You are on page 1of 6

AGROINDUSTRI UNTUK MAKANAN TERNAK (Feed)

Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat. Kendala dalam memanfaatkan bahan pakan lokal diantaranya tidak adanya jaminan keseragaman mutu dan kontinuitas produksi. Disamping itu jumlah produksi bahan pakan lokal pada umumnya berskala kecil dan lokasinya terpencar. Pakan lokal selalu dikaitkan dengan harga yang murah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan pakan diantaranya, ketersediaan bahan, kadar gizi,harga, kemungkinan adanya faktor pembatas zat racun atau anti nutrisi serta perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Sejak lama, berbagai penelitian telah dilakukan untuk optimalisasi pakan lokal yang belum lazim digunakan. Pertimbangan nilai ekonomis akibat adanya introduksi teknologi masih banyak dilupakan sehingga hasil penelitian belum dapat langsung diterapkan. Pada kesempatan ini disampaikan beberapa hasil penelitian dan uji lapang tentang pemanfaatan bahan pakan limbah pertanian dan agroindustri potensial yang bernilai harga relatif murah pada usaha pembibitan sapi potong lokal.

Pagar Hidup

Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya. Hijauan pakan ternak yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau kebun rumput, tegalan, pematang serta pinggiran jalan. Bagi sebagian besar peternak, pakan ternak merupakan salah satu kendala untuk mengembangkan usaha peternakannya termasuk juga dalam hal penyediaan hijauan pakan ternak.

Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan pakan adalah terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman industri. Di lain pihak, sumberdaya alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia semakin berkurang. Di samping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah. Untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak salah satunya adalah dengan memanfaatkan pagar hidup sebagai penghasil pakan ternak. Dilihat dari potensi Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai pagar hidup dengan menghasilkan hijauan yang cukup. Pagar hidup adalah tanaman tahunan yang ditanam mengikuti batas pemilikan lahan yang mempunyai berbagai fungsi seperti mengamankan lahan dari masuknya ternak, sebagai penahan angin, penahan erosi, sumber kayu bakar dan sumber bahan organik/mulsa dapat diperbaiki menjadi sistem pagar hidup. Pagar hidup berfungsi sebagai umber pakan ternak, bahan mulsa penyubur tanah, melindungi tanaman dari angin kencang dan untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan bila ditanam di lahan yang berlereng curam.

Kelapa Sawit Pergeseran fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian merupakan salah satu penyebab rendahnya laju peningkatan populasi ternak, khususnya ternak ruminansia. Oleh karena itu pendekatan yang perlu ditempuh adalah melakukan integrasi pemanfaatan lahan tanaman tahunan, misalnya diversifikasi usaha perkebunan dengan peternakan, khususnya ternak ruminansia. Pemanfaatan pakan alternative yang dapat menjadi pakan hijauan andalan dimasa mendatang perlu ditingkatkan dengan mengoptimalkan fungsi lahan perkebunan yang ada. Dengan tata laksana yang baik dan benar terhadap pemanfaatan produk samping tanaman kelapa sawit akan sangat membantu para pekebun dalam penyediaan pakan hijauan. Pelepah kelapa sawit yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin merupakan salah satu bahan pakan hijauan alternative yang perlu dikerjakan, disamping produk samping hasil pengolahan minyak sawit, seperti Lumpur sawit, serat perasan, bungkil dan tandan kosong. Batang kelapa sawit berpotensi sebagai pakan dasar untuk menggantikan hijauan sebagian atau seluruhnya. Dengan komposisi 30% batang sawit dan 70% konsentrat diperoleh pertambahan bobot badan sebesar 0,66-0,72 kg pada sapi, sebanding dengan penggunaan jerami (0,71 kg). Akan tetapi efisiensi penggunaan pakan lebih pada penggunaan batang sawit silase (FCR=8,84) dibanding dengan jerami (FCR=10,73). Biomassa yang dapat dihasilkan dari satu luasan tanaman kelapa sawit dapat mencapai 10 ton per hektar per tahun. Jumlah tersebut sangat potensial untuk dijadikan pakan komplit berbasis

produk samping kelapa sawit. Sebagai kosekuensinya tingkat produktivitas ternak ruminansia, khususnya sapi dapat ditingkatkan. Pemanfaatannya untuk ternak ruminansia Sebagian besar, kalau tidak dapat dikatakan seluruh produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Keadaan yang demikian mengidikasikan bahwa apabila produk samping dimanfaatkan/diberikan kepada ternak ruminansia dapat dipastikan akan menyebabkan ternak mengalami kekurangan nutrient, baik untuk kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Menyadari kondisi tersebut, para peneliti berupaya untuk dapat meningkatkan nilai nutrient produk samping tersebut dengan berbagai cara sebagai yang dilaporkan Jalaludin et al. (1991a). Produk samping tanaman dan olahan buah kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lupur sawit dan bungkil kelapa sawit (Mohamed et al., 1986), khususnya sebagai bahan dasar ransom ternak ruminansia (Jalaludin et al., 1991b; Osmann, 1998; Noel, 2003). Abu Hassan dan Ishida (1991) melaporkan bahwa pelepah kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia, sebagai sumber pengganti hijauan atau dapat dalam bentuk silase yang dikombinasikan dengan bahan lain atau konsentrat sebagai campuran. Ditinjau dari kandungan nutrient, terlihat bahwa pelepah kelapa sawit dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan yang umum diberikan sebagai bahan dasar pakan. Study awal yang dilakukan oleh Abu Hassan dan Ishida (1992) pada sapi Kedah Kalantan menunjukan bahwa tingkat kecernaan bahan kering pelepah dapat mencapai 45%. Hal yang sama juga berlaku untuk daun kelapa sawit yang secara teknis dapat dipergunakan sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun demikian, dalam perlakuan pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai pakan hijauan memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini disebabkan adanya lidi daun yang dapat menuylitkan ternak untuk mengkonsumsinya. Hal tersebut dapat diatasi dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan, digiling untuk selanjutnya dapat diberikan dalam bentuk pellet.Wan Zahari et al. (2003) telah melakukan upayah untuk dapat meningkatkan nilai nutrient dan biologis pelepah. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa dengan upaya pembuatan silase dengan penambahan urea atau silassesmbelum memberikan hal yang signifikan, walaupun kecenderungan adanya peningkatan nilai nutrient mulai nampak. Pemanfaatannya sebagai bahan pakan ruminansia, disarankan tidak melebihi 30%, dan untuk meningkatkan kosumsi dan kecernaan pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk samping laindari kelapa sawit. Penampilan sapi yang diberi pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus, cukup menjanjikan.

Kakao Limbah kulit buah kakao memiliki peranan yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya kambing, terutama pada musim kemarau. Pada musim kemarau rumput-rumputan terganggu pertumbuhannya, sehingga pakan hijauan yang tersdia kurang dan kualitasnya daerah. Akibat yang timbul adalah kekurangan pakan hijauan,

mengingat ketersediaan hijauan pakan yang terbatas, maka langkah strategis yang dapat diambil adalah memanfaatkan limbah kulit kakao untuk paka ternak. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah agro industri dan bahan pakan non kompetitif namun berkulitas tinggi adalah pemanfaatan kulit buah kakao. Sejalan dengan berkembangnya produksi kakao di Indonesia maka sejak tahun 1990 telah ditemukan nilai tambah (Value Added) dari produk buak kakao. Kulit buah kakao (Shel food husk) kandungan gizinya terdiri dari 88 % BK, 8 % PK, 40 % SK, 50,8 % TDN, dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40 % (Sunanto,1994). Selanjutnya dikatakan bahwa limbah kulit buah kakao yang diberikan secara langsung pada ternak justru akan menurunkan berat badan ternak, sebab kadar protein kulit buah kakao rendah, sedangkan kadar lignin dan selulosanya tinggi. Oleh karena itu sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan nilai nutrisi yang baik tapi ada batasan konsentrasi penggunaannya karena mengandung seyawa anti nutrisi theobromin. Selain sebagai pakan ternak, kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pupuk dengan metode pengeringan menggunakan panas matahari, kemudian diabukan dalam tangki pengabuan. Abu yang didapatkan dapat dijadikan sebagai pupuk.

Kopi Kulit kopi yang biasanya dibuang sebagi pupuk maupun dibuang untuk bahan bakar bisa digunakan sebagai suplemen pakan ayam petelur maupun pakan ayam pedaging. Dilihat dari kandungan nutrisi yang ada didalam nya, kulit kopi dapat digunakan sebagai alternatif pengganti dedak (katul) untuk pakan ayam. Untuk meningkatkan kwalitas kulit kopi, kita bisa menggunakan teknik fermentasi dulu sebelum kulit kopi digunakan untuk pakan ternak. Hal ini dilakukan untuk memperbarui dan menambah asupan gizi yang ada pada kulit kopi. Disamping itu daya cerna ayam terhadap pakan bisa sempurna. Dalam pengelolaan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 10% lendir, 5% kulit ari dan 40% biji kopi. Harga kulit kopi sangat murah, terutama pada saat musim panen raya (Juli-Agustus). Pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak digunakan sebagai pupuk organik pada perkebunan kopi, coklat atau pertanian lainnya. Pada usaha pembibitan, kulit kopi dapat menggantikan konsentrat komersial hingga20%.

Karet Keberadaan peternakan di Kabupaten Way Kanan, Sumatera Selatan sangat potensial karena didukung oleh ketersediaan limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak. Selain limbah pertaninan sebagai sumber dasar pakan ternak, maka dengan beroperasinya perkebunan karet dan sawit baik milik pemerintah.swasta maupun rakyat di Kabupaten Way Kanan juga merupakan sumber pakan ternak yang baik. Sampai saat ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sementara produksinya cukup besar. Dengan kondisi diatas maka peluang investasi di bidang peternakan terbuka luas bagi investor untuk membuka usahanya.

Daftar pustaka http://informasi-pertanian.blogspot.com/2011/01/pagar-hidup-sebagai-penghasilpakan.html http://uwityangyoyo.wordpress.com/2010/01/10/produk-samping-tanaman-danpengolahan-buah-kelapa-sawit-sebagai-bahan-dasar-pakan-komplit-untuk-ternak-sapi/ http://sulsel.litbang.deptan.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=118:pemanfaatan-limbah-kulit-buah-kakao-sebagaipakan-kambing&catid=47:panduanpetunjuk-teknis--brosur-&Itemid=53 http://anang-pasi.blogspot.com/2009/07/kulit-kopi-sebagai-alternatif-pakan.html http://belantik.webs.com/apps/blog/show/2642013-pakan-ternak-murahhttp://lampungmig33.darkbb.com/t786-kabupaten-waykanan

You might also like