You are on page 1of 3

Istilah Sunda

Winda Laelasari 103020005 Kebudayaan Sunda

Penggunaan istilah Sunda saat ini sulit dibedakan dengan istilah Jawa Barat, sering dicampur adukan, padahal secara histori memiliki sejarah yang berbeda. Kedua istilah tersebut mengalami perubahan pengertian dan penafsiran, sehingga sering terjadi kekeliruan dan keragu-raguan dalam penggunaannya, terutama ketika istilah Sunda hanya dikonotasikan politis, dianggap sukuisme, sehingga terpaksa istilah Sunda dalam perkumbuhan sosial dan budaya harus diganti dengan sebutan Jawa Barat. Menurut R.W van Bamelen (1949), sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut India Timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Dataran Sunda (circum-Sunda System) terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat serta bagian selatan yang terbentang dari timur ke barat mulai Maluku bagian selatan hingga Lembah Brahmaputra di Assam (India). Di samping itu dalam buku-buku ilmu bumi dikenal pula istilah Sunda Besar (pulau yang berukuran besar, yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Madura) dan Sunda Kecil (pulau yang lebih kecil, yaitu Bali, Flores, Lombok, Sumbawa, Sumba, Roti, dll). Menurut data sejarah, istilah Sunda yang menunjukan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala aktifitas kehidupan manusia di dalamnya, muncul untuk pertama kalinya pada abad ke-9 Masehi. Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang ditemukan di Kebon Kopi, Bogor beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna. Bahwa trjadi peristiwa untuk mengembalikan kekuasaan prahajian Sunda pada tahun 854 Masehi (Bosch, 1941). Dengan kata lain bahwa pada waktu itu telah ada wilayah yang diberi nama Sunda dan dipimpin oleh penguasa yang dijuluki prahajian Sunda. Petunjuk tentang waktu berdirinya Kerajaan Sunda terdapat dalam sumber sekunder, yaitu dalam naskah berbahasa Sunda kuna, yakni Kerajaan Sunda didirikan oleh Maharaja Tarusbawa. Dalam naskah Nagarakertabhumi, Maharaja Tarusbawa memerintah pada tahun 591-645 Saka atau 669-724 Masehi. Di dalam Pustaka Jawadwipa I sarga 3 mengisahkan, bahwa :

Telas karuhun wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning rajya Taruma. Tekwan ring usana kangken ngaran kitha Sundapura. Iti ngaran purwaprastawa saking Bharatanagari. (Sesungguhnya dahulu telah ada nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan kerajaan Taruma. Pada masa lalu diberi nama (kota) Sundapura. Nama ini berasal dari negeri India) [Ibid]. Memang istilah Sunda untuk menamai wilayah dan penduduk di bagian barat Pulau Jawa. Kata suddha dalam istilah Sansekerta dipakai sebagai nama gunung yang menjulang di wilayah ini, yaitu Gunung Sunda. Gunung ini tampak dari jauh putih bercahaya, yang selanjutnya nama gunung itu dipakai untuk menamai wilayah gunung itu berada. Data lain yang menyebutkan tentang istilah Sunda ditemukan pula, dengan penjelasan: pemerintahan Suryawarman meninggalkan sebuah prasasti batu yang ditemjukan di kampung Pasir Muara (Cibungbulang) di tepi sawah kira-kira 1 kilometer dari prasasti telapak gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti ini berisi inskripsi sebanyak 4 baris. Bacaannya (menurut Bosch) ; ini sabdakalanda juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsandeca barpulihkan haji su nda. (Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pangambat dalam [tahun Saka] 458 [bahwa] pemerintahan daerah dipulihkan kepada raja Sunda. (RPMSJB, Buku kedua, hal 24). Di dalam kebudayaan Hindu dikenal dua orang tokoh raja raksasa yang bernama Sunda dan Upasunda yang merupakan bagian dari Mahabarata yang amat terkenal dan dianggap suci oleh umat Hindu. Di India juga terdapat kota bernama Sunda atau Sonda. Selain itu, di India pernah pula ada Kerajaan Sunda dengan ibu kotanya Ponda. Hal-hal tersebut dikaitkan pula dengan asal mula penggunaan istilah Sunda sebagai nama wilayah bagian barat Pulau Jawa. Dalam sebuah naskah kuno dijelaskan tentang batas wilayah Sunda dengan wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali. Dikatakan bahwa sadatang ka tungtung Sunda, meu(n)tasing di Cipamali, dating ka alas Jawa, yang artinya : setiba di ujung (wilayah) Sunda, (kemudian) menyebrang di (Sungai) Cipamali, masuk ke wilayah Jawa. Batas wilaya Sungai Cipamali juga diabadikan dalam tradisi lisan Sunda berupa cerita pantun lakon Ciung Wanara yang kisahnya diakhiri dengan sumpah perjanjian antara dua tokoh kaka beradik, yaitu Ciung Wanara dan Hariang Banga, bahwa mereka akan mengakhiri pertengkaran dan sepakat untuk membagi wilayah kekuasaan Pulau Jawa atas dua bagian yaitu Jawa dan Sunda, dengan batas Sungai Cipamali, serta turun-menurun akan memerintah di wilayah kerajaan masing-masing, yaitu Ciung Wanara di Kerajaan Pajajaran (Sunda) dan Hariang Banga di Kerajaan Majapahit (Jawa).

Sesungguhnya, Pajajaran atau lebih lengkapnya Pakwan Pajajaran adalah nama ibukota kerajaan, bukan nama kerajaannya. Rupanya, karena ibu kota Kerajaan Sunda mengalami beberapa kali perpindahan (Galuh, Pakuan, Kawali, Saunggalah, Pakwan Pajajran), maka untuk menunjukan periode tertentu Kerajaan Sunda itu, disebut nama ibu kotanya. Pada periode beribu kota di Pakwan Pajajaran merupakan periode gemilang Kerajaan Sunda sekaligus periode runtuhnya. Sesudah Kerajaan Sunda runtuh (1579), wilayahnya terdiri atas : Sumedanglarang, Banten, Cirebon, dan Galuh, yang masing-masing berdiri sendiri. Sumedanglarang dan Galuh kemudian menjadi satu kesatuan yang disebut dengan nama Priangan. Selanjutnya, bekas wilayah Kerajaan Sunda disebut Tanah Sunda atau Tatar Sunda atau Pasundan. Dalam perkembangan lain istilah Sunda digunakan pula dalam konotasi manusia atau kelompok manusia, yaitu dengan sebutan urang Sunda (orang Sunda). Orang Sunda adalah orang yang mengakui dirinya dan diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda. Sunda dipertalikan pula secara erat dengan pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan orang Sunda yang umumnya berdomisili di Tanah Sunda. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan dengan daerah lain di Indonesia, kebudayaan Sunda memiliki ciri-ciri khas tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain.

You might also like