You are on page 1of 18

HERPES ZOSTER

1.

DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan

dermatom tunggal atau yang berdekatan.2 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster
2,3,5,6,7

Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah

infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/shingles/article.htm 2.

EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman.

Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4 Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun,

lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.8 Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4 Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang.2 Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin immunocompromised.2 Pasien imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.2 Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2

3.

PATOGENESIS

http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3 VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1 Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1

http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap VZV spesifik.1 Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas.1 Pada daerah

dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1 Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.4 Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan: ( seperti terlihat pada gambar di atas ) 1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok. 2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula. 3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah. 4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah). 5. Lesi menghilang.

(sekelompok vesikel vesikel dalam bentuk bervariasi) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html

(sekelompok vesikel vesikel berkonfluens pada kasus inflamasi berat) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html

(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi berat) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

4.

GEJALA KLINIS
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan kelelahan

selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun pada kelopak mawar ( dew drop on rose petal ).3 Setelah vesikel matang, pecah membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik dari varisela.3 Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3 Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.8 Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal1,7, malaise, demam, nyeri kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.1

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia)7 dapat menstimulasi migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.4 Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1 Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara dermatomal.1 Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu.4 Pada orang yang normal, lesi lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.4 Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.8 Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti ini harus dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga.3 Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3

Hari ke-1

Hari ke-2

Hari ke-5

Hari ke-6

Perkembangan rash pada herpes zoster http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

5.

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi laboratorium biasanya

tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi adalah sama seperti orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi kulit, titer antibodi, cairan vesikuler antibodi immunofluorescent (direct fluorescent antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari beberapa studi patut dipertimbangkan.7 Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear).7 Tes tersebut tidak membedakan herpes simpleks dan varicella.3,7 Dasar dari lesi pertama kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa, Wrights, toluidine biru, atau tinta papanicolaou.7 Sel raksasa multinuklear dan sel epitel yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat.7 Direct fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat (rapid test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ.3 Kultur virus : tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk dikultur dan tumbuh dengan lambat, minimal 1 minggu.3 Herpes zoster terlihat kira kira 7 kali lebih sering pada pasien HIV.7 Tes HIV dilakukan jika ada indikasi yang jelas.7 6.

Diagnosa
Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.9 Ditambahkan dengan berbagai prosedur diagnostik. 9 Apusan sitologik dari vesikel berupa sel raksasa multinuklear dan degenerasi balon dan / degenerasi retikular.9 Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi.9 Biopsi kulit berupa lesi intraepidermal pada pertengahan sampai epidermis bagian atas, degenerasi balon dan / degenerasi reticular dari sel, sel akantolisis, sel virus

raksasa multinuklear, intranuklear inklusi mungkin diidentifikasikan sebagai sel raksasa.9 Virus dapat dikultur dari cairan vesikel.9 Direct immunofluorescence menggunakan antibodi monoklonal.9 Identifikasi virus dengan mikroskop elektron.9

7.

Diagnosa Banding
Herpes simpleks zosteriform1,3,4,10 : karena herpes zoster dapat muncul di daerah genital. Selulitis.1 Erisipelas.1 Eritema gangrenosum1 : bentuk atipikal. Infeksi jamur diseminata.1 Infeksi mikobakterium diseminata.1 Dermatitis kontak.3 Drug eruptions.4 Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi dermatomal klasik.10 Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih lunak dan tidak ada dasar eritem seperti zoster. 10 Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.4,10 Gigitan serangga (Insect bite).4,10 Folikulitis.10

8.

Komplikasi Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus
aureus.8 Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi diantaranya ptosis paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik, konjungtivitis, keratitis, uveitis,

nekrosis retina, parut kelopak mata. Herpes zoster oftalmikus (HZO) dapat muncul di kemudian hari dan menyebabkan komplikasi okular dan nyeri neuralgik. 8,11,12,13,14,15,16 Diseminasi kutan pada pasien immunocompromised.8 Pasien transplantasi dan limfoma memiliki resiko tertinggi (hingga 40%).8 Diseminasi visceral terjadi pada 5-10% pasien. 8 Zoster paralitik : o akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsay Hunt (erupsi nyeri pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral VII dengan atau tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan kandung kemih, dan kelemahan otot ekstremitas.8,12 Komplikasi SSP : o pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat ringan serta kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis, mielitis, dan hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa jarang terjadi.8 Neuralgia pascaherpes : o komplikasi paling sering8, keadaan yang dirasakan paling menganggu pada herpes zoster11 dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap setelah penyembuhan8 walau lesi sudah hilang.9 Insidensi keseluruhan adalah 9-15%, 10 15 % >40 tahun16, mencapai 50% pada usia > 60 tahun.8 nyeri biasanya menghilang dalam 3 -6 bulan namun pada beberapa pasien nyeri hebat ini bisa menetap selama 6 bulan.8 Neuralgia ini bervariasi dalam hal keparahan, tipe, dan kualitasnya.8 Zoster sakralis :
o

keterlibatan segmen segmen sakral bisa menyebabkan retensi urin akut di mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit.11

Zoster trigeminalis :
o

herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi paling sering terkena adalah bagian oftalmika.11,15 Gangguan mata seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.11

herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

http://www.thachers.org/dermatology.htm

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum11. Zoster motoris : o Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf motoris bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya kelemahan otot. 11 Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak.16 Banyak reaksi kutaneus yang berkembang selama masa penyembuhan lesi Herpes zoster. Granuloma annulare (GA) dilaporkan pada beberapa kasus bekas luka (scars) Herpes zoster.13 Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di bagian yang telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa sakit, dan dihubungkan dengan kehilangan saraf sensorik.14

9. PENATALAKSANAAN

PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.7 Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan mengurangi resiko komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa. 9 Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen yang dianjurkan.1,7

http://www.herpestreatmentcure.org/herpes-treatmentacyclovir/

Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 : 1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam. 2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam. 3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat gerak, dan perineum (lumbal sakral). Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.16 Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.16 Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.1

Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan ketat.1 Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt.16 Pemberian harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis.16 Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap.16 Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat anti viral.16 Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion.16 Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.16 Anestesi lokal misalnya krim lidokain 5% memberikan perbaikan dibandingkan kontrol.1 Antiinflamasi nir steroid juga dikatakan menolong, namun hasilnya tidak dapat disimpulkan.1 Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah diberikan untuk mengurangi insidens.3 Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin.16 Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana.16 Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 7 hari bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600 g sehari.16 Efek sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.16 Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow dapat digunakan untuk kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri.7 Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari orang tua.7 Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7

Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 600 mg per oral TID selama 7 hari).3 Tidak lebih dari 150 mg/d.
3

Penderita AIDS dengan CD4+ <100 sel/mm3 dan

transplantasi resipien, khususnya sumsung tulang mungkin mengalami infeksi VVZ dengan resistan acyclovir.7 Perlu diawali pengobatan dengan foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 10 hari pada pasien dengan suspek infeksi VVZ dengan resisten acyclovir.7 Pengobatan foscarnet diperlukan setidaknya sampai 10 hari atau sampai lesi sembuh.7 Anti depresi antisiklik ( misalnya nortriptilin dan aminotriptilin)16: amitriptilin 30 100 mg per oral QHS.3 Pengobatan dengan amiptriptilin dan obat sejenisnya, blok saraf, dan / opioid nantinya setelah perkembangan nyeri akut dapat mencegah sensitisasi SSP yang menyebabkan nyeri persisten.7 Efek sampingnya ialah gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi.16 Dosis nortriptilin 50 150 mg/hari.10

Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3 ACYCLOVIR Zoster 5 x 800 mg setiap hari selama 7 10 hari Disseminated zoster (dosis anak) Disseminated zoster(dosis dewasa) 20 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 hari 10 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 hari FAMCICLOVIR 500 mg TID selama 7 hari VALACYCLOVIR 1 g TID selama 7 hari

PENCEGAHAN Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.3 Berhubungan dengan Varivax, tetapi diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi.3 Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Zostavax telah diketahui untuk mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.3

http://www.medscape.com/viewarticle/735609

Daftar Pustaka
1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. 2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239. 3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.

4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898. 5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.

6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.

7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 490. 8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2008 : 115 119. 9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.

10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.

11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2005 : 29 31.

12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby Elseiver. 2008.p. 212-214.

13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 299.

14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In : International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review. New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

You might also like