You are on page 1of 55

Beri Rating: Sebarkan:

Karet anti rusak


Kata Kunci: karet, lemak, polimer, supramolekul Ditulis oleh Chandra Wahyu Purnomo pada 08-01-2009

Profesor kimia Ludwik Leibler dan koleganya di the Paris-based Industrial Physics & Chemistry Higher Educational Institution telah berhasil membuat jaringan supramolekul berbasis mikromolekul yang memiliki sifat-sifat seperti karet yang dapat memperbaiki diri sendiri pada suhu kamar. Elastisitas dari karet biasanya merupakan kontribusi dari molekul makronya, karena jika mikro molekul yang menyusun suatu jaringan maka akan timbul sifat kristal yang tidak elastis. Dan meski beberapa material yang bisa memperbaiki diri sendiri telah dibuat sebelumnya, namun biasanya memerlukan panas untuk memperbaiki kerusakannya seperti pecahan atau sobekan. Molekul-molekul kecil baru, yang terbuat dari asam lemak dengan kombinasi dari satu, dua atau tiga gugus amida yang berbeda, saling berikatan hidrogen satu dengan yang lainnya membentuk jaringan supramolekul. Molekul-molekul kecil yang menyusun sebuah jaringan dan mengalami cross-linking yang reversible dapat bersifat seperti karet. Leibler berkata, Kemampuan menyambung diri ini terjadi karena keberadaan ikatan hidrogen yang banyak, tahan lama dan terbuka pada permukaan patahan. Patahan dari karet ini perlu dihubungkan satu dengan yang lainnya dulu supaya dapat menyambung utuh kembali. Lieber berkata material baru ini tidak bersifat sebagai perekat, karena hanya bagian yang patah atau putus saja yang bisa menyambung kembali. Permukaan patahan masih dapat saling menyambung utuh kembali jika direkatkan dalam jangka waktu kurang dari satu minggu pada suhu kamar.

Dari sudut pandang ilmu kimia, menggunakan turunan asam lemak untuk menyusun material multifungsi dan gugus fungsional baru yang mampu dihubungkan dengan ikatan hidrogen telah membuka jalan lebar bagi pengembangan ilmu material, kata Leiber.

Gambar senyawa penyusun dari jaringan supramolekul dengan kemampuan memperbaiki diri yang tersusun dari molekul asam lemak yang mengandung kombinasi dari 3 amides-amidoethyl imidazolidone (kiri atas), di(amidoethyl) urea (kanan atas), and diamidotetraethyl triurea. Kimiawan polimer Krzysztof Matyjaszewski dari Carnegie Mellon University memberikan pujian kepada para peneliti karena menggunakan bahan baku yang terbarukan dan sederhana yaitu minyak nabati sebagai sumber dari asam lemak. Dia berkata, selama ini material yang dapat memperbaiki diri sangat tergantung dari senyawa kimia dan proses pembuatan yang kompleks.

Karet, Material Andalan Ekspor antara Harapan dan Ancaman


10 August 2009 2,202 views penulis: Purwadi Raharjo Print This Post

Sampai saat ini karet alam masih berperan penting dalam ekspor Indonesia. Melihat data sebelum krisis ekonomi global selama tahun 2000-2007, kontribusi ekspor karet rata-rata sebesar 9.3%, dan menduduki komoditi peringkat kedua dalam total ekspor Indonesia setelah ekspor minyak yang besarnya 11.5%[1]. Suatu angka yang tidak kecil, bahkan volume ekspor karet Indonesia tahun 2007 telah mencapai 2,7 juta ton, yang mampu memberikan nilai sebesar 4,6 miliar dolar AS (sekitar Rp 41,4 triliun). Di saat terjadi krisis sekarang, memang terjadi penurunan permintaan, tapi setelah krisis ekonomi global berlalu nanti, harga karet diprediksi bisa terus meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan karet dunia. Karet alam memang masih menjadi andalan bisnis yang menggiurkan, tapi sebenarnya amankah ekspor karet Indonesia di masa datang? Sebagai negara agraris yang masih menggantungkan harapan devisa besar pada komoditas ini, kelangsungan ekspor getah Hevea Brasiliensis ini akan sangat mempengaruhi keadaan ekonomi negara kita. Harapan: trend teknologi ban ramah lingkungan di Jepang Sekitar 70% lebih karet alam dunia digunakan untuk industri ban. Untuk meningkatkan nilai tambah produknya, para pembuat ban berlomba-lomba untuk mengurangi bahan turunan dari minyak bumi dalam proses pembuatan ban. Semenjak kira-kira tiga tahun yang lalu Sumitomo Rubber Industries Ltd. misalnya, salah satu perusahaan ban mobil terbesar di Jepang, menetapkan visi jangka panjang baru hingga tahun 2015 dengan motto Go for Value. Tidak tanggung-tanggung, target yang dicanangkan dalam visi ini ialah pembuatan produk ban masa depan yang dapat memenuhi tiga kriteria yaitu kenyamanan, keamanan, dan ramah lingkungan[2]. Ban merupakan salah satu komponen mobil yang sangat erat kaitannya dengan masalah lingkungan, sebab pemakaian bahan bakar mobil dan emisi karbondioksida sangat bergantung pada besarnya gesekan antara ban dan jalan ketika mobil melaju. Maka, jenis bahan ban, ketahanannya terhadap aus, dan besar gaya-gaya gesek yang bekerja pada saat mobil sedang berjalan, akan sangat mempengaruhi penghematan bahan bakar dan lingkungan. Sumitomo Rubber Industries tidak segan-segan mengeluarkan dana anggaran untuk membuat program simulasi komputer tercanggih di dunia yang dinamakan Digital Rolling Simulation (DRS) untuk melakukan analisa dinamis terhadap keadaan permukaan tanah ketika suatu ban mobil berputar dalam kecepatan tinggi. Program ini bisa digunakan juga untuk membuat desain model ban baru, diantaranya ban dengan

tingkat kebisingan yang rendah. Ban bermerek LEMANS LM703 yang baru dipasarkan Sumitomo merupakan ban anti bising yang menggunakan jenis spons khusus hasil rekayasa dengan program ini. Selain program DRS, yang lebih ditujukan untuk analisa bentuk dan struktur fisik ban, Sumitomo juga telah mengembangkan program untuk analisa unsur unsur pembentuk ban dan bahan tambahannya sampai simulasi di tingkat molekuler. Program yang dinamakan Deji-kompaundo (digital compound) ini, bisa digunakan untuk merekayasa bahan ban tanpa kandungan karet sintetis atau unsur turunan minyak bumi lainnya. Biasanya dalam proses pembuatan ban konvensional, karet alam dengan komposisi sebanyak 24%, harus dicampur dengan karet sintetis 19%, karet hasil daur ulang 0.3%, steel 14%, serat buatan 7%, carbon black 23% dan bahan campuran lainnya sebanyak 13%, sehingga di dalam ban konvensional 50% lebih masih bergantung pada unsur turunan minyak bumi. Seiring dengan keterbatasan minyak bumi dan isu pentingnya pengurangan efek emisi karbondioksida yang timbul dalam proses pembuatan ban berbahan turunan dari minyak bumi, Sumitomo telah menyadari pentingnya penelitan untuk pembuatan ban dari unsur non minyak bumi. Serat buatan dan karet sintetis dari unsur minyak bumi pun diganti dengan serat tumbuhan dan karet alam, sedangkan unsur tambahannya seperti carbon black diganti dengan silika. Setelah sekitar lima tahun penelitian, pada bulan Maret tahun 2006 lahirlah produk ban pertama dengan kandungan bahan non minyak mencapai sebesar 70%, dengan merk ENASAVE ES801. Bahan ban ini sebagian besar adalah karet alam yang telah dimodifikasi untuk mendapat kekuatan cengkraman ban yang tidak kalah dengan ban konvensional. Kendaraan yang memakai ban ini ternyata mempunyai kemampuan lari lebih tinggi dengan pemakaian bahan bakar lebih rendah. Pada bulan Juli tahun lalu, Sumitomo berhasil memasarkan di Jepang ban ENASAVE 97 dengan kandungan non minyak bumi sampai sebesar 97%. Ban yang memenangkan penghargaan dalam Nikkan Jidosha Shinbun Motor Vehicle Products Awards tahun 2008 itu, mampu mengurangi gaya gesek sampai 35% dan menekan penggunaan bahan bakar sebesar 7% lebih hemat .

Gb. 1 Ban masa depan ramah lingkungan Tidak hanya Sumitomo, produsen ban Jepang lainnya seperti Yokohama Rubber Co. Ltd. juga sedang mulai beralih pada penggunaan karet alam dengan kadar tinggi di dalam produknya. Baru-baru inipun Yokohama mengumumkan ban terbaru yang dinamakan dB Super E-spec yang terbuat dari campuran karet alam dan minyak jeruk sampai kandungan bahan non minyak bumi bisa sampai 80 persen. Artinya, dengan adanya trend produsen ban untuk memproduksi ban ramah lingkungan ini, maka bisa diperkirakan bahwa di masa depan untuk industri ban saja permintaan karet alam akan bertambah sekitar 2-3 kali lipat, sebab kandungan karet alam di dalam ban akan jauh lebih tinggi daripada ban konvensional sekarang. Tingginya kebutuhan akan karet alam di masa depan tidak saja dikarenakan meningkatnya jumlah produksi mobil, tapi juga karena memang adanya kebutuhan ban baru yang ramah lingkungan (green tyre). Peluang ini merupakan sesuatu yang menggembirakan sekaligus memberikan harapan bagi para produsen karet alam termasuk Indonesia, karena industri ban adalah sektor yang paling banyak menggunakan karet alam yaitu sekitar 70% produksi dunia. Ancaman: alternatif lain karet alam Akankah peluang besar di pasar karet internasional di atas, mampu kita raih di masa datang? Kenyataannya, sekarang ini masih ada beberapa persoalan terkait dengan kemampuan kita dalam pengadaan karet ekspor yang berkelanjutan. Di samping masalah besar tentang perlunya peremajaan segera hutan karet di Indonesia tersebut, sebenarnya masih ada lagi isu masalah kesehatan, yang mencuat sejak tahun 1990-an berhubungan dengan penggunaan karet alam yang berasal dari pohon Hevea Brasiliensis ini.

Karet alam Havea disinyalir mengandung jenis protein yang bertanggungjawab terhadap alergi tipe I yang bisa berakibat fatal, bahkan hingga kematian. Di Amerika Serikat, salah satu negara pengimpor karet alam terbesar dari Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 20 juta orang yang alergi terhadap karet Hevea ini [3]. Demikian pula di Eropa dan Jepang, sekalipun tidak sedratis di Amerika jumlah penderita alergi selalu meningkat dari tahun ke tahun. Padahal Amerika Serikat, Eropa dan Jepang saat ini adalah negara-negara pengimpor karet terbesar bersama China. Masalah kedua yang lebih menakutkan ialah isu unsur penyebab kanker yang terkandung dalam karet alam (carcinogen). Karet alam sendiri bukan merupakan unsur penyebab kanker, tapi pada saat dilakukan proses vulkanisasi dengan belerang biasanya ditambahkan bahan kimia tambahan untuk mempercepat proses vulkanisasi (bahan akselerasi). Bahan tambahan inilah yang membentuk nitrosamine yang diduga bertanggung jawab atas penyakit kanker yang ditimbulkan karena kontak dengan karet alam. Apakah vulkanisasi itu? Kalau kita mendengar istilah vulkanisasi, mungkin penafsiran kita ialah proses pembuatan ban vulkanisir untuk mengganti lapisan ban luar yang sudah aus. Sebenarnya kurang tepat kalau istilah vulkanisasi diartikan sebagai penggantian lapisan karet luar ban yang sudah gundul dengan pemanasan ini. Dalam pengertian teknik, istilah vulkanisasi ialah proses pemanasan karet ban setelah dicampur dengan belerang. Namun secara kimiawi, vulkanisasi adalah proses pembentukan polymer karet untuk saling bertautan satu sama lain (cross-linking). Sejak ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Gambar 2 di bawah menunjukkan ilustrasi molekul karet yang divulkanisasi dengan unsur belerang. Tanpa proses vulkanisasi/cross-linking, karet alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu. Karet tersebut lebih lengket, lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini dikarenakan unsur karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai polimer yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk. Jika dilakukan proses vulkanisasi, crosslinking yang terjadi antar rantai polimer itu akan membuat polimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Itulah sebabnya ketika dikenakan tekanan/stress, karet yang sudah dilakukan vulkanisasi akan mudah berubah bentuk, tapi ketika stress dilepas, kembali ke bentuk semula (bersifat lentur). Karena sifat karet alam yang unik inilah, sampai sekarang sulit mencari pengganti karet alam yang digunakan untuk ban pesawat misalnya. Tahukah kita bahwa ban pesawat luar angkasa ulang-alik juga hanya bisa dibuat dari karet alam ini?[4].

Gb. 2 Polimer karet dengan proses vulkanisasi menggunakan unsur belerang. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, bahan akselerasi harus ditambahkan pada lateks karet alam untuk mempercepat proses. Beberapa senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai bahan akselerator diantaranya ialah morpholino(di)thiobenzothiazole, dithiomorpholine, tetramethylthiuram disulfide, Zinc dimethldithiocarbamate dsb., yang bisa membentuk 4-nitrosomorphine and dimethylnitrosamine. Kandungan nitrosamine ini yang merupakan unsur karsinogen yang berbahaya. Melihat dampaknya bagi kesehatan dan keterbatasan kuantitas karet alam, akibatnya orang mulai mencari bahan alternatif sebagai pengganti karet alam dari pohon Hevea ini. Dewasa ini telah diketahui adanya karet alam yang tidak menyebabkan alergi yaitu karet dari tumbuhan semak guayule (Parthenium argentatum). Untuk mengatasi masalah alergi dan sekaligus mengurangi ketergantungan total pada impor karet dari Asia Tenggara ini, tidak tanggung-tanggung Pemerintah Amerika Serikat melalui departemen pertaniannya telah menyediakan dana sebesar 2,3 juta US dollar untuk membiayai proyek penelitian tanaman ini selama 4 tahun kepada tim peneliti gabungan dari universitas di Meksiko, Arizona, California dan Texas. Bahkan sejak tahun 2006, Departemen Pertanian Amerika Serikat sudah menunjuk sebuah perusahaan karet besar Yulex untuk membuat varietas unggul guayule yang bisa memberikan hasil panen yang berlipat dengan menggunakan rekayasa bioteknologi. Jika penelitian-penelitian ini berhasil, bukan tidak mungkin karet alam Hevea akan tersingkirkan, karena selain aman bagi kesehatan juga berbeda dengan karet Hevea yang hanya bisa tumbuh di daerah tropis, karet guayule selain bersifat hypoallergenic, mudah juga ditanam di padang tandus subtropis seperti di benua Australia yang luas. Urgensi muatan teknologi pada karet alam Indonesia

Sebagai salah satu penghasil karet alam terbesar dewasa ini, Indonesia boleh merasa gembira karena adanya prediksi peningkatan kebutuhan karet alam dunia di masa depan. Akan tetapi untuk menangkap peluang tersebut dan mempertahankan ekspor karet kita dari ancaman bahan alternatif lain, setidaknya ada dua hal yang menyangkut kebijakan karet yang harus segera dilakukan segera. Pertama, tentunya peremajaan pohon-pohon karet dan perluasan hutan karet. Hal ini sudah sering dikampanyekan dalam programprogram pemerintah. Tinggal pelaksanaannya yang semestinya diperlancar, sehingga hambatan birokrasi pendanaan dan permasalahan bibit mudah teratasi. Kedua ialah penerapan teknologi-teknologi mutakhir agar karet alam Indonesia bisa bersaing di pasar internasional. Hal yang kedua ini agaknya belum dilihat secara serius oleh semua pihak yang terkait, termasuk pemerintah lewat PTP Nusantara yang mengelola langsung perkebunan karet. Padahal dengan proses pengolahan karet Hevea Brasiliensis sekarang ini yang masih terkandung protein alergen dan karsinogen ini, Hevea dikhawatirkan akan ditinggalkan jika berhasil diperoleh alternatif karet alam lain seperti karet guayule, yang lebih kecil dampak negatifnya bagi kesehatan. Dewasa ini, dengan beberapa teknologi irradiasi, protein alergen di dalam getah karet Hevea ini bisa dikurangi. Pertama ialah teknik irradiasi dengan sinar gamma 60Co. Proses irradiasi dengan sinar gamma tidak saja mampu mengurangi protein alergen, tapi juga bisa dilakukan proses vulkanisasi tanpa penambahan bahan akselerator berbahaya, sehingga bisa terhindar proses pembentukan senyawa nitrosamin, si penyebab kanker[5]. Teknik irradiasi dengan sinar gamma ini untuk tujuan ini sebenarnya sudah cukup mapan dan telah biasa dilakukan di Batan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Serpong, hanya saja untuk pengoperasiannya diperlukan investasi awal yang cukup tinggi termasuk bangunan radiation shielding yang terbuat dari beton tebal sehingga agak sulit untuk bisa diterapkan langsung di daerah sekitar lokasi hutan karet. Di masa akan datang, teknik irradiasi dengan berkas elektron cukup menjanjikan sebagai alternatif irradiasi dengan sinar gamma. Seperti halnya sinar gamma, teknologi irradiasi berkas elektron pada karet alam ini terbukti bisa menghasilkan proses vulkanisasi tanpa belerang, dan bisa pula digunakan untuk mengurai protein alergen pada karet alam[6].

Gb. 3 Salah satu mesin berkas elektron konvensional (tipe filamen panas) yang ada di BATAN Selain itu, proses penghilangan protein alergen ini bisa dilakukan in-situ di dekat lokasi perkebunan karet, karena memungkinkan untuk dibuat mesin berkas elektron yang mudah dipindah-pindah (mobile), dengan konsumsi tenaga listrik yang tidak banyak. Apalagi sekarang tengah dikembangkan mesin berkas elektron dengan luas penampang berkas yang luas. Berbeda dengan Mesin Berkas Elektron (MBE) konvensional yang prinsip dasarnya mirip tabung CRT (Cathode Ray Tube) televisi di mana sumber elektron adalah filamen panas dan berkas elektron titik digerakkan untuk scanning, MBE baru ini bisa menghasilkan berkas elektron dengan penampang sebesar 1565 cm tanpa proses scanning. Dari percobaan iradiasi latex menggunakan MBE yang bersumber plasma ini, diketahui karet alam yang masih fresh ternyata bisa mencapai kualitas sifat mekanik yang lebih baik tanpa bahan akselerator[7]. Kelebihan lain dari MBE ini ialah bisa dibuat power supply yang lebih kecil sehingga bisa dirancang suatu sistem MBE yang kecil dan bisa dipindah-pindah (mobile). Salah satu hambatan mengapa ban kendaraan yang dibuat Sumitomo tidak bisa sampai 100% bahan non minyak bumi adalah karena 3% merupakan bahan tambahan yang diperlukan untuk vulkanisasi dengan belerang[8]. Kelak, permasalahan ini bisa teratasi dengan MBE karena memungkinkan kita untuk melakukan vulkanisasi pada karet alam tanpa diberi bahan tambahan, sehingga ban impian yang ramah lingkungan dengan bahan non minyak bumi lebih dari 97% bisa terwujud. Sudah selayaknya Indonesia, sebagai produsen karet alam terbesar di dunia, serius melihat dan mengembangkan teknologi-teknologi yang ada untuk menghilangkan protein alergen yang terkandung dalam karet alam Hevea ini. Keuntungan penjualan hasil ekspor karet selama ini selayaknya disisihkan untuk melakukan investasi awal pembelian mesin pengolah yang canggih termasuk berbagai penelitian agar diperoleh karet bebas protein alergen. Teknologi ini, tidak saja membebaskan dari alergen, tapi juga bisa

menghilangkan resiko kanker yang sangat ditakuti. Memang diperlukan investasi yang mahal, tapi tentunya tidak akan sebesar biaya yang dikeluarkan Amerika untuk mencari bahan alternatif yang akan mengancam ekspor karet alam kita di masa datang. Jangan sampai di masa datang karet alam Hevea bernasib sama dengan formalin atau asbestos yang mulai dikurangi pemakaiannya karena dianggap membahayakan kesehatan. Ikhtisar: -Kebutuhan karet alam dunia akan melonjak cukup tinggi karena adanya trend pembuatan ban ramah lingkungan di negara-negara maju terutama Jepang. -Kandungan protein alergen dan karsinogen di dalam karet Hevea Brasiliensis merupakan masalah besar yang bisa mengancam ekspor karet Indonesia di masa depan. Sementara di Amerika Serikat sudah mulai penelitian tanaman Guayule untuk bahan alternatif karet Hevea. -Di samping program peremajaan hutan karet di Indonesia, perlu segera dilakukan peningkatan muatan teknologi untuk memperoleh karet Hevea bebas protein alergen, misalnya dengan teknik iradiasi berkas elektron .

Bentuk Polimer : Elastomer (karet)


Kata Kunci: elastomer, karet, karet alam, karet stirena - buatdiena, lateks, Permen karet, polimer isoprena, vulkanisasi Ditulis oleh Utiya Azizah pada 18-04-2009 Proses lain yang sering terjadi pada gabungan reaksi dengan reaksi adisi atau reaksi kondensasi merupakan gabungan/ikatan bersama dari banyak rantai polimer. Hal ini disebut ikatan silang, dan ikatan silang ini memberikan kekuatan tambahan terhadap polimer. Pada tahun 1844, Charles Goodyear telah menemukan bahwa lateks dari pohon karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk ikatan silang antara rantairantai hidrokarbon di dalam lateks cair. Karet padat yang dibentuk dapat digunakan pada ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi, untuk menghormati dewa Romawi yang bernama Vulkan. Perhatikan Gambar 10, karet alam merupakan polimer adisi alam yang paling penting. Karet disadap dari pohon karet dalam bentuk suspensi di dalam air yang disebut lateks. Karet alam adalah polimer isoprena.

Gambar 10. Karet alam dan karet sintetis. Lateks atau karet alam yang dihasilkan dari pohon karet bersifat lunak/lembek dan lengket bila dipanaskan Kekuatan rantai dalam elastomer (karet) terbatas, akibat adanya struktur jaringan, tetapi energi kohesi harus rendah untuk memungkinkan peregangan. Contoh elastomer yang banyak digunakan adalah poli (vinil klorida), polimer stirena-butadiena-stirena (SBS) merupakan jenis termoplastik elastomer.

Saat perang dunia II, persediaan karet alam berkurang, industri polimer tumbuh dengan cepat karena ahli kimia telah meneliti untuk pengganti karet. Beberapa pengganti yang berhasil dikembangkan adalah neoprena yang kini digunakan untuk membuat selang/pipa air untuk pompa gas, dan karet stirena buatdiena (SBR /styrene butadiene rubber), yang digunakan bersama dengan karet alam untuk membuat ban-ban mobil. Meskipun pengganti pengganti karet sintesis ini mempunyai banyak sifatsifat yang diinginkan, namun tidak ada satu pengganti karet sintesis ini yang mempunyai semua sifat-sifat dari karet alam yang dinginkan.

Sejarah Perkembangan Karet


Posted by deno on Nov 11, 2010 in Chemical Engineer, Engineer | 1,022 comments Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat melantun bila dijatuhkan ketanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan diatas unggun dan dibulatkan seperti bola. Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil karet utama, dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini. Seorang ahli kimia dari Iggris pada tahun 1770 melaporkan bahwa, karet digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. sejak 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus tulisan pensil, dan jadilah karet itu di Inggris disebut dengan nama Rubber (dari kata to rub, yg artinya menghapus), sebelumnya remah roti biasa digunakan orang untuk menghapus tulisan pensil. Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (menyerupai karet) ialah elastomer, tetapi sebutan rubber-lah lebih populer di kalangan masyarakat awam. Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan dan digunakan oleh penduduk asli di daerah asalnya yaitu Brazil, Amerika selatan. Akan tetapi meskipun telah diketahui

penggunaannya oleh columbus dalam pelayarannya ke Amerika selatan pada akhir abad ke X1V, sampai pada saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi kaku di musim dingin dan lengket dimusim panas, sampai seorang yang bernama Charles Goodyear yang melakukan penelitian pada 1838 menemukan bahwa, dengan dicampurkannya belerang dan dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet. Pada waktu pendudukan jepang di Asia Tenggara dalam WWII, persediaan karet alam di negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis dalam waktu beberapa bulan. Pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini membuahkan hasil dalam waktu singkat dan terus berkembang sesudah WWII berakhir pada 1945. Dalam jangka waktu 3 tahun sesudah berakhirnya WWII, sepertiga karet yag dikonsumsioleh dunia adalah karet sintetik. Pada 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh dunia, sebaliknya, karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton dan terus. Karet cukup baik dikembangankan di daerah lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu: (1) Dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, (2) Mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi lahan kritis, (3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, dan (4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena kebutuhan karet dunia semakin meningkat setelah China membuka pasar baru bagi karet Indonesia Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis. Namun bahan berbeda sifat bahan dasarnya, misalnya : a. b. c. Kekuatan elastic Daya ukur maksimum Daya lentur (resilience)

Menurut skema Standart Karet Indonesia (SIR) ada empat tingkatan dasar karet cetakan, yaitu :

SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Untuk setiap tingkatan, kadar kotoran, kadar abu, kadar uap, kadar nitrogen, tingkat kekentalan dan warna dikhususkan secara teliti. Sejak abad ke-19 industri karet mulai menggunakan cara manufaktural (lewat pabrik) dan peralatan yang sederhana. Lateks Getah putih yang berbentuk cairan dikenal dengan nama lateks yang berasal dari getah pohon karet atau dikenal secara umum dikenal dengan sebutan Havea brasilensis dari keluarga Euphorbia Ceae. Lateks ini umumnya mengandung kadar karet kering antara 25-35%. Lateks ini kemudian dipekatkan dengan metode sentrifugal sehingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih, lateks pekat ini memiliki karakteristik yaitu menggumpal pada kondisi larutan asam ataupun panas (temperatur 60-70C) begitu juga adanya mikroorganisme yang akan menguraikan protein dalam lateks sehingga terjadi pembusukan dan penggumpalan. Untuk mencegah penggumpalan lateks sebelum dan sesudah dipekatkan perlu pemberian bahan penangkal pembekuan atau juga disebut bahan pengawet. Selanjutnya untuk memproduksi lateks pekat dengan mutu yang lebih baik syaratnya tergantung dari kecermatan dan kebersihan kerja. Kecermatan dan kebersihan kerja perlu ditingkatkan agar mutu produksi lebih baik.proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : Pemusingan (sentrifugal) Pendadihan (Creaming) Penguapan (Evaporating)

Mutu Lateks dan Sifat Karet IRR 5 menghasilkan lateks yang stabil dengan warna putih dan prakoagulasi yang tergolong rendah. Berdasarkan analisis mutu lateks, klon IRR 5 mempunyai KKK (kadar karet kering) lateks kebun = 34,49%, nilai Po (plastisitas awal) = 42, PRI (Indeks Retensi Plastisitas) = 98, VR (Viskositas mooney) = 78, kadar Mg = 83,2 dan indeks lovibond = 10. Dengan sifat-sifat tersebut maka lateks klon IRR 5 sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.

Vulkanisasi Karet
Kata Kunci: aktivator, karet, karet sintetis, rubber, vulkanisasi Ditulis oleh Adi Riyadhi pada 07-03-2008

Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin berkembang dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin banyak produk yang dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Saat ini jumlah produksi dan konsumsi karet alam jauh di bawah karet sintetis. Kedua jenis karet ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik, tidak mudah panas dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan. Karet sintetis lebih tahan terhadap berbagai bahan kimia dan harganya relatif stabil. Contoh karet sintetis yang banyak digunakan yaitu styrene butadiene rubber (SBR) Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi. Proses Vulkanisasi Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini

terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik. Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus serta preserve its extensibility. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO. Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium. Bahan-bahan tambahan Akselerator : Hingga tahun 1900-an, vulkanisasi karet masih merupakan proses yang lambat, sehingga lebih banyak sulfur yang digunakan daripada jumlah optimumnya. Waktu curing beberapa jam, oleh karena itu dibutuhkan bahan yang mampu mempercepat proses vulkanisasi. Kalsium, magnesium atau seng oksida (akselerator anorganik) dapat mempercepat proses vulkanisasi. Industri karet mengalami perubahan besar ketika diperkenalkan akselerator organik untuk vulkanisasi. Diantaranya ialah senyawa-senyawa yang mengandung sulfur seperti tiourea, tiofenol, merkaptan, ditiokarbamat, tiuram disulfida ditambah akselerator nonsulfur seperti urea. Selain dengan cara mengawali pembentukan radikal bebas atau dengan mengikat proton, beberapa akselerator dapat bekerja dengan bantuan panas. Beberapa akselerator memerlukan aktivator dalam kerjanya. Aktivator : Keberadaan oksida logam atau garam dari kalsium, seng atau magnesium diperlukan untuk mencapai efek penuh dari hampir semua jenis akselerator. Kelarutan dari bahan sangat penting. Oleh karena itu, oksida-oksida logam banyak digunakan bersama asam organik seperti asam stearat atau sabun dari logam yang digunakan (stearat, laurat). Disamping kebutuhan akan aktivator, dengan akselerator seperti merkaptobenzotiazol, adanya oksida logam menjadi sangat penting dalam menentukan jenis reaksi ikatan silang yang terjadi. Ikatan yang terbentuk adalah jembatan ion yang kuat yang terbentuk ketika vulkanisasi. Bahan Pengisi (filler) : Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti tensile strength, stiffness, tear resistance, dan abrasion resistance. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Hanya sedikit bahan pengisi yang

bersifat memperbaiki satu atau dua sifat karet alam. Sementara yang lainnya melemahkan vulkanisat pada satu atau dua sifat. Bahan tersebut dikenal sebagai inert fillers. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam adalah satu-satunya bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Proses Pembuatan Karet Sintetik

Polymerization Polymerisasi ialah merupakan proses awal dari pembuatan karet sintetik, pada tahap ini ada tiga motode yang digunakan yaitu emulsion, microemulsion, and suspension polymerization. Proses ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar sekelas Du Pont, Dow, GE, Ausimont, Daikin and Dyneon. Isolation Pada tahap ini, backbone polymers diisolasi, dikeringkan, dan dibersihkan. Setelah tahap ini, maka polimer tersebut sudah siap untuk diolah oleh compounder. Compounding (mixing) Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam menentukan sifat2 tambahan dari suatu polimer/karet. Karena pada tahap inilah compounder meracik resepnya untuk menghasilkan bahan baku yang sesuai keinginannya/pesanan. Pengalaman dan pengetahuan compounder pada tahap ini sangat krusial untuk menghasilkan material yang berkualitas. Extrusion/Forming/Premolding Setelah selesai di mixing, maka material yang masih berbentuk lembaran dibentuk lagi

menyerupai produk akhir supaya dapat dengan mudah diproses pada molding nantinya. misalnya untuk O-Ring, material tersebut dibentuk menyerupai kabel panjang. Molding Proses inilah yang menentukan akan berbentuk seperti apakah produk akhir. dengan kombinasi panas dan tekanan yang sesuai, maka akan didapat produk akhir yang sempurna. Flash Removal Setelah dari proses molding, biasanya pada produk masih terdapat sisa-sisa material yang menempel, pada tahap ini sisa-sisa tersebut dipisahkan sehingga didapat produk akhir yang sesusai dengan cetakan. Post Curing Terkadang pada tahap molding tidak semua proses kimia dapat terjadi dengan sempurna, sehingga untuk menghabiskan sisa-sisanya dilakukan proses curing. Finishing & Inspection Setelah selesai diproses, maka produk akhir hendaknya dibersihkan dan dilakukan pengetesan apakah sudah sesuai dengan harapan atau tidak. Cleaning Semua proses telah selesai dan produk akhir yang didapat telah sempurna, maka produk tersebut dicuci bersih dari kotoran-kotoran yang mungkin menempel pada proses produksi sebelumnya. Packaging Setelah produk akhir sudah bersih, dan siap untuk dikirim/disimpan. sebaiknya dimasukan kemasan agar tidak terkontaminasi dari lingkungan luar. Semua proses diatas ialah teoritis, yang mana pada saat dilapangan seringkali prakteknya tidak sesederhana demikian. Proses Terbentuknya Lateks Seperti yang telah dijelaskan lateks berasal dari partikel karet yang dilapisi protein dan fosfolipid. Protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein yang terdapat dalam partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi

penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7. Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan. Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel karet dan menggumpalkan karet. 1. 3. Klasifikasi Karet

Jenis Karet Alam Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah : 1. a. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 amacam : 1. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggunpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan). 2. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. 3. Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut 4. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. 1. b. Karet alam konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut : 1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik. 2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis. 3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate. 4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah. 5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang. 6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya. Scrap tanah tidak boleh digunakan. 7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam

8. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan. 9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melelui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaranlembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek. 1. c. Lateks Pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateksdan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

1. d.

Karet bongkah (block rubber)

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandelabandela denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

1. e.

Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku pada jenis ini

1. f.

Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.

1. g.

Karet reklim (reclaimed rubber)

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Jenis Karet Sintetis Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karet sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Jenis karet sintetis diantaranya adalah: 1. SBR (styrene butadiene rubber) Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet alam. 2. BR (butadiene rubber)

Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR. 3. IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap. 4. IIR (isobutene isoprene rubber) IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan. 5. NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile buatadiene rubber NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang dimiliki maka daya tahan terhadap minyak, lemak dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi. Cara mengatasinya dengan memilih NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai dengan keinginan. NBR memerlukan pula penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester. 6. CR (chloroprene rubber) CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik. 7. EPR (ethylene propylene rubber) Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Pada proses vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun

bahan pengisi dan bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah. 1. 4. Varietas Tanaman Karet

Jenis varietas yang dikembangkan untuk industri: 1. Klon IRR 5 Potensi keunggulan : Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Ratarata produksi 1,8 ton/ha/tahun. Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun. Kadar karet kering (KKK) 34,5%. Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10. Resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichum dan Corynespora. Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan moderat terhadap gangguan penyakit cabang (jamur upas) dan mouldirot.

2. Klon IRR 42 Potensi keunggulan: Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Ratarata produksi 5,68 kg/pohon/tahun. Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun. Resisten terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum, Corynespora dan Oidium. Kadar karet kering (KKK) 36,5%. Lateks dapat diproses menjadi SIR5.

3. Klon IRR 118 Potensi keunggulan: Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu. Ratarata produksi 2,1 ton/ha/tahun. Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun. Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan produk RSS, serta SIR 3L, SIR 5 dan SIR 10/20. Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan Colletotrichum.

4. Karet Busa Alam Potensi keunggulan: Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan murah. Konsumsi busa sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta lembar (Rp47 miliar), busa plastik 722.000 m2 (Rp665 juta), dan busa jok mobil 4.500 unit (Rp186 juta). Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena bahan bakunya (isosianat) bera cun dan bersifat karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap busa alam meningkat. Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam hal kenyamanan dan umur pakai. Untuk memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya memerlukan ketebalan sepertiga dari busa sintetis. 1. 5. Pengelompokkan Industri Karet Dan Barang Karet 1. Kelompok Industri Hulu

Bokar (bahan olahan karet) Kayu karet 1. Kelompok Industri Antara Crumb rubber ( karet lemah )

Sheet / RSS Letak pekat Thin pole crepe Brown crepe 1. Kelompok Industri Hilir Ban dan produk terkait serba ban dalam Barang jadi karet untuk keperluan industri Barang karet untuk keperluan Alas kaki dan komponennya Barang jadi karet untuk penggunaan umum Alat kesehatan dan Laboratorium 1. 6. Persiapan Bahan Baku Industri Karet dan Lateks

Hal yang pertama adalah pemilihan bahan baku. Untuk menghasilkan pohon karet yang baik perlu diperhatikan: Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 2428 derajat C. Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet. Curah hujan optimal antara 1.5002.000 mm/tahun. Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 57 jam/hari. Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat melalukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adal ah 23 meter). Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman karet dengan pemupuka n dan pengelolaan yang baik. Tanah latosol dan aluvial juga dapat ditanami karet. Keasaman tanah yang baik antara pH 56 (batas toleransi 48) Ketinggian Lahan, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl.

Dalam pemilhan bahan baku dilakukan diagnosis lateks. Diagnosis lateks penting untuk menggambarkan tingkat tekanan fisiologis dan pengaruhnya terhadap kesehatan tanaman. Dalam diagnosis lateks diamati kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik (FA), dan kadar tiol. Kadar sukrosa lateks berkaitan erat dengan tingkat eksploitasi yang diterapkan. Kandungan Sukrosa dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan meningkatnya intensitas eksploitasi, ambang batas nilai sukrosa adalah 4 mM, apabila intensitas eksploitasi ditingkatkan sehingga kadar sukrosa di bawah 4 mM maka akan menimbulkan kekosongan bahan penyusun (perkusor) lateks (isoprena).

Fosfat anorganik (FA) adalah indikator bagi aktivitas metabolik, dalam hal ini menggambarkan kemampuan tanaman mengubah bahan baku (sukrosa) menjadi partikel karet. Kadar Tiol (R-SH) merupakan indikasi penting yang berhubungan dengan kerentanan fisiologis lateks terutama pada kejadian kering alur sadap (KAS). Fungsi tiol adalah mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status tiol menunjukkan respons tanaman terhadap tekanan eksploitasi. Kadar tiol berbanding terbalik dengan intensitas eksploitasi. Semakin tinggi intensitas eksploitasi, maka semakin rendah kadar tiol. 1. 7. Proses Industri Karet dan Lateks

Tahap pengolahan Crumb Rubber meliputi : 1. Peremahan Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator. Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna. 1. Pengeringan Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122oC untuk bahan baku kompo dan 110oC untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40oC. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.

1. Pengepresan Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm. 1. Pembungkusan dan Pengepakan Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan tebal 0,03 mm dan titik leleh 108oC. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti kemas dengan susunan saling mengunci. 1. 8. Prokoagulasi

Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan (prakoagulasi) dapat dibagi 2 yaitu : 1. Penggumpalan spontan 2. Penggumpalan buatan Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busuk. Sedangkan penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam. Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidaldari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung didalamnya. Bagian- bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikelpartikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan. Penyebab terjadinya prakoagualasi antara lain sebagai berikut : 1. Penambahan asam Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks titik isoelektriknya sehingga lateks kebun membeku (pH lateks kebun 6,9).

2. Mikroorganisme Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme banyak terdapat dilungkungan perkebunan karet (pepohonan, udara, tanah, air atau pada alat-alat yang digunakan). Mikroorganisme ini menghasilkan asamasam yang menurunkan pH mencapai titik isoelektrik sehingga Lateks membeku serta menimbulkan rasa bau karena terbentuknya asam-asam yang mudah menguap (volatile fatty acid). Bila banyak mikroorganisme maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. 3. Iklim

Air hujan akan membawa zat penyamak, kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan mengkatalisis terjadingan prakoagualasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi. 4. Pengangkutan Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan lateks. Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid. 5. Kotoran atau bahan-bahan lain yang tercampur Lateks akan mengalami prakoagualasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit. Prakoagualasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagualasi antara lain sebagai berikut : Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran atau air got. Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada

beberapa macam, tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya zat tersebut dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagualasi. Dalam pemakaiannya zat antikoagulan bias digabung untuk menambah daya antikoagulasinya, bisa dua macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini contoh beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat- tempat pengolahan karet. 1. Soda atau natrium karbonat (Na2CO3) Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang akan mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheets (RSS) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung-gelembung atau bubbles. Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml larutan soda tanpa air kristal (soda ash) 10% setiap liter lateks. 2. Amonia (NH3) Zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena : Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks kebun Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi ammonia secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis ammonia yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagualasi adalah 5-10 ml larutan ammonia 2,5% untuk setiap liter lateks. 3. Formaldehid Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibanding zat lainnya, karena: Kurang baik apabila digunakan di musim hujan Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO HCOOH) yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur pada lateks. Oleh karena itu, formaldehid yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak, apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Seteleh formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagualasinya.

4. Natrium sulfit (Na2SO3) Pemakaian zat ini sebagai zat antikoagulan paling merepotkan, karena : Bahan ini tidak tahan lama disimpan Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap. Selain sebagai antikoagulan natrium sulafit juga bias memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks. Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheet (RSS) rata-rata menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulan yang baiasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit. Untuk mendapatkan dosis antikoagulan yang paling tepat dapat dicoba dengan dosis rendah terlebih dahulu. Apabila belum mencukupi, maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Untuk patokan dapat digunakan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Zat antikoagulan harus diberikan secpat mungkin setelah lateks disadap. Apabila mungkin penambahan antikoagulan pada mangkuk- mangkuk penampung lateks perlu dilakukan, kecuali untuk formaldehid. Dengan cara ini pencegahan prakoagulasi berjalan lebih efektif. Cara ini membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menaruh antikoagulan, pada setiap mangkuk pada batang karet yang disadap, berarti juga penambahan biaya. 1. 9. Permasalahan yang Dialami Industri Karet dan Lateks

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi industri karet dan lateks, diantaranya: 1. Masih rendahnya produktivitas tanaman dan baru sekitar 40% yang menggunakan klon unggul 2. Belum terpenuhnya persediaan bibit unggul 3. Masih rendahnya kualitas bokar 4. Besarnya kapasitas terpasang pabrik crumb rubber jauh melebihi ketersediaan bahan olahkaret 5. Masih rendahnya kualitas SDM petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan 6. Rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga 7. Masih lemahnya dukungan prasarana dan sarana 8. 10. Manfaat Hasil Olahan Karet dan Lateks Hasil Olahan karet dan lateks memiliki banyak manfaat diantaranya :

1. Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang, antara lain: 1. Bahan mesin-mesin penggerak. 2. Ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besardan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. 3. Bahan baku perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya shock absorbers. 4. Bahan tahanan dudukan mesin. 5. Pembuatan lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alatalat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. 6. Pembuatan jembatan sebagai penahan getaran. 7. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan macam-macam oil seals banyak juga yang menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan bahan plastik. 8. Alat-alat rumah tangga dan kantor seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta peralatan tulis menulis seperti karet penghapus menggunakan jasa karet sebagai bahan pembuat. 9. Beberapa alat olahraga seperti bermacam-macam bola maupun peralatan permainan 10. Peralatan dan kendaraan perang banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya pesawat tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep. 11. Karet sintetis memiliki berbagai manfaat diantaranya: 1. Jenis NBR (Nytrile Butadiene Rubber) biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membran, seal, gasket, serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas 2. Jenis CR (Chloroprene Rubber) digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket, dan sabuk pengangkut. 3. Jenis CR digunakan untuk perekat. 4. Jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, juga pembalut kawat listrik, serta pelapis bagian dalam tangki penyimpan lemak atau minyak. 5. Jenis EPR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kabel listrik. Sebenarnya manfaat karet bagi kehidupan manusia jauh lebih banyak daripada yang telah diuraikan di atas. Karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan banyak bidang kehidupan lain yang vital bagi kehidupan manusia. Manfaat secara tak langsung pun banyak yang dapat diperoleh dari barang yang dibuat dari bahan karet. 1. 11. Solusi Limbah Lateks Inovasi menawarkan kemungkinan untuk mengubah masalah yang dilematik menjadi berkah besar. Sejak lama pabrik lateks sinonim dengan bau busuk dan pencemaran.

Dengan teknologi bio konversi, bau dan pencemaran ditukar dengan produk-produk sampingan yang bernilai tinggi. Limbah lateks pekat merupakan polutan yang potensial jika tidak ditangani dengan baik. Pengolahan limbah lateks untuk memenuhi persyaratan lingkungan semata, akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Kini limbah lateks dapat dikonversi secara mikrobiologis untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai tambah ekonomis tinggi seperti: IAA (hormon tumbuhan), pupuk bio organik, dan biomassa mikroalga. Proses biokonversi dapat dibuat berlangsung simultan dengan pengolahan limbah, sehingga bisa mengurangi volume limbah dan sekaligus menghilangkan bau busuk. Pupuk bio organik yang dihasilkan terbukti dapat menghemat sampai 50% pupuk kimia pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, serta tanaman penutup tanah. 1. B. 2. 1. Industri Kulit Pengertian Industri Kulit

Industri kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi. 1. 2. Proses Industri Kulit

Dalam industri kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit,yaitu: Proses Pengerjaan basah (beam house). Proses Penyamakan (tanning). Penyelesaian akhir (Finishing). Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki. Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu: 1. Penyamakan Nabati. Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu

quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll. 2. Penyamakan mineral. Penyamak dengan bahan penyamak mineral, misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock). c. Penyamakan minyak. Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll. Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi. Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketigatiganya sekaligus. Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sebagai berikut: 1) Tahapan proses pengerjaan basah ( beam house)

Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan dan limbah yang dikeluarkan diantaranya: 1. Perendaman ( Soaking) Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.

2. Pengapuran ( Liming) Maksud proses pengapuran ialah untuk: Menghilangkan epidermis dan bulu. Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak. Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 36 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari. Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas.

3. Pembelahan (Splitting) Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah (Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.

4. Pembuangan Kapur (Deliming). Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya : Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah. Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.

5. Pengikisan Protein ( Bating) Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain: Sisa- sisa akar bulu dan pigment. Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan. Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama. Sisa kapur yang masih ketingglan.

6.

Pengasaman (Pickling)

Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk: Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal. Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.

2)

Tahapan Proses Penyamakan (Tanning)

Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman). Proses penyamakan diantaranya: 1. Penyamakan Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:

1)

Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati, diantaranya:

Cara Counter Current Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu. Sistem samak cepat. Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.

2)

Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral, diantaranya:

Menggunakan bahan penyamak krom Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 033,33%, molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam.

Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak. Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari. Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

2. Pengetaman (Shaving). Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir jam.

3. Pemucatan ( Bleaching). Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan tujuan: 1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam. 2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit. Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama - 1 jam.

4. Penetralan (Neutralizing). Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam (pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll. Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama - 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.

5. Pengecetan Dasar ( Dyeing). Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah. Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:

1). Cat direct, untuk kulit samak krom. 2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati. 3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

6. Peminyakan (Fat liguoring). Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut: 1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar. 2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya. 3). Membuat kulit tahan air. Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5% asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.

7. Pelumasan ( Oiling). Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk. Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran: 1). 1 bagian minyak parafine. 2). 1 bagian minyak sulfonir. 3). 3 bagian air. Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.

8. Pengeringan.

Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.

9. Kelembaban. Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.

10. Peregangan dan Pementangan. Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang. 3) Tahapan Penyelesaian Akhir ( finishing)

Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata. 1. 3. Limbah Industri Kulit

Limbah Cair Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit dapat dibedakan pertahapan proses sebagai berikut: 1. Perendaman ( Soaking). Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1%. Menurut UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS. Sumber limbahnya antara lain: 2. Buang bulu dan pengapuran (Unhairing dan liming).

Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, NOrganik, N- ammonia. Adanya gas H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran udara. 3. Air limbah buanagan kapur (Deliming). Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut UNEP bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara. 4. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing). Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. 5. Air limbah Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning). Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 %

6.

Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.

Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air 30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.

Sumber dan Karateristik Limbah Padat. Didalam proses penyamakan disamping limbah cair juga menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan

bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan lumpur. 1. 4. Proses Pengolahan Limbah Industri Kulit

Proses pengolahan limbah industri kulit diantaranya adalah: 1. a. Pemisahan Padatan Kasar

Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran-saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

1. b. Segresi Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan. 1. c. Ekualisasi

Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut. Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah. 1. d. Koagulasi Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya. Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang. 1. e. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis

Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pengolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit Sebagai berikut: 1. Filter biologis Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan. 2. Lumpur aktif (kolam oksidasi) Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). 3. Lumpur aktif konvensional Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. 4. Lagun (kolam)

Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah. 1. 5. Dampak Industri Kulit Bagi Kesehatan

Didalam industri kulit menggunakan bahan-bahan pembantu yang tersusun dari senyawasenyawa kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bahan-bahan kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan dalam bentuk gas atau uap. Bahanbahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan, maupun terhirup ke paruparu. Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahanbahan yang bersifat korosif/ beracun. Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringan kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap

asam sulfat dapat menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps. Asam Klorida (HCl), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam darah serta akan merusak butir-butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati. Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, membran mukosa. Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apabila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.

Karet Sintesis dan Standar Mutunya


Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karet sintesis dibuat akan memiliki sifat sendiri yang khas. Ada yang tahan terhadap suhu tinggi / panas, minyak, pengaruh udara bahkan kedap gas. Berdasarkan tujuan pemanfaatannya ada dua karet sintesis yang dikenal, yaitu: I.Karet sintesis untuk kegunaan umum. Karet sintesis dapat digunakan untuk berbagai keperluan, bahkan banyak fungsi karet alam yang dapat digantikan. Jenis-jenis karet sintesis untuk kegunaan umum diantaranya sebagai berikut: a.SBR ( styrene butadiene rubber ) Jenis SBR merupakan karet sintesis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet alam. b.BR ( butadiene rubber ) Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatau barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR. c.IR ( isoprene rubber ) atau polyisoprene rubber Jenis karet ini mirip dengan karet alam kerena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap. II.Karet sintesis untuk kegunaan khusus Jenis karet sintesis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintesis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang

tidak dipunyai karet sintesis jenis pertama. Beberapa jenis karet sintesis untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya : a.IIR ( isobutene isoprene rubber ) IRR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IRR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau sintesis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar felonik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan. b.NBR ( nytrike butadiene rubber ) atau acrilonytrile buatadiene rubber NBR adalah karet sintesis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilinitril didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang terkandung maka daya atahan terhadap minyak, lemak, dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit diplastisasi. Caranya mangeatasinya dengan memilih NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai dengan keinginan. NBR memerlukan pula penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester. c.CR ( chloroprene rubber ) CR memiliki ketahanan terhadap minyak minyak tetapi dibadingkan dengan NBR katahanannya masih kalah. CR jiga memiliki daya tahan terhadap oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintesis CR tidak divulaknisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida, dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik. d.EPR ( ethylene propylene rubber ) Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Pada proses vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun bahan pengisi dan bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

JENIS JENIS KARET DAN MANFAATNYA


JENIS JENIS KARET DAN MANFAATNYA

A. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat

digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, Mempunyai daya aus yang tinggi, Tidak mudah panas, dan Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan. Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya, akan tetapi menurut beberapa ahli, karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Beberapa jenis ban seperti ban radikal walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap besar, yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang besar kurang baik bila dibuat dari bahan karet sintetis yang lebih banyak. Porsi karet alam yang dibutuhkan untuk ban berukuran besar adalah jauh lebih besar. Ban pesawat terbang bahkan dibuat hampir semuanya dari bahan karet alam.

B.

Jenis-Jenis karet Alam Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah

1 Bahan olah karet ( lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar ) 2 Karet konvensional ( ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe ) 3 Lateks pekat, 4 Karet bongkah atau block rubber,

5 Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber, 6 Karet siap olah atau tyre rubber, dan 7 Karet reklim atau reclaimed rubber. Di bawah ini disajikan keterangan mengenai jenis-jenis karet di atas beserta standar mutunya.

1. Bahan Olah karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar ( bahan olah karet rakyar ) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam : Lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar. a. Lateks kebun Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap. Lateks kebun yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air, ataupun serum lateks. Warna putih dan berbau karet segar. Lateks kebun mutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%. b. Sheet angin Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. Sheet angin yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Harus ada penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau serumnya. Gilingan kembang digunakan sebagai gilingan akhir. Kotoran tidak terlihat. Dalam penyimpanan tidak boleh terkena air atau sinar matahari langsung.

Sheet angin mutu 1 mempunyai kadar karet kering 90% dan sheet angin mutu 2 memepunyai kadar karet kering 80%.

c. Slab tipis Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Slab tipis yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Tidak terdapat campuran gumpalan yang tidak segar. Air atau serum harus dikeluarkan entah dengan cara digiling atau dikempa. Tidak terlihat adanya kotoran. Selama disimpan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung. Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan tingkat ketebalan kedua 40 mm.

d. Lump segar Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Lump segar yamg baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut, Tidak terlihat adanya kotoran. Selama penyimpanan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung. Lump segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 60% dan lump segar mutu 2 mempunyai kadar karet kering 50%. Tingkat ketebalan pertaman 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.

2. Karet Alam Konvensional Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Menurut buku Green Book, Karet alam konvensional dimasukkan dalam beberapa golongan mutu. Daftar yang dibuat Green Book ini merupakan pedoman pokok para produsen karet alam konvensional di seluruh dunia. Jenis-jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional beserta standar mutunya menurut Green Book adalah sebagai berikut: a. Ribbed smoked sheet

Ribbed smoked sheet atau biasa disingkat RSS adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik. Ribbed smoked sheet terdiri atas beberapa kelas seperti di bawah ini. X RSS Mutu nomor 1 dari semua jenis RSS adalah X RSS. Karet yang dihasilkan betulbetul kering, bersih, kuat, bagus, dan pengasapannya merata. Cacat, noda-noda, karet, melepuh, dan tercampur pasir atau benda-benda kotor tidak boleh ada. Juga tidak diperkenankan terdapat garis-garis bekas oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlampau tinggi, pengasapan berlebihan, terbakar, dan warnanya terlalu tua. Gelembung kecil seukuran kepala jarum pentul boleh terdapat, tetapi harus tersebar merata. RSS 1 Kelas ini masih di bawah kelas X RSS. Sheet yang dihasilkan kriterianya hampir sama. Hasilnya benar-benar kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak berkarat, tidak melepuh, serta tidak ada benda-benda yang mengotorinya, Jenis RSS 1 tidak boleh ada garis-garis karena pengaruh oksidasi, sheet lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar-benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua, serta terbakar. Bila terdapat gelembung-gelembung kecil seukuran kepala jarum pentul, asalkan letaknya tersebar merata, masih diperkenankan. b. White crepe dan pale crepe Jenis ini merupakan crepe yang berwarna putih atau muda. White crepe dan pale crepe juga ada yang tebal dan tipis. Standar mutu untuk kelas-kelas white crepe dan pale crepe adalah sebagai berikut. No. 1 X thin white crepe Karet harus kering, kokoh, warnanya merata, dan benar-benar putih. Jenis ini tidak menerima luntur, bau asam atau bau yang tidak enak, debu, noda-noda, pasir atau bendabenda asing lain, minyak atau bintik-bintik lain, dan bekas-bekas oksidasi atau panas. No. 1 X thin pale crepe Karet harus kering, kokoh, pewarnaannya rata, dan berwarna muda. Luntur, bau asam atau bau yang tidak enak, debu, noda-noda, pasir atau benda-benda asing lain, minyak atau bintik-bintik lain, dan bekas oksidasi serta panas tidak diperbolehkan. c. Estate brown crepe

Jenis ini merupakan crepe yang berwarna cokelat. Disebut estate brown crepe karena banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate. Jenis ini juga dibuat dari bahan yang kurang baik atau jelek seperti yang digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa lateks, lump atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, dan scrap atau lateks kebun yang sudah kering di atas bidang penyadapan. d. Compo crepe Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slab basah. Untuk pembuatan compo crepes, scrap tanah tidak boleh digunakan.

3. Lateks pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang di buat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahanbahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah atau block rubber Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan oleh sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian fisual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini. Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis.

6. Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Dibandingan dengan karet konvensional, tyre rubber adalah bahan pembuat yang lebih baik untuk ban atau produk karet lain. Tyre rubber juga memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah digabungkan dengan karet sintetis.

7. Karet reklim atau reclaimed rubber Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan lama dipakai. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. Itulah sebabnya karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban.

C. Karet Sintetis dan Standar Mutunya Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman perang dunia II. Negara negara industri maju merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintetis. Sekarang banyak karet sintetis yang dikenal. Biasanya tiap jenis memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap air. Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, ada dua macam karet sintetis yang dikenal, yaitu karet sintetis yang digunakan secara umum serta karet sintetis untuk kegunaan umum di antaranya sebagai berikut :

1. Karet sintetis untuk kegunaan umum

Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bahkan, banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya. Jenis-jenis karet sintetis untuk kegunaan umum di antaranya sebagai berikut. a. SBR ( styrena butadiene rubber ) Jenis SBR merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. b. IR ( isoprene rubber ) Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan, banyak sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhannya. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam, yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

2. Karet sintetis untuk kegunaan khusus Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet sintetis jenis pertama. Sifat yang menjadi kelebihannya ini adalah tahan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas. Beberapa jenis karet sintetis untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan di antaranya sebagai berikut :

a. IIR ( isobutene isoprene rubber ) IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga dikenal karena kedap gas. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan.

b. NBR ( nytrile butadiene rubber ) NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun di dalam minyak,

karet ini tidak mengembang. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril di dalamnya.

D. Manfaat karet 1. Manfaat karet alam Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan ( dari

sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang ), sepeda karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran. Misalnya shockabsorbers. Karet bisa juga dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.

2. Manfaat karet sintetis Karena memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam, maka dalam pembuatan beberapa jenis barang banyak digunakan bahan baku karet sintetis. Jenis NBR ( Nytrile Butadiene Rubber ) yang memiliki ketahanan tinggi terhadap minyak biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membran, seal, gasket, serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas. Jenis CR ( Chloroprene rubber ) yang tahan terhadap nyala api banyak digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket, dan sabuk pengangkut. Perekat kadang-kadang dibuat dengan menggunakan jenis CR tertentu. Sifat kedap terhadap gas yang dimiliki oleh jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, juga pembalut kawat listrik, serta pelapis bagian

dalam tangki penyimpan lemak atau minyak. Jenis EPR juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kabel listrik.

E. Kegunaan Lain Tanaman Karet Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain. Manfaat ini walaupun sekadar sampingan, tetapi memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi para pemilik perkebunan karet. Hasil sampingan lain dari tanaman karet yang memberikan keuntungan adalah kayu atau batang pohon karet. Biasanya tanaman karet yang tua perlu diremajakan dan diganti dengan tanaman muda yang masih segar dan berasal dari klon yang lebih produktif. Tanaman tua yang ditebang dapat dimanfaatkan batangnya atau diambil kayunya. Hasil sampingan lain dari perkebunan karet yang selama ini kurang dimanfaatkan hingga nyaris terbuang-buang begitu saja adalah biji karet, padahal bila dimanfaatkan akan cukup menguntungkan sebab jumlahnya melimpah ruah. Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet terhitung tinggi. Selain kandungan proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh terkandung di dalamnya. Agar biji karet dapat dimanfaatkan, maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat. Kosentrat adalah hasil pemekatan fraksi protein biji karet yang kadar sebenarnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI BAHAN ADITIF PEMBUATAN JALAN ASPAL DAN BETON

Kerusakan dini jalan aspal dan beton disebabkan aspal memiliki kelemahan karena memiliki viskositas rendah dan tidak tahan terhadap panas, radiasi dan oksidasi; sedangkan beton juga memiliki kelemahan yang disebabkan kekerasan yang terlalu tinggi, elastisitas yang sangat rendah dan daya lekat yang lemah. Peningkatan mutu aspal dan beton sudah biasa dilakukan yaitu dengan cara memodifikasinya dengan penambahan bahan tambah atau aditif (modifier) seperti serat selulosa dan polimer. Polimer yang banyak digunakan selama ini berupa polimer sintetik seperti SBS dan serbuk ban bekas. Penambahan aditif ke dalam aspal atau beton bertujuan agar diperoleh aspal dan beton yang a.l. memiliki fleksibilitas, ketahanan deformasi temperatur, modulus resilien, dan ketahanan usang (ageing) yang lebih baik. Penggunaan lateks alam sebagai aditif diprediksi lebih baik, karena selain berupa bahan alam yang ketersediaannya berlimpah, sifat lengket (tacky) dan sifat plastis lateks alam lebih baik. Selama ini penggunaan lateks alam sebagai aditif masih terbatas karena terdapat kelemahan dari lateks alam, disebabkan lateks mudah menggumpal ketika dicampur dengan aspal atau semen, kadar air lateks pekat yaitu jenis lateks alam dalam perdagangan, masih tinggi yakni > 40% dan karena amonia yang digunakan sebagai pengawet lateks sangat mengganggu dalam aplikasinya sebagai aditif aspal dan semen. Selain itu bobot molekul karetnya yang tinggi dapat menyebabkan viskositas aspal polimer yang mengunakan lateks terlalu tinggi, sehingga sulit untuk diaplikasikan dengan cara penyemprotan (spraying). Pada penelitian ini disediakan beberapa jenis lateks dengan bahan bantu dan formulasi kompon tertentu yang diuji coba sebagai aditif aspal dan semen beton dalam pembuatan aspal dan beton polimer. Jenis lateks yang diamati meliputi lateks pekat yang kadar airnya < 40% (LP-AR) yang diprediksi sesuai sebagai aditif aspal, lateks pekat berkadar karbohidrat rendah (LP-KR) yang diprediksi sesuai sesuai sebagai aditif semen, dan lateks pekat berviskositas rendah (LP-VR) yang partikel karetnya mempunyai daya lekat tinggi. Pada TA 2008 ini telah ditetapkan teknologi proses untuk memproduksi berbagai jenis lateks. Jenis lateks yang dibuat beserta teknologi produksi dan prediksi sifatnya sebagai aditif tercantum di dalam Tabel berikut. Dengan menggunakan lateks LP-AR yang berkadar air rendah diharapkan pengaruh muncratan air ketika lateks ditambah ke aspal dapat dikurangi sehingga diprediksi sesuai sebagai aditif aspal, khususnya aspal campuran panas (hot mix). Lateks LP-KR memiliki kandungan karbohidrat rendah, sedangkan karbohidrat dalam jumlah besar akan menghambat setting semen sehingga penggunaannya diprediksi sebagai aditif semen beton. Daya lekat lateks LP-VR disebabkan bobot molekul atau viskositas molekul karetnya lebih rendah dari molekul karet dalam lateks pekat. Dengan sifat demikian diprediksi lateks LP-VR sesuai sebagai aditif bahan tambal jalan aspal dan jalan beton. Dengan bobot molekulnya yang rendah tersebut juga diharapkan pengaruhnya pada kenaikan viskositas aspal dikurangi sehingga sesuai sebagai aditif aspal. Pada tahap selanjutnya, ketiga jenis lateks tersebut, dengan formulasi kompon dan bahan bantu penstabil yang sesuai akan diujicobakan sebagai aditif aspal dan semen / beton. A.A. Alfa, A.Cifriadi, A.Ramadhan, A.M.Santosa Lateks Jenis lateks Teknologi proses LP-AR Lateks pekat yang kadar Pendadihan dengan kombinasi airnya < 40% CMC papain LP-KR Lateks pekat berkadar Sentrifuse ulang lateks pekat karbohidrat rendah amonia biasa LP-VR Lateks pekat Degradasi molekul karet dalam berviskositas rendah lateks dengan toluen dan kombinasi H2O2 NaOCl

Bahan penstabil TZ / amoniak dan 2% 3% Emal TZ / amoniak dan 1% Emal TZ / amoniak dan 1% Emal

You might also like