan yang sama perlu diperhatikan jarak antar
pompa, sekitar 1~1,5 meter.

6.2. Pipa Isap

Hal-hal yang harus diperhatikan:


a. Hindari terjadinya penyimpangan aliran atau pusaran pada nosel isap (Gambar
6.1)
b. Pipa harus sependek mungkin dan jumlah belokan harus sesedikit mungkin agar
kehilangan energi sekecil mungkin
c. Hindari terjandinya kantong udara di dalam pipa dengan membuat bagian pipa
yang mendatar agak menanjak ke arah pompa dengan kemiringan 1/100-1/50.
(Gambar 6.2)
d. Hindari kebocoran dalam sambungan pipa
e. Bila saringan atau katup isap akan dipasang maka perlu disediakan cara untuk
membersihkan kotoran yang menyumbat. Hal ini dapat dilakukan misalnya
dengan membuat pipa isap yang mudah dilepas dan tidak ditanam dalam beton
(Gambar 6.3)
f. Kedalaman ujung pipa: Ujung pipa isap harus dibenamkan dibawah muka air
dengan kedalaman tertentu untuk mencegah terisapnya udara dari permukaan
(minimal 60 cm), dan minimal 60 cm dari dasar sungai untuk mencegah
terisapnya lumpur.

6.3. Pipa Keluar

6.3.1. Diameter dan kecepatan


Diameter pipa keluar dihitung berdasarkan perhitungan ekonomi seperti diuraikan di
atas. Pada umumnya kecepatan aliran pipa diambil 1 sampai 2 m/detik untuk pipa
berdiameter kecil, dan 1,5 sampai 3,0 m/det untuk pipa berdiameter besar. Kecepatan
tidak boleh lebih dari 6 m/det karena akan terjadi penggerusan, sehingga
mempercepat keausan pipa.

Biasanya ukuran pompa dinyatakan dengan kapasitas (debit) dan ukuran pipa keluar.
Secara umum sebagai pegangan ukuran diameter pipa keluar dan debit pompa seperti
pada Tabel 6.1 di bawah ini.

Tabel 6.1. Pegangan umum kapasitas pompa berdasarkan diameter pipa keluar

Diameter pipa (mm) 50 75 100 125 150


(inchi) 2 3 4 5 6
Debit (m3/jam) 30 ~ 60 60 ~ 100 100 ~ 140 140 ~ 180 180 ~ 220
(liter/detik) 8 ~ 17 17 ~ 28 28 ~ 39 39 ~ 50 50 ~ 62

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
31

6.3.2. Ujung pipa keluar

Untuk pompa dengan head rendah, ujung pipa keluar umumnya dibuat terbuka dengan
arah mendatar, di bawah permukaan air pada bak penampung. Jika pompa akan
dipasang di atas muka air bak penampung, maka harus dibuat sifon dengan
membengkokan pipa keluar ke bawah, seperti pada Gambar 6.4.

6.4. Penumpu pipa

Dalam instalasi, pipa harus ditumpu untuk menahan beratnya sendiri, berat zat cair di
dalamnya, gaya tekanan dan aliran air, dan gaya lainnya. Tumpuan ini harus dipasang
sedemikian rupa hingga pipa tidak membebani pompa dan katup-katup yang ada.

6.5. Pondasi

6.5.1. Kekuatan
Pondasi harus dapat sepenuhnya menyerap getaran pompa dan penggeraknya, selain
harus dapat menahan beratnya sendiri. Untuk pompa yang dikopel lamgsumg dengan
motor listrik, berat pondasi harus lebih dari 3 kali berat mesin. Untuk pompa yang
dikopel langsung dengan motor bakar torak, berat pondasi harus lebih dari 5 kali berat
mesin.

6.5.2. Landasan
Jika pompa dikopel langsung dengan penggerak atau digerakkan melalui roda gigi,
maka semuanya harus dipasang pada satu landasan. Apabila digunakan transmisi
sabuk (belt), pompa dan motor penggerak dapt dipasang dengan landasan terpisah.
Namun harus dijaga agar sabuk tidak slip atau landasan tidak miring atau bergeser
karena tegangan sabuk.

Agar landasan dapat duduk mendatar dengan baik pada pondasi, perlu disediakn
celah sebesar 10 sampai 30 mm atara bidang atas pondasi dengan bidang dasar
landasan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menyeletel kedataran landasan. Setelah
landasan distel datar pada pondasi, kemudian celah tersebut diisi dengan adukan.
(Gambar 6.5)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
32

Gambar 6.1. Penyimpangan aliran karena belokan dan cara mencegahnya

Gambar 6.2. Contoh pemasangan pipa isap yang salah dan benar

Gambar 6.3. Petunjuk pemasangan pompa mendatar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
33

Gambar 6.4. Pipa Sifon

Gambar 6.5. Landasan dan Pondasi

6.5.3. Lain-lain
Pada waktu membuat pondasi harus disediakan lubang-lubang persegi yang cukup
besar untuk baut jangkar agar pelurusan dapat dilakukan dengan mudah waktu
pemasangan. Pompa baru boleh dipasang pada pondasi setelah beton mengeras
sepenuhnya.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
34

Bahan Ajar 2: Pompa Hidram

POMPA AIR TANPA MESIN


atau

POMPA HIDRAM (HYDRAULIC RAM)

PETUNJUK PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN


DAN PERENCANAAN

OLEH

Dedi Kusnadi Kalsim

LABORATORIUM TEKNIK TANAH DAN AIR

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PO Box 220 Bogor, Tilp. (0251) 627.225
E-mail: dedkus@telkom.net
Feb 2002

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
35
POMPA AIR TANPA MESIN (PATM) atau HIDRAM (Hydraulic Ram)
PETUNJUK PENGOPERASIAN, PEMELIHARAAN DAN PERENCANAAN

Oleh: Dedi Kusnadi Kalsim (Ir, M.Eng., Dip.HE)

Bagian Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB
Tilp/Fax: (0251) 627.225, E-mail: dedkus@telkom.net

1. Pengantar

Pompa air tanpa mesin (PATM) biasa disebut juga HIDRAM (Hydraulic Ram)
pertama kali dikembangkan oleh Montgolfier tahun 1796 di Italia. PATM adalah
suatu alat untuk memompa atau menaikkan air dari tempat yang rendah ke tempat
yang lebih tinggi dengan cara kerja yang sederhana dan efektif sesuai persyaratan
teknis dan operasionalnya.

Buku petunjuk pengoperasian, pemeliharaan dan perencanaan PATM ini disusun


berdasarkan booklet yang dibuat oleh PT Banyu Barakarsa tahun 1994, dilengkapi
dengan beberapa hasil penelitian Laboratorium Teknik Tanah dan Air, IPB (tahun
1992) di beberapa PATM yang telah terpasang di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Cara kerja PATM hanya memanfaatkan tekanan dinamik air yang timbul karena
adanya aliran air dalam pipa yang tiba-tiba berhenti karena tertutupnya katup.
Fenomena itu biasa disebut sebagai “palu air” (water hammer)2. Dalam operasinya
PATM mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pompa jenis lainnya
sebagai berikut:
a. Unik : bekerja dengan kekuatan alami berdasarkan tekanan air
b. Hemat : tidak memerlukan motor penggerak, sumber listrik dan BBM
c. Awet : daya tahannya lama dengan pemeliharaan yang murah
d. Efisien : beroperasi secara terus-menerus 24 jam per hari
e. Mudah : dijalankan secara manual tetapi bekerja secara otomatis

2. Komponen PATM

Gambar 1.
Komponen
PATM

Bagian utama PATM adalah


sebagai berikut (Lihat
Gambar 1 dan 2)
1. Blok cor pompa; 2.
Tabung pompa; 3. Bingkai
pompa; 4. Katup pompa; 5.
Paking karet; 6. Tuas
(handel) katup limpah; 7. As
katup limpah; 8. Baud-mur; 9. Katup hantar yang terdiri dari: (a) rangka besi, (b) as,
per dan gula-gula karet besi
2
Teori rinci dari fenomena water hammer berdasarkan mekanika fluida dapat dilihat pada Lampiran 3

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
36

3. Prinsip Kerja

Prinsip kerja PATM adalah apabila aliran air dalam pipa tertutup tiba-tiba berhenti,
maka terjadi proses perubahan energi kinetik air menjadi tekanan dinamik yang
disebut sebagai fenomena palu air (water hammer), sehingga terjadi tekanan tinggi
dalam pipa. Dengan mengusahakan katup limpah dan katup hantar dalam tabung
pompa bekerja menutup dan membuka secara bergantian, maka tekanan dinamik
diteruskan sehingga energi yang terjadi dalam pipa masuk (inlet) akan memaksa air
naik ke pipa pengeluaran (outlet) dan diteruskan ke pipa hantar. Teori rinci mengenai
water hammer dapat dilihat pada Lampiran 3.

4. Sistem Kerja

Ada tiga bagian utama jaringan PATM, yakni :


a. sumber air dapat berupa danau, aliran sungai, kolam atau bendungan kecil dengan
debit paling sedikit 20 lt/det/1 PATM.
b. satuan pompa dipasang minimum 2 meter di bawah sumber air, dengan
menggunakan pipa (diameter 6”) dengan panjang antara 18 dan 24 meter dari
sumber air
c. jaringan pipa pengeluaran dan pipa penghantar sampai ke bak penampung.

5. Cara Kerja PATM

Air mengalir dari sumber air melalui pipa inlet dan keluar dari katup limpah. Jika
aliran air cukup besar maka tekanan dinamik akan mendorong katup limpah dan
menutup katup secara tiba-tiba sehingga menghentikan aliran air dalam pipa inlet.
Aliran air yang tiba-tiba berhenti mengakibatkan terjadinya penambahan tekanan
tinggi dalam pompa.

Tekanan ini akan mendorong klep katup


hantar ke atas dan air masuk ke tabung
pompa sehingga tekanan udara dalam
tabung menjadi naik. Kenaikan tekanan
udara tersebut akan menekan klep katup
hantar (menutup) dan menekan air dalam
pipa hantar ke atas. Pada waktu itu tekanan
dalam pompa kembali normal sehingga
katup limpah kembali terbuka dan aliran air
dalam pipa inlet terjadi kembali. Siklus ini
terjadi berulang-ulang sehingga air
mengalir keluar dari pipa outlet secara
berkelanjutan.

Gambar 2. Komponen katup limpah dan katup


hantar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
37
6. Teknis Pemasangan PATM

Pekerjaan utama konstruksi PATM adalah :


a. Pembuatan Bendung, dapat dikerjakan dengan cara:
(1) Non-permanen : dibuat dengan tumpukan karung pasir, jika lebar sungai
kurang dari lima meter.
(2) Semi-permanen dibuat dengan kawat bronjong, jika debit air besar dan lebar
sungai antara 15 dan 25 meter.
(3) Permanen : dibuat dengan pasangan batu dan beton bertulang, pondasi
bendungan harus sampai pada tanah keras atau cadas
(4) Tambahan pintu air : untuk mempermudah pengurasan apabila bendungan
sudah penuh dengan pasir atau batu-batuan
(5) Di salah satu sisi bendung dibuat bangunan pelimpah untuk melimpahkan air
pada waktu banjir

b. Pekerjaan dudukan PATM

PATM dapat dipasang lebih dari satu, berjejer sesuai dengan debit air yang
diperlukan. Setiap satuan PATM diletakkan pada dudukan, yakni pasangan batu atau
cor, agar stabil dan tidak berubah posisi saat dioperasikan. Dudukan harus kuat karena
tekanan aliran air melalui pipa pemasukkan ke dalam tabung pompa dapat
menimbulkan getaran yang sangat kuat. Pompa dipasang dengan menggunakan
angker.

c. Penampang gambar konstruksi bendung dan dudukan pompa (Lihat Gambar


Lampiran)

d. Pengurasan bendung
Apabila bendung sudah penuh dengan pasir atau batu-batuan maka dilakukan
pengurasan dengan membuka pintu penguras yang terbuat dari buis beton.

e. Pemasangan pipa pemasukan (inlet)


Pipa inlet terbuat dari pipa Galvanis ukuran 6”. Setiap sambungan pipa harus
diperkuat dengan plenes, baud-mur, dan paking karet supaya tidak terjadi kebocoran
air. Pipa inlet harus disangga oleh pipa penyangga atau pasangan batu yang
disesuaikan dengan kecuraman sungai.

f. Pemasangan pipa outlet


Pipa pengeluaran atau pipa penghantar merupakan pipa penyalur air dari tabung
pompa ke daerah yang dikehendaki. Besaran pipa pengeluaran dari tabung pompa
beragam, yakni 2”, 3”, 4”,5” dan 6” tergantung dari banyaknya debit air yang
diperlukan. Pipa pengeluaran dapat dipasang secara paralel dengan beberapa PATM
sesuai dengan jarak dan ketinggian daerah tujuan. Pipa-pipa paralel atau pipa-pipa
gabungan ini harus disangga dengan dudukan atau pipa penyangga dan ditransblok
sebagai penguat pipa penyangga. Gambar contoh pemasangan PATM dapat dilihat
pada Lampiran 4.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
38
7. Cara Operasional

PATM dapat dioperasikan jika pengerjaan seluruh konstruksi telah selesai. Pintu air
atau lubang penguras bendungan harus dalam keadaan tertutup rapat dengan papan
berukuran lebar 25 cm dan panjang 1 meter. Apabila bendungan sudah penuh dan
permukaan air telah mencapai puncak ketinggian, pengoperasian PATM dapat
dilaksanakan melalui tahapan berikut :
(1)Papan pada mulut pipa pemasukan perlahan-lahan dibuka dan katup limpah
dibiarkan terbuka selama 5 detik agar air mengalir. Tuas katup limpah harus
ditahan dengan bambu atau kayu sepanjang 1,5 m agar “udara palsu” dalam pipa
pemasukan keluar.
(2)Tuas dilepas secara tiba-tiba sehingga katup tertutup rapat. Usahakan tidak ada
kebocoran di seputar katup agar air tidak masuk ke dalam tabung sehingga
menimbulkan tekanan balik ke bendungan dan menyebabkan adanya gelembung-
gelembung udara di mulut pipa pemasukan. Apabila gelembung-gelembung udara
sudah tidak keluar berarti pipa pemasukan sudah terisi penuh oleh air.
(3)Siapkan dua orang tenaga yang masing-masing membawa tongkat kayu atau
tongkat bambu pengungkit membuka tuas katup pompa selama 5 detik. Tuas yang
semula ditahan dan kemudian dilepas secara tiba-tiba dan bersamaan akan
membuat gerakan membuka dan menutup secara berulang-ulang. Jumlah tenaga
kerja ini dapat disesuaikan dengan jumlah PATM yang terpasang.
(4)Apabila katup berjalan terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak ajeg penyetelan
katup limbah dilakukan dengan cara membuka baud-mur tuas. Jarak baku lebar
katup limbah adalah antara 17 dan 19 cm. Penyetelan katup limbah diperlukan
untuk memperoleh debit air secara maksimal. Sebelum penyetelan katup, pompa
harus dihentikan lebih dahulu dengan jalan menutup mulut pipa pemasukan. Stop
kran yang ada pada pipa penghantar pun harus ditutup agar air tidak turun dan pipa
tetap terisi air sehingga memudahkan pengoperasian kembali.
(5)Apabila penyetelan sudah selesai dan PATM siap dioperasikan kembali, stop kran
harus terbuka, jika tetap tertutup akan mengakibatkan pompa dapat pecah atau
meledak.

8. Pemeliharaan

Agar awet dan berdaya guna maksimal PATM harus dirawat secara teratur. Dalam
keadaan pompa bekerja selama 24 jam terus menerus tanpa gangguan, pemeriksaan
dapat dilakukan setiap tiga atau empat bulan sekali sebagai berikut:
a. Periksa baut-mur yang ada pada pipa pemasukan dan bingkai pompa
b. Kencangkan baud-mur yang kendor, kalau rusak ganti dengan yang baru
c. Periksa Klep katup hantar dalam tabung pompa, lakukan pengecatan dengan cat
anti karat pada rangka klep dan tabung pompa
d. Periksa apakah pegas masih lentur, jika sudah tidak lentur ganti dengan yang baru
dan pasanglah seperti keadaan semula.

Untuk merawat dan mengoperasikan PATM sekurang-kurangnya diperlukan dua


orang tenaga yang terlatih. Anjurkan penduduk setempat dan masyarakat yang
memerlukan air dari PATM untuk berperan serta dan bertanggung jawab dalam
perawatan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
39
9. Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan untuk membongkar-pasang dan merawat PATM adalah


sebagai berikut : (a) Kunci inggris (dua buah); (b) Kunci pas (dua buah); (c) Obeng
dan palu karet; (d) Papan (panjang 1 m dan lebar 25 cm); (e) Baud dan mur cadangan;
(f) Suku cadang: per, gula-gula katup hantar, katup limpah

10. Mengatasi Kerusakan

Beberapa hal yang umumnya menyebabkan PATM tidak berfungsi sebagaimana


mestinya, antara lain :
(a) Bunyi pompa terlalu keras disebabkan oleh udara dalam tabung pompa kurang
banyak
(b) Per katup hantar patah
(c) Las-lasan rangka klep patah
(d) Baud mur lepas dan terpisah dengan as klep dalam tabung pompa
(e) As katup hantar dan katup limpah patah
(f) Karet pembantu putus
(g) Kebocoran di katup limpah dan bingkai katup
(h) Baud dan mur pada bingkai pompa patah
(i) Las-lasan pada pipa pemasukan patah
(j) Blok pompa kemasukan sampah dan terjepit oleh klep
(k) Debit air dari sumber air berkurang
(l) Bendungan penuh lumpur, pasir dan batu.

Untuk mengatasi hal-hal di atas dilakukan hal-hal berikut :


(a) Tutup pipa pemasukan dengan papan agar PATM berhenti
(b) Tutup stop kran agar air dari pipa penghantar tidak turun kembali (hal ini tidak
perlu dilakukan jika menggunakan check valve)
(c) Jangan menutup pompa pada bagian katup limbah karena per terus bergerak
sehingga penutupan dapat mengakibatkan per cepat aus
(d) Buka tabung pompa dengan kunci inggris atau kunci pas, lihatlah kerusakan
yang ada pada komponen klep, mungkin per, as atau rangka klep harus diganti
(e) Bila as katup patah, bukalah katup limpah dan gantilah dengan klep baru
(f) Bila perlu, gunakan paking karet rangkap agar bingkai katup tidak bocor
(g) Bila katup limpah berfungsi untuk beberapa saat namun kemudian berhenti,
biasanya hal ini menunjukan mulut pipa pemasukan tidak terbenam ke air
(h) Bila pompa dapat berfungsi namun air tidak keluar kemungkinan katup sudah
lemah
(i) Bila air tidak keluar tetapi membalik ke bendungan, kemungkinan per patah
atau baud-mur terlepas dan dapat diperbaiki dengan membuka tabung pompa.

11. Karakteristik Pompa Hidram

Pada Gambar 3 diperlihatkan skhematik instalasi PATM. Beberapa parameter yang


penting adalah Hs: tinggi terjun, Hd: tinggi tekan; Qs: debit masuk; Qd: debit keluar;
Ql: debit limpah (Qs = Qd + Ql). Berdasarkan penelitian yang dilakukan IPB sejak
tahun 1992 terhadap PATM buatan PT Banyu Barakarsa (Bandung) yang telah
dipasang di beberapa daerah dengan berbagai nilai Hs, maka hubungan Qd dengan Hd
pada berbagai nilai Hs dapat dinyatakan dengan persamaan seperti pada Tabel 1.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
40
Tabel 1. Hubungan antara Qd dengan Hd pada berbagai Hs
Hs (m) Persamaan: Qd (lt/menit), Hd (m) R2
4,7 Q d = − 141,2 ln(H d ) + 607,62 0,984
3,5 Q d = − 130,3 ln( H d ) + 546,75 0,996
3,2 Q d = − 132,6 ln( H d ) + 536,11 0,991
2,8 Q d = − 105,6 ln( H d ) + 435,91 0,995

Efisiensi PATM dihitung dengan persamaan /1/

H d × Qd
EF = × 100% / 1 /
H s × Qs
Nilai Qs umumnya sekitar 20 liter/detik. Kurva Hubungan Qd dengan Hd berbagai
nilai Hs dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan data tersebut, maka perencanaan
pemasangan PATM untuk berbagai keperluan dapat dikaji seperti pada diagram alir
Gambar 5.

Gambar 3. Skhema instalasi PATM

CONTOH:

• DATA: Jumlah penduduk = 1.000 orang; Keperluan air = 100 lt/orang/hari; Hs = 3


m; Hd = 40 m, Q sungai pada musim kemarau = 50 lt/det.

• Dengan menggunakan persamaan pada Table 1: Hs = 3,2 m; Hd = 40 m; Dihitung


Qd = 0,78 lt/det; Hs = 2,8 m; Hd = 40 m; Dihitung Qd = 0,77 lt/det

• Interpolasi untuk Hs = 3,0 m; Dihitung Qd = 0,775 lt/det = 66.960 lt/hari

• D = 1.000 x 100 = 100.000 lt/hari

• n = 100.000/66.960 = 1,5 ≈ 2 unit

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
41

Qp = 2 x 20 = 40 lt/det < Q = 50 lt/det → maka OK

Jika Q sungai yang tersedia hanya 25 lt/det, Maka Qp = 40 > Q = 25 → Dengan


demikian hanya 1 pompa dapat dipasang dan tidak mampu mencukupi seluruh
kebutuhan air .

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa, dkk
42

Kurva Karakteristik PATM (ukuran 6 inchi)

400

y = -141.19Ln(x) + 607.62
Hs = 4.7; R2 = 0.9842
350

y = -130.33Ln(x) + 546.75
300 Hs = 3.5; R2 = 0.9957

250 y = -132.6Ln(x) + 536.11


Debit (liter/menit)

Hs = 3.2; R2 = 0.9908

200 y = -105.65Ln(x) + 435.91


Hs = 2.8; R2 = 0.9946

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50 60 70

Total Head Tekan (meter)

Hs=4.7 Hs=3.5 Hs=3.2 Hs=2.8 Log. (Hs=4.7) Log. (Hs=3.5) Log. (Hs=3.2) Log. (Hs=2.8)

Gambar 4. Kurva Karakteristik PATM 6”

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 43

DATA DIPERLUKAN:
1. Jumlah penduduk, 2. Keperluan air (lt/orang/hari),
3. Luas lahan pertanian (ha), 4. Keperluan air irigasi
tanaman (lt/det/ha), 5. Beda elevasi pompa dengan
outlet (Hd dalam m), 6. Tinggi terjunan (Hs dalam m),
7. Debit sungai (Q dalam lt/det)

Dari Tabel 1 atau Gambar 4 s/d 7, Debit 1 PATM (Qd)


dapat diduga

Hitung Total Debit yang diperlukan


(D) (lt/hari)

Hitung jumlah PATM yang diperlukan


n = D/Qd

Debit pasok
Qp = n x Qs; Qs = 20 lt/det

Tidak
Q > Qp? Kurangi n

Ya

Hitung Biaya Konstruksi

Gambar 5. Alur Perencanaan PATM

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 44

Lampiran 1. Contoh Analisa Ekonomi Pompa PATM Kasus Bringin Sila NTB 1999

Umur
Harga
Item ekonomi Item Rp/Tahun
Rp
(tahun)
DATA HARGA Biaya Tetap
PATM 10 unit 250,000,000 15 1. Bunga tahunan 85,500,000
Pipa, Infrastructure dan
600,000,000 15 2. Penyusutan
Assecories lainnya
15,83
Mobilisasi dan demobilisasi 100,000,000 a. PATM
3,333
Hidrofur 50,000,000 15 b. Pipa dll 38,000,000
Jasa konsultan 10% c. Hidrofur 3,166,667
PPN 10% c. Bendung -
Nilai Akhir Pompa 12,500,000 d.Bak penampung
Total biaya tetap 142,500,0
Nilai Akhir Pipa 30,000,000 15
(Rp/tahun) 00
Saluran 15
Bak Penampung Biaya Tak Tetap:
1,000,000,00 1. Pergantian per 7
TOTAL INVESTASI
0 (2x/tahun) 5,000
2. Pergantian packing 40
Nilai Ahir SALURAN -
gula-gula 0,000
12
Nilai Ahir Bak penampung 3. Pergantian baud dll
0,000
4. Pergantian engsel
Nilai Ahir Hidrofur 2,500,000 50,000
katup
5. Pergantian rangka
Pompa beroperasi setahun 4,800 Jam 1,500,000
block
6. Pergantian Check
DATA 200 hari 800,000
Valve
Jumlah PATM 10 7. Pemeliharaan fisik 1,000,000
8. Pemeliharaan
Bunga modal 0.20
saluran
Jumlah operator (orang) 1 9. Gaji Operator 2,000,000
Gaji operator
10,000
(Rp/orang/hari)
Total Biaya Tak Tetap 5,94
Tinggi terjun (m) 4.70
(Rp/tahun) 5,000
Tinggi tekan (m) 35.00
Debit (liter/detik) 15.00 Biaya Total
148,44
Operasi Tahunan
EFISIENSI 0.66 5,000
(Rp/tahun)
Volume air 25
(m3/tahun) 9,200
57
DATA TEKNIS: Biaya AIR (Rp/m3)
2.70
Qd = 10 l/det
Hd = 35 m

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 45

Lampiran 2. Contoh Analisa Ekonomi Pompa PATM Kasus Lido 1994

Umur
Harga
Item ekonomi Item Rp/Tahun
Rp
(tahun)
DATA HARGA Biaya Tetap
PATM 3 unit 12,150,000 10.00 1. Bunga tahunan 8,129,760
Pipa dan Assecories
11,514,000 10.00 2. Penyusutan
lainnya
Mobilisasi dan
750,000 a. PATM 1,093,500
demobilisasi
Jasa konsultan
2,441,000 b. Pipa dll 4,000,000
10%
PPN 10% 2,441,000 c. Bendung 4,000,000
Nilai Akhir Pompa 1,215,000 d. Bak penampung 2,000,000
Nilai Akhir Pipa 1,151,400 Total 19,223,260
Bendung 40,000,000 10.00
Bak Penampung 20,000,000 10.00 Baya Operasional:
TOTAL INVESTASI 89,296,000 1. Pemeliharaan bak 2,000,000
Nilai Ahir bendung
Nilai Ahir Bak
2. Pemeliharaan bendung 4,000,000
penampung
Pompa beroperasi 3. Pemeliharaan dan
8,640 jam 1,215,000
setahun Perbaikan Pompa
4. Pemeliharaan dan
DATA 360 hari 1,151,400
Perbaikan Pipa dll
5. Gaji Operator 5,400,000
Bunga modal 0.20 Total 13,766,400
Gaji operator Biaya Total Operasi
15,000 32,989,660
(Rp/hari) Tahunan (Rp/tahun)
Tinggi terjun (m) 5.50
Tinggi tekan (m) 56.00 Volume air (m3/tahun) 93,312
Debit (liter/detik) 3.00 Biaya AIR (Rp/m3) 353.5
Efisiensi 0.51

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 46

Lampiran 3. Teori Water Hammer

1. Water Hammer (Palu Air)

HIDRAM (Hydraulic Ram) pertama kali dikembangkan oleh Montgolfier tahun 1796 di
Italia. Water hammer (palu air): suatu fenomena yang menggambarkan adanya tekanan
gelombang (shock atau pressure wave) yang dihasilkan akibat dari penurunan
kecepatan aliran fluida secara tiba-tiba. Pada aliran air dalam pipa yang tiba-tiba klep
outletnya ditutup, maka waktu rambatan yang diperlukan oleh tekanan gelombang untuk
bergerak ke inlet dan kembali ke klep (round trip) dinyatakan dengan:

2 × panjang pipa (m)


Waktu (det ik ) =
celerity atau kecepa tan tekanan gelombang (m / det)
2L
atau T = /1 / .
c
Penutupan klep seketika (rapid closure) didefinisikan jika waktu penutupan t ≤ T

Kenaikan tekanan akibat dari penutupan klep seketika dapat dihitung dengan:

Perubahan Tekanan = density × celerity × perubahan kecepa tan


atau ∆ p = ρ × c × ∆ V / 2a /
c× ∆V
atau jika tekanan dinyatakan dengan head (m) maka ∆ h = / 2b /
g
Untuk pipa kaku (rigid), kecepatan tekanan gelombang atau celerity, dinyatakan:

bulk mod ulus fluida EB


c= = / 3a /
density fluida ρ
EB
c= / 3b /
untuk pipa lentur 
ρ 1 +

 EB  d 


( )
E  t 

dimana, E: modulus elastisitas dinding pipa (N/m2); d : diameter dalam pipa (m);
t : tebal dinding pipa (m)

Bulk modulus atau Elastisitas fluida menggambarkan compressibility dari fluida

perubahan tekanan − ∆p
EB = = /4/
perubahan volume per unit volume ∆ volume ÷ volume asal

2. Contoh Aplikasi

2.1. Hitung dan bandingkan kecepatan tekanan gelombang yang merambat sepanjang
pipa kaku yang mengalirkan: (a) air pada suhu 160C; (b) glycerin pada 200C; (c)
minyak dengan relatif density 0,80.
Jawab:
2,16 × 10 9
(a) c = = 1.470 m / det
1000

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 47

4,34 × 10 9
(b) c = = 1.854 m / det
1,262 × 1000

1,38 × 10 9
(c) c = = 1.313 m / det
0,8 × 1000

2.2. Apabila pada soal 1 tersebut, fluida mengalir dalam suatu pipa dengan kecepatan
1,2 m/det. Kemudian tiba-tiba klep di outlet menutup, berapa kenaikan tekanan
dihasilkan jika pipanya kaku?

Jawab:
∆ p = ρ × c× ∆ V / 2a /

(a) Kenaikan tekanan = 1000 x 1470 x (1,2 – 0) = 17,6 x 105 N/m2 = 17,6 bar
(b) Kenaikan tekanan = 1262 x 1854 x (1,2 – 0) = 28,1 x 105 N/m2 = 28,1 bar
(c) Kenaikan tekanan = 800 x 1313 x (1,2 – 0) = 12,6 x 105 N/m2 = 12,6 bar

2.3. Pipa baja diameter 1,2 m; tebal 10 mm, mengalirkan air pada suhu 160 C dengan
kecepatan 1,8 m/det (debit = 2,04 m3/det). Jika panjang pipa 3.000 m dan jika
klep pada ujung outlet ditutup tiba-tiba pada waktu 2,5 detik, berapa kenaikan
tegangan (stress) dalam dinding pipa?

Jawab:

Tekanan gelombang akan merambat dari klep ke inlet dan kembali lagi ke klep dalam
waktu: T = 2L/c. Celerity untuk pipa lentur baja dimana E baja =207 x 109 N/m2.
(Untuk bahan lain: Cast iron : E = 105 – 150 Gpa; ductile iron E = 150 – 170 GPa)

EB
c= / 3b /

  E
( )
ρ  1 +  E B  d 
 t


2,16 × 10 9
c= = 979 m / det
  2,16 × 10 9   1200  
1000  1 +    
 207 × 10
9
   10  
T = 2 x 3000/979 = 6,1 detik

Karena waktu penutupan klep t = 2,5 det < T, maka termasuk “sudden closure”, karena
gelombang air sebelum mencapai klep harus berbalik kembali.

Kenaikan tekanan = 1000 x 979 x (1,8-0) = 17,6 bar

Dari rumus “hoop tension” untuk “thin-shelled cylinders”:

tekanan × radius 17,6 × 600


Tensile stress σ = = = 1056 bar = 105,6 × 10 6 Pa
tebal 10

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 48

Kenaikan stress ini dijumlahkan dengan nilai design 110 x 106 Pa mendekati batas
elastisitas baja E = 207 x 109 Pa. Maka waktu penutupan klep harus diperlambat
beberapa kali dari 6,1 detik.

2.4. Pada pipa baja diameter 75 mm, tebal 2 mm mengalir air pada suhu 16 0 C, tiba-
tiba klep ditutup. Kenaikan tekanan tercatat 7 bar. Berapa debit air yang
mengalir?

Jawab:
2,16 × 10 9
c= = 1246 m / det
  2,16 × 10 9   75  
1000 1 +  
9   
  207 × 10   2  
∆ p = ρ × c× ∆ V / 2a /
7 x 10 = 1000 x 1246 x V, ⇒ Maka V = 0,56 m/det.
5

π × 0,075 2
Q= × 0,56 = 0.0025 m 3 / det = 2,5 liter / det
4

2.5. Pada pompa hidram dengan pipa hantar baja berdiameter 6 inchi (150 mm),
tebal 6 mm, mengalir air dengan suhu 160 C, debit 17 liter/detik. Berapa
kenaikan tekanan?
Jawab:
2,16 × 10 9
c= = 1309 m / det
  2,16 × 10 9   150  
1000 1 +    
 207 × 10
9
  6 
0,017
V = = 0,96 m / det
π 0,15 2 / 4

Perubahan tekanan = 1000 x 1309 x 0,96 = 12,6 bar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 49

3. Beberapa Data Performance Hidram buatan pabrik luar negeri

Tabel 1a. Hubungan antara Qd (lt/hari) dengan Hs (m), Hd (m)


untuk setiap Qs = 1 liter/menit (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK)

Hs (m) Hd (m)
5 7.5 10 15 20 30 40 50 60 80 100 125
1 144 77 65 33 29 19 12
2 220 156 105 79 53 33 25 20 13
3 260 180 130 87 65 51 40 27 18 12
4 255 173 115 86 69 53 36 23 16
6 282 185 140 112 94 65 48 35
7 216 163 130 109 82 60 48
8 187 149 125 94 69 55
9 212 168 140 105 84 62
10 245 187 156 117 93 69
12 295 225 187 140 113 83
14 265 218 167 132 97
16 250 187 150 110
18 280 210 169 124
20 237 188 140

Tabel 1b. Hubungan antara Qd (lt/detik) dengan Hs (m), Hd (m)


untuk setiap Qs = 1 liter/detik (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK)

Hs (m) Hd (m)
5 7.5 10 15 20 30 40 50 60 80 100 125
1 0.100 0.053 0.045 0.023 0.020 0.013 0.008
2 0.153 0.108 0.073 0.055 0.037 0.023 0.017 0.014 0.009
3 0.181 0.125 0.090 0.060 0.045 0.035 0.028 0.019 0.013 0.008
4 0.177 0.120 0.080 0.060 0.048 0.037 0.025 0.016 0.011
6 0.196 0.128 0.097 0.078 0.065 0.045 0.033 0.024
7 0.150 0.113 0.090 0.076 0.057 0.042 0.033
8 0.130 0.103 0.087 0.065 0.048 0.038
9 0.147 0.117 0.097 0.073 0.058 0.043
10 0.170 0.130 0.108 0.081 0.065 0.048
12 0.205 0.156 0.130 0.097 0.078 0.058
14 0.184 0.151 0.116 0.092 0.067
16 0.174 0.130 0.104 0.076
18 0.194 0.146 0.117 0.086
20 0.165 0.131 0.097

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 50

Tabel 2. Nilai Qs yang dapat digunakan pada berbagai ukuran


diameter pipa masuk (Blake Hydrams, John Blake Ltd, UK)

Ukuran Hidram 1 2 3 3.5 4 5 6 7


Diameter pipa masuk (inchi) 1.25 1.5 2 2.5 3 4 5 6
Qs (lt/mnt) dari 7 12 27 45 68 136 180 270
Sampai 16 25 55 96 137 270 410 615
Qs (lt/detik) dari 0.12 0.20 0.45 0.75 1.13 2.27 3.00 4.50
Sampai 0.27 0.42 0.92 1.60 2.28 4.50 6.83 10.25
Max. Hd (m) 150 150 120 120 120 105 105 105

Tabel 3. Hidram buatan Jepang (Japanese Cataloque)

Deskripsi Kecil Besar


Diameter pipa masuk (inchi) 1.5 12
Diameter pipa keluar (inchi) ¾ 6
Operational head Hs (m) 0.5-4 1-10
Qd (lt/det)
Hd = 2 Hs 0.216 16
Hd = 4 Hs 0.15 13.6
Hd = 6 Hs 0.12 10.6
Hd = 8 Hs 0.08 7.5

Tabel 4. Hidram merk RIFE “Everlasting”, New Jersey 07041 USA

Maksimum Hs = 8.3 m; Maksimum Hd = 83 m


Diameter pipa (inchi) Qs Minimum Hs
Masuk Keluar Minimum Normal Maximum (m)
(lt/menit) (lt/detik) (lt/menit) (lt/detik) (lt/menit) (lt/detik)
1.25 0.75 11 0.183 27 0.450 38 0.633 1
1.5 0.75 19 0.317 42 0.700 57 0.950 1
2.0 1.0 38 0.633 76 1.267 95 1.583 1.2
2.5 1.0 57 0.950 114 1.900 171 2.850 1.2
3.0 1.25 95 1.583 171 2.850 266 4.433 1.3
4.0 2.0 133 2.217 342 5.700 475 7.917 1.3
6.0 3.0 285 4.750 855 14.250 1330 22.167 1.3
Sumber: National Academy of Sciences, 1976. Energy for Rural Development. Washington DC

Harga tahun 1976 : dari $ 300 sampai $ 2,600 tergantung pada kapasitas

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 51

4. Evaluasi Perbandingan Performance Hidram Matahari dengan Pompa Hidram


buatan luar negeri

• Data: Hs = 4 m, Pipa masuk = 6”, Hd = 40 m :


• Blake Hydrams: Minimum Qd = 4,5 x 0,06 = 0,27 lt/det; Maksimum = 10,25 x 0,06
= 0,62 lt/det.
• Hidram RIFE “Everlasting” USA: hanya menyatakan Qs: min = 4,75 lt/det, normal
= 14,25 lt/det; max = 22,17 lt/det. Data Qd tidak diketahui
• Hidram buatan Jepang: Hanya tersedia data untuk diameter pipa masuk 12”; Hs = 4
m ⇒ Hd = 8 x 4 = 32 m ⇒ Qd = 7,5 lt/det
• PATM Matahari: Hs = 3,5 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 0,98 lt/det

Hs = 5,3 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 1,15 lt/det

Interpolasi untuk Hs = 4,0 m, Hd = 40 m ⇒ Qd = 1,03 lt/det

Kesimpulan : Untuk ukuran 6” PATM Matahari lebih baik dari buatan luar negeri

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 52

Lampiran 4. Beberapa contoh pemasangan pompa hidram

Foto 1. Pemasangan PATM di Jawa Tengah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 53

Foto 2. Pemasangan PATM di Gorontalo


(2005)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 54

Foto 3. Pemasangan PATM di Gunung Kidul

Foto 4. Pemasangan PATM di PT Lido Agrowisata, Bogor (1997)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 55

Penutup

Pertanyaan:

(1) Sebutkan jenis pompa yang sering digunakan dalam irigasi dan drainase
(2) Dikenal dua buah jenis pompa yakni pompa Aksial dan pompa Sentrifugal, untuk
keperluan irigasi biasanya digunakan jenis pompa apa. Untuk keperluan drainase
biasanya digunakan jenis pompa apa. Terangkan alasannya?
(3) Bagaimana prinsip kerja pompa sentrifugal
(4) Jelaskan yang dimaksud dengan: (a) statik head, (b) suction head, (c) dinamik head,
(d) friction head, (e) total head
(5) Jelaskan yang dimaksud dengan minor losses dan major losses. Bagaimana cara
menghitungnya
(6) Bagaimana hubungan antara total head, debit, daya dan efisiensi
(7) Dalam suatu sistim pemompaan diketahui: tinggi isap statik = 4m, tinggi tekan
statik = 10 m, kehilangan energi di pipa isap = 3 m, kehilangan energi di pipa tekan
= 5 m, debit keluar = 4 liter/detik. Ditanyakan: (a) Berapa besarnya WHP (dalam
satuan HP)? (b) Berapa besarnya WHP dalam satuan KW?
(8) Diberikan beberapa data harga pompa, umur ekonomis, bunga modal, perpipaan,
tinggi isap, tinggi tekan, HP mesin dan data lainnya. Hitung biaya air (Rp/m3 air
irgasi)
DATA HARGA Rp
Pompa sentrifugal 3,000,000
Motor listrik 5,500,000
Pipa dll 2,375,000
Perlengkapan Listrik 2,000,000
JUMLAH 12,875,000
Nilai Akhir Pompa 50,000
Nilai Akhir Motor listrik 75,000
Jumlah 125,000 2
WHP 2.30
Efisiensi pompa 0.68
Efisiensi Motor 0.76
Pompa beroperasi setahun 2,600 jam
210 hari
Harga Listrik: Rp/KWH 500
Bunga modal 0.10
Gaji operator Rp/hari) 20,000
Total Head (m) 20
Debit (liter/detik) 8.63
Umur ekonomi (tahun):
Pompa 16
Motor listrik 25
Pipa 25
Alat listrik 25

Tarif Dasar Listrik: Rp/KWH 588 tahun 2005


659 tahun 2006

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 56

(9) Diberikan beberapa data harga pompa, umur ekonomis, bunga modal, perpipaan,
tinggi isap, tinggi tekan, HP mesin dan data lainnya. Hitung biaya air (Rp/m3 air
irgasi)
No DATA HARGA Rp (tahun)
1 Rumah pompa 2,000,000 10
2 Sumur dan Casing 4,000,000 10
3 Pompa centrifugal 5,000,000 10
4 Transmisi tenaga 1,000,000 10
5 Mesin diesel 3,500,000 10
6 Klep kaki 250,000 10
7 Pipa isap 100,000 10
8 Jaringan pipa 1,500,000 10
9 Nilai Akhir (%) dari awal 5

8 WHP (Hitung) 1.98


9 Efisiensi pompa 0.75
10 Efisiensi Motor 0.66
BHP 4.00
11 Jam operasi per tahun 1,850 jam
12 210 hari

13 Harga Listrik/KWH 450


14 Bunga modal (%) 15.00
15 Harga Solar (Rp/liter) 550
16 Konsumsi solar (L/jam/BHP) 0.23
17 Oli dan Gemuk (L/1000 HP.jam) 4.5
18 Harga Oli (Rp/L) 10,000
19 Gaji operator (Rp/jam) 5,000
20 Total Head (m) 25

Perbaikan dan Pemeliharaan:


21 Pompa (Rp/tahun) 200,000
22 Mesin diesel (Rp/tahun) 300,000

(10)Diberikan beberapa data instalasi pompa. Hitung berapa PK pompa dan mesin yang
harus disiapkan
DATA
Tanaman Ha mm/hari Rotasi Jam Kerja
(hari) (jam/hari)
Padi 2 10 10 10
Jagung 2 5 15 10
Sayuran 1 7.5 10 10
TOTAL 5
Efisiensi Irigasi 0.7

INSTALASI
PIPA ISAP
Isap statik (m) 6.2
Jenis Pipa (C) 140
Diameter (mm) 80
Klep kaki 1
Saringan 1
Siku 1

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 57

Panjang pipa (m) 7.5

PIPA TEKAN:
Tekan statik (m) 16
Jenis Pipa (C) 140
Klep balik 1
Siku 3
Gate valve 1
Diameter (mm) 70
Panjang (m) 24

DEBIT POMPA 18 lt/det


Ef.Pompa 0.67
Ef.penyalur tenaga 1

(11)Hitung besarnya Kehilangan Energi (Hf) karena gesekan pada kondisi nilai C, D
(diameter pipa), Q (Debit) dan Panjang Pipa (L) seperti pada Tabel di bawah ini:

Nomor C D (inchi) Q (liter/detik) L (meter) Hf (meter)


1 130 3 18 100
2 120 2 5 150
3 130 1 0,5 100

(12)Pada Contoh 4.4 (halaman 21). Hitung kembali soal pada Contoh 4.4 dengan
menggunakan pipa jenis PVC
(13)Pada Contoh 5.2 (halaman 26). Hitung kembali soal pada contoh 5.2, jika akan
digunalan pipa PVC merk WAVIN dengan Daftar Harga (15 Juni 1998, sebelum
KRISMON) sebagai berikut:

Diameter Rp/ Diameter Rp/


(inchi) 4 meter (inchi) 4 meter
½ 8.475 2 1/2 51.450
¾ 11.685 3 70.650
1 15.975 4 117.150
1 1/4 24.000 5 190.515
1 1/2 27.075 6 267.375
2 35.175 8 456.450

(14)Bagaimana prinsip kerja pompa axial

(15)Suatu pompa diperlukan untuk debit 90.000 liter/jam dengan total head 20 meter.
a) Hitung besarnya WHP?.
b) Jika pompa mempunyai efisiensi 70%, berapa HP tenaga penggerak (SHP)
yang diperlukan?.
c) Jika motor listrik dengan efisiensi 80% digunakan sebagai tenaga penggerak.
Hitung biaya energi per bulan?. Pompa dioperasikan 12 jam/hari. Biaya
listrik Rp 200/KWH.

(16)Bila muka air sungai 8 meter di bawah lahan yang luasnya 40 Ha, keperluan air
tanaman padi sebesar 1 lt/dt/ha dengan efisiensi pompa 60 %, tentukan daya (HP)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 58

pompa air yang akan digunakan untuk memenuhi keperluan ini secara optimum.
Head loss diasumsikan 2 m. Jam kerja pompa per hari 10 jam

(17)Suatu kelompok tani di daerah pertanian tadah hujan terdiri dari 10 orang petani
dengan luas areal 10 hektar. Merencanakan untuk meningkatkan intensitas tanam
dari 100% menjadi 200% dengan mengusahakan pertanaman pada musim kemarau
melalui bantuan kredit pompanisasi. Untuk mengajukan kredit pompa ke Kantor
Departemen Koperasi, kelompok tani tersebut harus mengajukan proposal mengenai
jenis dan ukuran pompa yang diperlukan. Anda sebagai lulusan S1 Program Studi
Teknik Pertanian diminta untuk membantu kelompok tani tersebut. Data yang
diketahui adalah sebagai berikut: Rencana pertanaman pada musim kemarau dan
kebutuhan air tanaman pada kondisi puncak adalah sebagai berikut:

Luas areal Keperluan air irigasi tanaman Periode Jam kerja


Jenis (hektar) netto pada kondisi puncak Rotasi (hari) pompa
Tanaman (mm/hari) (jam/hari)
1. Jagung 3 6 10 8
2. Kedele 5 5 14 8
3. Kacang 1 7 10 8
panjang
4. Tomat 1 8 7 8

Efisiensi irigasi sekitar 70%. Sumber air yang akan digunakan adalah air sungai
dengan debit minimum pada musim kemarau sekitar 10 m 3/menit. Rencana
instalasi pompa sentrifugal adalah sebagai berikut: Pusat pompa diletakkan 5 m
vertikal di atas permukaan air sungai, dengan pipa isap pralon (PVC, nilai C =
140) ukuran 4”, panjang 10 meter, head loss lainnya pada pipa isap = 2 m. Pipa
tekan terdiri dari pipa PVC ukuran 4”, panjang 100 meter, head loss lainnya = 5
m. Pipa pengeluaran terletak 15 meter vertikal dari pusat pompa. Efisiensi
Pompa 0,70. Pompa digerakkan oleh motor bakar melalui sabuk (belt), dengan
efisiensi sambungan tenaga 0,80.
Hitung:
a. Kapasitas pompa yang diperlukan (liter/detik)
b. Total head (meter) yang diperlukan
c. WHP (water horse power)
d. BHP (brake horse power)

(18)Suatu kelompok tani di daerah pertanian tadah hujan terdiri dari 5 orang petani
dengan luas areal 5 hektar. Merencanakan untuk meningkatkan intensitas tanam dari
100% menjadi 200% dengan mengusahakan pertanaman pada musim kemarau
melalui bantuan kredit pompanisasi. Untuk mengajukan kredit pompa ke Kantor
Departemen Koperasi, kelompok tani tersebut harus mengajukan proposal mengenai
jenis dan ukuran pompa yang diperlukan. Anda sebagai lulusan S1 Program Studi
Teknik Pertanian diminta untuk membantu kelompok tani tersebut. Rencana
pertanaman pada musim kemarau dan kebutuhan air tanaman pada kondisi puncak
adalah sebagai berikut:

Luas Keperluan air irigasi Periode Jam kerja


Jenis Tanaman areal tanaman netto pada Rotasi (hari) pompa
(hektar) kondisi puncak (jam/hari)
(mm/hari)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 59

1. Kacang panjang 1 5 10 10
2. Kubis 1 5 10 10
3. Timun 1 5 10 10
4. Kedele 2 4 14 10

Efisiensi irigasi sekitar 75%. Sumber air yang akan digunakan adalah air sungai
dengan debit minimum pada musim kemarau sekitar 15 m 3/menit. Rencana
instalasi pompa sentrifugal adalah sebagai berikut: Pusat pompa diletakkan 5 m
vertikal di atas permukaan air sungai, dengan pipa isap pralon (PVC, nilai C =
140) ukuran 2”, panjang 10 meter, head loss lainnya pada pipa isap = 2 m. Pipa
tekan terdiri dari pipa PVC ukuran 2”, panjang 100 meter, head loss lainnya = 5
m. Pipa pengeluaran terletak 15 meter vertikal dari pusat pompa. Efisiensi
Pompa 0,70. Pompa digerakkan oleh motor bakar melalui sabuk (belt), dengan
efisiensi sambungan tenaga 0,80.
Hitung:
a. Kapasitas pompa yang diperlukan (liter/detik)
b. Total head (meter) yang diperlukan
c. WHP (water horse power)
d. BHP (brake horse power)

HIDRAM

(19)Bagaimana prinsip kerja pompa Hidram (PATM)

(20)Bagaimana menghitung efisiensi pada pompa hidram

(21)Jelaskan kurva karakteristik pompa hidram dan bagaimana penggunaannya dalam


rancangan aplikasi

(22)Dalam operasional pompa hidram, diketahui: tinggi terjun 3 meter, tinggi tekan 30
meter, debit masuk 20 liter/detik dan debit keluar 1 liter/detik. Berapa besarnya
efisiensi pompa hidram?

(23)Apa keuntungan dan kerugian dari pompa Hidram?

Kunci Jawaban

(1) Pompa centrifugal dan axial


(2) Irigasi diperlukan head besar sehingga yang cocok pompa centrifugal. Drainase
diperlukan debit besar biasanya pada head yang rendah, yang cocok pompa axial
(3) Lihat teks
(4) Lihat teks
(5) Minor losses kehilangan head pada sambungan, belokan dan asesoris pipa. Major
losses hehilangan energi pada pipa karena gesekan. Menggunakan persamaan Hazen
William atau Nomogram
(6) Lihat teks, persamaan
(7) WHP = 1,17 HP = 0,87 kW
(8) Harga Air (Rp/m3 air) = 125
(9) Harga Air (Rp/m3 air) = 351
(10)Kapasitas pompa = 14,9 liter/detik. Total Head = 35,5 m. WHP = 8,53. BHP = 12,7

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 60

(11)
Nomor C D (inchi) Q (liter/detik) L (meter) Hf (meter)
1 130 3 18 100 23.4
2 120 2 5 150 27.4
3 130 1 0,5 100 6.5

(12)Hitung seperti Contoh 4.4, tetapi anda gunakan nilai C dari PVC = 145. Total Head
= 34,9 m; WHP = 8,4; BHP = 12,5

(13)Gunakan nilai C dari PVC Wafin = 140. Daftar harga tahun 1998. Umur ekonomi =
25 tahun. Optimum diameter 3 inchi.

(14)Lihat teks

(15)(a) WHP = 6,67. (b) SHP = 9,52. (c) Rp 634.286

(16)Q = 96 lt/det; TH = 10 m; WHP = 12,8; BHP = 21,3

(17)Perhitungan:

DATA
Tanaman Ha mm/hari Rotasi Jam Kerja
(hari) (jam/hari)

Jagung 3 6 10 8
Kedele 5 5 14 8
Kc Pnjang 1 7 10 8
Tomat 1 8 7 8
TOTAL 10
Efisiensi Irigasi 0.7
INSTALASI
PIPA ISAP
Isap statik (m) 5
Jenis Pipa (C) 140
Diameter (mm) 100
Klep kaki 0
Saringan 0
Siku 0
Panjang pipa (m) 10
Head loss lain (m) 2
PIPA TEKAN:
Tekan statik (m) 15
Jenis Pipa (C) 140
Klep balik 0
Siku 0
Gate valve 0
Diameter (mm) 100 100
Panjang (m) 100
Head loss lain (m) 5
Ef.Pompa 0.7
Ef.penyalur tenaga 0.8

Debit sungai m3/menit 10

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 61

lt/det 166.67

PERHITUNGAN
KAPASITAS POM-
PA
(liter/detik)
6.25
8.68
2.43
2.78
Pompa 20.14

m3/meni
1. Kap.Pompa 28.77 lit/det 1.73 t
TOTAL HEAD
PIPA ISAP PIPA TEKAN
V (m/det) 3.665 V(m/det) 3.665
Tinggi Isap Statik (m) 5 5 Tekan statik (m) 15 15
Hf/L 0.0126 Hf/L 0.0126
0.12
Hf (m) 0.126 6 Hf (m) 1.258 1.258

Head loss lain (m) 2 2 Head loss lain (m) 5 5

0.00
Hf siku 0.000 0 Hf siku 0.000 0.000
0.00
Hf saringan 0.000 0 Hf Reflux gate 0.000 0.000
0.00
Hf klep kaki 0.000 0 Hf gate valve:
0.00
Velocity head 0.000 0 Panj.ekiv (m) 0
7.12
TH pipa Isap (m) 6 Hf gate valve 0.000 0.000
Velocity head 0.000 0.000
TH pipa Hantar
(m) 21.258
2. TOTAL HEAD (m) 28.384
3. WHP 10.89
4. BHP 19.44

(18)(a) Kapasitas pompa (liter/detik) = 8,52; (b) Total head (m) = 67,5; (c) WHP = 7,7 ,
(d) BHP = 13,7

(19)Water hammer

(20)Lihat teks

(21)Lihat teks

(22)Efisiensi = 50%

(23)Lihat teks

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 8. Irigasi Pompa 62

Daftar Pustaka

1. A.M. Michael, 1978. Irrigation: Theory and Practice.


2. Bruce Withers; Stanley Vipond, 1980. Irrigation Design and Practice.Cornel
University Press, NY.
3. Dedi Kusnadi K., 2001. Irigasi Pompa. Bagian Teknik Tanah dan Air, Fateta IPB.
4. Kay, M.; N. Hatcho, 1992. Small-scale Pumped Irrigation: Energy and Cost. FAO,
Rome, Italy.
5. Sularso; H. Tahara, 1983. Pompa & Kompresor

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 1

Topik 9. Drainase Permukaan

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: (a) mahasiswa mampu memahami perhitungan modulus


drainase, puncak limpasan dan dimensi saluran terbuka; (b) mampu merancang sistim
drainase permukaan

Bahan Ajar
Bahan Ajar terdiri dari; (1) Drainase Permukaan, (2) Pendugaan Puncak Limpasan, (3)
Teknik Drainase Permukaan

1. DRAINASE PERMUKAAN

3 DRAINASE PERMUKAAN

Oleh
Dedi Kusnadi Kalsim
Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB
Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail: dedkus@telkom.net

3.1 PENDAHULUAN

Berdasarkan peruntukannya drainase dapat dibagi kedalam: (1) Drainase lahan pertanian;
(2) Drainase perkotaan; (3) Drainase lapangan terbang; (4) Drainase lapangan olah-raga.
Berdasarkan sifatnya diklasifikasikan dalam : (1) Drainase alami (natural drainage) dan
(2) Drainase buatan (man-made drainage). Berdasarkan sasaran pengendaliannya, drainase
dapat dibedakan dalam (1) drainase permukaan (surface drainage) dan (2) drainase bawah
permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan menitik beratkan pada
pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangkan drainase bawah-permukaan
pada kedalaman air-tanah di bawah permukaan tanah. Pada kuliah ini akan dibahas
drainase lahan pertanian, terutama dalam bentuk drainase buatan dengan sebanyak
mungkin memanfaatkan drainase alamiah yang ada.

Drainase lahan pertanian didefinisikan sebagai pembuatan dan pengoperasian suatu sistem
dimana aliran air dalam tanah diciptakan sedemikian rupa sehingga baik genangan maupun
kedalaman air-tanah dapat dikendalikan sehingga bermanfaat bagi kegiatan usaha-tani.
Definisi lainnya: drainase lahan pertanian adalah suatu usaha membuang “kelebihan air”
secara alamiah atau buatan dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk menghindari
pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada lahan bergelombang
drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi, sedangkan pada lahan rendah (datar)
lebih berkaitan dengan pengendalian banjir (flood control).

3.2 ANALISIS PENGARUH DRAINASE TERHADAP PERTANIAN

Tujuan Drainase pertanian adalah reklamasi (pembukaan) lahan dan pengawetan tanah
untuk pertanian, menaikkan produktivitas tanaman dan produktivitas lahan (menaikkan
intensitas tanam dan memungkinkan diversifikasi tanamanan) serta mengurangi ongkos
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 2

produksi. Tujuan tersebut di atas dicapai melalui dua macam pengaruh langsung dan
sejumlah besar pengaruh tidak langsung (Gambar 1). Pengaruh langsung terutama
ditentukan oleh kondisi hidrologi, karakteristik hidrolik tanah, rancangan sistim drainase
yakni : a. Penurunan muka air tanah di atas atau di dalam tanah, b. Mengeluarkan sejumlah
debit air dari sistim. Pengaruh tak-langsung ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman, kultur
teknis dan aspek sosial dan lingkungan. Pengaruh tak-langsung ini dibagi kedalam
pengaruh berakibat positif dan yang berakibat negatif (berbahaya).

Pengaruh tak-langsung dari pembuangan air :


a. Pengaruh positif :
• Pencucian garam atau bahan-bahan berbahaya dari profil tanah
• Pemanfaatan kembali air drainase
b. Pengaruh negatif :
• Kerusakan lingkungan di sebelah hilir karena tercemari oleh garam
• Gangguan terhadap infrastruktur karena adanya saluran-saluran

Pengaruh tak-langsung dari penurunan muka air tanah :


a. Pengaruh positif :
• Mempertinggi aerasi tanah
• Memperbaiki struktur tanah
• Memperbaiki ketersediaan Nitrogen dalam tanah
• Menambah variasi tanaman yang dapat ditanam
• Menambah kemudahan kerja alat dan mesin pertanian (Workability)
• Mempertinggi kapasitas tanah untuk menyimpan air

b. Pengaruh negatif :
• Dekomposisi tanah gambut (peat soil)
• Penurunan permukaan tanah (Land subsidence)
• Oksidasi cat-clay

Pengaruh positif dan negatif harus dipertimbanghkan dalam evaluasi ekonomi seperti
tergambar dalam diagram Gambar 3.1. Untuk melihat secara kuantitatif pengaruh drainase
terhadap produksi pertanian, seseorang dapat melakukan suatu percobaan dengan
memvariasikan rancangan drainase dan mengukur produksi tanaman. Suatu prosedur
langsung seperti ini dapat digambarkan seperti pada Metoda A (Gambar 3.2). Variable
keteknikan (engineering) tergantung pada tipe drainase yang digunakan seperti pada Tabel
3.1 di bawah ini.

Metoda A hanya berlaku untuk suatu daerah tertentu dan tidak dapat diaplikasikan untuk
daerah lainnya karena hubungan A sangat tergantung pada tipe tanah, iklim, hidrologi,
topografi, kultur teknis tanaman. Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas, maka perlu
diintrodusir suatu variabel lain seperti pada B dan C.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 3

Tabel 3.1. Contoh variable keteknikan dalam drainase

Tipe Drainase Variabel keteknikan

• Drainase bawah permukaan, gravitasi • kedalaman, spasing, ukuran pipa


• Drainase bawah permukaan, dengan • kedalaman, spasing, kapasitas pompa
sumur pompa
• Drainase permukaan, preventif • panjang dan kemiringan lahan
• Parit, kolektor • dimensi, kemiringan saluran

Hubungan B merupakan pengaruh langsung dari drainase dan merupakan karaktersitik


fisik-hidrolik sehingga dapat dikembangkan rumus-rumus untuk memecahkannya dan
dapat berlaku secara umum. Hubungan C hanya bersifat regional, tidak dapat diberlakukan
secara umum. Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas hubungan C harus dipecah lagi
dengan menambahkan pengaruh tak-langsung dari drainase D dan E (Gambar 3.5). Suatu
contoh hubungan C di Inggris adalah data produksi winter wheat pada berbagai kedalaman
air tanah pada waktu musim winter seperti pada Gambar 3.4. Dari gambar 3.4 kelihatan
bahwa pada kondisi di daerah tersebut suatu rancangan drainase untuk menurunkan air
tanah lebih dalam dari 60 cm merupakan drainase yang berlebihan.

Untuk mendapatkan aplikasi yang lebih luas maka hubungan C harus dipecah kedalam
hubungan lainnya dengan bantuan variabel tambahan untuk menggambarkan pengaruh tak-
langsung drainase. Prosedur seperti ini digambarkan dalam Gambar 3.5. Hubungan E
dispesifikasi lebih rinci pada Gambar 3.6.

Dari uraian di atas terlihat bahwa drainase lahan pertanian adalah merupakan interdisiplin
dari berbagai ilmu. Pada suatu proyek drainase beberapa aspek berikut ini perlu
diperhitungkan :
• Pedology dan pertanian (kondisi tanah, produktivitas tanaman, operasi usahatani,
irigasi)
• Hidrologi dan Geologi (neraca air permukaan dan bawah permukaan, kondisi aquifer)
• Hidrolik (aliran air-tanah dan saluran terbuka dalam kaitannya dengan gradient
hidrolik)
• Teknologi (mesin dan bahan)
• Ekonomi (B/C ratio, pembiayaan)
• Sosio-Ekonomi (organisasi petani, sikap petani, hukum, distribusi keuntungan dan
biaya)
• Lingkungan (sumber daya alami, ekologi).

3.3 DRAINASE, FISIKA TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

3.3.1 Fisika Tanah


3.3.1.1 Aerasi tanah

Akar tanaman memerlukan oksigen untuk respirasi dan aktifitas metabolisma lainnya. Ia
menyerap air dan hara tanah dan menghasilkan CO2 yang harus dipertukarkan dengan O2
dari atmosfir. Proses aerasi terjadi dengan difusi dan aliran massa yang memerlukan ruang
pori tanah. Apabila akar berkembang dengan baik maka air dan hara harus tersedia secara
bersamaan.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 4

Pori tanah terdiri dari pori kapiler untuk penyimpanan air dan pori non-kapiler untuk
pertukaran gas. Pada tanah liat berat meskipun ruang pori sebesar 60% atau lebih, hampir
semua ruang pori termasuk pori kapiler. Pori tersebut apabila dalam keadaan jenuh air
tidak mudah untuk didrainasekan. Sebaliknya pada tanah berpasir seringkali pori kapiler
sangat kecil jumlahnya, sehingga mudah didrainasekan akan tetapi air yang dapat ditahan
untuk tanaman sedikit sekali.

Pada saat perkecambahan, benih mengabsorbsi air dan akar berkembang sehingga mampu
mengabsorbsi air pada kedalaman tanah yang lebih dalam. Apabila selama
perkembangannya menemui tanah jenuh air, maka perkembangan akar akan terhambat.

Pada situasi muka air tanah yang dangkal maka pertumbuhan akar akan:
• Perakaran lebih pendek, sistim perakaran menempati volume tanah yang kecil dan
kadang- kadang akar berkembang ke arah atas
• Pembentukan bulu-bulu akar terhambat
• Laju absorbsi air dan hara dan laju transpirasi akan berkurang.
Akibatnya :
• Daun akan memucat (menguning)
• Proses reproduktif terhambat, bunga dan buah muda jatuh premature.

Aerasi dan kondisi lengas tanah yang baik pada sebagian besar profil tanah akan
merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar ke semua arah sehingga mampu
mengekstrak air dan hara dalam jumlah besar. Suatu gambaran rata-rata penetrasi akar
pada kondisi lengas tanah yang optimum dinyatakan pada tabel di bawah ini (van de Goor,
1972) . Penyimpangan dari angka rata-rata tersebut seringkali dijumpai karena adanya
perbedaan jenis tanah dan varietas tanaman. Volume akar tidak menyebar seragam ke
seluruh kedalaman akar, akan tetapi umumnya sekitar 70% dari volume akar terdapat pada
lapisan pertama dengan kedalaman 30 cm sampai 60 cm di bawah tanah.

3.3.1.2 Struktur Tanah

Struktur tanah (agregasi dan penyusunan partikel tanah) yang baik berarti kondisi yang
menguntungkan untuk aerasi dan simpanan lengas tanah, dan juga hambatan mekanik
pertumbuhan akar akan berkurang dan tercipta stabilitas traksi untuk peralatan pertanian.
Drainase mempengaruhi struktur tanah melalui pengaruhnya terhadap level muka air
tanah.

Tabel 3.2 . Rata-rata kedalaman perakaran tanaman pada kondisi


lengas tanah optimum (van de Goor, 1972)

Tanaman Kedalaman (cm)


bawang, kubis, kacang-kacangan 30 - 60
kentang, terong 60
cabe 60 - 90
kelapa, sawit 60 - 120
jagung,tebu, melon, jeruk 150 - 180
kapas 120

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 5

3.3.1.3 Suhu tanah

Penurunan lengas tanah dan bertambahnya kandungan udara akibat drainase, menghasilkan
penurunan panas spesifik tanah. Air memerlukan panas 5 kali lebih besar untuk menaikkan
suhu dari pada tanah kering. Akibatnya tanah basah dengan lengas tanah sekitar 50% akan
memerlukan panas sekitar 2,5 kali lebih besar dari pada tanah kering. Untuk
perkecambahan benih diperlukan suhu tanah tertentu.

3.3.1.4 Kemampuan kerja (workability) dan Daya Sangga (bearing capacity)

Untuk pengolahan tanah diperlukan lengas tanah sekitar kapasitas lapang atau sedikit di
bawah kapasitas lapang. Pada penggunaan alat/mesin mekanis, jumlah hari kerja operasi
alat perlu mendapatkan perhatian. Drainase meningkatkan jumlah hari kerja peralatan.
Tergantung pada jenis traktornya umumnya traktor roda empat akan mampu beroperasi di
lapang jika daya sangganya lebih dari 5 kg/cm2. Semakin besar kadar air tanah daya
sangganya semakin kecil.

Pengalaman di daerah irigasi di Jalur Pantura (Pantai Utara) menunjukkan bahwa karena
kurangnya saluran drainase di lahan sawah, maka pengolahan tanah pada waktu MT2 tidak
dapat dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal irigasi. Perlu waktu sekitar 1 - 2 bulan
setelah panen MT1, dimana air dapat dibuang sehingga traktor dapat masuk dan bekerja di
petakan sawah. Begitu juga 2 minggu menjelang panen, drainase tidak bekerja optimum
sehingga tanah masih tetap basah akibatnya Combine Harvester tidak dapat bekerja.

3.3.1.5 Penurunan Tanah (subsidence)

Penurunan tanah akibat drainase terutama terjadi pada tanah yang baru dibuka
(direklamasi). Untuk tanah gambut subsidence terjadi akibat dari drainase yang
disebabkan oleh sifat-sifat fisika dan kimia (oksidasi bahan organik) . Pada tanah gambut,
drainase dapat mempercepat proses pematangan tanah.

Tabel 3.3. Produksi berbagai tanaman pada berbagai kedalaman air-tanah


(van Hoorn, 1958)

Tanaman Jumlah Hasil Relatif (%) pada berbagai kedalaman Hasil (kg/ha)
tahun air-tanah (cm)
40 60 90 120 150 100%
Gandum 6 58 77 89 95 100 4.600
Barley 5 58 80 89 95 100 4.100
Oats 3 49 74 85 99 100 5.000
Peas 4 50 90 100 100 100 2.750
Beans 3 79 84 90 94 100 3.100
Kentang 1 90 100 95 92 96 26.000

3.3.2 Kimia Tanah

3.3.2.1 Pasok (supply) Hara

Berbagai aktifitas mikro-organisma dan bakteri tergantung pada aerasi yang baik. Fiksasi
Nitrogen dan Nitrifikasi adalah dua prinsip proses aerobik yang berpengaruh penting pada
Teknik Irigasi dan Drainase
Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 6

pertumbuhan tanaman. Semakin dalam penetrasi akar maka semakin banyak hara yang
tersedia untuk tanaman. Dekomposisi bahan organik oleh mikroba akan terjadi pada
drainase yang baik sehingga ketersediaan hara akan lebih baik pula. Dalam keadaan
anaerobik akan terjadi penumpukan Mn dan Fe yang berbahaya untuk tanaman.

Penggenangan terus-terusan pada padi akan menghasilkan akumulasi H2S yang berbahaya
untuk tanaman. drainase sewaktu-waktu dapat menghindari akumulasi tersebut. Pada tanah
dengan muka air tanah dangkal maka daun akan menguning sebagai indikasi kekurangan
N. Pengaruh drainase terhadap produksi jagung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

3.3.2.2 Salinitas dan Alkalinitas Tanah

Salinitas tanah berkaitan dengan konsentrasi tinggi dari garam terlarut dalam lengas tanah
pada daerah perakaran. Konsentrasi garam terlarut yang tinggi ini menyebabkan tekanan
osmotik yang tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara
menghambat pengisapan air oleh akar. Pada tanah dengan konsentrai Na yang tinggi
(alkalinitas) biasanya disertai dengan pH tinggi (pH > 9) juga mempengaruhi kondisi fisik
tanah akibat dari dispersi partikel liat. Hasilnya adalah struktur tanah yang jelek. Hal ini
akan mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi tanah dan juga mengurangi laju difusi gas.

Pengaruh utama salinitas pada pertumbuhan dan produksi tanaman adalah :


• Perkecambahan benih akan terhambat
• Secara fisiologis tanaman akan kering dan layu
• Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kecil, ruas pendek dan percabangan sedikit.
• Daun berwarna hijau kebiruan
• Pembungaan terhambat, biji lebih kecil
• Sebagai akibatnya produksi juga akan berkurang.

Tabel 3.4. Produksi jagung (kg/ha) dalam kaitannya dengan kondisi drainase dan pemupukan
Nitrogen (Sumber: Shalhevet dan Zwerman, 1962)

Pemupukan Kondisi Drainase


Baik Sedang Buruk
NO3- 2.800 2.036 1.190
NH4+ 3.320 1.895 591
Tanpa 2.843 931 249

Toleransi tanaman terhadap salinitas dinyatakan dengan konduktivitas listrik ekstrak jenuh
tanah (ECe dalam mmho/cm) di daerah perakaran tanaman. Berdasarkan percobaan di
lapangan beberapa tanaman seperti gandum, padi, oat dan rye tahan pada ECe = 4 - 8
mmhos/cm. Tanaman lainnya seperti kapas, sayuran, kurma tahan pada ECe = 8 - 16
mmhos/cm (Tabel 3.5). Beberapa pengarang menyatakan salinitas dalam satuan dS/m (desi
Siemens/m). Konversi satuan ini dS/m = mS/cm (mili Siemens/cm = mmhos/cm)

3.3.2.3 Kemasaman (Acidity)

Pada tanah yang mengandung pyrite atau disebut juga cat-clay (FeS2) maka dengan
drainase akan terjadi oksidasi membentuk H2SO4 sehingga pH tanah kurang dari 3
(masam). Proses tersebut disertai juga dengan terbentuknya Fe++ dan Al+++ yang mudah

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 7

larut (soluble) dan berbahaya pada tanaman. Proses ini terutama terjadi di daerah pasang-
surut. Proses tersebut digambarkan dengan reaksi kimia sebagai berikut :

FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O Fe(OH)3 + 2 SO4= + 4 H+

Proses pemasaman tanah terjadi, dan pada kondisi masam terjadi pembongkaran kisi-kisi
mineral liat sehingga dilepaskan Al3+ yang bersifat racun bagi tanaman. Lahan bersulfat
masam biasanya sering terjadi di daerah pasang-surut, sehingga proses drainase harus
dijaga sedemikian rupa supaya oksidasi lapisan pirit ini tidak terjadi. Budidaya padi di
mana selalu dalam keadaan tergenang biasanya masih dapat dilakukan di lahan tersebut
walaupun hasilnya tidak begitu memuaskan. Drainase permukaan dengan pencucian
(leaching) pada musim hujan pada jangka waktu panjang dapat membantu reklamasi lahan
sulfat masam.

Sebagai tentatif kedalaman air tanah optimum untuk berbagai jenis tanaman pada berbagai
jenis tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini.

Tabel 3.5. Toleransi Salinitas Tanah dan pH Pada Berbagai Jenis Tanaman1

TANAMAN SALINITAS (mmhos/cm) pada PH


pengurangan produksi (%)
0 10 25 50 100 KISARAN OPTIMUM
Buncis 1 1,5 2,3 3,6 6,5 5,2 - 8,2 6,0 - 7,0
Cabai 1,5 2,2 3,3 5,1 8,5 5,2 - 8,2 6,0 - 7,6
Jagung 1,7 2,5 3,8 5,9 10 5,2 - 8,5 5,8 - 7,8
Kacang Tanah 3,2 3,5 4,1 4,9 6,5 5,4 - 8,2 6,0 - 7,5
Kedelai 5 5,5 6,2 7,5 10 5,2 - 8,2 5,5 - 7,5
Kelapa 4 8 12 16 25 4,5 - 8,5 5,2 - 7,5
Nenas 0,5 1 2 3 6 4,0 - 7,8 5,0 - 6,5
Padi 3 3,8 5,1 7,2 12 4,5 - 8,2 5,5 - 7,5
Sawit 0,5 1 2 3 8 3,5 - 7,5 5,0 - 6,5
Semangka 2,5 3,3 4,4 6,3 10 5,0 - 8,2 5,6 - 7,6
Tomat 2,5 3,5 5 7,6 12,5 5,0 - 8,2 6,0 - 7,5

Tabel 3.6. Tentatif kedalaman air-tanah optimum

Tekstur Tanah
Jenis Tanaman Berpasir (sandy) Lempung/debu Liat (clay)
(loam/silt)
Rumput-rumputan 0,5 0,6 0,7
Biji-bijian, tebu 0,6 0,7 0,8
Tanaman berumbi, serat-seratan, 0,8 0,9 1,0
minyak biji, sayuran
Buah-buahan (pohon) 1,0 1,2 1,4
Lahan yang diberakan untuk 1,2 1,5 1,3
sementara dengan kenaikan kapiler
dari air-tanah yang salin

1 Sumber: Sys C.; E. Van Ranst; J. Debaveye; F. Beernaert, 1993. Land Evaluation Part III: Crop
Requirements. Agricultural Publications No 7. General Administration for Development Cooperation.
Belgium

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan-dkk 8
BIAYA KERUGIAN

Hubungan Ekonomi
NEGATIF POSITIF
Hubungan Fisik

Hubungan Sosial-
Politik
MEMBUANG
KELEBIHAN AIR
TUJUAN
REKLAMASI
INSTALASI
KONSERVASI Keuntungan
OPERASI
MENAIKKAN HASIL
DAN PEMELIHARAAN
TANAMAN
SISTEM
DIVERSIFIKASI TANAMAN
DRAINASE
MEMUDAHKAN OPERASI
MESIN
DAN ALAT PERTANIAN
MENURUNKAN
MUKA AIR-TANAH

ANALISA BIAYA
KEUNTUNGAN DAN
NEGATIF POSITIF
KERUGIAN

BIAYA KERUGIAN

Gambar 3.1. Diagram pengaruh drainase pada pertanian dan evaluasi ekonomi

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 9

Variasikan variabel engineering Ukur Produksi


Sistem Drainase Tanaman

Gambar 3.2. Metoda A

Hubungan A

B C
Engineering Water-Table Crop
Variables Regime Productivity

Gambar 3.3. Pemecahan A menjadi B dan C

Gambar 3.4. Hubungan C (Departemen Pertanian Inggris, berdasarkan pengamatan


pada tanah liat Drayton selama 5 tahun)

C
Karakteristik Misal: Soil workability; soil
Tanah subsidence; Irrigation
possibility
D

Faktor Faktor
Pertumbuhan Pengelolaan

E
Produktivitas Farm Biaya
Tanaman Management Produksi

Gambar 3.5. Hubungan C dipecah Menjadi D dan E

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 10

INSTALASI SISTEM DRAINASE

B (Pengaruh Langsung)

Penurunan Muka Air-Tanah dan


Pengeringan Tanah
D
Pengaruh Tak-Langsung

FISIKA TANAH KIMIA/BIOLOGI HIDROLOGI


Aerasi Respirasi Akar Evaporasi
Struktur Kedalaman Perakaran Infiltrasi
Suhu Pasok Hara Run-off
Stabilitas Keasaman Tanah Rembesan
Workability Alkalinitas Tanah Kualitas Air
Subsidence Gulma/Hama/Penyakit Salinitas Tanah
E

RESPONS TANAMAN & PERUBAHAN SISTEM USAHA-TANI

Gambar 3.6. Faktor-faktor dalam hubungan D dan E pada Gambar 3.5

TOLERANSI TANAMAN TERHADAP SALINITAS


(Sumber: Sys C. et a l. , 1993. La nd Eva lua tion. Agri c.P ubl.No 7. Belgi um)

SALINITAS TANAH (mmhos/cm)


10

12
13

18

22
11

14
15
16
17

19
20
21

23
24
25
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

NENAS

SAWIT

BUNCIS

CABAI Peng. Prod. 0%

JAGUNG Peng. Prod. 10%


Peng. Prod. 25%
SEMANGKA
Peng. Prod. 50%
TOMAT Peng. Prod. 100%

PADI

KACANG TANAH

KELAPA

KEDELAI

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 11

2. PENDUGAAN PUNCAK LIMPASAN

4 PENDUGAAN PUNCAK LIMPASAN


Oleh
Dedi Kusnadi Kalsim
Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB
Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail: tta@bogor.wasantara.net.id

4.1 Metoda Rasional

Metoda rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan diperoleh pada
intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (Tc). Waktu
konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk pengaliran air dari yang paling
ujung dari suatu DAS sampai ke outlet. Apabila lama hujannya kurang dari waktu
konsentrasi, maka intensitasnya kemungkinan lebih besar akan tetapi luas DAS yang
memberikan kontribusi terhadap debit akan lebih kecil dari total luas DAS (A). Apabila
lama waktu hujan lebih besar dari waktu konsentrasi maka luas areal sama dengan total
luas DAS (A) tetapi intensitasnya kurang dari intensitas hujan pada lama hujan sama
dengan Tc.

Rumus metoda Rasional dinyatakan :


a. Untuk satuan seragam
Q = C. i . A /4.1/

dimana Q : puncak limpasan (L3 T-1); C : koefisien limpasan ( 0 < C <1); i : intensitas
hujan maksimum dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi (L.T-1); A: luas DAS
(L2).
b. Dalam satuan khusus di mana i dalam mm/jam; A dalam hektar dan Q dalam m 3/det,
maka rumus tersebut dinyatakan:
Q = 0.0028 C. i . A /4.2/

Untuk pendugaan waktu konsentrasi (Tc) terdapat beberapa metoda :

a. Metoda Kirpich (1940) :


Tc = 0.0195L0.77 S − 0.385 /4.3/

Tc : waktu konsentrasi (menit); L: maksimum panjang aliran (m); S: gradient DAS (meter
perbedaan elevasi dibagi meter panjang (L))

b. Rumus Rhiza
L
T1 = (detik) /4.4a/
w1

( )
0 .6
w1 = 20 h L (m/det) /4.4b/

atau

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 12

T2 = L w ( jam) /4.4c/
2

( )
0. 6
w2 = 72 h L (km/jam) /4.4d/

Tabel 4.1 . Waktu konsentrasi (menit) untuk DAS kecil (Berdasarkan rumus Kirpich)

Panjang
aliran max Rata-rata gradient (%)
(m)
0.05 0.1 0.5 1 2 5

100 12 9 5 4 3 2

200 20 16 8 7 5 4

500 44 34 17 14 10 8

1000 75 58 30 24 18 13

2000 130 100 50 40 31 22

3000 175 134 67 55 42 30

4000 216 165 92 70 54 38

5000 250 195 95 82 65 45

c. Kraven
Sama dengan Rhiza hanya kecepatan aliran dinyatakan sebagai berikut :

Slope w1 (m/det)

> 1/100 3.5


1/100 - 1/200 3.0
< 1/200 2.1

d. California Highway Department (1942)

0.385
 11.9 L3 
T=   /4.5/
 H 

T : waktu konsentrasi (jam); L : jarak horizontal (mile); H : beda tinggi (feet).

e. Untuk pendugaan intensitas hujan dengan lama hujan kurang dari 24 jam di Jepang
digunakan rumus empirik dari Mononobe :

( )
R24 24 n
rt = t /4.6/
24

rt : intensitas hujan dengan t jam (mm/jam); R24 : maksimum hujan 24 jam (mm); n :
koefisien yang besarnya antara 1/3 - 2/3

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 13

Di Indonesia dikenal suatu metoda rasional yang disebut metoda Melchior (1914) dan
metoda Der Weduwen (1937). Secara umum metoda Rasional ditulis sebagai :

Qn = a. b. q n . A /4.7/

Qn : puncak limpasan (m3/det) untuk perioda ulang tertentu; a : koefisien limpasan; b:


koefisien pengurangan luas daerah hujan; qn: curah hujan dalam m3/(det.km2) dengan
perioda ulang tertentu; A : luas DAS (km2).

Untuk menghitung Qn ada 2 metoda yang dapat digunakan :

(1) Metoda Der Weduwen untuk luas DAS sampai 100 km2 (10.000 hektar)
(2) Metoda Melchior untuk luas DAS lebih besar dari 100 km2.

Kedua metoda tersebut telah menetapkan hubungan empiris a, b dan qn. Waktu konsentrasi
dinyatakan sebagai fungsi dari debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata
DAS.

(1) Metoda Melchior (1914):

Curah hujan qn dinyatakan sebagai intensitas hujan rata-rata sampai terjadinya debit
puncak yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (T). Curah hujan qn dinyatakan
sebagai hujan terpusat (point rainfall) dan dikonversikan ke luas daerah hujan dengan b.q.
Dalam Gambar 4.1, luas daerah hujan b.q (m3/(det.km2)) dinyatakan sebagai fungsi waktu
lama hujan (jam) dan luas daerah hujan F (km2) untuk curah hujan sehari sebesar 200 mm.

b.q untuk F = 0 dan T = 24 jam, dihitung sebagai berikut :

0.2 × 1000 × 1000


b. q = = 2.31 m3/(det.km2)
24 × 3600

Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda dengan 200 mm, maka harga pada Gambar
tersebut akan berubah secara proporsional, misalnya untuk hujan = 240 mm, maka harga
b.qn dari F = 0 dan T = 24 jam akan menjadi

b.qn = 2.31 x (240/200) = 2.77 m3/(det.km2)

Variasi luas daerah hujan diperkirakan berbentuk bundar atau elips (Gambar 2). Untuk
menemukan luas daerah hujan di suatu DAS, sebuah elips digambar mengelilingi batas-
batas DAS. Panjang sumbu yang pendek minimal harus 2/3 dari sumbu terpanjang. Garis
elips tersebut mungkin memintas ujung DAS yang memanjang. Luas elips F (π.a.b)
digunakan untuk menentukan harga b.qn untuk luas DAS A. Pada Gambar 4.1, diberikan
harga-harga b.q untuk masing-masing luas F.

Waktu Konsentrasi :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 14

Melchior menetapkan waktu konsentrasi (Tc) sebagai berikut :


Tc = 0186
. L Q − 0. 2 I − 0. 4 /4.8/
di mana Tc : waktu konsentrasi (jam); L : panjang sungai (km); Q : debit puncak (m3/det); I
: gradient rata-rata DAS
Untuk penentuan gradient DAS, 10 persen bagian hulu dari panjang DAS tidak dihitung.
Beda elevasi dan panjang DAS diambil dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu DAS (lihat
Gambar 4.2).

Koefisien Limpasan (C)


Koefisien Limpasan C dipengaruhi oleh karaktersitik fisik DAS yakni sifat dan jenis tanah,
tata-guna lahan, kemiringan lahan dan sebagainya. Beberapa pustaka koefisien limpasan C
adalah seperti sebagai berikut (Tabel 4.2):

Gambar 4.1. Luas daerah hujan Melchior

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 15

Tabel 4.2. Koefisien limpasan C untuk metoda Rasional berdasarkan lereng,


tanaman penutup tanah dan tekstur tanah 2

Lereng (%) Lempung berpasir Liat dan debu Liat berat


(sandy loam) berlempung (tight clay)
(clay and silt loam)
HUTAN
0-5 0.10 0.30 0.40
5 - 10 0.25 0.35 0.50
10 – 30 0.30 0.50 0.60
Padang Rumput
0-5 0.10 0.30 0.40
5 - 10 0.15 0.35 0.55
10 – 20 0.20 0.40 0.60
Lahan Pertanian
(Arable land)
0-5 0.30 0.50 0.60
5 - 10 0.40 0.60 0.70
10 – 20 0.50 0.70 0.80

Gambar 4.2. Penentuan luas daerah hujan F dan gradient I (Melchior)

2 Sumber :Schwab, Frevert and Barnes (1966), Soil and Water Conservation Engineering, Wiley, New York.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 16

Tabel 4.3. Koefisien C untuk DAS Pertanian (Grup tanah B)

No Kondisi penutup dan hidrologi Intensitas hujan (mm/jam)

25 100 200
1 Tanaman dalam barisan, kultur teknis jelek 0.63 0.65 0.66
2 Tanam dalam barisan, kultur teknis bagus 0.47 0.58 0.62
3 Tanaman kacang-kacangan, kultur teknis jelek 0.38 0.38 0.38
4 Tanam kacang-kacangan, kultur teknis bagus 0.18 0.21 0.22
5 Semak dengan dominasi rumput, rotasi baik 0.29 0.36 0.39
6 Rumput makanan ternak, permanen, baik 0.02 0.17 0.23
7 Hutan, matang, baik 0.02 0.1 0.15

Tabel 4.4. Grup hidrologi tanah

G Keterangan Laju Infiltrasi


rup Akhir (mm/jam)
A Potensial limpasan rendah, lapisan tanah dalam, pasir 8 - 12
dengan sedikit debu dan liat, mudah meloloskan air
B Potensial limpasan cukup rendah, lapisan tanah berpasir 4-8
dengan kedalaman kurang dari A
C Potensial Limpasan cukup tinggi, lapisan tanah dangkal 1-4
dengan kandungan liat dan koloid cukup besar
D Potensial limpasan tinggi, lapisn tanah dangkal dengan 0-1
kandungan liat tinggi, terdapat lapisan kedap dekat
permukaan tanah

Tabel 4.5. Faktor konversi Grup Tanah 3

Kondisi penutup Konversi koefisien limpasan dari Grup B ke


dan hidroogi
Grup A Grup C Grup D
1 0.89 1.09 1.12
2 0.86 1.09 1.14
3 0.86 1.11 1.16
4 0.84 1.11 1.16
5 0.81 1.13 1.18
6 0.64 1.21 1.31
7 0.45 1.27 1.40

3Sumber : Schwab G.O.;R.K. Prevert; T.W. Edminster; K.K. Barnes (1981) : Soil and Water Conservation
Engineering. John Wiley and Sons, New York.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 17

Tabel 4.6. Koefisien limpasan untuk Metoda Rasional 4

Karakter Permukaan Periode Ulang (tahun)


2 5 10 25 50 100 500
Daerah telah berkembang :
Aspal 0.73 0.77 0.81 0.86 0.90 0.95 1.00
Beton/atap 0.75 0.80 0.83 0.88 0.92 0.97 1.00
Rerumputan (taman) :
• Kondisi Jelek (penutupan < 50%):
- Datar (0-2%) 0.32 0.34 0.37 0.40 0.44 0.47 0.58
- Sedang (2-7%) 0.37 0.40 0.43 0.46 0.49 0.53 0.61
- Curam (>7%) 0.40 0.43 0.45 0.49 0.52 0.55 0.62
• Kondisi Sedang (penutupan 50-
70%):
- Datar 0.25 0.28 0.30 0.34 0.37 0.41 0.53
- Sedang 0.33 0.36 0.38 0.42 0.45 0.49 0.58
- Curam 0.37 0.40 0.42 0.46 0.49 0.53 0.60
• Kondisi baik (penutupan > 70%):
- Datar 0.21 0.23 0.25 0.29 0.32 0.36 0.49
- Sedang 0.29 0.32 0.35 0.39 0.42 0.46 0.56
- Curam 0.34 0.37 0.40 0.44 0.47 0.51 0.58
Daerah Belum berkembang:
• Lahan diusahakan pertanian:
- Datar 0.31 0.34 0.36 0.40 0.43 0.47 0.57
- Sedang 0.35 0.38 0.41 0.44 0.48 0.51 0.60
- Curam 0.39 0.42 0.44 0.48 0.51 0.54 0.61
• Penggembalaan :
- Datar 0.25 0.28 0.30 0.34 0.37 0.41 0.53
- Sedang 0.33 0.36 0.38 0.42 0.45 0.49 0.58
- Curam 0.37 0.40 0.42 0.46 0.49 0.53 0.60
• Hutan:
- Datar 0.22 0.25 0.28 0.31 0.35 0.39 0.48
- Sedang 0.31 0.34 0.36 0.40 0.43 0.47 0.56
- Curam 0.35 0.39 0.41 0.45 0.48 0.52 0.58

Prosedur pendugaan puncak debit limpasan dengan Metoda Melchior

1. Tentukan besarnya curah hujan maksimum sehari untuk perioda ulang yang dipilih
2. Tentukan a (koefisien limpasan C) yang paling sesuai untuk DAS tersebut
3. Hitung A, F, L dan I untuk DAS tersebut
4. Buat perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To berdasarkan Tabel 8
5. Ambil harga Tc = To untuk b.qn dari Gambar 1 dan hitung Qo = a.b.qno A
6. Hitung waktu konsentrasi Tc untuk Qo dengan persamaan /7/
7. Ulangi langkah-langkah 4 dan 5 untuk harga To baru yang sama dengan Tc sampai
waktu konsentrasi yang diperkirakan sama dengan yang dihitung
8. Hitung debit puncak untuk harga ahir T.

4Digunakan sebagai standard di Austin, Texas, USA.


Sumber : Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill, Singapore

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 18

Tabel 4.7. Koefisien runoff untuk metoda Rasional 5

Tipe Areal Koefisien C


Areal bisnis:
- Downtown 0.70 - 0.95
- Neighborhood 0.50 - 0.70
Perumahan (residential)
- Single family 0.30 - 0.50
- Multiunits, detached 0.40 - 0.60
- Multiunits, attached 0.60 - 0.75
Residential (suburban) 0.50 - 0.70
Apartment 0.50 - 0.70
Daerah Industri
- Industri Ringan 0.50 - 0.70
- Industri Berat 0.60 - 0.90
Taman (parks), kuburan (cemetries) 0.10 - 0.25
Taman bermain (playgrounds) 0.20 - 0.35
Railroad yard 0.20 - 0.35
Unimproved 0.10 - 0.30
Pavement:
- Asphal atau concrete 0.70 - 0.95
- Pasangan bata (bricks) 0.70 - 0.85
Atap rumah (Roofs):
Lawns, tekstur tanah berpasir
- Datar, 2% 0.05 - 0.10
- Medium 2-7% 0.10 - 0.20
- Curam > 7% 0.15 - 0.20
Lawns, tekstur tanah liat berat
- Datar, 2% 0.13 - 0.17
- Medium 2-7% 0.18 - 0.22
- Curam > 7% 0.25 - 0.35
Kerikil lintasan kendaraan dan pejalan 0.15 - 0.30
kaki

Tabel 4.8. Perkiraan nilai To

F (km2) To (jam) F (km2) To (jam)


100 7.0 500 12.0
150 7.5 600 14.0
200 8.5 1000 16.0
300 10.0 1500 18.0
400 11.0 3000 24.0

(2) Metoda Der Weduwen (1937)

Persamaan umumnya : Qn = a. b. qn. A /4.7/

Koefisien limpasan a dapat dihitung dengan rumus :

5 Sumber: ASCE and WPCF (1969)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 19

4.1
a = 1− /4.9/
b. q n + 7

Koefisien pengurangan daerah hujan b dihitung dengan rumus:


t+ 1
120 + A
t + 9 /4.10/
b=
120 + A

Curah hujan qn (m3/(det.km2)) dihitung dengan rumus :

Rn 67.65
qn = /4.11/
240 t + 1.45

di mana A : luas DAS (km2), Rn : maksimum hujan sehari (mm) untuk periode ulang
tertentu, t : lamanya curah hujan (jam) yang mempunyai hubungan dengan panjang sungai
(L, km) , Q (m3/det) dan gradient Melchior (I) sebagai berikut :

t = 0.25 L Q − 0.125 I − 0.25 /4.12/

Perlu diingat bahwa t dalam metoda Der Weduwen adalah saat-saat kritis curah hujan yang
mengacu pada terjadinya debit puncak. Ini tidak sama dengan waktu konsentrasi dalam
metoda Melchior.

Prosedur perhitungan :

1. Hitung A, L dan I dari peta topografi DAS.


2. Hitung nilai Rn (mm), maksimum hujan sehari untuk perioda ulang tertentu
3. Buatlah harga t = 0

Hitung dengan persamaan

qn /4.11/

b /4.10/

a /4.9/

Qn /4.7/

t /4.12/

4. Gunakan nilai t ini, dan ulangi lagi tahap 3 sampai nilai dugaan sama dengan nilai t
hitungan

Persamaan /4.12/ dapat disederhanakan dengan mengasumsikan hubungan tetap antara L


dengan A :
L = 1904
. A 0.5 /4.13/

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 20

Jika disubstitusikan ke persamaan /4.12/, maka menghasilkan :

t = 0.476 Q − 0.125 A 0.5 I − 0.25 /4.14/


Dengan menggunakan persamaan /4.14/, maka hubungan Q, A dan I untuk nilai Rn
tertentu dinyatakan dalam grafik seperti pada Gambar 4.3 sampai dengan 4.7. Untuk DAS
yang panjang sungainya (L) lebih besar dari pada persamaan /4.13/, maka Q yang diambil
dari grafik akan terlalu besar, dan sebaliknya apabila L lebih kecil dari persamaan /4.13/
maka Q grafik akan terlalu kecil.

Contoh perhitungan dengan Metoda Der Weduwen:

Luas DAS A = 41 km2


Panjang sungai = 11 km
Elevasi pada ujung DAS = + 340 m
Elevasi pada 0.1 L = + 300 m
Elevasi sungai pada bendung = + 50 m

Hitung debit puncak dengan perioda ulang 5 tahun?

Penyelesaian :

Gradient menurut Melchior : (300-50)/(0.9x11x 1000) = 0.025 atau 2.5%.


Misalkan hasil analisis maksimum hujan harian di daerah tersebut adalah sebagai berikut
(di Jawa) :

Periode ulang (tahun) Hujan sehari (mm)

1/5 61
1/4 67
1/3 75
1/2 86
1/1 105
2 120
5 160
10 185
20 210
50 245
100 275

Jadi untuk periode ulang 5 tahun Rn = 160 mm

1. t = 0

Persamaan Hasil

4.11 qn = 31.10
4.10 b = 0.774
4.9 a = 0.868
4.7 Qn = 856.653

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 21

4.12 t = 2.97

2. t = 2.97

Persamaan Hasil

4.11 qn = 10.20
4.10 b = 0.830
4.9 a = 0.735
4.7 Qn = 255.12
4.12 t = 3.46

3. t = 3.46

Persamaan Hasil

4.11 qn = 9.185
4.10 b = 0.836
4.9 a = 0.721
4.7 Qn = 226.99
4.12 t = 3.51

4. t = 3.51

Persamaan Hasil

4.11 qn = 9.093
4.10 b = 0.837
4.9 a = 0.719
4.7 Qn = 224.3
4.12 t = 3.51

Dengan demikian Debit puncak dengan perioda ulang 5 tahun = 224.3 m3/det.

Apabila menggunakan grafik, maka debit puncak = 200 m3/det.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 22

Gambar 4.3. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 80 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 23

Gambar 4.4. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 120 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 24

Gambar 4.5. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 160 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 25

Gambar 4.6. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 200 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 26

Gambar 4.7. Grafik Q untuk curah hujan harian Rn = 240 mm

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 27

3. Teknik Drainase Permukaan

5 TEKNIK DRAINASE PERMUKAAN


Oleh
Dedi Kusnadi Kalsim
Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA IPB
Po Box 220 Bogor 16002, Tilp (0251) 627.225, E-mail: dedkus@telkom.net

5.1 Data Perencanaan Saluran Pembuang

5.1.1 Data Topografi

a. Peta topografi skala 1:50.000 sampai 1:25.000 dengan dilengkapi dengan garis
kontour selang 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit.
b. Profil memanjang (longitudinal) dengan skala horizontal 1 : 2.000 dan skala vertikal
1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang kecil jika diperlukan)
c. Potongan melintang (cross section) dengan skala 1:200 (atau 1:100 untuk saluran
kecil) pada setiap interval 50 m untuk trase yang lurus dan 25 m untuk trase yang
melengkung.

Penggunaan foto udara dan ortho-foto yang dilengkapi dengan garis ketinggian
sangat penting khususnya untuk perencanaan tata-letak.

5.1.2 Debit Rencana


5.1.2.1 Jaringan Pembuang

Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air


secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari
segi ekonomi. Pembuangan air di daerah datar dan daerah pasang-surut yang
dipengaruhi oleh fluktuasi muka air di laut, sangat tergantung pada muka air sungai,
saluran atau laut yang merupakan outlet dari pembuang. Muka air di outlet ini sangat
penting dalam perencanaan bangunan-bangunan khususnya di lokasi ujung saluran
pembuang, misalnya pintu klep otomatis (flape gate) yang menutup selama muka air
tinggi untuk mencegah air masuk ke areal drainase dan membuka kembali pada waktu
muka air rendah.

5.1.2.2 Modulus Drainase untuk Tanaman Padi Sawah

Lahan yang ditanami padi umumnya datar atau berteras. Besarnya penurunan hasil yang
diakibatkan oleh kelebihan air tergantung pada :
• Ketinggian genangan
• Lamanya genangan tersebut berlangsung
• Tahap pertumbuhan tanaman
• Varietas padi.

Tahapan pertumbuhan tanaman yang paling peka terhadap kelebihan genangan adalah
di pesemaian, selama tanam (pemindahan bibit dari pesemaian ke lahan) dan permulaan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 28

masa berbunga (panicle). Secara umum dapat dikatakan apabila tanaman padi tergenang
melebihi saparoh tinggi tanaman selama lebih dari 3 hari berturutan maka akan
mengurangi produksi secara nyata. Apabila kurang dari 3 hari maka pengurangan hasil
tidak begitu nyata.

Sebagai standar untuk perencanaan drainase tanaman padi6:


(1) Tinggi genangan yang diijinkan di petakan sawah harus kurang dari 30 cm dan lama
genangan tidak lebih dari 3 hari
(2) Tinggi genangan lebih dari 30 cm harus tidak lebih dari 24 jam (1 hari)

Kelebihan genangan di petakan sawah disebabkan oleh: hujan lebat, limpasan air irigasi
atau drainase, rembesan dari saluran irigasi. Untuk keperluan drainase tanaman lainnya
yakni nenas dan singkong berdasarkan pengalaman petani di Anjir Basarang
(Kalimantan Tengah) menunjukkan bahwa tanaman singkong akan mati apabila
terendam 1 hari, sedangkan nenas masih bertahan walaupun tergenang selama 2 - 3 hari
berturutan.

Tabel 5.1. Taksiran kerusakan padi akibat genangan air berlebihan di Jepang 7

Pengurangan Hasil (%) menurut Lama Hari Genangan


Tahap Pertumbuhan Air Jernih Air Berlumpur
1-2 3-4 5–7 >7 1-2 3-4 5-7 >7
• 20 hari setelah tanam 10 20 30 35 - - - -
• Pembentukan malai muda, 10 0 65 90-100 20 50 85 90-100
sebagian terrendam
• Pembentukan malai muda, 25 45 80 80-100 70 80 85 90-100
seluruhnya terendam
• Pembuahan 15 25 30 70 30 80 90 100
• Pemasakan 10 15 20 20 5 20 30 30

Penentuan modulus drainase untuk padi dapat dilakukan dengan cara :


(1) Memplotkan hujan maksimum untuk beberapa hari berturutan pada berbagai
periode ulang dan penentuan tinggi genangan maksimum yang masih diijinkan
seperti pada Gambar 5.1.
(2) Simulasi tinggi genangan harian dengan neraca air harian di petakan sawah8.

WLi = WLi-1 + Ri + IRi + Qini - Pi - ETi - Qoi

di mana : WLi : tinggi genangan air di petakan sawah pada hari ke i (mm); R i:
hujan hari ke i (mm); Qin : limpasan dari petakan lain (mm); IR: air irigasi yang
diberikan (mm); P: perkolasi (mm); ET: evapotranspirasi (mm); Qo : drainase
yang dilakukan (mm).
Kriteria yang dilakukan dalam perhitungan tinggi genangan :
(i) Untuk WLi ≥ WLMAX :
Jika (WLi - WLMAX) ≥ Qo, selanjutnya dipakai WLi = (WLi - Qo)
6 Sumber : Design Drainage Project, Ciujung Sub Project, Final Report vol.1 Main Report, PROSIDA,
May 1981
7 Sumber : Fukuda dan Tsutsui (1968)
8 Skripsi Muchtadi F 24.0075, 1992. Penentuan Modulus Drainase untuk Padi Sawah Berdasarkan
Perhitungan Neraca Air Harian

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 29

Jika (WLi - WLMAX) < Qo, selanjutnya dipakai WLi = WLMAX


(ii) Untuk WLMIN < WLi < WLMAX, selanjutnya dipakai WLi = Wli

a. Tadah hujan :
Jika WLi < 0, selanjutnya dipakai WLi = 0
b. Beririgasi :
Jika WLi < WLMIN, selanjutnya dipakai WLi = WLOP
WLMAX : tinggi genangan maksimum; WLMIN : tinggi genangan minimum; WLOP :
tinggi genangan optimum setelah pemberian air irigasi

(3) Penentuan modulus drainase untuk padi sawah dapat dilakukan pula dengan
metoda:

Dn = RnT + n( I − ET − P) − S

n: jumlah hari berturutan; Dn: pengeluaran air permukaan selama n hari berturutan
(mm); RT n : hujan maksimum n hari berturutan dengan periode ulang T tahun (mm); I:
air irigasi (mm/hari); ET: evapotranspirasi (mm/hari); P: perkolasi (mm/hari); S:
genangan air maksimum yang diijinkan di petakan sawah (mm). Umumnya nilai n yang
dipakai adalah 3 hari berturutan.

Di Jepang umumnya digunakan standar modulus drainase selama periode irigasi dan tak
irigasi masing-masing sebesar 0,2 - 0,5 dan 0,05 - 0,1 m3 .det-1.km-2.

Kurva Depth-Duration-Frequency
Hujan Harian
300

250

200
Hujanl (mm)

150

100

50

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Hari be rturutan (hari)

T = 25 T = 10 T=5
Poly. (T = 5) Poly. (T = 10) Poly. (T = 25)

Gambar 5.1. Kedalaman, lama hujan dan frekwensi dalam


penentuan Modulus Drainase untuk padi sawah

Untuk areal seluas 400 ha, Debit Pembuang Rencana dapat diambil konstan
(l.det-1.ha-1). Apabila luas areal lebih besar dari 400 ha, maka debit rencana akan
berkurang akibat dari menurunnya curah hujan rata-rata dan adanya tampungan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 30

sementara yang relatif lebih besar. Di Indonesia secara empirik pengaruh luas areal
tersebut dinyatakan dengan persamaan :

Qd = f . Dm . A

• untuk luas areal <= 400 ha, f = 1.0

• untuk luas areal > 400 ha , f = 1.62 A-0,08

Qd : debit pembuang rencana (l/det); Dm : modulus drainase (l/det.ha); A: luas areal


(ha); f: faktor reduksi luas. Faktor pengurangan (f) debit pembuang rencana tersebut
dinyatakan dalam Gambar 5.2.

5.1.2.3 Untuk Daerah Berbukit

Untuk areal yang berbukit di mana umumnya tanaman yang diusahakan bukan padi
sawah, maka untuk perencanaan saluran pembuang ada dua macam debit yang perlu
dipertimbangkan yakni :
a. Debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek
b. Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran pembuang.

5.1.2.3.1 Debit puncak

Di Indonesia umunya digunakan metoda rasional der Weduwen untuk areal kurang dari
100 km2 dan Melchior untuk areal lebih besar dari 100 km2 (Lihat Pendugaan Debit
Puncak Empirik).

5.1.2.3.2 Debit Rencana

Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari
suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari yang
terjadi di daerah tersebut. Volume limpasan tersebut harus dapat dibuang dalam waktu
sehari, sehingga akan dihasilkan debit rencana yang konstan.

USBR (1977) :
Qd = 0,116. a. f . R (1) 5 . A

• untuk A ≥ 400 ha, f = 1,62 A -0,08


• untuk A < 400 ha, f = 1,0
Qd: debit rencana (l.det-1); a : koefisien limpasan; R(1)5: hujan sehari maksimum dengan
periode ulang 5 tahun (mm.hari-1); A : luas areal drainase (ha).

5.1.2.4 Debit Pembuang

Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan
elevasi muka air rencana. Debit pembuang ini terdiri dari :
a. Debit pembuang untuk petakan sawah seperti pada 5.1.2.2
b. Debit dari areal perbukitan seperti pada 5.1.2.3.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 31

Jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana dari areal
sawah dan non-sawah (perbukitan) di dalam maupun di luar areal dengan menggunakan
saluran intersepsi (pencegat). Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi
pembuangan air dari sawah di daerah irigasi.

Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi di saluran pembuang.
Muka air ini akan digunakan untuk merencanakan pengendalian banjir (misalnya
tanggul banjir) dan bangunan-bangunan air lainnya (misalnya jembatan, gorong-
gorong). Selama terjadi debit puncak terhambatnya pembuangan air dari petakan sawah
masih dapat diterima karena hanya berlangsung beberapa jam saja. Elevasi muka air
pada debit puncak sering melebihi elevasi lahan sehingga diperlukan sarana
pengendalian banjir dengan membuat tanggul sepanjang saluran pembuang.

Gambar 5.2. Faktor pengurangan debit karena luas areal

Periode ulang untuk debit puncak biasanya diambil sebesar 5 tahun untuk saluran
pembuang kecil di daerah irigasi atau 25 tahun atau lebih untuk saluran pembuang besar
tergantung dari nilai ekonomis sarana yang dilindungi (misalnya di daerah perkotaan).
Periode ulang debit rencana biasanya digunakan 5 tahun.

Pada pertemuan dua saluran pembuang di mana debit puncak bertemu, maka debit
puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut :
(1) Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya luasnya kurang lebih sama (40%-50%
dari luas total), maka debit puncak gabungan dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua
debit puncak.
(2) Jika luas daerah yang satu lebih kecil dari yang lainnya (kurang dari 20% dari luas
total), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai luas total
(3) Bila persentase luas areal antara 20%-40% dari luas total, maka gabungan debit
puncak dihitung dengan interpolasi antara nilai yang didapat dari kasus 1 dan kasus
2.
Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, maka debit
rencana gabungan dihitung sebagai jumlah debit rencana dari masing-masing saluran
pembuang.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 32

5.1.3 Data Mekanika Tanah

Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan tubuh saluran
terhadap erosi dan stabilitas talud serta tanggul. Klasifikasi tekstur, indeks plastisitas
dan ruang pori di perlukan untuk pertimbangan kecepatan maksimum (Lihat Lampiran)

5.2 Perencanaan Saluran Pembuang

5.2.1 Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil

Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya


pelaksanaan dan pemeliharaan yang terrendah. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap
erosi dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang dan harus
seimbang. Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari
sedimen. Erosi di saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan.
Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang
diijinkan. Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada bahan tanah serta kon-
disinya.

Saluran pembuang dirancang di tempat terrendah dan melalui daerah depresi.


Kemiringan alamiah lahan dalam trase ini menentukan kemiringan memanjang saluran
pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam sehingga kecepatan
maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan terjun.

Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang
diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka debit dan
kecepatan aliran saluran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi eksploitasi rata-
rata. Pada debit yang rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar
salurannya lebar. Oleh karena itu biasanya saluran pembuang dirancang relatif sempit
dan dalam dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan debit yang
berubah-ubah biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran pembuang (lain
halnya dengan saluran irigasi). Potongan melintang yang dalam akan memberikan
pemecahan yang lebih ekonomis.

5.2.2 Rumus dan Kriteria Hidrolik


5.2.2.1 Rumus Hidrolik

Untuk perencanaan saluran pembuang, aliran dianggap steady dan seragam (uniform)
untuk itu diterapkan rumus Strickler-Manning :

V = k m R 2 / 3 I 1/ 2 di mana : V: kecepatan aliran (m.det-1);


km : koefisien kehalusan Strickler
(km = 1/n, n : koefisien kekasaran
Manning); R : jari-jari hidrolis (m) (R = A/P; P :perimeter basah (m); A:luas
penampang aliran (m2); I : kemiringan dasar saluran; z = talud (horizontal z : vertikal 1);
w = b/h (perbandingan lebar dasar dengan tinggi air)

A = b. h + z. h 2 = h 2 (w + z )

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 33

( )
P = b + 2. h 1 + z 2 = h. w + 2 1 + z 2 [ ( )]
A h( w + z)
R= =
P w + 2 1 + z2 ( )
2/ 3
 h( w + z) 
Q = A. k m . R 2 / 3 . I 1/ 2 = k m I 1/ 2 ( w + z) h 2  
 w + 2 (1 + z 2 ) 

( w + z ) 5/ 3
F=
misalkan
[ )]
2/3
w + 2 1 + z2(
maka :
3/ 8
 Q 
h=  1/ 2 
 F. k m I 

Nilai b (lebar dasar saluran) yang didapatkan dari perhitungan biasanya harus
dibulatkan ke suatu angka yang secara praktis dapat dikerjakan di lapangan. Dengan
menambah atau mengurangi nilai b dengan ∆b, maka akan terjadi perubahan h (∆h).
Dari gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa dengan penambahan ∆b, maka luas
penampang aliran (A) tidak boleh berubah.

∆b x h = - ∆h x B = - ∆h x (b + 2 z h) = - ∆h (w + 2 z)h

−∆b
∆h=
( w + 2 z)

FB

1
h
z

Gambar 5.3. Geometri saluran

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 34

Faktor-faktor yang mempengaruhi rancangan :


• maksimum talud
• kecepatan maksimum yang diijinkan
• kecepatan minimum
• lebar dasar minimum untuk mencegah penyumbatan dan kemudahan konstruksi
• perbandingan b/h

FB

∆h
h 1
z

Gambar 5.4. Perubahan ∆b dan ∆h

5.2.2.2 Koefisien kehalusan Strickler

Koefisien kehalusan Strickler tergantung kepada sejumlah faktor yakni :


• Kekasaran dasar dan talud saluran
• Lebatnya vegetasi
• Panjang batang vegetasi
• Ketidak-teraturan dan trase
• Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran

Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, maka vegetasi akan mudah sekali
tumbuh dan banyak mengurangi nilai km. Pembabadan rumput yang teratur akan
memperkecil pengurangan nilai km. Nilai km pada tabel di bawah ini umumnya dipakai
untuk merancang saluran pembuang dengan mengasumsikan bahwa vegetasi dipotong
secara teratur.

Tabel 5.1. Koefisien kehalusan Strickler untuk saluran pembuang

Kedalaman aliran (m) km


h > 1,5 30
h ≤ 1,5 25

Untuk saluran irigasi yang terbuat dari galian atau timbunan tanah, nilai km yang biasa
digunakan pada pelbagai nilai Q adalah seperti pada Tabel di bawah ini. Beberapa nilai
koefisien kekasaran Manning dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 35

5.2.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diijinkan

Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum


yang tidak menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep ini didasarkan pada hasil
riset USSCS (United State Soil Conservation Services, Design of Open Channel, 1977)
yang memerlukan data lapangan yakni klasifikasi tanah (Unified Classification system),
Indeks Plastisitas dan angka pori.

Tabel 5.2. Koefisien kehalusan Strickler untuk saluran irigasi

Q (m3.det-1) Km
Q > 10 45
5 < Q < 10 42.5
1<Q<5 40
Q<1 35

Kecepatan maksimum yang diijinkan ditentukan dengan dua tahapan :


(1) Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan kedalaman air 1 m
seperti pada Gambar 5.5.
(2) Penentuan faktor koreksi untuk lengkung saluran, berbagai kedalaman air dan angka
pori seperti pada Gambar 5.6.

Vmax = Vb × A × B × C × D

di mana ,Vmax : kecepatan maksimum yang diijinkan (m/det); Vb : kecepatan dasar


(m/det); A: faktor koreksi untuk angka pori tanah permukaan saluran; B: faktor koreksi
untuk kedalaman aliran; C: faktor koreksi untuk lengkung saluran; D: faktor koreksi
untuk periode ulang banjir rencana (Gambar 5.7).

Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan periode ulang yang tinggi
lebih dari 10 tahun. Diasumsikan bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan periode
ulang di atas 10 tahun menyebabkan sedikit kerusakan akibat erosi. Hal ini dinyatakan
dengan menerima Vmax yang lebih tinggi. Untuk jaringan pembuang internal
diasumsikan bahwa airnya bebas sedimen. Sedangkan untuk pembuang lahan berbukit,
asal air harus diperiksa.Untuk konstrusi pada tanah-tanah non-kohesif kecepatan dasar
yang diijinkan adalah 0,6 m/det. Suatu daftar kecepatan maksimum yang diijinkan
berdasarkan jenis tanah dan kandungan lumpur air yang mengalir adalah seperti pada
Tabel 5.4.

5.2.2.4 Kecepatan Minimum

Kecepatan minimum adalah batas kecepatan terrendah yang mengakibatkan adanya


sedimentasi, pertumbuhan gulma dan perkembang-biakan nyamuk yang dapat
menyebabkan penyakit malaria. Untuk mencegah pertumbuhan gulma air diperlukan
kecepatan minimum 0,75 m/detik, sedangkan untuk mencegah malaria dan bilharzia
(penyakit kaki gajah) kecepatan minimum 0,4 m/detik.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 36

Tabel 5.3. Koefisien kekasaran Manning (n)

Jenis bahan saluran Minimum Normal Maksimum

1. Pipa dan Saluran Berlapis :


• logam,kayu,plastik, semen,beton 0,010 0,013 0,015
• bata 0,025 0,030 0,035
• pipa bergelombang (corrugated) 0,024
2. Saluran tanah galian :
• saluran tanah,lurus,seragam
bersih tanpa rumputan 0,016 0,018 0,020
berumput pendek 0,022 0,027 0,023

• saluran tanah, tidak lurus tanpa


vegetasi 0,023 0,025 0,030
• berumput 0,025 0,030 0,033
• berumput rapat dan gulma air 0,030 0,035 0,040

Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York

5.2.2.5 Tinggi Muka Air

Tinggi muka air di saluran pembuang tergantung pada fungsi saluran tersebut. Di
jaringan tersier, kelebihan air di lahan dibuang langsung ke saluran pembuang kuarter
atau tersier sehingga elevasi muka air rencana dapat diambil sama dengan elevasi
permukaan lahan. Jaringan pembuang sekunder menerima air buangan dari jaringan
tersier di loksi tertentu. Elevasi muka air rencana di sekunder ditentukan oleh elevasi
muka air di ujung saluran pembuang tersier. Demikian pula dengan saluran primer
ditentukan oleh muka air rencana di ujung saluran sekunder. Di saluran pembuang
primer (atau sekunder) pada debit puncak elevasi muka air harus dapat dikendalikan
dengan adanya tanggul banjir (Gambar 5.8), dengan tinggi jagaan sektar 0,4 sampai 1,0
m.

5.2.2.6 Potongan Melintang Saluran Pembuang

5.2.2.6.1 Geometri

Potongan melintang saluran pembuang dirancang relatif lebih dalam daripada saluran
irigasi dengan alasan sebagai berikut :
• Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan lahan
• Variasi tinggi muka air akibat variasi debit dapat diterima untuk saluran pembuang
• Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran lebih stabil pada debit rendah,
sedangkan saluran pembuang yang lebar akan cenderung menyebabkan aliran yang
berkelok.

Perbandingan lebar dasar dan kedalaman aliran (b/h) untuk saluran pembuang sekunder
diambil antara 1 sampai 3. Untuk saluran yang lebih besar nilai ini harus paling tidak 3.
Untuk saluran sekunder dan primer, lebar dasar minimum sebesar 0,6 m, sedangkan
untuk saluran lapangan lebar dasar minimum 0,3 m. Suatu petunjuk hubungan antara Q,
h dan b/h pada umumnya untuk saluran drainase adalah seperti pada Tabel 5.6. Untuk
saluran irigasi hubungan Q, z, b/h dan km yang umumnya dipakai adalah seperti pada
Tabel 5.7 di bawah ini.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 37

5.2.2.6.2 Kemiringan Talud

Nilai kemiringan talud minimum untuk saluran pembuang dapat diambil dari Tabel 5.8
atau Tabel 5.9 atau Gambar 5.8. Pada daerah yang diperkirakan terjadi rembesan yang
besar ke dalam saluran pembuang maka talud harus dirancang lebih besar dari tabel 5.8
.

Tabel 5.4. Kecepatan maksimum

Bahan saluran Kecepatan maksimum (m/detik)


Air Bersih Air Berlumpur
Pasir teguh, berkoloid 0,45 0,70
Lempung berpasir, tak berkoloid 0,55 0,70
Lempung berdebu, tak berkoloid 0,60 0,90
Debu endapan, tak berkoloid 0,60 1,050
Lempung teguh 0,70 1,050
Debu vulkanik 0,70 1,050
Liat lekat, berkoloid 1,15 1,50
Debu endapan (alluvial), 1,15 1,50
berkoloid 0,70 1,50
Kerikil halus 1,20 1,85
Kerikil kasar

Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York

Tabel 5.5. Kecepatan maksimum untuk saluran tanah dan berlapis

Saluran Tipe tanah/Bahan Kecepatan maksimum


pelapis (m/det)
Tanah tak berlapis lempung berpasir 0,5 - 0,7
lempung berliat 0,6 - 0,9
liat 0,9 - 1,0
kerikil 0,9 - 1,5
batu (rock) 1,2 - 1,8

Berlapis beton pasangan 1,5 - 2,0


PCC blocks 1,5 - 2,0
bata pasangan 1,2 - 1,8

Tabel 5.6. Hubungan antara Q, h dan b/h untuk saluran pembuang

Q (m3/det) h(m) b/h


<0,5 < 0,5 1
0,5 - 1,1 0, - 0,75 2
1,1 - 3,5 0,75 - 1,0 2,5
> 3,5 > 1,0 3

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 38

Gambar 5.5. Kecepatan dasar (Vb) untuk tanah koheren (USSCS)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 39

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 40

Tabel 5.7. Hubungan antara Q, z, b/h dan km untuk saluran irigasi

Q (m3/det) Z b/h km
<0,5 1,0 1,0 30
0,15 - 0,30 1,0 1,0 35
0.30 - 0,50 1,0 1,0 - 1,2 35
0.50 - 0,75 1,0 1,2 - 1,3 35
0.75 - 1,0 1,0 1,3 - 1,5 35
1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 1,8 35
1,5 - 3,0 1,5 1,8 - 2,3 40
3,0 - 4,5 1,5 2,3 - 2,7 40
4,5 - 5,0 1,5 2,7 - 2,9 40
5,0 - 6,0 1,5 2,9 - 3,1 42,5
6,0 - 7,5 1,5 3,1 - 3,5 42,5
7,5 - 9,0 1,5 3,5 - 3,7 42,5
9,0 - 10,0 1,5 3,7 - 3,9 42,5
10,0 - 11,0 2,0 3,9 - 4,2 45
11,0 - 15,0 2,0 4,2 - 4,9 45
15,0 - 25,0 2,0 4,9 - 6,5 45
25,0 - 40,0 2,0 6,5 - 9,0 45

Tabel 5.8. Kemiringan talud minimum saluran pembuang

Kedalaman Galian Kemiringan talud


D (m) horizontal : vertikal
D < 1 1,0
1,0 < D < 2,0 1,5
D > 2,0 2,0

Tabel 5.9. Kemiringan talud berdasarkan jenis tanah di mana saluran tersebut dibuat

Jenis Tanah Kemiringan talud


horizontal : vertikal
Batuan (rock) 0
Tanah gambut (peat soil) matang 1/4
Liat lekat atau berlapis beton 1/2 - 1
Tanah dengan berlapis batu 1
Tanah untuk saluran besar 1
Liat teguh (firm clay) 1,5
Pasir 2
Lempung berpasir atau liat porous 3

Sumber : Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics. McGraw Hill, New York

5.2.2.6.3 Lengkung saluran pembuang

Jari-jari minimum lengkung yang diukur dari poros saluran adalah seperti pada Tabel
5.10. Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari-jari tersebut boleh dikurangi sampai
3 x lebar dasar dengan cara memberi pasangan pada bagian luar lengkung saluran.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 41

Tabel 5.10. Jari-jari lengkung saluran pembuang

Qrencana (m3/det) Jari-jari minimum (m)


Q≤5 3 x lebar dasar
5 < Q ≤ 7.5 4x
7.5 < Q ≤ 10 5x
10 < Q ≤ 15 6x
Q > 15 7x

5.2.2.6.4 Tinggi Jagaan

Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun,
maka elevasi muka air rencana maksimum diambil sama dengan elevasi lahan. Galian
tanah tambahan sebenarnya tidak diperlukan lagi. Akan tetapi untuk keamanan biasanya
ditambahkan jagaan sekitar 0,1 m sampai 0,5 m (Lihat Gambar 5.9).

Apabila saluran pembuang utama juga harus menerima air hujan buangan dari daerah
bukan sawah atau berbukit dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir,
maka tinggi jagaan diambil sekitar 0,4 m sampai 1,0 m (Lihat Gambar 5.10).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 42

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 43

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 44

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 45

5.2.2.7 Prosedur Rancangan Saluran Terbuka

Paramater yang diketahui/diduga :

• Nilai kehalusan Strickler km


• Nilai Debit Rancangan (Q) (m3/det)
• Nilai talud (z) yang dipilih
• Nilai w = b/h yang dipilih
• Nilai Kecepatan maximum (Vmax) (m/det)
• Nilai Kecepatan minimum (Vmin) (m/det)
• Kemiringan lahan di mana trace saluran berada

Perhitungan :

1. Hitung F
2. Hitung h (dengan menggunakan I yang ada)
3. Hitung A, cek V = Q/A ?
4. Apabila V > Vmax → kembali ke 2 dengan I yang lebih kecil
5. Apabila V < Vmin → kembali ke 2 dengan I yang lebih besar
6. Pilih V dan I yang optimum
7. Cek b, perlu di sesuaikan atau tidak? (diperbesar/diperkecil)
8. Kalau b disesuaikan, Hitung kembali penyesuaian h
9. Dimensi saluran optimum : b, h, z, I, FB, B, V, km
10. Gambarkan penampang memanjang (longitudinal) saluran di lokasi trase saluran yang
direncanakan:
• Elevasi dasar saluran
• Elevasi muka air rencana
• Elevasi tanggul
• Elevasi lahan di trace saluran
• Nama ruas saluran

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 46

• Karakteristik hidrolik : b, z, h, FB, B, V, I, km


• Lokasi bangunan lainnya yang diperlukan (bangunan terjun, gorong-gorong,
jembatan, siphon dll)
11. Gambarkan penampang melintang (cross-section) saluran di beberapa ruas saluran :
• Garis poros (center line)
• Elevasi dasar saluran, tanggul
• Elevasi lahan di titik pusat saluran dan sebelah kiri/kanan (pofil melintang)
• Hitung luas penampang galian atau timbunan

Contoh Perhitungan :

1. Diketahui :

Saluran Drainase: Q = 3,5 m3/det; z = 1; Vmax = 1,2 m/det; Vmin = 0,6 m/det; I tersedia = 0,001;
km = 35

Perhitungan :

h = 1,07, b = 2,67, V = 0,87


Apabila V sudah cukup baik maka b dapat dibulatkan menjadi 2,70 m, h = 1,06, sehingga
dimensi sekarang : b = 2,70; h = 1,06; z = 1; I = 0,001; V = 0,87; d = 1,74; B = 6,2 m.

Apabila diinginkan V mendekati Vmax, maka I harus diperbesar :

I = 0,002 maka h = 0,94 b = 2,35 V = 1,13


I = 0,003 maka h = 0,87 b = 2,18 V = 1,32
I = 0,0025 maka h = 0,90 b = 2,25 V = 1,23

Pilih I = 0,002; b dibulatkan menjadi b = 2,5 m; maka h = 0,91 m; V = 1,13 m/det, d = 1,59 m;
B = 5,7 m.

2. Diketahui :

Saluran Drainase: Q = 5,5 m3/det; z = 1; Vmax = 1,2 m/det; Vmin = 0,6 m/det; I tersedia = 0,005;
km = 35

Perhitungan :

h = 0,88 b = 2,65 V = 1,77 (terlalu besar), kurangi I


I = 0,004 h = 0,92 b = 2,76 V = 1,63
I = 0,003 h = 0,97 b = 2,91 V = 1,46
I = 0,002 h = 1,05 b = 3,14 V = 1,25
I = 0,001 h = 1,19 b = 3,58 V = 0,97
I = 0,0015 h = 1,11 b = 3,32 V = 1,13
I = 0,0018 h = 1,07 b = 3,20 V = 1,21
I = 0,0017 h = 1,08 b = 3,24 V = 1,18

Pilih I = 0,0017, bulatkan b = 3,2; h = 1,09; V = 1,19; d = 1,90; B = 6,80

Pada kasus ini ternyata I rancangan lebih kecil dari I yang tersedia di lokasi trase saluran, dalam
hal ini ada 2 pilihan kemungkinan yang harus dipertimbangkan :

a. Apabila memungkinkan memindahkan trase saluran sehingga didapat I sekitar 0,0017

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 47

b. Apabila tidak memungkinkan pemindahan trase saluran, maka pada trase tersebut harus
dibuat Bangunan Terjun (Tentukan lokasi dan rancang Bangunan Terjun)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 48

Beberapa Gambaran nilai n dari saluran:


Foto 1: n = 0.012 . Saluran berlapis concrete slab dengan sambungan semen halus
Foto 2: n = 0.014 . Concrete canal poured behind screeding and smoothing platform
Foto 3: n = 0.016 . Saluran kecil berlapis concrete, lurus dan seragam
Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 116

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 49

Beberapa Gambaran nilai n dari saluran:


Foto 7: n = 0.020 . Saluran irigasi, lurus, in hard packed smooth sand
Foto 8: n = 0.022 . Saluran berlapis plaster semen dengan rumput tumbuh di pecahan semen
Foto 9: n = 0.024 . Saluran tanah digali pada silty clay loam
Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 118

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 50

Beberapa Gambaran nilai n dari saluran:


Foto 13: n = 0.029 . Saluran tanah galian di alluvial silt loam, dengan dasar pasir dan rumput tumbuh di
tanggul
Foto 14: n = 0.030 . Canal with large-cobblestone bed
Foto 15: n = 0.035 . Saluran alami denga talud tak teratur
Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 120

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 51

Beberapa Gambaran nilai n dari saluran:


Foto 19: n = 0.050 . Saluran galian dengan talud dan dasar yang tak teratur
Foto 20: n = 0.060 . Saluran pada silty clay berat, talud dan dasar saluran tak teratur
Foto 21: n = 0.080 . Saluran gali pada tanah liat dengan talud dan dasar saluran tak teratur, rumput
tumbuh .
Sumber: Ven Te Chow, 1959. Open Channel Hydraulics halaman 122

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 52

Penutup

Pertanyaan dan Soal Latihan

(1) Tuliskan rumus pendugaan puncak limpasan menurut metoda Rasional. Terangkan
kenapa disebut metoda Rasional?

(2) Berikan beberapa contoh variabel keteknikan (engineering variable) dalam teknik
rancangan drainase ?

(3) Terangkan beberapa parameter fisika tanah yang dipengaruhi oleh drainase?

(4) Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang
berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa
dampaknya terhadap produksi tanaman?

(5) Terangkan proses terjadinya penurunan tanah (subsidence) akibat dari drainase
bawah permukaan (penurunan elevasi muka air tanah)?

(6) Uraikan beberapa pengaruh utama dari salinitas tanah terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman?

(7) Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa
pengaruhnya terhadap tanaman?

(8) Terangkan beberapa kemungkinan usaha reklamasi tanah sulfat masam di daerah
pasang-surut?

(9) Apa tujuan drainase permukaan

(10)Apa yang diamaksud dengan modulus drainase. Apa satuannya

(11)Bagaimana caranya menghitung modulus drainase untuk padi sawah dan non-padi

(12)Apa yang dimaksud dengan kurva DDF. Bagaimana membuatnya?

(13)Terangkan berbagai metoda untuk menghitung puncak limpasan

(14)Apa yang dimaksud dengan kecepatan minimum dan kecepatan maksimum dalam
perencaan dimensi saluran

(15)Parameter apa yang menentukan nilai kecepatan maksimum dalam rancangan


saluran

(16)Bagaimana caranya menghitung dimensi saluran. Parameter apa yang harus


diketahui?

(17)Pada rancangan saluran drainase utama beberapa data diketahui sebagai berikut:
Debit rancangan Q = 2,0 m3/det, koefisien kekasaran n = 0,025; talud z = 1,5;
Kecepatan maksimum = 1,1 m/det; Kecepatan minimum = 0,5 m/det. Survey

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 53

elevasi lahan di lokasi trase pusat kanal dan elevasi muka air yang diperlukan di
ujung saluran kolektor adalah seperti pada tabel di bawah ini.
a. Hitung dimensi saluran dan kemiringan dasar saluran?
b. Gambarkan penampang memanjang saluran drainase utama termasuk elevasi
muka air, elevasi dasar saluran dan tanggul pada kertas grafik (mm block)
c. Apakah diperlukan bangunan terjun?, kalau diperlukan di mana lokasinya?

Jarak dari outlet Elevasi lahan Elevasi muka air yang


(m) (m) diperlukan pada saluran
kolektor (m)
0 + 6.00 + 5.50
100 + 6.50
200 + 6.90
300 + 7.10
400 + 7.50
500 + 8.00 + 7.00
600 + 8.50
700 + 8.80
800 + 9.10
900 + 9.65
1000 + 10.00 + 9.50

(18) Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai
berikut: (a) Debit rancangan Q = 4,5 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
drainase tersebut.

(19)Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai


berikut: (a) Debit rancangan Q = 3,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
drainase tersebut.

(20)Pada rancangan saluran drainase diketahui beberapa parameter rancangan sebagai


berikut: (a) Debit rancangan Q = 2,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
drainase tersebut.

(21)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai


berikut: (a) Debit rancangan Q = 4,5 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
irigasi tersebut.

(22)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai


berikut: (a) Debit rancangan Q = 3,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det, Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 54

0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
irigasi tersebut.

(23)Pada rancangan saluran irigasi diketahui beberapa parameter rancangan sebagai


berikut: (a) Debit rancangan Q = 2,0 m3/det; (b) Kecepatan maksimum dan
minimum: Vmax = 1,2 m/det Vmin = 0,4 m/det; (c) Kemiringan tanah tersedia I =
0,004; (d) talud z = 1,5; (e) koefisien kehalusan k m = 40. Rancang dimensi saluran
irigasi tersebut.

(24)Suatu areal pertanian dengan luas 100 ha terdiri dari : 40 ha lahan pertanian dengan
lereng 0 - 5% bertekstur lempung berdebu (silt loam), 20 ha padang rumput lereng 5
- 10% bertekstur lempung berpasir dan 40 ha hutan lereng 10 - 30% bertekstur liat.
Panjang maksimum aliran 1 000 m dengan beda elevasi dari titik tertinggi ke outlet
sebesar 10 m. Data intensitas-lama hujan dan frekuensi di daerah tersebut adalah
sebagai berikut :

Lama Hujan
Intensitas hujan maksimum (mm/jam)
(menit)
T = 5 tahun T = 10 tahun
10 60 80
20 40 70
30 25 50
40 20 40
50 15 30
1440 2 5

Ditanyakan :
a. Hitung besarnya debit puncak untuk perioda ulang 5 tahun?
b. Hitung besarnya debit rencana untuk saluran drainase utama?
c. Tentukan dimensi saluran drainase utama untuk daerah tersebut, apabila diketahui
data :n = 0.025, z = 1.5, V max = 1.0 m/det, V min = 0.5 m/det, T = 5 tahun
d. Gambarkan rancangan anda pada penampang longitudinal (elevasi muka air
rencana , dasar saluran dan elevasi tanggul), apabila data elevasi lahan pada
lokasi di mana saluran akan dibuat (trace saluran) adalah sebagai berikut :

Jarak dari outlet Elevasi lahan (m)


(m)
0 + 6.00
100 + 6.50
200 + 6.90
300 + 7.10
400 + 7.50
500 + 8.00
600 + 8.50
700 + 8.80
800 + 9.10
900 + 9.65
1000 + 10.00

e. Di mana bangunan terjun harus dibuat dan buat rancangannya?

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 55

f. Berdasarkan hasil pada d) apa saran sdr supaya didapatkan rancangan saluran
yang lebih ekonomis?
g. Untuk menghitung volume gali dan timbun, data apa yang diperlukan?. Berikan
contoh perhitungannya?

(25)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase
(jelaskan alasannya)?

(26)Terangkan beberapa faktor yang menentukan besarnya talud (z) dalam rancangan
saluran terbuka?

(27)a. Uraikan pengaruh drainase terhadap produktivitas tanaman


b. Uraikan hubungan antara variable engineering dengan rancangan sistim
drainase

(28)Formulasikan suatu kriteria rancangan sistim drainase untuk: (a) Drainase


permukaan, (b). Drainase bawah permukaan

(29)Dalam rancangan saluran drainase diketahui parameter rancangan sebagai berikut :


Q = 2.0 m3/det ; n = 0.025; z = 1.5 ; S = 0.001
a) Tentukan dimensi saluran
b) Cek kecepatan alirannya (kecepatan maksimum yang diijinkan = 1.1 m/det )
c) Apabila diinginkan kecepatannya mendekati kecepatan maksimum, berapa
kemiringan saluran harus dibuat ? dan bagaimana dimensi salurannya?

(30)Pada peta topografi di bawah ini, di mana sdr akan meletakkan saluran drainase dan
berikan alasannya?

Kunci Jawaban

(1) Q = C x i x A, Rasional karena debit puncak akan terjadi pada intensitas hujan
dengan lama hujan sama dengan waktu konsentrasi
(2)
Tipe Drainase Variabel keteknikan
• Drainase bawah permukaan, gravitasi • kedalaman, spasing, ukuran pipa
• Drainase bawah permukaan, dengan • kedalaman, spasing, kapasitas pompa
sumur pompa
• Drainase permukaan, preventif • panjang dan kemiringan lahan
• Parit, kolektor • dimensi, kemiringan saluran
(3) Lihat teks
(4) Drainase jelek, kekurangan oksigen, akar tak mampu menyerap hara, sehingga daun
berwarna kuning
(5) Penurunan elevasi muka airtanah, terjadi oksidasi bahan organik, tanah organik
semakin matang, Bobot isi semakin besar, porositas semakin kecil, tekanan tanah
tidak disangga oleh air dalam pori (jenuh) sehingga terjadi penurunan permukaan
tanah
(6) Naiknya kandungan garam dalam larutan tanah menyebabkan tekanan osmotik
semakin besar sehingga gaya yang diperlukan akar untuk mengisap air menjadi
lebih besar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 56

(7) FeS teroksidasi akan menghasilkan sulfat yang menyebabkan pH tanah turun dan
tanaman yang peka akan mati
(8) Reklamasi tanah sulfat masam tidak berdampak negatif terhadap tanaman selama
tergenang (reduksi) tidak teroksidasi. Tanaman yang cocok adalah yang tahan
genangan
(9) Membuang kelebihan air permukaan sehingga tinggi dan lama genangan dapat
dkendalikan
(10)Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan waktu (mm/hari atau
liter/detik/ha)
(11)Buat kurva DDF. Untuk padi sawah tentukan genangan maksimum yang masih
diijinkan. Tarik dari titik tersebut garis lurus menyinggung kurva DDF. Slope garis
tersebut merupakan modulus drainase (mm/hari). Untuk non padi genangan yang
diijinkan nol
(12)DDF adalah Depth Duration Frequency Curve. Diperlukan data hujan harian
minimal 10 tahun. Anda dapat menggunakan software RAINBOW untuk analisis
frekuensinya.
(13)Lihat teks
(14)Kecepatan minimum adalah kecepatan dimana akan terjadi pengendapan sedimen,
tumbuhnya gulma air di dalam saluran. Kecepatan maksimum adalah kecepatan
yang akan menyebabkan erosi tebing pada saluran
(15)Kecepatan maksimum tergantung pada jenis/tekstur tanah dimana saluran akan
dibuat
(16)Lihat teks: Gunakan persamaan Manning-Strickler
(17)Gambar penampang memanjang lokasi saluran pada kertas grafik. Hitung dimensi
saluran termasuk slope saluran dijaga supaya kecepatan aliran lebih kecil dari
kecepatan maksimum dan lebih besar dari kecepatan minimum . Gambar
penampang memanjang saluran. Tentukan dasar saluran, muka air rencana, tanggul.
(18)Q = 4,5 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0015; V = 1,15 m/det; b = 2,8 m; h = 0,93 m
(19)Q = 3,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,002; V = 1,17 m/det; b = 2,0 m; h = 0,80 m
(20)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0025; V = 1,15 m/det; b = 1,6 m; h = 0,67 m
(21)Q = 4,5 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0015; V = 1,15 m/det; b = 2,6 m; h = 0,96 m
(22)Q = 3,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,002; V = 1,17 m/det; b = 1,9 m; h = 0,82 m
(23)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,0025; V = 1,16 m/det; b = 1,4 m; h = 0,70 m
(24)Hitung debit puncak. Rancang dimensi saluran. Plot pada kertas grafik penampang
memanjang saluran.
(25)Untuk saluran irigasi: elevasi muka air dirancang serendah mungkin tetapi cukup
tinggi sesuai dengan yang diperlukan. Pada saluran drainase: elevasi muka air
dirancang setinggi mungkin tetapi cukup rendah sesuai dengan yang diperlukan.
(26)Lihat teks
(27)Lihat teks
(28)Lihat teks
(29)Q = 2,0 m3/det; z = 1,5; km = 40; I = 0,001; V = 0,81 m/det; b = 2,0 m; h = 0,78 m.
Jika diinginkan v mendekati v maks maka I = 0,002; V = 1,05 m/det; b = 1,7 m, h =
0,69 m

Daftar Pustaka

1. Dedi Kusnadi K., 2002 (edisi ke 2). Rancangan Irigasi Gravitasi, Drainase dan
Infrastruktur. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 9. Drainase Permukaan - dkk 57

2. Ditjen. Pengairan Republik Indonesia, 1986. Standard Perencanaan Irigasi : Kriteria


Perencanaan Bagian Saluran, KP-03. C.V. Galang Persada. Bandung
3. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land
Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands.
a. Volume I : Introductory Subjects
b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff
c. Volume III : Surveys and Investigations
d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems.
4. Meijer, T.K.E., 1990. Design of Smallholders’ Irrigation Systems. Wageningen
Agricultural University, The Netherlands.
5. Ritzema, H.P.; R.A.L. Kselik; Fernando Chanduvi, 1996. Drainage of Irrigated
Lands. Irrigation Water Management: Training Manual No 9. FAO, Rome, Italy

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 1

Topik 10. Drainase Bawah Permukaan

Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di


Belanda

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu memahami perhitungan spasing,


diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Hidrolika Airtanah, (2) Persamaan Drainase Dalam Kondisi
Aliran Steady, (3) Persamaan Drainase Untuk Situasi Tidak Steady, (4) Drainase Bawah
Permukaan. Beberapa bahan ajar disimpan dalam File Tambahan Kuliah Topik 10
adalah: (1) Rainbow-win suatu software untuk menghitung DDF (Depth Duration
Frequency) hujan dalam perhitungan modulus drainase, (2) Drainage FAO dalam pdf,
(3) Pump drainage FAO dalam pdf, (3) Dedi Kusandi Kalsim, 2007. Pengembangan
Lahan Gambut Berkelanjutan, Seminar Ketahanan Pangan Nasional, UNILA, Bandar
Lampung 15-17 November 2007.

Teknik Irigasi dan Drainase 1


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 2

1. HIDROLIKA AIR TANAH

1.1. Asumsi DUPUIT- FORCHEIMER


Dupuit (1863), mempelajari aliran steady pada sumur dan saluran yang secara
skhematis seperti digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1. Aliran steady pada aquifer tak tertekan

Asumsi yang dibuat adalah:


1. Untuk sistem aliran dengan kemiringan muka air bebas yang kecil, maka streamline
dapat diambil sebagai garis horizontal tegak lurus bidang vertikal.
2. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan kemiringan muka air tanah, tetapi tidak
tergantung pada kedalaman aliran.

Asumsi tersebut di atas menyebabkan pengurangan dimensi aliran dari 2 dimensi


menjadi 1 dimensi, dan kecepatan aliran pada "phreatic surface" berbanding lurus dengan
tangens hydraulic gradient atau sama dengan nilai sinus atau dh/dx ≈ dh/ds. Berdasarkan
pada asumsi tersebut di atas Forcheimer (1886), mengembangkan suatu persamaan umum
untuk muka air bebas dengan menggunakan persamaan kontinyuitas pada air dalam kolom
vertikal dengan tinggi h, yang dibatasi oleh "phreatic surface" pada bagian atas dan
lapisan kedap pada bagian bawah (Gambar 1.2).

Komponen aliran horizontal :

∂h ∂h
Vx = − K dan V y = − K …. /1.1/
∂x ∂y

Jika qx aliran pada arah x per unit lebar arah y, maka :

∂h
q x dy = − K ( h.dy ) = − K  h ∂ h  dy  / 1.2 /
∂x  ∂x x

Teknik Irigasi dan Drainase 2


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 3

Bergerak dari sebelah kiri ke sebelah kanan, maka qx dy mengalami perubahan dengan
laju ∂qx/∂x , yakni menjadi :
 ∂ qx 
qx+dx dy atau  q x + .dx  dy
 ∂x 

Gambar 1.2. Pendekatan aliran horizontal suatu elemen fluida dalam ruang

Selisih outflow dan inflow per unit waktu pada arah x adalah :

∂ qx ∂  ∂h
( q x + dx − q x ) dy =
dx.dy = − K  h.  dx.dy  / 1.3 /
∂x ∂x ∂x
Dengan cara yang sama, maka perubahan aliran pada arah sumbu y adalah :

∂ qy ∂  ∂h
dx.dy = − K  h.  dx.dy  / 1 .4 /
∂y ∂ y  ∂ y 

Pada aliran steady, maka jumlah perubahan sama dengan nol, sehingga :

 ∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y ) 
− K +  dx.dy = 0  / 1.5 /
 ∂x ∂y 

∂  ∂h  ∂  ∂h 
h + h 
 = 0  / 1 .6 /
∂x  ∂x  ∂y 
 ∂y 

∂ 2h2 ∂ 2h2
atau + = 0  / 1.7 /
∂ x2 ∂ y2

Teknik Irigasi dan Drainase 3


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 4

persamaan /1.7/ ini disebut sebagai persamaan FORCHEIMER.

1.2. Aliran Tidak Steady

Pada kondisi aliran tidak steady, jumlah perubahan aliran pada arah x dan arah y harus
sama dengan perubahan kuantitas air yang disimpan pada kolom tersebut. Perubahan
storage ini digambarkan baik oleh penurunan atau kenaikan phreatic surface. Perubahan
storage adalah :
∆ S = µ. ∆h /1.8/

di mana ∆S : perubahan air yang disimpan per unit luas permukaan selama waktu
tertentu; µ. : porositas efektif dari tanah; ∆h : perubahan elevasi muka air tanah selama
waktu tertentu.

Persamaan kontinyuitas sekarang menjadi :

 ∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y )  ∂h
− K +  dx.dy = − µ dx.dy  / 1.9 /
 ∂x ∂y  ∂t
atau
∂ h
2 2
∂ h
2 2
µ ∂h
+ =  / 1.10 /
∂x 2
∂y 2
K ∂t

Persamaan /1.9/ di atas dapat juga ditulis sebagai berikut :

 ∂ 2h  ∂ h  2 ∂ 2h  ∂h 
2
∂h
− Kh 2 +   + h 2 +    = − µ  / 1.11 /
 ∂ x  ∂x ∂y  ∂ y   ∂t

Jika h cukup besar dibandingkan dengan perubahan h, maka kita dapat mengasumsikan h
konstan dengan nilai rata-rata D, dan dapat mengabaikan orde ke dua, (∂h/∂x)2 dan (∂h/∂
y)2 sehingga akan didapat :

∂ 2h ∂ 2h µ ∂h
+ =  / 1.12 /
∂x 2
∂y 2
KD ∂ t
Persamaan ini identik dengan persamaan konduksi panas 2 dimensi atau persamaan aliran
compressible fluid melalui medium berpori.

2. PERSAMAAN DRAINASE DALAM KONDISI ALIRAN STEADY

2.1. Aliran steady pada Saluran Paralel dengan Recharge seragam pada
Permukaan Tanah

Sebagai contoh aplikasi dari asumsi Dupuit, asumsikan suatu lapisan tanah yang
homogen dan isotropik, di bagian bawah dibatasi dengan lapisan kedap dan
didrainasekan oleh saluran paralel yang menembus lapisan tanah tersebut sampai ke
lapisan kedap. Pada permukaan tanah menerima hujan seragam dengan laju R (Gambar
2.1).

Teknik Irigasi dan Drainase 4


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 5

Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan

Dengan menggunakan asumsi Dupuit-Forcheimer di mana kemiringan muka air tanah


cukup kecil, sehingga aliran air tanah ke saluran drainase dapat dianggap horizontal.
Aliran pada bidang vertikal berjarak x dari saluran sebelah kiri adalah sebagai berikut :
dh
q x = R (0,5 L − x ) = K .h  / 2. 1 /
dx
Masing-masing dikalikan dengan dx

K .h.dh = R( 0,5 L − x ) dx  / 2.2 /

atau

K .h.dh = ( 0,5LR ) dx − Rx dx  / 2.3 /

Persamaan di atas dapat diintegrasikan dengan batas sebagai berikut :


x = 0 → h = yo; x = 0.5 L → h = H

H 0,5

K ∫ h.dh = R ∫ ( 0,5L − x ) dx
h = yo x= 0
 / 2.4 /

( )
0,5 K H 2 − yo 2 = R ( 0,5L ) − 0,5 R( 0,5 L ) = 0,5 R ( 0,5 L )
2 2 2

K(H2-yo2)=1/4 RL2

4 K ( H 2 − yo 2 )
L =2
 / 2.5 /
R

Atau dengan notasi seperti pada Gambar 2.2, maka :

R= q=
(
4K H 2 − D 2 )  / 2.6 /
L2

Teknik Irigasi dan Drainase 5


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 6

dimana , R : laju pemasukan air dari permukaan tanah per luas permukaaan (m/hari); q :
debit drainase per unit luas permukaan (m/hari); K : konduktivitas hidrolik tanah
(m/hari) ; H : jarak dari lapisan kedap ke tengah-tengah muka air tanah (m); D : jarak
dari lapisan kedap ke muka air pada saluran drainase (m); L : jarak antar saluran
drainase (m).

Persamaan tersebut dapat ditulis :

4 K ( H + D )( H − D )
q=  / 2.7 /
L2

Berdasarkan Gambar 2.2 a; h = H - D dan H + D = 2 D + h, maka

8 K ( D + 0,5h ) h
q=  / 2.8 /
L2

Faktor D + 0,5 h pada persamaan di atas dianggap menggambarkan rata-rata ketebalan


lapisan tanah disimbolkan dengan D'.

8KD ' h
q=  / 2.9 /
L2

di mana KD’ = transmissivity aquifer (m2/hari). Persamaan /2.8/ dapat juga ditulis
sebagai berikut :
8 K D h + 4 K h2
q=  / 2.10 /
L2

4 K h2
Dengan membuat D = 0, maka q =  / 2.11 /
L2
yang menggambarkan aliran horizontal di atas level drainase. Apabila D cukup besar
dibandingkan dengan h, maka 4Kh2 dapat diabaikan, sehingga :

8K Dh
q=  / 2.12 /
L2
Persamaan ini menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase. Pertimbangan
di atas menghasilkan konsepsi 2 lapisan tanah dengan batas pada level drainase.

8K b D h + 4 K a h 2
q=  / 2.13 /
L2
dimana Ka : konduktivitas hidrolik lapisan tanah di atas level drainase (m/hari); Kb
:konduktivitas hidrolik di bawah level drainase (m/hari).

2.2. Prinsip Persamaan HOOGHOUDT

Apabila saluran drainase tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka garis aliran
tidak sejajar dan horizontal akan tetapi akan membentuk aliran radial menuju pipa
drainase. Aliran radial tersebut mengakibatkan lintasan aliran menjadi lebih panjang.

Teknik Irigasi dan Drainase 6


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 7

Hooghoudt (1940) menurunkan persamaan aliran seperti digambarkan pada Gambar 2.2
b, dimana daerah aliran dibagi menjadi aliran horizontal dan aliran radial.

Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi
aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen

Apabila aliran horizontal di atas level drainase diabaikan, maka persamaan aliran untuk
lapisan tanah seragam menjadi

qL
h= FH  / 2.14 /
K
dan

FH =
(L − D 2 ) 2

+
1
ln
D
+ f ( D, L)  / 2.15 /
8DL π ro 2

di mana ro : jari-jari pipa drainase; f(D,L) : fungsi D dan L, umumnya kecil bila
dibandingkan dengan term lainnya. Term pertama pada persamaan /2.15/
menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase, karena berdasarkan
persamaan /2.12/ menjadi :
qL2
h=
8 KD
, sedangkan pada Gambar 2.2b, panjang L untuk aliran horizontal adalah L-D√2
sehingga persamaan /2.12/ menjadi

h=
(
q L− D 2 ) 2
(
atau h = qL L − D 2 ) 2

8 KD K 8 DL

Teknik Irigasi dan Drainase 7


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 8

Term ke 2 dan ke 3 dari persamaan /2.15/ menggambarkan aliran radial.

Hooghoudt mempertimbangkan suatu formula yang lebih praktis, yaitu dengan


memperkenalkan suatu kedalaman ekivalen “d” sebagai pengganti D (di mana d < D).
Hal ini dimaksudkan untuk memperhitungkan tahanan tambahan (extra resistance) yang
disebabkan oleh aliran radial. Dengan menggunakan nilai d, maka pola aliran dalam
Gambar 2.2b dapat diganti dengan aliran horizontal seperti pada Gambar 2.2c. Apabila
yang diperhitungkan hanya aliran horizontal di bawah level drainase maka persamaan
/2.12/ sekarang menjadi:
8K d h
q=  / 2.16 /
L2

di mana d < D. Persamaan /2.16/ ini harus dibuat sama dengan persamaan /2.14/,
sehingga menghasilkan :
L L
d= =  / 2.17 /
8 FH (
8L− D 2
2
8
+ ln
) D
8 DL π ro 2

Nilai d (equivalent depth) merupakan fungsi dari L, D dan ro. Nilai untuk “d” dengan ro
= 0,1 m pada berbagai nilai L dan D dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk ro selain dari
0,1 m dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa “d” bertambah
besar dengan naiknya D sampai D ≈ 1/4 L, untuk D yang lebih besar nilai d nya relatif
konstan. Dengan demikian untuk D > 1/4 L pola aliran tidak dipengaruhi oleh
kedalaman lapisan kedap. Dengan pertimbangan memasukan pengaruh aliran radial,
maka persamaan /2.13/ dapat ditulis dengan menggunakan nilai d sebagai pengganti D,
menjadi persamaan /2.18/, persamaan ini disebut sebagai persamaan HOOGHOUDT.

8K b d h + 4 K a h 2
q=  / 2.18 /
L2

2.3. Aplikasi Persamaan Hooghoudt

Persamaan Hooghoudt digunakan untuk menghitung spasing drainase L, apabila faktor-


faktor q, K, h, D dan ro diketahui. Rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung
konstanta tanah K dan D jika diketahui q, h, L dan ro. Karena L tergantung pada d,
sedangkan d sendiri fungsi dari L, maka rumus di atas tidak dapat menghitung L secara
eksplisit. Dengan demikian prosedur yang digunakan adalah metoda "coba-ralat" (trial
and error). Coba-ralat dapat dihindarkan dengan menggunakan Nomograf seperti pada
Gambar2.4 dan 2.5.

Contoh 1:

Untuk drainase suatu areal irigasi akan digunakan pipa dengan jari-jari 0,1 m. Pipa
tersebut ditempatkan pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap
dijumpai pada kedalaman 6,8 m. Dari uji auger-hole didapatkan nilai konduktivitas
hidrolik K = 0,8 m/hari. Selang (interval) irigasi setiap 20 hari. Rata-rata air irigasi yang
hilang dan mengisi air tanah adalah sejumlah 40 mm per 20 hari, sehingga rata-rata
discharge dari sistem drainase 2 mm/hari. Pada jarak berapa spasing harus dibuat
apabila rata-rata kedalaman air tanah 1,2 m dari permukaan akan dipertahankan?.

Teknik Irigasi dan Drainase 8


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 9

Jawab :

q = 0,002 m/hari; ro = 0,1 m;Ka = Kb = 0,8 m/hari; h = 0,6 m; D = 5 m

8 K b d h + 4 K a h2
L2 =
q

L2 = {(8 x 0,8 x 0,6 x d) + (4x 0,8 x 0,36)} / 0,002 ⇒ L2 = 1920 d + 576


 Coba 1 :
L = 80 m, dari Tabel 1: d = 3,55 m; L2 = 1920 x 3,55 + 576 = 7392 ≠ 6400 ,
sehingga L terlalu kecil

 Coba 2 :
L = 87 m, dari Tabel 1: d = 3,63 m; L2 = 1920 x 3,63 + 576 = 7546 ≈ 872 = 7569 .
Maka spasing drainase yang diperlukan L = 87 m.

Dengan menggunakan nomograf pada Gambar 2.4 dan 2.5:

hitung D/h = 5/0,6 = 8,3 dan h/(πro) = 0,6/(πx0,1) = 1,9; hitung K/q = 0,8/0,002 =
400. Dengan menarik garis lurus dari titik (D/h) dan h/(πro) ke K/q = 400, didapat L/h
= 140. Dengan demikian L = 140 x 0,6 m = 84 m. Nomograf tersebut dapat juga
digunakan untuk saluran drainase terbuka di mana u = πro, u adalah perimeter basah.

2.4. Prinsip persamaan Ernst

Persamaan Ernst dapat digunakan pada tanah dengan 2 lapisan di mana batas kedua
lapisan tersebut dapat berada di atas atau di bawah level drainase. Khususnya dapat
dipakai pada kondisi dimana lapisan atas mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil
dari pada lapisan bawahnya. Seperti juga Hooghoudt, Ernst mendapatkan sejumlah
hidrolik head yang diperlukan untuk bermacam-macam komponen aliran dimana secara
skhematis aliran pada pipa drainase dibuat. Analogi dengan hukum Ohm, maka aliran
air tanah dapat ditulis :

q = h/w atau h = qw

Teknik Irigasi dan Drainase 9


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 10

di mana q adalah laju aliran, h hidrolik head dan w adalah tahanan. Jika aliran ke pipa
drainase dibagi menjadi aliran vertikal, horizontal dan radial, maka head hidrolik total
adalah :

h = hv + hh + hr = qwv + qL wh + qL wr

di mana subscript v = vertikal, h = horizontal, r = radial.

Aliran horizontal dan radial adalah sama dengan qL, yakni discharge drainase per unit
panjang pipa drainase, sedangkan aliran vertikal sama dengan q, yakni laju debit
drainase per unit luas permukaan tanah. Dengan menulis berbagai tahanan maka
persamaan Ernst dapat ditulis:

Dv L2 L aD
h= q + q + q ln r  / 2.19 /
Kv 8∑ ( KD ) h π Kr u

di mana, h : total hidrolik head atau tinggi water table di atas level drainase pada titik
tengah (m); q : laju debit drainase per luas permukaan (m/hari); L : spasing drainase
(m); Kv : konduktivitas hidrolik untuk aliran vertikal (m/hari) ; Kr : konduktivitas
hidrolik untuk aliran radial (m/hari); Dv : ketebalan lapisan dimana aliran vertikal
dipertimbangkan (m); Dr : ketebalan lapisan di mana aliran radial dipertimbangkan (m);
Σ(KD)h : transmisivitas lapisan-lapisan tanah dimana terjadi aliran horizontal (m2/hari);
a : faktor geometri untuk aliran radial, tergantung pada kondisi aliran; u : perimeter
basah (m).

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr, a dan u ditentukan berdasarkan profil tanah dan posisi
relatif serta ukuran pipa drainase. Data berikut ini merupakan karakteristik dari kondisi
spesifik drainase yakni : D1 : rata-rata ketebalan lapisan atas di bawah muka air tanah
(water table) dengan permeabilitas K1; D2 : rata-rata ketebalan lapisan bawah dengan
permeabilitas K2; Do : ketebalan lapisan tanah di bawah level drainase; h : ketinggian
water table di atas level drainase pada titik tengah; y : kedalaman air dalam saluran
drainase ,untuk pipa drainase y = 0.

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr , a dan u sekarang dalam bentuk detil dapat dilihat dengan
bantuan Gambar 2.6a sampai 2.6d.

• Aliran vertikal terjadi pada lapisan antara maksimum water table pada titik tengah
antar saluran dengan dasar saluran. Biasanya ketebalan lapisan untuk aliran vertikal
adalah Dv = y + h untuk saluran, dan Dv = h untuk pipa.

• Aliran horizontal terjadi pada seluruh ketebalan aquifer, jadi Σ(KD)h = K1 D1 + K2


D2. Apabila kedalaman sampai lapisan kedap bertambah besar, maka nilai K2 D2
juga bertambah besar sehingga membuat Σ(KD)h cenderung tak terhingga dan
akibatnya tahanan aliran horizontal menjadi nol. Untuk mencegah hal tersebut total
kedalaman lapisan di bawah level drainase Do atau Do + D2 dibatasi sampai (1/4)L
apabila lapisan kedap lebih dalam dari (1/4)L di bawah level drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 10


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 11

• Aliran radial hanya diperhitungkan pada lapisan di bawah level drainase, jadi D r =
Do, dengan batasan yang sama seperti aliran horizontal yaitu Do < (1/4)L

Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka beberapa kasus berikut ini dapat
dipertimbangkan :

A. Tanah Homogen (homogeneous soil)

Pada suatu tanah homogen (D2 = 0, Gambar 2.6b), nilai a diambil sama dengan 1, D v =
y + h, Σ(KD)h = K1 D1, Kr = K1 dan Dr = Do, dengan demikian persamaan /2.19/
menjadi :
y+ h L2 L D
h= q + q + q ln 0  / 2.20 /
K1 8 K 1 D1 π K1 u

Pada tanah homogen tahanan vertikal cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Lebih
lanjut dalam kebanyakan kasus yang ditemui di lapang h << Do, D 1 biasanya dianggap
sama dengan Do, aliran horizontal melalui lapisan di atas level drainase umumnya
diabaikan. Jika kedalaman dari dasar saluran sampai lapisan kedap Do lebih besar dari
(1/4)L, aliran tidak akan terjadi di bawah kedalaman tersebut. Karena spasing drainase
tidak diketahui sebelumnya, maka kondisi tersebut di atas harus diuji sesudahnya
didapat nilai L.

Teknik Irigasi dan Drainase 11


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 12

Tabel 2.1. Nilai kedalaman ekivalen (d) menurut Hooghoudt


(ro = 0.1 m, D dan L dalam m)

Teknik Irigasi dan Drainase 12


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 13

Gambar 2.3. Nomograf untuk menentukan kedalaman ekivalen (d) menurut van Beers

B. Tanah Berlapis (layered soil)

Teknik Irigasi dan Drainase 13


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 14

1. Apabila saluran drainase ditempatkan pada lapisan bawah (Gambar 2.6c) dan K1 <
K2, maka tahanan aliran vertikal pada lapisan ke dua dapat diabaikan dibandingkan
dengan pada lapisan pertama. Pada Gambar 2.6c dapat dilihat bahwa tebal lapisan di
mana terjadi aliran vertikal adalah sama dengan Dv = 2 D1. Untuk komponen aliran
horizontal dalam kasus tersebut adalah Σ (KD)h = K2 D2 + K1 D1. Karena K1 < K2
dan D1 < D2, maka suku kedua dapat diabaikan sehingga Σ (KD)h = K2 D2. Aliran
radial diperhitungkan pada lapisan Dr = Do. Untuk komponen aliran horizontal dan
radial sebagai pembatas Do < (1/4)L. Persamaan /2.19/ menjadi :

2 D1 L2 L aD
h= q + q + q ln 0  / 2.21 /
K1 8 K 2 D2 π K2 u

2. Jika saluran drainase berada seluruhnya pada lapisan atas (Gambar 2.6d), maka
untuk menentukan faktor geometri "a" terdapat berbagai kondisi sebagai berikut :

(a) K2 > 20 K1, faktor geometri "a" = 4 dan persamaan (2.19) menjadi :

y+ h L2 L 4 D0
h= q + q + q ln  / 2.22 /
K1 8( K 1 D1 + K 2 D2 ) π K1 u

(b) 0,1 K1 < K2 < 20 K1, faktor geometri "a" ditentukan berdasarkan nomograf seperti
pada Gambar 2.7, kemudian gunakan persamaan /2.19/.

(c) 0,1 K1 > K2, faktor geometri "a" = 1. Lapisan bawah dianggap sebagai lapisan kedap
air, sehingga pada kasus ini menjadi kasus tanah homogen dan persamaan /2.20/
menjadi berlaku.

Pada persamaan-persamaan di atas perimeter basah "u" untuk drainase pipa, sedangkan
untuk saluran drainase "u" dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 y √ ( S2 + 1) .... /2.23/

di mana, b : lebar dasar saluran; y: kedalaman air pada saluran; S: kemiringan talud
(horizontal : vertikal).

Untuk pipa drainase yang dipasang pada suatu galian (trenches) yang diselimuti dengan
bahan berpermeabilitas yang baik, maka nilai u dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 (2 ro) ..... /2.24/

di mana b : lebar trench; ro : jari-jari pipa drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 14


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 15

Gambar 2.4. Nomograf untuk penentuan spasing drainase jika L/h > 100
. Gambar 2.5. Jika L/h < 100 (Boumans, 1963)

Teknik Irigasi dan Drainase 15


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 16

Gambar 2.6. Geometri persamaan Ernst

2.5. Aplikasi Persaamaan Ernst

Perhitungan spasing drainase dilakukan dengan bantuan nomograf seperti pada Gambar
2.7 dan 2.8. Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan persamaan yang sesuai
dilakukan sebagai berikut :

 Tahap 1. Pelajari profil tanah

Jika tanah homogen atau jika kedalaman lapisan di mana drainase akan dipasang adalah
lebih dari (1/4)L, maka gunakan persamaan /2.20/. Apabila lebih kecil dari (1/4)L,
lanjutkan tahap 2 dan 3.

 Tahap 2. Hitung hv = q Dv/Kv


qL2 qL aDr
h' = h − hv = + ln  / 2.25 /
8∑ ( KD) h π Kr u

Teknik Irigasi dan Drainase 16


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 17

Dalam beberapa kasus nilai "hv" sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

 Tahap 3. Tentukan faktor geometri "a"

• Jika K2 > 20 K1, maka " a" = 4 dan gunakan persamaan /2.22/
• Jika 0,1 K1 < K2 < 20 K1 , tentukan "a" dari Gambar 2.7 dan gunakan persamaan
/2.19/
• Jika K2 < 0,1 K1, maka "a" = 1, pertimbangkan tanah homogen dan gunakan
persamaan /2.20/.

Aplikasi persamaan Ernst sebagai formula spasing drainase diberikan dengan 3 contoh
di bawah ini yaitu untuk tanah homogen (Do < 1/4 L), untuk tanah 2 lapisan di mana
batas lapisan berada di bawah level drainase (Do < 1/4 L) dan untuk tanah dalam (deep
soil) (Do > 1/4 L).
Contoh 2:

Data pada contoh 1, akan digunakan dengan tambahan dibuat suatu galian (trench)
dengan lebar 0,25 m (lihat Gambar 2.6b) :
ro = 0,1 m Do = 5 m
q = 0,002 m/hari h = 0,6 m
K1 = 0,8 m/hari

Karena tanah homogen, maka persamaan /2.20/ dan Gambar 2.8 dapat digunakan :

u = 0,25 + 4 x 0.1 = 0,65 m

Dengan mengabaikan aliran vertikal, maka :

L2 L D 0,002 L2 0,002 L 5
h = 0,6 = q + q ln 0 = + ln
8 K 1 D1 π K1 u 8 × 0,8 × 5,30 π × 0,8 0,65

− 0,8 ± 0,64 + 4 × 0,03 × 300 − 0,8 ± 6,05


L= =
2 × 0,03 0,06

Karena L > 0, maka L = 87,5 m. Hasil pengujian ternyata Do < 1/4 L.

Penggunaan nomograf Gambar 2.8 adalah sebagai berikut :

Σ (KD) = K1 D1 = K1 (Do + 1/2 h) = 0,8 x 5,30 = 4,2 m2/hari

h/q = 0,6/0,002 = 300. Hubungkan titik ΣKD dan h/q dengan garis lurus yang
memotong kurva untuk nilai "wr" sebagai berikut :

1 aDr 1 5
wr = ln = ln = 0,8
π Kr u π × 0,8 0,65

(a = 1, Dr = Do = 5 m) ⇒ terbaca pada arah vertikal ⇒ L = 88 m

Teknik Irigasi dan Drainase 17


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 18

Gambar 2.7. Nomograf untuk menentukan faktor geometri "a "sebagai


tahanan radial pada persamaan Ernst (van Beers, 1965)

Contoh 3 :

Suatu tanah terdiri dari 2 lapisan yang berbeda. Lapisan atas K 1 = 0,2 m/hari dan lapisan
bawah K2 = 2 m/hari. Batas kedua lapisan tersebut berada pada kedalaman 0,5 m di
bawah dasar saluran (Gambar 2.6d), tebal lapisan bawah sampai lapisan kedap D2 = 3
m. Saluran drainase mempunyai lebar dasar 50 cm, dengan talud 1 : 1 dan kedalaman
air y = 30 cm. Hidrolik head dipasang pada h = 1,2 m dengan q = 10 mm/hari.

Dari informasi di atas (lihat Gambar 2.6d):

h = 1,2 m Do = 0,5 + 0,3 = 0,8 m


q = 0,01 m/hari D1 = 0,8 + 0,5 x 1,2 = 1,4 m
K1 = 0,2 m/hari D2 = 3 m
y = 0,3 m u = 0,5 + 2 x 0.32 = 1,35 m

 Tahap 1. Asumsikan Do < 1/4 L

 Tahap 2.
Dv h+ y 1,2 × 0,3
hv = q = q = 0,01 = 0,075 m
Kv K1 0,2
h' = h − hv = 1,2 − 0,075 = 1,125 m

Teknik Irigasi dan Drainase 18


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 19

Gambar 2.8. Nomograf untuk menentukan spasing drainase


pada persamaan Ernst, jika D0 < 1/4 L

 Tahap 3. Karena K2/K1 = 10, tentukan "a"dari Gambar 2.7. D2/Do = 3,0/0,8 = 3,8 ⇒
terbaca a = 4; Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2 = 0,2 x 1,4 + 2 x 3,0 = 6,3 m2/hari
1 4 Dr 1 4 Do 1 4 × 0,8
wr = ln = ln = ln = 1,37 hari / m
π K1 u π × K1 u π × 0,2 1,35

qL2 qL aDr 0,01L2


h' = 1,125 = + ln = + 0,01 × 1,37 L
8∑ ( KD) h π Kr u 8 × 6,3

atau 0,2 L2 + 13,7 L - 1125 = 0, dengan menggunakan rumus ABC maka didapat L =
48 m.

Teknik Irigasi dan Drainase 19


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 20

Nilai L tersebut akan diperoleh juga apabila menggunakan Gambar 2.8. Karena Do =
0,8 m, maka kondisi Do < 1/4 L (aliran radial) dan D1 + D2 < 1/4 L (aliran horizontal)
keduanya dipenuhi.

Contoh 4 :

Data seperti pada contoh 6, kecuali Do = 10 m.


 Tahap 1 : Karena kelihatannya Do > 1/4 L, maka persamaan untuk tanah homogen
(persamaan /2.20/) akan digunakan. Hal ini berarti lapisan kedua, berapa pun
tebalnya dan permeabilitasnya tidak berpengaruh pada aliran ke pipa drainase.
Asumsi Do > 1/4 L ini harus diuji pada ahir perhitungan.

 Tahap 2 : hv = 0,075 ; h' = 1,125 m; Persamaan /2.20/ untuk a = 1, K1 D1 = 0,2 x


10,6 = 21 m2/hari, Do = 10 m dan u = 1,35 m, menghasilkan :
0,01L2 0,01L 10
1,125 = + ln
8 × 2,1 π × 0,2 1,35

Dari persamaan tersebut didapat L = 24 m. Dengan demikian asumsi semula Do > 1/4 L
adalah sesuai, dan contoh ini dapat diperlakukan sebagai tanah homogen.

2.6. Nomograf yang Berlaku Umum

Untuk tanah homogen dengan Do < 1/4 L dan tanpa memperhatikan head loss karena
aliran vertikal dan aliran horizontal di atas level drainase, maka persamaan /2.20/ dapat
ditulis ;
qL2 qL D0
h= + ln karena D1 ≈ Do
8KD0 π K u
Persamaan Hooghoudt (persamaan /2.16/) :
qL2
h=
8 Kd
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka :

Do
d=
8Do Do
1+ ln
πL u
Persamaan untuk kedalaman ekivalen di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti
pada Gambar 2.3. Nomograf pada Gambar 2.3 mempunyai keuntungan bahwa d dapat
ditentukan untuk semua nilai ro atau u, sedangkan Tabel 1 hanya berlaku untuk satu
nilai ro saja. Suatu contoh apabila Do/u sama dengan 15, Do = 10 m dan L = 40 m,
maka d = 3,7 m.

Van Beers menggambarkan spasing drainase untuk tanah homogen dengan pengabaian
aliran di atas level drainase dan D < 1/2 L sebagai berikut :

L = Lo - C ..../2.26/

Teknik Irigasi dan Drainase 20


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 21

8 KDh D
di mana, Lo = ; C = D ln
q u

Apabila Lo dibandingkan dengan persamaan Hooghoudt /2.16/ maka Lo


menggambarkan spasing drainase untuk aliran horizontal. Untuk mempertimbangkan
tahanan aliran radial maka dikurangi dengan C. Hal ini merupakan perbedaan dengan
persamaan Hooghoudt di mana pengurangan D menjadi d (equivalent depth) digunakan
untuk memperhitungkan aliran radial. Untuk menghitung nilai C, nomograf pada
Gambar 2.9 dapat digunakan. Nomograf ini mempunyai keuntungan karena dapat
digunakan untuk menyelesaikan persaman tidak-steady dari Glover-Dumm.

Untuk menghitung nilai C, ambil nilai D tertentu pada sumbu horizontal bawah. Dari
titik tersebut tarik garis vertikal ke atas sampai memotong kurva untuk nilai u tertentu,
dan baca nilai C pada sumbu vertikal.

Teknik Irigasi dan Drainase 21


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 22

C=D ln D/U

0.3

0.6 2.0
5.0

1.0 3.0

1.5 4.0

Gambar 2.9. Nomograf untuk menghitung nilai C pada persamaan /2.26/,


untuk pelbagai nilai u

Teknik Irigasi dan Drainase 22


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 23

3. PERSAMAAN DRAINASE UNTUK SITUASI TIDAK STEADY

Pada suatu daerah di mana recharge (pengisian) bersifat periodik (tidak kontinyu) atau
dengan intensitas hujan yang tinggi, maka asumsi recharge steady tidak dapat berlaku
lagi. Pada kondisi tersebut persamaan drainase untuk kondisi tidak steady harus
digunakan. Persamaan tidak-steady di mana recharge sama dengan nol telah diuraikan
seperti pada persamaan /1.12/ di mana untuk satu arah (sumbu x) dapat ditulis sebagai
berikut:
∂ 2h ∂h
KD 2 = µ  / 3.1 /
∂x ∂t

di mana : KD: transmisivity aquifer (m2/hari); h: hidrolik head sebagai fungsi dari x dan
t (m); x : jarak horizontal dari titik acuan, misalnya saluran (m); t: waktu (hari); µ:
ruang pori drainase

3.1.Prinsip Persamaan Glover-Dumm

Dumm (1954) menggunakan penyelesaian persamaan /3.1/ yang ditentukan oleh Glover
yang mengasumsikan muka air tanah awal horizontal pada suatu ketinggian tertentu di
atas level drainase. Penyelesaiannya menerangkan penurunan muka air tanah (yang
tidak lagi horizontal) sebagai fungsi dari waktu, tempat, spasing drainase dan sifat-sifat
tanah. Muka air tanah awal horizontal dipertimbangkan sebagai hasil dari kenaikan
seketika (instantaneous) akibat dari hujan atau irigasi, yang juga merupakan pengisian
air tanah seketika. Kemudian Dumm (1960) mengasumsikan muka air awal tidak datar
sama sekali, akan tetapi mempunyai bentuk parabola (pangkat 4) yang menghasilkan
rumus sedikit berbeda.

Gambar 3.1 di bawah ini merupakan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan muka air
tanah secara horizontal. Kondisi awal dan pembatas di mana persamaan /3.1/ harus
diselesaikan adalah sebagai berikut :
• t = 0, h = Ri/µ = ho, 0 < x < L (initial horizontal groundwater)
• t > 0, h = 0, x = 0, x = L (air pada saluran drainase tetap pada level drainase)
Ri : pengisian sesaat per unit luas permukaan (m)
ho : ketinggian muka air tanah awal di atas level drainase (m)

Persamaan /3.2/ dengan kondisi tersebut di atas ditemukan oleh Carslaw dan Jaeger
(1959) :
4ho ∞ 1 − n 2α t nπ x
h ( x, t ) = ∑
π n = 1,3,5, n
e sin
L
 / 3.2 /

π 2KD
di mana : α = (faktor reaksi, hari -1)
µ L2
Untuk ketinggian air tanah pada titik tengah antar saluran pada waktu t, h t = h(1/2 L,t)
maka x = 1/2 L, dimasukan pada persamaan /3.2/ menghasilkan :


4 1 − n 2α t
ht = ho ∑ e  / 3.3 /
π n = 1,3,5, n

Teknik Irigasi dan Drainase 23


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 24

Gambar 3.1. Kondisi pembatas untuk persamaan Glover-Dumm


dengan water table awal horizontal.

Nilai-nilai term pada persamaan /3.3/ akan menurun dengan bertambahnya nilai n. Jika
α > 0,2, term yang kedua dan seterusnya relatif kecil dan dapat diabaikan sehingga
persamaan /3.3/ sekarang menjadi :

4
ht = ho e − α t  / 3.4 /
π
Dengan asumsi muka air tanah awal mempunyai bentuk parabola maka persamaan /3.4/
berubah menjadi persamaan /3.5/ (Dumm, 1960):

ht = 1,16 ho e − α t  / 3.5 /

Perbedaan antara persamaan /3.4/ dengan /3.5/ hanyalah perubahan faktor bentuk
π 2 KD
(shape factor) dari 4/π = 1,27 menjadi 1,16. Dengan substitusi nilai α = pada
µ L2
persamaan /3.5/ dan selesaikan untuk nilai L, maka:
1/ 2 − 1/ 2
 KDt   ho 
L = π    ln 1,16   / 3.6 /
 µ   ht 
Persamaan ini
disebut sebagai persamaan Glover-Dumm.

Karena persamaan Glover-Dumm tidak memperhitungkan tahanan aliran radial menuju


pipa yang tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka tebal aquifer D sering diganti
dengan nilai kedalaman ekivalen “d” dari Hooghoudt. Sehingga persamaan /3.2/
menjadi :
π 2 Kd
α = ( hari − 1 )  / 3.7 /
µ L2
dan persamaan /3.6/ menjadi :
1/ 2 − 1/ 2
 Kdt  ho 
L = π    ln 1,16   / 3.8 /
 µ   ht 

Teknik Irigasi dan Drainase 24


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 25

Persamaan ini disebut sebagai persamaan Modifikasi Glover-Dumm.

3.2.Aplikasi Persamaan Glover-Dumm

Persamaan Glover-Dumm sering digunakan untuk menghitung spasing drainase pada


daerah irigasi. Untuk itu diperlukan data karakteristik tanah K, D dan µ, geometri
drainase dan kriteria drainase. Dibandingkan dengan persamaan drainase steady-state,
persamaan Glover-Dumm memerlukan kriteria penurunan air tanah dalam jangka waktu
tertentu (ho/ht) selain dari kriteria elevasi muka air tanah dan discharge. Perhitungan
spasing drainase L dari persamaan /3.8/ memerlukan metoda coba dan ralat, sebab
kedalaman ekivalen d = f(L,D,µ) sehingga nilai L tidak dapat diberikan secara eksplisit.
Dengan bantuan Nomograf pada Gambar 2.9 prosedur coba-ralat dapat dihindarkan.

Contoh 5 :

Air irigasi diberikan setiap 10 hari. Kehilangan air terjadi karena perkolasi ke zone air
tanah adalah 25 mm yang merupakan pengisian seketika, Ri = 0,025 m. Dengan
porositas efektif µ = 0,05 maka pengisian menyebabkan kenaikan muka air tanah
sebesar h = Ri/µ = 0,5 m. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m di
bawah permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah, sehingga
ho = 1,8 – 1,0 = 0,8 m. Muka air tanah harus diturunkan sebesar ∆h = 0,5 m, selama 10
hari berikutnya dimana air irigasi akan diberikan lagi. H10 = h0 - ∆h = 0,8 – 0,5 = 0,3 m.
Jika kedalaman sampai lapisan kedap = 9,5 m dari permukaan tanah dengan K = 1
m/hari dan jari-jari pipa 10 cm, hitung spasing drainase?

Dari informasi di atas kita mendapat data sebagai berikut :


K = 1,0 m/hari; h10 = 0,3 m; D = 7,7 m; t = 10 hari; µ = 0,05; ro = 0,1 m;
h0 = 0,8 m. Dengan menggunakan persamaan /3.8/:

1/ 2 − 1/ 2 1/ 2 − 1/ 2
 Kdt  ho   1,0 × d × 10   0,8 
L = π    ln 1,16  = π   ln 1,16  = 41,8 d meter
 µ   ht   0,05   0,3 

 Coba 1 : L = 80 m, dari Gambar 2.3, dengan D/u = D/(π ro) = 7,7/ (π x 0.1) = 25 ; D
= 7,7 m;→ maka d = 4,4 m. Substitusi L = 41,8√ 4,4 = 88 m > 80 m, maka L harus
diduga lebih besar dari 88 m.

 Coba 2 : L = 100 m, dari Gambar 2.3 : d = 4,8 m, L = 41,8 √4,8 = 92 m < 100 m.
Jadi L harus diduga lebih kecil dari 92 m.

 Coba 3 : L = 90 m, dari Gambar 2.3: d = 4,7 m; L = 41,8√4,7 = 90 m. Karena L


dugaan sama dengan hitungan, maka spasing drainase adalah 90 m.

Penyelesaian dengan Nomograf pada Gambar 2.9 adalah sebagai berikut:


• Hitung persamaan /3.6/ untuk Lo, yang menggambarkan aliran horizontal untuk
tidak-steady:
1/2 − 1/2
 1,0 × 7,7 × 10   0,8 
L = π    ln1,16  = 116 meter
 0,05   0,3 

Teknik Irigasi dan Drainase 25


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 26

• Tentukan C = D ln (D/u) dari Gambar 2.9 dengan mengambil titik D = 7,7 m pada
sumbu bawah. Dengan menarik garis vertikal ke atas memotong kurva u = π ro =
0,3 m , dapat dibaca pada sumbu vertikal bahwa C = 25 m. Maka: L = Lo - C = 116
- 25 = 91 m.

Teknik Irigasi dan Drainase 26


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 27

4. DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

4.1. Tipe Drainase Lapangan

Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung
dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air
dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang
bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu
sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor,
dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm
drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman
air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari
lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama.

Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase
mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau
plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit
kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila
kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa
komposit. Beberapa tipe penyusunan baik drainase pipa maupun drainase parit dapat
dilihat pada Gambar 4.1.

4.2. Drainase Parit

4.2.1. Prinsip dan Rancangan

Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan


dan kerugian antara lain :
Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat berfungsi untuk
membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya lebih
kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya untuk parit
kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1 %.; (c)
Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan.
Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian karena
adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan mahalnya biaya
pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit, menyebabkan
sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis.

Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit
sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik
lateral maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi
dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral :
• Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup
lebar, sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan
hantaran hidrolik tinggi,
• Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada
tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang
tinggi,

Teknik Irigasi dan Drainase 27


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 28

• Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah aluvial, yang baru
direklamasi.
• Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang
rumput atau tanah gambut.1

Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka

4.2.2. Spasing dan kedalaman


Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman telah
diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran lahan
atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa drainase
singular, spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di parit kolektor
harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa drainase (lateral).

4.2.3. Dimensi Parit


Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan
mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan tipe
tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi yang
terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan. Oleh
karena itu biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi konstruksi dan

1 Muka air tanah terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar
2 Lihat Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423)

Teknik Irigasi dan Drainase 28


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 29

pemeliharaan masih memungkinkan. Di Belanda dimensi tersebut seperti pada Gambar


4.2.

Gambar 4.2. Penampang parit sebagai kolektor

Keterangan :
b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah
pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m,
kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk
tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal)

4.2.4. Lokasi
Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering digunakan
juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan parit
kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian
drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan
seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet
untuk aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan.

4.2.5. Konstruksi
4.2.5.1. Penandaan lokasi parit
Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok
menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit
ditunjukkan dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C.
Jarak antara A dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud
memotong puncak tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan
talud dimulai, dapat diukur dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud.
Jarak P - Q ini akan bertambah dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada
lahan bergelombang lebar P-Q akan bervariasi banyak.

4.2.5.2. Penggalian
Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia; (b)
Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators,
biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan
bentuk saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau
dengan dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan
kemiringan talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu
pedoman dalam penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator
penggalian areal tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan
kapur bubuk dilakukan sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah

Teknik Irigasi dan Drainase 29


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 30

dengan merentangkan tali pada puncak patok A sepanjang garis A1 A2 A3 (dalam


Gambar 4.3). Jika "bucket" menyentuh tali maka profil saluran yang sedang digali
sudah benar.

Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian
digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk
didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah
tercuci oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian
akan menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan
saluran akan lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau
dasar saluran lebih dalam.

Gambar 4.3. Penandaan alignment pada saluran terbuka

Teknik Irigasi dan Drainase 30


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 31

4.2.5.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan saluran dilakukan terhadap pertumbuhan gulma dan penumpukan


endapan. Gulma dan endapan menyebabkan aliran air di saluran kolektor menjadi lebih
lambat dan kemungkinan dapat menyebabkan elevasi muka air berada di atas elevasi
outlet pipa lateral sehingga efektivitas drainase pipa lateral akan berkurang.
Pemeliharaan saluran dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pembabad
rumput 3.

4.3. Drainase Mole

4.3.1. Prinsip dan Rancangan


Mole adalah lubang saluran dalam tanah yang dibuat dengan suatu alat mole plough
tanpa adanya galian. Metoda ini umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan
konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air
tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari
permukaan lahan atau dari lapisan olah yang semula membentuk suatu perched water
table. Air mengalir ke mole melalui celah dan retakan-retakan yang terbentuk dalam
pembuatan mole (Gambar 4.4).

Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
(a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama
konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam
saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole.

4.3.2. Kondisi tanah dan kesesuaian lapang


Tanah harus mempunyai plastisitas tertentu supaya saluran mole dapat dibentuk dan
harus cukup stabil supaya dapat bertahan cukup lama. Menurut (Theobald, 1963)
kandungan liat minimum yang diperlukan adalah antara 25 % - 50 %; kandungan pasir
tidak lebih dari 20 %. Metoda praktis untuk menguji kesesuaian tanah adalah sebagai
berikut :
Suatu contoh tanah dibentuk suatu bola dengan diameter sekitar 20 cm dan ditempatkan
pada suatu wadah berisi air sehingga bola tanah tersebut terbenam. Apabila sesudah
beberapa hari contoh tanah tersebut tidak hancur maka hal tersebut merupakan suatu
indikasi bahwa drainase mole sesuai di daerah tersebut.

4.3.3. Topografi
Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan
permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan
lokasi outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya
kurang sesuai.

4.3.4. Rancangan
Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah
penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole
tersebut harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai
kolektor untuk mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa
(kolektor) pertama kali dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari
3Di Belanda secara manual dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing
dari tepi saluran

Teknik Irigasi dan Drainase 31


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 32

mole. Kemudian suatu galian (trench) diurug dengan bahan porous (umumnya kerikil).
Air dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor
(Gambar 4.5).

Beberapa petunjuk dalam rancangan saluran mole adalah sebagai berikut :


• Spasing : untuk menjamin terbentuknya retakan di seluruh areal, umumnya spasing
antara 2 sampai 5 m
• Kedalaman : saluran mole harus cukup terlindung dari pengaruh beban mesin-mesin
berat. Semakin dalam mole tersebut semakin terlindung, tetapi di lain pihak biaya
instalasi juga semakin mahal. Dalam praktek biasanya kedalaman mole antara 45
cm sampai 60 cm
• Gradient atau kemiringan : kemiringan minimum antara 0,5 sampai 1 % dan
maksimum antara 4 - 7 %. Karena umumnya mesin pembuat saluran mole tersebut
hanya dapat menarik sejajar dengan permukaan lahan, maka kemungkinan tersebut
di atas akan menentukan arah mole sesuai dengan kemiringan lahan yang ada;
• Panjang saluran mole : dalam kondisi yang memungkinkan panjang saluran mole
dapat mencapai sejauh 200 m.

Gambar 4.4. Retakan yang terbentuk pada drainase mole

Gambar 4.5. Gabungan mole dengan pipa drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 32


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 33

4.3.5. Konstruksi

4.3.5.1. Mesin
Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung tajam
dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan
suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole
tersebut ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik
(traktor) melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter.

4.3.5.2. Kondisi kerja selama konstruksi


Hal yang penting adalah kondisi kelembaban tanah pada waktu konstruksi harus cukup
lembab. Apabila terlalu basah, saluran mole terbentuk tanpa adanya celah-celah atau
retakan-retakan yang diperlukan. Apabila terlalu kering retakan-retakan sekitar saluran
mole akan menyebabkan mole yang terbentuk mudah runtuh kembali. Informasi yang
tepat tentang kelembaban tanah yang paling sesuai sukar untuk ditentukan. Hal ini akan
didapatkan dengan mencobanya di lapangan.

Gambar 4.6. Mole plough

4.4. Rancangan Drainase Pipa

4.4.1. Pendahuluan
Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan :
• Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian
muka air tanah
• Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor.
• Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi.

4.4.2. Spasing dan kedalaman lateral


Dasar teori dalam penentuan spasing dan kedalaman lateral telah diuraikan dalam Bab
terdahulu. Secara teoritis semakin dalam pemasangan pipa, maka semakin lebar spasing
antar pipa. Akan tetapi dalam praktek ada beberapa pembatas dalam penentuan
kedalaman pipa yang dipasang yaitu :
(a) Elevasi muka air yang dipertahankan pada saluran kolektor.
(b) Terdapatnya lapisan tanah yang kurang sesuai yaitu dapat berupa lapisan kedap pada
kedalaman yang dangkal dari permukaan tanah
(c) Kedalaman yang dapat dicapai oleh mesin yang tersedia.

Teknik Irigasi dan Drainase 33


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 34

(d) Apabila hantaran hidrolik lapisan tanah yang di bawah jauh lebih besar dari lapisan
di atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan
sedikit pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini
disebabkan karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari
lapisan di bawahnya.

Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan menghasilkan
spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh areal dibagi menjadi
beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka spasing hasil perhitungan
dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing baku adalah 10 m, 15 m, 20 m,
25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya.

4.4.3. Diameter dan Gradient (Rancangan Hidrolik)


Rancangan hidrolik drainase di bawah tanah bertujuan untuk menjawab beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
• Berapa luas areal yang dapat didrainasekan oleh suatu pipa dengan diameter
tertentu, pada kemiringan tertentu dengan mengasumsikan koefisien drainase
tertentu pula ?
• Berapa diameter pipa untuk panjang pipa, kemiringan, spasing dan koefisien
drainase tertentu ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipelajari beberapa hal, yakni :


• Persamaan dasar aliran seragam untuk berbagai tipe pipa drainase (pipa tanah atau
pipa plastik dan lain-lain).
• Persamaan aliran pada situasi tidak seragam (non uniform flow).
• Faktor pengaman (safety factor) untuk menanggulangi kemungkinan penurunan
kapasitas karena sedimentasi.
• Suatu pipa drainase yang terdiri dari diameter yang bertambah pada arah aliran air.

4.4.3.1. Persamaan untuk Aliran Seragam


Untuk aliran penuh dalam pipa persamaan umum adalah persamaan dari Darcy-
Weisbach:4
z λ V2
i= =  / 4.1 /
x d 2g

dimana z: kehilangan hydraulic head (m); x: panjang pipa (m); d: diameter dalam (m);
V: kecepatan aliran (m/dt); g: percepatan gravitasi (m/dt2); λ: faktor tahanan.

Faktor tahanan λ tergantung pada tipe aliran (laminer atau turbulen) dan kekasaran
dinding (kr) dan harus ditentukan melalui suatu percobaan. Gambar 4.7 merupakan
plotting antara λ dengan bilangan Reynold pada kertas grafik logaritmik ganda.
Bilangan Reynold didefinisikan sebagai:

Vd
Re =  / 4.2 /
ν
dimana, ν : viscositas kinematik cairan, untuk air pada suhu 100C besarnya ν = 1,31 x
10-6 m2/detik. Untuk pipa halus (pipa tanah liat dan pipa plastik) telah didapatkan suatu

4 Lihat Mekanika Fluida

Teknik Irigasi dan Drainase 34


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 35

hubungan antara λ dengan Re sebagai berikut (Wesseling dan Homma, 1967; Blashyz,
1965 dan Treude, 1964).

λ = a Re − 0, 25  / 4.3 /

dimana, a: suatu pengukur perubahan dari suatu garis lurus karena adanya ketidak-
tentuan yang terisolasi (misalnya sambungan pipa, lubang-lubang pada pipa). Untuk
aliran penuh dalam pipa, debit dapat dinyatakan:

π d2
Q= V  / 4.4 /
4

Substitusi persamaan /4.2/, /4.3/ dan /4.4/ ke dalam persamaan /4.1/ :

z
i= = 26,3 × 10 − 4 a Q 1,75 d − 4,75  / 4.5a /
x
atau

Q = 30 a − 0,57 d 2, 71 i 0,57  / 4.5b /

Gambar 4.7. Hubungan antara faktor tahanan (λ) dengan bilangan Reynold (Re).

Untuk pipa halus pada kondisi lapang, nilai a = 0,40 (Segeren dan Zuidema, 1966).
Untuk pipa plastik bergelombang (corrugated ) tidak terdapat hubungan yang langsung
antara λ dan Re. Wesseling dan Homma (1967) menyatakan bahwa aliran ini dapat
diterangkan dengan memuaskan oleh rumus Manning :

V = k m R 2 / 3 i 1 / 2  / 4.6 /

Teknik Irigasi dan Drainase 35


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 36

dimana, km= 70 (km = 1/n, dimana n: koefisien kekasaran Manning); R: jari-jari hidrolik
= ¼ d untuk aliran penuh.

Dengan mengubah persamaan /4.6/ sesuai dengan format pada persamaan /4.5/ maka :
−2
i = 10,25 k m Q 2 d − 5,33  / 4.7 a / atau Q = 0,312 k m d 2 , 67 i 0 , 50  / 4.7b /

Persamaan /4.5/ dan /4.7/ digambarkan secara grafis pada Gambar 4.8. Persamaan aliran
seragam dalam pipa dapat dinyatakan dengan persamaan umum :

i = c d −α Qβ  / 4.8a / atau Q = c − 1 / β d α /β
i1/ β  / 4.8b /

dimana untuk pipa halus c = 0,00107, α = 4,745 dan β = 1,748, sehingga :

Q = 50 d 2, 741 i 0,572

sedangkan untuk pipa plastik bergelombang (corrugated) : c = 0,002066, α = 5,334


dan β = 2, sehingga

Q = 22 d 2,667 i 0,5

4.4.3.2. Persamaan untuk aliran tidak seragam (non-uniform flow)

Suatu pipa drainase menyedot air di seluruh panjang pipa tersebut, dengan demikian Q
akan bertambah secara bertahap dari Q = 0 pada sebelah hulu sampai Q = q B L pada
outflow. Dimana q: spesific discharge (m/dt); B: lebar areal lahan yang didrainasekan
oleh pipa tersebut (m) = spasing drainase; L: panjang pipa drainase (m).

Tipe aliran ini disebut sebagai aliran tidak seragam (non-uniform flow). Karena debit
aliran bertambah secara bertahap sepanjang arah aliran, maka hydraulic gradient juga
bertambah (Gambar 4.9). Aliran dalam pipa diasumsikan penuh dan diletakkan
horizontal (pada pembahasan selanjutnya akan dibahas untuk pipa miring).

Laju aliran Qx pada suatu jarak x dari sebelah hulu (Gambar 4.9) adalah sama dengan :
Q x = q B x  / 4.9 /

Substitusi persamaan /4.9/ ke persamaan /4.8a/ memberikan :

dz
= c d − α ( qB ) x β
β
i=  / 4.10 /
dx

dengan menggunakan kondisi :z = 0 untuk x = 0 ; z = H untuk x = L; integrasi


persamaan /4.10/ memberikan :

1
c d − α ( qB ) Lβ + 1
β
H =  / 4.11 /
β +1

dengan memperkenalkan suatu istilah rata-rata hidrolik gradient

Teknik Irigasi dan Drainase 36


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 37

H
 / 4.12 / i =
L
dan mengingat QL = q B L adalah total debit dari pipa tersebut, maka persamaan /4.11/
dapat diubah menjadi
H 1 β
i = = c d − α QL  / 4.13a /
L β +1
atau

QL = q B L = ( β + 1)
1/ β
c − 1/ β d α /β
i1 / β  / 4.13b /

nilai c, α dan β untuk pipa halus dan corrugated dapat dimasukkan ke persamaan
/4.13/. Secara grafik persamaan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.11
dan Gambar 4.12.

Apabila dibandingkan antara persamaan aliran tidak seragam (persamaan 4.13) dengan
aliran seragam (persamaan 4.8) maka :

• Pada outflow yang sama, rata-rata gradient i untuk aliran tidak seragam hanya 1/(β
+1) ≈ 1/3 dari gradient i untuk aliran seragam (Gambar 4.13). Pada ujung sebelah
hilir, gradient dari kedua aliran tersebut akan sama.
• Untuk gradient yang sama, debit pada aliran tidak seragam adalah ( β+1)0,5 ≈ 1,75
kali debit pada aliran seragam atau

Q uniform ≈ 0,57 qnon-uniform .../4.14/

Tabel 4.1 merupakan ringkasan aliran penuh dalam pipa.

Tabel 4.1. Ringkasan persamaan aliran berlaku untuk aliran penuh dalam pipa

Aliran seragam (transport) Aliran tak-seragam (dewatering)


Persamaan Umum:
z − H 1
i= = c.d − α Q β i= = c.d − α Q L
β
x L β +1
Q = c − 1 / β d α / β i1 / β Q L = qBL = ( β + 1)
1/β
c − 1 / β d α / β i1 / β
Pipa Halus:
z −
α = 4 ,75 i= = 26,3 × 10 − 4 a.d − 4 ,75 Q1,75 i = 9,57 × 10 − 4 a d − 4 ,75 Q L
1,75
x

β = 1,75 Q = 30 a − 0 ,572 d 2 ,714 i 0 ,572 Q L = 53,4 a − 0 ,572 d 2,714 i 0 ,572

untuk a = 0,40 Q = 50 d 2,714 i 0 ,572 Q L = 89 d 2,714 i 0 ,572


Pipa Bergelombang:
−2 −
α = 5,333 i = 10,25 k m d − 5,33 Q 2 −2
i = 3,413 k m d − 5 ,33 Q L
2

β = 2 Q = 0,312 k m d 2,667 i 0 ,5 Q L = 0,54 k m d 2,667 i 0 ,5


Untuk km=70 Q = 22 d 2 ,667 i 0 ,5

Teknik Irigasi dan Drainase 37


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 38

Q L = 38 d 2 ,667 i 0 ,5

Teknik Irigasi dan Drainase 38


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 39

Gambar 4.8. Diagram untuk penentuan kapasitas pipa

4.4.3.3. Pipa Drainase Miring


Persamaan pada Tabel 4.1 berlaku untuk aliran penuh dalam pipa horizontal, hydraulic
gradient adalah merupakan juga kurva potensiometrik (Gambar 4.10). Apabila pipa

Teknik Irigasi dan Drainase 39


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 40

drainase diletakan dengan kemiringan tertentu, situasi aliran tetap tidak berubah bila
kemiringan tidak lebih dari rata-rata gradient (Gambar 4.14).

Gambar 4.9. Kehilangan energi (z) pada aliran penuh pipa drainase sebagai
fungsi dari jarak (x) dan kurva potensiometrik yang dihasilkan

Gambar 4.10. Potensiometrik yang terbentuk akibat dari tekanan lebih


pada pipa drainase horizontal hubungannya dengan gradient hidraulik

4.4.3.4. Prosedur Rancangan

Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat
bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu
(kemiringan pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran

Teknik Irigasi dan Drainase 40


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 41

pipa diasumsikan penuh pada seluruh panjang pipa dengan kata lain pipa berada pada
kondisi kapasitas maksimum.

4.4.3.5. Faktor Pengaman


Pada kenyataannya kemungkinan besar akan terjadi pengurangan kapasitas drainase
pipa sebagai akibat dari pengendapan ataupun pelurusan yang kurang baik. Dengan
demikian suatu faktor pengaman tertentu harus diambil dalam rancangan. Nilainya akan
sangat tergantung pada kualitas pekerjaan instalasi, dugaan laju pengendapan dan
intensitas pemeliharaan yang direncanakan. Pada Gambar 4.11 dan 4.12, dua alternatif
diberikan yaitu pengurangan kapasitas 75% dan 60%. Pengurangan kapasitas yang lebih
rendah (75%) direkomendasikan untuk diameter pipa yang lebih besar khususnya pada
pipa kolektor yang tidak secara langsung mengambil air dari tanah.

Untuk pipa lateral khususnya dengan diameter yang lebih kecil reduksi 60%
direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di bawah ini dapat diselesaikan
dengan bantuan Nomogram yakni:
• Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan
• Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan
diameter tertentu
• Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi pada
ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya?

Contoh 6:

Suatu rancangan drainase adalah sebagai berikut: spasing 30 m, panjang pipa 200 m,
slope 0,10%, koefisien drainase 7 mm/hari. Sebagai faktor pengaman digunakan
pengurangan kapasitas 60%.

Pertanyaan:
Berapa diameter pipa untuk (a) pipa halus dan (b) pipa plastik corrugated

Jawaban:
Luas areal drainase yang dilayani oleh satu pipa adalah 30 x 200 m2 = 0,6 ha
(a) Untuk pipa halus: dari Gambar 4.11, didapatkan diameter antara 5 - 6 cm, diameter
terbesar kita pilih yakni 6 cm
(b) Untuk pipa plastik corrugated: Dari Gambar 4.12, didapatkan diameter antara 6 - 7
cm, maka dipilih diameter 7 cm.

Contoh 7:
Suatu sistem drainase pipa komposit dengan tipe gridiron dirancang di suatu lahan.
Lateral bergabung dengan kolektor dari dua sisi. Panjang lateral pada satu sisi 300 m
dan pada sisi lainnya 200 m. Pipa kolektor dirancang pada slope 0,05%, koefisien
drainase 5 mm/hari, reduksi kapasitas 75%.

Pertanyaan:
Tentukan panjang maksimum pipa kolektor apabila pipa beton akan digunakan dengan
diameter dalam 20, 25 dan 30 cm (asumsikan diameter yang sama digunakan untuk
seluruh pipa)

Teknik Irigasi dan Drainase 41


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 42

Gambar 4.11. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa halus, dewatering,


aliran penuh berdasarkan persaman dari Wesseling:
Q L = q. A = q.B.L = 89 d 2,714 i 0,572

Teknik Irigasi dan Drainase 42


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 43

Gambar 4.12. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa bergelombang, dewatering,


aliran penuh berdasarkan persaman dari Manning:
QL = q. A = q.B.L = 38 d 2,667 i 0,5

Teknik Irigasi dan Drainase 43


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 44

Gambar 4.13. Gradien hidrolik pada aliran penuh, pipa horizontal


untuk aliran seragam dan tak-seragam

Gambar 4.14. Kemiringan pipa drainase yang berbeda dalam

Jawab:
i = 0,05%; q = 5 mm/hari. Dari Gambar 4.11 Luas areal drainase adalah sebagai berikut:

Diameter pipa (cm) 20 25 30


Luas drainase (ha) 19 35 58

Lebar areal yang didrainasekan oleh kolektor adalah 500 m, maka panjang maksimum
kolektor untuk setiap ukuran diameter pipa adalah:

Diameter pipa (cm) 20 25 30


Panjang maksimum (m) 380 700 1160

Contoh 8:

Teknik Irigasi dan Drainase 44


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 45

Suatu pipa drainase kolektor terbuat dari beton dengan diameter 25 cm, panjang 700 m
dipasang dengan slope 0,05%, lebar areal drainase 500 m

Pertanyaan:
Asumsikan kapasitas kolektor dirancang pada 75% dan koefisien drainase terukur
adalah 10 mm/hari. Apakah kemungkinan terjadi tekanan-lebih di ujung sebelah hulu
kolektor?

Jawab:
Luas areal drainase = 700 x 500 m2 = 35 ha. Dari Gambar 4.11 didapat i = 0,16%,
dikurangi dengan 0,05% slope pipa drainase terdapat kelebihan slope sebesar 0,11%.
Tekanan-lebih adalah= 700 x 0,11% = 0,77 m. Kadang-kadang diperlukan untuk
mengetahui kapasitas relatif pipa pada berbagai ukuran yang berbeda. Beberapa nilai
tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Proporsi kapasitas untuk berbagai diameter pipa (berdasarkan persamaan 4.5b*)

Proporsi diameter 4 5 6 7 8 10
Proporsi kapasitas 1,00 1,83 3,00 4,56 6,54 12,00
2 , 71
*) Q2 d 
=  2  , asumsi i konstan.
Q1  d1 

Jika kapasitas suatu ukuran pipa telah ditentukan dari grafik, maka dengan
menggunakan Tabel 4.2, dapat dengan mudah ditentukan kapasitas untuk berbagai
diameter.

Sebagai contoh: Luas areal drainase untuk pipa diameter 20 cm dengan i = 0,05%, q = 5
mm/hari telah ditentukan sebesar 19 ha. Untuk menghitung kapasitas dengan diameter
25 cm dan 30 cm, dapat dilihat bahwa perbandingan diameternya adalah 4, 5 dan 6.
Berdasarkan Tabel 4.2 luas areal drainase untuk diameter pipa 25 cm = 1,83 x 19 ha =
35 ha. Untuk pipa berdiameter 30 cm = 3,0 x 19 ha = 57 ha.

4.4.3.6. Pipa Drainase dengan Diameter Bertambah


Pada prakteknya sudah biasa untuk memulai pipa drainase dari sebelah hulu (atas)
dengan ukuran diameter yang lebih kecil, kemudian dirubah dengan diameter yang lebih
besar sesudah jarak tertentu supaya mampu menampung pertambahan debit air yang
harus diangkut. Hal ini biasanya dipakai pada pipa kolektor.

Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa
berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa dari hulu ukuran diameter pipa
tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih pada ujung sebelah hulu.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang
pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi
diameter pipa dapat dibuat sebagai berikut:

0 – 380 m : diameter pipa 20 cm


380 – 700 m : diameter pipa 25 cm
700 – 1160 m : diameter pipa 30 cm

Teknik Irigasi dan Drainase 45


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 46

Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm (Lihat
Gambar 4.15)

Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa berdiameter 30
cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan diameter yang
lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu. Pada
situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih
sebesar 38 cm di sebelah hulu.
Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient aktual didapat dengan
mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter dengan penggeseran
vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas bahwa
komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata
gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa).

Salah satu metoda adalah dengan membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk
masing-masing diameter dan buat suatu kombinasi pergeseran seperti pada Gambar
4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti prosedur sebagai berikut:
Perubahan diameter:
Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m
Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m
Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m

Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter

Maka komposisi pipa sekarang menjadi:

0 – 285 m : pipa diameter 20 cm


285 – 525 m : pipa diameter 25 cm
525 – 870 m : pipa diameter 30 cm
870 – (teoritis 1450) m : pipa diameter 35 cm

Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak
akan terpotong.

Teknik Irigasi dan Drainase 46


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 47

4.4.4. Tata Letak

4.4.4.1. Tipe dan Pola Sistim Drainase Pipa


Dalam sistim singular masing-masing pipa drainase mempunyai outlet yang masuk ke
parit kolektor. Dalam sistim komposit air dari pipa lateral masuk ke pipa kolektor. Pola
pada sistim komposit dapat berbentuk tipe gridiron atau tipe herring-bone (tulang ikan).
Sistim ini merupakan pola yang teratur yang cocok untuk lokasi yang homogen. Untuk
mengeringkan lahan-lahan basah yang terisolasi dapat dilakukan dengan suatu sistim
yang random (acak). Sistim ini biasa disebut sebagai sistim drainase pipa random
(Gambar 4.17).

Gambar 4.16. Pola sistim pipa drainase komposit teratur

Gambar 4.17. Sistim drainase pipa random (acak)

4.4.4.2. Pemilihan Sistim


Pemilihan sistim tergantung pada berbagai faktor antara lain:

Teknik Irigasi dan Drainase 47


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 48

• Dengan sistim pipa komposit, areal yang luas dapat didrainasekan tanpa adanya
saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat
dihindarkan
• Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran
terbuka
• Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat
mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular.
• Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk
menampung aliran permukaan
• Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor.
• Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit
kolektor
• Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih
murah dari pada sistim singular.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang
cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng
umumnya digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat
didrainasekan oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar
umumnya sistim singular lebih sesuai.

4.4.4.3. Lokasi pipa drainase


Apabila arah aliran air tanah dapat diketahui dengan jelas, maka lateral harus
ditempatkan tegak lurus arah aliran tersebut sehingga mampu menyadap (intercept)
aliran secara efektif. Pada lahan datar atau hampir datar, lateral dipasang arah lereng
utama (apabila ada) dengan demikian kedalaman pipa akan seragam di seluruh areal.

4.5. Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa

4.5.1. Pipa Drainase


Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik

4.5.1.1. Pipa tanah liat


Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam
bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk
ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa
4.5.1.2. Pipa beton
Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20 cm.
Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu dipertimbangkan akan
kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat, sehingga perlu digunakan semen
yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa tanah liat, disini air masuk melalui celah-
celah antar sambungan pipa.
4.5.1.3. Pipa plastik
Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl chlorida
(PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau
bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5
meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung.
Panjang gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5 cm
dan 100 m untuk diameter 10 cm.

Teknik Irigasi dan Drainase 48


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 49

Dibandingkan dengan pipa halus, pipa bergelombang mempunyai beberapa keuntungan


antara lain memerlukan bahan plastik yang lebih sedikit per unit panjang, lebih tahan
terhadap tekanan luar, karena fleksibel maka hanya tipe pipa ini yang dapat digunakan
pada drainase tanpa gali.

Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar sehingga diperlukan diameter lebih
besar untuk mengalirkan sejumlah air yang sama daripada pipa halus. Pada pipa plastik
ini air masuk melalui lubang-lubang kecil di permukaan pipa. Beberapa data spesifik
dari pipa plastik halus dan bergelombang tercantum pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data spesifik pipa halus dan bergelombang

Diameter Tebal dinding (mm) Berat per meter Perporasi


luar (mm) (gr/m)
Pipa Halus
40 0,80 150 Lubang (25x0,6) mm2, 40
50 0,95 220 lubang per meter, Total area
70 1,30 440 inflow 600 mm2/m pipa
90 2,00
110 2,20
125 2,50

Pipa Bergelombang
60 Diameter bagian dalam 75-80% dari pipa Lubang (1x1) mm2, (1x4)
65 10-12% lebih kecil PVC halus dengan mm2, total area inflow antara
80 daripada diameter luar diameter luar yang 1000-3000 mm2 per meter
100 sama pipa
125

4.5.1.4. Bahan penutup (cover materials)


Bahan penutup diperlukan dengan dua tujuan: (a) memfasilitasi aliran air ke pipa
drainase (fungsi penghantar air); (b) mencegah masuknya partikel tanah ke dalam pipa
(fungsi penyaringan). Bahan penutup dapat digunakan dengan berbagai cara: (a) dalam
bentuk curah (bulk) disebar merata di atas pipa drainase setelah pipa terpasang; (b)
dalam bentuk lembaran (sheet) atau tikar (mats) diletakkan dalam roll pada mesin
drainase, (c) sebagai lapisan pembungkus atau selubung pada pipa (pre-enveloped drain
pipes).

Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut, kerikil, jerami,
bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin glass fibre sheet.
Pipa drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa plastik baik yang
halus maupun yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai pembungkus adalah: (a)
fibre glass, nylon tissue atau bahan sintetik lainnya; (b) mats dengan tebal 1-2 cm dari
jerami, tanah gambut, sabut kelapa dan lainnya.

4.6. Konstruksi Sistem Drainase Pipa

4.6.1. Metoda Konstruksi


Prosedur yang biasanya dipakai dalan konstruksi sistim drainase pipa adalah:
• Menggali trench pada kedalaman dan slope yang diperlukan
• Memasang pipa dalam trench, tanpa atau dengan bahan penutup

Teknik Irigasi dan Drainase 49


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 50

• Mengurug trench dengan tanah galian


Konstruksi dapat menggunakan tenaga manusia secara manual maupun dengan mesin.

4.6.2. Pemasangan dengan Tenaga Manusia


Galian biasanya dibuat selebar 30 - 40 cm dengan kedalaman 0,50 m. Kemudian dengan
bermula dari galian ini penggalian diteruskan lebih dalam dengan lebar yang lebih
sempit (Gambar 4.20). Peralatan yang biasa dipakai dapat dilihat pada Gambar 4.19.

4.6.3. Mesin Gali (excavating machine)

Terdapat dua jenis mesin gali yang biasa digunakan dalam drainase yaitu:
(a) Mesin gali kontinyu (continous excavating machine). Penggalian dilakukan dengan
revolving digging machine atau rantai berpisau (Gambar 4.21). Umumnya mesin-
mesin ini menggali pada suatu kedalaman dan kemiringan tertentu dan mempunyai
perlengkapan tambahan untuk pemasangan pipa dan pengurugan bahan penutup.
(b) Back-acting excavators (Gambar 4.22). Apabila menggunakan alat ini, maka
penyelesaian akhir harus dilakukan dengan tenaga manusia. Alat ini cocok untuk
tanah berbatu. Biasanya alat ini dipakai sebagai pengganti apabila harus membuang
batu atau penghalang lainnya yang menyebabkan alat yang pertama tidak dapat
bekerja. Juga sering digunakan untuk menggali dimana akan dipasang pipa kolektor
dengan ukuran besar.

Berikut ini adalah beberapa data teknis tentang mesin gali kontinyu yang biasa
digunakan dalam proyek drainase di Belanda dan Eropah.
• Mesin umumnya bekerja pada tracks. Lebar tracks umumnya dapat diatur. Untuk
transportasi di jalan lebar tracks biasanya 2,5 m, untuk di lapangan maksimum
sampai 3,2 – 5,0 m
• Lebar trench: ukuran standar 20 - 25 cm, trench yang lebih lebar sampai 35 - 40 cm
masih memungkinkan dengan mengganti rantai pisau
• Kedalaman galian maksimum: standar 170 – 180 cm. Beberapa mesin dapat lebih
dalam lagi sampai 2,5 m.
• Engine: 100-200 HP. Beberapa mesin mempunyai dua engine, untuk gali 100 HP
dan untuk menarik 50 HP
• Pengaturan kedalaman dengan sistim hidrolik dimana operator mempertahankan
garis pandang sesuai dengan kedalaman yang diinginkan melalui patok-patok
pembantu sepanjang garis operasi. Perkembangan terbaru dilengkapi dengan sinar
laser
• Bobot total 7 – 12 ton
• Ground pressure tergantung pada ukuran track berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/cm2
• Kecepatan kerja sampai 1000 m pipa per jam
• Output netto tergantung pada kedalaman, tipe tanah, kondisi cuaca, panjang lintasan
pipa dan ukuran lahan. Untuk kedalaman 1 – 1,2 m pada tanah marine dengan
kandungan liat sekitar 25%, output netto yang wajar antara 300 – 400 m/jam,
sedangkan yang baik adalah sekitar 600 m/jam.

4.6.4. Trenchless Pipe Drainage (TPD)

Teknik TPD dikembangkan berdasarkan prinsip drainase mole sejak tahun 1960. Prinsip
kerja TPD dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana mesin menarik pisau atau blade
hampir sama seperti yang digunakan pada mole plough atau sub-soiler. Pipa plasik

Teknik Irigasi dan Drainase 50


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 51

bergelombang diletakkan di dasar trench melalui atau di belakang blade. Terdapat


berbagai tipe blade yang berbeda yang menentukan apakah tanah akan terdorong ke
samping atau terangkat ke atas. Apabila tanah terdorong ke samping kemungkinan akan
terjadi pemadatan yang dapat mengurangi fungsi drainase pipa. Bentuk blade yang
menyebabkan tanah terangkat akan lebih baik.

Beberapa keuntungan dari TPD adalah:


• Mesin relatif sederhana tanpa adanya gerak putar dalam penggalian
• Traktor dapat digunakan untuk tujuan lainnya di luar drainase
• Kecepatan kerja dan output netto lebih tinggi daripada mesin lainnya. Pada
kedalaman 1 m, kecepatan kerja sekitar 2,5 km/jam dengan output netto sampai 600
- 700 m/jam
Kerugian:
• Diperlukan tenaga tarik yang besar. Makin berpasir tanahnya maka tenaga yang
diperlukan semakin besar
• Pemadatan tanah terjadi di sekitar pipa drainase

Teknik Irigasi dan Drainase 51


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 52

Gambar 4.18. Penandaan alignments dan penyipat datar

Teknik Irigasi dan Drainase 52


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 53

Gambar 4.19. Beberapa peralatan yang digunakan untuk pemasangan


pipa drainase secara manual

Gambar 4.20. Penggalian suatu trench secara manual

Teknik Irigasi dan Drainase 53


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 54

Gambar 4.21. Mesin penggali kontinyu dan prinsip pengaturan kedalaman

Teknik Irigasi dan Drainase 54


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 55

Gambar 4.22. Back-acting trench excavator

Gambar 4.23. Instalasi pipa drainase tanpa galian

Teknik Irigasi dan Drainase 55


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 56

Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di


Belanda

Foto Drainase lahan gambut untuk Kelapa di Guntung Riau

Teknik Irigasi dan Drainase 56


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 57

Penutup

Pertanyaan:

(1) Apa tujuan drainase bawah-permukaan

(2) Apa yang dimaksud dengan sistem drainase singular dan komposit

(3) Metoda Auger hole digunakan untuk menentukan hantaran hidrolik jenuh (Ks) suatu
tanah. Muka air tanah awal sebelum percobaan diambil sebagai reference level. Jari-
jari lubang bor 4 cm dan dasar lubang pada kedalaman 60 cm dari reference level.
Lapisan kedap terdapat pada kedalaman 6 m di bawah permukaan tanah. Pada
waktu t = 0, sejumlah 37 cm air telah dibuang ke luar. Nilai-nilai berikut ini adalah
muka air yang diamati setiap 16 detik :
37.0, 34.7, 33.4, 32.1, 30.8, 29.6, 28.3, 27.1, 26.3, 26.0, dan 25.6 cm.
Hitung hantaran hidrolik (Ks) pada tanah tersebut?

(4) Pada suatu areal pertanian seluas 90 ha (lihat gambar), air irigasi diberikan setiap 6
hari dengan efisiensi pemberian air 65%. Kebutuhan air irigasi di petak sawah
sebesar 7 mm/hari. Dianggap bahwa 80% kelebihan air irigasi yang diberikan akan
mengalir sebagai perkolasi menuju ke muka air tanah, dan harus dapat dibuang
(drainase) selama 5 hari sebelum waktu pemberian air irigasi berikutnya.
Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m dari permukaan tanah.
Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah. Kedalaman lapisan kedap adalah
10 m dengan konduktivitas hidrolik 2 mm/hari dan porositas efektif 0,05.
a. Apabila tidak ada penambahan air pada air tanah selain kelebihan air irigasi,
dan u = 0,2 m, tentukan spasing drainase yang sesuai dengan sistim tersebut?
b. Gambar/desain tata letak (lay out) sistim drainase pipa komposit untuk areal
tersebut?
c. Apabila sebagai kolektor digunakan pipa beton dengan diameter yang tersedia
10, 15, 20, 25 dan 30 cm, tentukan panjang pipa untuk masing-masing jenis
apabila akan dirancang suatu sistim drainase pipa (kolektor) dengan diameter
bertambah, faktor keamanan 75%, i = 0,2%.
d. Apabila nilai MAD (moisture allowable deficit) tanah pada areal tersebut
adalah 50% dan total air tersedia 120 mm/m, tentukan interval irigasi dan
koefisien drainase yang tepat untuk sistim tersebut (kedalaman akar = 1 m).

(5) Untuk rancangan drainase bawah permukaan suatu lahan pertanian akan digunakan
pipa drainase tanah liat. Pipa tersebut akan ditempatkan pada kedalaman 2,0 m dari
permukaan tanah. Lapisan kedap di daerah tersebut dijumpai pada kedalaman 5,0 m
dari permukaan tanah. Konduktivitas hidrolik tanah K = 4,0 m/hari. Rata-rata
kedalaman air tanah akan dipertahankan 1,0 m di bawah permukaan tanah.
Koefisien drainase di daerah tersebut 10 mm/hari. Tata-letak pipa lateral dan parit
kolektor seperti pada gambar di bawah ini. Jarak antar lateral (spacing) = 100 m.
Diameter pipa yang tersedia di pasaran adalah 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 mm.
Ditanyakan :
a. Hitung diameter pipa yang saudara pilih?
b. Lakukan pengujian apakah panjang maksimum pipa lateral pada rancangan ini
masih dapat dipenuhi oleh diameter pipa tersebut? (kemiringan pipa lateral sesuai
dengan kemiringan lahan)

Teknik Irigasi dan Drainase 57


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 58

c. Parit kolektor dirancang sesuai dengan kemiringan lahan yang tersedia.


Tentukan dimensi parit pada titik A? (dimensi parit kolektor dibuat seragam
dengan kapasitas maksimum)
d. Evaluasi berapa elevasi muka air maksimum di sungai supaya sistim drainase
tersebut dapat berjalan dengan baik?
e. Apabila elevasi muka air di sungai + 91.0 m. Kemungkinan apakah yang perlu
dirubah dalam rancangan tersebut, supaya sistim drainase dapat berjalan dengan
baik? (Uraikan jawaban saudara secara sistimatis)
f. Adakah kemungkinan untuk mengganti dengan diameter pipa yang lebih kecil
dari perhitungan pada a). Kalau ada diameter berapa yang saudara pilih? (cek
dengan spasing lateral yang sudah ditentukan)
g. Adakah kemungkinan untuk mengganti jenis pipa dengan pipa plastik
bergelombang dengan diameter yang sama seperti pada perhitungan a) ? ( Uraikan
jawaban saudara secara sistimatis)

(6) Terangkan dengan singkat dan jelas arti dari beberapa istilah di bawah ini dalam
kaitannya dengan drainase :
1. modulus drainase 9. drainase "mole"
2. lapisan kedap 10. perched water table
3. equivalent depth 11. trenchless pipe drainage
4. faktor geometri 12. tekanan pori
5. tahanan aliran radial 13. effective stress
6. porositas efektif 14. subsidence
7. level drainase 15. metoda rasional
8. hantaran hidrolik

(7) Suatu masalah aktual di daerah perkotaan dekat pantai adalah adanya penurunan
tanah (subsidence) dan intrusi (penerobosan) air asin ke daratan, akibat dari
eksplorasi air tanah yang berlebihan baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk
industri. Terangkan dengan singkat dan jelas secara teoritis kenapa eksplorasi air
tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah tersebut di atas. Bagaimana
menurut saudara usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut?

(8) Suatu persamaan drainase untuk kondisi "unsteady-state" adalah persamaan dari
Glover-Dumm. Uraikan kriteria agronomis apakah yang diperlukan untuk
menggunakan persamaan tersebut?

(9) Pada suatu daerah pertanian dengan koefisien drainase 12 mm/hari akan
dipertahankan maksimum muka air tanah di tengah antar parit drainase sebesar 0.8
m di bawah permukaan tanah. Dasar parit berada 2 m di bawah permukaan tanah
dengan kedalaman air pada parit 0.2 m, lebar dasar parit 0.2 m dengan kemiringan
talud 1 : 1. Profil tanah terdiri dari 2 lapisan, ketebalan lapisan atas 2.4 m dengan
konduktifitas hidrolik 0.5 m/hari, sedangkan lapisan bawah mempunyai ketebalan
2.4 m dengan konduktivitas hidrolik 1.5 m/hari. Berapa jarak antar parit lateral ?

(10)Untuk drainase suatu lahan pertanian dengan menggunakan drainase bawah-


permukaan, akan digunakan pipa drainase yang terbuat dari tanah liat. Pipa tersebut
ditempatkan pada kedalaman 1.5 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap dijumpai
pada kedalaman 7 m. Nilai konduktifitas hidrolik K = 0.8 m/hari. Koefisien
drainase di daerah tersebut sebesar 10 mm/hari, dan rata-rata kedalaman air tanah

Teknik Irigasi dan Drainase 58


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 59

yang akan dipertahankan adalah 1 m di bawah permukaan tanah. Pipa lateral


dirancang dengan kemiringan 0.1% ,dengan menggunakan faktor pengaman 60%.
Ditanyakan :
a) Apabila diameter pipa yang akan dipasang adalah 10 cm, berapa maksimum
panjang lateral yang diperkenankan ?
b) Apabila diameter pipa yang akan dipasang 20 cm, berapa panjang maksimum
lateral yang diperkenankan?

(11)Terangkan apa yang dimaksud dengan :


a. Aliran transien
b. Gradient hidrolika
c. Drainase
d. Koefisien drainase
e. Teori Dupuit-Forcheimer

(12)Terangkan perbedaan prinsip sistem drainase permukaan dan bawah permukaan

(13)a. Terangkan persamaan penentuan jarak saluran untuk sistim drainase bawah
permukaan menurut Donan (persamaan elips). Gambar dan sebutkan parameter
yang terlibat?
b. Apa persyaratan penggunaan persamaan tersebut
c. Terangkan persamaan modifikasi Hooghoudt dan sebutkan gunanya.

(14)Dalam rancangan drainase (permukaan ataupun bawah permukaan) ketersediaan


"outlet" merupakan hal yang sangat penting. Terangkan faktor-faktor apa saja yang
perlu dikaji dari suatu kondisi outlet tertentu

(15)Sebagai hasil akhir dari suatu survey drainase tingkat "reconnaissance" adalah
laporan akhir. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus tertulis pada laporan akhir
tersebut

(16)Terangkan apa kegunaan eksplorasi bawah tanah (lebih dari 1.2 m) dalam suatu
survey drainase bawah permukaan

(17)Terangkan sistem drainase tradisional orang Bugis di daerah Pulau Kijang, Provinsi
Riau.

(18)Bagaimana prinsip kerja pintu air tradisional orang Bugis (blombong) di daerah
Pulau Kijang, Riau

(19)Sebutkan tiga tingkatan kematangan tanah organik dan terangkan ciri-ciri fisiknya.

(20)Uraikan tipologi lahan di daerah pasang-surut berdasarkan hidro-topografi dan


hubungannya dengan kesesuaian lahan.

(21)Terangkan sistem drainase daerah pasang-surut untuk perkebunan kelapa yang


dikembangkan oleh PT Pulau Sambu Grup di Riau.

(22)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase
(jelaskan alasannya)?

Teknik Irigasi dan Drainase 59


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 60

(23)Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang
berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa
dampaknya terhadap produksi tanaman?

(24)Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa
pengaruhnya terhadap tanaman?

(25)Terangkan beberapa kemungkinan usaha reklamasi tanah sulfat masam di daerah


pasang-surut?

Daftar Pustaka

1. Dedi Kusnadi Kalsim, 2002. Teknik Drainase Bawah Permukaan untuk


Pengembangan Lahan Pertanian: Bahan Kuliah TEP 423 Rancangan Irigasi
Gravitasi dan Drainase. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA, IPB.

2. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land
Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands.
a. Volume I : Introductory Subjects
b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff
c. Volume III : Surveys and Investigations
d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems.

Teknik Irigasi dan Drainase 60


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 1

Topik 11. Teknologi Irigasi Curah

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan


komponen irigasi curah, uniformity dan efisiensi irigasi curah, serta merancang irigasi
curah

Bahan Ajar

Bahan ajar terdiri dari: (1) Pendahuluan, (2) Sistem Irigasi Curah, (3) Komponen Irigasi
Curah, (4) Sprinkler Berputar, (5) Hidrolika dalam Sistem Irigasi Curah, (6) Rancang
Bangun Irigasi Curah. Di dalam File Tambahan Topik 11 tercantum buku dalam pdf
berjudul Pressurized Irrigation, FAO, 2000.

1. Pendahuluan

Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan dengan cara menyemprotkan air ke
udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman seperti hujan. Penyemprotan dibuat
dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle. Tekanan biasanya
didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam
diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, spasing sprinkler dan laju
infiltrasi tanah yang sesuai.

(a) (b)
Gambar 1. Irigasi curah pada tanaman jeruk (a) dan jagung (b)

Cara yang paling sederhana yang sering digunakan untuk irigasi sayuran oleh petani
kecil adalah dengan menyiram menggunakan emrat (ebor) seperti diperlihatkan pada
Gambar 2. Luas bedengan (petakan) sayuran biasanya hanya sekitar 6 m2 yakni panjang
6 m, dan lebar 1 m. Untuk tanaman berakar pendek (seperti selada, sawi, kangkung,
bayam, kenikir, dan sebagainya), pada waktu kondisi cuaca normal irigasi dilakukan
satu hari sekali sebanyak 80 liter per petakan (efisiensi ± 35%). Pada waktu hari panas
air irigasi diberikan sampai 4 kali per hari dengan total pemberian 320 liter per petakan
(efisiensi ± 9%) 1. Sistim ini memerlukan banyak tenaga kerja untuk penyiraman dan

1 Data diambil dari hasil wawancara dengan petani penggarap lahan kosong di kota Bekasi pada bulan
Januari 2006.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 2

sumber air harus tersedia berada di dekat kebun. Satu keluarga dengan tenaga kerja 2
orang (istri dan bapak) hanya mampu mengelola kebun seluas 400 – 500 m2.

Gambar 2. Irigasi ebor pada petani sayuran berlahan


sempit mengelola lahan tidur di kota Bekasi

Kesesuaian irigasi curah


Irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman kecuali padi dan yute, pada
hampir semua jenis tanah. Akan tetapi tidak cocok untuk tanah bertekstur liat halus,
dimana laju infiltrasi kurang dari 4 mm per jam dan atau kecepatan angin lebih besar
dari 13 km/jam.

Keuntungan irigasi curah


Beberapa keuntungan irigasi curah antara lain:
a. Efisiensi pemakaian air cukup tinggi
b. Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman
tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading).
c. Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi.
d. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya
erosi.
e. Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama
dengan air irigasi.
f. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan
g. Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak
dapat ditanami
h. Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian.

Faktor-faktor pembatas
Berbagai faktor pembatas penggunaan irigasi curah adalah:
a. Kecepatan dan arah angin berpengaruh terhadap pola penyebaran air
b. Air irigasi harus cukup bersih bebas dari pasir dan kotoran lainnya
c. Investasi awal cukup tinggi
d. Diperlukan tenaga penggerak di mana tekanan air berkisar antara 0,5 - 10 kg/cm2.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 3

2. Sistem irigasi curah

Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan :


a. Sistem berputar (rotating head system). Terdiri dari satu atau dua buah nozzle
miring yang berputar dengan sumbu vertikal akibat adanya gerakan memukul dari
alat pemukul (hammer blade). Sprinkler ini umumnya disambung dengan suatu pipa
peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral. Alat
pemukul sprinkler bergerak karena adanya gaya impulse dari aliran jet semprotan
air, kemudian berbalik kembali karena adanya regangan pegas. (Gambar 3).
b. Sistem pipa berlubang (perforated pipe system). Terdiri dari pipa berlubang-lubang,
biasanya dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5 -2,5 kg/cm2, sehingga sumber
tekanan cukup diperoleh dari tangki air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu
(Gambar 4). Semprotan dapat meliput selebar 6 - 15 meter. Cocok untuk tanaman
yang tingginya tidak lebih dari 40 - 60 cm.

Gambar 3. Kepala sprinkler berputar dan sistem sprinkler berputar

Gambar 4. Pipa perforasi untuk


irigasi bibit kelapa sawit di PT
Makin, Jambi

Pada sistim sprinkler terdapat 3 tipe utama yakni (a) sistim berpindah (portable system),
(b) sistim solid atau permanen, dan (c) sistim semi-permanen.
Sistim Sprinkler Konvensional

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 4

Sistim sprinkler yang paling awal dirancang adalah sprinkler putar kecil yang beroperasi
simultan, mulai populer tahun 1930-an dan masih digunakan sampai sekarang. Sprinkler
jenis ini bekerja dengan tekanan rendah sampai medium (2 ~ 4 bar) dan mampu
mengairi suatu areal lahan lebar 9 ~ 24 m dan panjang sampai 300 m untuk setiap
settingnya (0,3 ~ 0,7 ha). Laju aplikasi bervariasi dari 5 ~ 35 mm/jam.

Sistim Berpindah (portable system)


Sistim berpindah manual
Sistim berpindah yang sangat sederhana adalah memindahkannya dengan tenaga
manusia secara manual. Sistim ini terdiri dari sebuah pompa, pipa utama, lateral dan
sprinkler putar. Lateral tetap di suatu posisi sampai irigasi selesai. Pompa dihentikan
dan lateral dilepaskan dari pipa utama dan dipindahkan ke posisi lateral berikutnya. Bila
irigasi satu blok lahan telah selesai, keseluruhan sistim (lateral, pipa utama dan pompa)
dipindahkan ke blok lahan lainnya (Gambar 5).

Gambar 5. Sistem berpindah

Kebanyakan, yang dipindah-pindahkan hanya lateralnya saja, sedangkan pompa dan


pipa utamanya tetap. Sistem seperti ini disebut dengan sistim semi-portable.

Lateral dipindahkan dengan tenaga manusia ke posisi berikutnya pada pipa utama.
Umumnya lateral berpindah antara satu sampai empat kali per hari tergantung pada “set-
time” yang ditetapkan. Lateral berpindah berurutan dari satu posisi ke posisi lain sampai
seluruh lahan terairi. Pada sistim ini juga sering digunakan 2 atau lebih lateral bekerja
simultan (Gambar 6).

Peletakan sistim pipa dapat bermacam cara. Gambar 7 memperlihatkan alternatif tata-
letak dimana pipa utama berada pada satu sisi dari lahan. Perpindahan dengan tenaga
manusia memerlukan hari orang kerja (HOK) yang cukup besar, sehingga hanya cocok
untuk daerah dimana tenaga kerja manusia tersedia banyak dan tak mahal.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 5

Satu lateral

Dua lateral
.
Gambar 6. Sistem sprinkler berpindah

Gambar 7. Penempatan pipa utama di sisi lahan

Sistim Berpindah dengan Mesin


Laeral-move atau roll-move system. Pada sistem ini, pipa lateral selain untuk
mengalirkan air digunakan juga sebagai poros roda berdiameter 1,5 ~ 2,0 m. Roda
ditempatkan pada jarak 9 ~ 12 m sehingga lateral dapat mudah didorong dari satu
setting irigasi ke setting lainnya dengan menggunakan tenaga gerak motor bakar
(internal combustion engine).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 6

Gambar 8. Sistem berpindah dengan roda

Pada waktu irigasi, lateral tetap pada satu lokasi sampai sejumlah air irigasi selesai
diaplikasikan. Pompa dihentikan dan pipa lateral dilepas dari pipa utama, airnya
dibuang, kemudian posisi lateral dipindahkan dengan tenaga penggerak. Lateral
disambung kembali dengan pipa utama di posisi berikutnya.

Sistim ini cocok digunakan di lahan datar, luas, berbentuk segi empat dengan tanaman
rendah dalam barisan. Lateral dipasang melintang barisan tanaman sehingga roda
penggerak ditempatkan di antara baris tanaman.

Pergerakan lateral juga dapat berputar mengelilingi suatu poros dan disebut dengan
sistem center pivot (Gambar 9).

Gambar 9. Sistem sprinkler center pivot

Mobile rain-gun system (MRS). Sistem ini menggunakan sprinkler putar besar yang
bekerja pada tekanan tinggi mengairi areal yang luas.. Umumnya sprinkler dipasang
pada alat angkut bergerak sinambung memotong lahan selama beroperasi dan disebut
travellers (Gambar 10). Akhir-akhir ini menjadi sangat populer karena biaya modal per
hektar relatif rendah dan kebutuhan tenaga kerja lebih kecil.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 7

Gambar 10. Traveller

Rain-guns umumnya beroperasi pada tekanan tinggi 5 – 10 bar, dengan debit 40 – 120
m3/jam. Dalam satu setting mampu mengairi areal lebar 100 m dan panjang 400 m
(sekitar 4 ha). Laju aplikasi berkisar antara 5 – 35 mm/jam. Tersedia dalam dua tipe (a)
Hose-pull system, dan (b) Hose-reel system.

Hose-pull system (HPS)


Mesin hose-pull mempunyai rain-gun yang dipasang pada alat angkut beroda. Air
dipasok melalui slang feksibel (flexible hose) dengan panjang sampai 200 m dan
diameter 50 – 100 mm. Pada tipikal tata-letak HPS pipa utama dipasang melintas pusat
lahan dari stasiun pompa (Gambar 11). Suatu jalur sepanjang 400 m dapat diairi pada
satu setting meskipun panjang slang feksibel hanya 200 m. Rain-gun carrieage
diposisikan pada kondisi start dari jalur pertama. Slang fleksibel (FH) diletakkan
sepanjang jalur gerak (travel line) dan disambung ke rain gun dan valve coupler pada
pipa utama.

Suatu kabel baja pelurus pada sprinkler carriage ditarik sampai ujung terjauh lapangan
dan dipantek kuat ke tanah. Valve coupler perlahan dibuka memulai irigasi. Rain-gun
carriage ditarik baik oleh “water motor” dengan tenaga dari aliran air menggunakan
piston atau turbin, atau menggunakan motor bakar.

Gambar 11. Tipikal tata letak HPS

Sistim lateral fleksibel (flexible lateral system)


Teknik lainnya adalah apa yang disebut dengan sistim lateral fleksibel (flexible lateral
system) dimana lateral dapat digulung oleh suatu drum pada akhir irigasi (Gambar12).
Sprinkler putar disambungkan ke lateral pada jarak tertentu dengan rangka khusus
(sfecial frame). Sprinkler ini berbaring pada waktu lateral digulung, tapi akan berdiri
tegak (pop up) secara vertikal jika pipa lateral
sedang beroperasi.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 8

Gambar 12. Fleksible lateral

Solid-set atau Sistim Permanen


Jika jumlah lateral dan sprinkler cukup meliput seluruh lahan, sehingga tak diperlukan
peralatan untuk berpindah, maka sistim tersebut disebut sebagai solid-set system
(Gambar 13). Untuk tanaman semusim, pipa dan sprinkler dipasang setelah tanam dan
tetap di tempat selama musim pertumbuhan dan irigasi. Sesudah panen perlengkapan
dibongkar dan disimpan di gudang peralatan untuk digunakan pada musim berikutnya

Gambar 13. Sistem solid/permanen

Jika mengairi tanaman tahunan seperti buah-buahan, maka jaringan pipa dan sprinkler
seringkali tetap di tempat dari musim ke musim. Dalam kasus ini sistim tesebut disebut
sebagai sistim permanen. Umumnya pada sistim permanen jaringan perpipaan ditanam
di bawah tanah untuk menghindari kerusakan dari kendaraan pertanian yang lewat, atau
dipasang permanen di atas tanaman.

Umumnya pada sistim solid atau permanen hanya sebagian dari sistim bekerja secara
simultan. Hal ini tergantung pada ukuran pipa dan jumlah air tersedia. Debit aliran
disalurkan dari satu blok ke blok lainnya melalui hidran atau katup. Pada kondisi khusus
misalnya untuk pencegahan kabut beku (frost) diperlukan operasi simultan di seluruh
lahan.

Sistim solid atau permanen ini memerlukan tenaga kerja jauh lebih sedikit daripada
sistim bergerak dan juga memerlukan tenaga trampil lebih sedikit. Akan tetapi investasi
awalnya lebih besar karena jumlah pipa, sprinkler, dan perlengkapannya akan lebih
banyak. Jadi sistim ini hanya cocok untuk daerah yang tenaga kerjanya langka dan
mahal.

Sistim Semi-Permanen

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 9

Beberapa sistim baru dkembangkan akhir-akhir ini untuk memperoleh keuntungan


keduanya baik dari sistim berpindah maupun sistim solid-set. Rancangan diarahkan
untuk mendapatkan suatu kombinasi baik biaya investasi rendah maupun tenaga buruh
yang diperlukan juga rendah. Sistim ini disebut sebagai Semi-Permanen yang terdiri
dari (a) Sprinkler-hop system, (b) Pipe-grid system, (c) Hose-pull system dan (d) Hose
move system

Sprinkler-hop system
Sistim ini dalam beberapa hal menyerupai sistim berpindah (portable), tetapi sprinkler
ditempatkan pada posisi selang-seling sepanjang lateral (Gambar 14). Jika sejumlah air
irigasi sudah diaplikasikan maka sprinkler dilepas dan dipindah-geserkan atau hopped 2
sepanjang lateral ke posisi berikutnya dengan perioda (lama) irigasi yang sama.

Perpindahan ini dikerjakan tanpa menghentikan aliran di lateral. Setiap penyambungan


sprinkler digunakan katup khusus yang otomatis menutup jika sprinkler dicabut. Lateral
kemudian dipindahkan ke posisi berikutnya, selanjutnya proses penggeseran (hopping)
diulang kembali. Sistim ini menggunakan air dengan laju aplikasi rendah sehingga pipa
dan pompa berukuran kecil. Umumnya setiap hari hanya satu kali pindah lateral dan
satu kali pindah sprinkler.

Gambar 14. Sprinkler-hop system

Pipe-grid systems

2 Hop: berpindah tempat ke samping dengan menggeser posisi kaki (kamus webster)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 10

Sistim ini dalam beberapa aspek hampir sama dengan solid-set system. Pipa lateral
diameter kecil sekitar 25 mm digunakan supaya biaya investasi rendah. Pipa lateral
dipasang di seluruh lahan dan tetap berada di lokasi selama periode irigasi, sehingga
perpindahan pipa lateral antar irigasi dapat dihindarkan. Dua buah sprinkler disambung
ke masing-masing lateral. Jika jumlah air irigasi sudah cukup diaplikasikan, maka
masing-masing sprinkler dilepas dan dipindahkan sepanjang lateral ke posisi berikutnya.
Prosedur ini diulang sampai seluruh lahan terairi. Sprinkler kemudian dipasang lagi
pada posisi awal untuk memulai periode irigasi berikutnya. Sprinkler disambung ke
lateral menggunakan katup (valves) seperti yang digunakan pada hop-system. Sistim ini
mengairi pada laju aplikasi rendah dengan periode lama, seringkali malam hari juga
beroperasi. Seperti pada “hop” system perpindahan sprinkler dapat diatur sesuai dengan
aktivitas budidaya tanaman lainnya. Suatu tipikal sistim ini beroperasi setiap hari paling
tidak dua buah sprinkler berpindah pada setiap lateral. Satu sprinkler berpindah pada
siang hari dan yang lainnya pada malam hari (Gambar 15).

Gambar 15. Pipe-grid systems

Sistim tarik-slang (Hose-pull systems)


Sistim ini awalnya diciptakan untuk mengairi tanaman di bawah pohon (under-tree)
pada perkebunan jeruk, tetapi sekarang banyak digunakan untuk tanaman buah-buahan
lainnya dan untuk tanaman dalam barisan. Pipa utama dan lateral dipasang permanen
baik di permukaan atau di bawah permukaan tanah. Slang plastik berdiameter kecil
digunakan untuk memasok air dari lateral ke satu atau dua buah sprinkler putar. Panjang
slang biasanya dibatasi sampai 50 m, mengingat kehilangan energi gesekan yang besar
jika slang plastik terlalu panjang. Selama irigasi, dua buah sprinkler diletakkan antara
dua baris pohon pada posisi 1-1 dan tetap di situ sepanjang hari. Pada hari berikutnya
sprinkler tersebut ditarik ke posisi 2-2, dan seterusnya sampai irigasi selesai (Gambar
16).

Penggunaan slang plastik seperti ini dapat mengurangi jumlah lateral permanen, selain
itu juga memungkinkan fleksibilitas yang tinggi pada waktu irigasi. Sprinkler dapat
dipindahkan ke dekat pohon yang masih muda untuk mencegah pembasahan yang tak
perlu di lahan. Meskipun sistim ini relatif lebih kecil biayanya daripada sistim
permanen, biasanya masalah akan muncul dengan slang plastik. Slang plastik mudah
rusak oleh peralatan mesin pertanian dan jika ditangani secara kasar, selain itu juga
cepat rusak jika kena sinar matahari secara terus menerus.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 11

Hose move system


Sistem lain yang juga menggunakan lateral fleksible adalah sistem hose-move sprinkler.
Sistem ini merupakan gabungan dari sistem perpindahan manual, sistem semi permanen
dan sistem permanen. Pada sistem ini, sprinkler, yang biasanya dari jenis tekanan
rendah sampai sedang, dipasang di atas kaki tiga dan disambungkan ke pipa utama
menggunakan slang fleksibel berdiameter 20 – 25 mm dan panjang sampai 30 m.
Sprinkler dapat dipindah-pindahkan sepanjang posisi lateral (Gambar 17).

Gambar 16. Sistim tarik-slang (Hose-pull systems)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 12

Gambar 17. sistem hose-move sprinkler

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 13

3. Komponen irigasi curah

Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari: (a) pompa dengan tenaga penggerak
sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser), dan
(e) kepala sprinkler (sprinkler head) (Gambar 18).

Gambar 18a. Komponen sistem irigasi curah dengan tenaga motor listrik

Gambar 18b. Komponen sistem irigasi curah dengan tenaga motor bakar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 14

Tenaga penggerak
Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar (internal
combustion engine)

Pipa utama
Pipa utama (main line) adalah pipa yang mengalirkan air dari pompa ke pipa lateral.
Pipa utama dapat dibuat permanen di atas atau di bawah permukaan tanah, dapat pula
berpindah (portable) dari satu lahan ke lahan yang lain... Pipa beton tidak cocok untuk
tekanan tinggi. Untuk pipa utama yang berpindah, pipa biasanya terbuat dari almunium
yang ringan dan dilengkapi dengan quick coupling (Gambar 19). Sedangkan untuk pipa
utama yang ditanam, umumnya dipasang pada kedalaman 0,75 m di bawah permukaan
tanah. Pipa utama berdiameter antara 75 – 200 mm.

Gambar 19. Pipa almunium dengan quick coupling

Pipa lateral
Pipa lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkler. Pipa utama
biasanya terbuat dari baja, beton, asbestos cement, PVC atau pipa fleksibel. Pipa lateral
ini berdiameter lebih kecil dari pipa utama, umumnya lateral berdiameter 50 – 125 mm,
dapat bersifat permanen atau berpindah. Pipa lateral biasanya tersedia di pasaran dengan
ukuran panjang 5, 6 atau 12 meter setiap potongnya. Setiap potongan pipa dilengkapi
dengan quick coupling untuk mempermudah dan mempercepat proses menyambung dan
melepas pipa (Gambar 20) .

Gambar 20. (a) Pipa fleksibel, (b) Pipa kaku berpindah dengan sambungan pipa cepat
(quick coupler), (c) pipa sambungan permanen

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 15

Kepala sprinkler (sprinkler head)


Terdapat dua tipe kepala sprinkler untuk mendapatkan semprotan yang baik yaitu:
a. Kepala sprinkler berputar (Rotating head sprinkler). Kepala sprinkler berputar
mempunyai satu atau dua nozzle dengan berbagai ukuran tergantung pada debit
dan diameter lingkaran basah yang diinginkan (Gambar 21).
b. Pipa dengan lubang-lubang sepanjang atas dan sampingnya (sprayline) (Gambar
22).

Satu nozzle

Pop up
Big gun

Dua nozzle
Gambar 21. Kepala sprinkler berputar

Gambar 22. Sprayline

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 16

Komponen lain:
a. Saringan
Saringan diperlukan bila sumber air yang digunakan untuk irigasi sprinkler berupa air
permukaan. Saringan harus mampu menahan sisa-sisa tanaman, sampah, biji-biji
rumput dan partikel-partikel kecil lainnya.

b. Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan diperlukan untuk mengendapkan pasir dan sedimen yang terbawa
oleh air yang diambil dari sungai, saluran atau sumur yang bergaram.

c. Pompa Buster (booster pump)


Pompa penguat (buster) diperlukan untuk menambah tekanan aliran bila tekanan pompa
utama tidak mampu menjangkau tempat yang jauh atau lebih tinggi.

d. Katup Sadap
Katup sadap diperlukan untuk mengontrol tekanan pada pipa lateral bila perbedaan
tekanan aliran antara pipa utama dan pipa lateral cukup besar.

e. Katup Pengontrol Aliran


Katup pengontrol aliran diperlukan untuk mengatur tekanan dan debit aliran dari setiap
sprinkler bila tekanan sepanjang pipa lateral tidak sama. Katup ini tidak diperlukan
pada petakan yang datar atau sangat landai.

f. Katup Pengaman
Merupakan katup untuk menghindarkan tekanan air di dalam pipa yang berlebihan.

g. Tangki Injeksi
Larutan pupuk dan kimia lainnya dapat diinjeksikan ke sistem sprinkler melalui tangki
injeksi. Sistem injeksi yang diterapkan dapat berupa tangki tertutup atau venturi seperti
Gambar 23.

4. Sprinkler berputar

Sprinkler bekerja dengan cara menyemprotkan air bertekanan lewat suatu lubang kecil
atau nozzle ke udara. Jet air ini selama perjalanannya akan pecah menjadi butiran air
dan jatuh ke tanah atau tanaman. Sprinkler berputar horizontal dan menghasilkan pola
pembasahan berbentuk lingkaran. Jarak dari sprinkler ke lingkaran terluar disebut jarak
lemparan (throw) atau radius pembasahan. Tipikal sprinkler kecil akan membasahi
lahan dengan diameter basah 36 m (Gambar 24).

Sprinkler berputar disebabkan oleh adanya aliran jet air dan beban pegas pada lengan
ayun (swing arm). Pada waktu sprinkler beroperasi, lengan ayun bergerak karena jet air
dan memukul kepala sprinkler ke satu sisi, kemudian lengan ayun kembali ke posisi
semula karena adanya tegangan pegas. Kecepatan putar dikendalikan oleh tegangan
pegas (Gambar 25).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 17

a) Tangki tertutup

b) Venturi

Gambar 23. Sistem injeksi

Sprinkler dikatagorikan ke dalam jenis tekanan rendah, medium, dan tinggi seperti
dideskripsikan dalam Tabel 1. Kriteria utama untuk pemilihan adalah: (1) laju
penyiraman, sebagai fungsi dari debit, diameter basah, dan spasing; (2) keseragaman
pemakaian air; (3) ukuran butiran air sebagai fungsi dari diameter nozzle dan tekanan
operasional; (4) biaya

Gambar 24. Tipikal kepala sprinkler putar

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 18

Gambar 25. Proses putaran sprinkler dan hubungannya dengan areal pembasahan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 1

Tabel 1. Klasifikasi head sprinkler berputar, karakteristik dan kesesuaiannya

Gravitasi,
Sprinkler di bawah Permanen, over- Overhead Tekanan Mene-
Tipe sprinkler sprinkler di bawah Tekanan rendah Tekanan tinggi
pohon, normal head kecil ngah
pohon
Selang tekanan (kg/cm2) 0,7 - 1,0 1 - 2,5 3,5 - 4,5 2,5 - 4,0 1,5 - 2,5 2,5 - 5,0 5 - 10
Debit sprinkler (lt/det) 0,06- 0,25 0,06- 0,25 0,2 - 0,6 0,6 - 2,0 0,3 - 1,0 2 - 10 10 - 50
Diameter nozzle (mm) 1-6 1,5 - 6 3-6 6 - 10 3-6 40 - 80 20 - 40
Diameter semprotan (m) 18 - 30 9 - 24 9 - 18 0,7 54 - 100
Selang spasi sprinkler
(segi-empat) (m) 0,5 - 1 1 0,67 - 1 0,5 - 1 0,5

Rekomendasi Biasanya Biasa digunakan Digunakan Umumnya 2 nozzle dapat Biasanya nozzle Digunakan pada
Kecepatan putar sprinkler menggunakan untuk spasi rapat, untuk buah- digunakan untuk digunakan tunggal, laju tanaman rapat.
(rpm) nozzle tunggal, buah-buahan, buahan, spasing aplikasi rendah dengan tekanan pemakaian air Tidak cocok
digunakan di nozzle tunggal, segi-tiga, (3,5 - 6 mm/jam) rendah daripada antara 6 - 12 apabila berangin
Kesesuaian bawah pohon, putaran rendah pemakaian air untuk mengurangi nozzle tunggal. mm/jam, tidak
keseragaman rendah (1,5 - 3 pengaruh angin. Diperlukan sesuai untuk
rendah mm/hari) Riser tinggi overlap yang kondisi berangin
diperlukan untuk lebih banyak.
buah-buahan dan laju pemakaian
riser rendah untuk air tinggi
tanaman pangan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 1

Debit
Kecepatan aliran dalam pipa diukur dalam satuan m/det. Sedangkan debit aliran (m3/det)
merupakan luas penampang aliran (m2) dikalikan dengan kecepatan (m/det). Untuk sistim
sprinkler yang kecil, angka dalam satuan ini sangat kecil sehingga seringkali digunakan
satuan m3/jam. Pengukuran debit dari nozzle putar dapat dilakukan dengan cara
menyambungkan nozzle dengan slang plastik dan air yang keluar ditampung dalam wadah.
Waktu yang diperlukan untuk memenuhi wadah dicatat, dan volume wadah diukur,
sehingga debit dapat dihitung (Gambar 26).

Gambar 26. Pengukuran debit yang keluar dari sprinkler

Laju aplikasi
Laju siraman dari sekelompok sprinkler disebut laju aplikasi (application rate), dinyatakan
dengan satuan mm/jam. Laju aplikasi tergantung pada ukuran nozzle, tekanan operasional,
spasi antar sprinkler, dan arah serta kecepatan angin. Setiap pabrik pembuat sprinkler
mempunyai informasi mengenai ini. Laju aplikasi harus lebih kecil dari laju infiltrasi tanah,
sehingga limpasan (run off) dan erosi percik dapat dicegah. Tabel 2 memberikan contoh
karaktersitik dari salah satu pabrik sprinkler.

Tabel 2. Tipikal karakteristik sprinkler

Diameter
Tekanan Diameter Debit Laju aplikasi (mm/jam)
nozzle
(bar) basah (m) (m3/jam) untuk spasing (m)
(mm)
18 x 18 18 x 24 24 x 24
4 3,0 29 1,02 3,2
5 3,0 32 1,67 5,2 3,8
6 3,0 35 2,44 7,5 5,7 4,2
8 4,0 43 4,96 15,3 11,4 8,6
10 4,5 48 8,13 25,1 18,9 14,0

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 2

Ukuran butir air


Suatu sprinkler umumnya menghasilkan ukuran diameter butiran air dari 0,5 mm sampai 4,0
mm. Butiran yang lebih kecil umumnya jatuh dekat sprinkler sedangkan yang lebih besar
jatuh lebih jauh. Ukuran butir yang besar dapat merugikan pada tanaman (terutama sayuran)
dan menyebabkan erosi percik yang akhirnya terjadi pemadatan tanah, sedangkan ukuran
butiran yang terlalu kecil akan mudah menguap sehingga banyak air terbuang dan akibatnya
efisiensi irigasi menjadi rendah. Ukuran butiran yang diinginkan dapat dikendalikan dengan
mengatur ukuran nozzle dan tekanan operasional (Tabel 3)

Tabel 3. Suatu pegangan untuk menentukan nozzle


dan tekanan pada butiran yang diinginkan

Tekanan yang Selang tekanan


Ukuran nozzle
cocok untuk butiran yang sesuai
(mm)
(bar) (bar)
3,0 – 4,5 2,00 2,75 – 3,50
4,5 – 6,0 2,75 3,50 – 4,25
6,0 – 19,0 3,50 4,25 – 5,00

Tekanan operasi.
Peformansi suatu sprinkler akan baik jika mengikuti tekanan operasi yang disarankan oleh
pabrik pembuatnya. Jika tekanan operasi lebih kecil atau lebih besar dari yang
direkomendasikan maka akan terjadi penyimpangan kinerja seperti pada Gambar 27. Jika
tekanan terlalu rendah maka jet air tak mudah pecah sehingga sebagain besar air jatuh jauh
dari sprinkler. Butiran air yang besar akan jatuh dan merusak daun tanaman serta akan
memadatkan tanah. Jika tekanan terlalu besar, jet air pecah terlalu banyak menyebabkan
kabut mudah menguap dan hilang ke udara, dan sebagian besar air akan jatuh dekat
sprinkler. Kedua kondisi tersebut menyebabkan pola sebaran menyimpang jauh dari bentuk
segi-tiga. Kondisi tekanan rendah dan tekanan tinggi dapat diperagakan dengan mudah
seperti pada Gambar 28.

Gambar 27. Pengaruh tekanan operasional pada kinerja sprinkler

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 3

Gambar 28. Pengaruh tekanan pada pecahnya butiran dan jet air dari slang air

Pengukuran tekanan operasi pada waktu sistim bekerja dapat menggunakan Bourdon gauge
dilengkapi dengan pilot attachment pada lubang nozzle seperti pada Gambar 29. Untuk
melihat secara kasar di lapangan apakah tekanan operasional sudah memadai atau kurang
dapat digunakan petunjuk seperti pada Gambar 30

Gambar 29. Pengukuran tekanan operasional di lapangan dengan Bourdon gauge

Gambar 30. Metoda kasar untuk mengevaluasi tekanan operasional sprinkler:


(a) Tekanan yang tepat, (b) tekanan terlalu kecil

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 4

ditunjukkan pada Table 4. Sedangkan unjuk kerja dari sprinkler bernozle tunggal dan ganda
yang menunjukkan spasi optimum sprinkler disajikan pada Tabel 5a dan Tabel 5b

Tabel 4. Karakteristik manufaktur sprinkler

Tabel 5a. Spasi optimum (persegi empat) sprinkler ber nozle tunggal

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 5

Tabel 5b. Spasing optimum (persegi empat atau persegi tiga) sprinkler ber nozle ganda

Sebaran air

Umumnya sebaran air terbanyak berada di dekat sprinkler dan berkurang ke arah ujung.
Pola sebaran berbentuk segitiga (Gambar 31). Untuk membuat sebaran lebih seragam
beberapa sprinkler diletakkan secara overlap seperti pada Gambar 32. Pada kondisi tidak
ada angin, jarak spasi antar sprinkler dibuat sekitar 65% dari diameter basah.

Gambar 31. Pembasahan dan pola sebaran air dari satu sprinkler

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 6

Gambar 32. Pembasahan dan pola distribusi dari beberapa sprinkler

Besarnya keseragaman sebaran air dari sprinkler dapat diukur di lapang dengan memasang
beberapa wadah penampung air dalam suatu grid dengan jarak tertentu (Gambar 33).
Selama waktu operasi tertentu, jumlah air yang tertampung dalam wadah diukur volumenya
dengan gelas ukur, kemudian dihitung kedalaman airnya dengan cara membagi volume air
dengan luas mulut wadah. Kemudian koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dapat
dihitung.

Nilai keseragaman sebaran air dinyatakan dengan suatu parameter yang disebut koefisien
keseragaman (uniformity coefficient, Cu). Koefisien keseragaman (Cu) dipengaruhi oleh
hubungan antara tekanan, ukuran nozzle, spasing sprinkler dan kondisi angin. Menurut
Christiansen (1942), koefisien keseragaman dapat dihitung dengan persamaan /11.1/. Nilai
Cu sekitar 85% dianggap cukup baik untuk irigasi curah.

 ∑ X i − X 
CU = 100  1,0 − ... /11.1/
 X n 
 
X : nilai rata-rata pengamatan (mm); n : jumlah total pengamatan; Xi : nilai masing-masing
pengamatan(mm).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 7

(a)

(b)

(c)

Gambar 33. Tata-letak wadah untuk satu sprinkler (a), satu pipa lateral (b) dan diantara
beberapa sprinkler (c)

Contoh 11.1:
Tentukan nilai CU dari suatu percobaan di lapang dimana plot segi-empat dikelilingi oleh 4
buah sprinkler. Tipe sprinkler : 4,365 x 2,381 mm nozzle, dengan tekanan 2,8 kg/cm2. Spasi:
24 m x 24 m. Angin : 3,5 km/jam, arah Selatan - Barat. Kelembaban nisbi udara : 42%.
Waktu pengamatan : 1 jam. Hasil pengamatan seperti pada Gambar 34.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 8

Gambar 34. Pengukuran koefisien keseragaman

Perhitungannya adalah sebagai berikut (Tabel 6)

Tabel 6. Perhitungan koefisien keseragaman

Hasil Harga mutlak Nomor Hasil Harga mutlak


Nomor
tampungan Deviasi kaleng tampungan Deviasi
kaleng
(cm) (cm) (cm) (cm)
1 8,90 0,48 10 9,40 0,98
2 7,60 0,82 11 8,90 0,48
3 6,60 1,82 12 7,90 0,52
4 7,60 0,82 13 9,10 0,68
5 9,90 1,48 14 8,60 0,18
6 10,20 1,78 15 9,10 0,68
7 8,30 0,12 16 7,90 0,52
8 9,10 0,68 17 6,60 1,82
9 9,10 0,68 18 6,80 1,62
Rerata 8,42
Jumlah 16,16
m= 8,42
n= 18
CU = 89,3%

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sprinkler


Angin.
Angin akan mempengaruhi pola sebaran (Gambar 35). Untuk mengurangi pengaruh angin
jarak spasi harus diperkecil. Sebagai pegangan dapat digunakan Tabel 7. Untuk mengurangi
dampak angin biasanya lateral diletakkan tegak lurus arah angin kemudian spasi antar
lateral dikurangi.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 9

Tabel 7a. Pengaruh kecepatan angin terhadap spasi sprinkler

Diameter basah (m)


Kecepatan angin
32 37 42
(m/det)
Spasi sprinkler (m)
Tidak ada angin 21 24 27
0 - 2,5 18 21 24
2,5 – 5,0 15 18 21
> 5,0 9 12 12

Tabel 7b. Spasi maksimum untuk sprinkler bertekanan rendah sampai medium

Spasi dari diameter basah


Kecepatan angin
Spasi sepanjang Spasi sepanjang pipa utama
(km/jam)
lateral
0 50 % 65 %
1-6 45 % 60 %
7-12 40 % 50 %
> 12 30 % 30 %

Gambar 35. Pengaruh angin pada kinerja sprinkler

Set time
Istilah “set” adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam irigasi curah. Kata
tersebut merujuk pada suatu areal lahan yang diari oleh sebuah atau grup sprinkler. Set-time
adalah waktu yang digunakan sprinkler tersebut untuk menyelesaikan irigasi nya
(pemberian sejumlah air) pada satu posisi. Set-time tergantung pada laju aplikasi dan jumlah
air irigasi yang diperlukan.

Sekali suatu sistim irigasi curah dibangun, perubahan jumlah air yang diperlukan hanya
dapat diatur dengan merubah set-time. Tidak mungkin untuk merubah laju aplikasi karena
sudah tetap sesuai dengan tipe sprinkler, sistim pipa, dan pompa yang dipasang. Setiap

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 10

usaha untuk merubah laju aplikasi penyiraman dengan cara merubah tekanan operasi akan
menghasilkan sebaran air yang jelek .
Contoh 11.2:

Suatu sistim sprinkler digunakan pada laju aplikasi 10 mm/jam mengairi suatu areal
lapangan sejumlah 90 mm. Berapa set-time?

Set-time = Air irigasi yang diperlukan/Laju aplikasi = 90/10 = 9 jam


Jika air irigasi yang diperlukan hanya 60 mm pada awal musim, maka set-time menjadi
60/10 = 6 jam.

1. Kebutuhan air

Banyaknya air irigasi yang diberikan ditentukan berdasarkan kapasitas memegang air dari
tanah yang menunjukkan jumlah air tanah tersedia serta penyerapan air oleh tanaman.
Jumlah air tanah tersedia, yang merupakan selisih antara kapasitas lapang dengan titik layu
permanent, untuk beberpa jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 8. Akan tetapi, air irigasi
harus segera diberikan sebelum kadar air tanah mencapai titik layu permanent, yang disebut
dengan defisit air dibolehkan (MAD, management allowed deficit) seperti pada Tabel 9.

Tabel 8. Jumlah air tanah tersedia


No Tekstur tanah Kapasitas menahan air
Selang (mm/m) Rata-rata
(mm/m)
1 Tekstur sangat kasar – pasir sangat kasar 33 – 62 42
2 Tekstur kasar – pasir kasar, pasir halus dan 62 – 104 83
pasir berlempung
3 Tekstur agak kasar – lempung berpasir 104 – 145 125
4 Tekstur sedang – lempung berpasir sangat 125 – 192 167
halus, lempung dan lempung berdebu
5 Tekstur agak halus – lempung berliat, lempung 145 – 208 183
liat berdebu dan lempung liat berpasir
6 Tekstur halus – liat berpasir, liat berdebu dan 133 – 208 192
liat
7 Gambut 167 - 250 208

Tabel 9. MAD
MAD (%) Tanaman dan kedalaman akar
25 – 40 Perakaran dangkal, tanaman sayuran dan buah-buahan bernilai tinggi
40 – 50 Buah-buahan1), perdu, berri dan tanaman dalam baris dengan perakaran
sedang
50 Tanaman pakan, tanaman biji-bijian dan tanaman baris dengan perakaran
dalam
1)
Beberapa tanaman buah-buahan mempunyai MAD yang lebih rendah pada masa akhir pembuahan

Total air tanah tersedia bagi tanaman merupakan jumlah dari air tanah tersedia pada semua
lapisan tanah tempat pertumbuhan akar. Kedalaman akar dari beberapa jenis tanaman
disajikan pada Tabel 10.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 11

Kedalaman maksimum air irigasi (mm) yang diberikan per irigasi, dx, adalah:
MAD
dx = Wa Z  / 11.2 /
100
dimana Wa : air tanah tersedia (mm/m) dan Z : kedalaman perakaran (m).
Interval antara dua pemberian air irigasi yang berturutan (f, hari) adalah:
f = dn /U d  / 11.3 /

dimana dn : kedalaman air irigasi bersih per irigasi (mm), dan Ud : kebutuhan air tanaman
pada puncak kebutuhan (evapotranspirasi, Tabel 11.11) (mm/hari).

Laju, lama dan interval pemberian air


Laju pemberian air dengan sprinkler dipengaruhi oleh laju infiltrasi. Laju pemberian air
maksimum (I, mm/jam) dihitung dengan persamaan :

360 × Q
I=  / 11.4 /
Se × Sl

dimana Q: debit curahan sprinkler (l/det), Se: spasing sepanjang lateral (m), dan Sl: spasing
antar lateral (m).

Untuk beberapa jenis tanah, laju pemberian maksimum disajikan pada Tabel 11.12,
sedangkan laju minimum yang disarankan adalah 3 mm/jam.

Lama pemberian air (T, jam) sebaiknya tidak melebihi dari 90 % waktu yang tersedia dalam
satu hari (24 jam) dan dihitung dengan rumus:

d
T=  / 11.5 /
I

dimana d : kedalaman air total yang diberikan (mm), dan I : laju pemberian (mm/jam)

Interval pemberian air dihitung dengan rumus :


d
I i = x  / 11.6 /
U
dimana dx: kedalaman air irigasi yang diberikan (mm), dan U : laju penggunaan air
(mm/hari)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 12

Tabel 10. Kedalaman akar efektif beberapa jenis tanaman

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 13

Tabel 11. Kebutuhan air puncak beberapa jenis tanaman

Tabel 12. Laju pemberian air maksimum dengan sprinkler


Laju (cm/jam) pada kemiringan (%)
No Tekstur dan profil tanah
0-5 5-8 8 - 12 12 - 16
1 Pasir kasar sampai 2 m 5.0 3.7 2.5 1.3
2 Pasir kasar di atas tanah yang lebih padat 3.7 2.5 2.0 1.0
3 Lempung berpasir ringan sampai 2 m 2.5 2.0 1.5 1.0
4 Lempung berpasir ringan di atas tanah 2.0 1.3 1.0 0.8
yang lebih padat
5 Lempung berdebu sampai 2 m 1.3 1.0 0.8 0.5
6 Lempung berdebu di atas tanah yang lebih 0.8 0.6 0.4 0.3
padat
7 Liat berat atau lempung berliat 0.4 0.3 0.2 0.1

Kapasitas sistem sprinkler


Kapasitas sistem sprinkler tergantung pada luas areal lahan yang akan diairi (design area),
kedalaman irigasi kotor (gross) setiap pemberian air dan waktu operasional yang diijinkan
untuk pemberian air tersebut.
Ad
Q = 2.78  / 11.7 /
fTE
Q: kapasitas debit pompa (lt/det); A: luas areal yang akan diairi (hektar); d: kedalaman
pemakaian air neto (mm); f: jumlah hari untuk 1 kali irigasi (periode atau lama irigasi)
(hari); T: jumlah jam operasi aktual per hari (jam/hari); E : efisiensi irigasi.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 14

Berdasarkan persamaan di atas perlu dicatat bahwa f dan T adalah faktor penting yang
berhubungan dengan investasi modal per hektar dari perlengkapan alat. Makin besar hasil
kali f dan T makin kecil kapasitas sistem (biaya).

Contoh 11.5:

Tentukan kapasitas sistem irigasi curah untuk mengairi 16 hektar tanaman jagung. Laju
konsumsi air rencana (evapotranspirasi tanaman) = 5 mm/hari. Lengas tanah yang
digantikan di daerah perakaran pada setiap irigasi = 6 cm. Efisisensi irigasi 70%. Periode
(lamanya) irigasi adalah 10 hari, dengan selang irigasi 12 hari. Sistem ini dioperasikan
untuk 20 jam operasi per hari.

Penyelesaian :
Diketahui A = 16, f = 10, T = 20, d = 6, E = 0,7
Kapasitas sistem Q = 2,78 x (A x d)/(f x T x E) = 2,78 x (16 x 60)/(10 x 20 x 0,7) = 19
lt/det.

Contoh 11.6:

Suatu sistem irigasi curah dirancang untuk mengairi 8 hektar sayuran di tanah bertekstur
lempung berdebu (silt loam) dengan solum dalam, pada kondisi iklim cukup kering
(moderate dry). Lahan bertopografi datar. Tentukan: (a) batas laju pemberian air, (b)
periode (lama) irigasi, (c) kedalaman air irigasi neto setiap irigasi, (d) jumlah kedalaman air
yang dipompa untuk setiap pemakaian, dan (e) kapasitas sistem yang diperlukan per hektar
(cm/hari). Jika sistem ini beroperasi 15 jam/hari, tentukan kapasitas pompa (lt/detik)?.

Penyelesaian :
Dari Tabel 12. Batas laju pemakaian air = 1,3 cm/jam
Dari Tabel 8. Kapasitas tanah menahan air = 9,5 cm/m 3
Dari Tabel 10. Kedalaman daerah perakaran = 60 cm.

Jadi Total lengas tanah tersedia = 9,5 x 60/100 = 5,7 cm.


Asumsikan bahwa irigasi dimulai pada keadaan tingkat deplesi 50%,4 kedalaman air irigasi
neto = 5,7/2 = 2,85 cm.
Asumsikan efisiensi aplikasi (Ea) = 75%, jumlah kedalaman air yang dipompa untuk 1 kali
irigasi = 2,85/0,75 = 3,8 cm.

Dari Tabel 11, puncak konsumsi air oleh tanaman = 5 mm/hari. Jadi lama irigasi = 2,85/0,5
= 5,7 hari, dibulatkan 6 hari.
Untuk mengairi areal tersebut dalam waktu 6 hari, sistem tersebut harus mampu memompa
dengan debit (3,8 x 8)/6 = 5,05 ha.cm per hari atau (5,05 x 104 x 102 x 10-1)/(1 hari x 15
jam/hari x 3600 det/jam) = 9,4 lt/det.
Dapat juga dihitung dengan cara menggunakan persamaan /11.7/:

Kapasitas pompa = Q = 2,78 x (A x d)/(f x T x E) = 2,78 x (8 x 28,5)/(6 x 15 x 0,75) = 9,4


lt/det.

3 Kapasitas tanah menahan air sampai kapasitas lapang = 9,5 cm per meter kedalaman tanah

4 Faktor deplesi (p) = 50%

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 15

5. Hidrolika dalam sistem irigasi curah

Dalam sistim irigasi curah, air dipompakan dari sumbernya (sumur, sungai, atau bendungan)
melalui pipa ke sprinkler, dan kemudian menyemprotkannya seseragam mungkin ke
tanaman. Rancangan rinci dari sistim ini harus dikerjakan oleh seorang insinyur ahli.
Tugasnya adalah memilih tipe yang sesuai dengan kondisi setempat, ukuran pompa, dan
ukuran unit tenaga penggerak. Untuk mengoperasikan perlengkapan sprinkler cukup oleh
teknisi yang tidak memerlukan keahlian rancangan. Akan tetapi pengetahuan tentang
bagaimana air dipompa dan mengalir dalam pipa, dan bagaimana disebarkannya oleh
sprinkler akan menolong teknisi atau operator irigasi curah untuk menggunakan
peralatannya secara baik dan benar.

Tekanan (Head)
Dalam pengertian umum tekanan adalah sebagai pengukur energi yang diperlukan untuk
mengoperasikan sistim sprinkler, dan secara spesifik didefinisikan sebagai gaya yang
bekerja seragam pada suatu luasan tertentu dengan satuan N/m2. Seringkali dinyatakan
dalam kN/m2, atau bar dimana 1 bar = 100 kN/m2 = 1 kgf/cm2 = 14,5 lbf/in2. Suatu tipikal
tekanan operasional untuk sprinkler kecil adalah 3 bar. Satuan lainnya yang sering dipakai
adalah psi (pound per square inch atau lbf/in2) dalam unit Imperial, dan kilogram gaya per
cm2 (kgf/cm2) dalam unit Eropa.

Tekanan dalam pipa dapat diukur dengan suatu alat Bourdon gauge (Gambar11.36). Di
dalam alat ini terdapat suatu tabung lengkung berbentuk oval yang berusaha untuk
meregang jika di bawah tekanan. Tabung ini dihubungkan dengan skala pengukur tekanan.
Insinyur perencana sering menyatakan tekanan dalam satuan tinggi air (head of water)
karena lebih nyaman untuk digunakan. Jika pengukur Bourdon digantikan dengan tabung
vertikal, tekanan air menyebabkan air dalam tabung akan naik. Tingginya kenaikan air ini
digunakan sebagai pengukur tekanan dalam pipa. Dalam SI unit: Head air (m) = 0,1 x
Tekanan (kN/m2), atau Head air (m) = 10 x Tekanan (bar). Pada imperial units : Head air
(ft) = 2,31 x Tekanan (psi).

Hidrolika Nozel
Secara umum hubungan antara tekanan atau head dengan debit sprinkler atau nozel
ditunjukkan pada persamaan berikut :
q = Kd P  / 11.8 / q = Kd H  / 11.9 /
dimana :
q: debit sprinkler (l/menit); Kd: koefisien debit nozel sesuai dengan peralatan yang
digunakan; P: tekanan operasi sprinkler (kPa); H: head operasi sprinkler (m)

Debit sprinkler juga dapat dihitung dengan rumus aliran pada orifice (Toricelli);
q = C.a 2g.h  / 11.10 /

q: debit nozzle (m3/det); a: luas penampang nozzle atau orifice (m2); h: head tekanan pada
nozzle (m); g: gravitasi (m/det2); C: koefisien debit yang merupakan fungsi dari gesekan dan
kehilangan energi kontraksi (C untuk nozzle yang baik berkisar antara 0,95 - 0,96).
Atau dengan rumus
q = 0,00111.C.d 2 .P 1 / 2  / 11.11 /

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 16

q: lt/det; d: (mm); P: tekanan pada nozzle dalam kPa. Catatan: 1 mm air = 9,5 Pa; 1 atm =
10,34 m.

Tekanan operasi akan mempengaruhi ukuran butiran air yang keluar dari sprinkler. Tanda
(dalam Pillsbury, 1968), mengajukan suatu rumus untuk menentukan Indeks pemecahan air
(index of jet break up):
h
Pd = 0.4
 / 11.12 /
(10q)

Pd: indeks pemecahan air; h: head tekanan pada nozzle (m); q: debit sprinkler (lt/det).

Jika Pd < 2, kondisi ukuran jatuhan termasuk baik


Pd = 4, kondisi ukuran jatuhan terbaik
Pd > 4, tekanan banyak yang hilang percuma

Aliran dalam Pipa


Jenis pipa dispesifikasikan dengan diameter-dalam (internal diameter) atau diameter luar
tergantung pada bahannya, dan tekanan aman (safe pressure). Pipa irigasi berpindah
(portable) umumnya tipis dan ringan, sehingga biasanya digunakan nominal diameter.
Kehilangan tekanan dalam aliran pipa tergantung pada kekasaran pipa, debit aliran,
diameter, dan panjang pipa. Kekasaran pipa akan bertambah seiring tingkat keausan dan
umur dari pipa tersebut.

Kehilangan energi gesekan pipa umumnya dihitung dengan rumus dari Hazen-William:

10,684.Q 1,85
v = 0,849.C.R 0, 63 .S 0,54  / 11.13 / dan hf = L  / 11.14 /
C 1,85 .D 4,87
dimana: v: kecepatan rata-rata dalam pipa (m/detik); C: koefisien gesekan pipa; R: jari-jari
hidrolik (m); R = D/4 untuk penampang pipa lingkaran; L: panjang pipa (m); D: diameter
dalam pipa (m); S : gradien hidrolik = hf/L; hf : kehilangan head (m); Q : debit aliran
(m3/detik).

Sedangkan menurut Scobey (1930):

K s LQ 1,9
Hf = 4,9
(4,10 x10 − 6 )  / 11.15 /
D
dimana Hf: kehilangan tekanan karena gesekan (m), Ks: koefisien Scobey, L: panjang pipa
(m), Q: debit pipa (lt/det) dan D: diameter dalam (mm). Nilai Ks = 0,40 untuk pipa besi dan
alumunium dengan coupler; 0,42 untuk pipa galvanis dengan coupler.

Nilai C pada rumus Hazen-William, tergantung pada derajat kehalusan pipa bagian dalam,
jenis bahan pembuat pipa dan umur pipa (Tabel 13). Tabel 14 dan Tabel 15 dapat digunakan
untuk pendugaan kehilangan energi gesekan dari berbagai jenis pipa dengan nilai C tertentu
pada berbagai nilai debit aliran dan diameter pipa.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 17

Tabel 13. Kondisi pipa dan nilai C (Hazen-William)

Jenis pipa Koefisien Kehalusan “C”


Pipa besi cor, baru 130
Pipa besi cor, tua 100
Pipa baja, baru 120 ~ 130
Pipa baja, tua 80 ~ 100
Pipa dengan lapisan semen 130 ~ 140
Pipa dengan lapisan asphalt 130 ~ 140
Pipa PVC 140 ~ 150
Pipa besi galvanis 110 ~ 120
Pipa beton (baru, bersih) 120 ~ 130
Pipa beton (lama) 105 ~ 110
Alumunium 135 ~ 140
Pipa bambu (betung, wulung, tali) 70 ~ 90

Tabel 14. Kehilangan tekanan karena gesekan dari pipa alumunium

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 18

Tabel 15. Kehilangan tekanan karena gesekan dari pipa PVC

Contoh 11.7

Hitung kehilangan tekanan (head) karena gesekan pada pipa besi (baru) berdiameter 10 cm,
panjang 120 m jika air mengalir dengan debit 10 liter/detik.

Penyelesaian:
Dari Tabel 13, C untuk pipa besi baru = 130
10,684(0,01)1,85
Menggunakan rumus /11.14/: h f = × L = 0,019 x 120 m = 2,3 m
1301,85 (0,1) 4,87

Berikut ini persamaan-persamaan yang juga biasa digunakan dalam menentukan kehilangan
tekanan akibat friksi atau friction loss pada bahan plastik pipa lateral dan pipa utama sistem
irigasi curah :

a. Untuk pipa kecil (< 125 mm)


J = 7,89 × 10 7 × (Q 1, 75 / D 4,75 )  / 11.16 /

b. Untuk pipa besar (≥ 125 mm)


J = 9,58 × 10 7 × (Q 1,83 / D 4,83 )  / 11.17 /
Tanpa outlet

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 19

hf = J × ( L / 100)  / 11.18 /
Dengan multi outlet yang berjarak seragam
hf = J × F × ( L / 100)  / 11.19 /
Untuk sambungan
hl = Kr × 8,26 × 10 4 × (Q 2 / D 4 )  / 11.20 /
dimana :
J: gradien kehilangan head (m/100 m), hf: kehilangan head akibat gesekan (m), hl:
kehilangan head akibat adanya katup dan sambungan (m), Q: debit sistem (l/det), D:
diameter dalam pipa (mm), F: koefesien reduksi (Tabel 16), Kr: koefesien resistansi (Tabel
17), L: panjang pipa (m).

Kehilangan head akibat gesekan untuk pipa PVC dapat juga ditentukan dengan
menggunakan nomogram pada Gambar 36.

Gambar 36. Nomogram Head Loss untuk Pipa PVC

Tabel 16. Koefesien Reduksi (F) untuk Pipa Multi Outlet


Jumlah F Jumlah F
Outlet Ujung1) Tengah2) Outlet Ujung1) Tengah2)
1 1,00 1,00 8 0,42 0,38
2 0,64 0,52 9 0,41 0,37
3 0,54 0,44 10 - 11 0,40 0,37
4 0,49 0,41 12 - 15 0,39 0,37
5 0,46 0,40 16 - 20 0,38 0,36
6 0,44 0,39 21 - 30 0,37 0,36
7 0,43 0,38 ≥ 30 0,36 0,36
1) Sprinkler pertama berjarak 1 interval dari pipa utama
2) Sprinkler pertama berjarak 1/2 interval dari pipa utama

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 20

Tabel 17. Koefisien resistansi, Kr, untuk pipa plastik dan alumunium

Untuk memperoleh penyiraman yang seragam sepanjang lateral, diameter dan panjang pipa
serta penempatannya ditentukan sedemikian rupa, sehingga menghasilkan variasi debit yang
tidak melebihi 10%. Distribusi debit yang ditentukan berdasarkan distribusi tekanan
dijelaskan dengan persamaan berikut :
Pin x − Pend x
∆Q= × 100  / 11.21 /
Pe x
dimana :
∆Q: perbedaan debit sprinkler sepanjang lateral (%), Pin: tekanan pada inlet/pangkal lateral
(m), Pend: tekanan pada outlet/ujung lateral (m), Pe: tekanan rata-rata pada sprinkler (m), x:
eksponen debit sprinkler.

Kehilangan tekanan pada debit tertentu akan lebih besar terjadi pada diameter pipa yang
lebih kecil. Kehilangan tekanan akan naik secara cepat dengan bertambahnya debit aliran,
khususnya pada dimeter pipa kecil. Kehilangan tekanan bertambah secara linier dengan
bertambah panjangnya pipa, jika panjang pipa menjadi dua kali maka kehilangan tekanan
juga menjadi dua kali.

Diameter pipa ditentukan berdasarkan kehilangan tekanan yang diijinkan, yaitu diameter
yang memberikan kehilangan tekanan lebih kecil pada debit aliran yang diinginan. Sebagai
pegangan kasar untuk menentukan diameter pipa pada berbagai debit dan panjang pipa
dapat digunakan Tabel 17 yang didasarkan pada kecepatan aliran dalam pipa lebih kecil dari
1,5 m/det.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 21

Tabel 17. Pedoman untuk menentukan diameter pipa

Panjang pipa (m)


Debit
< 250 250 - 500 > 500
(m3/jam)
Diameter pipa (mm)
5 50 50
10 75 75
25 75 75
50 100 100
60 100 125 150
70 100 125 150
80 125 150 150

Kehilangan head pada sub unit (∆Ps) dibatasi tidak lebih dari 20% dari tekanan operasi rata-
rata sistem. Kehilangan head (hf) pada lateral harus lebih kecil atau sama dengan ∆Hl,
demikian juga halnya pada manifold (pembagi) kehilangan headnya (hf) harus lebih kecil
atau sama dengan ∆Hm. Kehilangan tekanan karena gesekan di pipa utama maksimum
sebesar 0.41 m/10 m. Tekanan inlet lateral yang tertinggi diambil sebagai outlet manifold
pada sub unit.

∆Ps = 20% x Ha ../11.22/


∆Hl = 0,55 ∆Ps ± Z lateral ../11.23/
∆Hm = 0,45 ∆Ps ± Z manifold ../11.24/
dimana :
∆Ps: kehilangan head yang diijinkan pada sub-unit (m), ∆Hl: kehilangan head yang
diijinkan pada lateral (m), Ha: tekanan operasi rata-rata sprinkler (m), ∆Hm: kehilangan
head yang diijinkan pada manifold (m), Z lateral: perbedaan elevasi sepanjang lateral (m),
Z manifold: perbedaan elevasi sepanjang manifold (m), -: elevasi menurun, +: elevasi
menaik

Tekanan operasi rata-rata (Ha, m) :


Ha = Ho + 0,25 Hf + 0,4 He ../11.25/
dimana : Ho: tekanan operasi di nozzle terjauh (m), Hf: kehilangan tekanan karena gesekan
(m), dan He: perbedaan ketinggian maksimum antara pangkal dan ujung lateral (m).

Tekanan pada pangkal lateral (Hn, m):


Hn = Ha + 0,75 Hf ± 0,6He + Hr ../11.26/
dimana : Hr: tinggi pipa riser (m). Nilai He akan positif apabila lateral terletak menaik
lereng dan negatif apabila menuruni lereng

Tekanan yang diperlukan pada pemompaan


Tekanan yang diperlukan pada sisitim sprinkler dengan pemompaan harus
mempertimbangkan: (a) Tekanan yang disarankan pada sprinkler, (b) Kehilangan tekanan di
pipa utama dan lateral, (c) Perubahan elevasi lahan. Kesalahan yang sering terjadi pada
instalasi sistim sprinkler adalah pipa yang digunakan terlalu kecil. Hal ini sering kali
dilakukan karena pipa diameter kecil lebih murah daripada diameter besar.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 22

Gambar 38. Tekanan pemompaan yang diperlukan pada sistim sprinkler

Besarnya tekanan total dari sistem irigasi curah (total dinamic head,TDH) dihitung dengan
persamaan :

TDH = SH + E + Hf1 + Hm + Hf2 + + Hv + Ha + Hs /11.27/


dimana :
SH: beda elevasi sumber air dengan pompa (m), E: beda elevasi pompa dengan lahan
tertinggi (m), Hf1: kehilangan head akibat gesekan sepanjang pipa penyaluran dan distribusi
(m), Hm: kehilangan head pada sambungan-sambungan dan katup (m), Hf2: kehilangan
head pada sub unit (m), besarnya 20 % dari Ha; Hv: Velocity head (m), umumnya sebesar
0,3 m; Ha: tekanan operasi rata-rata sprinkler (m); Hs: head untuk faktor keamanan (m),
besarnya 20 % dari total kehilangan head

Atau dengan persamaan:

Ht = Hn + Hm + Hj + Hs .. /11.28/

dimana: Ht: total tekanan rencana yang diperlukan pompa untuk bekerja=TDH (m); Hn:
maksimum tekanan yang diperlukan pada pipa utama untuk menggerakan sprinkler pada
lateral dengan tekanan operasional tertentu, termasuk tinggi raiser (m); Hm: maksimum
energi hilang karena gesekan pada pipa utama, tinggi hisap dan NPSH (net positive suction
head) pompa (m); Hj: beda elevasi antara pompa dengan titik sambung lateral dengan pipa
utama (m); Hs: beda elevasi antara pompa dengan muka air sesudah drawdown (m).

Besarnya tenaga yang diperlukan untuk pemompaan air tergantung pada debit pemompaan,
total head, dan efisiensi pemompaan yang secara matematis ditunjukkan pada persamaan
berikut :

Q × TDH
BHP =  / 11.29 /
C × Ep
dimana :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 23

BHP: tenaga penggerak (kW), Q: debit pemompaan (l/detik), TDH: total dynamic head (m),
C: faktor konversi sebesar 102,0, Ep: efisiensi pemompaan

Palu air (water hammer)


Palu air adalah fenomena hidrolik dimana kenaikan tekanan dalam pipa akan terjadi jika
aliran dalam pipa berhenti seketika. Jika kenaikan tekanan tersebut melebihi tekanan kerja
normal (normal working pressure), maka kemungkinan pipa akan pecah. Pemberhentian
seketika akan terjadi pada waktu (a) memulai dan menghentikan mesin, (b) menutup katup
pada pipa atau hidrant, (c) roda kendaraan melindas pipa fleksibel, (d) penyumbatan
seketika pada pipa atau nozzle sprinkler karena sedimen dalam air.

Dampak negatif palu air dapat dihindari dengan cara: (a) kecepatan aliran di pipa utama
tidak melebihi 2 m/det, (b) memulai dan mengahiri pemompaan secara perlahan, (c)
menutup katup atau hidran secara perlahan, (d) membuat jembatan pipa pada lokasi pipa
fleksibel yang dilalui kendaraan (Gambar 39), (e) mencegah penyumbatan dengan cara
penyaringan air irigasi dari sumbernya.

Gambar 39. Jembatan pipa digunakan untuk


kendaraan yang melewati pipa

Penggunaan Pupuk

Larutan pupuk disimpan dalam suatu tangki dan dihubungkan dengan pipa lateral melalui
suatu venturi untuk mendapatkan perbedaan tekanan, sehingga larutan pupuk dapat
mengalir bersama dengan air irigasi.

Larutan pupuk dapat pula dihubungkan melalui pipa isap dari pompa. Sistim ini lebih
sederhana tetapi harus hati-hati dalam pemakaiannya karena dapat merusak baling-baling
(impeller) pompa menjadi mudah karatan. Kuantitas pupuk yang diinjeksikan dihitung
berdasarkan persamaan:

D s × Dl × N s × W f
WF =  / 11.30 /
10000

WF: jumlah pupuk untuk setiap pemakaian (kg); Ds : jarak antar sprinkler (m); Dl : jarak
antar lateral (m); Ns : jumlah sprinkler; Wf : dosis pupuk yang direkomendasikan (kg/ha)

Contoh 11.8 :

Setiap lateral mempunyai 12 sprinkler dengan jarak antar sprinkler 14 meter. Jarak antar
lateral 20 meter. Tentukan jumlah pupuk yang digunakan setiap penyiraman apabila dosis
yang direkomendasikan 80 kg/ha.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 24

WF = (12 x 20 x 14 x 80)/10.000 = 26,9 kg.

6. Rancang Bangun Irigasi Curah

Untuk merancang bangun suatu sistem irigasi curah, disarankan untuk mengikuti prosedur
sebagai berikut:

1. Kumpulkan informasi/data mengenai tanah, topografi, sumber air, sumber tenaga, jenis
tanaman yang akan di tanam dan rencana jadwal tanam
2. Penentuan kebutuhan air irigasi :
a. Prediksi jumlah atau kedalaman air irigasi yang diperlukan pada setiap pemberian
air
b. Tentukan kebutuhan air irigasi: puncak, harian, musiman atau tahunan
c. Tentukan frekuensi atau interval irigasi
d. Tentukan kapasitas sistem yang diperlukan
e. Tentukan laju pemberian air yang optimal
3. Desain sistem :
a. Tentukan spasing, debit, ukuran nozle dan tekanan operasi dari sprinkler pada
kondisi laju pemberian air yang optimal serta jumlah sprinkler yang dioperasikan
secara bersamaan
b. Desain tata-letak dari sistem yang terbaik yang memenuhi (a)
c. Bila diperlukan lakukan penyesuaian (adjusment) dari (2) dan (3a)
d. Tentukan ukuran (diameter) dan tekanan pipa lateral
e. Tentukan ukuran (diameter) dan tekanan pipa utama
4. Penentuan pompa :
a. Tentukan total tenaga dinamik (TDH) yang diperlukan
b. Tentukan pompa yang sesuai dengan debit dan TDH yang diperlukan

Contoh 11.9:

Tentukan rancang bangun sistim irigasi sprinkler berpindah untuk lahan seluas 16,2 ha.
Laju pemberian maksimum = 15 mm/jam, laju pemberian 58 mm selama 8,1 hari atau
seluas 2 ha per hari. Kecepatan angin = 6,7 km/jam, Ha = 276 kPa, Hj = 1,0 m, He = 0,6 m,
Hs = 5,0 m, Hr = 0,8 m, NPSH = 2,0 m, Sl = 12 m dan Sm = 18 m. Variasi tekanan di
lateral yang diijinkan = 20 % dari tekanan rata-rata. Sumur terletak di tengah lahan.

Penyelesaian:
Tata letak dari sprinkler, lateral dan pipa utama adalah seperti Gambar 40 berikut.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 25

Gambar 40. Tata letak sistim sprinkler

Asumsi bahwa sprinkler pertama berjarak 12 m dari pipa utama, maka jumlah sprinkler per
lateral = (201.2 – 12)/12 = 15,8 , dibulatkan menjadi 16 buah

Asumsi bahwa lateral pertama berjarak 12 m dari sisi, maka jumlah lateral = (402,5 – 12)/18
= 21,7 , dibulatkan menjadi 22 buah.

(1) Jumlah lateral yang beroperasi per hari : (2,0 ha x 10000 m2/ha)/(16 x 12 m x 18 m) =
5,8 , dibulatkan menjadi 6 buah lateral

Untuk menekan jumlah lateral yang dipindahkan, maka dapat dipilih 2 buah lateral yang
beroperasi bersamaan dan dipindahkan 3 kali per hari.

(2) Sprinkler :
Debit per sprinkler
Q = (12 m x 18 m x 15 mm/hr x 10000 cm2/m2)/(10 mm/cm x 100 cm3/lt x 3600
det/jam) = 0,9 lt/det
Debit per lateral = 16 x 0.9 = 14,4 lt/det
Debit per operasi = kapasitas sistem = 2 x 14,4 = 28,8 lt/det

Dari Tabel 11.4, dengan Ha= 276 kPa dan debit 0,9 lt/det, sprinkler yang sesuai adalah
yang berukuran 6,35 mm x 3, 97 mm dengan diameter pembahasan 31 m.

Kecepatan angin 6 km/jam :


diameter pembasahan sprinkler sepanjang lateral = 12/0,45 = 27 m
diameter pembahasan sprinkler antar lateral = 18/0,69 = 30 m
Keduanya < 31 m, maka sprinkler dapat digunakan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 26

(3) Pipa lateral dan utama


Kehilangan tekanan di lateral yang diijinkan = 0,20 x 276 = 55,2 kPa = 55,2/9,8 = 5,6 m
Kehilangan tekanan karena gesekan saja = 5,6 – He = 5,6 – 0,6 = 5,0 m
Kehilangan tekanan di pipa utama yang diijinkan = 0,41/10 x 189 = 7,7 m

Dengan persamaan /11.15/ hitung kehilangan tekanan pada pipa lateral (192 m) dan pipa
utama (189 m) untuk pipa 76,2 mm, 101,6 mm dan 127,0 mm. Nilai F untuk 16
sprinkler = 0,38

Diameter Kehilangan tekanan karena gesekan (m)


(mm) Lateral Hf x F Utama
76,2 13,5 35,0
101,6 3,2 8,2
127,0 1,0 2,7

Dipilih pipa lateral yang berdiameter 101,6 mm (3,2 m < 5,0 m) dan pipa utama yang
berdiameter 127,0 mm (2,7 < 7,7)

(4) Tekanan yang diperlukan pada pangkal lateral terjauh


Hn = (276/9,8) + 0,75(3,2) + 0,6(0,6) + 0,8 = 31,8 m

(5) Kapasitas pompa


Ht = 31,8 + 2,0 + 2,7 + 1,0 + 5,0 = 42,5 m

Pertanyaan :

1. Sebutkan kelebihan dan kelemahan irigasi curah


2. Bagaimana caranya menghitung uniformity dan efisiensi pada irigasi curah
3. Jelaskan mengapa secara teoritis penerapan irigasi curah cenderung lebih efisien
dibanding irigasi permukaan
4. Jelaskan persyaratan hidrolika pipa pada desain irigasi curah untuk memperoleh
uniformity yang tinggi
5. Jelaskan mengapa ada keterkaitan yang erat antara desain irigasi curah dan rencana
pengoperasian jaringan
6. Sebutkan komponen utama irigasi curah serta fungsi-fungsinya
7. Jelaskan kriteria penerapan irigasi curah dilihat dari aspek agroklimat dan lahan/tanah
8. Buatlah rencana operasi jaringan irigasi curah (waktu dan jumlah pemberian air irigasi)
pada soal di atas, apabila diketahui waktu operasi yang tersedia adalah 12 jam/hari, dan
kebutuhan air tanaman selama masa pertumbuhan adalah sebagai berikut:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 11. Teknologi Irigasi Curah-DKK, AS, PR 27

Umur tanaman Kedalaman Kebutuhan air


(bulan) Perakaran tanaman (mm/hari)
(m)
1-3 0,3 2,36
3-5 0,6 4,13
5-8 0,9 5,90
8-10 1,2 4,4
10-12 1,2 2,95

Daftar Pustaka

1. Keller, J dan R.D. Bliesner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. AVI Book. New
York. USA
2. Phocaides, A. 2000. Technical Handbook on Pressurized Irrigation Techniques. Food
and Agriculture Organization of The United Nations, Rome, Italy.
3. Kay, Melvyn, 1983. Sprinkler Irrigation: Equipment and Practices. Batsford Acad emic
and Educational, London. UK
4. Michael, A.M., 1978. Irrigation: Theory and Practice. Vikas Publ. Ltd. New Delhi
5. Prastowo dan Liyantono. 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Curah. Laboratorium
Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta IPB.
6. Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes, 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Wiley & Sons, New York, USA.
7. Jensen, M.E. 1980. Desain and Operation of Farm Irrigation System.ASAE. Michigan.
USA

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 1

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan


komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang irigasi tetes

Bahan Ajar

1. Pengantar

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi
(applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan
frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman.Tekanan air
yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati
nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga
irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat
kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes
sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1
berikut memperlihatkan tanaman anggur dan tanaman pisang yang diberi air menurut
irigasi tetes.

(A) (B)

Gambar 1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman pisang (B)

Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana:


a. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal
b. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan
c. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan
pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan
menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di
rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang
di Israel pada tahun 1960-an. Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
metoda irigasi lainnya, yaitu:
a. Meningkatkan nilai guna air

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 2

Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan
dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air yang
bersifat local dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi, aliran
permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena daerah yang
dibasahi hanya terbatas disekitar tanaman.
b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini dan
kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan
tanaman.
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian
Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi,
sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi
pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran.
d. Menekan resiko penumpukan garam
Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari
daerah perakaran.
e. Menekan pertumbuhan gulma
Pemerian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga
pertumbuhan gulma dapat ditekan.
f. Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga
tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan tenaga kerja pada
pekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan juga dapat dikurangi.

Sedangkan Kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut:
a. Memerlukan perawatan yang intensif
Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada irigasi
tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian air. Untuk itu
diperlukan perawatan yang intesif dari jaringan irigasi tetes agar resiko
penyumbatan dapat diperkecil.
b. Penumpukan garam
Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah yang
kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.
c. Membatasi pertumbuhan tanaman
Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko kekurangan air
bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
d. Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam pembangunannya.
Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang, mengoperasikan dan
memeliharanya.

2. Metoda Pemberian Air Pada Irigasi Tetes

Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metoda pemberian, yaitu
sebagai berikut:
a. Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam bentuk
tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah perakaran
dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah, biasanya kurang dari
12l/jam untuk point source emitter atau kurang dari 12l/jam per m untuk line source
emitter.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 3

b. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi
diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian pada
metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes.
c. Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah seperti
aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube) dengan debit sampai dengan 225
l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi, seringkali
dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow)
d. Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan
menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit
pemberian irigasi percik sampai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan air
karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes lainnya.

Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi (Gambar 2):
(a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo)
(b) Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral
(c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral

(1) (2)

(3)
Gambar 2. Viaflo (1), alat aplikasi yang dipasang pada lateral (2)
dan pipa berlubang (3)

a. Komponen Irigasi Tetes

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi,
pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 3. Terdapat berbagai variasi tata-letak (layout) irigasi tetes seperti pada
Gambar 4.

1. Unit utama (head unit)


Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan
komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). Gambar
2.3 komponen unit utama dari suatu sistem irigasi tetes.
2. Pipa utama (main line)
Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized
steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang
di atas atau di bawah permukaan tanah.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 4

Gambar 3. Komponen irigasi tetes

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)


Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm),
katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa
sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene)
dan berdiameter antara 50 – 75 mm.
Penyambungan pipa pembagi–pipa utama dapat dibuat seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 6.

4. Pipa Lateral
Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari
pipa polyethylene (PE) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, berdiameter 8 –
20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang.
Penyambungan pipa lateral–pipa pembagi dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti pada Gambar 8.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)


Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan
penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral, seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11. Alat aplikasi terbuat
dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.

Alat aplikasi yang baik harus mempunyai karakteristik :


1. Debit yang rendah dan konstan
2. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi
3. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu
4. Umur pemakaian cukup lama

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 5

Gambar 4. Berbagai variasi tata-letak sistem irigasi tetes

Gambar 5. Unit utama

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 6

Gambar 6. Penyambungan pipa pembagi – pipa utama

Gambar 7. Pipa polyethylene (PE)

Gambar 8. Berbagai cara penyambungan pipa lateral – pipa pembagi

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 7

Gambar 9. Berbagai jenis emitter

Gambar 10. Bubbler

Gambar 11. Penyemprot kecil (micro sprinkler)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 8

b. Kebutuhan Air Pada Irigasi Tetes


Sistem irigasi tetes umumnya didesain dan dioperasikan untuk memberikan air
irigasi dengan debit yang rendah dan kerap serta membasahi sebagian dari
permukaan tanah.

Tanah Yang Terbasahkan


Pergerakan air arah horizontal pada irigasi tetes sangat terbatas. Pada tanah
berpasir, walaupun pergerakan arah vertikal masih terus berlangsung, pergerakan air
arah horizontal akan mencapai suatu jarak maksimum tertentu. Umumnya daerah
yang terbasahkan menyerupai bola lampu (bulb) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 12. Area terbasahkan dari irigasi tetes dengan volume tertentu tetapi
diberikan dengan debit pemberian yang berbeda adalah hampir serupa seperti yang
ditunjukkan oleh Roth (1974) seperti Gambar 13.

Gambar 12. Profil terbasahkan irigasi tetes

Gambar 13. Area terbasahkan dengan volume yang sama (12 gal)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 9

Luas daerah terbasahkan oleh sebuah emitter sepanjang bidang horizontal pada
kedalaman 30 cm dari permukaan tanah disebut dengan luasan terbasahkan (wetted
area, Aw). Nilai Aw tergantung kepada laju dan volume pemberian air, serta textur,
struktur, kemiringan dan lapisan-lapisan tanah.

Persamaan empiris untuk menghitung kedalaman dan diameter terbasahkan adalah


sebagai berikut:
0.45 −0.17
0.63 ⎛K ⎞ 0.22 ⎛K ⎞
z = K 1 (V w ) ⎜⎜ s ⎟⎟ .. /1/; dan w = K 2 (V w ) ⎜⎜ s ⎟⎟ ... /2/
⎝ q ⎠ ⎝ q ⎠
dimana z : kedalaman terbasahkan, m, w : diameter terbasahkan, m, K1 : koefisien
(29.2), Vw : volume pemberian air, l, Ks : konduktivitas jenuh, m/det dan K2 :
koefisien (0.031).

Tabel 1 memberikan nilai perkiraan Aw dari emitter standar 4 l/jam pada berbagai
kedalaman dan tekstur tanah. Luas terbasahkan pada Tabel 3.1 tersebut berdasarkan
kepada bidang persegiempat. Sisi terpanjang merupakan diameter terbasahkan
maksimum yang diharapkan (w), dan sisi terpendek merupakan 80 % dari diameter
terbasahkan maksimum yang diharapkan (Se’).

Tabel 1. Perkiraan nilai Aw dari emitter dengan debit 4 l/jam

Kedalaman dan Ekuivalen luas terbasahkan (mxm)


tekstur Tanah homogen Tanah semi-berlapis Tanah berlapis
Kedalaman 0.75 m
- Kasar 0.4 x 0.5 0.6 x 0.8 0.9 x 1.1
- Sedang 0.7 x 0.9 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5
- Halus 0.9 x 1.1 1.2 x 1.5 1.5 x 1.8
Kedalaman 1.5 m
- Kasar 0.6 x 0.8 1.1 x 1.4 1.4 x 1.8
- Sedang 1.0 x 1.2 1.7 x 2.1 2.2 x 2.7
- Halus 1.2 x 1.5 1.6 x 2.0 2.0 x 2.4

Parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat pembasahan adalah persentase


terbasahkan (Pw, wetted percentage), yaitu merupakan nisbah antara luas areal yang
terbasahkan (pada kedalaman 15 – 30 cm) dengan luas bayangan tajuk tanaman
pada siang hari. Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan volume
pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan jenis tanah.

Nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33 %) sampai 2/3 (67 %). Pw untuk
daerah yang menerima banyak hujan dan tanah bertekstur sedang sampai berat dapat
lebih kecil dari 33 %. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan
dibawah 67 % agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan
perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100 % untuk tanaman yang ditanam rapat
dengan spasi lateral kurang dari 1.8 m. Gambar 14 menunjukkan pengaruh tata letak
alat aplikasi dengan nilai Pw pada tanaman individual. Nilai Pw dapat dihitung
seperti berikut:
a. Untuk sistem lateral tunggal dan lurus:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 10

N p Se w
Pw = 100 /3/
S p Sr
dimana : Pw : persentase luas tanah yang terbasahkan sepanjang bidang
horizontal 30 cm dibawah permukaan tanah (%), Np : jumlah emitter per
tanaman, Se : spasi emitter (m atau ft), Sp : spasi tanaman (m atau ft), Sr : spasi
barisan tanaman (m atau ft).
Jika Se > Se’ (yaitu merupakan spasi emitter optimum yang besarnya 80 % dari
perkiraan diameter terbasahkan, Aw)

b. Untuk sistem lateral ganda:

N p S e ' ( S e '+ w) / 2
Pw = 100 /4/
S p Sr
dimana w adalah lebar terbasahkan yang sama dengan diameter lingkaran
terbasahkan pada emitter tunggal.
Jika Se < Se’, maka Se’ pada persamaan di atas diganti dengan Se

c. Untuk spray emitter:

N p [ As + ( S e ' xPS ) / 2]
Pw = 100 /5/
S p Sr
dimana As : luas permukaan tanah yang terbasahkan oleh sprayer, m2 atau ft2
dan PS : keliling area terbasahkan, m atau ft.

Jumlah emitter per tanaman tergantung kepada spasi tanaman dan tingkat area
terbasahkan. Tabel 2 dapat digunakan sebagai pedoman kasar untuk menentukan
spasi emitter.

Tabel 2. Spasi emitter yang disarankan

Debit emitter (l/jam)


Tanah 2 4 8
Spasi yang disarankan (m x m)
Ringan 0.4 x 0.4 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2
Menengah 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6
Berat 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6 2.0 x 2.0

Kebutuhan Air Irigasi Tetes


Pada irigasi tetes, evaporasi ditekan sekecil mungkin, sehingga secara praktis,
kebutuhan air tanaman hanya berupa transpirasi. Transpirasi harian pada periode
puncak ditentukan dengan persamaan:

[
Td = U d 0.1( Pd ) 0.5 ] /6/

dimana Td : transpirasi harian pada periode puncak (mm/hari), Ud : kebutuhan air


harian rata-rata pada bulan puncak dan pertumbuhan tanaman maksimum dengan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 11

canopy sempurna (mm/hari), dan Pd : persentase dari penutupan permukaan tanah


oleh bayangan canopy pada siang hari (%).

Pada saat canopy tanaman sangat sedikit, Pd sama dengan 1 % atau lebih besar dan
Td minimum > 0.1 Ud. Bila canopy semakin meningkat, maka nilai Td akan
mendekati nilai Ud, sehingga pada saat Pd = 100 %, maka Td = Ud. Tanaman buah-
buahan yang matang umumnya mempunyai nilai Pd maksimum = 80 %.
Untuk satu musim, transpirasi tanaman akan menjadi :

[
Ts = U 0.1( Pd ) 0.5 ] /7/

Kebutuhan air irigasi bersih maksimum per pemberian (aplikasi) adalah sama
dengan MAD (management allowed deficit) dan dihitung dengan persamaan:

MAD Pw
dx = Wa Z /8/
100 100
dimana dx : jumlah air irigasi maksimum per aplikasi (mm), Wa : air tersedia di
dalam tanah (mm/m) dan Z : kedalaman perakaran (m).

Kebutuhan air irigasi bersih per aplikasi, dn dihitung dengan persamaan:


dx
d n = Td f ' /9/ dan f x = /10/
Td
dimana f’ : interval irigasi (hari), fx : interval irigasi maksimum (hari). Penentuan
nilai f’ haruslah menghasilkan dn ≤ dx. Sedangkan jika f’ = 1 maka dn = Td.

Kebutuhan air irigasi keseluruhan (gross) per aplikasi haruslah meliputi kehilangan
air karena perkolasi yang tak dapat dihindarkan. Akan tetapi perkolasi yang berguna
untuk pencucian (leaching) pada daerah arid tidak termasuk kedalam kehilangan air,
yang besarnya dihitung dengan :

Ln LN EC w EC w
LR = = = = /11/
(d n + Ln ) ( Dn + LN ) EC dw 2(max ECe )

dimana LR : nisbah keperluan pencucian yang berupa nisbah antara kedalaman air
untuk pencucian dengan kedalaman air irigasi yang dibutuhkan (ET dan pencucian),
dn : kedalaman air irigasi bersih per aplikasi (mm), Dn : kebutuhan air irigasi bersih
musiman atau tahunan (mm), Ln : kebutuhan air untuk pencucian per aplikasi (mm),
LN : kebutuhan air irigasi musiman atau tahunan (mm), ECw : konduktivitas
elektrik air irigasi (dS/m), ECdw : konduktivitas elektrik air perkolasi (dS/m) dan
max ECe : konduktivitas elektrik maksimum dimana produksi turun menjadi nol
(dS/m).

Pada periode puncak, diperlukan tambahan kebutuhan air karena adanya perkolasi
yang tak dapat dihindarkan dan dinyatakan dengan nisbah transmisi (kedalaman air
irigasi keseluruhan yang dibutuhkan untuk memenuhi transpirasi dibagi dengan

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 12

transpirasi). Nisbah transmisi pada periode puncak (Tr) dan musiman (TR) dijelaskan
pada Tabel 3 dan Tabel 5

Gambar 14. Tata letak alat aplikasi dan nilai Pw

Nilai TR yang besar pada zona iklim basah juga mencakup kesulitan penjadwalan
irigasi karena hujan. Kebutuhan air keseluruhan ini mencerminkan efisiensi dari
sistem irigasi tetes tersebut. Untuk selama satu musim disebut dengan efisiensi
musiman (Es) dan dhitung dengan:
- Bila perkolasi musiman sama atau lebih kecil daripada kebutuhan pencucian (TR
≤ 1.0/(1.0-LRt) :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 13

E s = EU /12/

- Bila perkolasi musiman lebih besar daripada kebutuhan pencucian (TR > 1.0/(1.0-
LRt) :
EU
Es = /13/
TR (1.0 − LRt )

Tabel 3. Nilai Tr pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah

Tekstur tanah
Kedalaman perakaran
Sangat kasar Kasar Menengah Halus
- Dangkal : < 0.8 m 1.20 1.10 1.05 1.00
- Menengah : 0.8 – 1.5 m 1.10 1.05 1.00 1.00
- Dalam : > 1.5 m 1.05 1.00 1.00 1.00

Kedalaman air irigasi keseluruhan per irigasi (dg) dan per musim (Dg) dalam mm
menjadi:
100d nTr
- Untuk Tr ≥ 0.9/(1.0-LRt) : dg = .../14/ dan
EU
100 DnTR
Dg = ... /15/
EU
100d n
- Untuk Tr < 0.9/(1.0-LRt) : dg = ... /16/ dan
EU (1.0 − LRt )
100 Dn
Dg = ... /17/
EU (1.0 − LRt )

Volume air irigasi (l) keseluruhan per tanaman per hari, G, adalah:
dg
G= S p Sr /18/
f'
sedangkan volume air irigasi keseluruhan dalam satu musim (Vs) dalam ha-m
dihitung dengan:
Dg A
Vs = /19/
K
dimana A : luas tanaman, ha dan K : konstanta (=1000)

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 14

Tabel 4. Nilai ECe beberapa jenis tanaman

Tabel 5. Nilai TR.pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah

Zona iklim dan Tekstur tanah


kedalaman perakaran Sangat kasar Kasar Menengah Halus
Kering
- < 0.8 m 1.15 1.10 1.05 1.05
- 0.8 – 1.5 m 1.10 1.10 1.05 1.05
- > 1.5 m 1.05 1.05 1.00 1.00
Basah
- < 0.8 m 1.35 1.25 1.15 1.10
- 0.8 – 1.5 m 1.25 1.20 1.10 1.05
- > 1.5 m 1.20 1.10 1.05 1.00

c. Emitter

Tipe Emitter
Tipe emitter yang utama antara lain adalah long path, short orifice, vortex, pressure
compensating dan porous pipe. Skema dari beberapa tipe emitter tersebut

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 15

ditunjukkan pada Gambar 15. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes


dapat dibedakan menjadi (Gambar 16) :
a. On-line emitter. On-line emitter di pasang pada lubang yang dibuat di pipa
lateral
b. In-line emitter. In-line emitter di pasang pada pipa lateral dengan cara
memotong pipa lateral.

Emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya (Gambar 17),
yaitu:
a. Point source emitter. Point source emitter di pasang dengan spasi yang
renggang dan mempunyai debit yang relatif besar. Point source emitter dapat
dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun multi.
b. Line source emitter. Line source emitter dipasang dengan spasi yang lebih rapat
dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga
dimasukkan pada katagori ini.

Emitter berpengeluaran tunggal dapat untuk mengairi areal yang sempit atau di
pasang disekitar tanaman yang lebih besar seperti emitter berpengeluaran ganda atau
multi. Emitter berpengeluaran ganda umumnya digunakan untuk tanaman perdu dan
emitter berpengeluaran multi untuk tanaman buah-buahan. Tanaman dalam baris
seperti sayuran lebih sesuai menggunakan line source emitter.

Debit Emitter
Debit emitter dihitung dengan persamaan :
a. Untuk orifice emitter :
1
q = 3.6 AC 0 (2 gH ) 2 /20/

dimana q : debit emitter, l/jam, A : luas penampang orifice, mm2, Co : koefisien


orifice (0.6), H : tekanan, m, dan g : percepatan gravitasi, 9.81 m/det2.
b. Untuk long path emitter :
1
q = 113.8 A(2 gHD / fL ) 2 /21/

dimana D : diameter dalam, mm, L : panjang pipa, m dan f : faktor gesekan


(Darcy-Weisbach).

Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan persamaan
:
q = KH x /22/

dimana : q : debit emitter, l/jam, K : koefisien debit, H : tekanan operasi pada


emitter, m dan x : eksponen debit.

Nilai k dan x dapat ditentukan dengan mengetahui 2 nilai debit (q1 dan q2) yang
dihasilkan dari 2 tekanan (H1 dan H2) yang berbeda. Nilai dihitung dengan:
log(q1 / q 2 )
x= /23/
log( H 1 / H 2 )

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 16

kemudian nilai K dihitung dengan menggunakan persamaan /24/.

Umumnya, nilai x = 0.5 untuk emitter dengan aliran turbulen (orifice dan nozzle
emitter dan sprayer), x = 0 untuk fully compensating emitter, x = 0.7 – 0.8 untuk
long path emitter, x = 0.4 untuk vortex emitter dan x = 0.5 – 0.7 untuk tortuous
path emitter.

Gambar 15.Skema beberapa tipe emitter: (a) orifice emitter, (b) orifice-vortex emitter, (c)
emitter using flexible orifice in series, (d) continuous flow principle for multiple
flexible orifice, (e) ball and slotted seat, (f) long-path emitter small tube, (g) long-
path emitter, (h) compensating long-path emitter, (i) long-path multiple outlet
emitter, (j) groove and flop short-path emitter, (k) groove and disc short-path
emitter (l) twin wall emitter lateral

Variasi Debit Emitter


Emitter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan operasi
yang sama. Akan tetapi, setiap emitter tidak dapat dibuat persis sama. Tingkat
variasi debit emitter ini dinyatakan dengan koefisien variasi pabrikasi emitter
(coefficient of manufacturing for the emitter), v , yaitu:

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 17

(q1 + q 2 + ..... + q n − nq a ) /( n − 1)
2 2 2 2
v= /25/
qa
dimana q1, q2 … qn : debit setiap emitter, l/jam, n : jumlah emitter (≥ 50 buah) dan
qa : debit emitter rata-rata, l/jam.. Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti
pada Tabel 6 berikut.

(a) (b)

Gambar 16. In line emitter (a) dan on line emitter (b)

Tabel 6. Klasifikasi v yang disarankan

Tipe emitter v Klasifikasi


Point source < 0.05 Baik
0.05 – 0.10 Menengah
0.10 – 0.15 Kurang
> 0.15 Tidak baik
Line source < 0.10 Baik
0.10 – 0.12 Menengah
> 0.2 Kurang hingga tidak baik

Pada penggunaan emitter yang lebih dari satu untuk setiap tanaman, diterapkan
system coefficient of manufacturing variation, vs, yaitu :
v
vs = /26/
Np
dimana Np : jumlah emitter per tanaman.

Keseragaman Emisi
Keseragaman pemberian air dari setiap emitter pada keseluruhan sistem irigasi tetes
dinyatakan dengan Keseragaman Emisi (Emission Uniformity, EU) yang dihitung
menggunakan persamaan :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 18

qn '
EU = 100 ; atau /27/
qa
1.27 q
EU = 100(1.0 − v) min /28/
Np qa

dimana qn’ : debit rata-rata dari 25 % debit terendah (l/jam), qa : debit rata-rata dari
keseluruhan emitter (l/jam), dan qmin : debit minimum terendah (l/jam).

Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada
Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering (%)


Point source pada tanaman Seragam c 90 – 95
permanen a Bergelombang d 85 - 90
Point source pada tanaman Seragam 85 – 90
permanen atau semi permanen b Bergelombang 80 - 90
Line source pada tanaman Seragam 80 – 90
tahunan dalam baris Bergelombang 70 - 85
a
spasing > 4 m
b
spasing < 2 m
c
kemiringan < 2 %
d
kemiringan > 2 %

Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 %

Penentuan Debit Dan Tekanan Operasi


Untuk menentukan debit emitter rata-rata (qa), terlebih dahulu tentukan suatu debit
emitter tertentu qa (l/jam), kemudian dihitung lama pemberian air Ta (jam/hari)
dengan persamaan:
G
Ta = /29/
N p qa

Maximum lama pemberian air per hari haruslah < 90 % dari waktu tersedia (24 jam)
yaitu kurang dari 21.6 jam/hari. Selain itu, sistem haruslah dioperasikan srcara
hampir terus-menerus setidaknya 12 jam/hari.

Jika sistem dibagi menjadi beberapa unit stasiun operasi (Ns), maka lama pemberian
air untuk setiap unit menjadi 21.6/Ns jam. Dengan konsep ini, jumlah unit stasiun
operasi yang diperlukan dapat ditentukan dan kemudian di tentukan nilai Ta dimana
12 jam/hari < Ta < 21.6 jam/hari. Pengambilan keputusan penentuan qa dan Ta
adalah sebagai berikut :
a) Jika Ta ≈ 21.6 jam/hari, gunakan satu stasiun operasi, Ns = 1, pilih Ta ≤ 21.6
jam/hari, dan sesuaikan besar qa
b) Jika Ta ≈ 10.8 jam/hari, gunakan Ns = 2, pilih Ta ≤ 10.8 jam/hari, dan sesuaikan
besar qa

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 19

c) Jika 12 < Ta < 18 jam/hari, untuk mendapatkan Ta ≈ 90 %, pilih emitter lain atau
jumlah emitter per tanaman yang berbeda. Hal ini akan mengurangi biaya
investasi.

Gambar 17. Point dan line source emitter

Tekanan emitter rata-rata (Ha) yang memberikan debit yang telah ditentukan (qa)
dapat menggunakan spesifikasi dasar dari emitter yang berupa hubungan antara
debit (q) dengan tekanan (H). Ha dihitung dengan :

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 20

1/ x
⎛q ⎞
H a = H ⎜⎜ a ⎟⎟ /30/
⎝ q ⎠

d. Pipa Lateral

Pipa lateral mengalirkan air dari pipa utama dan pipa pembagi ke alat aplikasi. Pipa
lateral didesain untuk dapat memberikan variasi debit dari alat aplikasi sepanjang
pipa pada tingkat yang dapat diterima. Faktor utama yang menyebabkan variasi
debit dari alat aplikasi sepanjang pipa lateral adalah perbedaan tekanan operasi
sepanjang pipa karena gesekan, kehilangan minor dan perbedaan elevasi.

Umumnya pipa lateral mempunyai diameter yang konstant. Penggunaan beberapa


diameter pipa (semakin mengecil ke arah ujung lateral) dapat menekan biaya
investasi, akan tetapi penggunaan lebih dari 2 diameter pipa menjadi tidak praktis.

Banyak sistem mempunyai sepasang pipa lateral, yang memanjang kearah yang
berlawanan dari pipa pembagi. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa lateral <
3 %, kedua pipa lateral dapat mempunyai panjang yang sama, karena tekanan
operasi dikedua ujung pipa lateral relatif sama. Pada lahan dengan kemiringan
searah pipa lateral yang besar, pipa lateral menaik (upslope) akan lebih pendek sari
pada pipa lateral menurun (downslope).

Hidrolika Pipa Lateral


Kehilangan tekanan karena gesekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Hazen-William :
h f = 0.628 LD −4.871 (100Q / C )1.852 /31/
dimana hf : kehilangan tekanan, m, L : panjang pipa, m, D : diameter pipa, mm, Q :
debit aliran, l/jam, dan C : koefisien (130 – 150).

Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa plastik halus dengan diameter kurang
dari 125 mm disederhanakan menjadi :
100h f Q1.75
J= =K /32/
L D 4.75
dimana J : gradien kehilangan tekanan, m/100 m, hf : kehilangan tekanan karena
gesekan, m, K : konstanta (7.89 x 107), Q : debit aliran, l/det, L : panjang pipa, m,
dan D : diameter dalam pipa, m.

Pemasangan emitter pada pipa lateral menyebabkan tambahan kehilangan tekanan


dan dihitung dengan :
Se + f e
J '= j /33/
Se
dimana J’ : gradien kehilangan tekanan ekivalen dari pipa lateral dengan emitter,
m/100 m, Se : spasi emitter, m, fe : kehilangan tekanan karena pemasangan emitter
dan dinyatakan dengan panjang lateral, m.

Nilai J dari pipa polyethylene disajikan pada Tabel 8 dan nilai fe ditentukan
menggunakan Gambar 18 .

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 21

Kehilangan tekanan pipa lateral dengan pengeluaran (outlet) yang dipasang pada
spasi tertentu (hf) dan debit yang sama dari setiap pengeluaran ditentukan dengan:

h f = J ' FL / 100 /34/


dimana F : koefisien reduksi. Karena pipa lateral selalu mempunyai pengeluaran
lebih dari 15, maka F = 0.36.

Kehilangan tekanan pada titik-titik tertentu sepanjang lateral ditentukan dengan :


2.75
⎡x⎤
h fx = h f ⎢ ⎥ /35/
⎣L⎦
dimana hfx : kehilangan tekanan dari titik x sampai ujung pipa (m), x : jarak antara
titik x dengan ujung pipa (m), L : panjang pipa lateral (m).

Keller dan Karmelli (1975) menyatakan bahwa kehilangan tekanan di pipa lateral
umumnya sebesar 55 % dari kehilangan tekanan total.

Debit pipa lateral rata-rata (Ql) dalam l/menit adalah:

Nq a L qa
Ql = = /36/
60 S e 60

dimana N : jumlah emitter sepanjang pipa lateral

Debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada pipa lateral sama dengan
debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada sub unit (qa dan Ha). Akan
tetapi tekanan operasi minimum pada ujung pipa lateral (Hn’) lebih besar dari pada
tekanan operasi minimum pada sub unit (Hn).

Variasi Tekanan Operasi


Pada pipa lateral, pipa pembagi dan sub unit, tekanan operasi tidak sama pada setiap
titik. Gambar 19 memperlihatkan distribusi debit secara skematik pada suatu sub
unit irigasi tetes.

Tekanan operasi pada sub unit tersebut berada pada Hn sampai Hm, yang akan
menghasilkan debit dari qn sampai qm. Ha merupakan tekanan rata-rata yang
memberikan debit emitter rata-rata.

Minimum debit emitter (qn) yang memberikan EU yang sesuai, ditentukan dengan
persamaan EU berdasarkan qa yang telah ditentukan. Kemudian hitung tekanan
minimal (Hn).

Beda tekanan (ΔHs) rencana yang dibolehkan adalah :

ΔH s = 2.5( H a − H n ) /37/

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 22

Tabel 8. Nilai J dalam m/100 m pipa polyethylene

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 23

Gambar 18. Kurva


hubungan diameter dalam
pipa dengan
kehilangan tekanan karena
emitter

Untuk mendapatkan keseragaman emisi (EU) yang sesuai, tekanan operasi harus
antara Hn dan (Hn + ΔHs). Jika ΔHs yang didapat terlalu kecil untuk mengatasi
gesekan dan perbedaan elevasi, dapat ditempuh beberapa cara, yaitu :
- Ganti emitter dengan nilai x, ν atau keduanya yang lebih kecil
- Naikkan jumlah emitter per tanaman
- Gunakan emitter lain atau ubah sistem agar diperoleh Ha yang lebih besar

Tekanan di pangkal pipa lateral (Hl) dalam m menjadi :

H l = H a + kh f + 0.5ΔEl /38/
dimana k : konstanta (0.75 untuk pipa dengan diameter konstant dan 0.63 untuk pipa
dengan dua diameter yang berbeda) dan ΔEl : beda elevasi antara pangkal dan ujung
pipa lateral, m.

Kehilangan tekanan total pada pipa lateral (ΔHl) menjadi :

ΔH l = h f + ΔEl = H l − H n ' + ΔEl /39/

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 24

Gambar 19. Distribusi tekanan pada sub unit

Pemeriksaan Pipa Lateral


Wu (1977) mengembangkan nomogram untuk memeriksa pipa lateral apakah sangat
sesuai, sesuai, atau tidak sesuai dengan yang direncanakan seperti Gambar 20.
Untuk memeriksa pipa lateral tersebut diperlukan data panjang pipa, tekanan
operasi, kehilangan tekanan dan kemiringan lahan.

Gambar 20. Nomogram pipa lateral

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 25

e. Pipa Pembagi (Manifold)

Pipa pembagi juga merupakan pipa dengan pengeluaran banyak seperti pipa lateral.
Pipa pembagi dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau empat ukuran pipa. Penggunaan
beberapa ukuran pipa dilakukan untuk menekan biaya investasi dan mengendalikan
variasi tekanan. Kecepatan aliran di pipa pembagi dibatasi sampai sekitar 2 m/detik.
Pipa pembagi dapat dipasang kedua arah (pipa pembagi ganda) atau hanya kesatu
arah (pipa pembagi tunggal) dari pipa utama.

Karakteristik Pipa Pembagi


1. Variasi tekanan yang diijinkan
Variasi tekanan yang diijinkan mengikuti persamaan :

(ΔH m ) a = ΔH s − ΔH l /40/
dimana (ΔHm)a : variasi tekanan yang diijinkan, m, ΔHs : variasi tekanan subunit
yang diijinkan, m, dan ΔHl : variasi tekanan sepanjang pipa lateral, m.
2. Panjang pipa
Panjang pipa pembagi tunggal : L = ( N r − 0.5) S r /41/
Panjang pipa pembagi ganda : L p = ( N r − 1) S r /42/
Dimana L : panjang pipa pembagi tunggal (m), Lp : panjang pipa pembagi ganda
(m), Nr : jumlah lateral pada pipa pembagi, dan Sr : spasi lateral (m).
3. Lokasi pipa utama
Pemasukan (intake) dari pipa pembagi ganda diletakkan pada pipa pembagi yang
mengarah ke atas (uphill) yang mempunyai tekanan minimum. Untuk pipa
pembagi dengan satu ukuran, lokasi pemasukan, Y=x/Lp, merupakan titik tengah
dari pipa yang mengarah ke atas dan ke bawah. Sedangkan untuk pipa pembagi
dengan beberapa ukuran, lokasi pemasukan ditentukan dengan kurva pada
Gambar 21.

(ΔH m ) a + YΔE (ΔH m ) a − (1 − Y )ΔE


= /43/
Y (1 − Y )

ΔE 2Y − 1
= /44/
(ΔH m ) a 2Y (1 − Y )

dimana Y : lokasi pemasukan terbaik, x/Lp, dan ΔE : perbedaan elevasi mutlak


diantara kedua ujung pipa, m

4. Tekanan pemasukan
Tekanan pemasukan untuk subunit persegiempat :

H m = H l + kh f + 0.5ΔEl = H l + ΔH m−l /45/


dimana Hm : tekanan pemasukan pipa pembagi (m), Hl : tekanan rata-rata
pemasukan pipa letaral (m), ΔHm-l : jumlah perbedaan tekanan pemasukan pipa
utama dengan tekanan pemasukan rata-rata pipa lateral (m), k : 0.75 untuk pipa
pembagi dengan satu ukuran, 0.63 untuk dua ukuran dan 0.5 untuk tiga atau lebih

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 26

ukuran, hf : kehilangan tekanan pada pipa pembagi karena gesekan (m), dan ΔEl :
perbedaan elevasi ujung pipa pembagi (+ bila menaik dan – bila menurun) (m).

Gambar 21. Kurva untuk menentukan


lokasi pemasukan

Kehilangan Tekanan
Kehilangan tekanan karena gesekan, hf, untuk pipa PVC dapat ditentukan dengan
menggunakan kurva seperti pada Gambar 22 atau menggunakan persamaan Hazen-
William (persamaan 31)

hf juga dapat ditentukan dengan persamaan :

h f = JFL / 100 /46/


dimana J : gradien kehilangan tekanan (Tabel 9) (m/100 m), F : faktor reduksi
(Tabel 10) dan L : panjang pipa pembagi.

Gambar 22.
Kehilangan tekanan
pipa PVC

Untuk sub unit yang tdak persegi empat, kehilangan tekanan pada pipa pembagi
ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung faktor bentuk, Sf, dengan :

S f = (Ql ) c /(Ql ) a /47/


dimana (Ql)c : debit yang masuk ke pipa laeral paling ujung (l/det), dan (Ql)a : rata-
rata debit yang masuk ke pipa lateral sepanjang pipa pembagi (l/det).

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 27

Kehilangan tekanan dihitung dengan :

h f = JFs FL / 100 /48/

dimana Fs : faktor penyesuai (Gambar 23).

Secara umum, kehilangan tekanan di pipa pembagi sebesar 45 % dari kehilangan


tekanan total (Keller dan Karmeli, 1975).

Tabel 9. Gradien kehilangan tekanan pipa PVC

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 28

Tabel 10. Faktor reduksi

Variasi Tekanan
Variasi tekanan pada pipa pembagi, ΔHm, untuk pipa yang mendatar atau menaik
(s ≥ 0):

ΔH m = h f + s (L / 100) /49/

dan untuk pipa pembagi yang menurun (s < 0) atau ΔE < hf :

⎡ ⎛ 0.36 ⎞ L ⎤
ΔH m = h f + ⎢ s ⎜ 1 . 0 − ⎟
n ⎠ 100 ⎥⎦
/50/
⎣ ⎝

dimana s : kemiringan pipa pembagi (+ untuk pipa yang menaik dan – untuk pipa
yang menurun), dan n : jumlah ukuran pipa yang digunakan.

Gambar 23. Faktor


penyesuai

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 29

Kurva Hubungan Ukuran Pipa-Debit-Kemiringan Atau Nisbah Panjang


Dengan Tekanan
Wu dan Gitlin (1974, 1975) mengembangkan dua buah kurva hubungan antara
ukuran pipa pembagi dengan debit total dan kemiringan pipa (Gambar 24) dan
antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan nisbah antara panjang pipa
dengan tekanan operasi (Gambar 25).

Gambar 24. Kurva


hubungan ukuran pipa
pembagi-debit-
kemiringan

Gambar 25. Kurva


hubungan ukuran
pipa pembagi-
debit-nisbah
panjang dengan
tekanan

f. Pipa Utama

Pada sistem irigasi tetes, umumnya pengendalian debit dan tekanan dilakukan di
pemasukan pipa pembagi. Karena itu, kehilangan tekanan di pipa utama tidak akan
mempengaruhi keseragaman dari sistem, terutama sistem irigasi tetes yang
sederhana dengan satu atau dua sub unit. Penentuan pipa utama berdasarkan
pertimbangan ekonomi (biaya) saja, baik biaya untuk memberi tekanan pada al;iran
aitr maupun biaya untuk investasi pipa.

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 30

Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa utama ditentukan dengan


menggunakan persamaan Hazen-William (persamaan 31) berdasarkan debit total
yang dibutuhkan. Pada sistem dengan beberapa sub unit (pipa pembagi), total debit
pada pipa utama akan berkurang dari satu penggal pipa utama ke penggal pipa
berikutnya.

Wu (1975) mengembangkan sebuah nomogram hubungan antara ukuran pipa utama


dengan kemiringan garis energi dan debit seperti Gambar 26.

Gambar 26. Nomogram


hubungan ukuran pipa-
kemiringan garis enersi
dan debit

g. Desain Irigasi Tetes

Desain suatu sistem irigasi tetes adalah merupakan integrasi dari komponen-
komponen (emitter, katup, filter, pipa dsb.) menjadi satu susunan sistem, yang
mampu memasok air kepada tanaman sesuai dengan kebutuhan, pada kondisi tanah,
air dan peralatan yang terbatas. Beberapa faktor ekonomi seperti kesesuaian,
investasi awal, tenaga kerja, menjadi kendala bagi desain.

Data yang diperlukan untuk desain irigasi tetes meliputi data air dan lahan, data
tanah dan tanaman serta data emitter. Data tersebut direkap dalam bentuk tabel data
seperti Tabel 11. Untuk mendapatkan desain hidrolika dari jaringan, dilakukan
serangkaian perhitungan seperti penentuan spasi emitter, debit emitter rata-rata,
tekanan emitter rata-rata, variasi tekanan yang diijinkan dan lama operasi.
Perhitungan-perhitungan tersebut seringkali dilakukan secara coba dan salah (trial
and error) dan hasilnya direkap pada tabel faktor desain seperti Tabel 12.

Tekanan Dinamik Total (Tdh, Total Dynamic Head)


Tekanan dinamik total (TDH) merupakan tekanan pada titik pemasukan sistem dan
merupakan total tekanan yang dibutuhkan untuk :
a) Mengangkat air
b) Kehilangan tekanan pada sistem pemasok
c) Kehilangan tekanan untuk pengendalian sistem (filter, pengukur debit, injektor,
dll)
d) Tekanan yang dibutuhkan pada pemasukan pipa pembagi
e) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi
antara unit utama dengan pipa pembagi
f) Kehilangan tekanan di sub unit (filter, regulator tekanan, dll)
g) Faktor keamanan kehilangan tekanan karena gesekan, umumnya sebesar 10 %
dari total kehilangan tekanan
h) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi penurunan kualitas emitter

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 31

Tabel 11. Data untuk desain

I. PEKERJAAN
II. LAHAN DAN AIR
(a) Jumlah petak
(b) Luas lahan – ha A
(c ) Hujan efektif – mm Rn
(d) Air tanah tersisa - mm Ms
(e) Suplai air – l/det
(f) Water storage - ha - m
(g) Kualitas air – dS/m (mmhos/cm) ECw & SAR
(h) Kelas kualitas air
III. TANAH DAN TANAMAN
(a) Tekstur tanah
(b) Air tersedia- mm/m Wa
(c ) Ketebalan tanah – m
(d) Soil limitations
(e) Defisit diizinkan - % MAD
(f) Tanaman
(g) Jarak tanam - m x m Sp x Sr
(h) Kedalaman perakaran - m Z
(i) Persentase area tertutupi - % Pd
(i) ET rata-rata- mm/hari Ud
(k) Kebutuhan air musiman U
(l) Rasio kebutuhan pencucian (leaching) LRt
IV. PENETES
(a) Tipe
(b) Outlet per emiter
(c ) Head tekanan - kPa [m] P [H]
(d) Debit @ H - l/jam q
(e) Eksponen debit x
(f) Koefisien peubah v
(g) Koefisien debit Kd
(h) Nilai loss karena sambungan & belokan- m f e

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 32

Tabel 12. Faktor desain

I. PEKERJAAN
II. RANCANGAN PENDAHULUAN
(a) Tata letak penetes
(b) Jarak emiter - m x m Se x Sl
(c ) Jumlah emiter per tanaman Np
(d) Persentase area terbasahi - % Pw
(e) Kedalaman maksimum netto – mm dx
(f) Rata-rata transpirasi maksimum - mm/hari Td
(g) Interval maksimum – hari fx
(h) Frekuensi irigasi – hari f’
(i) Kedalaman netto per irigasi - mm dn
(j) Asumsi keseragaman - % EU
(k) Kedalaman gross irigasi - mm d
(l) Kebutuhan air gross per tanaman – l/hari G
(m) Waktu irigasi – jam Tg
III. RANCANGAN AKHIR
(a) Waktu irigasi – jam Tg
*
(b) Interval irigasi– hari f’
(c ) Kedalaman gross per irigasi - mm d
(d) Debit emiter rata-rata - l/jam aa
(e) Tekanan emiter rata-rata - m Ha
(f) Variasi head emiter diizinkan - m ∆Hs
(g) Jarak emiter - m x m Se x Sl
(h) Persentase area terbasahi - % Pw
(i) Jumlah stasiun Ns
(j) Kapasitas sistem - L/jam Os
(k) Efisiensi per musim - % Es
(l) Irigasi per musim – ha m v
(m) Operasi per musim – jam at
(n) total head dinamik l - m TDH
(o) Keseragaman aktual - % EU
(p) Jumlah air irigasi netto - mm/jam In

Teknik Irigasi dan Drainase


Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR 33

PERTANYAAN:

(1) Sebutkan kelebihan dan kelemahan irigasi tetes


(2) Bagaimana caranya menghitung uniformity dan efisiensi pada irigasi tetes
(3) Jelaskan mengapa secara teoritis penerapan irigasi tetes cenderung lebih efisien
dibanding irigasi tetes maupun irigasi permukaan
(4) Jelaskan persyaratan hidrolika pipa pada desain irigasi tetes untuk memperoleh
uniformity yang tinggi
(5) Jelaskan mengapa ada keterkaitan yang erat antara desain irigasi tetes dan
rencana pengoperasian jaringan
(6) Sebutkan komponen utama irigasi tetes serta fungsi-fungsinya
(7) Jelaskan kriteria penerapan irigasi tetes dilihat dari aspek agroklimat dan
lahan/tanah

Daftar Pustaka

1. Benami, A dan A. Ofen, 1984, Irrigation Engineering, IESP, Haifa


2. Giley, J.R.,-, Bahan Kuliah Irrigation Engineering, Texas A&M University,
Texas
3. Jensen, M.E.(ed.), 1980, Design and Operation of Farm Irrigation System,
ASAE, Michigan
4. Keller, J. dan R.D. Bliesner, 1990, Sprinkler and Trickle Irrigation, Van
Nostrand Reinhold, New York
5. Michael , A. M., 1978, Irrigation, Theory and Practices, Vikas Publishing House
PVT.Ltd., New Delhi
6. Phocaides, A., 2000, Technical Hand Book on Pressurized Irrication
Techniques, FAO, Rome, Italy.
7. Prastowo, 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah
dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Teknik Irigasi dan Drainase

You might also like