Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Beton adalah campuran antara agregat kasar, agregat halus, semen dan air
serta kadang–kadang ditambahkan zat–zat additive (admixture) sebagai bahan
tambahan. Beton merupakan bahan struktur bangunan yang sangat populer dalam
abad ini karena penggunannya yang sangat luas dalam bidang kontruksi bangunan
sipil.
Dipilihnya beton dalam struktur didorong oleh beberapa faktor di antaranya :
1. Dapat dibentuk sesuai dengan selera kita.
2. Bahan dasarnya banyak tersedia di permukaan bumi.
3. Awet dan tahan terhadap cuaca serta api.
4. Ekonomis.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa perlu diadakan Praktikum Teknologi Beton agar
mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan merencanakan beton sesuai dengan
teori dan ketentuan-ketentuan yang telah diterapkan oleh dosen pengajar mata kuliah
yang bersangkutan.
Sebagai penerapan teori yang telah diberikan dalam kuliah tatap muka.
Pembuatan beton dalam praktikum Ilmu Teknologi Beton ini, ditentukan agar
beton yang dibuat memiliki kekuatan 21 MPa dengan nilai slump 60-180 mm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau
tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang digunakan dalam
pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam almunium (termasuk
air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap korosi,
konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras
pada umur 28 hari yang dibasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas diberikan
pada Tabel 3.2.
2.2 Semen
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi
pasta semen. Jika ditarnbah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika
digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk
pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik
yang diberikan.
Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah
berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi
kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah
perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki
keawetan beton yang dihasilkan.
2.3 Agregat
Agregat normal harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan SII.0052-80, "Mutu dan
Cara Uji Agregat Beton" dan jika tidak tercantum dalam syarat ini harus memenuhi
syarat ASTM C.33-82, "Standard Spesification for Concrete Aggregates". Agregat
ringan harus memenuhi syarat yang diberikan oleh ASTM C.330-80, "Spesificatioii
for Lightweight for Struclural Concrete".
5. Tidak bersifat reaktif terhadap alkali jika kadar alkali dalam semen sebagai
Na20 lebih besar dari 0,6%.
6. Tidak rnengandung butiran yang panjang dan pipih lebih dari 20%.
7. Kekerasan agregat harus memenuhi syarat seperti Tabel 4.4 di atas.
Agregat normal yang dipakai dalam campuran beton sesuail dengan ASTM, berat
isinya tidak boleh kurang dari 1200 kg/m3.
• Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang
sejenis
• Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat
dengan pasir standar silika hasilnya menunjukan nilai lebih besar dari
95%. Up kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87.
6. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang
berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan
bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan
semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%.
7. Kekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum
10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%.
BAB III
PEMERIKSAAN BAHAN
1. Timbangan
2. Cawan
3. Oven
Bahan :
1. Pasir
2. Kerikil
Cara kerja :
2. Kedua bahan uji yang telah ditimbang dimasukkan kedalam oven (selama
24 jam).
3. Setelah 24 jam kita bisa menghitung berat air, berat contoh kering oven,
dan kadar air.
A. Pasir :
A B
(gr) (gr)
+ cawan
B. Kerikil :
A B
(gr) (gr)
+ cawan
Uraian :
Dari pemeriksaan kadar air yang terdapat pada pasir maupun kerikil didapat bahwa
kadar air rata-rata pada pasir = 7,49% dan kerikil = 0,94%
1. Timbangan
2. Cawan
3. Oven
Bahan :
3. Air.
Cara kerja :
b. Kerikil Kering Oven dicuci, hingga air untuk mencuci kerikil tersebut terlihat
jernih. Kerikil yang telah dicuci kemudian di oven kembali dan ditimbang
beratnya.
No Uraian Keterangan
3 H1 − H 2 3,37 %
Kadar lumpur = X100%
H1
No Uraian Keterangan
(gr)
3 W1 − W 2 1,797%
Prosentase = X 100%
W1
Uraian :
untuk bahan campuran beton kerena kandungan lumpur untuk agregat kasar
maksimum 1 % (SNI 03 – 2461 – 1991 atau ASTM C 33). Dengan demikian kerikil
perlu dicuci kembali untuk mendapatkan hasil kandungan lumpur kurang dari 1%
Tujuan : Untuk menentukan berat jenis bulk, berat jenis jenuh kering
permukaan (SSD), berat jenis semu, dan menentukan besarnya
penyerapan dari agregat halus.
1. Timbangan
3. Gelas ukur
4. Cawan
Bahan :
1. Pasir SSD
2. Air
Cara kerja :
E. B 2,42 gr/cm³
Berat jenis Bulk =
C + 500 − D
F. 500 2,47gr/cm³
Berat jenis SSD =
C + 500 − D
G. B 2,56 gr/cm³
Berat jenis semu =
C+B−D
H. 500 − B 2,25 %
Absorpsi = ×100%
B
Kesimpulan :
- Berat jenis SSD pasir yang diperoleh dari percobaan adalah 2,47 gr/cm3
- Penyerapan air untuk pasir sebesar 2,25 %
1. Timbangan
2. Talam
3. Keranjang
Bahan :
1. Kerikil SSD
2. Air
Cara kerja :
3. Setelah itu kita bisa mendapatkan berat jenis Bulk, berat jenis
semu, dan absorpsi.
4. BK 2,083gr/cm3
Berat jenis Bulk =
BJ − BA
5. BJ 2,170 gr/cm3
Berat jenis SSD =
BJ − BA
6. BK 2,283 gr/cm3
Berat jenis Semu =
BK − BA
7. BJ − BK 4,03 %
Absorpsi = ×100%
BK
Kesimpulan :
- Berat jenis SSD agregat kasar (kerikil) = 2,170 gr/cm3
1. Timbangan
2. Tongkat tusuk
3. Kontainer
Bahan :
1. Pasir
2. Semen Gresik
3. Kerikil
Cara kerja :
4. Cara Rodding, cara ini hampir sama dengan diatas, hanya ditambah
dengan penusukan pada sample dan dihitung beratnya masing-
masing (tiap sample ditusuk 25 kali pada setiap ⅓ bagian).
5. Setelah itu kita bisa dapatkan berat isi sample dan isi rata-rata pada
dua cara tersebut.
Hasil yang didapat dengan cara Rodding lebih besar dari pada dengan cara Sovling.
Hal ini dikarenakan adanya penusukan dengan cara Rodding sehingga menjadi lebih
padat.
2. Dengan cara Rodding didapat berat isi semen = 1,410 gr/cm3, pasir =
1,455 gr/cm3, kerikil = 1,334 gr/cm3.
3. Jadi berat isi rata-rata sample adalah : semen = 1,359 gr/cm3, pasir =
1,342 gr/cm3, kerikil = 1,271 gr/cm3.
1. Timbangan
2. Ayakan standar
3. Mesin pengayak
Bahan :
Cara kerja :
= 2.623
100
90
80
Presentase yang lewat ayakan
70
60
Batas M in Gradasi
50 Hasil Pemeriksaan
Batas M ax Gradasi
40
30
20
10
0
0,15 0,3 0,6 1,18 2,36 4,75 27,5
2,36 - - 100 -
1,18 - - 100 -
0,60 - - 100 -
0,30 - - 100 -
0,15 - - 100 -
pan - - - -
= 7,807
100
Presentase yang lewat ayakan
80
60
40
20
0
0,15 0,30 0,60 1,18 2,36 4,75 9,50 12,50 19,00 25,40 37,50
Diameter Ayakan ( mm )
Batas M in Gradasi
Hasil Pemeriksaan
Batas M ax Gradasi
BAB IV
= 1,64x 6
= 9,84
Nilai faktor air semen hitung = 0,65 (grafik 12 SK SNI T-15 1990-03)
3. Jenis agregat :
f.a.s
=308 Kg/m3
= 2160 – (185+308)
= 1667 Kg/m3
= 633,46 Kg/m3
= 1033,54 Kg/m3
Komposisi campuran :
1. Kondisi SSD
Air = 185 L
Semen = 308 Kg
Pasir = 633,46 Kg
Kerikil = 1033,54 Kg
Perbandingan :
2. Kondisi lapangan
Air = 182,60 L
Semen = 308 Kg
Pasir = 666,65 Kg
Kerikil = 1001,60 Kg
Perbandingan :
BAB V
Dalam percobaan ini digunakan dua buah benda uji, yaitu bentuk kubus dan
balok, dimana jumlah benda uji berbentuk kubus berjumlah 10 buah dan benda uji
berbentuk balok berjumlah 1 buah. Cetakan kubus ini berukuran panjang (p) 15 cm,
lebar (l) 15 cm, dan tinggi (t) 15 cm, sedangkan cetakan balok mempunyai ukuran
lebar (l) 15 cm, panjang (p) 60 cm dan tinggi (t) 15 cm, Pada saat pencampuran
dilakukan dua kali pencampuran. Pertama, pencampuran untuk 8 buah kubus, dan
kedua pencampuran 2 kubus dan 1 balok, sehingga untuk perhitungan proporsi
campuran dilakukan dua kali.
V = (8 x 15 x 15 x 15)
= 27 000 cm3
= 0,027 m3
untuk menghindari kekurangan bahan dalam pencampuran, maka volume total benda
uji di tambah ± 20 % dari volume awal sehingga volume total benda uji untuk 8
kubus adalah :
= (0,027 x 20 %) + 0,027
= 0,0324 m3
Proporsi pengadukan campuran (kondisi lapangan) untuk benda uji 8 kubus beton :
V = (2 x 15 x 15 x 15) + (1 x 60 x 15 x 15)
= 6750 + 13500
= 20250 cm3
= 0,020250 ~ 0,02 m3
untuk menghindari kekurangan bahan dalam pencampuran, maka volume total benda
uji di tambah ± 20 % dari volume awal sehingga volume total benda uji untuk 2
kubus dan 1 balok adalah :
= (0,02 x 20 %) + 0,02
= 0,024 m3
Proporsi pengadukan campuran untuk benda uji 2 kubus dan 1 balok beton :
1. Timbangan
2. Ember
4. Sekop
Bahan :
1. Pasir
2. Kerikil
3. Semen
4. Air
h. Setelah berumur 28 hari barulah diuji kuat tekan untuk kubus dan kuat
lentur untuk balok.
dilakukan pengujian terhadap kuat tekan beton kubus tersebut. Kuat tekan beton
merupakan nilai yang ditunjukkan dengan jalan menekan benda uji beton melalui
alat tekan beton, dimana nilai yang didapatkan melalui alat penguji kuat tekan
tersebut selanjutnya dibagi dengan luas permukaan.
10 cm
kerucut terpancung
30 cm
20 cm
cetakan corong uji slump
Cara kerja :
a. Basahi corong cetakan dan kemudian letakkan di tempat rata, basah, tidak
menyerap air dan ruangan cukup bagi pemegang corong untuk secara kuat
berdiri pada kedua kaki selama pengisian corong dilakukan.
b. Corong cetakan diisi dalam 3 (tiga) lapisan masing-masing sekitar 1/3
volume corong. Setiap lapis beton segar ditusuk dengan batang baja
diameter 16 mm, panjang 60 cm dan ujungnya dibulatkan sebanyak 25 kali.
Penusukan harus merata selebar permukaan lapisan dan tidak boleh sampai
masuk ke dalam lapisan beton sebelumnya.
c. Setelah lapisan beton segar yang terakhir selesai ditusuk, kemudian beton
segar dimasukkan lagi kebagian atas dan diratakan sehingga rata dengan sisi
atas cetakan.
d. Setelah ditunggu sekitar 30 detik, kemudian corong ditarik ke atas dengan
pelan-pelan dan hati-hati sehingga benar-benar tegak ke atas.
e. Pengukuran nilai slump dilakukan dengan ketelitian sampai 0,5 cm dengan
meletakkan penggaris / batang baja horizontal di atas beton segar.
f. Beton yang memiliki perbandingan campuran yang baik, dan mempunyai
kelecakan yang baik akan menampakkan penurunan bagian atas secara
perlahan-lahan dan bentuk kerucut semula tidak hilang, seperti tampak pada
gambar dibawah ini
Penggaris
Nilai Slump
Adukan Beton
Hasil yang di dapat berdasarkan percobaan yang kami lakukan nilai slump
pertama adalah 4 cm sedangkan yang kedua adalah sebesar 16 cm. Perbedaan nilai
slump dikarenakan oleh keadaan molen yang masih lembab, dan masih terdapat sisa-
sisa air dari pada saat pencampuran pertama.
BAB VI
- Kaliper
- Penolok ukur
- Timbangan
Bahan :
Jalannya pengujian :
2. Didapat berat dan daya tahan untuk masing-masing benda uji yang
telah dicantumkan pada tabel berikut :
(Kg) (KN)
I 7,1 720
II 7,1 730
IV 7,1 690
V 7,5 700
VI 7,5 740
VIII 7 700
IX 7 370
X 6,9 390
F = pxl
= 150 x 150
= 22500 mm2
P
σ’b =
F
= 3375000 mm3
= 0.003375 m3
Berat
Bj =
Volume
Berat Volume
Kuat Tekan
Beton
Beton
Kubus ( σ'bi – σ’bn)2
kg
(MPa) ( )
m3
I 32 2103,70 27,81
(Tidak
X 17,3 2044,44 0
digunakan)
Uraian
Uraian :
∑ (σ bi − σ bm)
' ' 2
Sd =
( n − 1)
6,72
Sd =
( 8 − 1,37 )
n = 8
Sd = Standar deviasi
3. Timbangan
Cara kerja
Hasil percobaan :
Reaksi Perletakan
P1 P2
C A D E B F
7.5 15 15 15 7,5
60 cm
∑ MB = 0
AV = 9,75 KN
BV = 9,75 KN
► Tinjau kiri :
1. Batang CA (0 ~ 0,075)
Mx = 0
Mx = Av (x – 0,075)
= 9,75 (x – 0,075)
x = 0,075 Mx = 0
x = 0,225 Mx = 1,4625 KN m
x = 0,225 Mx = 1,4625 KN m
x = 0,30 Mx = 1,4625 KN m
x = 0,375 Mx = 1,4625 KN m
►Tinjau kanan :
4. Batang FB (0 ~ 0,075)
Mx = 0
Mx = 9,75 (x – 0,075)
x = 0,075 Mx = 0
x = 0,225 Mx = 1,4625 KN m
Inersia penampang :
h = 0,15 m
I = 1/12 b. h³
= 4,21875 x 10-5 m4
Y = 0,075 m
M .Y
σ lt =
I
1,4625 x 0,075
=
4,21875 x10 −5
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Dari perhitungan didapatkan kadar air yang terkandung dalam pasir = 7,49
% dan dalam kerikil = 0,94 %.
2. Kadar lumpur yang didapat dari perhitungan adalah untuk pasir = 3,37 %
dan kerikil = 1,797%
3. Berat jenis SSD agregat halus (pasir) = 2,479 gr/cm³ dengan penyerapan
sebesar 2,25 %. Berat jenis agregat kasar (kerikil) = 2,170 gr/cm³ dengan
penyerapan sebesar 4,03 %.
4. Dengan cara Sovling didapat berat isi semen = 1,308gr/cm3, pasir = 1,230
gr/cm3, kerikil= 1,207 gr/cm3.
Dengan cara Rodding didapat berat isi semen = 1,410 gr/cm3, pasir = 1,455
gr/cm3, kerikil = 1,334 gr/cm3.
Jadi berat isi rata-rata sample adalah : semen = 1,359 gr/cm3, pasir = 1,342
gr/cm3, kerikil = 1,271 gr/cm3.
5. Dari grafik dapat disimpulkan bahwa pasir mendekati dalam grading zone 3.
Sedangkan kerikil yang digunakan tidak termasuk dalam grafik standar.
• Air : 10,2924 L
• Semen : 17,3712Kg
• Kerikil : 58,489 Kg
• Pasir : 37,58 Kg
7. Dari hasil percobaan sesuai dengan kebutuhan bahan didapat nilai Slumpnya
adalah yang pertama 4 cm dan yang kedua 16 cm.
8. Kuat tekan rata-rata kubus beton yang didapat adalah 29,62 MPa, pada umur
28 hari.
2129,63 kg .
m3
10. Dari hasil perhitungan besarnya kuat lentur balok adalah 2,7 MPa
7.2 Saran
1. Penggunaan air dibuat sedemikian rupa, agar faktor air semen (fas) yang
direncanakan / ditentukan tidak dilampaui. Karena jika digunakan air yang
berlebihan maka dapat mengurangi kuat tekan beton.
LAMPIRAN
I VI
II` VII
III VIII
IV IX
V X
DAFTAR PUSTAKA
1. Ir. Tri Mulyono, MT, 2004, Teknologi Beton, Yogyakarta, ANDI Yogyakarta;
2004.