A. Pendahuluan Secara harfiah, kata teologi terdiri dari teo atau teos yang berarti Tuhan dan logi atau logos yang berarti pengetahuan, paham, atau pembicaraan. Jadi teologi mengandung arti pengetahuan, paham, atau pembicaraan tentang Tuhan. Teologi bisa diartikan juga dengan ilmu yang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan atau ilmu ketuhanan. 2 Teologi Islam merupakan suatu ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar atau pokok dari suatu agama yaitu agama Islam. Kita sebagai orang Islam harus mengetahui betul pokok-pokok ajaran agama Islam karena itu sangat perlu untuk mempelajari teologi Islam agar iman dan aqidah kita kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama selain Islam. Pada makalah ini akan membahas tentang sejarah timbulnya aliran teologi dalam Islam, pemikiran teologi kontemporer, perbedaan teologi dan pentingnya toleransi, dan kembali kepada aqidah Islam. Timbulnya teologi dalam Islam berawal dari wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 Juni 632 M yang mana melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat Islam yang kemudian mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. B. Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Dalam Islam Seperti yang dijelaskan pada sebelumnya bahwa timbulnya aliran teologi pada agama Islam berawal dari wafatnya Nabi Muhammad SAW dan juga berawal dari permasalahan persoalan-persoalan politik. Tetapi persoalan politik ini meningkat menjadi persoalan teologi. 3 Umat Islam kehilangan pemimpin yang dapat menyelesaikan segala persoalan- persoalan yang dihadapi mereka. Nabi Muhammad SAW selain menjadi seorang Nabi dan Rasul Allah juga menjadi seorang kepala Negara. Maka ketika Nabi Muhammad SAW wafat, masyarakat Madinah sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai Negara yang baru lahir itu. Timbullah soal khilafah yang sebagaimana kita ketahui yang mana dipercayakan
1 Nama: Fiki Amaliyya, 4E. Bahasa Inggris, Kelompok 11. 2 Drs. H. Achmad Gholib, MA, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta, UIN Press, 2005), 5. 3 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta, UI Press, 2002), 3. kepada sahabat beliau, yaitu Abu Bakar Shiddiq (632-634 M), Umar bin Khattab (634-644 M), Utsman bin Affan (644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M). 4
Timbulnya permasalahan-permasalahan di bidang politik terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, beliau banyak mengangkat pejabat-pejabat di masa khalifahnya dari keluarga dekatnya. Kebijakan politik Utsman yang mengangkat sanak keluarga ini menimbulkan rasa tidak simpatik terhadap dirinya. Setelah melihat sikap dan tindakan yang kurang tepat itu, para sahabat yang semula menyokong Utsman kini mulai menjauh darinya. Sementara itu perasaan tidak senang muncul pula di daerah-daerah, terutama di Mesir. Sebagai reaksi tidak senang atas dijatuhkannya Umar ibn al-Ash dari jabatan gubernur untuk digantikan oleh Abdullah ibn Saad ibn Abi Sarah, salah seorang keluarga Utsman, sekitar 500 orang berkumpul dan pergi menuju Madinah untuk melakukan aksi protes. Kehadiran para pelaku aksi protes ini akhirnya berakibat fatal bagi diri Utsman, lalu ia terbunuh oleh para pemuka aksi protes tersebut. 5
Setelah Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib menggantikan beliau menjadi khalifah berikutnya. Akan tetapi Ali banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah juga, salah satunya yaitu Talhah dan Zubeir dari Mekkah. Tantangan ini akhirnya bisa dipatahkan melalui Perang Jamal pada tahun 656 M, Talhah dan Zubeir pun mati terbunuh. Sebagaimana halnya Talhah dan Zubeir, Muawiyah tidak mengakui Ali sebagai khalifah. Muawiyah merupakan Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman bin Affan. Selain itu, Ali juga dituduh atas terlibatnya pembunuhan Utsman bin Affan karena anak angkatnya, Muhammad bin Abi Bakar, 6 dituduh terlibat, akan tetapi yang kemudian diangkat menjadi gubernur di Mesir. Pemberontakan ini akhirnya menjadi sebuah peperangan yang disebut Perang Shiffin. Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di Siffin, tentara Ali berhasil mendesak tentara Muawiyah sehingga mereka sudah hampir kalah dan bersiap-siap untuk meninggalkan medan pertempuran. Tetapi tangan kanan Muawiyah, Amr bin Ash yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkat al-Quran keatas. Lalu Ali pun menerima tawaran damai itu melalui arbitrase (tahkim). Untuk melaksanakan tahkim
4 Bunyamin (dkk), Aqidah untuk Perguruan Tinggi (Jakarta, UHAMKA Press, 2012), 239. 5 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), 2. 6 Bunyamin (dkk), op. cit., 240. tersebut, maka ditunjuklah wakil dari masing-masing pihak, yaitu Amr bin Ash mewakili pihak Muawiyah dan Abu Musa Al-Asyari dari pihak Ali bin Abi Thalib. Kedua wakil pelaksana tahkim ini sebenarnya telah bersepakat untuk menjatuhkan kedua pemuka yang sedang bertikai, Ali dan Muawiyah. Ketika hasil tahkim akan diumumkan, Amr bin Ash mempersilahkan Abu Musa bin Al-Asyari, sebagai yang lebih tua, untuk tampil lebih dulu dan mengumumkan kepada masyarakat apa yang telah mereka sepakati, yaitu menjatuhkan Ali dan Muawiyah. Akan tetapi berbeda halnya dengan Amr bin Ash, dia berkhianat dan melenceng dari kesepakatan tersebut. Dia hanya menyepakati atas keputusan menjatuhkan Ali dan menolak menjatuhkan Muawiyah bahkan langsung membaiatnya sebagai khalifah pengganti Utsman. 7
Sementara itu, di barisan Ali terdapat sekelompok orang yang tidak setuju dengan tindakan dan kebijaksanaan Ali yang menerima tawaran dari Muawiyah. Mereka memandang bahwa tahkim tersebut tidak dapat diputuskan oleh manusia melainkan oleh hukum-hukum Allah. Karena mereka menganggap bahwa Ali telah melakukan dosa besar, maka mereka menyatakan untuk keluar dari barisan Ali dan membentuk kelompok sendiri . Kelompok ini kemudian terkenal dengan nama Khawarij, kelompok yang keluar dari barisan Ali. 8 Kelompok ini menentang Ali sekaligus Muawiyah. Dari persoalan-persoalan politik yang sudah dijelaskan sebelumnya kemudian berubah menjadi persoalan teologi. Timbul persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Khawarij menganggap Ali, Muawiyah, Amr ibn Ash, Abu Musa Al-Asyari dan lain-lain yang telah menerima tahkim adalah kafir. 9 Setelah muncul aliran dari Khawarij, berturut- turut muncul aliran-aliran teologi yang lain seperti Murjiah, Mutazilah, Asyariyah, Maturidiyah, Jabariyah, Qadariyah, dan Syiah. 1. Aliran Khawarij Secara etimologis, kata Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Sedangkan secara terminologi adalah kelompok atau aliran yang berasal dari Ali bin Abi Thalib yang keluar dari barisan karena ketidaksepahaman pendapat terhadp keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim)
7 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), op. cit., 3-4. 8 Ibid., 4. 9 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta, UI Press, 2002), op. cit., 8. kelompok pemberontak Muawiyah dalam perihal khilafah. 10 Imam mereka adalah Abdullah bin Abdul WahabAl-Rasyidi. Golongan ini berpendapat 11 : a) Pemuka-pemuka yang terlibat dalam arbitrase (tahkim) telah terlibat melakukan tipu muslihat terhadap umat Islam, artinya mereka telah melakukan dosa besar. b) Mereka yang telah melakukan dosa besar adalah kafir. c) Dan orang-orang kafir yang merusak Islam harus dibunuh.
Aliran Khawarij ini kemudian terpecah belah menjadi banyak golongan/subsekte karena perbedaan paham dalam soal keagamaan diantara mereka sendiri. Golongan-golongannya antara lain 12 : a) Al- Muhakkimah Mereka ini adalah golongan Khawarij asli yang keluar dari pendukung Ali setelah terjadi peristiwa tahkim. Dengan beranggotakan 12.000 orang mereka berkumpul di Hurairah, sebuah desa yang terletak di dekat Kufah, mendirikan negara sendiri dan memilih Abd Allah ibn Wahab Al-Rasyidi sebagai imam mereka. Menurut mereka Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asyari serta orang yang terlibat dan menyetujui tahkim telah bersalah dan menjadi kafir.
b) Al-Zariqah Mereka adalah pengikut Nafi ibn Al-Zaraq. Golongan ini merupakan golongan yang terbesar, berjumlah lebih dari 20.000 orrang, paling terkenal dan memiliki pengikut-pengikut yang kuat. Daerah kekuasan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Golongan ini mempunyai sikap yang radikal, pelaku dosa besar tidak lagi disebut sebagai kafir, tetapi musyrik, yaitu suatu dosa besar yang dalam Islam sudah tak terampuni lagi. Musyrik juga digunakan pada semua orang yang tak sepaham dengan mereka bahkan juga orang yang sepaham dengan mereka tetapi tidak mau hijrah ke daerah mereka juga termasuk musyrik. c) Al-Najdah Nama kelompok ini diambil dari nama pimpinan mereka yaitu Najdah ibn Amir. Mereka mempunyai pandangan lebih moderat dibanding Al-Azariqah. Mereka tidak menghukum
10 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 47. 11 Bunyamin (dkk), op. cit., 244. 12 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 51. kafir pada pengikutnya yang tidak ikut berhijrah. Tentang konsep khilafah, mereka berpendapat bahwa mengangkat pemimpin bukan kewajiban SyarI, tapi hanyalah untuk kemaslahatan. Ini berarti umat Islam tidak perlu saling mewasiatkan kebenaran. Nampaknya konsep golongan ini hampir menyerupai konsep komunisme tentang negara. d) Al-Ajaridah Mereka adalah para pengikut Abd Al-Karim bin Ajrad. Diantara ajaran mereka adalah bahwa orang-orang Khawarij boleh tidak berperang apabila mereka bertaqwa, hal ini berbeda dengan konsep Azariqah yang berkewajiban jihad terus menerus. Golongan ini tidak mewajibkan pengikutnya untuk hijrah dari daerah para penentang mereka. Menurut mereka harta para penentang tidak halal, kecuali pemiliknya terbunuh dan tidak akan dibunuh orang yang tidak ikut berperang. e) Syafariyah Golongan ini dipimpin oleh Ziyad ibn Asyfar. Ajaran mereka mengenai pelaku dosa besar berbeda dengan ajaran Azariqah. Menurut mereka bahwa bagi para pelaku dosa yang sudah ada ketetapan hukumnya di dunia tidak dihukum kafir, seperti pelaku zina, qadhaf, dan pencuri. Sedangkan yang tidak ada ketetapan hukumnya, maka pelakunya dihukum kafir. f) Al-Ibadiyah Inilah golongan yang paling moderat, ajaran-ajarannya lebih dekat kepada Jamaah Islamiyah dan dalam pendiriannya mereka jauh dari sikap ekstrimitas. Nama Ibadiyah dinisbahkan kepada pemimpin mereka yang bernama Abd Allah ibn Ibad. Diantara ajaran- ajaran mereka adalah : orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka tidak musyrik dan tidak mukmin. Mereka menyebutnya kafir nikmat bukan kafir dalam pengertian aqidah, karena orang-orang Islam yang tidak sepaham tidak kafir terhadap Allah, yang kedua darah orang kafir nikmat haram ditumpahkan, kecuali kelompok tentara pemerintah yang bukan dari golongan mereka, yang ketiga rampasan perang dari kaum muslimin tidak halal kecuali kuda dan senjata sedangkan emas dan perak harus dikembalikan, dan yang keempat mereka membolehkan kesaksian orang kafir nikmat dan boleh juga mengadakan hubungan perkawinan dan warisan.
2. Aliran Murjiah Nama Murjiah diambil dari bahasa Arab arjaa, yang berarti menangguhkan, mengakhirkan, dan juga memberi pengharapan. Murjiah merupakan golongan yang menunda keputusan orang-orang Islam yang berselisih, berperang, dan menumpahkan darah hingga terjadinya hari kiamat, hanya Allah lah yang menentukan keputusan/hukum tersebut. Mereka tidak mau memutuskan siapa diantara mereka yang benar dan siapa pula yang salah. Mereka tidak mengambil keputusan sekarang juga di dunia ini dengan menghukum pelaku dosa besar menjadi kafir yang tidak akan masuk surga. Bagi mereka pelaku dosa besar masih akan masuk surga. Ajaran mereka dengan demikian memberi pengharapan bagi pelaku dosa besar untuk diberi ampun oleh Tuhan dan seterusnya masuk surga. 13 Secara garis besar, faham Murjiah terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu 14 : Golongan Moderat, yaitu golongan yang berpendapat bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir serta tidak akan kekal di dalam neraka. Jika Allah mengampuni dosa-dosanya ia akan langsung masuk surga. Akan tetapi jika Allah tidak mengampuni ia akan masuk neraka untuk sementara waktu dan pada akhirnya akan masuk surga. Golongan ekstrem, yang terbagi menjadi 2 sub sekte : i. Sub-sekte yang menyatakan bahwa iman adalah ucapan dengan lisan. Oleh karena itu, seseorang yang mengucapkan kata-kata iman dengan lisannya sudah menjadi orang mukmin dan kelak akan menjadi penghuni surga, meskipun hatinya memiliki keyakinan kafir. ii. Sub-sekte yang menyatakan bahwa iman adalah keyakinan dalam hati. Oleh karena itu, seseorang yang hatinya beriman sudah menjadi mukmin dan kelak akan menempati surge meskipun lisannya mengucapkan kata-kata kufur tanpa bermaksud melakukan taqiyah, menyembah berhala, memeluk agama Yahudi atau Nasrani dsb. Jika orang tersebut wafat, ia mati dalam keadaan beriman yang sempurna dan akan menempati surga.
3. Aliran Mutazilah Mutazilah berasal dari kata itazala yang artinya berpisah, memisahkan diri atau menjauhi. Mutazilah atau mutazilin berarti orang-orang yang memisahkan atau menyisihkan diri. Menurut arti ini, semua orang yang memisahkan atau menyisihkan diri dari jamaah disebut mutazilah atau mutazilin. 15 Pemimpin golongan ini adalah Washl bin Atha. Sebutan lain yang diberikan orang kepada kaum Mutazilah adalah qadariyah, karena mereka
13 Ibid., 57-58. 14 Ibid., 62. 15 Drs. Abdul Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT. Beunebi Cipta, 1987), 66. menganut paham itu dalam masalah perbuatan manusia dalam kaitannya dengan takdir Tuhan. Juga diberi orang sebutan jahmiyyah, karena mereka pada dasarnya sepaham dengan Jaham bin Shafwan berkenaan dengan masalah sifat Tuhan. Golongan Mutazilah berpegang kepada 5 ajaran pokok yang disebut al-usul al-khamsah, yaitu 16 : a) At-tauhid, merupakan ajaran terpenting dari Mutazilah. Golongan ini berusaha secara maksimal untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi nilai ke- Maha Esa-an Tuhan. b) A-Adl, yang berarti keadilan Tuhan. Konsep ini mengandung arti bahwa Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk. Tuhan juga tidak akan meninggalkan sesuatu yang wajib dikerjakannya. Apabila ternyata ada sesuatu yang terjadi di alam ini yang tampaknya seperti sesuatu yang tidak baik, tentu di balik kejadian tersebut ada hikmah yang baik pula, sebab Tuhan sama sekali tidak menghendaki yang buruk. c) Al-Wad wa Al-Waid, Tuhan Maha Adil dan Bijaksana. Karena itu, Tuhan tidak akan menyalahi janji-Nya. Janji Tuhan berupa pahala dan ancaman Tuhan berupa siksa. Demikian pula dengan penerimaan taubat nasuha dari orang yang bertaubat atas kesalahan yang dilakukannya. d) Al-Manzilah bain Al-Manzilatain, berarti di antara dua posisi. Yang dimaksud disini ialah di antara mukmin dan kafir, bukan di antara dua tempat, surga dan neraka. Menurut ajaran ini, orang yang melakukan dosa besar tidak kafir, karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad; tetapi tidak pula mukmin karena imannya tidak sempurna. Wasil menyebut orang yang melakukan dosa besar itu sebagai fasik, dalam arti tidak mukmin dan tidak pula kafir. e) Al-Amr bi Al-Maruf wa Al-Nahy an Al-Munkar, ajaran Mutazilah yang kelima ini lebih menitikberatkan aspek fikih ketimbang teologi. Menurut ajaran ini, Al-Amr bi Al- Maruf wa Al-Nahy an Al-Munkar adalah wajib dilakukan oleh orang yang beriman.
4. Aliran Asyariyah Asyariyah adalah paham teologi atau golongan yang dinisbahkan kepada Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari. Asyari ini diahirkan di Basrah, besar dan wafat di Baghdad. Pada mulanya ia adalah murid Al-Jubbai, dan menjadi tokoh terkemuka dalam golongan
16 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), op. cit., 68-74. Mutazilah. Karena ia mempunyai kemampuan yang tinggi, sering diberi tugas oleh Jubbai untuk terjun dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mutazilah, lalu ia keluar dari Mutazilah pada umur 40 tahun dan menyusun suatu teologi yang bertentangan dengan Mutazilah. Paham-paham teologi ini antara lain 17 : a) Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan Tuhan tidak mungkin mengetahui dengan zat-Nya sebab apabila Tuhan mengetahui dengan zat-Nya ini berarti zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Sedangkan Tuhan bukan pengetahuan (ilm), tetapi Ia adalah yang Mengetahui (Alam). b) Al-Quran bersifat qadim, dan tidak diciptakan oleh Allah SWT. Asyari berpendapat jika Al-Quran diciptakan, maka untuk penciptaan itu perlu kata kun (jadilah), dan untuk terciptanya kun itu perlu kata kun yang lain, dan begitulah seterunya sehingga perlu rentetan kata-kata kun yang tidaak berkesudahan. Ini tidak mungkin dan karena itu tak mungkin Al-Quran sebagai kalam Allah yang diciptakan. c) Allah dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti. Menurut golongan ini yang tidak dapat dilihat hanyalah yang tidak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud mestilah dapat dilihat. d) Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT bukan manusia sendiri. Untuk menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Allah, Asyari menggunakan istilah kasab (perolehan). Yang dimaksud dengan kasab disini adalah berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. e) Allah memiliki wajah, tangan, mata, dan sebagainya (antropomorfisme). Asyariyah berpendapat bahwa Tuhan bertahta di Arsy, mempunyai makna, tangan, dan mata; tetapi tidak dapat ditentukan bagaimana (bila kaifa). f) Allah memiliki kehendak dan kekuasaan mutlak, dan tidak wajib bagi-Nya untuk melakukan sesuatu terhadap makhluk-Nya, dan seterusnya. Hal ini bertentangan dengan paham Mutazilah yaitu Tuhan wajib berbuat adil, wajib memasukkan orang yang baik ke dalam surga dan wajib memasukkan orang berdosa ke dalam neraka. Sedangkan Asyari berpendapat bahwa tidak ada satupun yang wajib bagi Tuhan. Tuhan adalah berkuasa mutlak.
17 Ibid., 92-98. 5. Aliran Maturidiyah Maturidiyah adalah aliran teologi atau golongan yang dinisbahkan kepada Abu Mansur Al-Maturidi. Tokoh ini lahir di Maturidi, Samarkand. Kelompok Al-Maturidiyah ini kemudian terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan Samarkand di bawah pimpinan Al- Maturidi sendiri, yang lebih dekat dengan Mutazilah. Golongan yang kedua adalah golongan Bukhara di bawah pimpinan Al-Bazdawi yang pahamnya lebih dekat kepada Asyariyah. Berikut paham-paham teologi Maturidiyah yang sepaham dengan teologi Asyariyah 18 : a) Orang mukmin yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Allah nanti di akhirat. b) Allah mempunyai sifat, dan mustahil bagi Allah mengetahui dengan zat-Nya. c) Al-Quran bukan makhluk, ia qadim dan tidak diciptakan Allah. d) Menolak paham adanya posisi menengah (al-manzilah baina manzilatain). Dalam beberapa hal pendapat Maturidiyah berbeda dengan golongan Asyariyah, dan sepaham dengan golongan Mutazilah, seperti : a) Kehendak dan perbuatan manusia diwujudkan oleh manusia sendiri tidak ada campur tangan Allah SWT. b) Allah SWT terikat dengan janji dan ancaman-Nya terhadap manusia sehingga Allah berkewajiban melaksanakan janji dan ancaman-Nya itu. c) Allah SWT tidak mempunyai bentuk jasmani (materi) seperti wajah, tangan, dan sebagainya.
6. Aliran Jabariyah Jabariyah berasal dari kata jabara, berarti memaksa atau terpaksa. Menurut paham ini, manusia tidak kuasa atas sesuatu. Manusia mengerjakan perbuatannya dengan keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris, paham ini disebut fatalism atau predestination. Perbuatan- perbuatan manusia telah ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar Tuhan. Aliran ini
18 Bunyamin (dkk), op. cit., 248-249. dimunculkan oleh Jad bin Dirham, dan kemudian disyiarkan dan dikembangkan oleh Jahm bin Sofwan di Khurasan. Paham-paham golongan ini adalah sebagai berikut 19 : a) Kehendak dan perbuatan manusia diciptakan Allah SWT dalam diri manusia seperti gerak yang diciptakan Allah dalam benda-benda mati. b) Manusia itu lemah, tidak berdaya, tidak berkehendak, tidak mempunyai pilihan untuk berbuat sesuatu, dan tidak mempunyai kekuasaan sendiri. c) Perbuatan manusia itu ditakdirkan Allah sejak azali, jadi manusia berbuat sesuatu itu dipaksa dan digerakkan Allah SWT, seperti wayang digerakkan dalangnya. d) Manusia melakukan sesuatu itu hanya kiasan saja, karena dipaksakan Allah. Atas dirinya seperti manusia melaksanakan kewajiban, menerima pahala, atau menerima siksa.
7. Aliran Qadariyah Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang artinya berkuasa atau berkemampuan. Menurut golongan ini manusia dalam menentukan perbuatannya memiliki kebebasan kekuasaan. Perbuatannya tersebut diwujudkan atas kehendak dan dayanya sendiri. Paham Qadariyah ini dicetuskan oleh Mabad Al-Juhani dan Ghailan Al-Dimasyqi. Paham-paham ini antara lain 20 : a) Manusia mempunyai daya / tenaga yang diciptakan Allah SWT dan diberikan kebebasan untuk menggunakan atau memanfaatkannya. b) Manusia dengan akalnya mempunyai kehendak dan kebebasan sendiri dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya, tanpa adanya campur tangan Allah SWT. c) Manusia dengan akalnya bebas dalam bertingkah laku, ia dapat berbuat baik atau berbuat jahat atas kemauan dan kehendaknya sendiri, dan sebagainya.
8. Aliran Syiah Syiah berasal dari bahasa Arab syaa syiatun, yang berarti pengikut, pendukung, kelompok, golongan, atau partai. Golongan Syiah semula adalah segolongan umat Islam pengikut dan pendukung Ali bin Abi Thalib. Kemudian, dalam paham spiritual dan keagamaan (teologi) golongan ini selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad SAW
19 Ibid., 250. 20 Ibid., 251-252. yang disebut Ahlul-Bait. Pendiri golongan Syiah antara lain orang yang paling berhak menjadi khalifah sesudah Nabi Muhammad SAW wafat adalah Ali bin Abi Thalib, dan selanjutnya anak-cucu Nabi Muhammad SAW dari keturunan Ali dan Fathimah (putri Nabi). Paham-paham golongan ini antara lain 21 : a) At-Tauhid, yakni keyakinan kepada kemaha-esaan Allah SWT. b) An-Nubuwah, yakni keyakinan keada kenabian Nabi Muhammad SAW. c) Al-Imamah, yakni keyakinan kepada Imam dari Ahlul-Bait sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat. d) Al-Adalah, yakni keyakinan kepada adanya keadilan Allah SWT. e) Al-Maad, yakni keyakinan kepada adanya kehidupan akhirat.
C. Pemikiran Teologi Kontemporer dan Perdebatan Tentang Hal-Hal Teologis Masa modern/kontemporer tidak hanya ditandai dengan kemajuan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia, tetapi juga pemikiran modern / kontemporer mempengaruhi pemikiran keagamaan dalam berbagai aspeknya, termasuk dalam pemikiran teologi dalam Islam. Berikut beberapa pemikiran teologi kontemporer serta pemikirannya : 1. Muhammad Abduh 22
Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 di desa Mahallat Nasr, Mesir. Ayahnya Abduh bin Hasan Khairullah berasal dari Turki, sedangkan ibunya, Junainah, keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Umar bin Khattab. Corak pemikiran teologi Islam yang dikemukakan Muhammad Abduh cenderung rasional. Masalah-masalah klasik dalam teologi Islam seperti tentang sifat-sifat Allah, antropomorpisme, keadilan Allah, kehendak dan kekuasaan Allah, dan lain-lain tidak banyak di-singgung dalam pemikirannya. Pemikiran Muhammad Abduh tentang Islam antara lain :
21 Ibid., 256-257. 22 Ibid., 263-264. a) Agama (wahyu Al-Quran) tidak bertentangan dengan akal, dalam banyak hal ayat-ayat Al-Quran memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikirannya tentang rahasia- rahasia Allah SWT dan alam semesta ciptaan-Nya. b) Al-Quran melarang manusia berbuat taqlid (ikut-ikutan) pada pendapat ulama-ulama terdahulu tanpa melakukan ijtihad, karena hal ini akan membawa kebekuan berpikir dan kesesatan. c) Ijtihad bagi umat Islam selalu terbuka untuk menemukan ilmu-ilmu pengetahuan baru dan teknologi, karena dengan iptek itu manusia akan maju dan berperadaban.
2. Sayyid Ahmad Khan 23
Sayyid Ahmad Khan lahir di New Delhi India pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husain, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali. Di masa mudanya ia belajar ilmu agama dari neneknya, Sayyid Hadi, seorang pembesar istana di zaman Alamghir II. Ia belajar bahasa Persia, bahasa Arab, dan suka membaca buku ilmu pengetahuan yang lainnya. Sejalan dengan keyakinannya, corak pemikiran yang rasional dan hukum alam, Ahmad Khan hanya mau mengambil Al-Quran sebagi pedoman dalam Islam. Ia tidak mau memikirkan otoritas hadis dan fiqh, karena itu hanya sebagai pembantu penjelasan Al-Quran saja. Pemikiran Ahmad Khan tentang teologi Islam antara lain : a) Agama (wahyu Al-Quran) tidak bertentangan dengan akal. Walaupun kekuatan dan kemampuan akal itu terbatas dan tidak segala-galanya. b) Ia yakin bahwa agama Islam itu paling sesuai dengan hukum alam, karena hukum alam adalah ciptaan Allah SWT. c) Ia menentang keras paham taqlid (ikut-ikutan). Dengan kekuatan dan kemampuan akalnya, manusia bebas berijtihad untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan-perbuatannya.
3. Muhammad Iqbal 24
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot India. Ia berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab. Masa anak-anak sampai remaja dihabiskan di Sialkot. Ia belajar agama, bahasa Arab, dan bahasa Persia di sebuah maktab di bawah asuhan Mir Hasan. Paham
23 Ibid., 265-266. 24 Ibid., 266-268. dinamisme Islam yang dikemukakan Muhammad Abduh melahirkan ide-ide pemikiran modernisasi Islam di India, yang berpandangan bahwa umat Islam India harus mempunyai negara tersendiri yang terbebas dari penajajhan Inggris, dan terlepas dari genggaman kekuasaan Hindu di India. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal dalam paham teologi Islam antara lain : a) Teologi Islam sebagai ilmu yang berdimensi keimanan berdasar pada esensi tauhid yang universal. b) Dalam membuktikan eksistensi (wujud) Tuhan ia menolak argumentasi kosmologis, antropologis, dan teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi (wujud) Tuhan. c) Menurutnya, manusia hidup untuk mengetahui jati dirinya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya. d) Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego kemanusiaan yang bersifat aktif dan dinamis. Manusia diberikan kebebasan memilih, entah kecenderungan membangkang / mengikuti ajarannya. e) Menurutnya, surga dan neraka adalah keadaan bukan tempat. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai bisikan dan dorongan menu kehancuran, sedangkan neraka adalah api Allah SWT yang menyala-nyala dan membubung tinggi di hati manusia yang membangkang.
4. Hasan Hanafi 25
Hasan Hanafi dilahirkan dari keluarga musisi pada tanggal 13 Februari 1935 M di Kairo Mesir. Pada tahun 1949 M ia tamat pendidikan dasar di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha Kairo, lalu pada tahun 1952 M ia masuk Universitas Kairo, dan tahun 1956 M ia mendapat gelar Sarjana Muda. Strata satu sampai mendapat gelar doctor ia selesaikan di Sorbone University Perancis. Kritik Hasan Hanafi terhadap teologi Islam klasik (tradisional) ialah teologi klasik itu lahir dalam konteks sejarah yakni ketika inti ajaran Islam yaitu sistem iman terhadap transendensi Tuhan diserang oleh pemikiran budaya lama, maka diperlukan perubahan pemikiran teologi tersebut sesuai dengan perubahan konteks yang terjadi ketika itu. Ia memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan sejarah, melainkan refleksi konflik-konflik sosial politik. Agar teologi itu berfungsi dan
25 Ibid., 268-269. bermanfaat bagi manusia masa kini, maka perlu melakukan rekonstruksi dan revisi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : a) Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah-tengah pertarungan global antara berbagai ideologi. b) Pentingnya teologi baru ini bukan semata-mata pada sisi teoritisnya melainkan juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi sebagai gerakan dalam sejarah. c) Kepentingan teologi yang bersifat praktis yaitu secara nyata diwujudkan dalam realita melalui realisasi tauhid dalam Islam.
5. Harun Nasution 26
Harun Nasution dilahirkan pada tanggal 23 September 1919 di Pemantang Siantar, ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang ulama Mandailing, Tanah Bato, Tapanuli selatan. Harun Nasution termasuk figur yang unik, unik karena meskipun dalam melontarkan pikiran gagasan, dan ide-ide pembaharuannya ia tampak lebih liberal dan rasional, akan tetapi dalam kehidupan pribadinya sehari-hari ia sangat sufistik dalam arti di dalam kehidupan sehari-harinya ia selalu mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah. Pemikiran-pemikiran Harun Nasution dalam paham teologi Islam antara lain : a) Agama rasional sebagai landasan bagi pandangan dunia dan moral. Maksudnya adalah bahwa pilihan moral tidak selamanya mengasaskan kepada wahyu, akan tetapi juga kepada akal agamis yang berdaya, yang mampu membedakan yang baik dan yang buruk. b) Budaya rasional sebagai landasan bagi pengembangan pendidikan dan ilmu. yang dimaksudkan adalah di dalam pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan harus dilandaskan pada kerja budaya yang ditopang oleh nalar sehat. c) Teknologi rasional sebagai landasan bagi pembaharuan umat, yaitu dimaksudkan untuk mengajak umat Islam agar selalu kritis ketika hendak memulai membangun satu langkah reformatif sekaligus menggagas upaya pembangunan bangsa. d) Masyarakat rasional sebagai landasan bagi aspirasi sosial-politik dan hubungan, yaitu di dalam kehidupan berbangsa hendaklah bersama-sama memfungsikan nalar untuk duduk bersama saling menghargai, baik antar sesama agama maupun beda agama.
26 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 156-170. D. Perbedaan Teologis dan Pentingnya Toleransi Faktor yang menyebabkan munculnya aliran dalam teologi Islam adalah adanya perbedaan dalam menempatkan kedua sumber tersebut sebagai dasar pengetahuan. Pada satu sisi, penekanan pada kekuatan akal yang berlebihan menjadikan hilangnya fungsi dalil naqli sebagai rujukan pertama, dan menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan yang utama. Pandangan ini menimbulkan adanya aliran yang bersifat liberal atau rasional. Pada sisi lain, penempatan dalil naqli sebagai sumber utama pengetahuan telah mengikis fungsi akal. Dalam hal ini, akal diyakini memiliki keterbatasan, sedangkan dalil naqli dapat memberikan informasi dimana akal tidak sanggup mencapainya. Pandangan ini menimbulkan aliran yang bersifat tradisional, karena memberikan peran yang kecil terhadap akal. Dalam perbedaan teologi Islam ini, sangatlah dibutuhkan toleransi dalam bentuk saling menghormati satu sama lain. Saling menghargai dan menghormati dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Seharusnya seorang muslim tidak perlu merasa menjadi hakim penentu untuk kemudian menilai atau menghakimi orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Dengan kata lain harus ada kerendahan hati bagi setiap muslim untuk menyerahkan kebenarannya hanya kepada Allah karena hakekat kebenaran hanyalah milik Allah. Selain itu, setiap muslim tidaklah saling bertikai/mempertentangkan siapa yang paling benar. Mereka harus bertoleransi dan menghormati terhadap perbedaan, karena perbedaan itu adalah rahmat. E. Kembali Kepada Aqidah yang Sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Allah SWT berfirman : Og^4C 4g~-.- W-EON44`-47 W-ONOgC -.- W-ONOgC4 4OcO- Ojq4 jO- 7Lg` W p) u7+;N4O4L> O) 7/E* +1NO O) *.- OcO-4 p) u7+47 4pONLg`u> *.) gO4O^-4 @O=E- _ ElgO OOE= }=O;O4 ECj> ^)_ 59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisaa : 59) Dari ayat Al-Quran diatas menjelaskan bahwasanya setiap muslim jika mendapatkan perbedaan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah permasalahan tersebut kepada Al- Quran dan sunnah. Maksud Al-Quran disini ialah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui malaikat Jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah sedangkan sunnah ialah segala bentuk ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum Islam. Selain itu di dalam konteks perbedaan aliran teologi Islam, setiap muslim seharusnya kembali kepada keyakinan paham mengesakan Tuhan (tauhid) yang dalam ilmu kalam disebut paham monoteisme, adalah Aqidah Islam yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunah. Tauhid berfungsi sebagai dasar dalam kehidupan seorang muslim baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. 27 Tauhid juga berfungsi mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT, seperti berbuat zalim sesama manusia, keji dan munkar, hasut, dengki, dan sebagainya. Maka dari itu, walaupun banyaknya perbedaan aliran teologi Islam seharusnya setiap muslim jika dihadapi suatu permasalahan entah dari segi kehidupan, agama, kemasyarakatan seharusnya kembali merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah.
27 Bunyamin (dkk), op. cit., 270-272.
Daftar Pustaka Gholib, Achmad, Teologi dalam Perspektif Islam, UIN Press, Jakarta, 2005. Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 2002. Nasution, Harun, Sejarah Pemikiran dalam Islam, PT PUSTAKA ANTARA, Jakarta, 1996. Bunyamin (dkk), Aqidah untuk Perguruan Tinggi, UHAMKA Press, Jakarta, 2012. Dahlan, Drs. Abdul Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, PT. Beunebi, Cipta, Jakarta, 1987.