You are on page 1of 56

BAB I LANDASAN TEORI A. MEDIS 1.

Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa disertai gejala. (Smeltzer & Bare, 2002, 1428).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar I Sistem Perkemihan (sumber anatomi fisiologi)

a. GINJAL Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler glumerolus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah celah antara pedikel itu sangat teratur.

Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.

1) Bagian - Bagian Ginjal Bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

Gambar II Ginjal (sumber anatomi fisiologi) a) Kulit Ginjal (Korteks) Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler kapiler darah yang tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

b) Sumsum Ginjal (Medula) Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu 3

piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

c) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis) Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

2) Fungsi Ginjal: a) Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, misalnya amonia. b) Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna). c) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi. d) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.

3) Peredaran Darah Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

4) Persyarafan Ginjal Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

b. URETER Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Gambar III Dinding Ureter (sumber anatomi fisiologi) Lapisan dinding ureter terdiri dari : a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) b. Lapisan tengah otot polos c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

c. VESIKULA URINARIA (Kandung Kemih) Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. 6

1) Bagian vesika urinaria terdiri dari :

Gambar IV Vesika Urinaria (sumber anatomi fisiologi) a) Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. b) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus. c) Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

2) Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut serabut para simpatis. Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira kira perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.

d. URETRA Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra berjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya 20 cm. Uretra pada laki laki terdiri dari : a. Uretra Prostaria b. Uretra membranosa c. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

3. Klasifikasi Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: a. Kandung kemih (sistitis) b. Uretra (uretritis) c. Prostat (prostatitis) d. Ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi: 1. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. 2. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batuk, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.

b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK. c. Gangguan daya tahan tubuh d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease. (Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. 2001)

4. Etiologi a. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: 1) Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple) 2) Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated 3) Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.

b. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain: 1) Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif 2) Mobilitas menurun 3) Nutrisi yang sering kurang baik 4) Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral 5) Adanya hambatan pada aliran urin 6) Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat (Tessy Agus, Ardaya, Suwanto.2001)

5. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: a. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine

10

saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain. (Price, Sylvia Andrson.1995) Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya: a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif. b. Mobilitas menurun c. Nutrisi yang sering kurang baik d. System imunnitas yng menurun e. Adanya hambatan pada saluran urin f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun. (Parsudi, Imam A.1999)

11

Pathway ISK

Organisme patogen: ex. E. coli

Faktor Anatomi Hematogen, Limfatogen,Organ sekitar yang terinfeksi Pertahanan Lokal Tubuh Inadekuat Koloni kuman di Uretra Bakteri pili 1, pili P Alat DC Masuk VU Menempel di VU ISK Ureter Ginjal

Ascending

Infeksi Saluran Kemih

(Price, Sylvia Andrson.1995)

12

6. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis): a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih b. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis c. Hematuria d. Nyeri punggung dapat terjadi Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) a. Demam b. Menggigil c. Nyeri panggul dan pinggang d. Nyeri ketika berkemih e. Malaise f. Pusing g. Mual dan muntah (Smeltzer, Suzanne C.2001)

7. Pemeriksaan Penunjang a. Urinalisis 1) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih 2) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis. b. Bakteriologis 1) Mikroskopis 2) Biakan bakteri c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

13

d. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. e. Metode tes 1) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase leukosit positif: maka pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit. 2) Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek). 3) Tes- tes tambahan: Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan jika

ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. (Smeltzer, Suzanne C.2001)

8. Penatalaksanaan Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas: a. Terapi antibiotika dosis tunggal b. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari c. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu d. Terapi dosis rendah untuk supresi

14

Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),

trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya: a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan b. Interansi obat c. Efek samping obat d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal: a. Efek nefrotosik obat b. Efek toksisitas obat Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/ b. Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malah membahanyakan c. Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan? d. Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan? (Smeltzer, Suzanne C.2001)

9. Prognosis Prognosis infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi faktor pencetus dan penyebab terjadinya infeksi tersebut. (Nugroho, Wahyudi.2000)

15

10. Komplikasi a. Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisistem, dan gangguan fungsi ginjal. b. Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik. ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati: pielonefritis, bayi prematur, anemia, Pregnancy-induced hypertension c. ISK pada kehamilan: retardasi mental, pertumbuhan bayi lambat, Cerebral palsy, fetal death. d. Sistitis emfisematosa : sering terjadi pada pasien DM. e. Pielonefritis emfisematosa syok septik dan nefropati akut vasomotor. f. Abses perinefrik (Smeltzer, Suzanne C.2001)

11. Pencegahan a. Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kencing, infeksi kandung kemih, dan infeksi ginjal adalah menjaga kebersihan diri , bila setelah buang air besar atau air kecil bersihkan dengan cara membersihkan dari depan ke belakang, dan mencuci kulit di sekitar dan antara rektum dan vagina setiap hari. Mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual juga dapat menurunkan resiko seorang wanita dari ISK. b. Minum banyak cairan (air) setiap hari akan membantu pengeluaran bakteri melalui sistem urine. c. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang air kecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih atau ISK. d. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat flush setiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan seksual.

16

e. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri berbahaya dalam sistem saluran kemih. f. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan lembab dan berpotensi berkembang biaknya bakteri. (Parsudi, Imam A.1999)

B. ASUHAN DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh b. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: 1) Adakah riwayat infeksi sebelumnya? 2) Adakah obstruksi pada saluran kemih? c. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial. 1) Bagaimana dengan pemasangan kateter foley? 2) Imobilisasi dalam waktu yang lama. 3) Apakah terjadi inkontinensia urine? d. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih 1) Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah) 2) Adakah disuria? 3) Adakah urgensi? 4) Adakah hesitancy? 5) Adakah bau urine yang menyengat? 6) Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan

konsentrasi urine? 7) Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah 8) Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas

17

9) Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas. e. Pengkajian psikologi pasien: 1) Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya. (Doenges, Marilyn E. 1999) 2. Diagnosa Keperawatan Yang Timbul a. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit. d. Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder. e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. (Doenges, Marilyn E. 1999) 3. Intervensi Keperawatan Dx 1 : Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria evaluasi: Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul Intervensi: a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri. Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri

18

c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat; Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot. d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot. e. Berikan perawatan perineal Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan. g. Kolaborasi: Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membentu membilas saluran berkemih Dx 2: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. Kriteria Evaluasi: Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria)

19

Intervensi: a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi b. Tentukan pola berkemih pasien c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri. d. Kaji keluhan kandung kemih penuh Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi

jaringan(kandung kemih/ginjal) e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam Rasional: untuk mencegah statis urin g. Kolaborasi: Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin. Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih. Dx 3: Hipertermi berhubungan dengan penyakit. Kriteria Evaluasi: suhu 36-370 C, nadi dan respirasi dalam rentan normal, tidak ada perubahan warna kulit dan pusing. Intervensi: a. Observasi suhu tubuh pasien. Rasional: mengetahui apakah pasien mengalami hipertermi.

20

b. Monitor warna kulit dan suhu kulit. Rasional: mengetahui apakah pasien mengalami hipertermi. c. Tingkatkan cairan intake dan nutrisi. Rasional: menyeimbangkan suhu tubuh pasien. d. Ajarkan untuk mengompres pada lipatan paha dan axial. Rasional: menurunkan panas tubuh pasien. e. Kolaborasi dengan farmasi dalam pemberian parasetamol. Rasional: menurunkan panas tubuh pasien yang hipertermi. Dx.4 Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder. Kriteria Evaluasi: klien bebas dari gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, status imun normal dan menunjukkan perilaku hidup sehat. Intervensi: a. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi. Rasional: menentukan intervensi selanjutnya. b. Inspeksi membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase. Rasional: mengetahui tanda infeksi lebih dahulu. c. Dorong istirahat yang cukup. Rasional: istirahat cukup dapat mengurangi terjadinya infeksi. d. Ajarkan pasien dan keluarga tanda-gejala infeksi. Rasional: agar pasien dan keluarga memahami saat terjadi tanda-gejala infeksi. e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Rasional:mengurangi adanya infeksi oleh bakteri. Dx.5 Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.

21

Intervensi: a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi. b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum

pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik. c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum

sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri. Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik. (Doenges, Marilyn E. 1999)

22

BAB II PENGELOLAAN KASUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN Mahasiswa/NIM Tanggal Jam A. Identitas 1. Pasien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Status Suku Agama Pendidikan Pekerjaan Tgl. Masuk RS No.RM Ruang Diagnosis kerja/medis : Nn.B : 22 tahun : Perempuan : Pasar Rebo, Jakarta Timur : Belum menikah : Jawa : Katolik : S1 : Mahasiswa : 06-01-2013 : 01-93-9X-XX :E : Infeksi Saluran Kemih : Yessika Puspitasari / 1002112 : 07 Januari 2013 : 12.00 WIB

2. Keluarga / Penanggungjawab Nama Umur Hubungan Pendidikan Pekerjaan Alamat : Tn.Y : 23 tahun : Teman : S1 : Mahasiswa : Sleman

23

B. Riwayat Kesehatan Pasien 1. Kesehatan Pasien : a. Keluhan utama saat dikaji : Pasien mengatakan panas. b. Keluhan tambahan saat dikaji : Untuk menelan sakit, batuk, mual, lemas dan pusing. c. Alasan utama masuk Rumah Sakit : Pasien mengatakan panas hampir 1 bulan untuk menelan sakit, batuk, mual, lemas dan pusing. d. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan demam sejak tanggal 2 Januari 2013, karena semakin hari demamnya tidak turun kemudian pada tanggal 6 Januari 2013 pasien datang ke RS Bethesda. Di IGD pasien diberi terapi cairan RL, dilakukan pemeriksaan RO Thorax, Pemeriksaan Lab PDL, GDS, SGOT, SGPT, Ureum Creatinin dan diberi obat Ceftriaxone 1gr/IV, xillo:dell = 1:1/IM, Rantin 25mg/IV, Primperan 10mg/IV, Naper 1cth/oral dan Cataflam 50mg/oral. Kemudian pasien dirawat di Ruang E dan diberi terapi cairan Aminofluid, terapi obat tambahan Pamol dan Diit BB. e. Riwayat penyakit yang lalu : Pasien pernah mengalami ISK 2 bulan yang lalu. f. Alergi : Jenis Reaksi Tindakan : Tidak ada alergi : Tidak ada alergi : Tidak ada alergi

2. Kesehatan Keluarga : Dalam keluarga tidak riwayat penyakit Infeksi Saluran Kemih

24

C. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola Nutrisi-Metabolik a. Sebelum sakit : Frekuensi makan Jenis makanan/diet Porsi yang dihabiskan Makanan yang disukai Makanan yang tidak disukai Makanan pantang Makanan tambahan/vitamin Kebiasaan makan Nafsu makan : 3x sehari : Nasi dan sayur : Satu porsi : Semua suka : Hampir semua makanan disukai : Daging : Tidak ada : Di rumah dan di warung : Baik, karena setiap porsi yang diberikan dapat dihabiskan oleh pasien Banyaknya minum Jenis minuman Minuman yang tidak disukai Minuman yang disukai : 4-5 gelas,200cc/gelas= 800/1000cc/hari : Air putih dan teh : Hampir semua minuman suka : Semua suka

Perubahan BB 6 bulan terakhir : Tetap 47 kg b. Selama sakit: Jenis makanan Frekuensi makan Porsi makan yang dihabiskan : BB : 3x sehari : Saat dikaji pasien menghabiskan 1 porsi makan Banyaknya minum dalam sehari : 4 gelas sehari, 200cc/gelas= 900cc Jenis minuman Keluhan : Air putih :Mual, tidak nafsu makan,

ganggua menelan dan sedikit haus

25

2. Pola Eliminasi a. Sebelum sakit 1) Buang air besar (BAB) Frekuensi Waktu Warna Konsistensi Posisi BAB Penghantar untuk BAB : 1x sehari : Pagi hari : Kuning : Padat : Duduk : Pasien mengatakan tidak pernah memakai penghantar waktu BAB Pemakaian obat Keluhan lain Upaya yang dilakukan : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

2) Buang air kecil (BAK) Frekunsi (dalam sehari) Jumlah (cc/24 jam) Warna Bau Keluhan Upaya yang dilakukan : 8x sehari : 800cc/24jam : Kuning : Khas urine : Tidak ada keluhan : Tidak ada

b. Selama sakit 1) Buang air besar (BAB) Frekuensi Waktu Warna Konsistensi Keluhan Upaya yang dilakukan : 1-2x sehari (kadang-kadang) : Pagi hari : Kuning kecoklatan : Lunak : Tidak ada : Tidak ada

26

2) Buang air kecil (BAK) Frekuensi Jumlah Warna Bau Keluhan : 5x sehari : 600cc/24 jam : Kuning : Khas urine : Tidak ada keluhan

3. Pola aktifitas istirahat-tidur a. Sebelum sakit 1) Keadaan aktifitas sehari-hari Kebiasaan olahraga : Pasien tidak teratur untuk berolahraga Jenis olahraga Lingkungan rumah : Lari-lari : Lingkungan rumah cukup luas, dan bersih Alat bantu untuk memenuhi : Pasien tidak selalu memakai alat bantu untuk kebutuhan Apakah aktifitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri, bantuan alat, orang lain, sangat tergantung : AKTIVITAS Mandi Eliminasi Berpakaian/berdandan Mobilisasi di tempat tidur Pindah Ambulansi Naik tangga Memasak Belanja Merapikan rumah 0 1 2 3 4

27

o Ket :

0 : mandiri 1 : dibantu sebagian 2 : perlu bantuan orang lain 3 : perlu bantuan orang lain dan alat 4 : tergantung total

2) Kebutuhan tidur Jumlah tidur dalam sehari Tidur siang Tidur malam Tidur yang diutamakan Kebiasaan pengantar tidur Pasien tidur dengan Perangkat yang digunakan Keluhan : 7 jam : Tidak tentu ( 2 jam) : 5 jam : Tidur malam : Tidak ada : Sendiri : Selimut, bantal,guling : Tidak ada

3) Kebutuhan istirahat Kapan Berapa lama Kegiatan waktu luang Menyediakan waktu istirahat : Siang hari : 2 jam : Santai : Ada

Dalam suasana apa pasien bisa istirahat : Tenang

b. Selama sakit 1) Keadaan aktifitas AKTIVITAS Mandi Makan/minum Berpakaian/berdandan Toileting Mobilisasi di TT 0 1 2 3 4

28

Ambulansi/ROM Berpindah o Ket : 0 : mandiri 1 : dibantu sebagian 2 : perlu bantuan orang lain

3 : perlu bantuan orang lain dan alat 4 : tergantung total 2) Kebutuhan tidur Jumlah tidur dalam sehari Tidur siang Tidur malam Penghantar untuk tidur Keluhan tidur Pasien kesakitan : 2 jam : 7 jam : Tidak ada : Tidak ada : TIdak

3) Kebutuhan istirahat Perasaan pasien : Pasien mengatakan lemas dan pusing Pasien merasa terganggu dengan lingkungan baru : Tidak Alat-alat medik yang mengganggu : Tidak ada

4. Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit) a. Kebersihan Kulit Kapan kebiasaan mandi Mandi menggunakan Keluhan : 2x sehari, pagi dan sore hari : Sabun : Tidak ada keluhan

b. Kebersihan Rambut Mencuci rambut dengan Keluhan : shampoo : Tidak ada keluhan

c. Kebersihan Telinga Kapan merawat telinga : Membersihkan telinga saat

29

mandi Menggunakan alat pendengar Keluahan : Tidak : Tidak ada keluhan

d. Kebersihan Mata Kebiasaan membersihkan mata Keluhan : Saat mandi : Tidak ada keluhan

e. Kebersihan Mulut Berapa kali menggosok gigi Menggunakan pasta gigi Keluhan : Kadang 2x sehari : Iya : Tidak ada keluhan

f. Kebersihan Kuku - Kapan memotong kuku - Cat kuku - Keluhan : Bila kuku sudah panjang : Sering menggunakan cat kuku : Tidak ada keluhan

5. Pola Pemeliharaan Kesehatan a. Penggunaan tembakau Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi tembakau b. NAPZA Pasien mengatakan tidak pernah memakai NAPZA c. Alkohol Pasien mengatakan tidak pernah minum alkohol d. Intelektual Pasien hanya mengetahui penyakit yang diderita Pasien tidak mengerti perawatan, pencegahan penyakit yang diderita

6. Pola Reproduksi-Seksualitas a. Gangguan hubungan seksual b. Pemahaman fungsi seksual : Tidak ada gangguan :-

c. Perkembangan karakteristik sekunder : -

30

d. Masalah menstruasi e. Pap smear terakhir f. Pemerikasaan payudara

: Tidak ada masalah ::-

7. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori a. Keadaan mental b. Berbicara c. Bahasa yang dikuasai d. Kemampuan membaca e. Kemampuan berkomunikasi : Sadar : Jelas : Indonesia dan Inggris : Baik : Bisa berkomunikasai dengan baik

f. Kemampuan memahami informasi : Pasien memahami setiap informasi g. Tingkat ansietas : Sedang, karena sudah pernah mengalami ISK h. Keterampilan berkomunikasi i. Pendengaran j. Penglihatan k. Vertigo l. Nyeri m. Upaya yang dilakukan : Memadai : Tidak ada keluhan : Baik : Tidak : Nyeri kepala : Teman pasien mengajak bicara dan menyuruh pasien beristirahat 8. Pola Konsep Diri a. Identitas diri : Pasien mampu menyebutkan nama dan tempat tinggalnya b. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang c. Harga diri : Pasien tidak merasa malu ketika kerabat berkunjung ke rumah sakit d. Gambaran diri e. Peran diri : Pasien sangat senang saat bisa bercerita : Pasien sebagai keluarga biasa

31

9. Pola Koping a. Pengambilan keputusan : Dibantu orang lain, teman dan keluarga b. Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah : Mencari pertolongan

10. Pola Peran-Berhubungan a. Status pekerjaan b. Jenis pekerjaa : Tidak bekerja :-

c. Klien berkecimpung dalam organisasi masyarakat : Tidak d. System pendukung e. Dukungan keluarga di Rumah Sakit : Teman dan orang tua : Keluarga dan teman sangat baik dalam memberi dukungan f. Kesulitan dalam keluarga Hubungan dengan orang tua Hubungan dengan anak saudara Hubungan perkawinan : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

g. Selama sakit Hubungn dengan anggota keluarga : Baik Hubungan dengan masyarakat : Baik, saat jam kunjung ada teman yang menengok Hubungan dengan pasien lain, anggota kesehatan lain : Komunikatif

11. Pola Nilai dan Keyakinan a. Sebelum sakit Agama Larangan agama : Katolik : Tidak ada

32

Kegiatan keagamaan Macam Frekuensi

: Pergi kegereja : Setiap hari minggu

b. Selama sakit Kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan : Berdoa Membutuhkan bantuan Membutuhkan kunjungan rohaniawan : Iya : Iya

D. Pengkajian Fisik 1. Pengukuran TB 2. Pengukuran BB 3. Tanda vital 1. Tekanan darah Diukur di Posisi pasien Ukuran manset 2. Nadi : 100/70 mmHg : Tangan kanan (vena brachioradialis) : Fowler : Dewasa : 100 x/menit : 157cm : 47kg

Regular/ireguler : Reguler Diukur di Kualitas 3. Suhu Diukur di 4. Repirasi : Tangan kanan (vena radialis) : Kuat : 38,90 C : Axila : 22x/menit

Regular/ireguler : Reguler Tipe pernafasan : Dada 4. Tingkat kesadaran : Compos mentis GCS : 15 E: 4 V: 5 M: 6

33

5. Keadaan umum

: Pasien tampak sakit ringan Pasien tampak lemah, bisa berkomunikasi dengan baik dengan perawat dan teman Terpasang infuse RL 20 tetes/menit di tangan kanan tanggal 06-01-2013

6. Pemeriksaan fisik a. Kepala 1) Rambut a) Rambut pasien berwarna hitam, rambut berminyak b) Bentuk kepala bulat c) Tidak terdapat bekas luka pada kulit kepala d) Tidak terdapat nyeri tekan pada kepala e) Terdapat finger print pada dahi

2) Mata a) Wajah pasien berwarna sawo matang kemerahan dan berminyak b) Mata kiri dan kanan pasien simetris c) Pupil kana-kiri isokor d) Sclera berwarna putih keruh e) Konjungtiva berwarna merah pucat f) Reflek cahaya kanan (+) kiri (+)

3) Telinga a) Telinga kanan dan kiri simetris b) Tidak terdapat luka pada daun telinga kanan dan kiri c) Tidak terdapat nyeri tekan pada telinga kanan dan kiri

34

4) Hidung a) Septum tepat berada di tengah b) Lubang hidung kiri dan kanan simetris c) Terdapat sedikit kotoran pada kedua lubang hidung

5) Mulut dan Tenggorokan a) Kemampuan bicara jelas b) Bibir berwarna merah pucat c) Membran mukosa kering d) Tonsil T1 e) Uvula berada di tengah

6) Leher a) Leher berwarna sawo matang b) Tidak terdapat bekas luka pada leher c) Tidak terdapat nyeri tekan pada leher d) Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

7) Dada a) Inspeksi : dada berwarna sawo matang, tidak terdapat bekas luka pada dada, simetris dada kanan dan kiri, ictus cordis pada ICS 5 b) Palpasi : pernafasan dada kiri dan kanan simetris, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, vocal rensonan teraba sama di semua bagian. c) Perkusi : terdengar sonor pada lapang paru.

d) Auskultasi : tidak ada suara tambahan disemua lapang paru.

35

8) Abdomen a) Inspeksi : perut berwarna sawo matang, tidak terdapat bekas luka pada perut, umbilicus tepat di tengah, kotor. b) Auskultasi : peristaltic usus : 19x/menit. c) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kwadran kanan bawah dan kiri bawah d) Perkusi 9) Genetalia Tidak terpasang DC. : suara tympani pada abdomen.

10) Anus Tidak terdapat hemoroid.

11) Integument Turgor kulit pasien tidak elastic.

12) Ekstremitas a) Atas Anggota gerak lengkap, warna kulit sawo matang, turgor kulit tidak elastis, tidak terdapat kelainan jari pada tangan kanan dan kiri, terpasang infus RL-500 20 tetes/menit di tangan kanan, kekuatan otot kanan-kiri : 5/5 b) Bawah Anggota gerak lengkap, warna kulit sawo matang, turgor kulit tidak elastis, tidak terdapat kelainan jari pada kaki kanan dan kiri,

kekuatan otot kaki kanan dan kiri 5/5

36

E. Diagnostik Test 1. Ro. Thorax Corakan grondhovaskuler kasar, air bronchogram minimal, suspek bronchitis, besar cor dalam batas normal. 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium a) Tanggal 06 Januari 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Pemeriksaan Ureum Creatinin Hemoglobin Leukosit Eosinofil Basofil Segmen Limfosit Monosit Hematokrit Eritrosit RDW MCV MCH MCHC LED 1 jam Hasil 9.7 0.63 12.5 8,23 0.2 0.1 76.9 16.0 6.8 35.5 4.20 13.00 84.50 29.80 35.20 29.0 Satuan mg/dL mg/dL gr/dl Rbu/mmk % % % % % % Juta/mmk % Fl pg g/dl mm Normal 10.0-50.0 0.50-0.90 12.0-18.0 4.50-11.00 0.0-5.0 0.0-0.2 47.0-80.0 13.0-40.0 2.0-11.0 36.0-46.0 4.10-5.30 11.60-14.80 92.00-121.00 31.00-37.00 29.00-36.00 3.0-14.00 westegram 17 18 19 20 21 LED 2 jam Golongan Darah SGOT (AST) SGPT (ALT) Glukosa sewaktu 55.0 O 16.9 12.1 105 u/L u/L mg/dL 0.0-32.0 0.0-32.0 70-140 mm

37

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Warna Urin BJ pH Bakteri Leko Pucat Sel Gliter Leko Gelap Eritrosit Epitel Ca Oxalat Urat Silinder Hialin Granular Epitel

Kuning 1.020 6.0 + sedikit 1+ 2+ 2+ 2+ -

F. PROGRAM PENGOBATAN 1. Parenteral a. Cernavit 1x1 fl b. Aminofluid 1x1 fe 2. Non parenteral a. Ceftriaxone 2x1 tablet b. Rantin 2x1 tablet c. Primperan 2x1 tablet d. Pamol 3x1 tablet e. Cataflam 2x1 tablet 3. Diet BB, 3x sehari 4. Pasien bedrest 5. Tidak menggunakan O2 6. Terapi cairan a. Infus RL 20 tetes /menit b. Aminofluid 500 ml

38

G. Analisa Obat No 1. Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat. Efek samping

2.

Infus RL 20 Mengembalikan tetes /menit keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob. Aminofluid Suplai asam amino, elektrolit dan air sebelum dan sesudah, pada individu dengan hipoproteinemia atau malnutrisi ringan karena kurangnya asupan oral.

3.

Cernevit

4.

Ceftriaxone

Vitamin parenteral untuk dewasa dan anak usia lebih dari 11 tahun yang tidak mungkin atau tidak cukup diberikan secara oral. Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi

Koma hepatik, atau resiko koma hepatik, gangguan ginjal berat atau azotemia, gagal jantung kongestif, asidosis berat, gangguan metabolisme elektrolit yang abnormal, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipermagnesemia, hiperkalsemia. Hipervitaminosis atau hipersensitif terhadap vitamin B1 (tiamin).

Ruam kulit, nyeri dada, palpiasi edema serebral, pulmoner dan perifer, hiperkalemia, asidosis, intoksikasi air, nyeri vaskuler, flebitis, menggigil, demam, rasa hangat dan sakit kepala.

Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).

Kenaikan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase selama pemberian bolus Intra Vena, alergi, sakit pada pemberian injeksi Intra Muskular. Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphilaxis

39

5.

Rantin

saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh. Ulkus duodenum aktif, ulkus lambung aktif yang tidak membahayakan dan kondisi hipersekretori pathologikal seperti Sindroma ZollingerEllison. Gangguan lambungusus, mabuk perjalanan, mual di pagi hari, mual dan muntah karena obat, anoreksia (kehilangan nafsu makan), kembung, ulkus peptikum, stenosis pilorik (bersifat ringan), dispepsia, nyeri pada ulu hati, gastroduodenitis, dispepsia sesudah gastrektomi, endoskopi, dan intubasi. Untuk meringankan: Rasa sakit atau nyeri, misalnya : sakit kepala, sakit gigi, sesudah

bisa terjadi) efek GI (diare/radang usus besar) efek lainnya (infeksi candidal).

Disfungsi ginjal & hati, hamil, menyusui, anak-anak, keganasan lambung.

Sakit kepala, pusing, gangguan pencernaan, ruam kulit.

6.

Primperan

Keadaan dimana jika terjadi perangsangan saluran pencernaan bisa membahayakan, seperti penyumbatan usus, feokromositoma, epilepsi.

Reaksi ekstrapiramidal, pusing, rasa lelah, mengantuk, sakit kepala, depresi, keresahan/kegelisahan, gangguan saluran pencernaan, hipertensi.

7.

Pamol

Penderita yang hipersensitif terhadap Paracetamol. Gangguan fungsi

Jarang terjadi, efek samping yang tidak spesifik pada pemakaian Paracetamol pernati

40

pencabutan gigi, nyeri pada otot. Demam misalnya karena imunisasi.

hati berat.

8.

Cataflam

Keadaan meradang setelah traumatic yang disertai rasa sakit atau nyeri , peradangan atau nyeri setelah operasi, sebagai tambahan pada infeksi THT yang meradang yang disertai nyeri hebat. Sindroma nyeri pada tulang belakang, reumatisme non artikular.

Hipersensitif terhadap Diklofenak atau obatobat anti radang non steroid lainnya.

dilaporkan. Mual, muntah, diare, diaforesis, pallor dan sakit perut. Pada dosis besar dan pemakaian lama dapat menyebabkan kerusakan hati. Kadang-kadang: Gangguan lambung usus, sakit kepala, pusing, vertigo, kemerahan pada kulit, peningkatan serum transaminase. Jarang : Ulkus peptikum, abnormalitas fungsi ginjal, perdarahan saluran pencernaan, hepatitis, hipersensitifitas.

41

H. Analisa Data No 1 Data DS: - Pasien mengatakan sedikit nyeri saat berkemih. DO: - Tekanan Darah 100/70 mmHg - Nadi 100 x/mnt - Wajah menyeringai saat berkemih DS: - Pasien mengatakan demam - Pasien mengatakan merasa pusing DO: - Suhu 38,90 C - Kulit kemerahan - Kulit teraba hangat - Nadi 100 x/mnt DS: - Pasien mengatakan lemas - Pasien mengatakan sedikit haus DO: - Turgor kulit tidak elastic - Suhu 38,90 C - Membrane mukosa kering Masalah Nyeri akut Penyebab Agen inflamasi

Hipertermi

Penyakit

Kekurangan volume cairan

Intake tidak adekuat

42

I. Diagnosa Keperawatan No Diagnosis Keperawatan 1 Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan sedikit nyeri saat berkemih. DO: - Tekanan Darah 100/70 mmHg - Nadi 100 x/mnt - Wajah menyeringai saat berkemih 2 Hipertermi berhubungan dengan penyakit ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan demam - Pasien mengatakan merasa pusing DO: - Suhu 38,90 C - Kulit kemerahan - Kulit teraba hangat - Nadi 100 x/mnt 3 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan lemas - Pasien mengatakan sedikit haus DO: - Turgor kulit tidak elastic - Suhu 38,90 C - Membrane mukosa kering

43

J. Rencana Keperawatan Nama Pasien : Nn.B Umur Ruangan No : 22 th : E/10 B Tindakan Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria: - Mampu mengontrol nyeri - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang - Tanda vital dalam rentang normal - Tidak mengalami gangguan tidur Tindakan Rasional

Diagnosis keperawatan & Data Penunjang

Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan sedikit nyeri saat berkemih. DO: - Tekanan Darah 100/70 mmHg - Nadi 100 x/mnt - Wajah menyeringai saat berkemih

Tgl 07 Januari 2013, Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. jam 12.00 WIB. 1. Kaji keadaan umum 1. Mengetahui keadaan umum pasien dan pantau GCS pasien, tingkat kesakitan, dan setiap 6 jam sekali. mengobservasi apabila terjadi perubahan GCS. 2. Kaji nyeri kepala setiap 2. Untuk mengetahui 6 jam sekali, baik itu derajat/tingkat nyeri yang intensitas, frekuensi, dialami pasien. durasi, lokasi. 3. Pantau tanda-tanda 3. Hipotensi postural dapat vital: menjadi faktor pencetus. - adanya hipertensi / Hipotensi dapat terjadi karena hipotensi syok (kolaps sirkulasi vaskuler). - frekuensi dan irama Peningkatan TIK dapat terjadi. jantung - Perubahan terutama adanya - pola dan irama dari bradikardia dapat terjadi pernapasan. sebagai akibat adanya kerusakan otak. - Ketidakteraturan

44

4. Anjurkan untuk tirah baring dan batasi aktivitas yang menambah nyeri kepala, misal : jangan banyak bicara dulu. 5. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien. 6. Berikan obat analgetika. Misal : ceftriaxone dan cataflam. 2 Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. Hipertermi berhubungan dengan penyakit ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan demam - Pasien mengatakan merasa pusing Tgl 07 Januari 2013, Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. jam 12.00 WIB. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi suhu keperawatan selama 3 X 24 sesering mungkin. jam hipertermi dapat teratasi 2. Observasi warna dan dengan kriteria: suhu kulit. 0 Suhu pasien 36-37 C Nadi dan respirasi dalam 3. Observasi tekanan rentang normal darah nadi dan Tidak ada perubahan respirasi. warna kulit

pernapasan dapat memberikan gambaran, lokasi kerusakan serebral / peningkatan TIK. 4. Untuk mengurangi nyeri kepala dan mencegah makin luasnya infark akibat meningkatnya aktivitas.

5. Untuk mengalihkan perhatian pasien pada nyeri sehingga pasien tidak merasa nyeri. 6. Untuk mengurangi nyeri pada pasien.

Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. 1. Mengidentifikasi terjadinya peningkatan suhu tubuh. 2. Mengidentifikasi adanya kemerahan pada kulit mengetahui bila pasien masi mengalami hipertermi. 3. Tekanan darah, nadi dan respirasi yang normal merupakan indikasi tidak

45

DO: - Suhu 38,90 C - Kulit kemerahan - Kulit teraba hangat - Nadi 100 x/mnt

Tidak ada pusing dan merasa nyaman

terjadinya hipertermi. 4. Berikan cairan 4. Cairan intravena akan membuat intravena. suhu tubuh menurun. 5. Ajarkan keluarga untuk 5. Kompresan pada lipat paha dan kompres pada lipat axila pada pasien hipertermi paha dan axila dan dapat menurunkan suhu tubuh memberikan minum pasien. sedikit-sedikit tapi sering. 6. Kolaborasi dalam 6. Pemberian obat dapat pemberian pamol. menurunkan suhu tubuh pasien. Tgl 07 Januari 2013, Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. jam 12.00 WIB. a. Observasi status hidrasi 1. Kelembaban mukosa dan (kelembaban adanya nadi yang adekuat membrane mukosa, menggambarkan tidak nadi adekuat). terjadinya hidrasi pada pasien. b. Monitor hasil lab yang 2. Hasil lab dapat menentukan sesuai dengan retensi apakah pasien masih mengalami cairan. deficit volume cairan atau tidak. c. Observasi TTV . 3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal menandakan pasien tidak mengalami deficit cairan. d. Berikan cairan oral. 4. Cairan oral dapat menyeimbangkan cairan dalam tubuh. e. Dorong keluarga untuk 5. Pemasukan intake adekuat dapat membantu pasien mengatasi terjadinya

Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat ditandai dengan: DS: - Pasien mengatakan lemas - Pasien mengatakan sedikit haus DO: - Turgor kulit tidak elastic - Suhu 38,90 C - Membrane mukosa

Tgl 07 Januari 2013, jam 12.00 WIB. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam kekuranagn volume cairan dapat teratasi dengan kriteria klien dapat: - Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal - Tidak ada tanda dehidrasi, elastic turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih - Intake oral dan intravena adekuat

46

kering f.

makan. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena.

kekurangan volume cairan. 6. Cairan intravena dapat meningkatkan volume cairan tubuh pasien.

47

K. CATATAN PERKEMBANGAN Nama Pasien : Nn.B Ruangan : E/10 B

NO 1.

DIAGNOSA DX.1

TGL/JAM 07 Januari 2013 12.20

IMPLEMENTASI I: - Mengobservasi KU pasien KU : gelisah,pusing, kesadaran CM,GCS : 15 ( E:4, V:5, M :6 ) - Mengobservasi tanda vital sign pasien: TD : 100/70mmHg N : 84x/mnt S : 38,90C R :22x/mnt - Mengajarkan tekhnik nafas dalam - Mengobservasi KU pasien, pasien gelisah, pusing - Menganjurkan pasien untuk istirahat E: DS : Pasien mengatakan sedikit sakit untuk BAK DO : TD : 100/70mmHg S : 38,90C N : 80x/mnt R : 22x/mnt I: - Observasi suhu pasien 38,90 C - Mengobservasi kemerahan pada kulit pasien - Mengobservasi tekanan darah 100/70mmHg dan respirasi 22x/mnt - Mengecek pemasukan oral pasien

PARAF

12.30

12.40 12.50 13.30

13.40

2.

DX.2

07 Januari 2013 12.30 12.30 12.30

13.00

48

13.50

3.

DX .3

07 Januari 2013 12.40

13.00

13.30

E: DS :Pasien mengatakan kepala pusing DO :Suhu pasien 38,90 C I: - Mengobservasi turgor kulit pasien tidak elastic - Mengobservasi membrane mukosa pasien kering - Memberikan minum kepada pasien - Balance cairan pasien CM: 700cc CK: 500cc BC:+200cc E: DS :Pasien mengatakan minta minum karena haus DO : Klien lemes, turgor kulit tidak elastic dan membrane mukosa kering S : Pasien mengatakan masih nyeri O : KU sedang ,Kes Compos Mentis A : Masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6 I: - Mengobservasi KU klien Klien gelisah, pusing berkurang - Mengkaji tanda vital: TD : 100/60mmHg N :95x/mnt S :37,80C R : 20x/mnt - Memberi obat per oral ceftriaxone 2x1 tablet dan cataflam 2x1 tablet. - Mengobservasi KU pasien, pasien gelisah E: DS : pasien mengatakan nyeri suprapubik berkurang, DO : pasien gelisah

4.

DX.1

08 Januari 2013 07.30

08.00 08.10

12.00

13.45

49

Dx 2

08 Januari 2013 07.40

08.00 08.10 12.00 13.00

13.30

DX.3

07 Januari 2013 08.00

08.30 08.30 09.00 10.00

TD : 100/60mmHg N : 95x/mnt R :20x/mnt S :380C S :Pasien mengatakan masi merasa sedikit demam O: Kulit pasien teraba hangat dan kemerahan A:Masalah belum teratasi P:lanjutkan intervensi 1-6 I: - Mengkaji suhu pasien 380C - Memberikan obat pamol. - Mengecek cairan intravena pasien - Membantu memberikan minum pada pasien - Memotivasi keluarga untuk memberikan minum sedikitsedikit tetapi sering E: DS : pasien mengatakan masih sedikit pusing DO : suhu pasien 380C, kulit teraba hangat S: O : mulut pasien terlihat masih kering A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi1-6 I - Mengobservasi mukosa pasien kering - Nadi pasien 95x/mnt - Membantu pasien untuk minum - Mengajarkan pada keluarga untuk memberikan minum sedikit-sedikit tapi sering - Balance cairan pada pasien CM:900cc CK:750cc BC:+150

50

13.30

E: DS : DO : nadi pasien 95x/mnt, membrane mukosa kering, Balance cairan pada pasien CM:900cc CK:750cc BC:+150

Diagnosa Medis : Infeksi Saluran Kemih

51

BAB III PEMBAHASAN


Bab ini membahas tentang pasien kelolaan Nn. B dengan Infeksi Saluran Kemih, yang telah dikelola dua hari di ruang E Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada 7-8 Januari 2013 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, menentukan rencana tindakan keperawatan, melakukan implementasi, evaluasi sampai

pendokumentasian kasus kelolaan. A. Pengkajian Keperawatan Dari pengkajian yang telah dilakukan pada klien Ny. K diperoleh data hasil; klien mengalami demam, nyeri pada supra pubik dan nyeri saat pasien berkemih. Tanda tanda tersebut sesuai dengan karakteristik Infeksi Saluran Kemih menurut teori pengkajian Merlyn E Doengoes, 2000, yaitu B. Diagnosa Keperawatan Dalam pengelolaan kasus Nn.B ditemukan beberapa diagnosa keperawatan yaitu : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi. Pada tinjauan teori menurut Merlynn E Doengoes, 2000, 2003 dan Effendy, 1995 dan disesuaikan dengan NANDA 2009-2011 adalah : 1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan nyeri. 2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

imobilisasi. 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan tonus/kontrol dengan otot kerusakan fasial/oral;

neuromuskuler,

kehilangan

kelemahan/kelelahan umum. 5. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses penyakit ( viremia ) 52

6. Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit 7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 8. Perubahan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah 9. Kecemasan ringan sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien. 10. Gangguan proses keluarga sehubungan dengan anggota keluarga dirawat di rumah sakit. 11. Resiko infeksi sehubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus / NGT). Dari tiga diagnosa yang muncul pada kasus kelolaan, ada tiga diagnosa sama dan ada 11 diagnosa yang tidak diangkat karena kurang sesuai dengan keadaan klien.

C. Perencanaan Dilakukan penulisan perencanaan dengan menyesuaikan teori Doengoes 2000 dan NANDA 2011 : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi. Tindakan yang sudah dilakukan antara lain a. Observasi keadaan umum pasien dan pantau GCS setiap 6 jam sekali b. Kaji nyeri kepala setiap 6 jam sekali, baik itu intensitas, frekuensi, durasi, lokasi. c. Pantau tanda-tanda vital: Adanya hipertensi / hipotensi Frekuensi dan irama jantung Pola dan irama dari pernapasan.

d. Anjurkan untuk tirah baring dan batasi aktivitas yang menambah nyeri kepala, misal : jangan banyak bicara dulu. e. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien. f. Berikan obat analgetika. Misal : ceftriaxone dan cataflam.

53

2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit. Tindakan yang sudah dilakukan a. Kaji Observasi suhu sesering mungkin. b. Observasi warna dan suhu kulit. c. Observasi tekanan darah nadi dan respirasi. d. Berikan cairan intravena. e. Ajarkan keluarga untuk kompres pada lipat paha dan axila dan memberikan minum sedikit-sedikit tapi sering. f. Kolaborasi dalam pemberian pamol. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat. Tindakan yang sudah dilakukan a. Observasi status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat). b. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan. c. Observasi TTV . d. Berikan cairan oral. e. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. f. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena. D. Implementasi Tahap implementasi asuhan keperawatan dilaksanakan selama dua hari, 7-8 Januari 2013. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi. Tindakan yang sudah dilakukan antara lain a. Observasi keadaan umum pasien dan pantau GCS setiap 6 jam sekali b. Kaji nyeri kepala setiap 6 jam sekali, baik itu intensitas, frekuensi, durasi, lokasi. c. Pantau tanda-tanda vital: Adanya hipertensi / hipotensi Frekuensi dan irama jantung Pola dan irama dari pernapasan.

54

d. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien. e. Berikan obat analgetika. Misal : ceftriaxone dan cataflam. 2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit. Tindakan yang sudah dilakukan a. Kaji Observasi suhu sesering mungkin. b. Observasi warna dan suhu kulit. c. Observasi tekanan darah nadi dan respirasi. d. Berikan cairan intravena. e. Kolaborasi dalam pemberian pamol. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat. Tindakan yang sudah dilakukan a. Observasi status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat). b. Observasi TTV . c. Berikan cairan oral. d. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. e. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena.

E. Evaluasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi, mulai teratasi karena pasien mengatakan nyeri pada area supra pubik mulai berkurang. 2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, belum teratasi karena klien mengataan badan masih demam dan pusing. Suhu tubuh pasien 380C. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak

adekuat,mulai teratasi karena Balance Cairan pasien +150cc namun membrane mukosa pasien masih kering.

55

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi, mulai teratasi karena pasien mengatakan nyeri pada area supra pubik mulai berkurang. 2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, belum teratasi karena klien mengataan badan masih demam dan pusing. Suhu tubuh pasien 380C. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,mulai teratasi karena Balance Cairan pasien +150cc namun membrane mukosa pasien masih kering. 4. Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam dua diagnosa memperoleh hasil masalah teratasi sebagian dan masih ada diagnosa yang belum teratasi.

B. Saran 1. STIKES BETHESDA Melanjutkan kegiatan dan pertahankan kualitas pengajaran pada mahasiswa. 2. Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Pertahankan kwalitas pelayanan perawatan kepada pasien.

56

You might also like