You are on page 1of 3

Malaria definisi Malaria adalah penyakit infeksi penyakit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan

ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi maupun dengan komplkasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. etiologi Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di dalam hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di dalam tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang. Plasmodium yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertian (Benign Malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria). Plasmoium malariae pernah juga dijumpai pada kasus tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pilau Owi ( utara Irian Jaya). Transmisi dan epidemiologi Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual. Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan 15 hari untuk plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan banyak mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Pada P.vivax dan ovale, sebagian parasit dalam hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria. Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax reseptor ini berhubungan dengan factor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negative tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P. malariae dan P. ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigment yang disebut hemozoin yang dapat dilaihat seara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastic dan dinding berubah lonjong, pada P.falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan resetting. Setelah 36 jam invasi ke dalam

eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan apabila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. falciparum, vivax dan ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae adalah 72 jam. Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebioh bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi oocyst yang akan menjadi masak dan mengekuarkan soprozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia. Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi : 1. Hipoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 0-10% 2. Mesoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 10-50% 3. Hiperendemik : bila parasit rate atau spleen rate 50-75% 4. Holoendemik : bila parasit rate atau spleen rate >75% Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak ( 2-10 tahun ), sedangkan pada daerah hipoendemik / daerah tidak stabil banyak dijumpai malaria serebral, malaria dengan gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal pada usia dewasa. Manifestasi umum malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodic, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan. Periode dingin : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperature; diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam diikuti dengan berkeringat; kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia merupakan gejala yang sering terjadi pada infeksi malaria, beberapa mekanisme terjadinya adalah: pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa (splenomegali) juga sering dijumpai pada infeksi malaria. Diagnose malaria Diagnose malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asl penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratip maupun preventip. Ada beberapa cara dalam mendiagnosa infeksi malaria,yaitu : pemeriksaan tetes darah untuk

malaria yang dibagi dua ( tetesan preparat darah tebal dan tetesan darah tipis); tes antigen : P-F test ; tes serologi dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction). Diagnose banding malaria Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada hamper semua penyakit infeksi seperti virus pada system respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bacterial lainnya seperti pneumonia, infeksis saluran kencing, tuberculosis. Pada daerah hiperendemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukan gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnose banding tergantung malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnose banding ialah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan serebrovaskular (strok), eklampsia, epilepsy dan tumor otak. Pengobatan penderita malaria Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Penggunaan ART secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan ART dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut artemisinin base combination terapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa daerah pengobatan menggunakan standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat-obat non ACT ialah : klorokuin difosfat/sulfat, sulfadoksin pirimetamin (SP), kina sulfat dan primakuin. Apabila resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum belum tersedianya obat ART, dapat menggunakan obat standar yang dikombinasika.

You might also like