You are on page 1of 40

1

STUDI PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS (PIH) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

LAPORAN PENELITIAN

OLEH : INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si. NIP 132231087

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2005

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir sekitar 16.625,3 km2 merupakan salah satu propinsi dengan keragaman potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Keragaman potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang, ubur-ubur, udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung dan Teluk Semangka. Selain wilayah pesisir, propinsi Lampung juga memiliki berbagai jenis perairan umum seperti sungai, rawa, waduk, dan danau yang juga mengandung potensi perikanan air tawar yang cukup tinggi. Dengan luas wilayah perairan yang demikian diharapkan sektor perikanan dapat dijadikan unggulan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi Lampung. Walaupun Propinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, namun tingkat konsumsi ikan rata-rata per kapita penduduknya masih di bawah jumlah yang dianjurkan. Konsumsi ikan rata-rata per kapita penduduk Lampung pada tahun 2003 sebesar 24,8 kg/kapita/tahun, sedangkan jumlah yang dianjurkan adalah 26,55 kg/ kapita/tahun. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah melalui perbaikan pelayanan di tingkat konsumen. Di sisi lain konsumen hasil perikanan di Propinsi Lampung masih belum terlayani kebutuhannya secara optimal. Hal ini dikarenakan model pemasaran ikan di Lampung masih tersebar pada berbagai tempat yang berbeda dengan sarana pemasaran sebagian besar masih berupa pasar tradisional yang kondisinya kumuh, becek, dan bau. Demikian pula standar teknis mutu serta higienis hasil perikanan belum secara optimal diterapkan sehingga tidak menunjang masyarakat berminat mengkonsumsi ikan;
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

3 padahal perkembangan ke depan tuntutan penerapan standar teknis mutu dan higienis merupakan kebutuhan mutlak bagi perlindungan konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka di Propinsi Lampung pada tahun 2005 akan segera dibangun sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan yang memenuhi kriteria Pedoman Perencanaan dan Petunjuk Teknis Pusat Pemasaran Hasil Laut dan Ikan Terpadu (PPHLIT). Kawasan pemasaran terpadu ini diharapkan mampu menyediakan fasilitas yang relatif lengkap untuk kebutuhan promosi dan informasi serta display penjualan hasil perikanan yang memenuhi standar teknis mutu dan higienis yang diwujudkan dalam bentuk Pasar Ikan Higienis (PIH). PIH yang akan dibangun harus dapat memenuhi konsep good and link manufacturing practice, di mana komoditas perikanan yang tersedia ditangani dan ditampilkan dengan kondisi yang bagus dan terjamin mutunya, sehingga siapa pun konsumen yang datang ke PIH akan mendapatkan jaminan. Adapun calon lokasi pasar ikan higienis tersebut terletak di Lempasing. Tujuan dibangunnya Pasar Ikan Higienis adalah :

Menyediakan sarana pemasaran hasil perikanan yang memenuhi kriteria teknis mutu. Meningkatkan pelayanan serta perlindungan kepada konsumen hasil perikanan. Meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.

Pembangunan pasar ikan higienis merupakan kegiatan yang diduga akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik pada tahap prakonstruksi, tahap konstruksi, maupun tahap pasca konstruksi/operasi. Dampak terhadap lingkungan tersebut dapat terjadi apabila sistem pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak tepat, sehingga dapat terjadi pencemaran air, pencemaran tanah, serta berbagai masalah sosial, sehingga rencana pembangunan pasar ikan higienis diwajibkan untuk :

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

4 a. Menerapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. b. Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan lindungan lingkungan yang berlaku. c. Menggalakkan kegiatan perlindungan lingkungan dalam rangka memperkecil dampak negatif akibat kegiatan usaha. d. Menciptakan kondisi kerja yang aman, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. e. Menggalang kemampuan dalam menanggulangi kejadian pencemaran, kecelakaan kerja atau keadaan darurat yang terjadi f. Mendidik dan melatih karyawan serta kontraktor tentang aspek LK3. g. Menciptakan dan memeliharan hubungan harmonis dengan masyarakat di sekitar kegiatan usaha, serta bersikap tanggap apabila timbul masalah yang berlaitan dengan dampak akibat kegiatan usaha. 1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi lokasi kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis yang meliputi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, serta persepsi masyarakat tentang keberadaan pasar ikan tersebut. b. Mengidentifikasi rencana kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing terutama yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. c. Memprediksi terjadinya dampak terhadap komponen lingkungan sebagai akibat kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing d. Menyusun upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

II. METODE PENELITIAN

2.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2005 di sekitar lokasi yang direncanakan akan dibangun Pasar Ikan Higienis, yaitu di Lempasing. Lokasi tersebut terletak dekat dengan lokasi Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing, yang secara administrasi terletak di Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung. Dari pusat kota ke lokasi ini berjarak lebih kurang 3 km, dan terletak di pinggir jalan kabupaten yang menuju ke arah Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan (Gambar 1). Luas lahan yang disediakan untuk rencana pembangunan PIH Lempasing beserta sarana dan prasarana pendukungnya tersebut lebih kurang 1,6 ha. 2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa sarana pengukuran lapangan, seperti theodolite, kompas, alat-alat pengukur kualitas air, current meter, kamera, seperangkat kuisioner dan beberapa alat lainnya. 2.3 Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperoleh dapat dibedakan atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diukur secara langsung, seperti kualitas air dan udara. Data sekunder umumnya merupakan data penunjang yang telah tersedia di dinas/instansi terkait, seperti data produksi perikanan, kebijakan pemerintah setempat, data kependudukan, sosial ekonomi dan budaya, dan data lainnya. Dalam penelitian ini beberapa data utama merupakan data sekunder yang telah tersedia di Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung, seperti data situasi (topografi) lokasi PIH, data analisis tanah, dan data lainnya yang telah diukur oleh pihak konsultan.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

10513

10514

10515

10516

10517

10518

10519

10520

522 -

U
Skala 1: 93.750

523 -

524 -

525 -

526 -

527 -

528 -

529 Lokasi PIH Lempasing 530 -

Gambar 1. Lokasi Pasar Ikan Higienis Lempasing


Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

3. DESKRIPSI WILAYAH STUDI


Deskripsi wilayah studi yang diamati meliputi informasi kualitas lingkungan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, termasuk juga persepsi mayarakat terhadap keberadaan Pasar Ikan Higienis yang akan dibangun. Informasi kualitas lingkungan yang diamati pada lokasi kegiatan pembangunan meliputi kualitas air, tanah, udara, kebisingan, flora dan fauna. Informasi tentang kehidupan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan PIH Lempasing perlu diketahui untuk memperoleh gambaran tentang kondisi sosial masyarakat saat ini dan memprediksi manfaat yang diperoleh dengan adanya rencana kegiatan tersebut. 3.1 KUALITAS AIR 3.1.1 Sumber Air Bersih Survei sumber air di lokasi PIH Lempasing berasal dari air PDAM, air sumur dangkal, dan air laut. Hasil survei kualitas air yang berasal dari air sumur dangkal menunjukkan bahwa ketersediaan air sangat melimpah pada kedalaman 3-5 m, namun air tersebut mengandung sedikit garam (salinitas 1,2 ) sehingga tidak layak digunakan sebagai air bersih untuk memasak ataupun untuk mengisi bak/akuarium ikan air tawar. Dengan demikian air dari sumur dangkal ini hanya dapat diperuntukkan sebagai air saniter kamar mandi/wc dan pembersihan/ penggelontoran kios. Air yang berasal dari PDAM memiliki kualitas yang layak digunakan sebagai air bersih untuk keperluan memasak di rumah makan. Secara lengkap, hasil pengujian kualitas air disajikan pada Tabel 1 berikut.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

8 Tabel 1. Kualitas Air Bersih di Lokasi Studi


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Parameter Kualitas Air pH Kesadahan (ppm) Salinitas () Turbiditas (NTU) Konduktivitas (hos/cm) Nitrat (ppm) Nitrit (ppm) Zat organik (ppm) Fe (ppm) Total Dissoved Solid (ppm) Cl (ppm) Na (ppm) SO4 (ppm) Sumber Air Uji PDAM Sumur dangkal 7,78 12,4 0,00 2,90 16,3 0,86 0,02 0,015 0,002 12,0 26,2 15,2 1,45 7,53 18,2 1,20 1,23 230,0 1,45 0,16 0,096 0,016 42,0 148,0 56,0 9,24 Baku Mutu*) 6-9 10 0,06 0,3 1000 400

Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004) Keterangan: *) Baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (untuk air Kelas I)

3.1.2 Air Laut Oleh karena lokasi rencana pembangunan PIH Lempasing dekat dengan laut dan tidak ada sungai yang melintasi area PIH, maka pengukuran parameter kualitas air laut perlu dilakukan untuk mengetahui kondisinya sebelum dilakukan kegiatan pembangunan. pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kualitas Air Laut di Lokasi Studi
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Parameter Kualitas Air pH Kesadahan (ppm) Salinitas () Turbiditas (NTU) Nitrat (ppm) Nitrit (ppm) Zat organik (ppm) Fe (ppm) Total Dissoved Solid (ppm) Cl (ppm) Na(ppm) SO4 (ppm) Nilai Pengukuran 7,98 35,67 33,7 1,05 2,67 0,32 0,12 0,082 14,0 268,7 149,34 18,35

Kualitas air laut yang diukur disajikan

Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)


Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

9 3.2. AIR LIMBAH Pengambilan contoh air limbah dilakukan terhadap air buangan yang berasal dari pasar ikan di TPI Lempasing yang lokasinya berdekatan (bersebelahan) dengan rencana pembangunan PIH Lempasing. Tipe limbah yang dihasilkan dari TPI Lempasing diduga akan mempunyai karakteristik yang sama pada limbah yang nantinya akan dihasilkan oleh PIH Lempasing. Dari hasil analisis laboratorium diketahui bahwa air limbah yang berasal dari TPI Lempasing memiliki kandungan BOD dan COD yang sangat tinggi. Demikian juga dengan TDS, NH3 dan H2S, sehingga memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya. Secara rinci, hasil pengukuran air limbah disajikan dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3. Kondisi Limbah di TPI Lempasing
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Parameter Kualitas Air pH Kesadahan (ppm) Salinitas () Turbiditas (NTU) BOD (ppm) COD (ppm) TDS (ppm) NH3 (ppm) H2S (ppm) Nilai Pengukuran 7,03 25,67 20,7 109,0 5340 10600 4230 4540 2610

Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)

3.3 TANAH Berdasarkan Peta Geologi Propinsi Lampung skala 1:250.000 dapat diketahui bahwa formasi geologi di wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung termasuk dalam formasi kuarter dengan tipe batuan andesit muda (Qhv), yaitu bahan induk batuan tuf andesit atau lava andesit. Selain itu terdapat juga endapan aluvial dan marin (Qal) yang dijumpai sepanjang sungai-sungai utama, dataran rendah pantai dan pelembahan sungai.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

10 Dari hasil pengukuran tanah yang dilakukan pada lokasi PIH Lempasing diketahui beberapa hal seperti yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Tanah Parameter Uji Direct Sheer: Sudut geser Kohesi Kadar air Berat jenis Berat volume Sieve Analysis: Finer sieve Sand fraction Gravel fraction Sondir: Kedalaman Nilai konus JHL Notasi (f) (C) (W) (Gs) (g) No.200 N0.4-No.200 > N0.4 Satuan kg/cm2 % g/cm3 % % % m kg/cm2 kg/cm3 1 25,868 0,023 56,991 2,242 1,473 4,04 40,14 55,22 TS1 12,3 55 350 TS2 6,7 30 210 TS3 12,1 76 375 TS4 12,0 80 460 Titik Uji 2 3 4

Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)

3.4 KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN 3.4.1 Kualitas Udara Pengamatan kualitas udara dilakukan pada lokasi PIH Lempasing yang

dapat menggambarkan kondisi awal sesungguhnya terhadap kemungkinan dampak nantinya setelah operasional. Pengukuran kualitas udara dilakukan di tengah lokasi PIH Lempasing. Hasil pengukuran dapat dilihat Tabel 5. pada

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

11 Tabel 5. Data hasil analisis laboratorium terhadap kualitas udara No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Parameter Parameter Fisika: Suhu (oC) Kelembaban (%RH) Kecepatan angin (m/det) Arah angin Partikel debu (g/m3) Parameter Kimia: NO2 (g/m3) SO2 (g/m3) CO (g/m3) NH3 (g/ m3) H2S (g/ m3) Oksidan/O3 (g m3) Kebisingan (dB A)
Sumber: Data primer

BML 230 400 900 30.000 1360 42 70

Dasar PP No.41 tahun 1999 PP No. 41 Tahun 1999 Kep. Men.LH No.02 tahun 1988 Kep. Men.LH No.02 tahun 1988 Kep. Men.LH No.48 tahun 1996

Hasil 32 79 2,5-9,6 Barat 59,13 1,44 0,10 479 11,53 2,00 6,77 46 - 50

Pencemaran udara didefinisikan masuknya atau dimasukannya suatu zat, energi maupun komponen lain ke dalam udara oleh adanya kegiatan manusia, yang mengakibatkan perubahan kualitas udara ambien sampai ke tingkat tertentu yang berakibat akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada di sekitarnya. Hasil analisis kualitas udara ambien di laboratorium menunjukkan indikasi secara umum bahwa kualitas udara pada lokasi rencana pembangunan PIH Lempasing, masih berada dibawah Nilai Baku Mutu lingkungan yang berdasarkan pada Kep. Men. LH No. 02 Tahun 1988 dan PP No. 41 Tahun 1999. 3.4.2 Kebisingan Kebisingan (noise) didefinisikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan pada tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan, khususnya pada sistem pendengaran manusia. Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

12 yang dinyatakan dalam satuan desibel dengan notasi dBA; sedangkan Baku Tingkat Kebisingan merupakan batas maksimum kebisingan yang diperbolehkan untuk diradiasikan ke lingkungan dari suatu kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan di sekitarnya. Analisis tingkat kebisingan dilakukan dengan metode pengukuran sesaat pada lokasi rencana pembangunan PIH Lempasing bersamaan pengukuran kualitas udara. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas kebisingan di lokasi rencana kegiatan masih di bawah batas Baku Mutu Kebisingan yang besarnya 46-50 dBA (Tabel 5). Mengingat bahwa Kep. Men. LH No. 48 Bila melebihi batas tersebut, Tahun 1996 menyatakan baku mutu lingkungan untuk parameter kebisingan yang direkomendasikan maksimal 70 dBA. proyek. 3.5 FLORA DAN FAUNA 3.5.1 Flora Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar lokasi studi dikelompokkan berdasarkan kelompok pohon berkayu, semak, dan terna. Jumlah jenis flora yang ada di sekitar lokasi studi tidak banyak, seperti yang tertera pada Tabel 6, hanya ada 4 jenis pohon berkayu, yaitu kersen, petai cina, jarak cina dan kedondong. Jenis terna yang ada hanya 2 jenis, yaitu pepaya dan pisang. Pepaya dan pisang merupakan jenis yang dominan karena sebagian lokasi studi dimanfaatkan oleh penduiduk untuk ditanami pepaya dan pisang. Jenis yang hampir menutupi permukaan sebagian lokasi studi adalah semak, seperti rumput, alang-alang, dan putri malu. akan menimbulkan gangguan pendengaran pada masyarakat di sekitar

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

13 Tabel 6. Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar tapak proyek Nama Daerah Kersen Petai Cina Kedondong Jarak cina Alang-alang Rumput Putri malu Pepaya Pisang Kangkungan Cabe Waluh Suluran Nama Latin Jumlah Keterangan Pohon berkayu Pohon berkayu Pohon berkayu Pohon berkayu Semak Semak Semak Terna Terna Semak Semak Semak Semak

2 Muntingia calabora 8 Leucaena glauca 1 Spondias sp 2 Ricinus communis t.d Imperata cylindrica t.d Panicum maximum t.d Mimosa podica 39 Carica papaya 10 Musa paradisiacal t.d Ipomoea sp t.d Capcicum anuum t.d Cucurbita t.d moschata Micania sp Sumber data : Hasil Pengamatan / pencatatan di lapangan Ket. : t.d = tidak dihitung 3.5.2 Fauna

Jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar lokasi studi tidak terlalu banyak, umumnya jenis fauna terrestrial, tidak ditemukan fauna akuatik, karena tidak ada sungai atau selokan, kecuali ada cekungan yang ada sedikit genangan air, yang hanya di temukan jenis amphibia. Di lokasi tersebut hanya ada beberapa jenis aves atau burung, reptilia dan amphibia yang ditemukan melalui pengamatan langsung yang jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7 Jenis burung atau aves berdasarkan pengamatan 1 hari penuh di sekitar lokasi studi hanya ditemukan 5 jenis. Burung gereja berjumlah 8 ekor. Burung sriti tidak sempat dihitung dan jumlahnya cukup banyak terbang di sekitar lokasi. Jumlah burung perkutut, prenjak coklat dan prenjak bergaris masingmasing 3, 1, dan 2 ekor . Untuk jenis reptile banyak ditemukan kadal dan hanya 1 ekor bunglon yang saat itu hinggap di pohon kersen. Sedangkan jenis amphibi yang ada di cekungan berair ditemukan 2 ekor kodok dan di

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

14 semak-semak ditemukan 3 ekor katak. Masih ditemukan beberapa belalang yang hidup di semak-semak Tabel 7. Jenis-jenis fauna terestrial yang ada dilokasi studi No Nama Daerah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A. Aves / Burung Perkutut Prenjak coklat Prenjak bergaris Sriti Gereja B. Reptilia Kadal Bunglon C. Amphibia Kodok Katak Nama Latin Geophelia striata Muscicapa latirotris Prioniapolycroa Hirudo tahtica Passer Montan Jumlah 3 1 2 t.d 8 2 1 2 3

Mabouya multifasciata Calotes jubatus

Bufo bufo Rana rana

Sumber data : Hasil Pengamatan / pencatatan di lapangan

3.6 KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA Kecamatan Teluk Betung Barat yang memiliki luas wilayah sebesar 27.160 ha dengan jumlah penduduk sebesar 49.197 jiwa dengan 8 wilayah desa. Jumlah penduduk di Kecamatan Teluk Betung Barat dan kepadatan penduduk per desa, cukup bervariasi dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 6.150 jiwa dalam kisaran terendah yakni sejumlah 3.286 jiwa yang terdapat di Desa Perwata dan tertinggi yakni sejumlah 17.317 jiwa yang terdapat di Desa Kota Karang. Kepadatan penduduk per desa di Kecamata Teluk Betung Barat yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dibagi luas wilayah memiliki kisaran terendah, yaitu 46 jiwa /km2 di desa N O Gading dan tertinggi sejumlah 1.088 jiwa/km2 di Desa Kota Karang.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

15

Tabel 8. Kepadatan Penduduk per Desa di Kecamatan Teluk Betung Barat 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Kelurahan Sukamaju Keteguhan Kota Karang Perwata Bakung Kuripan N O Gading Sukajaya Jumlah Luas Wilayah ( ha ) 550 256 80 40 120 84 240 310 27.160 Jumlah Penduduk (jiwa) 4.052 7.061 17.317 3.286 3.777 4.864 4.730 4.110 49.197 Kepadatan (jiwa/ha) 131 966 1.088 391 471 76 46 207 3.376

Sumber : Kecamatan Teluk Betung Barat Dalam Angka 2001

Komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Teluk Betung Barat adalah jumlah penduduk laki-laki mencapai 25.053 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 24.144 jiwa; sehingga rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah 103,76. Berdasarkan struktur umur, diketahui bahwa penduduk kelompok umur 15-19 tahun dan 10-14 tahun merupakan kelompok terbesar, yaitu masing-masing berjumlah 6.602 jiwa dan 6.018 jiwa. Kondisi budaya masyarakat dapat dilihat sebagai berikut: agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk adalah agama Islam (95,60%) dengan jumlah jiwa 47.032. Agama lainnya adalah: Katolik (555 jiwa), Protestan (691 jiwa), Hindu (149 jiwa), Budha (739 jiwa), dan lainnya (31 jiwa). Heterogenitas penduduk berdasarkan suku bangsa dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduknya adalah Suku Jawa yang mencapai 14.207 jiwa (28.88%). Suku Lampung terdiri dari suku Peminggir, Pepadun dan Abung Bunga Mayang hanya 9.103 jiwa (18,50%), suku Sunda Priangan berjumlah 9.840 jiwa, Melayu Semendo berjumlah 14 jiwa, Banten 4.685 jiwa, Melayu Palembang
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

16 876 jiwa, dan selebihnya, yaitu sejumlah 10.472 jiwa, dikelompokkan dalam suku lainnya. Kualitas sumberdaya manusia yang terdapat di Kecamatan Teluk Betung Barat dapat diketahui dari tingkat pendidikan. Mayoritas penduduk adalah tamatan SD (16.033 jiwa) dan tidak/belum tamat SD (11.883 jiwa). Jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi hanya 267 jiwa. Selebihnya adalah tamatan SMP (8.383 jiwa), SLTA (6.905 jiwa), Diploma I/II (234 jiwa), dan Akademi/DIII (239 jiwa). Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja mencapai 20.494 jiwa, sedangkan yang dikelompokkan bukan angkatan kerja adalah 11.983 jiwa. Dari kelompok angkatan kerja tersebut, diketahui bahwa 19.661 jiwa telah bekerja, sedangkan sisanya 833 sedang mencari kerja. Dengan demikian besarnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja mencapai 63,10% dan Tingkat Pengangguran Terbuka mencapai 4,42%.

3.7 PERSEPSI MASYARAKAT Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi yang telah dilakukan oleh CV Piramida Eng. Conslt. pada bulan September 2004 dalam rangka rekomendasi lokasi rencana pembangunan terhadap keberadaan pasar ikan higienis (PIH). Responden yang diwawancarai adalah kelompok pedagang dan konsumen di dua jenis pasar yang berbeda, yakni pasar tradisional dan pasar swalayan. Lokasi pasar tradisional yang dipilih adalah: Pasar Lelang Ikan Lempasing, Pasar Bambu Kuning/SMEP, dan Pasar Koga; sedangkan pasar swalayan yang dipilih adalah Alfa, Gelael, dan Matahari (di Jl. Kartini). Hasil survei tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut: pasar ikan higienis diperoleh gambaran tentang persepsi masyarakat sekitar Kota Bandar Lampung

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

17 Pedagang ikan di pasar ikan Lempasing yang setuju dengan pembangunan PIH sekitar 80% dengan catatan bahwa biaya untuk mendapatkan kios tidak mahal dan suasana benar-benar nyaman sehingga pembeli akan lebih banyak. Para pedagang ikan di Pasar Koga dan Pasar Bambu Kuning sebagian kecil (20%) tidak setuju dengan alasan dapat mengurangi pendapatan mereka; sedangkan sisanya (80%) tidak menjawab. Konsumen di pasar ikan tradisional Lempasing menyatakan setuju (100%) dengan catatan bahwa harga ikan tidak akan berbeda jauh dengan harga saat ini dan karena faktor kenyamanan yang ditawarkan. Konsumen di Pasar Bambu Kuning dan Pasar Koga sekitar 70% setuju dan 30% tidak menjawab. Alasan mereka setuju karena faktor kenyamanan saat berbelanja sekaligus dapat berekreasi bersama keluarga. Konsumen ikan di pasar swalayan sebagian besar (100%)

menyatakan setuju dengan pembangunan PIH dengan alasan akan mendapatkan kenyamanan saat berbelanja dan membeli ikan yang terjamin mutu dan kualitasnya.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

18

IV. RENCANA PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS


4.1 SARANA DAN PRASARANA Rencana pembangunan Pasar Ikan Higienis Lempasing meliputi gedung 3 lantai yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sarana pendukung, seperti kantor pengelola pasar, pos retribusi, pos satpam, ruang genset, rumah pompa, jalan akses, saluran drainase, bak sampah, instalasi pengolahan limbah, restoran/cafe, mini market, dan jasa keuangan/ perbankan. Bangunan Pasar Ikan Higienis Lempasing akan dibuat dalam 3 lantai yang terdiri dari lantai basement seluas 809,75 m2 yang terdiri dari kios grosir ikan sebanyak 7 lokal dengan luas masing-masing lokal 4x5 m2, laboratorium kualitas ikan dengan luas 8x5 m2, toilet seluas 8x4 m2, dan selebihnya merupakan lokasi pedagang tradisional dengan kapasitas lebih kurang 200 pedagang. Pada lantai bawah seluas 809,75 m2 akan dibangun ruang staf administrasi berukuran 6x5 m2, ruang kepala UPT 4x4 m2, gudang 4x3 m2, cold storage 6x4 m2, ruang refrigerator 4x3 m2, ruang penerimaan ikan segar 6x4 m2, locker dan toilet 4x8 m2, ruang sortir ikan 4x2 m2, dan selebihnya merupakan lokasi penjualan ikan pedagang modern yang terdiri dari bak akuarium ikan hidup, meja penyayatan ikan, meja pajang ikan olahan, serta kasir dan ruang pengepakan. Lantai atas seluas 794,12 m2 direncanakan akan digunakan sebagai ruang restoran terbuka serta minimarket. Restoran terbuka terdiri dari stand ikan hidup dan akurium, tempat pembakaran ikan, tempat saji masakan, gudang, tempat masak, ruang staf, ruang manajer restoran, ruang utility, ruang refrigerator, toilet, locker, dan washbasin. Detail desain bangunan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

19 Beberapa sarana yang diperlukan untuk arus barang di pasar ikan higienis meliputi: area parkir, area bongkar muat, lantai bongkar muat, alat bantu angkut, pelindung sinar matahari, penerangan, alat timbang, bak penampung ikan, bak sampah, air bersih (mengandung antiseptik), bak penyimpan dan gudang peralatan. Sarana penyimpanan dilengkapi dengan fasilitas pendukung berupa ruang penyimpanan, alat bantu angkut, alat bantu angkat dan susun, alat pendingin, es curai, dan penerangan. Lokasi persiapan penjualan dilengkapi dengan meja ruang sortasi, alat timbang, alat labelisasi, es curia, air bersih, bak sampah dan penerangan. Tempat pajangan (show room) dilengkapi dengan tempat display, pendingin (untuk ikan segar), dan kolam (untuk ikan hidup), tempat untuk membersihkan, alat timbang, es curai, meja transaksi, meja pengepakan, bak sampah, air bersih dan penerangan. 4.2 SKALA USAHA Pasar Ikan Higienis Lempasing bergerak di bidang pemasaran hasil perikanan. Komoditas perikanan yang diperjualbelikan diperkirakan dapat mencapai 1.400 ton per tahun atau 3,84 ton per hari. Berdasarkan perkiraan volume transaksi tersebut, maka PIH Lempasing merupakan salah satu Pusat Pemasaran Hasil Laut dan Ikan Terpadu (PPHLIT) skala besar di Indonesia, setara dengan Denpasar (3 ton/hari) dan Batam (2 ton/hari). Sebagai perbandingan, Jakarta dan Surabaya merupakan model PPHLIT Metro dengan perkiraan volume transaksi masing-masing 20 ton/hari dan 10 ton/hari

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

20 4.3 GARIS BESAR RENCANA USAHA 4.3.1 Pra Konstruksi A). Pembebasan Lahan Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan PIH Lempasing tidak ada kegiatan pembebasan lahan karena kegiatan ini dilaksanakan di atas lahan milik Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Lempasing. B). Detail Desain dan Studi Kelayakan Pelaksanaan detail desain yang meliputi berbagai pengukuran lapangan hingga pembuatan denah bangunan PIH Lempasing sudah selesai dilaksanakan dengan melibatkan konsultan swasta. Demikian juga dengan feasibility study (studi kelayakan) dan studi banding pasar ikan higienis di beberapa kota besar di Indonesia (PIH Pejompongan Jakarta dan PIH Pandaan Surabaya). C). Perijinan Pelaksanaan kegiatan pembangunan PIH Lempasing direncanakan akan dilakukan pada pertengahan tahun 2005. Hingga saat ini perijinan (SIUP, SITU, IMB, dan lain-lain) belum diajukan kepada dinas/instansi terkait. Direncanakan perijinan akan diproses pada tahun 2005 saat akan dilakukan pelaksanaan pembangunan PIH. 4.3.2 Tahap Konstruksi Pekerjaan konstruksi pembangunan PIH Lempasing dan fasilitas penunjang lainnya dilaksanakan oleh kontraktor yang akan ditunjuk melalui proses tender. Pekerjaan konstruksi mencakup beberapa tahap yaitu : a. Rekrutmen tenaga kerja Lampung yang terletak di

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

21 b. Pekerjaan persiapan: mobilisasi dan demobilisasi, pembuatan pagar pengaman proyek, pembuatan direksikeet dan gudang bahan, pembersihan lapangan, pengukuran, penyediaan air dan listrik. c. Pekerjaan Bangunan, yang meliputi: Pekerjaan sarana dan prasarana: pembangunan pos jaga, pembangunan pagar keliling, pekerjaan pasangan paving blok, pembangunan taman lengkap. Pekerjaan tanah: pekerjaan galian tanah basement , galian pondasi dan sloof, Pekerjaan pondasi. Pekerjaan penahan tanah: pasangan batu belah hitam, plesteran, pasangan batu bata Pekerjaan struktur beton yang meliputi basement, lantai 1 dan lantai 2. Pekerjaan atap. Pekerjaan pasangan yang meliputi basement, lantai 1 dan lantai2. Pemasangan kusen pintu, jendela dan jalusi. Pekerjaan pengecatan, pemasangan instalasi listrik dan instalasi air. 4.3.3 Tahap Operasi Seperti halnya kegiatan di pasar lainnya, kegiatan utama PIH Lempasing adalah sebagai sarana (tempat) transaksi jual beli produk perikanan segar dan olahan. Kegiatan yang terkait langsung dengan aktivitas ekonomi tersebut adalah bongkar muat barang, pemeriksaan laboratorium, penjualan, dan penyimpanan. Aktivitas lainnya yang terdapat di PIH Lempasing adalah kegiatan rekreasi yang berupa rumah makan/restoran khas Jepang atau Cina.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

urugan kembali pondasi dan sloof, dan

peninggian tanah pelataran depan.

22 A). Bongkar Muat Barang Kegiatan bongkar muat barang yang berupa berbagai jenis komoditas perikanan dan produk olahannya dilakukan di lantai 1. Ikan yang diterima selanjutnya disortir berdasarkan jenis, ukuran, dan mutunya untuk selanjutnya didistribusikan kepada para pedagang. Kegiatan bongkar muat barang ini terletak di bagian belakang PIH Lempasing. B). Pemeriksaan Ikan Pemeriksaan kesehatan ikan dilakukan di Laboratorium Mutu Hasil Perikanan yang yerletak di basement. Pemeriksaan ikan ini harus mengacu pada HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk penanganan dan pemasaran hasil laut/ikan yang meliputi aktivitas analisis bahaya (hazard), penetapan batas kritis (critical limit), identifikasi pengendalian titik kritis (CCP) dan adanya pencatatan pemantauan pada lembar perekaman (record keeping). C). Penjualan Kegiatan penjualan produk perikanan dan olahan terdapat di lantai basement dan lantai 1. Di basement kegaitan penjualan dilakukan oleh pedagang tradisional dengan kapasitas sekitar 200 pedagang dan kios grosir sebanyak 7 lokal. Di lantai 1 terdapat pedagang ikan modern yang dilengkapi dengan akuarium ikan hidup, meja penyayatan ikan, meja pajang ikan olahan, kasir, dan ruang pengepakan. Akurium ikan hidup berfungsi sebagai pajangan ikan konsumsi dalam kondisi hidup, sehingga pembeli dapat memilih dan membeli ikan tersebut dalam kondisi yang hidup ataupun segar. Pada saat transaksi, diperkirakan akan terjadi kegiatan pembersihan (penyiangan) ikan karena biasanya konsumen berpikir praktis untuk membeli ikan dalam kondisi yang sudah dibersihkan.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

23 D). Penyimpanan Untuk mendukung konsep HACCP, PIH Lempasing akan dilengkapi dengan sarana penyimpanan produk perikanan dan olahan yang berupa cool storage dan refrigerator yang terletak di lantai 1..
2

Cool storage direncanakan

berukuran 6x4 m , sedangkan ruang refrigerator berukuran 4x3 m2. Dengan adanya fasilitas tersebut, maka penyimpanan ikan segar akan lebih terjamin mutunya dan stok ikan yang ada dapat memenuhi kebutuhan konsumen hingga pasokan berikutnya. E). Rekreasi Kegiatan rekreasi dipusatkan pada lantai 2 seluas 794,12 m2 yang Pengunjung dapat

merupakan ruang restoran terbuka serta minimarket.

menikmati suasana rileks memandang keindahan pantai Lempasing sambil menikmati masakan ikan yang disajikan. Di ruangan tersebut juga tersedia ruang pajangan yang berupa akuarium air laut sebagai sarana menikmati keindahan biota laut dan akurium air tawar untuk pajangan beberapa jenis ikan air tawar yang menarik. Selain itu juga terdapat akuarium yang berfungsi sebagai pajangan ikan konsumsi untuk dapat dilihat dan dipilih oleh konsumen sebagai hidangan yang akan disajikan.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

24

V. PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN


Hasil pengamatan dan pengkajian terhadap rencana kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing diperoleh beberapa komponen yang dikatagorikan berpotensi menghasilkan limbah atau cemaran. Jenis limbah dan cemaran kegiatan PIH Lempasing dapat terjadi saat tahap prakonstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi/operasi yang berupa limbah padat, limbah cair, debu, dan kebisingan. Selain itu dapat juga terjadi dampak yang berupa keresahan masyarakat akibat kegiatan pembangunan PIH Lempasing tersebut. 5.1 TAHAP PRA KONSTRUKSI Pada tahap prakonstruksi diduga tidak menimbulkan dampak yang berarti, baik terhadap lingkungan maupun sosial masyarakat. sehingga tidak memerlukan proses ganti rugi lahan. biasanya muncul Lahan yang akan Keresahan yang digunakan adalah lahan milik pemerintah daerah (Pemda) Propinsi Lampung, akibat ganti rugi lahan dengan masyarakat tidak akan

terjadi. Demikian juga dengan tahap pembuatan detail desain yang meliputi pengukuran lapangan tidak menimbulkan masalah sosial dan konflik dengan masyarakat, karena lokasi yang akan digunakan adalah milik pemda. 5.2. TAHAP KONSTRUKSI Aktivitas proyek pada tahap konstruksi berupa pembersihan lahan

diperkirakan akan menimbulkan dampak antara lain peralihan bentang lahan hijau menjadi lahan terbangun, sehingga dapat menurunkan nilai estetika lingkungan dan mempercepat proses erosi. Adanya lalu lalang kendaraan proyek juga diperkirakan akan menimbulkan penurunan kualitas udara karena akan terjadi peningkatan debu dan kebisingan di sekitar lokasi kegiatan. Pada saat pekerjaan tanah yang meliputi galian dan urugan tanah dampak yang terjadi antara lain terjadinya erosi tanah dan pencemaran udara
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

25 yang berupa debu. Pada saat pembangunan gedung PIH Lempasing yang terdiri dari 3 lantai (1 basement dan 2 lantai utama) diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan yang berupa peningkatan debu, kebisingan dan sampah padat yang berasal dari sisa-sisa material bangunan yang tidak terpakai. Kebisingan dapat terjadi pada saat pengerasan tanah yang menggunakan stamper, pengecoran yang menggunakan alat pencampur dan pengaduk semen (mollen), serta saat pemotongan keramik untuk lantai, sehingga dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitarnya. 5.3 TAHAP PASCA KONSTRUKSI/OPERASI Pada tahap pasca konstruksi/operasi diperkirakan akan terjadi dampak yang berupa pencemaran limbah cair dan padat yang berasal dari kegiatan pembersihan/penyiangan produk ikan dan olahannya. Kegiatan pembersihan ikan dengan menggunakan air bersih akan menimbulkan limbah cair yang dipastikan mengandung bahan organik tinggi yang apabila langsung dibuang dapat mencemari perairan laut di sekitar Lempasing. Limbah padat yang dihasilkan dari produk ikan dan olahannya juga dapat menjadi sumber pencemaran dan berpotensi menimbulkan bau tak sedap bila dibuang ke lingkungan. Selain hal tersebut, masalah lainnya yang juga perlu mendapat perhatian khusus adalah penggunaan klorin sebagai desinfektan pada sebagian besar aktivitas yang menggunakan air di dalam lokasi PIH Lempasing (basement dan lantai 1). Limbah cair yang mengandung klorin tersebut harus diolah (treatment) terlebih dahulu, sehingga saat dibuang sudah bersifat netral dan tidak mencemari lingkungan. Pencemaran udara yang berupa peningkatan debu dan kebisingan dapat terjadi saat aktivitas bongkar muat dimana kendaraan-kendaraan yang mengangkut produk ikan dan olahannya keluar masuk ke lokasi PIH Lempasing. Hal lainnya yang juga dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat di sekitarnya adalah suara yang berasal dari
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

26 kerja mesin pendingin pada cool storage dan freezer, serta .generator listrik (genset) yang dioperasikan saat listrik dari PLN tidak bekerja (padam). Kegiatan restoran/rumah makan yang terdapat di lantai 2 juga akan menghasilkan sejumlah limbah berupa limbah cair dan padat, baik yang bersifat orgnik maupun anorganik. Limbah organik terutama dapat berasal dari bahan-bahan makanan dan saniter (wc/toilet), sedangkan limbah anorganik dapat dihasilkan dari plastik kemasan ataupun pembungkus dan sampah lainnya (kaleng minuman ringan, botol kemasan air minum, bungkus rokok, dan lain-lain). Secara ringkas, hasil prakiraan dampak yang mungkin terjadi pada rencana pembangunan pasar ikan higienis (PIH) Lempasing disajikan pada Tabel 9 berikut.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung

27

Tabel 9.

Ringkasan Hasil Prakiraan Dampak yang Mungkin Terjadi pada Rencana Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing. Jenis Kegiatan yang Menjadi Sumber Dampak
Tidak ada a. Rekruitment tenaga kerja b. Pembersihan lahan

No.
1. 2.

Tahap Kegiatan
Prakonstruksi Konstruksi

Jenis Dampak Lingkungan


Tidak ada Tersedianya kesempatan kerja Penurunan kualitas perairan Penurunan nilai Estetika Penurunan kualitas perairan Meningkatnya kandungan debu udara Meningkatnya nilai estetika Tidak ada Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan Kebisingan akibat mesin pendingin Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan Penurunan kualitas perairan pantai

Ukuran Dampak

Sifat Dampak

Jumlah penduduk setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja Meningkatnya kekeruhan perairan pantai Menurunkan nilai estetika Kekeruhan (turbiditas) perairan pantai Kandungan debu di udara > 230 g Penilaian masyarakat menurun

+ +

c. Pekerjaan Bangunan

3.

Pasca konstruksi/ Operasional

a. Bongkar Muat Barang b. Pemeriksaan Ikan c. Penyiangan dan penjualan ikan

d. Penyimpanan e Rekreasi.

BOD > 40 mg/l COD > 40 mg/l BOD > 40 mg/l COD > 40 mg/l Kandungan Khlorin Udara berbau bangkai ikan Tingkat kebisingan > 55 dBA

BOD > 40 mg/l BOD > 40 mg/l Udara berbau bangkai ikan

f. Saniter (WC dan BOD > 40 mg/l Kamar mandi) COD > 40 mg/l Keterangan: (+) = Dampak positif, (-) = Dampak negatif Ukuran dampak untuk BOD dan COD ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep.02/MENKLH/1/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

28

VI. PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN


6.1 PENGELOLAAN LINGKUNGAN Upaya pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola PIH Lempasing harus berprinsip pada pengelolaan 3 R yaitu reduce, reuse, dan recycle dengan minimalisasi limbah yang dihasilkan. Kegiatan yang akan dilakukan pada prinsipnya adalah mereduksi dan mengurangi kuantitas dan kualitas limbah dari sumbernya serta menggunakan ulang sebagian atau seluruh limbah dalam proses daur ulang menjadi bahan dalam bentuk yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga dapat mengurangi limbah yang masuk ke lingkungan dan memperkecil terjadinya pencemaran. Pola ini juga dapat diterapkan pada pengelolaan limbah berbentuk padat dan cair yang sebagian besar dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Selain itu upaya penghijauan dengan tumbuhan hijau yang berfungsi untuk mengurangi dampak terhadap kualitas udara serta meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam maupun di luar lokasi kegiatan. Berdasarkan analisis prakiraan dampak (Bab 5) diketahui bahwa pada tahap prakonstruksi tidak dihasilkan limbah, limbah hanya dihasilkan pada saat konstruksi dan pasca konstruksi/operasi. 6.1.1 Tahap Konstruksi Peralihan bentang lahan hijau menjadi lahan terbangun pada tahap konstruksi yang dapat menurunkan nilai estetika lingkungan dan mempercepat proses erosi diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena prosesnya tidak berlangsung lama dan lahan yang digunakan merupakan lahan tidur dengan keanekaragaman flora dan fauna yang rendah. Pengubahan bentang alam yang pada awalnya dapat mengurangi nilai estetika lingkungan justru akan meningkat setelah pembangunan selesai dengan dibangunnya taman yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman untuk mendukung kegiatan rekreasi dan penghijauan.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

29

Limbah padat yang dihasilkan pada tahap konstruksi diperkirakan cukup banyak, yaitu yang berasal dari sisa-sisa material yang tidak terpakai (potongan kayu, sisa keramik, kantong semen, kaleng cat, potongan besi, dan sisa-sisa material lainnya). Limbah tersebut tidak berbahaya, namun memiliki potensi untuk Berdasarkan pengamatan pada beberapa proyek mencemari lingkungan.

bangunan, biasanya sudah ada pihak-pihak yang akan menampung limbah tersebut untuk digunakan ataupun dijual kembali kepada pihak lain. Dalam hal ini berlaku prinsip reuse dan recycle. Adapun limbah padat yang tidak dimanfaatkan kembali dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Bakung yang terletak tidak jauh dari lokasi PIH Lempasing (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah dengan cara dibakar tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara. Pencemaran udara yang terjadi pada tahap konstruksi yang berupa cemaran debu dan kebisingan diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena berlangsung dalam waktu yang relatif tidak lama dan terus menerus. Pencemaran debu yang terjadi saat mobilisasi bahan/material bangunan dapat dikurangi dengan cara penyiraman dengan air, sehingga tidak terbawa angin dan mengganggu masyarakat sekitarnya; sedangkan kebisingan saat pelaksanaan pembangunan diupayakan dikurangi atau setidak-tidaknya terjadi saat siang hari, sehingga tidak mengganggu istirahat (tidur) masyarakat pada malam harinya. 6.1.2 Tahap Pasca Konstruksi/Operasi Pada tahap pasca konstruksi/operasi akan dihasilkan limbah cair dan padat. Selain itu juga diperkirakan juga akan menimbulkan pencemaran udara yang berupa debu dan kebisingan (Bab 5). Limbah padat anorganik yang dihasilkan saat operasional PIH Lempasing dapat diatasi dengan menampung sementara dalam bak sampah untuk selanjutnya dibuang ke TPA Bakung yang terletak tidak jauh dari lokasi PIH (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah dengan cara dibakar tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

30

Limbah padat organik yang berasal dari sisa-sisa hasil pembersihan (penyiangan) ikan, seperti isi perut, insang, sisik, sirip, tulang, serta ikan yang telah busuk, dapat dibuang langsung ke tempat penampungan sampah sementara untuk selanjutnya dibuang ke TPA Bakung dengan sistem sanitary landfill; atau diolah menjadi silase yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dan ikan (pengganti tepung ikan). Alternatif penanganan limbah ini menjadi silase sangat dianjurkan karena dapat memanfaatkan bahan-bahan yang tidak berguna menjadi bahan yang bermanfaat. Silase ini masih mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Proses pembuatan silase ini tidak memerlukan teknologi tinggi dan dapat dilakukan secara sederhana (Lampiran 2). Dengan pemanfaatan limbah padat sisa-sisa ikan tersebut, maka prinsip 3R telah terpenuhi. Penggunaan air tawar yang mengandung klor sebagai desinfektan sangat dianjurkan untuk digunakan secara daur ulang. Apabila teknologi yang akan digunakan tidak memungkinkan atau secara ekonomis tidak menguntungkan, maka air tersebut sebelum dibuang sebaiknya diolah terlebih dahulu, sehingga sudah bersifat netral dan tidak menimbulkan masalah lingkungan. Air yang mengandung klorin jika dibuang langsung ke lingkungan dapat menyebabkan kematian pada biota di perairan dan lingkungan tanah, sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. dapat mengalami kematian dan berkurang lingkungan akan terganggu. Mikroba pengurai di lingkungan jumlahnya akibat pengaruh

desinfektan, sehingga fungsi mereduksi atau menguraikan bahan organik di Upaya yang dapat dilakukan untuk menetralisisr klorin yang terkandung di dalam air adalah dengan penambahan thiosulfat dalam jumlah (konsentrasi) yang sama ke dalam air tersebut. Perlakuan oksidasi dengan mengalirkan oksigen ke dalam air menggunakan kincir juga akan mempercepat proses penghilangan klor di dalam air. Limbah cair yang berasal dari air cucian ikan, restoran, dan akuarium pajangan yang diperkirakan mengandung bahan organik tinggi harus diolah terlebih dahulu,

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

31

sehingga saat dibuang telah memenuhi kriteria air limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Penanganan limbah cair ini memerlukan instalasi pengolah limbah khusus dengan berbagai perlakuan, sehingga nantinya limbah tersebut tidak lagi memiliki nilai BOD dan COD yang tinggi, dengan kriteria BOD < 50 mg/l dan COD< 100 mg/l. Instalasi pengolah limbah yang disarankan terdiri dari kolam aerobik, kolam fakultatif, kolam pengendapan (settling) dan saluran pembuangan (Gambar 2). Kapasitas kolam aerobik, kolam fakultatif dan kolam pengendapan disesuaikan dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap harinya. Perlakuan yang dialami oleh air limbah di kolam aerobik adalah pemberian oksigen dengan cara aerasi menggunakan kincir, sehingga oksigen terlarut akan tercampur merata di dalam air limbah tersebut. Di kolam aerobik ini juga ditambahkan lumpur aktif yang mengandung sejumlah mikroba pengurai aerob. Di kolam fakultatif air limbah yang ditampung akan mengalami pemisahan secara alami, lapisan air di permukaan bersifat aerabik karena dilengkapi dengan kincir, sedangkan di bagian bawah hingga dasar perairan bersifat anaerob. Air anaerobik di lapisan bawah ini akan dioksidasi oleh lapisan di atasnya. Lumpur yang terendapkan di dasar perairan akan diuraikan secara anaerob. Selanjutnya air limbah dari kolam fakultatif akan dialirkan ke kolam pengendapan. Di kolam pengendapan akan terjadi pemisahan air dengan lumpur residual, untuk selanjutnya air tesebut sudah dapat dibuang jika telah memenuhi syarat. Proses pembuangan limbah yang telah diolah tersebut ke perairan mengikuti persyaratan dan prosedur yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air (Lampiran 1.B) Pengelolaan terhadap limbah cair yang berasal dari saniter (kamar mandi dan WC) akan dikelola dengan sistem resapan melalui septic tank, sehingga limbah cair ini tidak akan mencemari perairan sekitar, terutama sumur penduduk di sekitarnya, sehingga dampak yang ditimbulkan sangat kecil atau tidak penting.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

32

Gambar 2. Skema Unit Pengolah Limbah Pasar Ikan Higienis Lempasing


Keterangan: Air limbah (wastewater) yang masuk ke kolam aerobic sudah terbebas dari pengaruh klorin Kekuatan kincir air yang digunakan di kolam aerobic mampu mengaduk air limbah secara merata Di kolam aerobic dan kolam fakultatif dapat ditambahkan proobiotik (mikroba pengurai) yang biasa digunakan pada tambak payau Residu Lumpur yang tersisa pada kolam pengendapan (settling pond) dapat diambil secara berkala untuk digunakan sebagai pupuk tanaman. Effluent yang dibuang ke perairan harus memiliki BOD < 50 mg/l dan COD < 100 mg/l (berdasarkan Kep. Men. L.H. No. Kep.51/MENLH/10/1995).

Upaya pengelolaan terhadap kualitas udara yang meliputi pengurangan debu dan kebisingan dapat dilakukan dengan menanam tumbuhan hijau yang dapat menahan debu dan berfungsi sebagai peredam suara. kuning/jepang atau jenis lainnya. Jenis tumbuhan yang dipilih adalah jenis yang dapat ditanam dengan kerapatan tinggi, seperti bambu Secara lebih rrinci, upaya pengelolaan lingkungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

33

Tabel 10. Ringkasan Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing. Tahap Kegiatan
Prakonstruksi Konstruksi

No.
1. 2.

Jenis Kegiatan yang Menjadi Sumber Dampak


Tidak ada a. Rekruitment tenaga kerja b. Pembersihan lahan

Jenis Dampak Lingkungan


Tidak ada Tersedianya kesempatan kerja Penurunan kualitas perairan Penurunan nilai Estetika Penurunan kualitas perairan Meningkatnya kandungan debu udara Meningkatnya nilai estetika Tidak ada Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan Kebisingan akibat mesin pendingin Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik

Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak


Memberikan prioritas kepada penduduk setempat Mencegah masuknya lumpur ke perairan Pemagaran areal pembangunan Pengaturan tanah galian agar tidak hanyut ke perairan Penyemprotan areal pembangunan Penanaman tumbuhan bernilai estetik tinggi Pembuatan IPAL Pembuatan IPAL Penetralan Khlorin efluent sebelum masuk ke IPAL Limbah padat ikan dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha Silase Pemasangan peredan suara Pembuatan IPAL

Ukuran Dampak

c. Pekerjaan Bangunan

Jumlah penduduk setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja Lumpur tidak masuk ke perairan pantai Areal pembangunan terpagar rapi Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai Kandungan debu di udara < 230 g Penilaian masyarakat meningkat BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l Efluent tidak mengandung Khlorin Udara tidak berbau bangkai ikan Tingkat kebisingan < 55 dBA BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l

3.

Pasca konstruksi/ Operasional

a. Bongkar Muat Barang b. Pemeriksaan Ikan c. Penyiangan dan penjualan ikan

d. Penyimpanan e Rekreasi.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

34

No.

Tahap Kegiatan

Jenis Kegiatan yang Menjadi Sumber Dampak

Jenis Dampak Lingkungan


Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan

Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak


Limbah padat ikan dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha silase Pembuatan septic tank

Ukuran Dampak
Udara tidak berbau bangkai ikan

f. Saniter (WC dan Kamar mandi)

Penurunan kualitas perairan pantai

Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai

Keterangan : Baku mutu pencemaran udara ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak. Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

35

6.2 PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Pemantauan merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan tanpa diikuti oleh aktivitas pemantauan tidak akan banyak berarti. Tidak akan ada yang dapat mengetahui apakah pendugaan Hasil pemantauan merupakan bahan dampak benar terjadi dan aktivitas pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. untuk melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah diambil oleh pengambil keputusan, apakah perlu perbaikan atau penyempurnaan. Adanya perubahan-perubahan yang berkenaan dengan kualitas lingkungan akan dapat terdeteksi dan diidentifikasi melalui upaya pemantauan lingkungan, sehingga timbulnya kemerosotan kualitas lingkungan yang mengarah pada keadaan kritis dapat diketahui secara dini dan tindakan pencegahan dan perbaikan segera dapat dilakukan. Oleh karena itu upaya pemantauan lingkungan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan merupakan alat kontrol bagi setiap perubahan komonen lingkungan. Usaha-usaha yang akan dilakukan akan lebih menitikberatkan pada jenis-jenis dampak negatif dan meningkatkan dampak positifnya. Upaya pemantauan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola Pasar Ikan Higienis Lempasing mulai dari tahap konstruksi hingga pasca konstruksi/operasi, yang meliputi: jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis dampak lingkungan yang terjadi, metode pemantauan dampak lingkungan yang akan dilakukan, dan ukuran dampak. Adapun lokasi pemantauan adalah di sekitar lokasi PIH Lempasing, baik di lingkungan darat, perairan, udara, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Pada saat tahap konstruksi pemantauan dilakukan dengan pengawasan dan pemeriksaan secara seksama, baik saat pembersihan lahan, pemasangan pagar proyek, pekerjaan tanah, dan pembangunan gedung PIH Lempasing. Tolok ukur yang dipantau antara lain: lumpur dan tanah galian tidak masuk ke perairan pantai

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

36

yang dapat menyebabkan kekeruhan di perairan, kandungan debu di udara dibawah 230 g, dan tingkat kebisingan di bawah 55 dBA. Dari segi sosial ekonomi, pemantauan juga dilakukan terhadap perekrutan tenaga kerja dengan tolok ukur ada/tidaknya masyarakat setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi/keahlian yang dibutuhkan. Pada saat tahap operasional, pemantauan dititikberatkan pada komponen utama penyebab dampak lingkungan, baik pada kegiatan pemeriksaan ikan di laboratorium, kegiatan penyiangan dan penjualan ikan, ataupun dari kegiatan rekreasi (restoran). Limbah yang dihasilkan harus terus dipantau agar tidak mencemari lingkungan. Pemantauan dilakukan pada instalasi pengolah limbah yang ada, sehingga limbah tersebut benar-benar diolah secara baik sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan saat dibuang ke lingkungan harus memiliki nilai BOD5 dan COD yang nilainya dibawah ambang batas. Nilai BOD5 harus dibawah 50 mg/l; sedangkan COD dibawah 100 mg/l. Pemantauan limbah tersebut dilakukan 3 bulan sekali. Pemantauan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengukur parameter tersebut di sekitar lokasi PIH Lempasing secara periodik 3 bulan sekali. Dari hasil pemantauan akan diketahui apakah tingkat kebisingan sudah melebihi ambang batas (< 55 dBA) atau masih di batas aman yang tidak mengganggu masyarakat sekitarnya. Dari pemantauan ini juga dapat diketahui efektivitas tumbuh-tumbuhan yang ditanam yang berfungsi sebagai peredam/penahan kebisingan. Secara rinci, upaya pemantauan lingkungan tersebut disajikan pada Tabel 11.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

37

Tabel 11. Ringkasan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing. Tahap Kegiatan
Prakonstruksi Konstruksi

No.
1. 2.

Jenis Kegiatan yang Menjadi Sumber Dampak


Tidak ada a. Rekruitment tenaga kerja b. Pembersihan lahan

Jenis Dampak Lingkungan


Tidak ada Tersedianya kesempatan kerja Penurunan kualitas perairan Penurunan nilai Estetika Penurunan kualitas perairan Meningkatnya kandungan debu udara Meningkatnya nilai estetika Tidak ada Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan Kebisingan akibat mesin pendingin Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik

Metode Pemantauan Lingkungan


Pemeriksaan administrasi perekrutan tenaga kerja Pengawasan selama pembersihan lahan Pemeriksaan pagar areal pembangunan Pengawasan selama penggalian pondasi Pengamatan kualitas udara, pemasangan alat pemantau sederhana & pengambilan sampel udara. Pengamatan selama pembangunan taman. Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali) Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali) Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara Pengukuran tingkat kebisingan secara periodik (3 bulan sekali) Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di lab (3 bln sekali)

Ukuran Dampak

c. Pekerjaan Bangunan

Jumlah penduduk setempat yg terekrut sebagai tenaga kerja Lumpur tidak masuk ke perairan pantai Areal pembangunan terpagar rapi Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai Kandungan debu di udara < 230 g Penilaian masyarakat meningkat

3.

Pasca konstruksi/ Operasional

a. Bongkar Muat Barang b. Pemeriksaan Ikan c. Penyiangan dan penjualan ikan

BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l Efluent tidak mengandung Khlorin Udara tdk berbau bangkai ikan Tingkat kebisingan < 55 dBA BOD efluent < 50 mg/l COD efluent < 100 mg/l

d. Penyimpanan e Rekreasi.

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

38

No.

Tahap Kegiatan

Jenis Kegiatan yang Menjadi Sumber Dampak

Jenis Dampak Lingkungan


Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan

Metode Pemantauan Lingkungan


Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara Pengamatan ada tidaknya buangan limbah ke perairan umum.

Ukuran Dampak
Udara tidak berbau bangkai ikan Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai

f. Saniter (WC dan Kamar mandi)

Penurunan kualitas perairan pantai

Keterangan : Baku mutu kandungan debu ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak. Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Kep. Men. Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995)

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

39

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 KESIMPULAN Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan beberapa hal: Dampak lingkungan yang akan terjadi pada pelaksanaan pembangunan Pasar Ikan Higienis di Lempasing diperkirakan berlangsung pada tahap konstruksi dan pasca konstruksi/operasional. Pada tahap prakonstruksi tidak menimbulkan dampak. Jenis dampak lingkungan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah timbulnya pencemaran di perairan akibat limbah cair organik dan limbah padat organik yang berasal dari ikan. Instalasi pengolah limbah cair organik yang cocok untuk diaplikasikan adalah sistem kolam aerobik, fakultatif, dan pengendapan yang dapat menurunkan nilai BOD dan COD limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan. Limbah padat organik yang berasal dari ikan dapat diolah menjadi silase untuk bahan baku pakan ternak, atau dikelola dengan sistem sanitary landfill . Pemantauan lingkungan dilakukan secara periodik 3 bulan sekali untuk memonitor kondisi limbah yang dibuang ke lingkungan, sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi. 7.2 SARAN Disarankan untuk dapat dilakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan hasil studi/kajian ini dengan tetap melakukan koordinasi dan konsultasi pada dinas/instansi lainnya yang terkait (Bapedalda).

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

40

Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung

You might also like