You are on page 1of 18

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Manusia memiliki pola prilaku yang khas yang diproyeksikan di lingkungan sosial yang disebut masyarakat. Kekhasan atau penyimpangan dari pola perilaku kolektif menjadikannya manusia, menurut relasi dengan lingkungan sosialnya yang bersifat majemuk dan simultan. Satuan-satuan lingkungan sosial yang mengelilingi manusia terdiri dari keluarga, lembaga, komunitas dan masyarakat. Manusia mempunyai karakter, satuan lingkungan sosial mempunyai karakteristik yang setiap kali berbeda fungsinya, struktur, peranan dan proses-proses yang berlangsung di dalam dirinya. Posisi, peranan dan tingkah lakunya diharapkan sesuai dengan tuntutan setiap satuan lingkungan dalam situasi tertentu. Relasinya bersifat kompleks dan menjadi sasaran berbagai disiplin ilmu. Relasi itu dapat berupa relasi individu dengan dirinya, relasi individu dengan keluarga, relasi individu dengan lembaga, dan relasi individu dengan masyarakat. Masyarakat merupakan satuan lingkungan sosial yang bersifat makro. Aspek teritorium kurang ditekankan, namun aspek keteraturan sosial dan wawasan hidup kolektif memperoleh bobot yang lebih besar. Kedua aspek itu menunjuk pada derajat intregasi masyarakat karena keteraturan esensial dalam hidup kolektif ditentukan oleh kemantapan uinsur-unsur masyarakat. Relasi individu dengan masyarakat terletak dalam sikap saling menjunjung hak dan kewajiban manusia sebagai individu dan manusia sebagai makhluk sosial. Mana yang menjadi hak individu dan hak masyarakat hendaknya diketahui dengan mendahulukan hak msyarakat daripada hak individu. Gotong royong adalah hak masyarakat sedangkang rekreasi dengan keluarga, hiburan dan shoping adalah hak individu yang mestinya lebih mementingkan hak masyarakat.

Di dalam masyarakat tersebut, setiap individu memiliki status sosial yang berbeda, yang sering disebut stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial dibedakan menurut status ekonomi individu tersebut, individu yang memiliki stratifikasi soaial yang lebih tinggi mempunyai kedudukan dan penghasilan yang tinggi. Sedangkan individu yang memiliki stratifikasi sosial yang lebih rendah merupakan individu dari kalangan menengah kebawah yang status ekonominya rendah. Hal ini yang mengakibatkan adanya kesenjangan sosial dimasyarakat. Individu yang status ekonomi tinggi lebih dihargai dibandingkan dengan individu yang status ekonominya rendah. Setiap golongan masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan yang sama dan mamadai. Kesehatan merupakan hak setiap warga masyarakat sesuai dengan yang tercantum dalam UU Kesehatan Pasal 4 berbunyi Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang maksimal dan Pasal 5 yang berbunyi Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungan. Maka dari itu pemerintah membuat suatu program untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dengan mengupayakan pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau oleh masyarakat berstatus sosial rendah ( masyarakat miskin ) agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan masyarakat berstatus sosial tinggi ( menengah keatas ). Program ini disebut dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat atau JAMKESMAS.

Pada makalah ini, kami akan membahas masalah JAMKESMAS yang menjadi masalah kesehatan sosial

A. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara masalah ekonomi dengan masalah kesehatan 2. Tujuan khusus a. b. Menjelaskan konsep sosial ekonomi Dampak sosial terhadap masalah kesehatan

c. Menjelaskan masalah kesehatan di masyarakat d. Menjelaskan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Sosial Ekonomi 1. Stratifikasi sosial Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang mengambarkan kehidupan masyarakat. Menurut Pitirim A. Sorikin, stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (Hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas sosial lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih rendah. Selanjutnya sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan sosial dalam masyarakat disebabkan tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban, dan tangung jawab nilai sosial diantara anggota masyarakat. Pitirim A. Sorokin mengatakan pula bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tepat dan umum dalam masyarakat yang teratur. Barang siapa memilik sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak maka diangap memiliki kedudukan dilapisan atsa, bagi mereka yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sesuatu berharga maka akan dipandang memiliki kedudukan rendah. Menurut Soerjono Soekanto, selama pada masyarakat terdapat sesautu yang dihargai maka hl itu akan menjadi bibit yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis. Barang atau sesuatu yang dihargai masyarakat mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis., mungkinjuga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, ketaatan dalam beragama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga terhormat. Hasan Sadilly mengatakan bahwa lapisan dalam masyarakat menunjukan:

a. Keadaan senasib, dengan paham ini kita mengenal lapisan yang terendah, yaitu lapisan pengemis, lapisan masyarakat kelas bawah dan sebagainya b. Persamaan batin atau kepandaian, lapisan masyarakat terpelajar, atau laisan masyarakat sejenisnya bahwa didalamnya terdapat stratifikasi sosial tingkat penguasaan akan keilmuannya

(pengetahuan). Dengan demikian kehidupan pada masyarakat akan dijumpai orangorang yang memiliki sesuatu yang dihargai karena lebih banyak dari pada orang lain. Oleh karena itu akan diangap mempunyai status atau kedudukan sosial yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang meiliki sesutau yang terbatas atau tidak memilikinya sama sekali sehingga kedudukannya di masyarakat akan lebih rendah. Seseorang yang memiliki kedudukan, baik yang rendah maupun yang tinggi, sama-sama memiliki sifat yang kumulatif. Artinya mereka yang memiliki ekonomi tinggi biasanya relatif muda untuk memiliki kedudukan yang lain sehingga mendapatkan kehormatan di

masyarakat. Begitu juga bagi mereka sedikit memiliki sesuatu atau bahkan tidak melikinya. Biasanya mereka cenderung semakin sulit untuk menaikan kedudukannya karena mereka tidak memiliki sesuatu yang diandalkan atau dibanggakan. Pada prinsipnya kedudukan sosial itu dapat dibedakan menjadi 3 macam. Yaitu kelas ekonomi, kelas sosial, dan kelas politik. 2. Penyebab Stratifikasi social dapat muncul dengan sendirinya sebagai akibat dari proses yang dapat terjadi di masyarakat. Faktor-faktor penyebabnya adalah kemampuan atau kepandaian umur, fisik, jenis klamisn, sifat keaslian keanggota masyarakat dan harta benda. Sebagai contoh seseorang yang memiliki fisik yang kuat dapat melindidunggi orang yang lemah dan orang yang pandai dan bijaksana akan dijadikan

pemimpin dalam

masyarakat. Dengan demikian akan terbentuk

lapisan masyarakat berdasarkan kemampuan tertentu. Faktor-faktor penentu dari setiap masyarakat berbeda. Pada masyarakat bercocok tanam, faktor penuntunya adalah tuan tanah atau pembuka lahan. Dalam perkembangan selanjutnya stratifikasi sosial sengaja dibentuk sebagai subsistem sosial untuk mewujudkan tujuan tertentu. Contohnya kekuasaan dalam sistem pemerintahan. Sistem

pemerintahan sengaja dibuat secara hierarki dan birokratis sehingga pembagian kekuasaan lebiih jelass dan mudah. Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam masyarakat menurut Huky (1982) adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan Ras dan budaya. Perbedaan ciri biologis seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya pada masyarakat tertentu dapat menyeabkan kelas-kelas sosial tertentu. Misalnya kelas

sosial atas dasar warna kulit pada masyarakat afria selatan pada masa aparteit atau anggapan masyarakat Eropa sebelum perang dunia II. Pada saat itu kaum kulit putih diangap lapisan masyarakat paling atas. 2. Pembagian tugas yang terspesialisasi berkaitan dengan fungsi kekuasaan dan status dalam stratifikasi sosial. Perbedaan posisi atau status anggota masyarakat berdasarkan pembagian kerja ini terdapat dalam setiap masyarakat baik pada masyarakat yang premitif maupun pada masyarakat yang sudah maju. 3. Kelangkaan. Stratifikasi lambat laun terjadi karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau lankah. Kelangkaan ini terasa bila masyarakat mulai membedakan posisi, alat-alat kekuasaan, dan fungsi fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Kondisi yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota masyarakat dapat menciptakan stratifikasi sosial. 3. Akibat

Stratifikasi

sosial

berarti

memandang

secara

bertingkat

dan

memandang lebih tinggi atau lebih rendah dari antara satu dengan yang lainnya dapat memudahkan konflik di masyarakat.

ketidakseimbangan yang sistematis dari kesejahteraan, kekuasaan dan prestise (gengsi) yang merupakan akibat dari adanya posisi sosial (rangking sosial) seseorang di masyarakat. Sedangkan

ketidakseimbangan dapat didefinisikan sebagai perbedaan derajat dalam kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang terdapat dalam masyarakat. 4. Proses terbentuknya stratifikasi sosial Sitem lapisan dalam masyarakat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi lapisan atau stratifikasi sosial ini dapat terjadi dengan sengaja yang disusun dengan tujuan besama. Alasan terbentuknya lapisan

masyarakat tanpa disengaja seperti tingkat kepandean seseorang, usia, dekat hubungan kekerabatan dengan orang yang dihormati atau mungkin harta yang dimiliki oleh seseorang bergantung pada masyarakat yang bersangkutan dalam memegang nilai dan norma sosial sesuai dengan tujuan masyarakat itu sendiri. Stratifikasi sosial yang dibantu dengan sengaja berhubungan dengan pembagian kekuaaan dan wewenang secara resmi dalam organisasi formal, seperti organisasi pemerintahan, partai poitik, militer, dan organisasi sosial lain yang dibentuk berdasarkan tingkat tertentu. Sistem pelapisan sosial ini sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Soekanto, semua manusia dapat diangap sederajat tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan, tidaklah demikian. Perbedaan atas lapisan terhadap masyarakat merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Pada masyarakat kecil dan homogen bisa dkatakan hampir tidak terdapat pelapisan sosial. Adapun masyarakat yang heterogen seperti di

perkotaan

memperlihatkan

kecenderungan

menuju

ke

arah

stratifikikasi yang lebih banyak dan kompleks, sebab dasar dari stratifikasinya adalah pembagian kerja. Penilaian ditinjau dari segi peranan yang berhubungan dari jenis pekerjaanya dalam memenuhi kepentingan masyarakatnya yang didasarkan atas penilaian biologis dan kebudayaan. Robin Wiliam J.R menyebutkan pokok pedoman tentang proses terjadinya stratifikassi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut. a. Sistem stratifikasi sosial mungkiin berpokok pada sistem pertentangan yang terjadi pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan. b. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut: 1. Distribusi hak-hak istinewa yang obyektif, misal penghassilan kekayaan keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang 2. Sistem pertentangan yang diciptakan masyarakat ( prestice dan penghargaan) 3. Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapatkan

berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat hak milik, wewenang dan kekuasaan 4. Lambang-lambang kedudukan misalnya tingkahlaku cara berpakaian, bentuk rumah keanggotaan dalam suatu organisasi formal. 5. Mudah sukarnya berubah kedudukan 6. Solidaritas diantara individu atau kelompok sosial yang menduduki status sosial yang sama dalam status sosial seperti: a) Pola-pola interaksi b) Kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan sikap dan nilai c) Kesadaran akan status masing-masing

d) Aktifitas dalam oganisasi sosial secara kolektif B. Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Kesehatan Masyarakat. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kesehatan masyarakat banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang dinilai mempunyai makna yang penting adalah : 1. Menurunnya Status Gizi Masyarakat Masalah sosial ekonomi di dalam masyarakat salah satunya adalah kemiskinan yang sering melanda masyarakat Indonesia. Hal ini mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi makanan bergizi yang berdampak pada penurunan status gizi. Pengamatan Posyandu di Sulsel menemukan krisis ekonomi pangan pada balita dari 5,7 % pada tahun 1997 meningkat menjadi 14,9 % tahun 1999. Penurunan status gizi balita tersebut nyata sebagai akibat kekurangan kalori/protein sesaat, terbukti dari hasil penelitian : angka malnutrisi akut anak di bawah 2 tahun meningkat dari 9,9 % tabun 1997 menjadi 14,4 % tabun 1999. Penurunan status gizi akan mendatangkan berbagai masalah ikutan sebagai berikut: a. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik serta intelektual janin dan anak terutama anak balita. Kekurangan gizi pada janin dan balita dapat menimbulkan loss generation. b. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. c. Kekurangan gizi pada ibu nifas menghambat produksi ASI. d. Kekurangan gizi pada masyarakat dapat menurunkan daya tahan tubuh, memudahkan yang sehat menjadi sakit serta menghambat kesembuhan bagi yang sakit. 2. Menurunnya Akses pada Fasilitas Pelayanan Mengingat prioritas pendapatan keluarga untuk membeli makanan, maka penyediaan biaya untuk pelayanan kesehatan mengalami

penurunan. Hal ini perbesar dengan meningkatnya tarif jasa pelayanan

kesehatan khususnya pada silitas swasta. Akibatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan menurun dengan tajam. 3. Menurunnya perhatian terhadap Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan. Dengan adanya krisis ekonomi sosial menyebabkan perhatian masyarakat terpusat pada kegiatan untuk mempertahankan hidup, sehingga perhatian terhadap lingkungan menurun. Akibatnya sanitasi rumah, lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih mengalami penurunan yang tajam. 4. Menurunnya Partisipasi Masyarakat dalam berbagai Kegiatan yang Mendukung Kesehatan Mengurangnya perhatian masyarakat tidak terbatas hanya pada lingkungan, tapi juga terhadap berbagai kegiatan yang mendukung kesehatan, misalnya: Posyandu, Pos KB, Pos Obat dan lain-lain. 5. Mengabaikan Perilaku Sehat Keadaan krisis sosial ekonomi dapat menimbulkan kondisi pengabaian perilaku hidup sehat, misalnya : meningkatnya merokok, kebebasan seksual, makan tidak teratur dan lain-lain. 6. Munculnya Masalah Kesehatan Lain Krisis sosial ekonomi dapat menimbulkan secara tak langsung masalah kesehatan lain, misalnya: meningkatnya stress, cidera akibat tindak kekerasan, penyakit hubungan seksual dan lain-lain.

C. Masalah Kesehatan di Dalam Masyarakat Frekuensi masalah kesehatan menunjukkan kepada besarnya masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat. Artinya bila dikaitkan dengan masalah penyakit, menunjukkan banyaknya kelompok masyarakat yang terserang penyakit.

Untuk mengetahui masalah kesehatan pada masyarakat, harus dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : 1. menemukaan masalah kesehatan 2. studi kasus 3. penelitian/survey kesehatan Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anakanak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi, penyakit menular, DBD dan masih banyak lagi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan berupa: 1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung. 2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastic 3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih. 4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung membawa resiko. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden) masalah kesehatan. Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.

Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan. Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. D. Upaya Kesehatan Untuk mewujudkan derajat masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang optimal bagi

kesehatan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan (pasal 10). Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaiman dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan melalui (Pasal 11): a. Kesejahteraan keluarga b. Perbaikan gizi c. Pengamanan makanan dan minuman d. Kesejahteraan lingkungan e. Kesejahteraan kerja f. Kesehatan jiwa g. Pemberantasan penyakit h. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan i. Penyuluhan kesehatan masyarakat j. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

k. Pengamanan zat adiktif l. Kesehatan sekolah m. Kesehatan olahraga n. Pengobatan tradisional o. Kesehatan matra Dari deretan upaya kesehatan ini, terlihat bahwa upaya kesehatan yang ditujukan untuk semua penduduk tidak hanya tertuju pada bidang kuratif dan rehabilitatif, tetapi lebih berorientasi keepada bidang preventif dan promotif. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif), hanyalah bagian dari usaha pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan. Bila diikuti pasal yang mengatur tentang penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (pasal 32 s.d. 37), terlihat pula banyak berhubungan dengan BAB tentang Penyidikan, yaitu rambu-rambu yang menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan, termasuk pasal 15 dan 16 tentang kesehatan keluarga yang berkaitan dengan abortus provokatus.

BAB III PEMBAHASAN

Kasus di Lhokseumawe Permasalahan yang timbul dalam pelayanan kesehatan sudah marak terjadi di Aceh, baik pengusiran pasien secara paksa seperti yang terjadi di Rumah Sakit PMI Kota Lhokseumawe maupun pembelian obat kepada pasien yang diasuransikan dengan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), informasi tersebut di sampaikan oleh Baihaqi Koordinator Bidang Advokasi Dan Kampanye Lembaga Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) kepada Radio Komunitas Dewantara FM rabu (31/07) di Kantor MaTA. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sebenarnya tidak main-main. Hal ini dibuktikan dengan adanya program jamkesmas yang ditujukan untuk masyarakat pelaksanaannya itu belum yang kurang mampu. Hanya saja dalam maksimal. Salah satu fenomena belum

terselenggaranya pelayanan jamkesmas secara maksimal adalah kasus diatas. Hal itu merupakan salah satu bukti nyata bahwa penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat belum berjalan sesuai dengan prosedur yang diharapkan.

Permasalahan ini hanya salah satu contoh dari banyaknya kasus yang dialami oleh pengguna jamkesmas di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa kurang profesionalnya pihak (rumah sakit, pusksmas dll) dalam memberikan pelayanan pada pasien yang menggunakan jamkesmas. Pengusiran yang dilakukan oleh pihak rumah sakit membuktikan bahwa rumah sakit masih mempertimbangkan stratifikasi sosial dalam pemberian pelayanan kesehatan. Padahal sebaiknya dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak membanding-bandingkan status sosial dan ekonomi seseorang. Berdasarkan teori ahli, kelas sosial yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan kelas sosial rendah dan pandangan masyarakat yang berbeda pula. Hal ini lah yang bisa memunculkan adanya perbedaan pelayanan kesehatan individu yang mempunyai kondisi sosial miskin dan kaya. Penyebab dari strafikasi sosial itu sendiri sangatlah bermacam misalnya kemampuan atau kepandaian umur, fisik, jenis

klamisn, sifat keaslian keanggota masyarakat dan harta benda. Disini harta benda lah yang biasanya sebagai sorotan utama dalam membedakan perlakuan seseorang contohnya dalam pemberian pelayanan kesehatan antara tingkat sosial rendah dan tinggi.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. Stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (Hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas sosial lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih rendah. Stratifikasi sosial dapat memudahkan konflik di masyarakat. Faktor-faktor penyebabnya adalah kemampuan atau kepandaian umur, fisik, jenis klamin, sifat keaslian keanggota masyarakat dan harta benda. Proses terbentuknya stratifikasi sosial adalah secara sengaja dan tidak sengaja. 2. Salah satu pengaruh sosial ekonomi dalam masayrakat adalah menurunnya akses pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh masyarakatm akibat keterbatasan ekonomi. 3. Masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat terutama masyarakat stratifikasi rendah adalah anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi, penyakit menular, DBD dan masih banyak lagi 4. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

B. SARAN 1. Pemerintah: Pada pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan jamkesmas agar tidak terjadi hal seperti kasus diatas. 2. Perawat: Perawat hendaknya sosial bersikap dalam profesional memberikan dan tidak

memandang kesehatan.

stratifikasi

pelayanan

3. Masyarakat: Masyarakat hendaknya lebih sensitif terhadap kasus seperti diatas, supaya dapat membantu pemerintah dalam praktek penyelenggaraan jamkesmas. Masyarakat hendaknya juga

meningkatkan pengetahuan mengenai program jamkesmas supaya masyarakat dapat memperjuangkan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Daftar pustaka http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/02/makalah-masalah-kesehatan-diindonesia.html Efendi Ferry- Makhfudli. 2009 Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

You might also like