You are on page 1of 41

BAB I PENDAHULUAN

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam ilmu kebidanan tahun 2002 pada saat ini angka kematian perinatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334/100000 dan 218/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian tersebut menurut survey kesehatan rumah tangga tahun 2001 yaitu perdarahan 24%, infeksi 11%, partus macet 5% dan sisanya disebabkan oleh penyebab lain. Penyebab utamanya kematian adalah perdarahan, infeksi dan toksemia, sehingga sekitar 90% kematian komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya.1 Seperti apa yang telah diuraikan di atas bahwa partus lama/macet menambah tingginya angka kematian ibu pada saat persalinan. Salah satu penyebab partus lama yaitu fase laten memanjang (menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri, 1998). Di mana pada kondisi tersebut terjadi pemanjangan waktu saat pembukaan serviks dari 0 sampai 4 cm, yang mana pada waktu yang normal hanya membutuhkan waktu 8 jam tetapi pada fase laten memanjang ini membutuhkan waktu lebih dari 8 jam. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus benar-benar mempunyai penatalaksanaan yang baik untuk mengatasi hal tersebut. Sehingga komplikasi dalam proses persalinan dapat di tekan semaksimal mungkin.2

Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan, Induksi persalinan beda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan tidakan tersebut di kerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu induksi persalian dilakukan apabila manfaat bagi ibu da janin melebihi manfaat apabila persalian di lanjutkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI fase laten memanjang adalah suatu keadaan pada kala I dimana pembukaan serviks sampai 4 cm dan berlangsung lebih dari 8 jam.tanpa adanya kemajuan.1 2.2 ETIOLOGI Menurut Rustam Mochtar (Sinopsis Obstetri) pada dasarnya fase laten memanjang dapat disebabkan oleh : 1. 2. 3. 4. His tidak efisien (adekuat) Tali pusat pendek Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor) Kesalahan petugas kesehatan memastikan bahwa pasien sudah masuk dalam persalinan (inpartu) atau belum Faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain.2

2.3 PENILAIAN KLINIS 2 1. II. 2. Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah, Periksa DJJ selama atau segera setelah His. Hitung frekuensinya sekurangkurangnya 1 x dalam 30 menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama fase laten kala

pikiran kemungkinan gawat janin 3. Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan

adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang mungkin juga menyebabkan gawat janin. Perbaiki keadaan umum dengan memberikan dukungan psikologis. Berikan cairan baik secara oral atau parenteral dan upayakan BAK. 4. Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berat berikan analgetik
2

2.4 DIAGNOSIS12

Untuk menegakkan diagnosis kala 1 pase laten memanjang bisa dengan : Diagnosa fase laten memanjang dibuat secara retrospektif, jika his berhenti. Pasien disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan lekukan penilaian ulang terhadap serviks

Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu. Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.

2.5 PENTALAKSANAAN Penatalaksanaan pada kala 1 fase laten memanjang adalah : Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC. Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan: Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam Ditambah Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam 2.2.1 DEFENISI
3

Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan, Induksi persalinan beda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan tidakan tersebut di kerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu induksi persalian dilakukan apabila manfaat bagi ibu da janin melebihi manfaat apabila persalian di lanjutkan.

2.2.2 ETIOLOGI Induksi persalinan dilakukan karena : Kehamilan sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari 9 bulan, ( kehamilan lewat waktu). Di mana kehamilan melebihi 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin menpunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan: 1) 2) 3) 4) Pertumbuhan janin makin melambat Terjadi perubahan metabolisme Air ketuban berkurang dan makin mengental Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali di bandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya yaitu sepert, letak defleksi, posisi oksiput posterior, diastosia bahu, dan pendarahan post partum

2.2.3 PATOFISIOLOGI3 Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi, diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh,
4

dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis dan kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu , ini dapat di buktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen 2.2.4 FAKTOR INDUKSI34 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Induksi Persalinan : 1) Kedudukan bagian terendah Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin, kemungkinan keberhasilan induksi akan semakin besar, oleh karena dapat menekan pleksus Franken-haoser. 2) Penempatan (presentasi) Pada letak kepala, lebih berhasil dibandingkan dengan kedudukan bokong. Kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong. 3) Kondisi serviks Serviks yang kaku, menjurus kebelakang sulit berhasil dengan induksi persalinan. Serviks lunak, lurus atau ke depan lebih berhasil dalam induksi. 4) Paritas Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil karena sudah terdapat pembukaan. 5) Umur penderita dan umur anak terkecil Ibu dengan umur yang relatif tua (diatas 30-35 tahun) dan umur anak terakhir yang lebih dari lima tahun kurang berhasil. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan, sehingga lebih banyak dikerjakan tindakan operasi. 6) Umur kehamilan

Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm, induksi persalinan per vaginam akan semakin berhasil. Pertimbangan tersebut ditetapkan oleh Bishop dalam bentuk skoring (penilaian) sebagai berikut : Faktor Pembukaan serviks Pendataran serviks (%) Penurunan kepala diukur dari bidang HIII (cm) Konsistensi serviks Posisi serviks 0 0 0-30 -3 Keras Kebelakang Nilai 1 1-2 40-50 -2 Sedang Searah sumbu jalan lahir Dengan memperhitungkan nilai skor Bishop, kemungkinan keberhasilan induksi persalinan sudah dapat diperhitungkan sebagai berikut : Skor Bishop : 2 4 : kurang berhasil 5 6 : meragukan tetapi dicoba >6 : sebagian besar berhasil Skor Bishop 5 atau kurang menyatakan bahwa persalinan lebih sulit dimulai tanpa didahului induksi. Skor dengan nilai 9 atau lebih mendindikasikan bahwa proses persalinan akan dengan mudah timbul secara spontan

2 3-4 60-70 -1, 0 Lunak Kedepan

3 5 80 +1, +2 -

2.2.5 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI134

Indikasi induksi persalinan dapat ditinjau dari : Indikasi dari ibu :

1. Berdasarkan penyakit yang diderita :


6

- Penyakit ginjal - Penyakit jantung - Penyakit hipertensi - Diabetes mellitus - Keganasan mamma dan portio 2. Komplikasi kehamilan - Pre-eklampsia - Eklampsia 3. Berdasarkan kondisi fisik - Kesempitan panggul - Kelainan bentuk panggul - Kelainan bentuk tulang belakang. Indikasi dari janin. o Kehamilan lewat waktu o Plasenta previa o Solusio plasenta o Kematian intrauteri o Kematian berulang dalam rahim o Kelainan kongenital o Ketuban pecah dini Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi obstetrik, kesempatan bagi induksi persalinan per vaginam semakin sempit, karena sebagian dilakukan langsung dengan seksio sesarea. Induksi persalinan pervaginam merupakan `antara` menuju ke tindakan seksio sesarea. Itulah sebabnya bahwa setiap induksi persalinan dilakukan, sebaiknya disertai pertimbangan bahwa kegagalan persalinan per vaginam akan dilanjutkan dengan tindakan seksio sesarea yang harus dilakukan di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan fasilitas operasi. KONTRA INDIKASI INDUKSI PERSALINAN PER VAGINAM 134 Maksud kontra indikasi pada induksi persalinan yaitu, apabila tindakan induksi yang akan dilakukan lebih merugikan dibandingkan tindakan seksio langsung. Kontra indikasi
7

tersebut adalah : 1. Terdapat distosia persalinan : Panggul sempit atau disproporsi sefaopelvik
Kelainan posisi kepala janin

Terdapat kelainan letak janin dalam rahim Kesempitan panggul absolut (CD<5,5 cm)
Perkiraan bahwa berat janin >4000 gr.

2. Terdapat kedudukan ganda : Tangan bersama kepala Kaki bersama kepala


Tali pusat menumbung terkemuka

3. Terdapat `overdistensi` rahim : Kehamilan ganda


Kehamilan dengan hidramnion

4. Terdapat anamnesa : perdarahan antepartum 5. Terdapat bekas operasi pada otot rahim : Bekas seksio sesarea
Bekas operasi mioma uteri

6. Pada grandemultipara atau kehamilan & gt; 5 kali 7. Terdapat tanda-tanda atau gejala intrauterine fetal distress. Syarat Induksi Persalinan - Janin mendekati aterm - Tidak terdapat kesempitan panggul atau disproporsi sefalopelvik - Memungkinkan untuk lahir pervaginam - Janin dalam presentasi belakang kepala
8

2.2.6 CARA UNTUK MELAKUKAN INDUKSI PERSALINAN A. Secara rnedis 1) Infus oksitosin. 2) Prostaglandin. 3) Cairan hipertonik intrauteri Yaitu dengan cara memberikan obat-obatan yang merangsang timbulnya his. Cara yang dulu di pakai, sekarang tidak di kerjakan lagi, hanya untuk diketahui yaitu: 1) Pemberian kina : obat yang diberikan adalah tablet kina bisulfat 0,2 gr diberikan 1 tablet setiap jam dengan dosis 5-6 tablet
2)

Pengobatan steinse : yaitu pemberian tablet kina dan pituitrin 6

Cara sekarang banyak di pakai, yaitu:


1) Oksitosin drip: kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosno, pemberiannya dapat

secara suntikan intramuskuler, intravena, dan infuse tetes dan secara bukal yang paling baik dan aman adalah pemberian infuse tetes (drip) karena dapat diukur dan di awasi efek kerjanya: 4

Cara:
a.

Kandung kemih dan rectum terlebih dahulu di kosongkan. Ke dalam 500 cc dekstrosa 5% dimasukkan 5 satuan oksitosin dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama 10 tetes/menit. Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes setiap 15 menit sampai tetes maksimal 40-60 tetes per menit Oksitosin drip akan lebih berhasil bila nilai pelviks diatas 5 dan dilakukan amniotomi.

b.
c.

d.

2) Injeksi larut Hipertonik


3)

Pemberian Prostagalandin

B. Secara manipulatif dengan tindakan


1) Amniotomi :Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim (Stripping of the

membrane)
9

Melepaskan selaput ketuban (stripping of the membrane) dengan jari yang dapat masuk ke dalam kanalis servikalis selaput ketuban yang melekat dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri internum.Cara ini akan lebih berhasil jika bila servik sudah terbuka dan kepala sudah turun.Dianggap bahwa dengan bersamaan dengan turunnya kepala dan lepasnya selaput ketuban maka selaput ini akan lebih menonjol dan karenanya akan menekan pleksus frankenhauser yang akan merangsang timbulnya his dan terbukanya serviks.

Memecahkan ketuban (amniotomi) a. b.


c.

Serviks sedah matang atau skor pelvis di atas 5 Pembukaan kira-kira 4-5 cm Kepala sudah memasuki panggul, biasanya setelah1-2 jam pemecahan ketuban di harapkan his akan timbul dan menjadi lebih kuat. Adapun cara amniotomi adalah sebagai berikut : lakukan dulu stripping dari selaput ketuban , lalu pecahkan ketuban dengan memakai setengah kocher atau alat khusus pemecahan ketuban. Kepala janin disorong masuk pintu atas panggul.

2) Dilatasi serviks uteri Dilatasi serviks uteri dapat dikerjakan memakai gagang laminaria atau dilatator (busi) hegar .

3) Accouchement force

a. b.

Kalau bagian terbawah janin adalah kaki, maka kaki ini di ikat dengan kain kasa steril yang melalui katrol dan diberi beban seperti pada versi Braxton hicks. Bila bagian terbawah janin adalah kepala, maka kulit kepala di jepit dengan cunam. Muzeuk yang kemudian di ikat dengan kain kasa melalui katrol diberi beban: seperti pada cara wilet-gauz.

C. Cara kombinasi mekanis dan kimiawi (Harry Oxorn - 1998) Adalah pemakaian cara kombinasi antara cara kimiawi diikuti dengan cara mekanis, misalnya amniotomi dengan pemberian oksitosin drip atau pemecahan ketuban
10

dan pemberian prostaglandin per oral dan sebagainya.3 Pada umumnya cara kombinasi akan lebih berhasil. Kalau induksi partus gagal sedangkan ketuban sudah pecah sedangkan pembukaan serviks tidak melalui syarat untuk pertolongan operatif pervaginam,satu-satunya jalan adalah mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea. 11

D. Metode Induksi 1. Pembedahan, yaitu dengan cara stripping (melepaskan/memisahkan kantung ketuban dari segmen bawah uterus), amniotomi (memecahkan kantung ketuban), rangsangan listrik atau rangsangan pada putting susu Medikamentosa, yaitu dengan menggunakan oksitosin, spartein sulfat, prostaglandin atau cairan hipertonik intrauterine 4 NILAI PELVIS (PELVIC SCORE) Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai pelvis. Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 7 1. 2. a. b.
c.

Apabila skor di atas 5, pertama-tama lakukan amniotomi. Bila 4 jam kemudian tidak terjadi kemajuan persalinan, berikan infus oksitosin. Apabila skor di bawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infuse oksitosin. Setelah beberapa lama perjalanan, nilai pelvis dinilai kembali. Bila skor di atas 5, lakukan amniotomi Bila skor di bawah 5, oksitosin tetes di ulangi Bila setelah 2-3 kali, serviks belum juga matang segera lakukan amniotomi. Stripping, dapat diakukan dengan cara menggunakan ibu jari untuk memisahkan kantung ketuban dari segmen baah uterus atau dengan memasang kateter folley no.24 melalui kanalis servikalis ke segmen bawah uterus dan balon kateter diisi cairan 100ml.(kapita selekta)

3.

Amniotomi a. Keberhasilannya tergantung pematangan serviks (perlunakan pendataran, pembukaan).Komplikasi yang dapat terjadi berupa prolaps tali pusat, solusio plasenta, dan infeksi.(kapsel)
11

b.

Di daerah dengan insidens HIV tinggi, selaput ketuban sejauh mungkin dipertahankan.Hati-hati pada : Polihidroamnion, presentasi muka, tali pusat terkemuka, dan vasa previa. (neonatal)

c. d. e. f. g.

Periksa Denyut jantung janin (DJJ) Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi, posisi, penipisan dan bukaan serviks dengan menggunakan sarung tangan DTT. Masukkan kokher yang dipegang tangan kiri dan dengan bimbingan telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban. Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi kokher hingga merobek selaput ketuban. Cairan ketuban akan mengalir perlahan.catat warnanya, kejernihan, pewarnaan mekonium, jumlahnya .Jika ada pewarnaan mekonium, suspek gawat janin.

h.

Pertahankan jari tangan dalam pada vagina agar cairan ketuban mengalir perlahan dan yakin tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang menumbung.

i.

Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus.Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 180 DJJ per menit) suspek gawat janin.

j.

Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antibiotika pencegahan : penisilin G 2 juta unit I.V atau ampisillin 2 gr I.V ( ulangi tiap 6 jam sampai kelahiran).Jika Pasien tidak ada tanda-tanda infeksi sesudah kelahiran, antibiotika dihentikan.

k.

Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi 1 jam setelah amniotomi, mulailah dengann infuse oksitosin. Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia, infuse oksitosin. 7

l.

4. Induksi oksitosin Oksitosin adalah obat yang merangsang kontraksi uterus, banyak obat memperlihatkan efek Oksitosin, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna dalam praktek kebidanan.Oksitosin hormone protein yang dibentuk di nucleus paraventrikel hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan dari hipofisis posterior.3 Bersama dengan faktor-faktor lainnya, Oksitosin memainkan peranan penting dalam persalinan dan ejeksi ASI.Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :
12

a.

Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin ontraksi pembuluh darah umbilicus

b.

Konstriksi sel-sel mioepitel (reflek ejeksi ASI) 3

Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan : a. b. c. Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah (khususnya diastolik) karena terjadinya fasodilatasi Retensi air Persalinan

Gambar 1 Bagan Peran oksitosin dalam persalin

Prostaglandin

Kontraksi Uterus

Dilatasi serviks dan Peregangan vagina

Peningkatan Sekresi Oksitosin

Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan desidua (endometrium kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama kehamilan dan mencapai puncak selama awal persalinan.Estrogen meningkatkan jumlah reseptor oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga mungkin meningkatkan pembentukan reseptor tersebut.Pada awal persalinan, konsentrasi oksitosin dalam plasma ibu tidak lebih tinggi dari kadar
13

prapersalinan yaitu sekitar 25 pg/ml.Diperkirakan peningkatan mencolok faktor oksitosin menyebabkan uterus berespon terhadap konsentrasi kadar plasma yang normal.1 Begitu persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks, dan dilatasi ini selanjutnya menimbulkan sinyal pada saraf afferent yang meningkatkan sekresi oksitosin.kadar oksitosin plasma meningkat, dan lebih banyak oksitosin tersedia untuk bekerja pada uterus.Dengan demikian, terjadi umpan-balik positif membantu persalinan dan berakhir dengan hasil konsepsi dikeluarkan.Oksitosin meningkatkan kontraksi uterus dengan cara :1
1) Bekerja langsung pada sel otot uterus untuk membuatnya

berkontraksi1
2) Merangsang pembentukan prostaglandin desidua.1 3) Prostaglandin

meningkatkan

kontraksi yang

dinduksi oleh

oksitosin.1
4) Jumlah oksitosin meningkat pada persalinan, terutama pada akhir

persalinan2
5) Perangsangan serviks

akan membangkitkan sinyal saraf yang

berjalan meuju hipotalamus dan menyebabkan sekresi oksitosin.2 Penggunaan Klinik Indikasi Oksitosin adalah : a. b. c. d. e. Induksi partus aterm Mengontrol perdarahan pasca persalinan Menginduksi abortus terapeutik sesudah trimester 1 kelahiran Uji oksitosin Menghilangkan pembengkakan mamae

Efek Samping Oksitosin Bila Oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah sehingga dapat timbul efek samping berbahaya: efek samping tersebut dapat di kelompokkan menjadi : a. b. Stimulasi berlebih pada uterus Kontraksi pembuluh darah tali pusat
14

c. d.
e.

Kerja anti diuretik Kerja pada pembuluh darah (kontraksi dan dilatasi) Mual Reaksi hipersensitivitasi

f.

Penggunaan Klinik Pada Induksi Partus Aterm Dalam hal ini oksitosin merupakan obat terpilih 1.
2.

10 unit oksitosin dilarutkan kedalam 1 liter dekstrosa 5% sehingga diperoleh larutan dengan kekuatan 10 mili unit/ml. cara pemberiannya adalah secara infuse. Infuse dimulai dengan lambat yaitu 0,2 ml/menit sampai maksimal 2 ml/menit Jika tidak ada respon selama 15 menit tetesan dapat ditingkatkan perlahan 0,1-0,2 ml/menit sampai maksimal 2 ml/menit. Posisi total yang di berikan / diperlukan untuk induksi parts berkisar antara 6001200 miliunit dengan rata-rata 4000 miliunit Selama pemberian berlangsung, keadaan uterus harus diawasi dengan cermat kadang-kadang dapat terjadi kontraksi yang menetap dan akan mengganggu sirkulasi placenta , untuk mengatasi kontraksi tetani uterus, infuse oksitosin segera di hentikan dan di berikan obat anastesi umum.

3. 4. 5.

6.

Apabila partus sudah mulai, infuse di hentikan atau dosis nya di turunkan sesuai dengan kebutuhan untuk memperhatikan proses persalinan yang adekuat bila digunakan pada kehamilan aterm. Oksitosin dapat menginduksi partus pada sebagian besar kasus. Jika ketuban di pecahkan, hasilnya mencapai 80-90 % PEG2 dan PGF2 telah di coba sebagai oksitosik pada kehamilan aterm, ternyata respon penderita sangat berbeda secara individual dan lag periode sebelum timbulnya efek lebih lama dari pada oksitosin.. guna mencegah timbulnya efek toksin kumulatif maka penambahan kecepatan infuse harus dikerjakan dengan sangat hati-hati telah di kemukakan bahwa efektifiatas PGE2 dan PGF2 sukar di bedakan dengan efektivitas oksitosin. Kadang-kadang dengan DGF2 terjdai hipertoniuterus. Oksitosin tidak boleh digunakan selama stadium I dan II bila persalinan dapat

berlangsung meskipun lambat. Jika oksitosin diberikan kontraksi uterus akan bertambah kuat dan lama, ini dapat mengganggu keselamatan ibu dan anak. Pada stadium I terjadi pembukaan serviks, jika diberi oksitosin akan terjadi hal-hal berikut.

15

1.

Bagian tubuh bayi akan terdorong keluar lewat serviks yang belum sempurna membuka, sehingga timbul timbul bahaya laserasi serviks dengan trauma terhadap bayi

2. 3.

Dapat terjadi ruptura uteri Konsistensi tetanik yang terjadi kuat akan menyebabkan asfiksia bayi.

Kewaspadaan dan Kontra Indikasi Memberikan oksitosin merupakan kontra indikasi jika uterus sudah berkontraksi dengan kuat bila terdapat obstruksi mekanisme yang menghalangi kelahiran anak seperti placenta previa / disproporsi sevalo pelvik jika keadaan serviks masih belum siap, pematang serviks, harus dilakukan sebelum pemberian oksitosin.
a.

Meskipun sudah lazim digunakan di banyak klinik bersalin atau bagian obstetrik rumah sakit, solusio placenta oksitosin dalam mengganggu keseimbangan cairan dan tekanan darah membuat obat ini tidak tepat untuk digunakan ada ibu hamil dengan preeklamsia/penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun.

b.

Memberi infus oksitosin merupakan kontra indikasi pada ibu hamil yang menghadapi resiko karena melahirkan pervaginam, misalnya kasus dengan mal presentasi / solusio placenta atau dengan resiko ruptur uteri yang tinggi pemberian infus oksitosin yang terus-menerus pada kasus dengan resistensi dengan inersia uterus merupakan kontra indikasi.

c.

Uterus yang starvasi, kontra indikasi otot uterus merupakan glukosa maupun oksigen jika pasokan keduanya tidak terdapat pada otot yang berkontraksi tersebut dan keadaan ini mungkin terjadi karena starvasi/pasokan darah yang tidak memadai maka respon yang timbul terhadap pemberian oksitosin tidak akan adekuat sehingga pemberian oksitosin secara sedikit demi sedikit tidak akan efektif, situasi ini lebih cenderung di jumpai pada persalinan yang lama.

d.

Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari hiperstimulasi.Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-lebih pada multipara. Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil, dan Baringkan ibu hamil miring kiri. periksa denyut jantung janin (DJJ)

e.

Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit. 1. Kecepatan infuse oksitosin 2. Frekuensi dan lamanya kontraksi
16

3. Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah kontraksi.Apabila DJJ kurang dari 100x per menut, segera hentikan infus. 4. Infus oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau garam fisiologik) mulai dengan 10 tetes per menit. 5. Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat ( 3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran

2.3.1 DEFINISI KPD Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.(1) Beberapa batasan lain mengenai ketuban pecah dini : Menurut manuaba, Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tandatanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan (6) Sedangkan menurut Saifudin, Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai. (9) Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (6) Menurut Mochtar, Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (6) 2.3.2 EPIDEMIOLOGI

17

Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 3040%. (9) 2.3.3 ETIOLOGI Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. 1. Infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan selaput ketuban menjadi rapus dan terjadi KPD. 2. 3. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4.

Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. (10)(11)

2.3.4 PATOFISIOLOGI Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :

18

Ketban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenaerasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adala : Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena anatara lain merokok (1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Banyak teori, yang menentukan hal hal diatas seperti defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. (13)

2.3.5 GAMBARAN KLINIS Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. (13) 2.3.6 DIAGNOSIS
19

Bila air ketuban keluar banyak dan mengandung mekonium / verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila keluar cairan sedikit maka diagnosa harus didasarkan pada : Anamnesa (kapan keluar air, warna, bau, adakah partikel dalam cairan) Inspeksi (keluar cairan pervaginam) Inspekulo (bila fundus ditekan atau bagian trendah digoyangkan keluar cairan dari OUE dan terkumpul di forniks posterior) lagi)

Periksa dalam (ada cairan dalam vagina, selaput ketuban sudah tidak utuh Pemeriksaan lab (kertas lakmus: reaksi basa, mikroskopik : tampak lanugo verniks kaseosa) (10) Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis : Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

1.

2.

Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.

3.

Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin ProteinC-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis (13)

4.

2.3.7 DEFIRENSIAL DIAGNOSA Diffential diagnosis dari ketuban pecah dini adalah: 1.
2.

Cairan dalam vagina (urine/ fluor albus) Hind water and fore water of the membrane. (10)

2.3.8 KOMPLIKASI

20

1.
2.

Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut: Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun; Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan; HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah inpartu)

Komplikasi infeksi intrapartum

3.
4.

Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). Oligohidramnion bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.(6)(8)

2.3.9 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. A) 1. 2. 3. 4. Konserpatif Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisisn bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negative beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu. 5. 6. 7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
21

8.

Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. (1)

B) a)

Aktif Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50,xg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali

b)

Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri :

1.

Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (1)

2.

Keadaan serviks Pembukaan serviks Pendataran serviks Konsistensi serviks Posisi serviks Penurunan

Nilai 0 0 0-30 % keras 1 1 -2 2 3 -4 3 5-6 80%

40-50% 60-70% sedang Lunak anterior -1

posterior tengah -3 -2

+1 +2

Table 1 : Score pelvic menurut Bishop Sumber : http://thefuturisticlovers.wordpress.com/2012/06/22/maternitas-i-persalinandan-faktor-yang-berpengaruh/

Sedangkan menurut Manuaba tentang penatalaksanaan KPD adalah :

22

1. 2. 3.

Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.

4.

Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan

5.

Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya. (14) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.

BAB III LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS Nama Umur : Ny. fety : 21 tahun


23

Nama Suami Alamat Pekerjaan Kelas No. Register Masuk Tanggal

: Tn. H : jl.brigen katamso : Ibu rumah tangga : III : :11 Januari 2013

B. ANAMNESIS Anamnesis tanggal 11 januari 2013 Keluhan utama Kenceng kenceng. keluarcairan. :

Riwayat perjalanan penyakit : Pasien mengeluh kenceng-kenceng sejak tadi malam sehabis berhubungan dengan suami Tadi siang (13.00) (11/01 2013) keluar cairanagak kental,warna jernih ( sedikit) Perjalanan ke rumah sakit keluar lendir sedikit merembes ke rok Keputihan sejak usia kehamilan 4 bln warna kuning,bau- gatal minggu Pasien merasa mual sejak kehamilan 6 bln Pada gusi ditemukan bengkak sejang pertama kali hamil sampai sekarang Keluar darah kalo makan dan nyeri kalo di tekan Gerakan janin terasa aktif. Riwayat trauma (-)
24

Demam (-) Kecapaian (-), sehari hari lebih banyak istirahat. Post coital (-) Suami perokok (+) Stres psikis (-) Tidak ada riwayat KB

Riwayat penyakit Dahulu : Diabetes militus (-) Hipertensi (-) Asma (-)

Riwayat penyakit keluarga: Nenek menderita hipertensi dan stroke Riwayat TBC di keluarga (-)

Riwayat psiko-sosial : Hubungan dengan keluarga dan orang sekita baik-baik saja. Tidak ada stress psikis. Kehamilan diharapkan.

Riwayat alergi : Alergi obat (-) Alergi makanan (-)

25

Anamnesa umum Haid tidak teratur Sebulan 1 kali Selama 5-7 hari

Nyeri selama haid, darah yang keluar sedikit dan encer + mengumpal. Menarche 12 tahun Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 2 april 2012 UK 40 minggu 4 hari Fluor albus : (+),satu minggu pada usia kehamilan 6 bln, tidak bau, warna putih kekuningan,sedikit, tidak terasa gatal.

C. ANAMNESIS OBSTETRIK :

G1P00000 Goyang anak tersa pada bulan ke-5 Bersuami 1 kali ; 1 tahun. Kelainan lain :
Nafsu makan : menurun memang dari dulu tidak doyan

makan.
Sebelum hami berat badan 57 kg sekarang 60 kg

BAB : lancar , sehari sekali BAK : lancar, lebih sering semenjak hamil 5-6 kali sehari, nyeri saat BAK (-) Batuk batuk selama hamil (-) Sesak selama hamil (-) Berdebar-debar selama hamil (-) Pusing (-)
26

Mata kabur (-) Epigastric pain (-) Anamnesa keluarga : Tumor (-) Gemeli (-) Operasi (-) Status presen : Keadaan umum : cukup

Kesadaran a/i/c/d gizi tensi nadi suhu pernapasan

: Compos mentis : -/-/-/: baik : 110/70 mmHg : 116 x/menit : 37,30C : 18 x/menit

kepala : o bentuk : simetris o tumor (-) o rambut : bersih, hitam, tidak mudah rontok. o Mata : Conjunctiva Sklera Pupil : anemis (-) : ikterus (-) : bulat (+), isokor (+)

o Telinga dan hidung : dalam batas normal o Mulut :


27

Gigi sakit (Pada gusi ditemukan bengkak sejang pertama kali hamil sampai sekarang serta Keluar darah kalo makan dan nyeri kalo di tekan) Lidah tumor (-) Beslag (-) Hipersalivasi (-)

o Struma : (-) o Bendungan vena (-) Thorax o Jantung o Paru o Payudara Abdomen o Hepar o Lien Genetalia eksterna Ekstremitas o odem : tidak dapat dievaluasi (perut ibu besar) : tidak dapat dievaluasi (perut ibu besar) : varises (-) : :-/-;-/: S1S2 tunggal, bising jantung (-) : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/: hiperpigmentasi areola dan papilla mamae.

o reflex fisiologi : reflex patella -/o reflex patologis : -/o kelainan orthopaedik : -

D. STATUS OBSTETRI

Muka : o Chloasma gravidarum o Exopthalmus : (-) : (-)


28

Leher : o Struma Thorax ; o Mamae : Membesar : (-) Lember. Hiperpigmentasi pada areola dan papilla. Colostrum (-) : (-)

Abdomen : o Inspeksi : Perut membesar ke depan Stria gravidarum alba (+) Stria gravidarum lividae (+) Hiperpigmentasi linea alba (+) Nampak gerakan anak (+)

o Palpasi : Leopold I :

teraba bagian janin yang menonjol dan empuk tinggi fundus uteri 3 jari bawah procecus xipoideus (27 cm)

Leopold II : Perut bagian kanan, teraba bagian kecil janin Perut bagian kiri, teraba bagian panjang, keras, dan rata

Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras


29

Bagian terendah belum masuk PAP

Leopold IV : Teraba bagian bulat dan keras Bagian terendah belum masuk PAP

o Auskultasi : Cortenen Teratur : 137 x/menit

Genetalia eksterna : o Fluor (-) o Fluxux (-)

Perineum : o Cicatrix (-) Anus : o Haemorrhoid externa (-) Evaluasi panggul :


o

Kesan arcus pubis< 900

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium : (5/1/2013)


o Hemoglobin o HBsAg o PCV o Trombosit

: 9.6 : negatif (-) : 30 : 212.000

30

F. KESIMPULAN
o

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemetiksaan penunjang didapatkan: Usia kehamilan pasien 40 minggu 4 hari

o Janin dengan presentasi kepala, punggung kiri, intrauterine, preterm, tunggal, hidup. o Keadaan janin masih dalam batas normal yakni gerak aktif serta cortenenya 155 x/menit dan teratur

G. DIAGNOSIS G1 P00000 , preterm, tunggal, hidup, intrauterine, presentasi kepala, punggung kiri, kepala belum masuk PAP dengan ketuban pecah dini, dan partus preterm iminen.

H. PROGNOSIS Dubia at bonam

I. TERAPI

Infus RL drip 5 UI dlm 8 tpm sampai 40 setiap 15 menit naik 4 tetes sampai his adekuat

Waktu

Jumlah tpm

Jumlah tetes

Jumlah tetes tiap 15 menit

31

0 menit (22.00 WIB) 15 menit (22.15 WIB ) 30 menit (22.30 WIB ) 45 menit (22.45 WIB) 1 jam (23.00 WIB) 1 jam 15 menit (23.15 WIB) 1jam 30menit (23.30WIB) 1jam 45 menit (23.45WIB) 2 jam(00.00 WIB)-6 jam Penggantian infus 0xsitosin ke 2 rl di lakukanjam 3.15

8 tetes 12 tetes 16 tetes 20 tetes 24 tetes 28 tetes 32 tetes 36 tetes 40 tetes

8 tetes x 15 12 tetes x 15 16 tetes x 15 20 tetes x 15 24 tetes x 15 28 tetes x 15 32 tetes x 15 36 tetesx 15 40 tetesx 60 x 4

120 tetes 180 tetes 240 tetes 300 tetes 360 tetes 420 tetes 480 tetes 540 tetes 9600 tetes

FOLLOW UP 11 Januari 2013 Pasien baru G1P00000 Usia Kehamilan 40 minggu 4 hari tunggal hidup OBS inpartu KPD 17. 15 Tiba di kamar bersalin, Keadaan umum : cukup Kesadaran :composmentis TD : 110/80 mmHg DJJ : 154 x/menit Pervag blood slym Kepala masih bisa di dorong Terpasang infus RL 20.30 Lapor dr. SpOG, advis : Infus RL drip synto 5 Ui sampai adekuat Inj. Cefotaxim 3 x 1 20.45 Motivasi induksi +, tanda tangan persetujuan +
32

22.00

DJJ 144 /menit VT bukaan 1 jari sempit effismen 25 % ketuban + kepala masih bisa di dorong Drip synto 5 UI dalam RL mulai 8 tetes maksimal 40 tetes sampai adekuat 8 tetes/menit DJJ : 144x/menit

22.15 12 tetes/menit DJJ : 138x/menit 22.30 16 tetes/menit DJJ : 137x/menit 22.45 20 tetes/menit DJJ : 140x/menit 23.00 24 tetes/menit DJJ : 141x/menit 23.15 28 tetes/menit DJJ : 139x/menit 23.30 32 tetes/menit DJJ : 148x/menit 23.45 36 tetes/menit DJJ : 150x/menit 24.00 40 tetes/menit DJJ : 140x/menit HIS 2 kali dalam 10 menit lamanya 20 detik

12 Januari 2013 Pasien baru G1P00000 Usia Kehamilan 40 minggu 4 hari tunggal hidup OBS inpartu KPD 00.30 04.30 04.40 06.30 DJJ : 140 x/menit DJJ : 137x/memit his 2.10.20 injeksi cefotaxsim 1g (yg ke 2) TD : 110/80 RR: 18 T : 36 DJJ : 138 x/menit his 2.10.25 Blood slym VT pembukaan tetap infs RL drip synto 5UI 40 tetes/menit flas ke 3 07.00 08.00 09.00 10.00 11.25 13.00 13.30 DJJ : 145 x/menit his 2.10.25 DJJ : 137 x /menit his 2.10.25 TD :110 /80 DJJ : 145 x/menit his (-) DJJ : 145 x/menit his 1.10.20 dr Aminuddin.SpOG visite advis : terapi lanjut DJJ : 150 x/menit his 2.10.20 injeksi Cefotaxim 1g IV DJJ : 148 x/menit his 2.10.20
33

14.30 16.00 18.00

DJJ : 146 x/menit his 2.15.20 VT bukaan tetap satu jari sempit RL +synto 5UI 40 tetes DJJ : 140 x/menit his 2.15.20 TD : 120/80 RR: 20 T : 36 DJJ : 138 x/menit his 2.15.20 Blood slym VT pembukaan tetap TD 110/70 N:80/menit RR:20x/menit

19.00 22.45 23.15 23.27

lapor dr.aminuddin advis pro SC jam 21.00 Motivasi SC +, Tanda tangan persetujuan SC+ pasien berangkat ke OK untuk operasi dilakukan operasi SC atas indikasi gagal drip di bawah SBR Bayi lahir jenis kelamin laki-laki, AS:7-8, BB : 1800gr, PB: 456 cm,LK : 31 cm, LD: 26 cm,LA:25 cm, PRM - , Ketuban jernih, anus +, caput -, cacat -, suhu : 35,7.

13 Januari 2013 P1-1 Ab000 post SC atas indikasi kala 1 fase laten memanjang + gagal drip (hari ke 1) 23.55 Tiba di Ruang melati, pasien sadar S O Keluhan pusing Anemis -/-, puting susu menonjol +/+, ASI -/-, uc baik, TFU 1 jari bawah pusat, Luka operasi tidak apa-apa tertutup opset, infuse + rl drip synto 2 ampul (sisa ok), per vaginam -, up = 200cc/tampung, TD : 120/70 mmHg,Nadi 82x/menit Post SC hari 1 atas indikasi gagal drip oksitosin. Terapi post operasi : Inf RL 1000 cc Inf D5% 1000cc /24 jam Kaltopren 3x1supp Novalgin 3x1inj
34

A P

Alin-F 3x1inj Berbaring sampai dengan jam 6 jika mual -, muntah - , jam 6 minum sedikit-sedikit jika tidak apa-apa, jam 12.00 makan.

04.00 S O A P

Cefotaxime 3x1 Transamin 3x1 Gentamicin 2x1 Observasi tanda-tanda vital, uterus contraction (uc) pervaginam Cek kadar Hb

Keluhan nyeri luka operasi Keadaan umum: cukup anemis, uc baik, luka operasi tidak apa-apa, Lochea rubra, inf +, dc +, Post SC hari ke 1 atas indikasi gagal drip oxytocin Tx inj cefotaxime,inf gentamicin,antrain, kaltopren supp.

06.00 Keadaan umum cukup keluhan nyeri luka operasi anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset,mobilitas +, minum sedikit-sedikit, inf +, dc + minum sedikit-sedikit TD:120/70 N:84 RR:18 08.00 dr.visite Keadaan umum cukup keluhan nyeri luka operasi anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset,mobilitas +, minum sedikit-sedikit TFU 1 jari bawah pusat ,UC baik advis terapi lanjut 12.00 Keadaan umum cukup keluhan nyeri luka operasi anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset,mobilitas +, diit nasi, inf +, dc + makan nasi TD:120/80 N:80 RR:20 Tx inj cefotaxime,inf gentamicin,antrain, kaltopren supp hasil lab :HB 9.8 16.00 Keadaan umum cukup, keluhan nyeri luka operasi, anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset, Lochea rubra, inf +, dc +, mobilitas +

35

18.00 keluhan nyeri luka operasi, anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset, Lochea rubra, inf +, dc +, mobilitas + TD:110/70 N:80 RR:18 AFF DC 20.00 Keadaan umum cukup keluhan nyeri luka operasi anemis -/-, luka operasi tidak apa-apa tertutup opset,mobilitas +, diit nasi, inf +, TD:110/80 14 Januari 2013 P1-1 Ab000 post SC atas indikasi kala 1 fase laten memanjang + gagal drip (hari ke 2) 04.00 Tx inj cefotaxime,inf gentamicin,antrain, kaltopren supp 08.00 S O Nyeri luka operasi TD : 110/60 mmHg, Nadi :82x/menit, RR : 20x/menit, suhu :36,5C, TFU 1 jari bawah pusat uc baik, luka operasi tidak apa-apa, mual -, muntah -, mobilitas +,makan +, BAB -, BAK +, ASI sedikit,lochea rubra,. Post SC hari kedua atas indikasi gagal drip oksitosin dr visite advis Terapi oral N:80 RR:20 Tx inj cefotaxime,inf gentamicin,antrain, kaltopren supp diit NSTKTP

A P

12.00 Keadaan umum cukup keluhan nyeri luka operasi uc baik luka operasi tidak apaapa lochea rubra mobilitas + diet nasi tinggi kalori tinggi protein, terapi oral, besok luka operasi ganti balut TD : 120/60 mmHg, Nadi :80x/menit, RR : 20x/menit, inj cefotaxime,inf gentamicin,transamin, kaltopren supp 15 Januari 2013 P1-1 Ab000 post SC atas indikasi kala 1 fase laten memanjang + gagal drip (hari ke 3) 06.00 S O Nyeri luka operasi TD : 110/60 mmHg, Nadi :84x/menit, RR : 18x/menit, suhu :36,4C, TFU 2 jari bawah pusat uc baik, luka operasi tidak apa-apa, mual -, muntah -, mobilitas +,makan +, BAB -, BAK +, ASI sedikit,lochea rubra,. Luka bekas operasi kering baik Post SC hari kedua atas indikasi gagal drip oksitosin Terapi oral lanjut
36

A P

BAB IV ANALISIS KASUS Dari hasil anamnesis pada tanggal 12 Januari 2013 didapatkan data bahwa pasien merasa hamil 9 bulan. Pasien tidak memiliki riwayat keguguran, mola, curetase ataupun tumor pada organ reproduksi. Bila dihitung dari HPHT yakni 2 april 2012, usia kehamilan saat ini adalah 40 minggu. Menurut periodeisasi usia kehamilan, kehamilan pasien saat ini berada pada masa kehamilan aterm. Pasien mengatakan kenceng-kenceng disertai mules dan nyerin yang menjalar dari perut sampai punggung bawah sejak tadi malam sehabis berhubungan dengan suami.darihasil anamnesa ini di dapatkan bahwa coitus merupakan salah satu induksi alami yang dapat mempercepat persalinan.kalu rasa sakit berati pasien ini berada dalam masa inpartu sesuai dengan tanda-tanda yang di dapat Pada tanggal 11-01-2013 jam 13.00 keluar cairan agak kental warna jernih (sedikit) dan pada saat di bawa ke RS juga keluar lendir sedikit-sedikit merembesdi rok. . Hal ini mengarah pada adanya keadaan ketuban pecah dini. Menrut teori, ada beberapa batasan ketuban pecah dini. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
37

persalinan berlangsung. Sedangkan sumber lain menyebutkan bahwa Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Hal-hal yang dapat menyebabkan hal tersebut adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks, Serviks inkompeten, Ketegangan rahim berlebihan (trauma, kehamilan ganda, hidramion.) Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. Kemungkinan kesempitan panggu, bagian terendah belum masuk PAP, Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. Selanjutnya dilakukan anamnesis untuk mencari data tentang faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Dari hasil anamnesa didapatkan data sebagai berikut adanya riwayat coitus, tidak tanda-tanda infeksi misalnya demam, ketuban tidak keruh dan tidak berbau, keputihan jarang-jarang hanya bila kecapaian, tidak ada stress fisik atau pun psikis.

Dari hasil memeriksan fisik pada tanggal 12 januari 2013 didapatkan keadaan umum cukup, Kesadaran Compos mentis, tidak ada anemia, ikterus, cianosis maupun dispneu. Keadaan gizi baik, pasien tidak tau penambahan berat badanya salama hamil, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 116 x/menit, suhu37.30C, pernapasan 18 x/menit. Dari pemeriksaan Leopold I teraba bagian janin yang menonjol dan empuk, tinggi fundus uteri 3 jari bawah procecus xipoideus (27 cm). Leopold II Perut bagian kanan, teraba bagian kecil janin, Perut bagian kiri, teraba bagian panjang, keras, dan rata. Leopold III Teraba bagian bulat dan keras, Bagian terendah belum masuk PAP. Leopold IV Teraba bagian bulat dan keras, Bagian terendah belum masuk PAP. Didapatkan his 2. 10. 20. Pada auskultasi didapatkan Cortenen `155 x/menit, dengan irama teratur. Pada pemeriksaan genetalia eksterna ditemukan fluor maupun fluxus, air ketuban masih ngerembes, jernih, tidak ada bau busuk. . Dari hasil pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, namun ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu pasien mengalami his sebayak 2 kali dalam 10 menit dengan durasi 20 detik, hal ini menunjukkan adanya inpartu.
38

Pada pemeriksaan didapatkan air ketuban masih ngerembes, tidak ada bau pesing yang menunjukkan cairan yang keluar bukan urine. Secara teori dapat dilakukan pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk mengetahui pH cairan yang keluar. Jika rembesan cairan tersebut adalah air ketuban, maka akan didapatkan hasil reaksi basa. Cairan yang keluar jernih dan tidak berbau busuk, yang menyingkirkan adanya tanda infeksi amnion.

39

BAB V KESIMPULAN Dari hasil anamnessis, pemeriksaan fisik, pasien mengalami Ketuban pecah dini dan aterem tunggal hidup inpartu. Maka dilakukan perangsangan guna memajukan merangsang terjadinya bukaan dan persalian yang maju dengan pemberian drip synto 5 UI sampai HIS adekuat dan pemberian anti biotik cepotaxim 1 g 3x1 untuk mencegah infeksi. Pada tanggal 12 setelah di observasi ternyata tidak ada kemajuan dimana kala 1 fase laten memanjang makan di lakukan tindakan sectio ceacaria atas indikasi kala 1 fase laten memanjang dan juga karna KPD untuk menghindari infeksi pada ibu dan bayi.

DAFTAR PUSTAKA
40

1. Saifuddin, Abdul Bari, dkk : Buku Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan Ketigta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2010;. 2. Mochtar, Rustam, : Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi Kedua, EGC, Jakarta, 1998; 269 -278.
3. http://id.scribd.com/doc/113877463/Induksi-Persalinan

4. Hassan Rusepno dr.dkk.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Saifuddin, Abdul Bari, dkk : Buku Acuan pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi Pertama, Cetakan Keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006; 162 -166.
6. Universitas Sumatra utara.

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24515/5/Chapter%20I.pdf 7. Pengurus 1991 :. 8. FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 9. Mursada. 2011. Laporan pendahuluan ketuban pecah dini. http://mursada20.blogspot.com/2011/06/laporan-pendahuluan-ketuban-pecahdini.html 10. Amrie Wibowo. 2010. Ketuban pecah dini http://rizkykomputer.wordpress.com/2010/06/01/ketuban-pecah-dini-kpd/ 11. Idra Perdana Kusuma. 2008. Pengantar kuliah kebidanan. Diktat kuliah Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK-UWKS
12. Bambang Widjanarko.2011. Induksi Dan Akselerasi Persalinan.

Perkumpulan

Obstetri

dan

Ginekologi

Indonesia.

Perdarahan

Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta.

http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/induksi-dan-akselerasipersalinan.html

41

You might also like