You are on page 1of 8

Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.

)
Risyanto (G251080041) Tugas Akhir Mata Kuliah Model Simulasi Pertanian Mayor Klimatologi Terapan / Strata-2 Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 2010

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya hasil asimilasi serta iklim yang mendukung. Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan perbesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini merupakan proses yang tidak dapat balik dan saling berkaitan satu sama lain (Stern 2003). Penimbunan berat kering pada umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan, karena biasanya mempunyai kepentingan ekonomi yang paling besar. Petunjuk lain yang berkaitan dengan pertumbuhan seperti luas daun juga dapat digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) meliputi iklim, edafik (tanah) dan biologis, dan faktor internal meliputi sifat genetik dari tanaman itu sendiri. Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada akumulasi berat kering. Proses diferensiasi mempunyai tiga syarat: hasil asimilasi yang tersedia dalam keadaan yang berlebihan untuk dapat dimanfaatkan pada kegiatan metabolik, temperatur yang menguntungkan dan terdapat sistem enzim yang tepat untuk menunjang terjadinya proses diferensiasi. Apabila ketiga persyaratan ini terpenuhi, salah satu atau lebih dari ketiga respon diferensiasi ini akan terjadi: penebalan dinding sel, deposit dari sebagian sel dan pengerasan protoplasma (Leyser dan Day 2003).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada hasil fotosintesis tanaman yang dialokasikan ke berbagai organ penyusun tanaman selama pertumbuhannya sebelum akhirnya dipanen berupa berat kering. Jadi, hasil berat kering tanaman sangat bergantung pada berapa besar efisiensi fotosintesis tanaman. Proses yang terjadi dalam produksi tanaman sangatlah kompleks meyangkut tanah, tanaman, serta atmosfer. Untuk memahami proses yang kompleks tersebut dibutuhkan penyederhanaan antara lain melalui penyusunan model simulasi pertanian yang menyangkut iklim, tanah dan tanaman. Dalam tulisan ini penulis akan membangun suatu model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang yang diharapkan mampu menjelaskan mekanisme proses pertumbuhan yang terjadi selama masa hidup tanaman. Hubungan antara cuaca dengan tanaman menempati porsi yang cukup banyak dalam model pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan unsur-unsur cuaca selalu berubah baik secara diurnal maupun musiman, yang menyebabkan fluktuasi hasil tanaman dari musim ke musim. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas ini adalah membangun suatu model simulasi dan pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) yang dapat menjelskan mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan tanaman. Model ini diharapkan dapat menghasilkan keluaran berupa pendugaan biomasa kering tanaman kentang beserta alokasinya ke daun, batang, akar dan umbi, serta hari yang diperlukan dari tanam sampai panen. Asumsi yang digunakan adalah model hanya dipengaruhi oleh unsur cuaca radiasi surya dan suhu udara. Faktor ketersediaan air dalam model ini diasumsikan tidak berpengaruh (dalam keadaan mencukupi).

2. Metodologi
2.1 Sub Model Perkembangan Laju perkembangan dan masing-masing kejadian fenologi tanaman kentang didekati dengan konsep heat unit. Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian melebihi suhu dasar (Tb), dalam hal ini suhu dasar tanaman kentang ditentukan sebesar 10 o C(Dalam Arazi et al [Anonim 2000]). Kejadian fenologi dihitung sejak tanam sampai fase pematangan umbi dan diberi skala 0-1, yang dibagi menjadi 5 kejadian yaitu: plantemergence (s=0.16), vegetative (s=0.33), tuber initiation (s=0.44), tuber bulking (s=0.8), maturation (s=1) (Jim and Burns et al 2005). Fase perkembangan (sp) antara masingmasing kejadian fenologi tersebut dihitung dengan persamaan berikut (Handoko 1994): Plant-emergence: Vegetative: Inisiasi umbi: s1 = s1 + sp1*(suhu-Tb)/TU1 s2 = s2 + sp2*(suhu-Tb)/TU2 s3 = s3 + sp3*(suhu-Tb)/TU3

Pengisian umbi: Pematangan umbi: dimana: sp1 = 0.16 sp2 = 0.17 sp3 = 0.11 sp4 = 0.36 sp1 = 0.20

s4 = s4 + sp4*(suhu-Tb)/TU4 s5 = s5 + sp5*(suhu-Tb)/TU5

TU1 = TU2 = TU3 = TU4 = TU5 =

160 170 110 360 200

1,2,3,4,5 menyatakan periode antara kejadian fenologi, Tb adalah suhu dasar tanaman dan TU adalah thermal unit (d oC). 2.2 Sub Model Pertumbuhan Pertumbuhan tanaman disimulasi berdasarkan penyerapan energi radiasi surya. Pembagian biomasa hasil fotosintesis ke berbagai organ tanaman (daun, batang, akar dan umbi) merupakan fungsi fase perkembangan tanaman yang dihitung dalam sub model perkembangan. Selama perkecambahan, tanaman menggunakan cadangan asimilat untuk menunjang pertumbuhan dan respirasi. Setelah fase vegetatif asimilat pada batang dan daun dimobilisasi ke umbi dan ini mengakibatkan massa daun dan batang menurun sampai panen. Produksi biomasa potensial harian dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman. Radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (Qint) diduga menggunakan hukum Beer sebagai berikut: Qint = Qo * {1 - (e-k LAI)} Dimana, Qo = radiasi yang sampai di atas tajuk tanaman (MJm-2) Qint = radiasi yang diserap tanaman (MJm-2) k = koefisien pemadaman tajuk LAI = indeks luas daun (leaf area index) Nilai k merupakan nilai koefisien pemadaman yang nilainya ditentukan sebesar 0.86 (Monsi-Saeki [Anonim], 2000). Produksi biomasa potensial dihitung berdasarkan hasil kali efisiensi penggunaan radiasi (LUE, light use efficiency), dengan radiasi yang diintersepsi tanaman (Qint). Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya ditentukan sebesar 0.002 kgMJ -1. Pada persamaan ini produksi biomasa potensial (B, dalam Kg) dianggap tidak berpengaruh terhadap faktor ketersediaan air. B = LUE * Qint

Produksi biomasa potensial akan terbagi ke dalam bagian tanaman: daun, batang, akar dan umbi, yang perbandingannya bergantung pada fase perkembangan tanaman (sp). Sebagian biomasa masing-masing organ akan berkurang melalui proses respirasi pertumbuhan yang dihitung berdasarkan suhu udara dan masing-masing organ. Pertumbuhan masing-masing organ (x) dihitung dari selisih antara alokasi bahan kering ke organ tanaman dan yang hilang melalui respirasi sebagai berikut: dWx = x B Km Wx Q10 dimana, dWx = penambahan biomasa organ x (kg ha-1day-1) x = proporsi biomasa yang dialokasikan ke organ x (daun, akar, batang dan umbi) B = Biomasa potensial yang diproduksi tanaman (kg ha-1) Km = koefisien respirasi tanaman Wx = Biomasa organ x (kg ha-1) Q10 = 2 (T-20)/10 T = suhu udara (oC) Proporsi biomasa yang dialokasikan pada masing-masing organ (x) yang dihitung berdasarkan fungsi laju perkembangan tanaman (sp), didekati secara empiris berdasarkan data pengamatan lapang. Selama masa perkecambahan, produksi biomasa hanya dialokasikan ke daun, akar dan batang dengan alokasi terbanyak pada daun. Hingga fase matang fisiologis, seluruh hasil asimilat dialokasikan ke organ umbi (Gardner et al 1991). Alokasi biomasa ke setiap organ tanaman dihitung dengan: B = 0.3198 * exp (-0.3173 * sp) A = 0.3319 * exp (-0.4935 * sp) D = 1 B A u = 0 B = -0.0333 * sp + 0.1674 A = -0.034 * sp + 0.0806 D = -0.0664 * sp + 0.3401 u = 1 B A D B = -0.0333 * sp + 0.1374 A = -0.034 * sp + 0.0706 D = -0.0664 * sp + 0.2 u = 1 B A D B = 0 A = 0 D = 0 u = 1 sp sp sp sp 0.1 0.1 0.1 0.1

0.1 < sp 0.44 0.1 < sp 0.44 0.1 < sp 0.44 0.1 < sp 0.44 0.44 < sp 0.8 0.44 < sp 0.8 0.44 < sp 0.8 0.44 < sp 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 < sp < sp < sp < sp 1 1 1 1

dimana, sp = laju perkembangan yang telah disimulasi pada sub model perkembangan. B, A, D, U, masing-masing menyatakan proporsi pembagian hasil asimilat ke organ batang, akar, daun dan umbi. Perubahan indeks luas daun (dLAI) dihitung dari perkalian antara parameter luas daun spesifik (sla) dengan laju pertumbuhan harian daun (dWd) sebagai berikut (Handoko 1994): dLAI = sla * dWd Pertambahan luas daun spesifik (sla) dihitung dengan persamaan: dsla = Rsla * sp Dimana, Rsla merupakan laju pertambahan luas daun spesifik, yang ditetapkan sebesar 0.00005 hakg-1 (Van delden et al 1999).

3. Hasil dan Pembahasan


Tanaman kentang merupakan tanaman dikotil bersifat semusim, berbentuk semak/herba dengan filotaksis spiral. Tanaman ini pada umumnya ditanam dari umbi (vegetatif) sehingga sifat tanaman generasi berikutnya sama dengan induknya. Tanaman kentang merupakan tumbuhan yang cocok pada iklim yang relatif sejuk, lokasi terbaik untuk produksi kentang di dunia sebagian besar mempunyai rata-rata suhu tahunan 10 oC. Pertumbuhan tanaman kentang mengalami dua periode pertumbuhan penting yaitu periode pertumbuhan vegetatif dan periode stadium primordia bunga (generatif), yang memerlukan suhu berbeda-beda. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan vegetatif yaitu sejak munculnya tunas ke permukaan tanah sampai stadium primordia bunga adalah 12-16 oC, sedangkan untuk stadium primordia bunga/fase generatif antara 19-21 oC (Hamidah 2005). Model pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang dalam paper ini menggunakan data cuaca (suhu udara dan radiasi surya) daerah Pacet, Jawa Barat pada tanggal 23 Juni 2004 29 September 2004. Berdasarkan data, suhu udara rata-rata di lokasi kajian pada waktu tersebut adalah sebesar 21.6 oC, dengan radiasi harian rata-rata sebesar 20.74 MJ. Suhu dasar tanaman kentang yang digunakan dalam simulasi adalah 10 oC. Suhu dasar menunjukkan suhu minimum yang dibutuhkan tanaman agar tetap dapat tumbuh dan berkembang. 3.1 Perkembangan Tanaman Kentang Kejadian fenologi pada setiap fase perkembangan tanaman kentang, dihitung sejak tanam sampai fase pematangan umbi, dan diberi skala 0-1. Tahap perkembangan tanaman ini dibagi menjadi 5 kejadian yaitu: plant-emergence (s=0.16), vegetative (s=0.33), tuber initiation (s=0.44), tuber bulking (s=0.8), maturation (s=1) (Jim and Burns et al 2005).

Berdasarkan hasil simulasi, lama fase untuk setiap fase berturut-turut adalah: fase 1 = 14 hari, fase 2 = 15 hari, fase 3 = 10 hari, fase 4 = 30 hari dan fase 5 = 18 hari. Sehingga tanaman dapat dipanen setelah berumur 87 hari, yaitu setelah thermal unit mencapai 1000 o Cdays. Pada pengamatan lapang, fase 1 ditandai dengan pertumbuhan kecambah dari mata tunas pada benih kentang dan mulai tumbuh ke atas permukaan tanah. Pada fase ini akar kentang juga mulai tumbuh. Pada fase 2, daun dan batang berkembang ke atas permukaan tanah, sedangkan akar dan stolon (bakal umbi) berkembang di dalam tanah. Pada fase ini laju fotosintesis mulai meningkat. Pada fase 3, umbi mulai terbentuk dari stolon, namun belum terjadi tahapn pengisian umbi. Terkadang fase ini diakhiri dengan mulinya pembungaan pada tanaman. Pada fase 4 terjadi tahapan pengisian umbi dengan air, karbohidrat dan nutrisi lainnya. Pada fase ini sebagian besar hasil asimilat diakumulasikan ke umbi. Pada fase 5, tanaman kelihatan kekuning-kuningan, daun mulai gugur, keseluruhan hasil asimilasi diakumulasikan ke umbi dan pada akhirnya tanaman menua dan mati. Pada tahapan ini pertumbuhan umbi maksimum (Jim and Burns et al 2005). Walaupun demikian, perlu diingat bahwa satuan panas bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan umur panen. Masih banyak faktor lain yang perlu diperhatikan karena pengaruhnya cukup besar terhadap umur panen, antara lain : (a) kesuburan tanah, dimana tanah yang terlalu subur terutama kandungan unsur N tinggi akan mempercepat panen; (b) kandungan air dalam tanah dan kelembaban udara, tanaman yang tumbuh pada kondisi basah akan terpacu dominasi pertumbuhan vegetatifnya dari pada yang tumbuh pada kondisi kering; (c) radiasi matahari, kaitannya dengan panjang hari akan berpengaruh pada inisiasi pembungaan yang pada akhirnya mempengaruhi umur panen (Sunu dan Wartoyo, 2006). 3.2 Pertumbuhan Tanaman Kentang Produksi biomasa hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. Biomasa total yang diperoleh berdasarkan model adalah sebesar 25.4 ton/ha, dimana proporsi umbi menempati bagian terbesar yaitu 14.4 ton/ha. Biomasa daun, batang dan akar yang diperoleh model masing-masing adalah 6.3 ton/ha, 2.8 ton/ha dan 1.9 ton/ha. Hasil model simulasi tanaman kentang juga menunjukkan bahwa laju pertumbuhan organ daun, batang dan akar mengikuti pola perkembangan LAI. Laju pertumbuhan pada awalnya dimulai dengan lambat selama fase kecambah (after emergence). Hal ini disebabkan karena penyerapan radiasi yang belum cukup berarti selama tahap awal pertumbuhan karena indeks luas daun yang masih relatif kecil. Dengan meningkatnya LAI akan meningkat pula penyerapan radiasi oleh tanaman sehingga meningkatkan laju fotosintesis tanaman, dan pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan organ daun, batang, akar dan umbi. Laju pertumbuhan masing-masing organ tersebut cenderung tidak mengalami peningkatan setelah fase matang fisiologis, bahkan justru mengalami penurunan. Selama fase ini, keseluruhan hasil asimilat diakumulasikan ke organ umbi.

ton/ha 1 6 1 4 1 2 1 0 8 6 4 2 0 1 5 9 1 3 1 7 2 1 D aun B atang A ar k Um bi

B m a Aku io as t al

2 5 2 9 3 3

3 7 4 1

4 5 4 9

5 3

5 7 6 1

6 5 6 9 7 3

7 7 8 1 8 5

har i

Gambar 1. Biomasa dugaan model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang (ton/ha).

Model simulasi pertanian mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan penelitian agronomi, diantaranya dalam hal penghematan waktu dan biaya. Keunggulan lain adalah model simulasi dapat diterapkan pada tempat-tempat yang berbeda, asalkan asumsiasumsi yang ada dipenuhi. Walaupun model simulasi mempunyai keunggulan, namun perlu disadari bahwa tiap model mempunyai keterbatasan. Model biasanya dibuat hanya untuk menggambarkan suatu proses atau beberapa proses tertentu dari suatu sistem. Oleh sebab itu model simulasi tidak akan memberikan hasil prediksi yang baik terhadap proses-proses di luar tujuan model (Handoko 1994). Konsep degree day memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya perbedan suhu minimum untuk berbagai tahap pertumbuhan, dan tidak mempertimbangkan variasi kisaran suhu diurnal yang sering menentukan dalam pertumbuhan tanaman daripada suhu rataan. Walaupun masih banyak kelemahan dari konsep ini penggunaannya telah banyak diterapkan pada bidang pertanian terutama untuk mengetahui waktu panen yang tepat atau waktu keluarnya bunga untuk maksud pemuliaan tanaman (Baharsjah 1991). Perlu diperhatikan bahwa penggunaan konsep heat unit atau degree day hanya terbatas pada tanaman netral. Hal ini melihat dari kenyataan bahwa panjang hari juga mempengaruhi waktu fase perkembangan tanaman.

4. Kesimpulan
Secara umum model dapat mensimulasi pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. Model ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa fluktuasi laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman hanya dipengaruhi oleh faktor cuaca yaitu suhu udara dan radiasi surya. Berdasarkan hasil simulasi, lamanya hari yang diperlukan tanaman kentang dari tanam sampai panen adalah 87 hari, dengan hasil panen sebesar 14.4 ton umbi per hektar. Meskipun demikian, hasil ini masih perlu diuji validitasnya terkait dengan tidak adanya data pengukuran di lapang.

Daftar Pustaka
[Anonim]. 2000. Light Use Efficiency (LUE) and Exinction Coefficient for a Canopy. Hamidah. 2005. Sertifikasi Benih Kentang di UPTD Balai Pengawasan Propinsi Jawa Barat. Departemen Budi daya Pertanian. Fakultas Pertanian - IPB. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA IPB. Leyser O, Stephen Day. 2003. Mechanism in Plant Development. Blackwell Publishing. United States. Baharsjah J. 1991. Hubungan Cuaca-Tanaman. Di dalam: Bey A, editor. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Stern Kingley R, Shelly Janky, James E Bidlack. 2003. Introductory Plant Biology. McGrawHill Higher Education. United States. Sunu dan Wartoyo. 2006. Buku Ajar. Dasar Hortikultura. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Van Delden, A Pecios, AJ Haverkort. 2000. Temperature Response of Early Foliar Expansion of Potatoand Wheat. Annals of Botany 86:355-369.

You might also like