You are on page 1of 15

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur dan hati lega, penulis telah selesai menyusun makalah ini guna memenuhi persyaratan mengakhiri Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSU Haji Medan dengan judul Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida. Pada kesempatan ini tidak lupa penulius mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yaitu dr.Elmeida Effendi Sp.KJ, atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan makalah ini selama mengikuti Kepanitaraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSU Haji Medan. Bahwasanya hasil usaha penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya, tidaklah mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan, guna perbaikan penyusunan makalah lain dikemudian kesempatan. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan Ilmu Kedokteran Jiwa dalam klinik dan masyarakat.

penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................................ 1 Daftar isi ....................................................................................................................... 2 Pendahuluan ................................................................................................................. 3

Tinjauan Pustaka 1. Definisi ................................................................................................................ 5 2. Epidemiologi ...................................................................................................... 6 3. Neurofarmakologi ............................................................................................. 6 4. Adiksi ................................................................................................................. 7 5. Gejala ................................................................................................................. 8 6. Diagnosa dan Gambaran klinis ....................................................................... 9 Daftar Pustaka ................................................................................................................ 15

PENDAHULUAN

JENIS-JENIS NARKOBA

Pada dasarnya Narkotika dan Psikotropika sangat dibutuhkan untuk pengobatan dalam bidang kedokteran dan berguna demi penelitian dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan syaraf pusat dan digunakan sebagai analgetika (pengurang rasa sakit) pada dunia kedokteran. Sedangka Psikotropika adalah obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Obat-obatan ini termasuk dalam obat daftar G, yang artinya dalam penggunaannya harus disertai dengan kontrol dosis yang sangat ketat oleh dokter. Namun dilandasi oleh berbagai hal, maka banyak remaja menyalahgunakan zat tersebut, yaitu memakai atau menggunakannya di luar indikasi medik, tanpa petunjuk/resep dokter. Masalah penyalahgunaan narkotika, Psikotropika, Alkohol, Zat Adiktif dan Obatobatan berbahaya lainnya (Narkoba) merupakan masalah yang majemuk, mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatrik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial budaya, kriminalitas dan lain sebagainya. Pada umumnya zat yang disalahgunakan tersebut ada yang menggunakan istilah Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya), sebagian ada yang menyebutnya dengan istilah Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain), sementara yang lain menggunakan istilah NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif), dan ada juga yang menggunakan istilah Madat (yang dimaksud adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Dalam kaitan ini penulis memilih menggunakan istilah yang pertama yaitu Narkoba, mengingat istilah ini lebih populer di tengah-tengah masyarakat secara nasional, dan yang dimaksud adalah Narkotika, Psikotropika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis Narkoba dan efeknya masing-masing. A. Narkoba Istilah Narkoba yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris Narcotics yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan Narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan.1 Narkotika adalah suatu zat/obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa dari mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Narkotika diartikan sebagai obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.

Sementara itu pengertian Narkotika menurut UU RI No. 22 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Dari pengertian dan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Narkotika adalah segala bahan yang bilaman dimasukkan ke dalam tubuh, maka ia bekerja pada susunan saraf pusat yang mempunyai pengaruh terhadap badan, jiwa atau pikiran serta tingkah laku. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 digolongkan menjadi tiga golongan: a. Narkotika golongan I. b. Narkotika golongan II. c. Narkotika golongan III. Pada bagian penjabaran atas UU No. 22 tahun 1997 tersebut bahwa yang dimaksud dengan Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika golongan II adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Sedangkan Narkotika golongan III adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Dengan penjelasan di atas dapat disimpulan bahwa Narkotika golongan I hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak untuk pengobatan. Narkotika golongan II berkhasiat untuk pengobatan sebagai pilihan terakhir. Narkotika golongan I dan II sama-sama mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan. Sementara Narkotika golongan III memang diperuntukkan bagi pengobatan dan mempunyai potensi yang ringan untuk mengakibatkan ketergantungan. Adapun jenis-jenis atau nama-nama Narkotika baik golongan I, golongan II dan golongan III selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.

Narkotika golongan I terdiri dari 26 (dua puluh enam) macam, antara lain: Tanaman Papaver Somniferum L. Opium Mentah Opium Masak (candu, jicing, jicingko). Tanaman Koka. Daun Koka. Kokain Mentah. Tanaman Ganja. Narkotika golongan II terdiri dari 87 (delapan puluh tujuh) macam, antara lain: Alfasetilmetadol.
4

2. Alfamedropina. 3. Alfametadol. 4. Morfina. Adapun Narkotika golongan III terdiri dari 14 (empat belas) macam, antara lain: 1. Asetildihidrokodeina. 2. Dekstropropoksifena. 3. Dihidrokodeina. 4. Etilmofrina. 5. Kodeina. Jenis-jenis Narkotika golongan I, II dan III yang paling banyak/sering disalahgunakan remaja adalah ganja, opium (candu), morfina, heroin/putaw dan kokain. Berikut ini akan dijelaskan berbagai efek samping berupa gangguan mental dan perilaku sebagai akibat dari penyalahgunaan Narkotika tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Canabis yang lazim disebut ganja,mengacu pada varitas cannabissativa, atau tanaman rami india yang berisi obat psikoaktif tetrahydrocannabinol (THC). Cannabis dalam bentuk ganja (bahan resin kering dari daun ganja). Bentuk cannabis paling poten dari kuncup bunga tanaman atau dari eksudat getah kering berwarna hitam kecoklatan dari daunnya, yang disebut hashish atau hash. Tanaman cannabis biasanya dipotong, dokeringkan, dicincang dan digulung menjadi rokok (biasa disebut joints) yang kemudian dihisap. Nama lazim cannabis adalah mariyuana, grass, pot, weed, teh dan maryjane.nama lain yang menggambarkan tipe cannabis dengan berbagai kekuatan adalah hemp, chasra, bhang. dagga, dan sinsemilla. Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja bersifat adiktif, yang hanya larut dalam lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THC tinggal lama didalam lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak,sehingga menyebabkan brain damage). Stimulansia dan halusinogenik. Zat dapat menyebabkan gangguan neuropsikiatri yang tidak dapat dibedakan dengan gangguan psikiatri dengan penyebab tidak diketahui (contohnya skizofrenia dan gangguan mood) dan sehingga gangguan psikiatri primer dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat mungkin berhubungan. Pada tahun 1999 penelitian kannabis di komite white house of national drug control policy, peneliti-peneliti pada national academy of science menyimpilkan diantaranya termasuk bahwa kanabionid memiliki peran alami dalam pengaturan sakit, mengatur pergerakan dan ingatan, otak menjadi toleransi terhadap kanabis, memiliki kemampuan untuk
5

ketergantungan dan gejala putus obat ringan, memiliki nilai terapeutik ringan untuk menghilangkan nyeri, mual dan meningkatkan nafsu makan tapi penelitian lebih lanjut diperlukan dan sebagai pengobatan yang efektif namun efek psikologis seperti menurunkan cemas, sedasi dan euphoria mempengaruhi nilai terapeutik.

EPIDEMIOLOGI Prevalensi penggunaan mariyuana seumur hidup meningkat seiring tingkatan kelompok umur hingga usia 3 tahun, kemudian menurun secara bertahap. Mereka yang berusia 18 sampai 21 tahun adalah yang paling sering mengkonsumsi mariyuana dalam setahun terakhir (25%) atau sebulan terakhir (14%) dan penggunaan paling rendah diantara mereka yang berusia diatas 50 tahun, sekitar kurang atau sama dengan 1%. Menurut revisi teks edisi keempat the diagnosis and statistical manual of mental disorders (DSM-IV-TR). Ras dan etnik juga dihubungkan dengan penggunaan mariyuana tapi hubungan ini bervariasi antar kelompok umur. Orang kulit putih dan kulit hitam tingkat penggunaan yang sama, angka seumur seumur hidup untuk orang kulit hitam dewasa secara signifikan lebih tinggi dari pada hispanik.

NEUROFARMAKOLOGI Komponen utama kanabis adalah 9-THC, namun tanaman kanabis mengandung lebih dari 400 bahan kimia 60% diantaranya secara kimiawi berhubungan dengan 9-THC. Pada manusia 9-THC dapat dengan cepat diubah menjadi 11-dihidroksi-9-THC, metabolit yang aktif disistem saraf pusat. Reseptor kanabioid ditemukan dalam konsentrasi tinggi di ganglia basalis, hipokampus, dan cerebelum dengan konsentrasi yang lebih rendah di korteks cerebri. Kanabis tidak ditemukan dibatang otak. Sebagian besar penelitian telah menunjukan bahwa binatang tidak menggunakan kanabioid dengan sendirinya, sepertiyang mereka lakukan dengan zat yang disalah gunakan lainnya. Selain itu suatu perdebatan tentang apakah kanabioid menstimulasi yang disebut pusat di otak, seperti neurondopaminergik dari area tegmental ventralis. Tetapi, toleransi terhadap kanabis memang terjadi, dan ketergantungan fisiologi adalah tiada kuat. Gejala putus pada manusia adalah terbatas sama peningkatan ringan dalam iritibilitas, kegelisahan,insomnia, anoreksia dan mual ringan semua gejala tersebut ditemukan hanya jika seseorang menghentikan kanabis dosisi tinggi secara mendadak. Jika kanabis digunakan seperti rokok , efek euphoria tampak dalam beberapa menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30menit dan berlangsung selama2-4 jam. Beberapa efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5-12 jam. Kanabis juga dapat digunakan peroral
6

jika disiapkan dalam makanan,seperti brownies dan cake. Kira-kira harus digunakan 2-3kali lebih banyak kanabis yang digunakan peroral untuk sama kuatnya dengan kanabis yang digunakan melalui kanabis yang digunakan melalui inhalasi asapnya.

ADIKSI (KETERGANTUNGAN) Semua zat yang termasuk NAZA menimbulkan adiksi (ketagihan) yang pada giiranya berakibat pada defensif (ketergantungan). Zat yang termasuk NAZA memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Keinginan yang tak tertahankan ( an over powering desire) terhadap zat yang di maksud dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk mendapatkannya. Kecendrungan untuk menambah dosis sesuai dengan toleransi tubuh. Ketergantungan psikosis yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala-gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan lainnya. Ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms)

Secara umum mereka yang menyalahgunakan NAZA dapat dibagi dalam 3 golongan besar yaitu : Ketergantungan primer ditandai dengan adanyan kecemasan dan depresi yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil. Ketergantungan reaktif yaitu terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman sekelompok sebaya ( pee group pressure) Ketergantungan simptomatis yaitu penyelahgunaan NAZA sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya,pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian antisosial (psikoipat) dan pemakaian NAZA ini untuk kesenangan semata. Di golongkan sebagai kriminal karena seringkali mereka juga merangkapsebagai pengedar (pusher).

Perubahan perilaku akibat pemakaian NAZA dengan mudah dapat dikenali sebagai berikut : Meninggalkan ibadah. Mereka yang awalnya rajin menjalankan ibadah mulai malas sampai tidak menjalankan ibadah sama sekali. Bolos,semula rajin sekolah, kuliah dan kerja mulai malas Bohong, semula jujur mulai berbohong
7

Tidak betah dirumah dan sering keluar rumah Pergaulan bebas dan seringkali terlibat seks bebas Mencuri , menjual barang, terlibat hutang dan tindakan kriminal. Prestasi belajar menurun Melawan otoritas orang tua, guru dan atasan. Pemalas, enggan merawat diri

GEJALA Seseorang yang mengkonsumsi NAZA jenis ganja akan memperlihatkan perubahanperubahan mental dan perilaku sebagai berikut : Jantung berdebar-debar (palpitasi) Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang menimbulkannya. Misalnya seseorang mendengar suarasuara padahal sumber suara tersebut tidak ada, hal ini disebut sebagai halusinasi pendengaran. Demikian juga halnya dengan halusinasi penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Delusi adalah suatu keyakinan yang tidak rasional, meskipun telah diberikan bukti-bukti bahwa pikiran itu tidak rasional, namun yang bersangkutan tetap meyakininya. Misalnya yang disebut dengan delusi paranoid, dimana yang bersangkutan yakin benar bahwa ada orang yang akan berbuat jahat kepadanya, sekalipun dalam kenyataannya tidak ada orang yang dimaksudkan Euforia : perasaan gembira yang luar biasa tanpa sebab dan tidak wajar Perasaan waktu berlalu dengan lambat, misalnya 10 menit bisa dirasakan seperti 1 (satu) jam lamanya. Apatis. Yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli terhadap tugas atau fungsinya sebagai makhluk sosial, seringkali lebih senang menyendiri dan melamun, tidak ada kemauan atau inisiatif dan hilangnya dorongan semangat/kehendak. Mata merah. Orang yang baru saja menghisap ganja ditandai dengan warna bola mata yang memerah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah kapiler pada bola mata mengalami pelebaran (dilatasi). Nafsu makan bertambah, orang yang mengkonsumsi ganja nafsu makannya bertambah karena ganja memiliki zat aktif tetra-hydrocannabinol (THC) merangsang pusat nafsu makan di otak. Mulut kering, orang yang mengkonsumsi ganja akan mengalami kekeringan pada mulut (air liur berkurang), hal ini disebabkan THC mengganggu sistem syaraf otonom yaitu syaraf yang mengatur kelenjar air liur. Perilaku maladaptif, artinya yang bersangkutan tidak lagi mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan secara wajar. Misalnya, yang bersangkutan memperlihatkan ketakutan, kecurigaan (paranoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
8

Perilaku maladaptif ini sering menimbulkan konflik, pertengkaran, tindak kekerasan dan perilaku anti sosial lainnya terhadap orang-orang di sekelilingnya. Pemakaian ganja dalam waktu lama akan mengganggu fungsi paru-paru karena menimbulkan peradangan atau menyebabkan timbulnya penyakit anginapektoris. Ganja juga menimbulkan kematian sel-sel otak dan menjadi pencetus kanker. Produksi leukosit (sel darah putih) menurun, sehingga kekebalan tubuh juga berkurang dan akan menurunkan kadar beberapa hormon yang dapat menyebabkan rusaknya sperma laki-laki, sementara bagi wanita akan menimbulkan gangguan haid bahkan meningkatkan kemungkinan terjadinya keguguran pada ibu hamil.

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabis dapat ditegakkan berdasarkan PPDGJ III (pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di indonesia, edisi III) dan DSM-IV (diagnosis and statisticaly manual disorders, fourth edition).

Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva yaitu mata merah dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensiortostatik dapat terjadi. Peningkatan nafsu makan sering kali disebut sebagai pengunyah dan mulut kering adalah efek intoksikasi kanabis yang sering lainnya. Belum pernah dicatat secara jelas kasus kematian yang disebabkan oleh intoksikasi kanabis saja, yang mencerminkan tidak adanya efek dari zat pada kecepatan pernafasan.efek merugikan potensial yang paling serius dari penggunaan kanabis berasal dari inhalasi hidrokarbon karsinogenik yang sama-sama ditemukan dalam tembakau konvensional, dan beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kanabis yang berat berada dalam resiko mengalami penyakit pernafasan kronis dan kanker paru-paru. Praktik menghisap rokok yang mengandung kanabis sampai sangat habis,yang disebut lipas (roach) meningkatkan lebih lanjut asupan tar (yaitu: materi partikel). Banyak laporan menyatakan bahwa penggunaan kanabis jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral, kerentanan kejang, kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktifitas kekebalan, perubahan konsentrasi testosteron dan disregulasi siklus menstruasi tetapi laporan tersebut belum secara pasti ditegakkan dan berhubungan antara efek tersebut berhubungan dengan penggunaan kanabis tak pasti.

DSM-IV-TR mencantumkan gangguan terkait kanabis tapi hanya memiliki kriteria spesifik untuk intoksikasi kanabis dalam bagian gangguan terkait kanabis.

Tabel 9.5-1 Gangguan terkait kanabis DSM-IV-TR Gangguan penggunaan kanabis Ketergantungan kanabis Penyalahgunaan kanabis Intoksikasi kanabis Tentukan apakah: Dengan gangguan persepsi Delirium pada intoksikasi kanabis Gangguan psikotik terinduksi kanabis, dengan halusinasi Tentukan apakah: Awitan saat intoksikasi Gangguan ansietas terinduksi kanabis Tentukan apakah: Awitan saat intoksikasi Gangguan terkait kanabis yang tak tergolongkan

KETERGANTUNGAN KANABIS DAN PENYALAHGUNAAN KANABIS

DSM-IV-TR menyertakandiagnosis ketergantungan kanabis dan penyalahgunaan kanabis.data eksperimental menunjukan adanya toleransi terhadap berbagai efek kanabis namun data tersebut kurang mendukung eksistensi ketergantungan fisik, ketergantungan psikologis terhadap penggunaan kanabisdapat timbul pada penggunajangka panjang.
10

tabel 9.5-2 kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk intoksikasi kanabis A. Penggunaan kanabis baru-baru ini B. Perubahan psikologis atau perilaku maladatif yang secara klinis significan (contoh : koordinasi motorik terganggu, euforia, ansietas,sensasi waktu melambat, daya nilai terganggu,penarikan sosial) yang timbul selama atausegera setelah penggunaan kanabis. C. Dua (atau lebih)tanda berikut timbul dalam waktu 2 jam setelah penggunaan kanabis: Injeksi konjungtiva Peningkatan nafsu makan Mulut kering Takikardi D. Gejala tidak disebabkansuatu kondisi medis umum dan tidak lebih baikditerangkan oleh gangguan mental lain. Tentukan apakah : Dengan gangguan persepsi

INTOKSIKASI KANABIS DSM-IV-TR memformalisasi kriteria diagnosis intoksikasi kanabis.kriteria ini menyatakan bahwa diagnosis dapat ditambah dengan frase dengan gangguan persepsi. Jika tidak terdapat uji realitas yang intak, diagnosis nya adalah gangguan psikotik terinduksi kanabis. Gejalanya sebagai berikut : Meningkatnya sensitifitas pengguna terhadap stimuli eksternal Muncul detil baru Membuat warna lebih cerah dan kaya pada sebelumnya Secara subjektif memperlambat apresiasi waktu Pada dosis tinggi bisa menyebabkan depersonalisasi dan derealisasi

11

GANGGUAN PSIKOTIK TERINDUKSI KANABIS Gangguan psikotik terinduksi kanabis didiagnosis dengan adanya psikosis terinduksi kanabis. Gangguan psikotik terinduksi kanabis jarang terjadi, ide paranoid transien lebih lazim. Psikosis nyata lebih sering dialami dinegara tempat beberapa orang memiliki akses kanabis jangka panjang terutama yang berpotensi tinggi. Episode psikotik kadang disebut kegilaan rami. Penggunaan kanabis jarang menyebabkan pengalaman perjalanan buruk, yang sering dikaitkan dengan intoksikasi halusinogen. Bila gangguan psikotik terinduksi kanabis terjadi, hal itu mungkin berkorelasi dengan gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya pada orang yang terkena.

GANGGUAN KECEMASAN AKIBAT KANABIS Gangguan kecemasan akibat kanabis (cannabis induced anxiety disorder) adalah suatu diagnosis umum untuk intoksikasi kanabis akut, dimana banyak orang mengalami keadaan kecemasan singkat yang sering kali dicetuskan oleh pikiran paranoid. Dalam keadaan tersebut, serangan panik dapat diinduksi,didasarkan pada rasa takut yang tidak jelasdan tidak terorganisir. Tampaknya gejala kecemasan berhunbungan dengan dosis dan merupakan efekmerugikan yang paling sering terhadap pemakaian sedang kanabis yang diisap seperti rokok (smoked). Pemakai yang tidak berpengalaman lebih mungkin mengalami gejala kecemasan dibandingkan pemakai yang berpengalaman.

SINDROM AMOTIVASIONAL Sindrom berhubungan dengan kanabis lain yang kontroversial adalah sindrom amotivasional. Perdebatan adalah tentang apakah sindrom ini berhubungan dengan penggunaan kanabis atau apakah mencerminkan sifat karakterologis pada sekelompok orang, tidak tergantung pada penggunaan kanabis. Biasanya sindrom amotivasional telah dihubungkan dengan pemakaian kanabis jangka panjang dan berat dan ditandai oleh ketidakmauan seseorang melakukan suatu tugas mungkin di sekolah,pada pekerjaan, atau tiap situasi yang memerlukan pemusatan perhatian yang lama. Orang digambarkan sebagai menjadi apatik dan enerik, biasanya mengalami peningkatan berat badan dan tampak malas.

DELIRIUM PADA INTOKSIKASI KANABIS Delirium pada intoksikasi kanabis adalah diagnosis DSM-IV-TR. Delirium akibat intoksikasi kanabis ditandai dengan hendaya kognisi dan tugas perfoma yang nyata. Bahkan, dosis sedang kanabis dapat menganggu memori, waktu reaksi, persepsi, koordinasi motorik dan atensi. Dosis tinggi yang juga mengganggu tingkat kesadran pengguna menimbulkan efek nyata pada pengukuran kognitif.
12

GANGGUAN TERKAIT KANABIS YANG TAK TERGOLONGKAN DSM-IV-TR tidak secara formal mengakui gangguan mood terkait kanabis,oleh karena it, gangguan tersebut diklasifikasikan sebagai gangguan terkait yang tak tergolongkan (tabel 9.5-3). Intoksikasi kanabis dapat menyebabkan gejala depresi meski gejala tersebut mungkin mengisyaratkan penggunaan kanabis jangka panjang. Namun hipomania merupakan gejala umum intoksikasi kanabis. Bila gejalagangguan tidur atau disfungsi seksual disebabkan oleh penggunaan kanabis, gejala tersebut hampir selalu menghilang dalam hitungan hari dan minggu setelah penggunaan kanabis dihentikan. Keduanya diklasifikasikan sebagai gangguan terkait kanabis yang tak tergolongkan pada DSM-IV-TR.

Tabel 9.5-3 Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk gangguan terkait kanabis yang tak terinci Kategori gangguan terkait kanabis yang tak terinci dikaitkan dengan penggunaan kanabis yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai ketergantungan kanabis,penyalahgunaan kanabis, intoksikasi kanabis, delirium pada intoksikasi kanabis, gangguan psikotik terinduksi kanabis atau gangguan ansietas terinduksi kanabis.

KILAS BALIK Abnormalitas persepsipersisten setelah penggunaan kanabis tidak diklasifikasikan secara formal dalam DSM-IV-TR, meski terdapat laporan kasus orang yang mengalami kadang-kadang secara signifikan sensasi yang berhubungan dengan intoksikasi kanabis setelah efek jangka pendek zat menghilang. Debat berkelanjutan membahas apakah kilas balik disebabkan karena penggunaan kanabis saja atau penggunaan halusinogen secara bersamaan atau kanabis yang tercemar fensiklidin.

PENANGANAN DAN REHABILITAS Penanganan penggunaan kanabis bergantung pada prinsip sama seperti penanganan penyalahgunaan zat lain abstinensi dan dukungan. Abstinensi dapat dicapai melalui intervensi langsung, seperti rawat inap atau melalui pemantauan ketat berbasis rawat jalan dengan menggunakan penapisan zat dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis hingga 4 minggu setelah penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui psikoterapi individual, keluarga atau kelompok. Edukasi sebaiknya menjadi batu pijakan untuk program abstinensi maupun dukungan. Seorang pasien yang tidak memahami alasan intelektual untuk menyatakan adanya
13

masalah penyalahgunaan zat memiliki motivasi yang kecil untuk berhenti. Untuk sebagian pasien, obat anti ansietas mungkin berguna sebagai pereda jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien lain, depresi yang mendasari yang dapat merespon terapi antidepresan spesifik.

PENGGUNAAN MEDIS MARIYUANA Mariyuana telah digunakan sebagai sebagai obat herbal selama berabad-abad dan kanabis terdaftar dalam farmakope AS hingga akhir abad ke-19 anatara lain sebagai obat ansietas, depresi dan gangguan gastrointestinal. Saat ini,kanabis merupakan zat terkontrol dengan potensi tinggi disalahgunakan dan tidak ada kegunaan medis yang diakui drug enforcement agency,namun zat ini digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan mual akibat kemoterapi,mleukimia, sklerosis multiple, nyeri kronik, aquired immune deficiency syndrome (AIDS) dan glaukoma.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B, Virginia A.Sadock. Kaplan dan Sadock buku ajar psikiatri klinis. Jakarta: FK UI; 2010. Hal 110-113. 2. Kaplan H I and Saddock BJ, Comprehensive, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. 7th Edition. USA. William and Wilkins, 2010 hal 626-632. 3. Gunawan S. Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta: FK UI; 2008. HAL 139-146 4. Muslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ-III. Jakarta ; FK Unika Atma Jaya; 2001.hal 34-43. 5. Muslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Ed.3. jakarta ; FK Unika Atma Jaya;2002. Hal. 10-23.

15

You might also like