You are on page 1of 33

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dalam hal perawatan gigi pasien, kita sebagai dokter gigi harus memperhatikan keadaan kondisi tubuh pasien sebelum datang maupun pada saat datang dengan menganamnesa contohnya untuk mengetahui penyakit yang pernah dialami atau yang sedang dialami pasien. Dengan anamnesa, dokter gigi bisa waspada dan hati hati saat perawatan gigi pasien serta dapat memikirkan tindakan yang cepat dan tepat bila kemungkinan terburuk yang terjadi disaat pertengahan perawatan gigi pasien. Untuk itu dokter gigi harus mengetahui dan memahami segala macam penyakit serta tindakan dokter gigi dari tiap tiap penyakit yang ada.

1.2. Rumusan Masalah 1) Apa saja penyakit sistemik yang mugkin muncul pada compromise medis? 2) Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum perawatan? 3) Bagaimana tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kegawatdaruratan pada saat perawatan?

1.3. Tujuan 1) Mengetahui macam-macam penyakit sistemik yang perlu diperhatikan pada compromise medis. 2) Mengetahui dan memahami hal-hal yang yang perlu diperhatikan sebelum perawatan. 3) Mengetahui dan memahami tindakan kegawatdaruratan pada saat perawatan. yang dilakukan jika terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tujuan Compromise Medis 2.1.1 Memberikan tindakan pertolongan pertama kepada pasien 2.1.2 Menstabilkan keadaan pasien 2.1.3 Mengurangi rasa nyeri dan cemas serta ketidaknyamanan pasien 2.1.4 Memberikan perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat lebih berhatihati dengan adanya kondisi sistemik pasien 2.1.5 Untuk dapat melanjutkan perawatan gigi yang dikeluhkan oleh pasien 2.1.6 Mengantisipasi dan mengendalikan situasi saat pemeriksaan dan perawatan 2.2. Kegawatdaruratan di Bidang Kedokteran Gigi Anak

(http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/kegawatdaruratan_di_bidang_

kedokteran_gigi_anak.pdf)

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Epilepsi 3.1.1. Gejala Klinis Epilepsi Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu: (1) Grand mal Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi. (2) Petit mal Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat. Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali. Tanda-tanda Klinis Hilangnya kesadaran petit mal Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis) Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal interkontinen

3.1.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Epilepsi 1) Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien. 2) Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi. 3) Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan. 4) Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan.

3.1.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Epilepsi 1) Petit mal: - Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka dapat dilanjukan kembali. - Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan 2) Grand mal: - Penanganan seperti pada pasien tidak sadar - Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. - Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan - Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook - Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya dipersingkat. - Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. - Jika bantuan yang diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.

3.2. Asma 3.2.1. Gejala Klinis Asma Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan elemen sel yang berperan. Inflamasi kronik hipereaktivitas saluran napas meningkat episodik berulang : sesak napas, mengi, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam atau dinihari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang difus dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan. Strategi penatalaksanaan: - Pendidikan penderita - Identifikasi dan menghindari faktor pencetus - Obat-obatan untuk mengontrol asma - Penentuan klasifikasi asma - Penatalaksanaan eksaserbasi akut yang adekuat - Pemantauan dan pengobatan asma jangka panjang - Latihan fisik atau kebugaran jasmani 3.2.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Asma 1) Posisikan pasien harus tenang dan rileks 2) Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial 3) Pada asma kardial dihindarkan penambahan vasokonstriktor 3.2.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Asma 1) Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol - IDT dikocok, tutup dibuka - Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan - Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan tarik napas dalam-dalam - Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x 2) Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh

3) Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh pasien dengan tangan terlentang.

3.3. Infark Miokard Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek kedokteran gigi karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa pengobatan oral bisa

mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran nyeri insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan bahaya anestesi umum dan anestesi lokal dengan adrenalin pada pasien demikian. Infark miokardium adalah penyebab kedaruratan utama pada pembedahan gigi dan pengenalan awal oleh ahli bedah mulut mungkin bisa menyelamatkan jiwa seseorang. 3.3.1. Gejala Klinis Infark Miokard Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
9

Rasa

sakitnya

adalah

diffus

dan

bersifat

mencekam,

mencekik,

mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasienpasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi

cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102

10

derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama. 3.3.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Infark Miokard 1) Dalam 6 bulan pertama Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau.

Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan. 2) Dalam periode 6-12 bulan Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif dikontraindikasikan. 3) Periode > 1 tahun yang lalu Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan nongigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang sebanding masih direkomendasikan.

11

3.3.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Infark Miokard 1) Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard yang dialami pasien. 2) Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. 3) Terkadang dibutuhkan diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat. 4) Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. 5) Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus

dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.

3.4. Trakeitis 3.4.1. Gejala Klinis Trakeitis Trakeitis merupakan nyeri dada bagian tengah (tetapi sulit didiagnosa), terasa di belakang sternum yang bertambah parah sewaktu batuk. Penyakit ini kemungkinan diderita penderita ISPA dan batuk kering.

12

Rasa sakit pada daerah lateral dada yang menjadi lebih parah sewaktu batuk dan menarik nafas yang dlam, mungkin menimbulkan pleurisi. 3.4.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Trakeitis Rasa cemas yang mungkin timbul pada beberapa orang sewaktu perawatan gigi atau bila pernah mengalami rasa sakit sewaktu dirawat oleh dokter gigi, dapat menyebabkan hiperventilasi dan memeperhebat rasa skir 3.4.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Trakeitis 1) Baringkan dengan wajah di bawah 2) Bila memungkinkan lakukan oksigenasi 3) Bila tidak tertangani kirim ke rumah sakit 4) Posisikan setengah duduk bila ada tanda-tanda gagal jantung

3.5. Bronkitis 3.5.1. Gejala Klinis Bronkitis Bronkitis adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun diagnosis bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering dibuat, pada anak keadaan ini agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri tetapi merupakan akibat dari beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah. Manifefstasi klinis biasanya terjadi akut mengikuti suatu infeksi saluran napas atas.

13

3.5.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Bronkitis Pada tindakan perawatan yang paling penting adalah mengontrol batuk dan mengontrol lender dengan cara sering mengubah posisi, banyak minum, inhalasi, nebulizer. Untuk tindakan medisnya jangan berikan antihistamin yang berlebihan. 3.5.3. Kegawatdaruratan Pasien Bronkitis Penatalaksanaanya apabila terjadi kegawatdaruratan hampir sama dengan trakeitis. Yaitu: 1) Baringkan pasien dengan wajah di bawah 2) Berikan oksigen apabila mungkin 3) Mintalah bantuan medis atau ambulan. 4) Rawatlah pasien dalam posisi duduk, bila ada tanda-tanda gagal jantung dengan dispnea dan sputum yang berbusa serta bercak darah.

3.6. Hipertensi 3.6.1. Gejala Klinis Hipertensi Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

14

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. 3.6.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dan penatalaksanaan

kegawatdaruratan pada Pasien Hipertensi 1) Peranan dokter gigi Sebagai seorang dokter gigi, kita haruslah lebih berhati hati dengan pasien jenis ini,oleh karena pasien ini cenderung mempunyai pendarahan yang berlebihan bila dilakukan pencabutan gigi misalnya. Pasien yang menkonsumsi obat hipertensi nampaknya mempunyai kepekaan yang lebih terhadap epinefrin yang terkandung dalam larutan anestesia, dan nampaknya pasien ini juga membutuhkan bantuan untuk berdiri dari supine posisi di dental chair. 2) efek samping obat hipertensi Beberapa obat obatan juga menyebabkan dry mouth ( mulut kering ). Hal ini tidak menguntungkan karena saliva atau air liur berfungsi sebagai pembilas makanan, menetralkan asam dari bakteri, dan melumasi mulut. Bila saliva ini berkurang makan hal ini memicu terjadinya cavities ( lubang gigi ), gum disease ( penyakit gusi ) dan iritasi pada mulut. Dan juga kemungkinan penderita akan kesulitan untuk memakai denturenya karena support dari saliva ini yang tidak memadai. Beberapa obat hipertensi dapat mengakibatkan mulut kering atau mengganggu indera pengecap. Golongan kalsium antagonis, kadang dapat menyebabkan gusi membengkak dan menebal, hingga sulit mengunyah. Pada beberapa kasus, gingivektomi mungkin diperlukan. Perlu diperhatikan juga pada prosedur gigi yang membutuhkan anestesi, terutama jika obat anestesi mengandung epinefrin. Penggunaan epinefrin pada beberapa pasien hipertensi dapat menyebabkan perubahan kardiovaskular, angina, serangan jantung, dan aritmia.

15

Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik. - Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain : Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor.

3.7. Gagal Jantung 3.7.1. Gejala Klinis Gagal Jantung Tanda dan gejala utama dari gagal jantung adalah nafas pendek, edema pulpo, kongesti vena sistemik dan edema. Tidak semua penderita akan mempunyai semua perubahan dan sangat penting mengenal gejala pada anak-anak dan orang usia lanjut yang mungkin sedikit berbeda.

16

Denyut nadi tidak terkontrol (kurang dari 50x per menit saat serangan). 3.7.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Gagal Jantung Denyut nadi, sangat penting dalam tanda klinis gagal jantung. Respiratory (R), pernafasan pasien juga perlu diperhatikan.

3.7.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Gagal Jantung Jika pasien kehabisan nafas bisa diberikan bantuan oksigen. Jika keadaan semakin parah dan pasien pingsan karena kecemasan perawatan dapat segera diteruskan, tapi jika karena kondisi klinis penurunan denyut nadi dan pernafasan maka perawatan harus segera dihentikan.

3.8. Diabetes Melitus 3.8.1. Gejala Klinis Diabetes Melitus Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral minimal dan manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan intraoral antara lain penyakit

periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia, burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda dan abnormal, peningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva. Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat

17

dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh pasien. Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian

menunjukkan peningkatan prevalensi karies pada pasien diabetes sedangkan penelitian lain menunjukkan kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat glukosa pada sekresi saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol, sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena karbohidrat yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada pasien diabetes tak terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai prevalensi gingivitis yang sama dengan pasien nondiabetes. Penderita diabetes dewasa muda dan remaja asupan

mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes. Abses periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes. Manifestasi klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah daripada yang diamati pada populasi nondiabetes. Penemuan ini telah didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya. Pasien dengan diabetes mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan

18

subjek berusia 15 34 tahun berisiko dua kali lebih besar menga lami kerusakan periodontal dibandingkan dengan subjek normal. 3.8.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Diabetes Melitus 1) Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu. 2) Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang diminum pasien. 3) Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan. hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana hipoglikemia di bawah). 4) Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8 jam setelah injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari. 5) Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya. 6) Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda tanda awal hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain mengandung karbohidrat hipoglikemi. 7) Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk membawa glukometernya sendiri. 8) Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang disekresikan sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan dapat membalik gejala

demikian, jika pasien terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.

19

9) Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pasien. 10) Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika: - Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau ginjal. - Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang

mengonsumsi dosis besar insulin. - P asien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau absesperiodontal. 11) Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas. 12) Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk mempercepat penyembuhan luka. 13) Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga dapat mengontrol

hiperglikemia. 3.8.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Diabetes Melitus Hipoglikemia 1) Jika pasien sadar, bujuklah agar minum-minuman yang mengandung gula. Pilihaan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula. 2) Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1 mg IM ini akan menaikkan guladarah sampai batas normal dalam beberapa menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul glukagon pada setiap praktek dokter gigi. 3) Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis.

20

Hiperglikemia 1) Hiperglikemia prakoma atau yang sebenarnya tidaklah merupakan keadaan yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan bentuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen. 2) Jika infeksi adalah faktor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini dirawat dengan baik. 3) Rujuk segera pasien kedokter ahli melalui telpon.

3.9. Alergi 3.9.1. Gejala Klinis Alergi (1) Gatal-gatal pada seluruh badan yang mendadak (2) Urtikaria yang mendadak (3) Merah pada seluruh badan (4) Kecemasan yang akut (5) Pernapasan yang berbunyi (6) Rasa tertekan pada dada dan sesak napas (7) Sakit pada perut, mual, dan muntah (8) Kelumpuhan/kolaps sirkulasi (9) Kematian

21

3.9.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Alergi Syok anafilaksis dapat terjadi dalam beberapa menit akibat pasien sensitif terhadap obat-obatan tertentu dan dapat berkembang menjadi syok. Selalu tanyakan kepada pasien sebelum memberikan obat apapun, apakah ia alergi terhadap obat tertentu. Anafilaksis dapat terjadi tanpa riwayat alergi dan serangan tidak terjadi dengan segera. Keadaan ini dapat terjadi setelah pasien tidak lagi menerima obat itu. 3.9.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Alergi 1) Baringkan pasien pada posisi horizontal 2) Berikan injeksi adrenalin 1:1000 dengan perlahan-lahan secara intramuskular untuk mencegah terjadinya syok dengan kecepatan 1 ml/menit. Jika diijeksikan secara subkutan dengan cepat pada pasien yang syok, maka tidak dapat diabsorbsi dengan sempurna karena adanya kegagalan sirkulasi perifer. Tidak ada resiko fibrilasi ventrikular asalkan injeksi intramuskular cukup dalam dan aspirasi sebelum injeksi menunjukkan bahwa pembuluh tidak rusak tanpa disengaja. Sebaiknya injeksi diberikan dalam selang waktu 15 menit sampai kelihatan hasilnya. 3) Berikan injeksi hidrokortison suksinat 200mg IV untuk menekan respon alergi yang berikutnya. 4) Berikan injeksi klorpeniramin maleat 10-20 mg IM untuk mengurangi pelepasan histamin yang lebih banyak 5) Berikan oksigen 6) Minta bantuan medis dan atau bantuan ambulan

22

3.10. Anemia 3.10.1. Gejala Klinis Anemia (1) Keletihan (2) Mudah lelah bila berolahraga (3) Sulit konsentrasi, atau mudah lupa (4) Warna kulit dan bagian putih kornea mata tampak kekuning-kuningan (5) Nyeri tulang 3.10.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Anemia 1) Pada compromised medis ini hal hal yang perlu diperhatikan adalah gejala klinis yang tampak pada pasien sewaktu dating ke tempat praktek dokter gigi diantaranya pada penderita anemia ini terdapat cirri khusus yaitu wajah yang terlihat pucat, disertai dengan letih lemah dan lesu serta pada rongga mulut pasien terlihat mukosa yang pucat serta adanya kandida. 2) Kekambuhan yang sewaktu waktu terjadi pada penderita anemia pada saat melakukan perawatan gigi yaitu apabila terjadi pingsan,mual dan muntah karena pada penderita anemia ini kurangnya nafsu makan sehingga proses pengkosongan lambung sangat cepat. 3) Apabila terjadi demam tinggi pada saat ditengah tengah perawatan. 4) Terjadi pendarahan apabila melakukan tindakan bedah. 3.10.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Anemia 1) Apabila terjadi pingsan maka gunakan prinsip P,A,B,C,D yaitu

position,aitway dan breathing,coreective definitife,sebisa mungkin menjaga jalan nafas dan meletakkan pasien senyaman mungkin. 2) Apabila pasien mengalami letih lemah dan lesu sebaiknya dihentikan perawatan dan diberi minum yang hangat seperti the hangat dll. 3) Meminimalkan tindakan bedah karena apabila terjadi pendarahan maka kondisi pasien akan semakin buruk.

23

4) Sediakan makan makanan yang bernutrisi tinggi sebagai asupan terhadap pasien anemia,misalnya: susu,roti dll.

3.11. Hemofili 3.11.1. Gejala Klinis Hemofili Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal. Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini. 3.11.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Hemofili 1) Perawatan periodontal Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya perdarahan. Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical antifibriolytic agents dapat merupakan cara dalam menghentikan perdarahan. Pemakaian obat kumur yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga kebersihan mulut. Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum tindakan merupakan langkah awal yang baik, sehingga pasien akan mengerti kemungkinan komplikasi-komplikasi yang akan terjadi. 2) Pemakaian geligi tiruan lepasan Pasien dengan gangguan perdarahan dapat dianjurkan untuk menggunakan geligi tiruan lepasan selama geligi tiruan itu nyaman dipakai. Perawatan periodontal tetap perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi yang masih ada. 3) Perawatan ortodonti Pemakaian alat ortodonti lepasan dan cekat dapat dilakukan, namun tetap diperhatikan kekuatan tekan yang akan mengenai gusi agar perdarahan tidak

24

terjadi. Menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan persyaratan utama agar perdarahan spontan tidak terjadi. 4) Penambalan Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat melakukan penambalan. 5) Perawatan endodontik Perawatan endodontik konvensional sangat dianjurkan bagi pasien dengan gangguan perdarahan, oleh karena pemakaian jarum endodontik yang melebihi apeks akan menyebabkan perdarahan terus-menerus sehingga sehingga akan mengendap di dalam saluran akar. 6) Anestesi dan penanggulangan rasa sakit Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatik. 3.11.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Hemofili 1. Hentikan perawatan 2. Mengonsumsi makanan atau minum secukupnya. 3. Melakukan olahraga ringan. 4. Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.

25

3.12. Hepatitis 3.12.1. Gejala Klinis Hepatitis Semua pasien harus dianggap sebagai pembaha hepatitis, terutama hepatitis B, sebab kebanyakan pembawa tidak terdiagnosa. Jika pasien menderita infeksi akut hepatitis A dan B, (mmisalnya: jaundis) perawatan sebaiknya dilakukan dirumah sakit. Pasien yang termasuk pada kelompok yang beresiko tinggi bisa diidentifikasi dari riwayatnya. Gejala Hepatitis: (1) Hepatitis A Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. (2) Hepatits B Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tandatanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. (3) Hepatitis C Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

26

3.12.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Hepatitis 1) Semua tenaga praktek dokter gigi yang berkontak dengan pasien sebaiknya mendapat vaksinasi. 2) Lakukan pemeriksaan riwayat penyakit secara menyeluruh dan teliti untuk setiap pasien dan perbaruhan secara teratur. 3) Atur agar pasien dirawat paling akhir. 4) Gunakan bahan dan peralatan yang disposibel (Sekali pakai) bila memungkinkan. Lindungi kontrol peralatan dan pegangan lampu unit dengan cling filem. 5) Pastikan bahwa seluruh peralatan yang nondisposibel sungguh-sungguh bersih kemudian disterilkan dengan autoklaf. 6) Operator dan asisten harus memakai sarung tangan, masker, jubah dan kaca mata. 7) Pastikan bahwa peralatan aspirasi mendorong udara keluar dari bangunan praktek itu. 8) Beri perhatian khusus untuk mencegak luka tertusuk jarum suntik. 9) Buatlah semua bahan cetakan dengan silikon dan rendam dalam glutaraldehid 2% selama 3 jam. 10) Bakar seluruh sampah/barang-barang bekas pakai yang disposibel. 3.12.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Hepatitis Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik.

27

Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain : 1) Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor. 2) Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing (rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.

28

3.13. TBC 3.13.1. Gejala Klinis TBC (1) Demam tidak terlalu tinggi berlangsung lama, biasa dirasakan pada malam hari di sertai keringat malam. (2) Penurunan nafsu makan dan berat badan. (3) Batuk selama lebih dari 3 minggu (4) Malaise (5) Pada anak-anak jika terjadi infeksi sekunder kearah otak dapat mengakibatkan meningitis dengan gejala demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 3.13.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien TBC 1) Sebagai dokter gigi harus memperhatikan keadaan pasien mulai sejak awal dating karena kebanyakan kasus TB tidak di ketahui oleh pasien tersebut. 2) Proteksi terhadap operator menjadi faktor utama dalam perawatan ini. 3) Bila sudah di ketahui pasien perawatan gigi dengan penyakit sistemik TB, sebaiknya perawatan dilakukan pada saat keadaan pasien baik, tidak dalam timbulnya gejala. 3.13.3 Kegawatdaruratan pada Pasien TBC Dilakukan hanya jika pasien batuk darah maka dihentikan perawatan dan diselesaikan dulu timbulnya gejala TBC. 3.14. Autis 3.14.1. Gejala Klinis Autis (1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal - Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara. - Mengeluarkan kata kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet. - Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata kata dalam konteks yang sesuai.
29

- Bicara tidak digunakan untuk komunikasi. - Meniru atau membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada, maupun katakatanya tanpa mengerti artinya. Kadang bicara monoton seperti robot.

- Mimik muka datar. - Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat. (2) Gangguan pada bidang interaksi sosial - Menolak atau menghindar untuk bertatap muka . - anak mengalami ketulian. - Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk. - Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang. - Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. - Bila didekati untuk bermain justru menjauh . - Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. - Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapum. - Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orang tuanya. (3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain - Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulangulang sampai berjamjam. - Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh. - Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobilmobilan terus menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar. - Terdapat kelekatan dengan bendabenda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana. - Sering memperhatikan jari jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak.

30

- Perilaku ritualistik sering terjadi . - Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat lompat, berputar putar, memukul benda berulang ulang. - Dapat juga anak terlalu diam. (4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi - Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi dan dipukulnya. - Tertawa tawa sendiri , menangis atau marah marah tanpa sebab yang nyata. - Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif. (5) Gangguan dalam persepsi sensoris Menciumcium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras langsung menutup mata. Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan. Rasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu

3.14.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Autis 1) Anamesa pasien 2) Gejala klinis pasien 3.14.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Autis Jika pasien autis, lebih baik di bawa ke ahlinya. Bukan praktek dokter gigi lagi melainkan membentuk sebuah tim dengan para ahlinya. Dan memerlukan general anastesi untuk perawatan gigi anak autis.

31

BAB VI PENUTUP

4.1.Kesimpulan

1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada pasien anak harus mengutamakan kecepatan dan kecekatan. 2. Macam-macam kasus yang termasuk kegawatdaruratan dalam bidang kedoteran anak yaitu asma, epilepsy, infark miokard, trakeitis, bronchitis, hipertensi, gagal jantung, diabetes mellitus, alergi, anemia, TBC, hemofili, hepatitis, dan autis. 3. Epilepsy terbagi menjadi grand mal dan petit mal 4. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan elemen sel yang berperan. 5. Kegawatdaruratan pada pasien autis, jika pasien autis, lebih baik di bawa ke ahlinya. Bukan praktek dokter gigi lagi melainkan membentuk sebuah tim dengan para ahlinya. Dan memerlukan general anastesi untuk perawatan gigi anak autis. Gejala Klinis Alergi adalah gatal-gatal pada seluruh badan yang mendadak, urtikaria yang mendadak, merah pada seluruh badan, kecemasan yang akut, pernapasan yang berbunyi

32

DAFTAR PUSTAKA

Juniper, Richard. Parkins, Brian J. 1996. Kedaruratan Dalam Praktik Dokter Gigi. Jakarta : Hipokrates Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC Robbins, L. Stanley. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri8.pdf http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/kegawatdaruratan_di_bidang_kedokteran_gigi_ana k.pdf pustaka.unpad.ac.id/wp.../gangguan_pendarahan_pada_perawatan_gigi.pdf http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-hepatitis.html http://ilmudoktergigi.blogspot.com/2009/02/pencabutan-gigi-pada-penderita.html http://dokterkecil.wordpress.com/2008/09/30/penyakit-periodontal-dan-hipertensi/ http://drgdondy.blogspot.com/2008/12/test.html http://mawarputrijulica.wordpress.com/2009/12/31/makalah-om-1/ www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op...67 http://mediatangsel.com/gejala-anemia-pencegahan-anemia-dan-obat-anemia.html http://www.infokedokteran.com/article/bronkitis-akut.html http://forum.akperppni.ac.id/category/keperawatan-anak http://minukdc.xtreemhost.com/index.php/download/19-mengenal-serba-serbihemofilia.html http://id.wikipedia.org/wiki/Hemofilia

33

You might also like