You are on page 1of 21

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Bunyi sila ke 4 Pancasila mengatakan: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kalimat ini mengandung 3 kandungan pokok yaitu Pertama, kerakyatan merupakan objek yang bersifat umum. Diharapkan para petinggi negara dan kebijakan atau perundangan yang dibuat dapat berpihak kepada rakyat. Serta memberikan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, tanpa mendekatkan mereka dengan (konflik) politik. Kedua, dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, rakyat pada dasarnya terserah dan mengikuti pemimpin. Hikmat adalah sesuatu yang apabila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi terjadinya keburukan sehingga mendatangkan kebaikan dan kemudahan. Dan diharapkan pemimpin Negara ini bijaksana. Ketiga, permusyawaratan perwakilan. Permusyawaratan adalah pembeda yang paling mendasar dibandingkan dengan demokrasi karena permusyawaratan merupakan kuasa atau pengganti pembuatan segala keputusan. Maka dalam demokrasi permusyawaratan yang telah dikandung dalam prinsip Negara ini, diharapkan pemerintah dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendasari sikap demokratisasi sehingga menciptakan suatu Negara yang melibatkan rakyatnya dalam memajukan Negara Indonesia tercinta ini.

1.2

Tujuan Tujuan dari mengetahui Demokrasi Permusyawaratan yang juga berhubungan dengan

Pancasila dalam sila yang keempat, yaitu demokrasi permusyawaratan menyediakan wahana bagi perwujudan semangat kekeluargaan dan keadilan sosial di bawah bimbingan hikmatkebijaksanaan. Hal ini juga dipertimbangkan dengan tradisi gotong-royong masyarakat Indonesia, watak multikultural kebangsaan Indonesia, dan pengalaman keterjajahan yang

ditimbulkan oleh kolonialisme sebagai perpanjangan dari kapitalisme dan individualisme. Itu semua membuat masyarakat mengetahui cita-cita kerakyatan dan permusyawaratan. Demokrasi permusyawaratan juga bertujuan agar rakyat mendapatkan kebajikan dan kesentosaan masa depan. Selain itu demokrasi permusyawaratan dipandang sebagai nostrum, obat bagi segala masalah kebangsaan. Demokrasi yang berdasarkan nilai persatuan dan keadilan, dituntut untuk dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh Rakyat Indonesia. Demokrasi yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab bertujuan untuk para penyelenggara Negara dalam memelihara budipekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

BAB 2 KONSEP INTI

2. 1

Perspektif Historis Menurut Hatta, setidaknya ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi

dalam kalbu bangsa Indonesia, terutama di lingkungan para pemimpin pergerakan. Pertama, tradisi kolektivisme dari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai makhluk Tuhan. Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya (Hatta, 1992: 121). Stimulus Demokrasi Desa Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, memang merupakan fenomena baru di negeri ini, yang muncul sebagai ikutan dari formasi negara Republik Indonesia Merdeka. Dalam pandangan Tan Malaka, paham kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di bumi Nusantara. Menurut analisis Hatta,demokrasi asli Nusantara itu dapat terus bertahan di bawah feodalisme karena di banyak tempat Nusantara, tanah sebagai faktor produksi yang terpenting bukanlah kepunyaan raja, melainkan dimiliki bersama oleh masyarakat desa. Kelima analisir demokrasi asli itu: rapat, mufakat, gotong-royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkir dari daerah kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan pergerakan nasional sebagai pokok yang kuat bagi demokrasi sosial, yang akan dijadikan dasar pemerintahan Indonesia merdeka di masa datang. Stimulus Islam atas Demokrasi Dalam pandangan Soekarno, pengaruh Islam di Nusantara membawa transformasi masyarakat feodal menuju masyarakat yang lebih demokratis. Dalam perkembangannya, Hatta juga memandang stimulus Islam sebagai salah satu sumber yang menghidupkan citacita demokrasi sosial di kalbu para pemimpin pergerakan kebangsaan. Prinsip Tawhid adalah

paham persamaan (kesederajatan) manusia di hadapan Tuhan, yang melarang adanya perendahan martabat dan pemaksaan kehendak/pandangan antarsesama manusia. Penyejarahan nilai-nilai demokratis sebagai pancaran prinsip Tawhid itu dicontohkan oleh Nabi Muhammad sejak awal pertumbuhan komunitas politik Islam di Madina, dengan mengembangkan cetakan dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai bangsa. Menurut Madjid (2003), pengertian bangsa (nation) itu dalam bahasa Arab sering diungkapkan dengan istilah ummah (ummatun, umat), sedang konvergensi seluruh komunitas bangsa ke dalam suatu kesatuan politik dan tatanan hidup bersama disebut al-Umam al-Muttahidah (umat-umat bersatu). Stimulus Barat atas Demokrasi Masyarakat Eropa memiliki akar demokrasi yang panjang. Dalam pemahaman yang lazim berkembang, istilah demokrasi, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Pertumbuhan nasionalisme dan demokrasi di dunia Barat bersahutan dengan perkembangan industrialisasi dan ekspansi kapitalisme. Konsekuensinya bukan hanya menimbulkan konflik internal antarkelas dalam suatu negara-bangsa, melainkan juga konflik eksternal antarnegara-bangsa dalam ekspansi kapitalisme, untuk memperebutkan sumber daya dan pasar. Konflik eksternal ini pada gilirannya meluber ke luar dunia Barat, melahirkan kolonialisme di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kehadiran kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia, membawa dua-sisi dari koin peradaban Barat: sisi represi imperialisme-kapitalisme dan sisi humanismedemokratis. Negosiasi antarsumber Nilai menuju Demokrasi-Sosialistik Sumber inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, dan sosio-demokrasi Barat, memberikan landasan persatuan dari keragaman, bahwa dengan segala keragaman ideologipolitik yang dikembangkan, yang bercorak keagamaan maupun sekuler, semuanya memiliki titik-temu dalam gagasan-gagasan demokrasi sosialistik (kekeluargaan), dan secara umum menolak individualisme. Dari perspektif golongan Islam, idealisasi terhadap gagasan demokrasi-sosialistik itu diwakili oleh pandangan H.O.S. Tjokroaminoto, dari perspektif golongan sekuler, hal ini diwakili oleh pandangan Tan Malaka, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.

Pandangan H.O.S. Tjokroaminoto Dalam Islam dan Sosialisme (1924; 1951) dan juga tulisan-tulisan lainnya, Tjokro menguraikan kesalinghubungan antara paham sosialisme dengan ajaran Islam. Pertama, dia mencoba menguraikan dasar-dasar sosialisme yang ada di dalam ajaran Islam, kedua, dia berusaha menunjukkan bahwa perintah atau anjuran di dalam Islam memiliki ciri yang bersifat sosial, ketiga, Islam juga mewajibkan para penganutnya untuk selalu memerhatikan sesama manusia dengan membantu mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan, keempat, prinsip persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan merupakan prinsip yang integral di dalam ajaran Islam sejak dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Tjokro mengidealiskan prinsip-prinsip demokrasi-sosial sebagai dasar perjuangan Islam dan dasar kehidupan bernegara. Pandangan Tan Malaka Dalam pandangannya, bentuk negara yang dicita-citakan bangsa Indonesia bukanlah sebuah negara monarki, yang kedaulatannya berada di tangan seorang raja. Baginya, bentuk negara republik adalah cita-cita yang harus diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia, karena dengan bentuk ini, rakyat akan memiliki kedaulatan atas negara. Untuk menjamin kedaulatan rakyat dalam republik, menurutnya, perlu dijaga keseimbangan kekuasaan dengan membaginya menjadi tiga: pertama, kekuasaan untuk membuat undang-undang yang diberikan pada badan legislatif. Kedua, kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang diberikan pada badan eksekutif. Dan ketiga, kekuasaan untuk mengawasi undang-undang yang diberikan pada badan yudisial. Dalam gagasan republikanisme Tan Malaka, demokrasi yang dikembangkan bercorak sosialistik yang menekankan kerjasama. Dalam pemikirannya, individualisme dan perpanjangannya dalam bentuk kapitalisme secara apriori ditolak. Pandangan Soekarno Gagasan demokrasi dengan semangat kekeluargaan (gotong-royong) lebih kuat diartikulasikan oleh Soekarno. Penekanannya atas semangat kekeluargaan ini terancam setidaknya sejak dia menerbitkan tulisan pada 1926 yang berjudul Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Tulisan ini mengidealiskan pentingnya pertautan di antara tiga kekuatan revolusioner yang disebutnya sebagai Roh Asia (Spirit of Asia), yang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia. Ketiga kekuatan tersebut, menurutnya, meskipun maksudnya sama, mempunyai tiga sifat: Nasionalistis, Islamistis, dan Marxistis. Soekarno menekankan

perlunya bangsa kita memiliki konsepsi nasionalisme dan demokrasinya sendiri, yang dia namakan sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme yang dia maksudkan adalah semanagat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan keluar, yang tidak mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia. Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan poilitik, melainkan juga hak ekonomi. Pandangan Mohammad Hatta Gagasan demokrasi sosial dalam konteks Indonesia mendapatkan formulasi secara lebih jelas dari Mohammmad Hatta. Pergulatannya yang intens dengan tradisi demokrasi di Eropa, penyelidikannya atas praktik sosio-demokrasi, serta penghayatannya atas tradisi permusyawaratan dan gotong royong dari masyarakat desa (khususnya nagari) di Indonesia, menjadi latar yang kuat dalam mengkonseptualisasikan model demokrasi yang cocok bgi masa depan bangsanya. Salah satu proses penting dalam demokrasi menurut Bung Hatta adalah soal prinsip kedaulatan rakyat. Yang dimaksudkan kedaulatan rakyat adalah bahwa kekuasaan untuk mengatur negeri berada di tangan rakyat. Salah satu institusi penting dari demokrasi dalam menjembatani aspirasi rakyat ke dalam pemerintahan adalah partai politik. Partai politik, menurut Hatta, adalah sarana untuk mengorganisasikan opini publik agar rakyat bisa belajar dan merasakan tanggungjawab sebagai warga dari sebuah negara anggota dari sebuah masyarakat. Semakin baik kemampuan partai dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana aspirasi, semakin tinggi pula rasa keterlibatan rakyat dalam pemerintahan. Hatta menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia tidak mengenal paham individualisme sebagaimana yang ada di Barat. Oleh karena itu, model demokrasi yang dikembangkan hendaknya bukan demokrasi yang sekedar menjiplak budaya masyarakat Barat secara mentah-mentah, melainkan demokrasi yang cocok dengan karakter keindonesiaan sendiri, yakni demokrasi kekeluargaan berlandaskan permusyawaratan. Pandangan Sutan Sjahrir Sjahrir adalah figur yang paling muda dan sekaligus paling liberal, karena perhatiannya yang lebih besar pada kebebasan individu. Paham sosialisme yang diusung oleh Sjahrir adalah paham yang tetap menghormati kemerdekaan dan kebebasan invidu dengan rasionalitas yang dimiliki namun juga harus peduli pada masalah bersama sebagai makhluk

sosial. Sjahrir mendukung sistem parlementer yang dipandangnya sebagai wujud pengabdian pada perkembangan kemanusiaan. Sjahrir juga berkeyakinan bahwa sistem demokrasi parlementer adalah syarat yang harus dipenuhi untuk sampai pada negara kesejahteraan. Dengan segala variasi pemikirannya, tokoh-tokoh pendiri bangsa tersebut memiliki persamaan dalam idealisasinya terhadap demokrasi yang bercorak sosialistik. Demokrasi yang memperjuangkan keseimbangan pencapaian kebebasan, kesetaraan (keadilan) dan persaudaraan (kekeluargaan), dalam semangat permusyawaratan. Demokrasi dalam Perumusan Pancasila dan Konstitusi Kedaulatan rakyat penting dalam semangat kekeluargaan (permusyawaratan). Ungkapan ini diungkapakan oleh Muhammad Yamin ketika meletakkan dasar kedaulatan rakyat sebagai tujuan kemerdekaan dan permusyawaratan. Dari ungkapan para anggota rakyat, intinya adalah asas permusyawaratan penting dan harus adanya kekeluargaan di negara. Pengertian Negara Indonesia ialah, teori yang dapat dinamakan teori integralistik. Negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Soekarno menyampaikan pidatonya pada Rapat Besar 1 Juni 1945. Dalam uraiannya mengenai dasar falsafah Negara Indonesia merdeka (philosofiscche granslag), dia memasukkan prinsip mufakat atau demokrasi sebagai dasar ketiga. Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu Negara untuk satu orang, bukan satu Negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan Negara semua untuk semua, satu untuk semua, semua untuk satu. Permusyawaratan diharapkan dapat dibimbing oleh semangat kekeluargaan berdasarkan hikmah kebijaksanaan agar dapat mencapai sintesis yang bermutu bagi kebaikan semua. Hasil prinsip demokrasi dalam Pidato Soekarno menempati urutan ke-3, lalu mengalami pergeseran menjadi prinsip (sila) keempat dari dasar Negara (Pancasila). Redaksinya disempurnakan menjadi. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam Pembukaan ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas Kedaulatan Rakyat

dan berdasarkan permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Roeslan Abdoelgani menyatakan bahwa toleransi yang dikehendaki Pancasila adalah suatu kompromi dalam konteks toleransi yang positif karena senantiasa dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Demokrasi dengan semangat musyawarah-mufakat inilah yang akan mewarnai rancang-bangun ketatanegaraan Indonesia dalam pembahasan yang terkait dengan Rancangan Undang-Undang Dasar. Semangat demokrasi musyawarah-mufakat ini selaras dengan arus utama pemikiran politik Indonesia saat itu yang mengidealisasikan konsepsi Negara kekeluargaan. Konsepsi Negara kekeluargaan ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea terakhir yang mengandung kehendak untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan kata lain, suatu bentuk pemerintah Negara yang mengatasi paham perseorangan dan golongan. Demokrasi dalam semangat permusyawaratan- kekeluargaan diidealkan sebagai salah satu prinsip nasional. Demokrasi pada umumnya dipandang sebagai tujuan yang harus dicapai ketimbang sekadar sebagai sarana. Demokrasi identik dengan kebajikan dan kesentosaan masyarakat masa depan. Demokrasi dipandang sebagai nostrum, obat bagi segala masalah kebangsaan. Hal ini berimplikasi bahwa semua tindakan yang mengarah pada ideal-ideal kehidupan kebangsaan dipandang sebagai ekspresi demokrasi.

2.2

Perspektif Teoretis-Komparatif Menurut Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by people, and for the people). Pemerintahan demokratis itu memerlukan prasyarat yang mendukung sedikitnya tiga ide pokok sebagai berikut: 1. Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat yang diperintah (the nation that a government deriving its powers from the consent of the governed). 2. Kekuasaan itu harus dibatasi (limited government). 3. Pemerintah harus berdaulat (sovereign), artinya harus cukup kuat untuk dapat menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien.

Dalam perkembangannya, pemerintahan demokratis itu dibentuk dan dijalankan, didekati secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda di tempat dan waktu yang berbeda. Akibatnya, muncul berbagai bentuk dan model demokrasi sesuai dengan ruang dan waktunya. Menurut Charles Tilly, pengertian dari demokrasi dibagi kedalam empat kategori pendekatan yaitu konstitusional, substantif, procedural, dan berorientasi proses. Pendekatan konstitusional menekankan pada bagaimana konstitusi dibentuk, diberlakukan, dan diamalkan oleh suatu pemerintahan sehubungan dengan aktivitas politik. Pendekatan substantive memberikan perhatian lebih pada bagaimana suatu pemerintah memajukan kondisi kehidupan dan kehidupan politik. Pendekatan procedural berkisar pada pembahasan bagaimana secara sederhana, dan tentunya procedural, suatu pemerintahan digolongkan sebagai suatu demokrasi. Pendekatan berorientasi proses kerap diasosiasikan dengan pemikiran Robert Dahl. Dahl menggariskan lima kriteria minimum agar suatu Negara bisa dianggap demokrastis. Kelima kriteria berbentuk proses itu meliputi: 1. Partisipasi efektif (effectif participation) Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk membuat pandangan-pandangannya diketahui oleh warga yang lain. 2. Kesetaraan memilih (voting equality) Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk memilih dan seluruh pilihan harus dihitung secara setara. 3. Pemahaman tercerahkan (enlightened understanding) Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk mempelajari alternative kebijakan yang relevan serta kemungkinan akibatnya. 4. Pengendalian agenda (control of the agenda) Setiap warga harus memiliki kesempatan untuk menentukan bagaimana dan apa saja yang harus ditempatkan dalam agenda kebijakan. 5. Perlibatan setiap orang dewasa (inclusion of adults) Setiap warga yang sudah dewasa harus diberi hak secara penuh untuk keempat kriteria diatas. Dahl juga menyebutkan 6 prasyarat institusi demokrasi yaitu pejabat terpilih; pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala; kebebasan berbicara; tersedianya sumber-sumber informasi alternative; otonomi berserikat; dan kewarganegaraan inklusif. Dimensi kualaitas

menjadi penentu dan pembanding apakah suatu Negara lebih demokratis disbanding dengan Negara lain. Robert Putnam dalam bukunya, Making Democracy Work, menekankan dengan tegas namun lugas, demokrasi yang efektif berhubungan erat dengan modernitas sosio-ekonomi. Alexis de Tocqueville menegaskan bahwa demokrasi merupakan suatu subjek multidimensional, yang meliputi aspek-aspek politik, moral, sosiologis, ekonomis, antropologis, dan psikologis. Meskipun ada kesamaan secara prinsipil, demokrasi itu tidaklah berwajah tunggal, melainkan menampilkan dirinya secara beragam, karena harus disesuaikan dengan konteks ruang dan waktu agar dapat mengakar dalam beragam jenis masyarakat. Para pendiri bangsa Indonesia menghayati sepenuhnya dampak buruk represi politik dan eksploitasi ekonomi yang ditimbulkanoleh kolonialisme dan kapitalisme, oleh karena itu sangat mengidealiskan keselarasan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yang dalam istilah Soekarno disebut sosio-demokrasi. Mereka juga enyadari bahwa kemajemukan Indonesia secara social-budaya dan social-ekonomi memerlukan semangat kekeluargaan dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada. Dengan semangat persatuankekeluargaan itulah, mereka berjuang meraih kemerdekaan dan membentuk Negara-nasional, dan dengan semangat itu pula demokrasi diarahkan untuk mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Pendekatan politik yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dengan memperbaiki karakteristik dan bentuk partisipasi politik bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Penganut demokrasi deliberative menganggap bahwa demokrasi yang berkembang, baik langsung maupun representative, cenderung mencerminkan pertempuran kepentingan pribadi yang tidak membawa perbaikan mutu. Sebagai alternative, demokrasi deliberative meletakkan keutamaan diskusi dan musyawarah dengan kekuatan argumentasi berlandaskan daya-daya consensus, diatas keputusan yang berdasarkan voting. Para pendukung demokrasi deliberative berpendapat bahwa musyawarah meningkatkan kualitas dan akseptabilitas keputusan kolektif. Dalam pandangan Arend Lijphart, demokrasi secara garis besar dibedakan kedalam dua model yaitu majoratian democracy (demokrasi yang lebih mengutamakan suara mayoritas) dan consensus democracy (demokrasi yang lebih mengutamakan consensus). Faktanya bahwa jarang sekali Negara yang menjalankan model majoratian democracy

secara murni, hanya United Kingdom, New Zealand, bekas koloni Inggris di wilayah Karibia, dan dalam taraf yang berbeda, juga Amerika Serikat. Kebanyakn pemerintahan demokratis lebih menganut model consensus. Lebih dari tiu, Lijphart menilai bahwa consensus democracy bisa dipandang lebih demokratis ketimbang majoratian democracy dalam banyak hal. Berdasarkan dari argument Arthur Lewis, Lijphart menunjukkan bahwa penekanan model majoratian pada majority rule dalam politik ditafsirkan tidak demokratis karena mengandung prinsip-prinsip pengucilan (exclusion). Demokrasi di Indonesia tidak sejalan dengan model demokrasi elitis. Demokrasi elitis adalah suatu konsep yang disodorkan oleh Joseph Schumpeter sehingga dikenal pula sebagai Demokrasi Schumpeterian. Demokrasi didefinisikan sebagai suatu metode atas pengaturan institusi guna mendapatkan keputusan politik di mana individu mempunyai kekuasaan untuk memutuskan melalui cara perjuangan kompetisi demi suara pemilih. Demokrasi adalah persaingan antar elite. Demokrtasi elitis ini dikenal juga sebagai demokrasi procedural minimalism. Teori kedaulatan dari Bodin menekankan perlunya Negara memiliki rumusan kedaulatan tertinggi sebagai ekspresi tertinggi rakyat secara keseluruhan, bukan ekspresi sebagian dari kekuatan rakyat. Robyn Eckersley mengambil kesimpulan bahwa kunci transformasi politik hijau ialah penyebarluasan dan penghayatan budaya ekosentris (berporos pada ekologi), diatas struktur politik yang sudah hijau. Demokrasi musyawarah dibangun berlandaskan akal-kearifan ketimbang kuasa, serta bersandar pada prosedur musyawarah sebagai cita-cita kebenaran politik. Demokrasi musyawarah menempatkan esensi demokrasi bukan pada voting tetapi didasarkan pada musyawarah kolektif dan prosedur pengambilan keputusan yang terbuka. Sifat terbuka dari prosedur demokrasi musyawarah yang lebih mementingkan rasionalitas argument dan kearifan menempatkan kemungkinan lebih besar diterimanya nilai-nilai dan pemikiran ekologis. Apabila demokrasi benar-benar ingin memasukkan pertimbangan lingkungan, ia harus memastikan bahwa musyawarah (dan bukan kompetisi) yang menjadi penentu dalam struktur ataupun proses pengambilan keputusan dalam berdemokrasi. Krisis demokrasi merupakan konsekuensi dari apa yang disebutnya sebagai superkapitalisme.

Superkapitalisme adalah suatu konsep yang menggambarkan semakin menguatnya kompetisi di dunia bisnis dalam memperebutkan konsumen dan investor, dan kini telah merambah dunia politik.

Dalam pandangan Carol C. Gould pada tataran internasional, masalah normative yang ditimbulkan kapitalisme global setidaknya menyangkut dua hal yaitu deficit keadilan global dan deficit demokrasi global. Salah satu dampak utama dari penetrasi kapitalisme ke dalam kehidupan berdemokrasi adalah meredupnya kekuatan kewargaan. Menurut Barber, ekonomi kapitalis sekarang, selain membagi dunia ke dalam kubu berada dan tidak berada, juga menumbuhkan etos baru. Inti dari uraian para teorikus demokrasi tersebut adalah bahwa kondisi demokrasi politik terkait erat dengan kondisi perekonomian. Benar bahwa demokrasi dan kewarganegaraan tetap bisa bertahan walaupun terjadi ketimpangan ekonomi. Akan tetapi, semakin besar ketimpangan itu, semakin besar pula tenaga yang diperlukan untuk mempertahankan kesinambungan kehidupan demokrasi. Membumikan Demokrasi Permusyawaratan dalam Kerangka Pancasila Gagasan demokrasi pemusyawaratan berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila merupakan usaha sadar dari para pendiri bangsa untuk melakukan apa yang disebut Putnam making democracy work, atau apa yang disebut Saward mengakar (to take root), dalam konteks keindonesiaan. Dalam ungkapan Soekarno; Demokrasi yang harus kita jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan dari rakyat itu. Demokrasi dalam alam pikiran Indonesia bukan sekadar alat teknis, melainkan juga cerminan alam kejiwaan, kepribadian, dan cita-cita nasional. Tetapi di dalam cara pemikiran kita, atau lebih tegas lagi di dalam cara keyakinan dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat bukan sekadar alat saja. Kita berpikir dan berasa bukan sekadar hanya secara teknis, tetapi juga secara kejiwaan, secara psikologis nasional, secara kekeluargaan. Sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung beberapa ciri dari alam pemikiran demokrasi di Indonesia. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa kedaulatan itu berdasar atas kerakyatan dan pemusyawaratan. Dengan kata lain, demokrasi itu hendaknya mengandung ciri kerakyatan (daulat rakyat) dan pemusyawaratan (kekeluargaan). Selain kedua cirri tersebut, demokrasi Indonesia juga mengandung cirri hikmat kebijaksanaan. Cita hikmat kebijaksanaan merefleksikan orientasi etis, sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Dalam demokrasi permusyawaratan ,suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. 1. Harus didasarkan pada asasn rasionalitas dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas ideologis dan kepentingan. 2. Didedikasikan bagi kepentingan orang banyak, bukan demi kepentingan perseorangan atau golongan. 3. Berorientasi jauh kedepan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negative). 4. Bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas kecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim mayoritas. Demokrasi Indonesia menganut konsepsi kedaulatan yang menyerupai teori Jean Bodin, dengan mengakui adanya lembaga permusyawaratan tertinggi (MPR) sebagai penjelmaan dari ekspresi kedaulatan rakyat tertinggi (locus of sovereignty). Sebagai ekspresi dari demokrasi yang bersemangat keadilan, demokrasi Indonesia

mengembangkan sistem pemerintahan yang member peran penting pada Negara dalam mengembangkan kesejahteraan rakyat. Basis legitimasi Negara-pengurus (Negara kesejahteraan ala Indonesia) ini bersumber pada empat jenis tanggung jawab yaitu perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilan-perdamaian. Selain itu, sistem pemerintahan Negara Indonesia tidak mengenal pemisahan kekuasaan yang ketat seperti dalam paham Trias Politica. Asas yang digunakan dalam sistem pemerintah Negara Indonesia adalah pembagian kekuasaan secara tidak ketat (partial separation of powers). Hal ini berbeda dengan asas pure separation of powers seperti di Amerika Serikat, yang konsepsi kedaulatannya mengikuti teori James Madison yang menganut paham pemisahan kekuasaan. Dengan tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan secara ketat (trias politica), tidak berarti bahwa sistem pemerintah Negara Indonesia tidak mengandung mekanisme pengecekan dan keseimbangan (check and balances).

Demokrasi dalam alam Pancasila dilandasi oleh nilai-nilai teosentris yang mengangkat kehidupan politik dari tingkat sekuler ke tingkat moral spiritual dan nilai aposentris yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai perbedaan berlandaskan semangat kesetaraan dan persaudaraan, dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimuliakannya aspirasi rakyat dalam proses demokrasi politik di lembaga perwakilan, rakyat juga dituntut untuk menjadi warga Negara yang bijaksana, yang memahami hak dan kewajibannya, serta bertanggung jawab dalam menjalankan partisipasi politiknya.

BAB 3 ANALISIS
1. Perspektif Hisotris Menurut Hatta, setidaknya ada 3 sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi dalam bangsa Indonesia, terutama di lingkungan para pemimpin pergerakan.Pertama, tradisi kolektivitasdari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi sebagai makhluk Tuhan dan yang Ketiga adalah paham sosialis Barat yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan kebangsaaan. Dari perspektif historis dapat dilihat juga pengalaman Bangsa Indonesia yang dijajah oleah bangsa lain dimana Bangsa Indonesia tidak bisa memberikan pendapatnya dan kebanyakan dibodohi oleh penjajah, dari pengalaman ini bisa menjadi sumber ke masa depan agar bangsa Indonesia sendiri tidak menjajah Bangsanya sendiri maupun dijajah oleh bangsa lain. Pada Stimulus Demokrasi Desa, demokrasi merupakan suatu bentuk aspirasi rakyat kepada Negara ini sehingga kata-kata pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat merupakan suatu fenomena di negri ini. Demokrasi memiliki 5 anilisir yaitu: rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes dan hak menyingkir dari daerah kekuasaaan raja, dan dipuja di pergerakan nasional sebagai pokok demokrasi social. Kelima analisir itu mengandung arti yang sangat mendalam bagi kelangsungan pemerintahan Indonesia di masa yang akan datang. Namun, dalam kenyataannya sekarang kebanyakan mengadakan hak protes bersama sangatlah minim karena aspirasi rakyat sangatlah minim didengarkan oleh pemerintahan, sehingga diperlukan analisir satu lagi yaitu moral. Karena dengan adanya moral yang baik pasti akan terjadi suatu hubungan yang baik antara rakyat dan pemerintah sehinnga terjalin komunikasi yang serasi dan aspirasi rakyat di dengarkan demi menjunjung tinggi suatu demokrasi di Indonesia. Pada Stimulus Islam atas demokrasi, , pada awalnya stimulus ini sangatlah baik , jika dipikirkan dampak nya di masa depan akan menimbulkan suatu pertentangan. Stimulus Islam yang dijadikan suatu stimulus demokrasi akan Ketuhanan dengan kewajiban

mengarah ke beberapa bidang , yaitu social , politik. Contohnya Piagam Jakarta, di sana tertulis

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya , hal tersebut dapat

menimbulkan suatu dominasi di berbagai bidang , sperti bidang politik yang sekarang lagi marak-maraknya.dapat dilihat juga contoh, pemilihan presiden,semua presiden di Indonesia merupakan penganut agama Islam, bagaimana jika pada pemilu nanti presiden penganut agama lain menjadi presiden? Bila piagam Jakarta tidak diubah maka akan terjadi sebuah pertentangan di Negara ini pasti akan banyak kontroversial Karena di Indonesia kebanyakan penganut Islam, maka pasti terjadi suatu pemaksaan penurunan presiden .Sehingga sangatlah baik ketiga isi pertama piagam Jakarta diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa di sila 1 Pancasila sehingga adanya hak-hak agama lain untuk memiliki jabatan di negri ini dan terwujudnya demokrasi pada semua ras,suku dan agamadi negri ini. Pada Stimulus Barat atas demokrasi , kebanyakan merupakan sumber demokrasi di berbagai negara termasuk Indonesia,namun demokrasi stimulus Barat ini kecenderungan bersifat saing dalam memperebutkan sumber daya dan pasar. Negosiasi antarsumber Nilai menuju Demokrasi-Sosialistik Suatu titik temu adalah suatu tujuan dari persatuan keragaman yang becorak agama maupun sekuler demi terwujudnya suatu demokrasi kekeluargaan. Terdapat idelisasai terhadap demokrasi-sosialistik: 1. Perspektif golongan Islam , menurut H.O.S Tjokroaminoto Dasar perjuangan Islam dan dasar kehidupan bernegara sebaiknya hanyalah dijadikan suatu inspirasi , karena bila dijadikan suatu prinsip maka agama tersebut bisa menjadi suatu dominasi . Padahal pada kenyataannya urusan Negara dan Agama harus dipisahkan karena memiliki suatu pertentangan . 2. Golongan sekuler, Tan malaka Keseimbangan kekuasaaan di negara sangatlah diperlukan , yaitu dengan cara Membagi kekuasaan kedaulatan rakyat . 3. Pandangan Soekarno Inti dari demokrasi adalah menjunjung tinggi keadilan social dan perikemanusiaan 4. Pandangan Moh. Hatta Pandangan Moh. Hatta merupakan pandangan paling baik karena dia melihat pemegang penuh dalam neagra ini adalah kedaulatan rakyat. Namun, hal itu legislatif, yudisial, dan eksekutif untuk menjamin dan menjunung tinggi

hanyalah menjadi kata mutiara di jaman sekarang . Meskipun hal tersebut telah di tuliskan di pasal 1 ayat 2 UUD 1945, dalam prakteknya sekarang , justru pemerintahlah yang mendominasi, sehingga diperlukan suatu rombakan pola pikir di negri dengan kembali ke UUD sehingga demokrasi akan berjalan sbeagaimana fungsinya. 5. Sutan Syahrir Menurut Sutan Syahrir, adalah paham yang tetap menghormati kemerdekaan dan kebebasan invidu dengan rasionalitas yang dimiliki namun juga harus peduli pada masalah bersama sebagai makhluk social. Pandangan Sutan Syahrir memiliki suatu kekuatan untuk membentuk suatu Negara yang sejahtera , namun dalam membentuk Negara demokrasi yang diperlukan adalah suatu kerjasama dalam membangun Negara. Demokrasi kesetaraan yang memperjuangkan dan keseimbangan pencapaian dalam kebebasan semangat

(keadilan)

persaudaraan

(kekeluargaan),

permusyawaratan. Demokrasi dalam Perumusan Pancasila dan Konstitusi Kedaulatan rakyat penting dalam semangat kekeluargaan (permusyawaratan). suatu bentuk pemerintah Negara yang mengatasi paham perseorangan dan golongan. Demokrasi dalam semangat permusyawaratan- kekeluargaan diidealkan sebagai salah satu prinsip nasional. Demokrasi pada umumnya dipandang sebagai tujuan yang harus dicapai ketimbang sekadar sebagai sarana. Demokrasi identik dengan kebajikan, kebijaksanaan dan kesentosaan masyarakat masa depan. Demokrasi dipandang sebagai nostrum, obat bagi segala masalah kebangsaan. Hal ini berimplikasi bahwa semua tindakan yang mengarah pada ideal-ideal kehidupan kebangsaan dipandang sebagai ekspresi demokrasi. Di Indonesia maka dibentuklah sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dimana di sila ke-4 memiliki arti yaitu nilai moral terdapat pada kata Kebijaksanaan dan permusyawaratn/perwakilan adalah teknis. 2. Perspektif Teoretis-Komparatif Menurut Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people,

by people, and for the people). Pemerintahan demokratis itu memerlukan prasyarat yang mendukung sedikitnya tiga ide pokok sebagai berikut: 1. Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat yang diperintah (the nation that a

government deriving its powers from the consent of the governed). 2. 3. Kekuasaan itu harus dibatasi (limited government). Pemerintah harus berdaulat (sovereign), artinya harus cukup kuat untuk dapat

menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien. Ide pokok yang sangat penting adalah suatu sikap kebijaksanaan dari pemerintah untuk mendengarkan aspirasi rakyat untuk menjalankan pemerintahan demokratis. Dengan adanya suatu teori demokrasi , maka pembentukan demokrasi di Indonesia di buat berdasarkan teori tokoh, pengalaman hidup di masyarkat, dan keragaman di Indonesia. Menurut Robert Dahl terdapat 5 kriteria bentuk proses demokratis yaitu: Partisipasi efektif (effectif participation), Kesetaraan memilih (voting equality), Pemahaman tercerahkan (enlightened understanding), Pengendalian agenda (control of the agenda), Perlibatan setiap orang dewasa (inclusion of adults).Di Indonesia juga menerapkan proses demokratis tersebut di pemilihan umum namun banyak terjadi penyelewengan yang terjadi maka dari itu di perlukan 6 prasyarat instusi demokrasi yaitu pejabat terpilih; pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala; kebebasan berbicara; tersedianya sumber-sumber informasi alternative; otonomi berserikat; dan kewarganegaraan inklusif agar tidak terjadi penyelewengan atau adanya uang suap untuk memilih suatu parpol itu sendiri. Menurut Alexis de Tocqueville, demokrasi adalah suatu objek

multidimensional yang meliputi aspek-aspek politik, moral, sosiologis , ekonomi , antropologis dan psikologis. Di Indonesia kecenderungan pada aspek politik, ekonomi, moral dan social. Namun yang benar-benar condong adalah bidang politik, dapat dilihat sekarang banak partai-partai politik yang berlomba-lomba untuk mendapatkan jabtan di negri tanpa adanya suatu demokrasi yang adil, Karena itu, setidaknya para-para pelaku demokrasi haruslah kembali melihat masa lalu ketika para pendiri bangsa Indonesia menghayati sepenuhnya dampak buruk represi politik dan eksploitasi ekonomi yang ditimbulkanoleh kolonialisme dan kapitalisme, oleh karena itu sangat mengidealiskan keselarasan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yang dalam istilah Soekarno disebut sosio-demokrasi. Mereka juga

menyadari bahwa kemajemukan Indonesia secara social-budaya dan social-ekonomi memerlukan semangat kekeluargaan dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada. Dengan semangat persatuan-kekeluargaan itulah, mereka berjuang meraih

kemerdekaan dan membentuk Negara-nasional, dan dengan semangat itu pula demokrasi diarahkan untuk mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Demokrasi di Indonesia seharusnya sejalan dengan model demokrasi elitis. Demokrasi elitis adalah suatu konsep yang disodorkan oleh Joseph Schumpeter sehingga dikenal pula sebagai Demokrasi Schumpeterian. Demokrasi didefinisikan sebagai suatu metode atas pengaturan institusi guna mendapatkan keputusan politik di mana individu mempunyai kekuasaan untuk memutuskan melalui cara perjuangan kompetisi demi suara pemilih. Demokrasi adalah persaingan antar elite. Namun yang terjadi di Indonesia terjadi penyeleweangan terjadi persaingan yang tak sehat sehingga membuat Indonesia secara teoritis tidak sejalan dengan Demokrasi Schumpeterian. Demokrasi musyawarah yang baik adalah demokrasi yang mendengarkan aspirasi masyarakat dengan cara votting, dan dibangun berlandaskan akal-kearifan, serta sifat pengambilan keputusan yang terbuka. Membumikan Demokrasi Permusyawaratan dalam Kerangka Pancasila Dalam ungkapan Soekarno; Demokrasi yang harus kita jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan dari rakyat itu. Gagasan demokrasi permusyawaratn haruslah berdasarkan prinsip-prinsp pancasila Karena merupakan suatu usaha sadar dan bangkit dari pendiri bangsa. Demokrasi adalah suatu kesadaran bagi masyarakat Indonesia yang bersifat terbuka, kekeluargaan ,dan psikologis nasional. Sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung beberapa ciri dari alam pemikiran demokrasi di Indonesia. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa kedaulatan itu berdasar atas kerakyatan dan pemusyawaratan. Dengan kata lain, demokrasi itu hendaknya mengandung ciri kerakyatan (daulat rakyat) dan pemusyawaratan (kekeluargaan).

Selain kedua cirri tersebut, demokrasi Indonesia juga mengandung cirri hikmat kebijaksanaan. hikmat kebijaksanaan merefleksikan orientasi etis dan nilai moral, sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilainilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Dalam Demokrasi di Indonesia tidak mengenal trias politica, namun di Indonesia mengenal check and balances. Demokrasi Indonesia menganut konsepsi Jean Bodin , dengan mengakui adanya MPR sebagai oragnisasi dari ekspresi keadulaatan rakyat tertinggi sebagai ekspresi dari demokrasi yang bersifat bersemangat keadilan , demokrasi Indonesia mengembangkan sistem pemerintahan yang member peran penting pada Negara dalam mengembangkan kesejahteraan rakyat. Basis legitimasi Negara-pengurus (Negara kesejahteraan ala Indonesia) ini bersumber pada empat jenis tanggung jawab yaitu perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilanperdamaian. Tetapi, bila organisasi tersebut tidak memiliki nilai moral yang baik dan diakui, maka yang terjadi adalah suatu kebohongan pada aspirasi masyarakat Karena banyak kemungkinan terjadi penyelewengan dan badan MPR/DPR yang hanya melakukan hal Gaji Buta yaitu bekerja tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat serta menghilangkan kepercayaan masyarakt terhadap DPR/MPR tersebut sehingga demokrasi yang dijunjung tinggi hanya menjadi suatu kebohongan belaka. Karen itu di perlukan / ditanamkan suatu sikap Kebijkasaan terhadap masyarakat Indonesia secara dini. Demokrasi di Pancasila dilandasi oleh nilai-nilai teosentris yang

mengangkat kehidupan politik dari tingkat sekuler ke tingkat moral spiritual dan nilai aposentris yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai perbedaan berlandaskan semangat kesetaraan dan persaudaraan, dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimuliakannya aspirasi rakyat dalam proses demokrasi politik di lembaga perwakilan, rakyat juga dituntut untuk menjadi warga Negara yang bijaksana, yang memahami hak dan kewajibannya, serta bertanggung jawab dalam menjalankan partisipasi politik, social, dan ekonominya demi kelangsungan Pancasila dan Negara Indonesia yang sejahtera ini.

BAB 4 PENUTUP

4.1

Kesimpulan Dalam praktiknya permusyawaratan sulit menghindari kecenderungan elitisme,

Mendorong warganegara untuk selalu memiliki kesadaran politik yang tinggi dan selalu memperkaya diri dengan pengetahuan tentang perkembangan masyarakatnya, Sulit mengharapkan setiap warganegara memiliki kepedulian politik yang sama dan setara, Mendorong warganegara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama, Memerlukan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan sarana komunikasi yang modern

4. 2

Relevansi Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai

kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Sampai saat ini gagasan tersebut tentu saja masih relevan dan mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat Indonesia. Sebagai Negara demokrasi Indonesia menjunjung kebebasan atas mengemukakan pendapat. Semua hal tersebut dilandaskan oleh sila keempat Pancasila. Tak dapat dipungkiri bahkan kemerdekaan 66 tahun silam tak lepas dari peran musyawarah dari pejuang bangsa. Kehadiran sila keempat sampai jaman modern ini tetap saja diperlukan bahkan dari hal sepele seperti menentukan makan bersama pun kita tetap menggunakan musyawarah. Tentu saja dalam kehidupan bernegara yang jauh lebih luas dari contoh kecil yang di atas musyawarah tidak mudah diterapkan. Sering timbul rasa ingin melakukan oposisi namun agar bangsa ini tetap utuh diperlukan penerapan yang baik dan harmonis pada sila keempat.

You might also like