You are on page 1of 23

PENDAHULUAN Latar Belakang Abalon merupakan komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di negara-negara maju di Eropa dan Amerika

Utara. Biota laut ini dikonsumsi segar atau kalengan. Di Indonesia, jenis siput ini belum banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya baru terbatas di daerahdaerah tertentu, khususnya di daerah pesisir. Abalon (Haliotis spp.) atau disebut juga Awabi (bahasa Jepang), Mutton Fish atau Sea Ear saat ini telah mulai dibudidayakan di Indonesia. Abalon merupakan hewan bersifat low trophic level (larvanya memakan benthik diatom/mikroalga dan dewasanya memakan rumput laut/makroalga). Sehingga, dari sisi ekonomis biaya produksinya relatif murah. Hal inilah yang menarik dari komoditas abalon. Produksi benih yang kontinyu dan mantap memberi keyakinan bahwa budidaya abalon dapat dikembangkan di masa yang akan datang. Daging abalon mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,6o%, dan abu 11,11%. Cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju, dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi abalon saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam. Hal tersebut akan nienimbulkan kehawatiran terjadinva penurunan populasi di alam. Selama ini pasokan pasar diperoleh dari hasil penangkapan di alam. Penangkapan seringkali dilakukan secara tidak selektif sehingga mengancam kelestarian sumberdaya abalon tersebut. Untuk itu perlu dilakukan produksi benih abalon dalam suatu sistem budidaya secara terkontrol. Pengembangan abalon menjadi suatu industri akuakultur di Indonesia, bukan hanya untuk melakukan diversifikasi produk perikanan dalam budidaya tetapi terutama sekali disebabkan oleh adanya pasar bagi produk tersebut sejak dahulu dan permintaan pasar yang terus meningkat, sementara produk semakin terbatas karena sebagian besar hanya diperoleh dari penangkapan di alam. Oleh karena itu, budidaya abalon merupakan suatu langkah yang tepat dalam memenuhi permintaan pasar tersebut. Budidaya di laut adalah suatu cara yang sangat potensial dilakukan untuk pembenihan abalon. Banyak perusahaan dan balai budidaya pemerintah yang bergerak dalam usaha pembenihan abalon diantaranya yaitu Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat. Balai

budidaya ini merupakan salah satu unit usaha abalon yang telah mampu menerapkan teknologi pembenihan secara intensif dan telah mampu menerapkan teknologi pembenihan secara modern. Berkaitan dengan nilai ekonomis abalon yang tinggi dan kemampuan Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat dalam penerapan teknologi, maka penulis memilih kegiatan pembenihan abalon yang berlokasi di Balai Budidaya Laut Lombok- Grupuk Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : Mahasiswa dapat mengetahui secara langsung kegiatan dalam suatu unit budidaya abalon. Mahasiswa dapat mengenal bentuk dan fungsi, wadah, bahan, dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya abalon.

TINJAUAN PUSTAKA Identifikasi dan Taksonomi Abalon Menurut Darmawan, (1988) dalam Cholik et al., 2005).Klasifikasi abalon adalah sebagai berikut Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Family : Haliotidae Genus : Haliotis spesies : - Haliotis squamata - Haliotis asinina Biologi Abalon 2.2.1 Morfologi Abalon Ciri fisik pada Abalon mempunyai satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada Cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dengan jumlah yang sesuai dengan ukuran abalon. Semakin besar ukuran abalon, semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. cangkang berbentuk telinga, rata, dan tidak memiliki overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap, seperti perak. Siput ini memiliki mata tujuh. Abalon banyak bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya (Samadi, 2010). H. asinina memiliki ciri khas lubang terbuka di cangkangnya sebanyak enam atau tujuh buah dan kaki yang lebih besar dari bukaan cangkangnya (Hegner dan Engeman, 1968). Abalon ini memiliki epipoda di sekeliling tubuhnya yang diselingi oleh tentakel-tentakel epipodial, keduanya berfungsi sebagai alat peraba. Lubang ketujuh pada cangkang abalon akan tertutup jika lubang baru di cangkang bagian depan terbentuk. Semua organ-dalam abalon berada tepat di bawah cangkang. Gonad abalon menutupi hati yaitu di bagian kanan (bila dilihat dari sisi dorsal). Organ ini melengkung seperti tanduk melingkari otot dorsal bagian posterior. Pada bagian depan tubuhnya terdapat sepasang mata dan sepasang tentakel sefalik yang panjang (Gilbert, 1949).

Lubang pada cangkang abalon berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk melalui bukaan cangkang arterior, seterusnya melalui insang yang bekerja mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Air kemudian akan dikeluarkan kembali melalui lubang respirasi ini. Arus di daerah dangkal tempat abalon bercangkang halus hidup, lebih cepat dan bergelombang tinggi (Tissot, 1992). Lubang yang tidak menonjol dan cangkang yang halus pada H. asinine menandakan aliran air dalam rongga mantel dibantu oleh gerakan silia (Tissot, 1992). 2.2.2 Habitat Abalon Abalon biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Penyebaran abalon sangat terbatas, tidak semua pantai yang berkarang terdapat abalon. Umumnya abalon tidak ditemukan di daerah estuarine (Anonim, 2010). Lokasi untuk pembesaran abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat; abalon membutuhkan media air yang bersih dan jernih. Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30 derajat celcius, salinitas 29-33 ppt, pH antara 7,6-81 dan DO 3,276,28 ppm. Jika akan dipelihara di bak, kualitas airnya harus diusahakan sama seperti di perairan karang (Anonim, 2009). 2.2.3 Reproduksi Abalon Holiotis asinina termasuk salah satu jenis abalon yang berukuran relatif besar. Jenis ini dapat mencapai ukuran 8 - 10cm dengan bobot 30-40 g/ekor dalam waktu pemeliharaan 12-14 bulan. Abalon tergolong hewan berumah dua atau diocis (betina dan jantan terpisah). Pembuahan telur dan sperma terjadi di luar tubuh, dimulai dengan keluarnya sperma ke dalam air yang segera diikuti keluarnya telur dari induk betina. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang tahun dengan puncak memijah terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 m. Di laboratorium telur yang dipijahkan berdiameter rata-rata 183 m (Kordi, 2004). Perbedaan betina dan jantannya bisa diketahui melalui warna gonadnya (alat kelamin). Bila berwana hijau berarti betina dan bila menyerupai putih susu bisa dipastikan itu adalah jantan. Kerang yang siap memijah dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Selama proses perkawinan ini air di bak pemijahan tersebut diturunkan pelan-pelan, hingga sang jantan

mengeluarkan spermanya. Sementara induk betina dapat menghasilkan telur seratus ribu hingga satu juta telur setiap kali pemijahan. Setelah itu induk betina dapat memijah kembali selang 37 hari kemudian. Induk betina yang lebih muda dapat memijah dengan frekuensi yang lebih sering ketimbang yang lebih tua. Rasio antara induk jantan dan betina adalah 1: 3. Setelah proses pemijahan, penetasan telur dapat dilakukan di bak yang terbuat dari fiberglass atau bisa juga tetap menggunakan bak pemijahan yang berkapasitas satu ton. Air di dalam bak tersebut wajib menggunakan air laut dengan kondisi yang mengalir. Air ini terlebih dahulu ditreatment agar terbebas dari hama dan penyakit. Persediaan telur dan larva akan terjamin sepanjang tahun dengan 10 bak pemijahan (Nichols dan Bartsh, 1996). Abalon dapat memijah sepanjang tahun. Sebelum terjadi pemijahan induk jantan terkebih dahulu melepaskan sperma untuk merangsang induk betina melepaskan telur. Pemijahaan lazimnya terjadi pada pagi hari antara pukul satu hingga tiga dini hari. Kerang bercangkang tunggal ini siap untuk berkembang biak saat berumur sekitar delapan bulan dengan diameter cangkang yang telah mencapai ukuran 35 cm - 40 cm (Rifai and Ermitati, 1993). Sistem Pemeliharaan Abalon Larva yang telah menetas dari telur yang dihasilkan dikumpulkan antara pukul 6 - 7 pagi. Hal ini dilakukan setelah larva mengeluarkan veliger atau kaki renang. Saat ini larva memiliki sifat fototeksis positif atau senang bergerak mendekati sumber cahaya. Larva Abalone dapat bergerak (mencari makan) dengan cara merayap. Oleh sebab itu sebelumnya harus disiapkan dulu wadah atau bak yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Media air laut yang digunakan harus disaring (difilter) terlebih dahulu dengan menggunakan saringan air laut yang berukuran 0,5 mickron (Ghufran, 2010). Pada penebaran larva dalam bak pemeliharaan ini mencapai 150 ribu hingga 300 ribu setiap bak yang berkapasitas satu ton. Permukaan air di bak harus tenang, agar larva tidak mudah stress. Bak diaerasi selama 5 hari berturut-turut dengan kekuatan aerasi yang kecil (lembut). Bak harus ditempatkan di tempat yang cukup menerima cahaya dan pada malam hari harus dibantu penerangan-nya dengan lampu TL ber-kekuatan 40 watt. Lampu ini diletakkan sekitar 50 cm dari permukaan air bak. Setelah hari ke sepuluh air, di bak pemeliharaan harus lebih sering di saring dan ukuran areasi di perbesar. Selama 60 hari pemeliharan larva normalnya larva akan tumbuh sepanjang 5-10 cm. Pada saat itu larva sudah memasuki ukuran juve-nil dan telah dapat meng-

konsumsi macro algae. Memasuki masa juvenil ini, pemeliharaan memasuki tahap pembesaran (pemeliharan tahap II). Bayi Abalone sudah dapat dipindahkan ke dalam keranjang dan dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan dengan memberikan pakan rumput laut dari jenis Gracilaria sp. (Rohmimohtarto, 1998). Pada tahap ini pemeliharaan II ini, kepadatan pemeliharaan abalone sekitar 600-1000 ekor per meter persegi. Pemeliharan menggunakan lembaran plastik (yang bentuknya mirip lembaran seng). Lembaran plastik ini dilubangi dan dihubungkan dengan pipa paralon dan diletakkan di dalam bak pemeliharaan. Juvenil dianggap berkembang dengan baik bila selama umur 80 hari cangkangnya bertambah panjang menjadi 30 mm. Selain rumput laut makanan buatan sudah bisa diberi asupan pakan buatan. Formulanya 27% protein kasar, 5% lemak dan 40% karbohidrat. Pemeliharan abalone dari ukuran 30 mm sampai berukuran siap panen sekitar 60 mm dapat dilakukan di karamba. Tingkat kepadatannya adalah 60-100 ekor per meter persegi. Setelah 8 bulan kemudian kerang ini pun siap untuk dipanen (Anonim, 2008).

METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, 8 Mei 2011 di Balai Budidaya Laut (BBL) Grupuk Dusun grupuk Kecamatan Sengkol Lombok Tengah. Metode Praktikum Kegiatan lapangan ini meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder yang dilaksanakan melalui : Observasi (pengamatan) terhadap kegiatan budidaya abalone. Melakukan wawancara dengan staf pegawai yang berkompetan di bidangnya. Studi pustaka yakni dengan mencari keterangan ilmiah serta teoritis dari berbagai literatur untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Keadaan Umum

4.1.1.1 Keadaan Lokasi Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok merupakan salah satu instansi pemerintah yang terletak dibagian tengah dan barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. BBL Lombok memiliki tiga stasiun pengembangan yaitu Gerupuk di Kabupaten Lombok Tengah, Sekotong di Kabupaten Lombok Barat dan Karang Asem di Provinsi Bali. Stasiun Grupuk terletak di Dusun Grupuk, Kecamatan Sengkol, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara geografis tempat ini berada pada 115046 116028 BT dan 8012 8055 LS dengan ketinggian 5 meter (topografi). Jarak antara Balai Budidaya Laut Lombok dengan Ibu Kota Provinsi (Mataram) sekitar + 40 km. Stasiun Grupuk BBL Lombok terletak di perairan Teluk gerupuk dengan kondisi perairan karang berpasir yang bersih dan jernih karena tidak ada kegiatan industri, bukan merupakan jalur pelayaran umum, dan letaknya jauh dari perumahan penduduk. 4.1.1.2 Organisasi dan Ketenagakerjaan Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok merupakan salah satu stasiun pengembangan BBL Lampung pada tahun 1992. Balai ini dibangun di pesisir Teluk Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kab. Lombok Tengah NTB. Pada tahun 1994, status stasiun meningkat menjadi Loka Budidaya Laut Lombok yang merupakan instansi Eselon IV dibawah pembinaan Direktorat Perbenihan, Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Tahun 2000, seiring dengan lahirnya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Loka Budidaya Laut berada dibawah pembinaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya memperoleh peningkatan anggaran dan penambahan sarana produksi di Dusun Gili Genting, Desa sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Status Loka Budidaya Laut Lombok meningkat menjadi Balai Budidaya Laut Lombok pada tahun 2006 sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang budidaya

laut berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER. 10/MEN/2006. Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2002. 4.1.2 Teknik Pemeliharaan kerang Abalon Tabel 1. Jenis Fasilitas pada Budidaya Abalon di BBL-Grupuk Lombok Tengah No Jenis Fasilitas Keterangan 1. Bak Tendon 2. Bak Pemeliharaan Induk 10 bak berupa fiber glass 3. Bak Pemijahan 4 bak berupa fiber glass 4. Bak Penetasan Telur Yang Juga Berfungsi Sebagai Bak Pemeliharaan Larva 8 bak berupa fiber glass 5. Bak Pemeliharaan Benih 20 onit feeding plate 6. Wadah Kultur Pakan Alami 12 Toples dengan volume 25 liter 7. Wadah Penyimpanan Rumput Laut. Bak beton berbemtuk balok, rumput laut jenis Glacillaria sp. Tabel 2. Jenis Kegiatan pada Budidaya Abalon di BBL-Grupuk Lombok Tengah No Jenis Kegiatan Keterangan Pemeliharaan Induk Persiapan wadah, penebaran induk, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pencegahan dan pengobatan penyakit, serta sampling kematangan gonad. Pemijahan Induk Persiapan wadah, teknik rangsangan pemijahan, penghitungan dan pemanenan telur. Pemeliharaan Larva dan Benih Persiapan wadah, penebaran larva, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta pengelolaan dan pengobatan penyakit. Pembahasan 4.2.1 Fasilitas Utama Pembenihan Fasilitas utama pada pembenihan abalon di BBL Lombok terdiri dari bak tendon, bak pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur yang juga berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan benih, wadah kultur pakan alami, serta wadah penyimpanan rumput laut. Wadah dan Tata Letak

Hatchery abalon di BBL Lombok yakni sebuah bangunan dengan ukuran 180 m2 yang dibagi menjadi dua ruangan, yaitu ruangan pemeliharaan dan pemijahan induk serta ruangan pemeliharaan larva. Wadah yang digunakan dalam kegiatan pembenihan abalon terdiri dari wadah pemeliharaan induk sebanyak 10 bak, wadah pemijahan sebanyak 4 bak, wadah pengumpul telur (egg collector box), wadah penetasan telur dan pemeliharaan larva sebanyak 8 bak, wadah kultur pakan alami (micro bentic diatom) dan wadah pakan rumput laut (Glacillaria sp.). Wadah pemeliharaan induk, pemijahan, dan pemeliharaan larva berupa bak fiber glass (bak fiber) berbentuk balok dengan dimensi (3x1x0.6) m3 yang dapat menampung air 1.5 m3 dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet serta 4 titik aerasi. Pada saluran inlet dipasang penyaring berupaserat polipropilen (pp) berukuran pori 10 m. Bak Pemeliharaan Induk Dan Pemijahan Bak pemeliharaan induk juga difungsikan sebagai bak pemijahan. Pada bak ini dipasang 3 buah kotak industri berukuran (0.60.50.4) m3 yang dirangkai menjadi satu sebagai wadah induk. Kotak industri digunakan agar induk tidak merayap keluar dari bak. Di dalam kotak industri diletakkan shelter yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 6 inci dengan panjang 30 cm yang dibelah menjadi dua bagian sebanyak satu unit pada tiap kotak sebagai tempat berlindung bagi abalon serta mencegah spontagenous spawning atau pemijahan liar. Pada bagian outlet dipasang pipa L untuk mengatur ketinggian air, serta di depannya diletakkan wadah penampung telur (egg collector). Egg collector ini merupakan bak plastik berukuran (0.50.40.33) m3 yang dilengkapi dengan plankton net berukuran 60m.

Gambar 1. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk Bak pemeliharaan larva dan pemeliharaan benih Pada bak pemeliharaan larva, diletakkan 20 unit feeding plate sebagai tempat penempelan pakan alami dan larva abalon. Larva yang telah memasuki stadia benih di pendahkan ke wadah berupa kotak industri berdimensi (0.60.50.4) m3 dan wadah silinder berdiameter 0.5 m

dengan tinggi 0.6 m yang diatasnya dipasangi penutup berupa waring. Pada tiap wadah dilengkapi shelter sebagai tempat menempel dan berlindu Gambar 2. Wadah pemeliharaan larva dan benih Wadah kultur pakan alami Kultur pakan alami untuk larva abalon dilakukan di laboratorium pakan alami. Pakan alami yang dikultur dengan skala laboratorium dilakukan pada wadah toples dengan volume 25 liter dengan kapasitas ruangan hingga 12 toples. Ruangan ini dilengkapi denga AC dengan suhu ruangan (20C) Wadah penyimpanan rumput laut Pakan yang diberikan untuk induk dan benih rumput laut yakni rumput laut jenis Gracllaria yang disimpan pada wadah bak beton berbentuk balok berukuran (1.951.851.5) m3 bervolume 4000 L sebanyak 11 unit. Terdapat pematangt di antara bak tersebut dengan panjang 15 cm sebanyak 10 buah. Inlet berupa pipa PVC berukuran 1 inci dan outlet berukuran 2 inci yang airnya langsung dibuang ke laut. 4.2.1.1 Sistem Suplai Air Laut Air laut yang digunakan bersumber dari perairan Teluk Gerupuk. Distribusi air laut hingga ke tendon dilakukan dengan menggunakan pompa merek Stork jenis CV-2082-4 yang dihubungkan melalui pipa PVC berdiameter 6 inci untuk inlet dan 4 inci untuk outlet. Pompa air laut yang digunakan terdapat tiga unit yang berfungsi secara bergatian. Panjang saluran inlet yang digunakan adalah 100 meter dari pantai. Air laut kemudian ditampung di dalam sebuah tendon beton berukuran (20x5x2) m3 yang dapat menampung air laut sebanyak 200000 L air. Air yang telah ditampung akan dialirkan ke seluruh unit budidaya yang berada dibalai setelah melalui filter fisik berupa sand fiter. 4.2.1.2 Sistem Aerasi Sistem aerasi yang digunakan di BBL Lombok adalah tiga buah blower merek Showfou tipe R8-732 dengan frekuensi 50 Hz, ouput 7.5 HP, diameter 65 mm, tegangan 380 V, arus 12 A, bobot 85 Kg, putaran 2850 rpm, tekanan 1500 mmAq, dan kapasitas 4.9 m3/menit. Blower ini

terdapat di rumah pompa. Blower diatur menggunakan panel listrik. Sistem aerasi yang digunakan pada hatchery abalon yakni HIBLOW tipe HP-150 sebanyak satu buah. Pipa PVC yang digunakan berdiameter inci dengan lubang pada pipa sebanyak 70 titik. Selang aerasi yang digunakan berbahan plastic dengan diameter inci sebanyak 90 buah. Fasilitas Pendukung Sumber Energi Sumber energi yang digunakan untuk semua keperluan dibalai adalah listrik yang berasal dari PLN dengan daya 82.5 KVA dan generator set (genset) dengan kapasitas 150 KVA. Sumber energi lain berupa bensin dan solar yang digunakan dalam proses transportasi, selain itu digunakan juaga gas LPG untuk memanaskan air dalam kultur pakan alami serta sterilisasi alat. Sarana dan Prasarana Fasilitas pendukung berupa bangunan yang ada di BBL Lombok yakni kantor, asrama sebagai tempat penginapan tamu dan peserta pelatihan, perumahan dinas karyawan, musholah yang berada di wilayah hatchery, koperasi, rumah jaga yang beroperasi selama 24 jam, rumah genset, rumah pompa, ruang mekanik sebagai tempat meletakkan peralatan mekanik, laboratorium pakan alami, gudang, kolam, Sarana yang terdapat di BBL Lombok terdiri dari hatchery abalon, hatchery kerapu, dan hatchery tiram mutiara. Pada hatchery abalon terdapat tempat pemeliharaan induk, pemijahan induk, serta pemeliharaan benih. Bagian luar hatchery merupakan tempat pemeliharaan larva serta kultur misal pakan alami. Selain itu, terdapat pula laboratorium pakan alami sebagai tempat kultur pakan alami semi massal. 4.2.2 Kegiatan Budidaya Abalone di BBL-Grupuk 4.2.2.1 Pemeliharaan Induk a. Persiapan wadah Persiapan wadah merupakan kegiatan awal yang dilakukan sebelum menebar induk ke dalam bak. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman bagi abalon serta menghilangkan hama yang dapat mengganggu saat proses pemelihaaan. Kegiatan ini dimulai dari membersihkan bak fiber ukuran (3x1x0,6) m dari kotoran-kotoran yang menempel. Bak dikuras dengan mengeluarkan air seluruhnya dari dalam bak kemudian digosok dengan lap atau spons kasar sehingga kotoran seperti lumut dan teritip yang menempel dapat terlepas. Setelah itu, dilakukan sterilisasi menggunakan kaporit dengan dosis 10-20 ppm/1.5 m3 air tawar,

dan dibiarkan selama 2-3 hari agar bak steril kemudian dikeringkan lalu diisi dengan air dan diberi aerasi. Setelah dilakukan sterilisasi, dilakukan pemasangan cartridge filter dengan serat polipropilen (pp) berpori 10 m pada saluran inlet, selanjutnya bak diisi dengan air laut setinggi 50 cm disertai dengan sistem pergantian air mengalir ( flow through ) selama 24 jam yang dilengkapi dengan pemasangan aerasi pada 4 titik dengan jarak masing-masing aerasi 75 cm. Pada bak ini dipasang 3 buah kotak industri berukuran (0.60.50.4) m3 yang dirangkai menjadi satu sebagai wadah induk. Kotak industri digunakan agar induk tidak merayap keluar dari bak. Di dalam kotak industri diletakkan shelter yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 6 inci dengan panjang 30 cm yang dibelah menjadi dua bagian. Penebaran Induk Induk yang akan ditebar adalah berasal dari tangkapan nelayan di alam serta para pengumpul. Induk berasal dari Gili Gede (Lombok Barat), Gerupuk (Lombok Tengah), Bali, dan ada pula yang didatangkan dari hasil breeding yang budidayakan di stasiun gerupuk. Ukuran induk jantan dan betina yang baik adalah 5-7 cm. Jumlah induk yang ditebar adalah 1500 ekor induk jantan dan 2500 ekor induk betina. Dengan padat tebar 200-300 ekor/1.5 m3 air laut. Sebelum dilakukan penebaran induk, terlebih dahulu dilakukan penyeleksian dengan mengecek kondisi tubuh serta cangkang. Adapun kriteris induk yang sehat yakni tidak terdapat cacat atau luka pada tubuh, dapat melekat dengan kuat, aktif bergerak, cangkamg mengkilat dan berwarna cerah. Setelah itu dilakukan proses aklimatisasi selama 12 bulan yang dilanjutkan dengan pemisahan induk jantan dan induk betina untuk menghindari spontaneous spawning. Proses aklimatisasi ini dilakukan dengan cara induk ditebar dengan kepadatan rendah yaitu 100 ekor/bak kemudian dilakukan sirkulasi air yang besar, mengalir kontinyu serta dijaganya kualitas air yang dilakukan dengan cara disiphon setiap hari. Setelah itu diberikan pakan rumput laut yang bervariatif. Untuk membedakan induk jantan dan betina, dapat dilakukan dengan melihat langsung pada gonadnya. Terdapat perbedaan warna antara gonad jantan dan betina. Gonad pada induk jantan berwarna oranye sedangkan gonad induk betina berwarna hijau kebiruan. Induk yang siap memijah adalah induk yang gonadnya telah terisi sel telur dan sperma minimal 60% dari panjang gonadnya.

Gambar 3. Haliotis asisina (bawah), Haliotis squamata (atas) Pemberian Pakan Pakan yang dibrikan untuk induk abalon adalah rumput laut jenis Gracillaria sp. segar yang merupakan salah satu makro alga merah. Rumput laut ini berasal dari tambak. Selain Gracillaria sp., diberikan pula pakan berupa Ulva sp. namun pemberian pakan jenis ini tidak intensif diberikan. Metode pemberian yang digunakan yakni ad libitum (selalu tersedia). Feading frekuensi abalon yakni 1 hari sekali pada pagi hari pukul 08.00 WITA dengan cara diletakkan ke dalam kotak industry atau bak pemeliharaan. Feeding rate (FR) pakan untuk abalon adalah 20-25 % dari biomassa abalon. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Pleh karena itu, terlebih dahulu harus dilakukan pencucian pakan yang bertujuan untuk membersihkan kotoran serta menghindari adanya predator yang menempel pada pakan seperti kepiting, siput, dan lain sebagainya. Pengelolaan Kualitas Air Pengelolaan air dilakukan menggunakan system air mengalir dan penyiponan pada dasar bak yang dilakukan setiap hari. Debit air yang digunakan sekitar 0.1 liter/detik. Kemudian jika terdapat abalon yang mati langsung dibuang, kran inlet ditutup dan air dalam bak di buang. Kematian abalon dapat diketahui dengan aroma yang tidak sedap (amis) pada bak. Kegiatan penyiponan dilakukan denganmengugunakan pipa paralon yang dihubungkan dengan selang. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeluarkan kotoran serta sisa rumput laut yang tidak termakan. Untuk menjaga kualitas air, air laut yang dialirkan untuk pemeliharaan larva, benih, serta kultur pakan alami massal disaring menggunakan cartridge filter dengan filter (serat) berukuran 1 mikron dan bahan penyaring dapat diganti setelah 3 minggu. Sedangkan air laut yang dialirkan ke dalam bak pemeliharaan induk, penyimpanan rumput laut, dan penetasan telur tidak menggunakan cartridge filter. Bak pemijahan menggunakan filter fisik berupa pasir sungai, pasir kuarsa, arang aktif, karang, keranjang krat, dan pipa yang telah dilubangi. Semua bahan filter tersebut dimasukkan ke dalam tandon yang berada di dalam hatchery. Pemantauan Kualitas air di hatchery BBL Lombok dilakukan 2 kali dalam satu bulan. Parameter kualitas air yang diamati adalah DO, pH, Salinitas, dan Suhu. Berikut data Kualitas air bulan Juni dan Juli 2010 pada hatchery abalon. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Jenis penyakit yang menyeran abalon adalah penyakit karat. Gejala klinis penyakit ini yaitu timbulnya warna kecoklatan seperti karat pada bagian selaput gonad. Selain itu,daging abalon akan tampak berwarna pucat, tampak lemas, dan menurunnya respon gerak abalon ketika dipegang. Dalam waktu 5-6 hari selaput gonad akan sobek dan daging abalon akan lepas dari cangkangnya kemudian mati. Penyakit karat umumnya menyerang induk abalon yang sudah tidak produktif lagi. Selain itu, penyakit ini dapat muncul ketika terjadi fluktuasi suhu. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dilakukan karantina begi abalon yang sakit agar tidak menularkan penyakitnya ke abalon yang lain. Penanganan secara hati-hati yang dilakukan dengan menggunakan bahan elastic saat memindahkan abalon yang sedang menempel untuk menghindari luka. Selain penyakit, budidaya abalon juga sering terganggu dengan keberadaan hama. Hama dapat berupa predator yang dapat memangsa abalon contohnya kepiting laut. Selain itu, terdapat pula hama pengganggu yang dapat menyaingi ruang gerak serta menyaingi abalon dalam mendapatkan makanan serta oksigen contohnya teritip. Keberadaan hama pada abalon dapat dicegah dengan membersihkan pakan sebelum diberikan ke abalon, melakukan pengontrolan wadah secara kontinyu, dan memusnahkan hama yang ditemukan di dalam maupun di luar wadah. Sampling Kematangan Gonad Kematangan gonad abalon terjadi sebulan 2 kali yang dapat diketahui pada hari sebelum atau sesudah bulan gelap dan terang. Mengetahui bulan tersebut dapat dilihat pada kalender Bali. Sampling dilakukan menjelang waktu pemijahan. Untuk membedakan induk jantan dan betina dapat dilakukan dengan membedakan warna gonad. Gonad pada induk jantan berwarna oranye sedangkan gonad induk betina berwarna hijau kebiruan. Induk yang siap memijah adalah induk yang gonadnya telah terisi sel telur dan sperma minimal 60% dari panjang gonadnya, dalam kondisi penuh (menggembung) dianggap 100%.

4.2.2.2 Pemijahan Induk a. Persiapan Wadah Pemijahan abalon yang dilakukan di BBL Lombok Grupuk yakni pemijahan massal. Pada pemijahan massal digunakan bak fiber berukuran (3x1x0.6) m3 dengan volume air sebanyak

1500 L. pada wadah dipasang 3 buah kotak industri berukuran (0.60.50.4) m3 yang dirangkai menjadi satu sebagai wadah induk. Dua kotak untuk menyimpan induk batina dan satu kotak untuk menyimpan induk jantan. Perbandingan induk jantan dengan betina adalah 1 : 3. Pada persiapan wadah pemijahan dilakukan dengan mengeringkan wadah terlebih dahulu lalu disikat sampai bersih. Setelah itu bak di rendam menggunakan kaporit atau klorin dan dibiarkan selama dua hari kemudian dikeringkan kembali dan dibilas menggunakan air laut. Kotak industry dan shelter dibersihkan dari kotoran serta sisa pakan lalu dijemur dibawah terik matahari. Selanjutnya, bak fiber dipasang batu aerasi dan timah pemberat sebanyak 5 titik dan air laut dialirkan dari inlet bak pemijahan dan bagian outlet dipasang pipa PVC 1 inchi berbentuk T (di dalam bak) yang dilengkapi filter berupa waring. Kemudian meletakkan box egg collector (penampung telur) berupa ember plastik dan saringan plankton dengan mesh size 60 dan 180 m pada bak, tepatnya di bawah saluran keluar. b. Teknik Rangsangan Pemijahan Teknik pemijahan yang dilakukan dalam pemijaha abalon yakni pemijaha alami secara massal sehingga rangsangan pemijahan tidak dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan pembimbing lapang, rangsangan pemijahan yang biasa digunakan yaiu rangsangan suhu. Namun, teknik rangsangan ini mengakibatkan rendahnya kualitas telur serta fekunditas telur yang dihasilkan. Hingga saat ini, daya tetas (hatching rate) telur hasil pemijahan alami masih lebih tinggi dibanding telur hasil pemijahan menggunakan rangsangan. Siklus pemijahan abalon diketahui dengan melihat kalender Bali yakni saat tanggal menunjukkan bulan gelap dan bulan terang. c. Penghitungan dan Pemanenan Telur Pemanenan telur dilakukan saat abalon telah memijah yang ditandai dengan bau amis dari air di dalam bak. Telur yang telah terbuahi akan berada di dasar bak dan kemudian akan menetas menjadi trochopore yang melayang di permukaan air dan akan keluar melalui outlet. Trochopore yang keluar melalui outlet akan terkumpulkan ke dalam saringan penampung telur (egg collector) yang diikatkan pada wadah kotak plastik (egg collector box) berdimensi 55 x 40 x 33 cm yang terdapat di luar pipa outlet bak dan dilengkapi dengan plankton net dengan mesh size 60 m. Telur atau trochopore yang telah terkumpul di dalam egg collector box diambil dengan menggunakan gayung dan disaring. Proses penyaringan trochopore menggunakan 2 tingkat

penyaringan. Penyaringan pertama melalui plankton net dengan mesh size 200 m, untuk menyaring kotoran yang terbawa. Penyaringan kedua melalui plankton net dengan mesh size 60 m, untuk menyaring telur atau trochopore. Saat proses penyaringan harus tetap terendam oleh air. Telur atau trochopore yang terkumpul pada plankton net dengan mesh size 60 m akan terlihat dengan mata telanjang. Setelah proses pemanenan selesai, trochopore yang terkumpul dimasukkan ke dalam wadah berupa toples berbentuk tabung dengan volume 20 L dan diberi aerasi kecil agar trochopore menyebar rata pada wadah. Penghitungan trochopore dilakukan dengan menggunakan metode volumetric dimana diambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian diletakkan pada cawan petri atau piringan putih lalu dihitung jumlah trichopore yang ada. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Setelah didapatkan jumlah rata-rata trochopore kemudian dikalikan jumlah total volume air. 4.2.2.3 Pemeliharaan Larva dan Benih a. Persiapan wadah Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan larva dan benih adalah bak fiber berukuran (3x1x0.6) m3 yang berisi feeding plate. Tahapan awal dalam persiapan wadah pemeliharaan larva yakni pencucian dan pengurasan bak agar patogen serta mikroorganisme lain yang dapat mengganggu pemeliharaan larva dapat disingkirkan. Pada pemeliharaan larva abalon, hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan pakan alami saat larva ditebar pada wadah pemeliharaan. Pakan untuk larva abalon berupa diatom yang menempel yakni Nitzschia, Ampora, dan Navicula. Substrat menempel bagi diatom ini berupa feeding plate yang dibuat dari vynil gelombang berbentuk persegi panjang berukuran (5040) cm2. Enam lembar vynil gelombang disatukan dengan batang aluminium berdiameter 0.5 cm dan panjang 20 cm yang dirangkai menjadi satu unit feeding plate. Antar lembar vynil dipisahkan oleh potongan pipa paralon sepanjang 3-4 cm. Feeding plate yang telah dibuat disusun di dalam bak yang telah berisi air laut dengan posisi berjajar memanjang di kedua sisi bak. Bak kemudian diberi aerasi kuat. Bibit Nitzchia sp. Sebanyak 100-125 liter (4-5 toples ukuran 25 L) yang telah dikultur ditebar ke dalam bak kultur tanpa dilakukan pengaliran air. Kemudian dibiarkan selama 2 minggu sampai pakan menempel pada feeding plate. Biasanya wadah yang telah ditebar

pakan alami menimbulkan warna keruh pada wadah. Wadah baru dapat digunakan sampai warna air terlihat jernih kembali atau semua pakan menempel pada feeding plate. b. Penebaran Larva Setelah dipanen melalui egg collector, trochopore harus segera ditebar di bak pemeliharaan larva. Namun, sebelum ditebar pakan alami untuk larva harus telah tersedia di bak pemeliharaan karena stadia larva merupakan stadia kritis bagi abalon. Pakan alami berupa Nitzchia sp yang telah tumbuh ditandai dengan warna kecoklatan yang menempel pada feeding plate serta dinding bak. Larva abalon yang ditebar berasal dari hasil breading induk alam yakni trochopore dengan ukuran sekitar 80 mikron. Padat tebar yang dilakukan adalah 100-250 trochopore/liter atau 150.000-300.000 trochopore/bak 1.5 ton. c. Pemberian Pakan Pemberian pakan pada larva abalon disesuaikan dengan sifatnya yakni benthic atau melekat pada dasar bak. Pakan yang diberikan untuk larva abalon adalah Nitzschia sp atau Navicula sp yang diperoleh melalui kultur di laboratorium yang kemudian ditebar ke bak pemeliharaan larva selama tiga minggu sebelum larva ditebar. Agar pakan alami dapat tumbuh dengan baik, maka pada bak pemeliharaan ditambahkan pupuk. d. Pengelolaan Kualitas Air Untuk menjaga kualitas air selama masa pemeliharaan maka harus dilakukan pergantian air dengan mengalirkan air baru ke dalam bak pemeliharaan. Selain itu, dilakukan pemasangan berupa saringan plankton net 100-250 mikron pada saluran outlet dan saat umur dua bulan ke atas outlet dipasang saringan dari waring hitam dengan mesh size 2-3 mm. Ketika larva telah berumur dua bulan dapat dilakukan penyiponan menggunakan selang berdiameter kecil dan di ujung bagian luar selang saringan diberi saringan agar larva tidak ikut tersedot. Penyiponan dilakukan sekali dalam sehari. Sebelum menyipon, kran air dan aerasi dimatikan. Setelah kegiatan penyiponan selesai, kran air dan aerasi dinyalakan kembali. e. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan sterilisasi bak saat persiapan bak serta menyaring air yang masuk dengan filter. Selain itu, untuk menghilangkan organism yang dapat menjadi kompetitor bagi larva, maka dilakukan penyemprotan feeding plate dengan cara mengangkat feeding plate secara perlahan keluar dari bak kemudian ditempatkan pada wadah plastik berisi air laut lalu direndam dan digosok hingga bersih lalu dialirkan air laut bersih.

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Kegiatan dalam budidaya abalon secara umum meliputi seleksi induk, persiapan pertumbuhan pakan alami, pemijahan, panen telur, penebaran telur, panen benih, pendederan, dan panen produksi. Fasilitas utama pada pembenihan abalone di BBL-Grupuk terdiri dari bak tendon, bak pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur yang juga berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan benih, wadah kultur pakan alami, serta wadah penyimpanan rumput laut. Kegiatan pemeliharaan induk dimulai dengan persiapan wadah untuk menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman bagi abalone serta menghilangkan hama yang dapat mengganggu saat proses pemeliharaan. Selanjutnya penebaran induk yang berasal dari tangkapan nelayan di alam, pemberian pakan berupa rumput laut jenis Gracillaria sp., pengelolaan air dilakukan menggunakan system air mengalir dan penyiponan pada dasar bak, dan jenis penyakit yang menyerang abalone adalah penyakit karat. Kematangan gonad pada abalone terjadi sebulan 2 kali yang dapat diketahui pada hari sebelum atau sesudah bulan gelap dan terang. Pemijahan pada Induk abalon yaitu pemijahan massal, teknik pemijahannya menggunakan rangsangan suhu, pemanenan telur dilakukan saat abalone telah memijah ditandai dengan bau amis dari air dalam bak. Pemeliharaan larva dan benih Abalon diawali dengan persiapan wadah berupa bak fiber berukuran 3 x 1 x 0,6 m3, selanjutnya penebaran larva yang berasal dari hasil breading induk alam, pemberian pakan pada larva abalone disesuaikan dengan sifatnya yakni benthic atau melekat pada dasar bak, selama masa pemeliharaan harus dilakukan pergantian air yang baru ke dalam bak pemeliharaan, pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan sterilisasi bak. 5.2 Saran Adapun saran-saran terhadap praktikum ini adalah sebagai berikut :

Menyediakan air tawar yang cukup untuk kelangsungan hidup masyarakat sekitar. Diharapkan budidaya abalone ini tidak hanya digunakan untuk penelitian semata tetapi untuk nilai ekonomis. Diharapkan agar masyarakat sekitar dapat menjaga kebersihan kawasan penelitian untuk kenyamanan bersama.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008.Teknik Budidaya Abalon. http://blogspot.com/2008/09/teknikbudidayaabalonehaliotis.html. Diakses 16 Mei 2011. Anonim, 2009. Pemilihan Lokasi Budidaya Abalon.

http://wordpress.com/category/pemilihan-lokasi-dan-konstruksi-rakit. Diakses 16 Mei 2011. Anonim, 2010. Daerah Tempat Ditemukan Abalon.

http://blogspot.co.id/tempatditemukannyaAbalon.html. Diakses 16 Mei 2011. Darmawan, 1988. Klasifikasi Abalon. http://darmawanblogspot.html. Diakses 16 Mei 2011 Ghufran,M., 2010. Budidaya Abalon : Pada Fase Larva. Akademia. Jakarta. Gilbert, 1949. Abalon (Holiotis asinina). Sounders Company. Washington. Hegner dan Engeman, 1968. Ciri Khas Holiotis asinina. Elek Science. London. Kordi,K., 2004. Jenis-jenis Abalon. Rineka Cipta. Jakarta. Nichols,J.T and P. Bartsh, 1996. Perbedaan Jantan dan Betina Abalon. The Macmillan Company. New York. Rifai and Ermitati, 1993. Pemijahan Abalon. Pusat Perikanan dan Kelautan. Departemen Pendidikan Perikanan dan Kelautan. Jakarta. Rohmimohtarto, 1998. Plankton Larva hewan Laut. Yayasan Laut Biru. Jakarta.

Samadi,Budi, 2010. Ciri Fisik Abalon (Holiotis asinina). Pustaka Mina. Jakarta. Tissot, H.R., 1992. Fungsi Lubang Pada Cangkang Abalon. The Macmillan Company. New York.

ANALISIS USAHA PEMBESARAN ABALONE DENGAN METODE KERANJANG GANTUNG SKALA USAHA SEDERHANA BIAYA INVESTASI (rakit bambu 88 m) No. Alat/bahan Volume Satuan Harga Total 1 Bambu 12 Batang 100.000 1.200.000 2 Pelampung 9 Buah 250.000 2.250.000 3 Jangkar beton 4 Buah 20.000 800.000 4 Tali jangkar PE 12 mm 1 Roll 600.000 600.000 5 Tali rakit dan pelampung PE 7 mm 2 Roll 200.000 400.000 6 Keranjang gantung 50 Unit 40.000 2.000.000 7 Sampan kayu 1 Unit 3.500.000 3.500.000 8 Shelter 50 Unit 10.000 500.000 9 Ongkos pembuatan rakit 1 Unit 400.000 400.000 JUMLAH 11.750.000 BIAYA VARIABEL No. Alat/bahan Volume Satuan Harga Total 1 Benih abalone 7500 Ekor 2.000 15.000.000 2 Pakan (Gracilaria) 5500 Kg 1.000 5.500.000 3 Peralatan kerja 1 Paket 150.000 150.000 4 Upah tenaga kerja 12 bulan 300.000 3.600.000 JUMLAH BIAYA INVESTASI 24.250.000 BIAYA TETAP Biaya penyusutan (usia pakai 3 tahun) 30% dari biaya investasi = Rp. 3.525.000

Total biaya variable + biaya tetap =Rp.27.775.000 ASUMSI HASIL PANEN ABALONE (Haliotis spp) Ukuran abalone : Awal tebar : 2-3 cm, 6-7 gram Hasil panen : 5,5 cm, 40 gram Lama budidaya : 10-12 bulan SR : 80 % Pakan : rumput laut Gracilaria sp FCR : 22 Jumlah tebar : 7.500 ekor dalam 50 unit keranjang gantung Hasil panen : 7.500 ekor x 80 % = 6.000 ekor 6.000 ekor x 40 gram = 240 kg 240 kg x Rp. 200.000 = Rp. 48.000.000 Keuntungan : (penjualan biaya total) : (48.000.000 27.775.000) = Rp. 20.225.000 Break Even Point (BEP) BEP volume produksi = Biaya total/harga jual per kg = (Rp. 27.775.000 / Rp. 200.000) = 138,87 kg BEP harga produksi = Biaya total/total produksi = (Rp. 27.775.000 / 240 kg) = Rp. 116.000 Revenue Cost (R/C) Ratio = penerimaan/total biaya = (Rp. 48.000.000 / Rp. 27.775.000) = 1,73 Pengembalian modal = total biaya/keuntungan x 100 %

= (Rp. 27.775.000 / 20.225.000 x 100%) = 137,3%

You might also like