You are on page 1of 10

Pengertian akhlak

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan dianganangankan lagi. Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada masalah-masalah lain. Akhlak terbagi menjadi dua yaitu: Akhlaaqul mahmudah (akhlak yang terpuji ) Yang termasuk Akhlaaqul mahmudah : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah),Roja (mengharapkan keridhaan Allah), jujur adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri sesama muslim), bersyukur. Akhlaaqul madzmuumah (akhlak tercela ) Yang termasuk Akhlaaqul madzmuumah adalah : tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah. Ciri-ciri seseorang yg memiliki akhlak islami: Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu. Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan. Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya, (sesuai surat Al-Maidah ayat 8 ) Berhubungan dengan hari kiamat atau tafakur alam. Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar. Pembentukan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan: Ilmu=.... Latihan ibadah, mengurangi maksiat, membentuk lingkungan yg baik,melatih amal atau kerja kita,bergaul dengan orang soleh, mengambil hal positif dari lingkungan di sekitar kita.) beberapa alasan betapa pentingnya akhlak islam : Akhlak adalah faktor penentu derajat seseorang Akhlak merupakan buah ibadah,(seperti yng tercantum dalam surat al-ankaboot ayat 45) Keluhuran akhlak adalah amal terberat di akhirat Lambang kualitas masyarakat Untuk membentuk akhlak yg baik

Pengertian Pergaulan
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang masih hidup di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaanNya

Etika Pergaulan Menurut Islam

Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan manusia (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah diutamakan, supaya terjalin hubungan yang harmonis. Rasulullah saw bersabda: Tidak dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga kamu menyayangi saudaramu, sebagaimana kamu menyayangi dirimu sendini. (HR. Bukhari Miisllm) Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu taaruf, tafahum, dan taawun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan. Taaruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud? Begitulah, ternyata taaruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan taaruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang. Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya. Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ). Taawun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap taawun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain. Taaruf, tafahum , dan taawun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. adalah berikut ini beberapa contoh bergaul sesama umat A. Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun. Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah, kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya. Rasulullah saw pernah bersabda:

Artinya: Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji. (HR. Bukhari Muslim) Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu: 1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita (ibu bapak). 2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan mertua. 3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah guru kita. Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak sekali keterangan yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat. Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan biruul walidain. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, maruf, dan rahmah. Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang tua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan, perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan ah, cis, atau uff, apalagi jika sampai membentaknya. Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 24: Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24) Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan rida kepada kita.Adapun yang

berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka. B. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu: 1. Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua, 2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan 3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak. Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:

Artinya: Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu. (HR. Thabrani) C. Tata Cara Breagaul dengan yang Lebih Muda Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membedabedakan manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial lainnya. akan tetapi yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntutan ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan. Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk merendahkan dan meremehkannya. Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:

Artinya: Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa). (HR. Thabrani) Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya lebih baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia

lanjut. Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya, semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya. Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah. Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:

Artinya: Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya (HR.Ahmad) Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya. Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulllah saw bersabda:

Artinya: Sebaik-baik diantara manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya. (HR. Bukhari) D. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang diatur dengan lengkap dalam ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri, termasuk melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn jauh dari peradaban manusia. Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah Swt. Rasulullah saw hersabda:

Artinya Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji) atas segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka. (HR. Tirmidi) Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja

terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah. Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:

Artinya: Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok. (HR. lbnu Majah) Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:

Artinya. Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan yang lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili dahulu mengucapkan salam. (HR. Bukhari Muslim) Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:

Artinya: Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh Allah. (HR. Bukhari Muslim) E. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan. Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan. Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya,

perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang. Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri. Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!Quran, agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32: Artinya: . jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra: 32) Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling berharga dan dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:

Artinya: Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda, Yang artinya: Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabinabi, bukan pula para syuhada,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya: Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah:Nabi saw menjawab: itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan (HR. Abu Daud). Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat: Artinya: Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa bersedih . (Sumber. Khuluqul Muslim, karangan Muhammad Al-Ghazali)

Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

: ) )
Artinya: Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah. (HR. Muslim) Orang yang bersahabat, bergal, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:

Artinya: Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: Dan untukmu pun seperti itu. (HR. Muslim) Takaful (saling bertanggung jawab) Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: Berat sama dipikul ringan sama dijinjing Rasulullah saw bersabda:

Artinya: Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain. HR. Bukhari) TASAMUH (Saling Toleransi) Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.
http://rangga-bachdar.blogspot.com/2012/05/akhlak-pergaulan-dalam-islam.html ATURAN PERHAULAN PRIAN DAN WANITA DALAM ISLAM
Rambu-rambu Islam tentang pergaulan

Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui tentang seluk beluk ciptaanNya. Dia turunkan ketetapan syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur. Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan mengenai tata cara pergaulan antara pria dan wanita. Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar mereka terhindar dari perbuatan zina yang tercela: Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini, Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi merekakatakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya (QS. 24: 30-31). Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua! (HR. Abu Daud). Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar terhindar dari fitnah. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya (QS. 24: 31). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mumin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. 33: 59) Dalam hal menjaga aurat, Nabi pun menegaskan sebuah tata krama yang harus diperhatikan, beliau bersabda: Tidak dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain, begitu juga perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak boleh laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu kain. (HR. Muslim) Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi bersabda,Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad). Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa membangkitkan selera. Arahan mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah, Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang maruf. (QS. 33: 31) Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, Perempuan dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)

Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita. (HR. Malik, Tirmizi dan Nasai). Dalam keterangan lain disebutkan, Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan syaithan. Wallahu alam. Selain dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, bekiau bersabda: Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya. (HR. Thabrani). Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata: Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud). Selain itu Ibnu Umar berkata, Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita. (HR. Abu Daud). Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya difahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin. Maraji: Modul Paket Studi Islam Khairu Ummah, Drs. Ahmad Yani, LPPD Khairu Ummah: Jakarta Pusat Etika Islam, Miftah Faridl, Pustaka: Bandung Tarbiyatun Nisa, Ishlah No. 2/Th. I/Syawal 1413 H

http://harakatuna.wordpress.com/2008/10/27/aturan-pergaulan-pria-dan-wanita-menurut-islam/ http://mukhlisdenros.blogspot.com/2012/04/akhlak-pergaulan-muslim.html

You might also like