Professional Documents
Culture Documents
disusun Oleh :
Tinjauan Umum
Diketahui, pada tahun 1997 negara-negara lain sama-sama terkena krisis moneter yang dasyat, namun negara Indonesia paling lambat menjalani koreksi dan pemulihan, sedangkan negara lain lebih cepat pulih. Hal ini bisa dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata pada masa setelah krisis belum kunjung menyamai tingkat pertumbuhan ekenomi krisis di Indonesia.
Indikator makroekonomi kian tahun semakin sehat dan seolah pemerintahan SBY-JK berkuasa. Namun coba perhatikan, pertumbuhan ekonomi cukup stabil sejak tahun 2004 kenaikan hanya beberapa persen tiap tahunya sedangkan angka tersebut belum setinggi pada saat sebelum krisis moneter.
Empat masalah baru 4. Penurunan kualitas pertumbuhan ekonomi. 3. Kemerosotan daya saing nasional
Permasalahan ini dialami juga oleh negara-negara di asia namun permasalahan tidak serumit di Indonesia. Investasi tetap di Indonesia sampai tahun 2008 masih dibawah tingkat masa sebelum krisis. Padahal investasi tetap secara langsung menentukan investasi riil atau investasi langsung berkaitan dengan produksi seperti berupa pendirian pabrik, pembukaan lahan baru, dll.
Namun disisi lain, Sektor keuangan Indonesia mencatat perkembangan sangat pesat, sehingga lambat tahun sector keuangan mulai meninggalkan sector riil. Sector keuangan sudah bisnis tersendiri. Uang bukan Cuma alat
Secara global, perubahan ini mulai terjadi sekitar tahun 1973 tidak lama setelah AS melepaskan jaminan emas terhadap dollar yang diedarkan. Sejak saat itu, sector keuangan tumbuh luar biasa dan sekian kali lipat lebih besar daripada
Inilah fenomena ekonomi gelembung yang sangat berbahaya, karena perekonomian balon semu ini mudah pecah dan seketika melumpuhkan perekonomian, bahkan membangkrutkan Negara, serta merugikan banyak orang.
Dalam kondisi demikian, masyarakat pengusaha domestic tetap saja sulit memperoleh sumber pendanaaan dalam jumlah memadai dan bernilai wajar untuk menunjang berbagai kegiatan produktifnya, sekalipun sebenarnya dana masyarakat yang tersedia di perbankan cukup melimpah. Jika situasi timpang seperti ini terus berlanjut, maka output nasional lambat laun akan tertekan, dan dalam waktu bersamaan masalah pengangguran tetap sulit diatasi. Tingginya pengangguran di Indonesia disebabkan oleh terbatasnya investasi produktif, yang jumlah maupun persentasenya terhadap GDP terus susut. Kita juga sudah mengetahui bahwa hal ini ternyata bukan disebabkan oleh kelangkaan dana semata, melainkan karena alokasi dana itu tidak sebagaimana seharusnya.
Kalau kedua persamaan dipadukan, maka : Persamaa n terakhir itulah yang menunjukkan adanya tiga sumber deficit yang harus senantiasa diwaspadai , yakni : (I-S)= selisih tabungan dan investasi (G-T)= deficit anggaran pemerintah (M-X)= deficit perdagangan internasional Jika salah satu atau ketiga terjadi deficit maka deficit harus segera ditutup. Dua cara yang lazim dilakukan pemerintah untuk menutup deficit sebelum krisis, yang pertama menarik pinjaman dari luar negeri. Yang kedua menggalakkan investasi.
Perhitungan setelah krisis dari sisi pendapatan : Y=C+I+G+(X-M) Y=C+S+T I+G+T+X-M =S+T (G-T)= (I-S)+ (M-X) Artinya deficit pada salah satu neraca diusahakan ditutup dengan menggunakan surplus dari neraca yang lain. Contoh apabila terjadi deficit APBN maka ditutup dengan investasi portofolio pihak asing.
Pada gilirannya penurunan daya saing investasi mengakibatkan penurunan investasi sector riil di Indonesia. Bukan hanya pengusaha asing yang enggan membuka usaha di Indonesia, namun juga pengusaha Indonesia sendiri. Mereka juga akan mencari lahan investasi yang lebih menarik di luar negeri. Proses globalisasi menjadikan kompetisi di antara perusahaan-perusahaan internasional juga meningkat. Demi menjaga kelangsungan usahanya, kini perusahaan lebih mementingkan penghematan biayabiaya tetap seperti harga beli/sewa lahan, kualitas infrastruktur fisik dan non fisik daripada biaya yang berubah-ubah. Banyak kelemahan paada aspek biaya tetap yaitu kualitas infrastruktur yang berantakan, kemacetan lalu lintas, jalur penyeberangan utama laut sering terlanda antrean panjang. Kelemahan berbagai elemen ini merupakan masalah-masalah structural utama di Indonesia
Mengapa pertumbuhan di Indonesia terlalu bertumpu pada sektor nontradable itu buruk, khususnya bagi Indonesia?
Hal ini karena sektor non tradable (sektor jasa) itu pada umumnya padat modal dan padat teknologi, terhimpun hanya pada pusatpusat kemajuan atau ekonomi yang biasanya berupa kota-kota besar, serta sangat sedikit menyerap tenaga kerja.Dan hanya minoritas orang saja yang berperan pada sektor ini sedangkan mayoritas penduduk hanya menjadi konsumen dan sekedar penonton.
Hal ini dapat dilihat pada sektor perbankan dan perniagaan umum, dan sektor jasa komonikasi telepon seluler yang berperan hanya kalang profesional saja dan para pemilik saham yang akan meraih keuntungan sedangkan mayoritas hanya sebagai konsumen yang harus membayar jasa dengan harga yang cukup mahal untuk menikmati layanan tersebut. Pertumbuhan sektor non tradable ini sangat kontras dengan sektor tradable, contoh sub sektor manufaktur, industri sepeda motor dan sektor pertanian. Ketiga sektor ini yang dapat menampung tenaga kerja lebih banyak dan memberikan keuntungan bagi semua pihak justru terus tertekan dan semakin merosot dibanding dengan sektor non tradable.
Di sisi lain para politisi dan penguasa sibuk sendiri menaikkan gaji dan tunjangannya. Padahal penganguran makin merangkak naik dan kemiskinan tak teratasi. Indonesia memang bukan satu-satunya negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi timpang, namun ketimpangan di Indonesia lebih mencolok dibandingkan dengan negara-negara lain. Kalau diingat tingkat kesejahteraan dan pendidikan di Malaysia yang sudah lebih maju, maka akan terasa kian tidak sehatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia tersebut, yang kesejahteraan dan pendidikannya lebih rendah namun pertumbuhan relatif sektor non-tradable. Dalam mengatasi pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang itu, tentunya bukan dengan menekan atau menghalangi pertumbuhan sektor non-tradable, melainkan harus mengupayakan agar sektor tradable dapat tumbuh lebih baik dan cepat agar tidak terlalu dari sektor non-tradable. Perlu pula ditambahkan di sini bahwa petumbuhan ekonomi yang tidak seimbang bersama dengan ketiga perubahan mendasar lainnya yang telah diuraikan diatas selama ini benar-benar sudah dan akan menyebabkan berbagai masalah pelik yang bukan saja berdimensi ekonomi, melainkan juga politik dan sosial.
Masalah kemiskinan di semua negara juga tidak mudah diatasi namun di Indonesia masalahnya terasa sedemikian berat dan sulit sehingga seolah-olah tidak bias diatasi, khususnya selama era reformasi pascakrisis sekarang ini. Sesungguhnya masalah ekonomi apapun dapat diatasi kalau akar penyebabnya diketahui dan segera diatasi.
Ada dua alasan utama untuk meragukan data pengangguran khususnya dan sector ketenagakerjaan umumnya.
kita tidak memiliki system jaminan social untuk pengangguran, sehingga pengumpulan data penganggur jauh lebih sulit karena para penganggur tidak secara aktif mendaftarkan dirinya ke kantor tenaga kerja.
Pertama
Ada kecenderungan kualitas data BPS semakin memburuk, termasuk dalam hal data ketenagakerjaan. Ini bukan sepenuhnya kesalahan BPS, melainkan kerena pemerintah kurang perhatian terhadap pentingnya meningkatkan kualitas data statistic sebagai basis dalam perumusan masalah dan pengambilan keputusan.
Kedua
Semakin modern dan maju sebuah perekonomian, akan samakin kecil sektor informalnya dan sebaliknya. Dengan alasan : Imbalan bagi para pelaku sektor informal itu sangat rendah, sampai sampai seringkali tidak mampu menjamin kecukupan pemenuhan kebutuhan manusia paling mendasar. Sebagai ilustrasi, para pekerja sektor informal (misal : pedagang sate keliling atau tukang cuci piring di warteg) pada umumnya memperoleh pendapatan atau upah dibawah standar upah minimum regional. Pekerja sektor sosial tidak dilindungi oleh jaminan sosial apapun, tidak memiliki tunjangan
Secara umum, para pekerja sektor informal tidak mampu mengembangkan diri, meskipun tak kurang usaha dan ikhtiar mereka untuk itu. Kebanyakan unit usaha informal juga tidak terdaftar secara resmi, bahkan punya alamat tetap pun tidak, sehingga tidak punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan ijin terdaftar, sehingga tidak bisa mengajukan permohonan kredit pengembangan usaha ke Bank.
Di situlah pentingnya Negara turun tangan membantu rakyat yang tidak beruntung. Negara sendiri punya kepentingan untuk secara aktif mengembangkan sector informal menjadi sector formal, yakni untuk memperbesar basis pajak demi kesinambungan pendapatan bagi Negara di masa mendatang.
Sampai sini kiranya sudah cukup jelas, betapa perubahan mendasar dalam perekonomian Indonesia pascakrisis yang dipaparkan menimbulkan begitu banyak dampak yang sangat merugikan.
Sekian Terimakasih