You are on page 1of 11

PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA DI JAWA T ENGAH ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

menyediakan informasi tentang: (1) Penyel enggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa PELMO; (2) Impl ementasi kebijakan link and match yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejurua n (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan Sekol ah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (4) Kondisi kebutuh an dan penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK R ekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5) Pelaksanaan sertifikasi yang dilakuka n SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Hasil penelitian menunjuk kan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata mengg unakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2) Jumlah lulusan SMK Neg eri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan 100%, dari rentang kelulu san tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok dengan program keahliann ya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama rata -rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las arg on, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama (team wo rk); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperole h melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji kom petensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan Nasion al Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan Praker in/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tamba han siswa dalam rangka melamar pekerjaan. Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas Akhir (TA) disusun di tempat prakerin dengan m engamati salah satu permasalahan di industri dan diuji dengan melibatkan pihak i ndustri (3) Komunikasi antara BKK, Disnakertrans dan Dinas Pendidikan perlu diti ngkatkan kembali. Rekomendasi untuk sekolah : (1) bahwa penyelenggaraan pembelaj aran teori kejuruan dan praktik kejuruan dilaksnakan secara fleksibel, tidak per lu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan pemanfaatan bengkel (2) Model magan g untuk SMK Negeri dapat menggunakan block release modifikasi (3) Meningkatkan k emitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan asosiasi yang kompe ten; (4) Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi se kolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1) Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemi traan antara sekolah dan industri (2) Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif. Kata kunci : Sekolah M enengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja PENDAHULUAN Penyelenggaraan pendidikan kejuruan,saat ini memasuki fase penting, yaitu fase lulusan pendidikan kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam perc aturan tenaga kerja di wilayah regional Asia, baik dalam konteks Asean Free Trad e Association (AFTA) maupun Asean Free Labor Association (AFLA). Untuk ini upaya yang harus dilakukan adalah melakukan penataan dan pembenahan semaksimal mungki n dalam sektor pendidikan kejuruan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengemba ngan program pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan pelatihan, pengembangan evaluasi serta sertifikasi (HAR Tilaar, dalam Ace Su ryadi). Isu penting dalam konteks ini adalah seberapa besar penyelenggaraan pend idikan kejuruan (SMK) relevan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan te naga kerja, dunia usaha maupun industri. Fakta di lapangan mengindikasikan keadaan ba hwa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya sendiri, di sisi lain dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa kualitas tenaga (lulusan) belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) y

ang diharapkan. Gejala mismatch seperti ini pada akhirnya melahirkan lulusan underq ualified. Keadaan seperti ini cukup lama terjadi, bahkan sampai saat ini (Samsudi , 1997). Gejala tersebut di Jawa Tengah saat ini juga dirasakan, termasuk progra m keahlian Perkayuan, Elektronika dan Listrik, Mesin, serta Otomotif (Samsudi, 1 997). Program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah merupakan unggulan, hal ini dibu ktikan dengan ditetapkannya program keahlian ini sebagai Rintisan Sekolah Bertar af Internasional (RSBI). Dengan demikian, nampak adanya paradoks antara penetapa n RSBI dengan fakta adanya mismatch, sehingga muncul pertanyaan bagaimanakah sesun gguhnya kualitas penyelenggaraan pendidikan di SMK?. Keterkaitan antara pendidik an dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri merupakan kombin asi pengaruh antara komponen pengatur, peserta pendidikan, penyelenggara pendidi kan serta dunia kerja. Keterkaitan antar komponen itu bersifat timbal balik. Ket impangan partisipasi di salah satu komponen, menyebabkan sistem tidak bekerja op timal menyebabkan pengangguran berkelanjutan. Merujuk uraian di atas, maka penel itian tentang Keterkaitan pendidikan dan Penyediaan lapangan Kerja di Jawa Tengah penting untuk dilaksanakan. Sedangkan permasalahan penelitian adalah 1. Bagaimanakah penyelenggaraan pendidi kan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elek tronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO) dilakukan untuk mempersiapkan lulus an yang terampil? 2. Bagaimanakah kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yan g berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektroni ka, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 3. Bagaimanakah kondisi penyerapan tena ga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang st udi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 4. Bagaimanakah implementasi kebijakan link and match yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, E lektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 5. Bagaimanakah kemampuan lulus an Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektro nika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 6. Bagaimanakah jumlah lulusan Sekola h Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Lis trik, Mesin dan otomotif (PELMO)? 7. Bagaimanakah sertifikasi yang dilakukan seh ingga diperoleh tenaga terlatih yang standar ? Penelitian ini bertujuan menyediakan informasi tentang: 1. Penyelenggaraan pendi dikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, El ektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO); 2. Implementasi kebijakan link an d match yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bid ang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO); 3. Jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, E lektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO); 4. Kemampuan lulusan Sekolah Me nengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik , Mesin dan otomotif (PELMO); 5. Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); 6. Kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan de ngan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mes in dan Otomotif (PELMO); 7. Kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang ber hubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, L istrik, Mesin dan Otomotif (PELMO)? Kerangka Pikir Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian Guru dan Tenaga Kependidikan Diklat Industri Siswa SMK

Proses Pembelajaran Kualitas Lulusan Disnaker Sarana dan prasarana - Industri - Wirausaha Dinas Pendidikan Fase Penting Pendidikan Kejuruan Pada awal millenium ketiga ini dunia pendidikan Indonesia khususnya pendidkan kejuruan, dihadapkan pada tantangan global, inter nal, dan praksis pendidikan kejuruan itu sendiri. Dengan berlakunya pasar bebas pada tingkat regional Asia melalui AFTA y ang dimulai pada tahun 2003 dan tingkat dunia pada tahun 2020, berimplikasi pada terjadinya interaksi antar negara dalam investasi, bisnis barang dan jasa, sehi ngga memperketat dan mempertajam persaingan (H.R Tilaar, 1999). Sementara itu da ri praksis pendidikan kejuruan yang berkembang selama ini belum mampu memenuhi h arapan masyarakat dan para pengguna lulusan. Hal ini dapat dibaca dari: (1) tama tan SMK masih sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan, karena kurang me mperoleh bekal keterampilan dasar untuk belajar basic learning tools (Indra Djati Sidi,2002); (2) system pendidikan di sekolah kejuruan sering kurang sesuai denga n tuntutan dunia usaha/industri, masih ada mismatch antara keluaran sistem pendi dikan dan kebutuhan dunia kerja (Sukamto, 1998), dan (3) masih banyak kebiasaan salah yang dilakukan oleh guru SMK yang tidak disadari, misalnya; tidak mengajar kan pelajaran praktek dasar sesuai dengan prinsip dasar yang benar, membiarkan s iswa menghasilkan karya asal jadi, bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan, serta tanpa memperhatikan keselamatan kerja (Indra Djati Sidi,2002); Tilaar (1991) me nyatakan bahwa pendidikan nasional kini mengalami beberapa krisis yang bersumber pada (1) kualitas pendidikan yang masih rendah, (2)pendidikan yang belum releva n dengan kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil, (3) pendidikan yang masih b ersifat elitisme serta (4) manajemen pendidikan yang belum ditata secara efisien (1991 : xi) Berdasar sumber krisis tersebut, ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan dan pelatiha n, misalnya mutu pengajar yang masih rendah serta alat bantu mengajar (buku teks , peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum memadai). Dalam hal releva nsi diklat atau efisiensi eksternal suatu sistem diklat dapat diukur dengan peny erapan kebutuhan tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai yang diperluka n oleh berbagai sektor-sektor pembangunan. Khusus dalam hal masalah tidak releva nsinya diklat kejuruan, bukan saja disebabkan oleh adanya kesenjangan antara supp ly dan demand semata, namun bisa jadi disebabkan oleh isi kurikulum kurang mengacu pada kompetensi keterampilan serta kurang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, p erkembangan Iptek dan perkembangan ekonomi (Tilaar, 1991:8) Arah Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menuru t Finch dan Crunkilton (1984: 12-13) arah pengembangan pendidikan: (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan t erhadap perkembangan masyarakat; dan 6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. No lker (1983), menyatakan bahwa dalam memilih substansi pelajaran, pendidikan keju ruan harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Arah baru pengembangan pendidikan kejuruan merujuk kepada rumusan Kompetensi Menjelang 2020 seperti yang tergambarkan oleh Tabel II. 1 di bawah ini. Tabel II.1 Kompetensi menjelang 2020 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Keterampilan menjelang 2020 Masa lalu Masa Depan Supply driven Berbasis sekolah Alur dan proses kaku Tidak mengakui keterampilan sebelumnya Orientasi program s tudi Pendidikan dan pelatihan berfokus pada sektor formal Pemisahan antara pendi dikan dan pelatihan Sistem pengelolaan terpusat Demand driven Berbasis kompetens i Alur lentur dan prinsip multy entry dan multy exit Mengakui kemampuan sebelumnya Diklat mengacu kepada profesi dan keterampilan kejuruan Diklat berfokus pada se ktor formal dan informal Mengintegerasikan pendidikan dan pelatihan Pengelolaan terdesentralisasi Sumber: Depdiknas 1999, Keterampilan Menjelang 2020 Kurikulum SMK dan Diklat berbasis Kompetensi Lingkup dan cakupan kompetensi (pro fesional) dijelaskan oleh Burke (1995:13) sebagai berikut: (1) kompetensi didasa rkan pada analisis peran profesional dan formulasi teoritis tanggungjawab profes ional; (2) kompetensi menjelaskan hasil belajar yang ditunjukkan oleh kinerja (p erformansi) yang ditunjukkan secara profesional; (3) aspek kompetensi menjelaska n kriteria penilaian; (4) kompetensi diciptakan sebagai prediktor tentatif tenta ng keefektifan profesional dan mengarah kepada prosedur validasi. Secara substansial berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum dan pembelajaran, yaitu pengembangan kurikulum yang mendukung proses pendidikan dan pelatihan serta mem berikan kontribusi terhadap hasil pembelajaran siswa. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka competency based education and training (CBET), setid aknya akan menyentuh prinsip relevansi dan fleksibilitas. Prinsip relevansi menj adi demikian penting dalam kurikulum pendidikan kejuruan berbasis kompetensi, ka rena menyangkut kesesuaian isi kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha atau indus tri, serta kesesuaian mutu lulusan dengan standar pengguna. Kompetensi Produktif dalam Pengembangan Kurikulum SMK Penerapan prinsip pendidik an dan pelatihan berbasis kompetensi, memiliki konsekuensi adanya pengembangan k urikulum SMK dengan menggunakan beberapa pendekatan, utamanya kompetensi dan pen dekatan produktif. Dalam pelaksanaannya, kedua pendekatan ini pada dasarnya teri ntegerasi menjadi satu dalam bentuk paket keahlian produktif, terutama diberikan pada kelas 3 SMK. Bentuk pembelajaran adalah pelatihan keahlian yang mengarah p ada pencapaian kompetensi lulusan, dengan memberikan pengalaman produksi (pada l ini produksi) bagi siswa, baik dalam praktik kerja industri, maupun pengembangan unit produksi sekolah. Integrasi pendekatan di atas, memerlukan kemampuan dan s ikap proaktif sekolah (SMK) terutama dalam menggalang kerjasama dengan stakehold ers untuk bersama-sama menyelaraskan kurikulum yang akan diimplementasikan di se kolah. Kompetensi produktif dengan demikian adalah pendekatan pendidikan dan pel atihan yang merujuk kepada kriteria keahlian dunia usaha/industri dengan menggun akan proses produksi sebagai wahana pembelajaran. Untuk mencapai sasaran pendeka tan di atas, diperlukan rancangan program (kurikulum) yang sinkron dan relevan, sebagai panduan dan pedoman pembelajaran. Sinkronisasi kurikulum memerlukan mode l yang teruji, baik secara konsepsional maupun operasional, sehingga dapat menja di acuan bagi sebagian besar SMK. Model Sinkronisasi Kurikulum SMK dengan Industri Secara eksplisit perancangan ku rikulum SMK edisi 1999 dan kurikulum SMK 2004 memberikan arahan perlunya dilakuk an penyelarasan terhadap kurikulum sebagai program pembelajaran atau mata diklat . Arahan itu memberikan pengertian bahwa kurikulum, sebagai suatu program pembel ajaran/diklat, untuk dapat diimplementasikan di lapangan, perlu dilakukan penyel arasan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja. Penyelaras an kurikulum SMK berbasis kompetensi produktif, pada dasarnya merupakan Grass-ro ot model, dari sisi fokus isi/substansi merupakan competence-based curriculum. C iri grass root model, karena dalam penyelarasan kurikulum SMK diterapkan semanga t kolaborasi dengan lapangan, komite sekolah dan dunia industri, khususnya dalam menyepakati rumusan-rumusan kurikulum yang siap dilaksanakan di depan kelas. De

mikian juga ciri competence-based, ditunjukkan oleh kesesuaiannya dengan karakte ristik kurikulum SMK yang berbasis kompetensi. Penyerapan Dunia Industri terhada p Lulusan SMK Secara umum terbukti bahwa Produktivitas seseorang dikarenakan dim ilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu sal ah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampi lan hidup, berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan. Pemerintah terus mendorong minat lulusan SLTP untuk melanjutk an studi di sekolah menengah kejuruan (SMK) namun sejauh ini daya serap lapangan kerja terhadap lulusan SMK masih relatif rendah. Idealnya secara nasional lulus an SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedangkan selama ini yang terserap baru 61%. Padatahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628 .285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SM K tahun 2007 hanya 385.986 orang atau sekitar 61,43%. "Jumlah ini belum ideal, h arus diupayakan peningkatan daya serap untuk memasuki lapangan kerja maupun menc iptakan peluang kerja,"daya serap ideal lulusan SMK seharusnya mencapai 80-85%, sedangkan sekitar 15-20% lulusan SMK lainnya. Kecenderungan daya serap lapangan kerja menurut program keahlian sejak tahun 2000 hingga 2007 berubah-ubah, menyes uaikan dengan kondisi lapangan kerja pada waktu tertentu. Pada tahun 2000, misal nya, lulusan Jurusan Teknik Elektronika daya serapnya 87% namun melorot menjadi 50,5% pada 2006 sebel um akhirnya sedikit naik menjadi 62%. Daya serap lulusan Jurusan Teknik Mesin ju ga mengalami nasib sama, dari 84,86% pada tahun 2000 melorot daya serapnya pada tahun 2007 tinggal 76,52%. Daya serap tinggi ditunjukkan lulusan Jurusan Teknik Perkapalan, yang mencapai 94,69%. Ia memperkirakan, daya serap lulusan Jurusan T eknologi Informasi dan Komunikasi masih cukup tinggi. Kebutuhan SDM di bidang te knologi komunikasi dan informasi (ICT) di berbagai jenjang, mulai dari menengah, ahli, hingga profesional (Samsudi,2007) Mengutip data Aizirman Djusan, kebutuha n tenaga ICT pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 32,6 juta orang, sedangkan te naga ICT yang tersedia hanya 19,8 juta atau baru terisi 61%. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan pe ndekatan kualitatif untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang Keterkaitan P endidikan dan Penyediaan Lapangan Kerja di Jawa Tengah. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini adalah dengan wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mengambil data yang tercatat, pada data Pendidikan dan Lapanga n Kerja di Jawa Tengah. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya mence rmati dan mensistematikakan data-data yang diperoleh melalui wawancara, observas i maupun telaah dokumen. Analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tah ap, yaitu selama di lapangan dan setelah dari lapangan. Analisis di lapangan dit empuh dengan mempersempit fokus, menetapkan tipe studi, mengembangkan pertanyaan analitik, menyusun komentar, dan telaah kepustakaan yang relevan. Analisis sete lah dari lapangan ditempuh dengan membuat kategori-kategori masalah/temuan dari lapangan dengan cara menata sekuensi atau urutan penelaahannya. Lokasi Penelitia n Penelitian ini dilakukan di sekolah, industri, serta lembaga pemerintah yang b erkaitan langsung dengan ketenagakerjaan. Sekolah yang dijadikan populasi adalah SMK bidang rekayasa, terutama untuk program studi Perkayuan, Elektronika, Listri k, Mesin dan Otomotif. Penentuan lokasi mendasarkan pada asumsi bahwa memiliki S MK yang maju serta didukung oleh adanya industri-industri yang selaras dengan pr ogram studi PELMO, meliputi 10 lokasi di Jawa Tengah. Industri yang dijadikan po pulasi penelitian bisa berada di Jawa Tengah maupun di luar Jateng. Lembaga peme rintah dalam penelitian ini adalah Disnakertrans dan Dinas Pendidikan baik propi nsi maupun kabupaten/kota serta Kota tertentu pusat industri penampung lulusan S MK.Sepuluh lokasi penelitian di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ini dipilih didasark

an pada kabupaten kota yang mampu menerapkan program Link and Match diantaranya : Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Tegal, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap dan Kabu apten Kendal. HASIL DAN PEMBAHASAN Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk si swa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk me mberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan da n pelatihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang mempu nyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Komponen pendidikan normatif, adaftif, serta komponen dasar kompetensi kejuruan tidak dikembangkan s endiri oleh sekolah. Namun, kurikulum yang berisi komponen-komponen di atas dike mbangkan secara bersama dengan industri. Kegiatan ini diwadahi dalam In House Tr aining (IHT). Kegiatan ini dilakukan setiap lima tahun sekali, yang idealnya dil akukan dalam setiap tahun. Namun, berhubung ketersediaan waktu serta kepadatan i ndustri serta sekolah, maka tidak dapat dilakukan per tahun. Ganti dari kegiatan itu adalah guru berkunjung ke industri dengan membawa instrument atau perangkat lunak silabus, untuk selanjutnya meminta industri mengkritisinya. Hasil kritikan industri untuk kemudian digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki kurik ulum dalam komponen di atas. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata diklat produkti f di sekolah ditemukan beberapa pendekatan yaitu (1) pembelajaran berbasis kompe tensi; (2) pembelajaran berbasis produksi, serta (3) pembelajaran berbasis di du nia kerja. Ketiga pendekatan pembelajaran telah dilaksanakan, yang penerapannya dilakukan di sekolah dan industri. Pembelajaran berbasis produksi dan dunia kerj a sebagian besar dilaksanakan di industri dalam situasi nyata. Pembelajaran berb asis kompetensi dilakukan di sekolah dalam wujud simulasi dan industri dalam kon disi nyata. Siswa yang tidak mempunyai kompetensi dalam keterampilan membubut, t idak mungkin diberikan tanggungjawab mengoperasikan mesin bubut. Pembelajaran ya ng menerapkan tiga pendekatan sekaligus tidak dirancang oleh sekolah tanpa melib atkan industri. Sekolah tidak mungkin mampu merancang kurikulum sendirian, sebab sekolah tidak berhadapan dengan kebutuhan nyata di lapangan pekerjaan. Industri memiliki pengalaman, berhadapan dengan kebutuhan masyarakat dalam produksi bara ng. Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan penyelarasan kurikulum atau sinkronisas i kurikulum, yang mana kegiatan ini sudah dilakukan oleh SMK di Jawa Tengah. Pen yelarasan kurikulum pada program produktif pada dasarnya tidak sekedar permasala han administratif, melainkan yang lebih esensial adalah permasalahan komitmen gu ru, Ka prodi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kepala Sekolah. Di sampi ng itu, penyelarasan kurikulum merupakan permasalahan industri sebagai institusi pasangan sekolah. Dalam kenyataannya, penyelarasan kurikulum ini dilakukan dala m waktu yang lama, rata-rata dalam waktu lima tahun; padahal perubahan keterampi lan dan kebutuhan masyarakat atas suatu produk berubah dalam satu tahun. Dengan demikian, kurikulum sekolah selalu saja ketinggalan dibandingkan dengan industri , yang tentu saja ketinggalan juga dalam sarana praktiknya. Hal ini berkaitan de ngan pola lama penyelenggaran pendidikan kejuruan yang menerapkan prinsip supply driven dan school-based program. Prinsip lama tersebut beranggapan bahwa mengha silkan lulusan sebanyak-banyaknya adalah suatu prestasi bagi sekolah, tanpa perl u merujuk kesesuaiannya dengan kebutuhan industri. Saat ini, sekolah sebagian sudah menerapkan paradigma baru pengembangan pendidik an kejuruan, terjadi perubahan mendasar terutama dalam orientasi pendidikan, yai tu yang semula supply driven menjadi demand driven, serta semula menerapkan kuri kulum berbasis sekolah menjadi berbasis kompetensi. Orientasi ini menyebabkan ke giatan penyelarasan kurikulum menjadi langkah yang penting dan telah dilakukan o leh sekolah, namun demikian kegiatan ini tidak saja dalam rangka menuju ke prins ip demand driven tetapi juga menjadi dasar dalam pelaksanaan pembelajaran yang b

erbasis kompetensi, produksi, serta dunia kerja. Langkah-langkah penyelarasan ku rikulum sudah dilakukan secara sistematik, yang telah mempertimbangkan keberadaa n guru program produktif, KTSP, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu, telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang set iap kali bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yaitu d alam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat progr am keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelaras an kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara ke seluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat. Tahapan pelaksanaan praktik industri (prakerin) terdiri dari lima kegiatan yaitu perencanaan, persia pan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring, serta penarikan siswa dan pemberian s ertifikat oleh industri. Di bawah ini diuraikan masing-masing tahapan kegiatan p rakerin. Pada tahapan perencanaan sekolah melaksanakan kegiatan (1) mengumpulkan data-data industri yang dapat digunakan sebagai tempat prakerin; (2) sekolah me nyiapkan lembar ketersediaan industri untuk bekerjasama; (3) kesiapan industri m enerima siswa prakerin ditandai dengan surat kesediaan; (4) sekolah menyiapkan s urat undangan untuk industri sebagai salah satu tutor dalam pembekalan prakerin. Pada tahapan persiapan sekolah mengadakan pembekalan prakerin, adapun tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi di industri. Pada tahap pem bekalan ini perwakilan dari industri menyampaikan materi tentang manajemen kerja serta keselamatan kerja di industri. Pada tahap ini juga wali kelas sebagai wak il sekolah menyampaikan materi tentang etika dan tata tertib mengikuti prakerin serta menyampaikan menegenai cara pengisian jurnal dan cara menyusun laporan pra kerin. Pada tahapan ini sekolah telah menyiapkan surat tugas dan perjalanan dina s dalam proses monitoring guru ke industri. Sekolah juga menyiapkan format serti fikat setelah siswa menyelesaikan prakerin, hal ini dilakukan jika industri belu m menyediakannya. Pada faktanya, banyak industri yang telah memiliki sendiri for mat sertifikat. Di samping itu, sekolah telah menyiapkan juga rancangan uji komp etensi yang melibatkan industri yang sudah ditunjuk oleh BNSP atau BKSP. Setelah tahap perencanaan dan persiapan dilaksanakan maka siswa peserta prakerin dibera ngkatkan ke industri. Pemberangkatan prakerin ini didampingi oleh pembimbing dar i sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan ini dilaksanakan pada awal sem ester satu kelas tiga selama waktu kerja tiga bulan penuh di industri. Model yan g digunakan dengan demikian disebut sebagai sistem blok modifikasi. Prakerin yan g dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan seba gai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan minimal, jik a dilaksanakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai d engan satu tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakeri n dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi. I ndustri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya kegiatan p rakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai keterampilan siswa. Setelah tahap pelaksanaan, pada pertengahan kegiatan prakerin, sekolah mengadaka n monitoring. Guru pembimbing tidak berhak memberikan nilai prakerin. Pemberian nilai mutlak diberikan oleh industri. Guru pembimbing hanya melaksanakan monitor

ing, kegiatannya adalah menanyakan mengenai kesulitan dan kendala yang dihadapi siswa di industri. Di samping itu, guru pembimbing meminta informasi kepada indu stri tentang etika dan moral siswa mereka di industri, jika terdapat permasalaha n maka pada saat itu juga dicarikan solusinya. Pada tahap itu juga guru pembimbi ng memeriksa jurnal masing-masing siswa dari sekolahnya, selanjutnya memberikan saransaran jika terdapat perbedaan antara prakerin dan tata tertib yang telah di atur oleh sekolah. Pada tahap terakhir adalah pemberian nilai atau sertifikat ta nda siswa telah melaksanakan prakerin. Sertifikat ini diberikan oleh industri. F ormat sertifikat dapat berasal dari sekolah atau industri tempat prakerin telah memiliki sendiri format sertifikat. Format yang berasal dari industri yang justr u dianjurkan, sebab lebih mempunyai kredibilitas, terutama pada saat digunakan u ntuk melamar pekerjaan setelah siswa lulus. Pada industri yang telah ditunjuk ol eh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, biasanya kegiatan prakerin dilanjutkan uj i kompetensi. Sertifikat yang dikeluarkan berbeda, artinya setiap siswa bias mem peroleh dua sertifikat sekaligus yaitu sertifikat prakerin dan sertifikat kompet ensi. Pada industri yang tidak ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, maka siswa hanya memperoleh sertifikat telah melaksanakan prakerin. Lulusan SMK Mikael Surakarta, kurang lebih 50% terserap di dunia kerja sesuai dengan progra m keahliannya dan sisanya melanjutkan ke perguruan tinggi dan masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu permintaan tena ga kerja oleh industri belum dapat terpenuhi atau terdapat surplus permintaan te naga kerja. Artinya, outcome di SMK St. Mikail Surakarta merupakan kriteria kebe rhasilan sekolah kejuruan (out-of-school success). Banyaknya lulusan di SMK St. Mikail Surakarta yang terserap oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga kerja , dan masa tunggu yang relatif pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama merupa kan good practice, sehingga wajar jika termasuk dalam kategori SMK bertaraf inte rnasional. Sementara itu, lulusan SMK 2 Salatiga yang terserap ke lapangan kerja sesuai den gan program keahliannya adalah 34%, sedangkan lulusan SMK 2 Cilacap adalah 30%, sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui, karena sampai saat ini informasi dengan mereka belum kembali tersambung. Masa tunggu me ndapatkan pekerjaan pertama untuk kedua SMK rata-rata adalah 1-6 bulan. Jika dib andingkan dengan SMK Mikail Surakarta, nampak kemampuan kedua SMK masih jauh, ol eh karena itu ke depan sekolah harus berusaha secara keras agar kemampuan mereka makin meningkat, sehingga keterserapan lulusan menjadi makin tinggi. Bursa Kerj a Khusus (BKK) SMK di Jawa Tengah berdasarkan penelitian telah melaksanakan fung sinya yaitu memberikan informasi pasar kerja kepada siswa, mendaftar siswa penca ri kerja, memberikan penyuluhan dan bimbingan jabatan kepada siswa serta menyalu rkan dan menempatkan siswa di industri. Permasalahan yang dihadapi BKK sekolah d an Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten adalah tidak tertibnya sekolah dalam m emberikan laporan. Laporan dalam 1 tahun harus disampaikan oleh sekolah sebanyak empat kali, atau laporan secara triwulanan. Pada praktiknya sekolah hanya membe rikan laporan satu kali dalam satu tahun. Di samping itu terdapat pelanggaran ya ng dilakukan oleh sekolah berkaitan dengan Pasal 5 tentang Petunjuk Teknis BKK b ahwa BKK disuatu sekolah dilarang menyalurkan pencari kerja yang bukan berasal d ari satuan pendidikan dan lembaga pelatihan kerjanya. Pada praktiknya banyak SMK dalam proses seleksi calon karyawan di suatu industri misalnya di PT. Daihatsu Motor, mengundang SMK bahkan dari luar kabupaten atau kota. Proses rekrutmen sep erti dijelaskan di atas sampai sekarang tetap dilaksanakan oleh sekolah, namun d emikian disisi yang lain Disnaker kabupaten dan kota tetap membiarkan pelanggara n itu. Dengan demikian pelanggaran ini dianggap legal. Struktur organisasi BKK S MK di Jawa Tengah rata-rata tidak lengkap. Biasanya BKK tidak dilengkapi dengan tata usaha. TU BKK biasanya melekat pada tata usaha sekolah. Kondisi ini merupak an pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat 5 tentang Petunjuk Teknis BKK, bahwa strukt ur organisasi BKK terdiri dari pimpinan, urusan pendaftaran dan lowongan, urusan informasi pasar kerja dan kunjungan perusahaan, urusan penyuluhan bimbingan jab atan, serta urusan analisis jabatan serta tata usaha BKK.

Beberapa sekolah bahkan tidak memiliki struktur organisasi, BKK hanya dikelola o leh satu guru saja. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meli puti (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warg a negara bangsa Indonesia; (2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk member i bekal penunjang bagi penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan pe latihan kejuruan, berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keah lian sesuai program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang mempunyai subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Teori kejuruan untuk mem bekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang keahlian, sementara itu praktik dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian. Pola penyelenggaraan m ata pelajaran normatif dan adaftif dilaksanakan menggunakan berbagai metode anta ra lain tugas kelompok dan mandiri; digunakan media pembelajaran berupa CD, buku teks, dan buku ajar; di samping itu, menerapkan evaluasi pembelajaran yang beru pa tes essay, atau pilihan berganda; 2. Langkah-langkah penyelarasan kurikulum s udah dilakukan secara sistematik, yang telah mempertimbangkan keberadaan guru pr ogram produktif, KTSP, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu, telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru pro duktif dan Ketua Program Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelara san kurikulum program produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, me mpertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yaitu dalam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat program keahli an. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelarasan kuriku lum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat; 3. Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem ya ng digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blo k modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan selama tiga bulan saja. Pelaksan aan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah melaks anakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai dengan satu tahu n. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakerin dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan seko lah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama tiga bu lan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi. Industri hanya m ampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya kegiatan prakerin, meskip un demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai keterampilan siswa; 4. Juml ah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan 100%, d ari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu mendapatkan peke rjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke Perguruan Tingg i, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; 5. Lulusan SMK PELMO yang dibutuh kan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bek erjasama (team work); 6. Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA ), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (L SP) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pe

laksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. A rtinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sementara itu sertifikat yang dipe roleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan. SARAN 1. Penyelarasan kurikulum dalam komponen normatif, adaftif, dan dasar keju ruan sebaiknya dilaksanakan dalam waktu dua tahun sekali agar terjadi pembaharua n materi pembelajaran sehingga tidak ketinggalan dibandingkan kondisi di industr i. Wadah kegiatan ini sebaiknya adalah IHT, industri diundang ke sekolah untuk b ersama-sama menyusun kurikulum; 2. Penyelarasan kurikulum dalam komponen produkt if, sebaiknya dilaksanakan dalam setiap tahun, sebab perkembangan keterampilan d i industri sangat cepat, metode yang digunakan adalah guru produktif berkunjung ke industri dengan membawa draft kurikulum yang selama ini telah dilaksanakan, i ndustri diminta memberikan masukan, yang kemudian digunakan sebagai rujukan untu k perubahan kurikulum; 3. Tugas Akhir (TA) yang disusun oleh siswa sebaiknya ber asal dari industri tempat prakerin, siswa diminta untuk mengamati salah satu per masalahan di industri untuk diselesaikan dalam TA, selanjutnya penguji TA salah satunya berasal dari industri tempat siswa prakerin; tidak seperti yang selama i ni dilakukan yaitu TA tidak berhubungan dengan prakerin; 4. Komunikasi antara BK K dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya ditingkatkan kembali, den gan cara BKK secara tertib memberikan laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi y ang lain Disnakertrans secara rutin melakukan monitoring ke sekolah untuk mengum pulkan informasi tentang dinamika BKK. 5. Rekomendasi untuk Sekolah a. Penyeleng garaan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dasar dapat dilaksanakan di awal semester, tidak perlu mengikuti kelaziman, hal ini berkaitan dengan jad wal pemanfaatan bengkel, yaitu agar optimal, sebab kadang-kadang sebagaian alat dan mesin ada yang rusak di permulaan semester; b. Model Prakerin untuk SMK Negeri dapat digunakan block release modifikasi, yai tu diadakan mulai klas satu pada akhir semester genap, selama satu bulan dalam t iga tahun, khususnya untuk keterampilan yang tidak menuntut sekuens materi yang sistematik, jumlah waktu magang tetap selama tiga bulan; c. Meningkatkan kemitra an dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan asosiasi yang kompeten; d . Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah 6 . Rekomendasi untuk Pemerintah a. Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri, terutama dalam proses magang dan penempatan lulusan ; b. Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif. 7. Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib membe rikan laporan yaitu tiga bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara ru tin melakukan monitoring ke sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang dinamik a BKK. DAFTAR PUSTAKA Bailey, Kenneth B, 1989, Methods of Social Research, The Free Pre ss, Collier Macmillan, London Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2004, Peluang dan Ta ntangan Mengatasi Pencaker di Jatim Jurnal Cakrawala, Edisi I, Bulan ke-6. Depart emen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PP No 31 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja nasional. Depdiknas, 2001, Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020, Jakarta , Ditjen, Dikdasmen, Dit Dikmenjur. Dunn, William, 2004, Public Policy Analyisis : An Introduction, Prentice Hall, Simin & Shuster Company Engelwood Clifts, New York. Finch, Curtis R. and Crunkilton, John R., 1984, Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Bost on: Allyn and Bacon, Inc. Gatot PH 2000 Pendidikan Kejuruan Makalah pada Konvensi Pendidikan Nasional di UNJ. Gusrizal 2002, Pelaksanaan Uji Kompetensi SMK dan Implikasinya pada Instrumen Mat

a Uji dalam Buletin Pembelajaran No. 02 Tahun 25 Juni 2002. Nolker, H., 1983, Pen didikan Teknologi Kejuruan : Pengajaran, kurikulum, dan perencanaan, Jakarta, PT . Gramedia. PP No. 23 Th. 2004 tentang Badan Nasional Sertifikat Profesi, Lembaran Negara R.I. Tahun 2004 No 78, Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 4408. Purwadi, A. 1998, Beberapa Gagasan tentang Reformasi Pendidikan Menengah Kejuruan Kajian Pe ndidikan dan Kebudayaan No. 014/V/September 1998 Jakarta, Balitbang, Depdikdbud. Samsudi, 2004, Pengembangan Model Sinkronisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Pro duktif SMK Bidang Rekayasa, Laporan Penelitian Hibah Bersaing XII, Lembaga Peneli tian UNNES, Semarang. Sidi, I., 2002 Menuju Masyarakat Pembelajar, Menggagas Par adigma Baru Pendidikan, Jakarta, Paramadina bekerjasama dengan Logos Wacana Ilmu . Syaodih, N., 1997, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT. Rema ja Rosda Karya. Sudana, I Made, 1998, Pola Sinkronisasi Kurikulum SMK di Jawa Te ngah, Laporan Penelitian BBI, Jakarta, DP2M. Sukamto, 1988, Perencanaan dan Peng embangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Kejuruan, Jakarta, Proyek P2LPTK. Suryad i, A., 1999, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan, Jakarta, Balai Pustaka. Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficien cy and Inequity, USA, University of Illionis, 1982, h.121. Yin Cheong Cheng, 199 6, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development , Washington D.C, The Palmer Press.

You might also like