You are on page 1of 22

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN ANALISA LIMBAH PABRIK TAHU

OLEH : KELOMPOK VI HARI / TGL. PRAKTIKUM : KAMIS / 07 FEBRUARI 2013 ANGGOTA KELOMPOK : 1. RAVANY YOLANDA F. 2. CHINTIA MAYA SARI 3. MEGA WAHYUNI 4. SRI RAHMIWATI Y. 5. BAYU INRA S. 6. HESTIA MARIESTA 7. WILSHON SAPUTRA (1110941008) (1110942011) (1110942016) (1110942032) (1110942034) (1110942037) (1110942048)

LABORATORIUM AIR JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa berberapa parameter kimia yang terdapat pada limbah pabrik tahu yaitu zat padat, Sulfat, Ortofosfat dan Total Fosfat, Nitrat dan Nitrit, Spektrofotometri, Analisa Logam, Dissolved Oxygen-Biochemical Oxygen Demand (DO-BOD) serta Chemical Oxygen Demand (COD). 1.2 Metode Percobaan a. Analisis Zat Padat Metode yang digunakan adalah metode gravimetri b. Sulfat Metode yang digunakan adalah metode turbidity-spektrofotometri c. Analisis Ortofosfat dan Total Fosfat Metode yang digunakan adalah metode askorbat-spektrofotometri d. Nitrat dan Nitrit Nitrat = Metode yang digunakan adalah metode brusin spektrofotometri Nitrit = Metode yang digunakan adalah metode reaksi GrettzalmanSpektrofotometri e. Analisa Logam Metode yang digunakan adalah metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) f. Dissolved Oxygen-Biochemical Oxygen Demand (DO-BOD) Metode yang digunakan adalah titrimetri
g. Chemical Oxygen Demand (COD)

Metode yang digunakan adalah reflux tertutup-titrimetri menggunakan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan menggunakan indikator Ferrion

1.3 Prinsip Percobaan Prinsip percobaan pada percobaan ini adalah : a. Analisa Zat Padat Penentuan padatan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan, dan penimbangan. b. Sulfat Ion sulfat dalam air dengan penambahan kristal BaCl2 akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin tinggi konsentrasi sulfat cairan akan semakin keruh. Kekeruhan yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Reaksi: SO42- + Ba2+ BaSO4 c. Analisis Ortofosfat Dan Total Fosfat Prinsip dari percobaan ini adalah fosfat dengan ammonium molibdat membentuk senyawa kompleks yang berwarna, besarnya absorban diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. d. Nitrat dan Nitrit Ion sulfat dalam air dengan penambahan kristal BaCl2 akan membentuk koloid tersuspensi (kekeruhan). Semakin tinggi konsentrasi sulfat cairan akan semakin keruh. Kekeruhan yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Reaksi: SO42- + Ba2+ BaSO4 Nitrit dengan asam sulfanilat dan N (1-Naphtyl Ethyle Diamin) dihidroklorida dalam suasana asam (Ph 2,0-2,5) membentuk senyawa kompleks yang bewarna ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.

e. Analisis Logam Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah destruksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap sampel sebelum dianalisa zatnya, seperti kandungan logam. Senyawa logam dalam contoh uji didestruksi dalam suasana asam, kemudian diukur kadarnya dengan spektrofotometer serapan atom secara langsung pada panjang gelombang tertentu.
f. Dissolved Oxygen-Biochemical Oxygen Demand (DO-BOD) i.

Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnSO2-. Dengan penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan ekivalen dengan banyaknya oksigen terlarut. Reaksi yang terjadi: Mn2+ + 2 OH- + O2 MnO2 + 2 I- + 4 H+ I2 + S2O3MnO2 + H2O Mn2+ + I2 + H2O S4O62- + 2 I-

ii. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 20C 1C dan pengukuran oksigen terlarut selama inkubasi menunjukkan oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air.
g. Chemical Oxygen Demand (COD)

Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium Dikromat dalam suasana asam pada temperatur 150C. Kelebihan Kalium Dikromat dititrasi oleh larutan FAS dengan indikator Ferrroin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab II ini akan dibahas mengenai kondisi eksisting wilayah sampling, gambaran umum limbah pabrik tahu, dan parameter pencemar sebagai berikut: 1.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling Pengambilan sampel kali ini dilakukan dari limbah pabrik tahu di Lubuk Kilangan, Padang. Pengambilan sampel dilakukan pada hari selasa tanggal 05 Februari 2013 pada pukul 23.30-23.40 WIB dengan titik koordinat 00 95 64 LS dan 100 42 64 BT dengan elevasi 75 meter. Pengambilan sampel dilakukan pada malam hari pada saat pabrik tahu sedang beroperasi, sampel diambil langsung dari saluran menuju bak penampungan. Limbah dari saluran ini berasal dari limbah bak pembuatan tahu, bak penggilingan kedelai dan bak pencucian kedelai. Kondisi disekitar pengambilan sampel sangat kotor dan bau. Ketinggian dari dalam saluran adalah 7cm dan lebar saluran 20 cm. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel terlebih dahulu lalu dipindahkan kedalam botol sampel. Air limbah tahu tidak langsung dibuang ke badan air, tetapi setelah 3 atau 4 hari limbah tahu yanng terkumpul di bak penampungan limbah, akan disedot dan dijual sebagai pupuk tanaman. 2.2 Gambaran Umum Limbah Pabrik Tahu Industri tahu saat ini telah berkembang pesat dan menjadi salah satu industri rumah tangga yang tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil. Industri tahu dalam proses produksinya menghasilkan limbah cair dan padat. Limbah padat dari hasil proses produksi tahu berupa ampas tahu. Limbah cair tahu dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu sehingga kuantitas limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair tahu mengandung polutan organik yang cukup tinggi serta padatan tersuspensi maupun terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan biologi. Menurut

Soedarmo dan Sediaoetama dalam Dhahiyat (1990), di dalam 100 gram tahu terdapat 7,8 gram protein, 4,6 gram lemak dan 1,6 gram karbohidrat. Polutan organik yang cukup tinggi tersebut apabila terbuang ke badan air penerima dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air dan menurunkan daya dukung lingkungan perairan di sekitar industri tahu. Penurunan daya dukung lingkungan tersebut menyebabkan kematian organisme air, terjadinya alga blooming sehingga menghambat pertumbuhan tanaman air lainnya dan menimbulkan bau (Rossiana, 2006). Dalam hal ini akan dibahas tentang Sumber Limbah Industri Tahu, Karakteristik Limbah Tahu, dan Dampak Limbah Industri Tahu sebagai berikut: 1). Sumber Limbah Industri Tahu Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi dua bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25%35% dari produk tahu yang dihasilkan. Ampas tahu masih mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan, misalnya ikan bandeng. Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mempunyai sifat yang cepat tengik (basi dan tidak tahan lama) serta menimbulkan bau busuk kalau tidak cepat dikelola. 2). Karakteristik Limbah Industri Tahu Limbah cair industri tahu merupakan salah satusumber pencemaran lingkungan. Karakteristik air buangan yang dihasilkan berbeda karena berasal dari proses yang berbeda. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37- 45C; kekeruhan 535-585 FTU; warna 2.225-2.250 Pt.Co; amonia 23,3-23,5 mg/1; BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1 (Kaswinarni, 2007).

3). Dampak Limbah Industri Tahu Herlambang (2002) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik yang disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan organik. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Apabila konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau. Bila kondisi anaerobik tersebut dibiarkan maka air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari maka akan menimbulkan gangguan kesehatan berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik (Kaswinarni, 2007). 2.3 Parameter Pencemar a. Analisis Zat Padat Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat-zat padat yang berada dalam suspense dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi kiloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspense tersebut (G. Alaerts, 1984).

Skema Analisis zat padat (G. Alaerts, 1984): TS TSS FSS VDS FDS TDS VDS

Gambar 1 Skema Analisis zat padat 1. TS (Total Solids) Zat padat total/residu total setelah sampel limbah cair dikeringkan pada suhu 105oC yang bertujuan untuk mengetahui parameter mutu air. 2. TSS (Total Suspended Solids) Zat padat tersuspensi dimana sampel disaring dengan kertas filter, filter yang mengandung zat tersuspensi dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam. 3. FSS (Fixed Suspended Solids) Residu yang tertinggal setelah TSS dibakar pada suhu 500 50oC. 4. VSS (Volatil Suspended Solids) Zat padat yang hilang sewaktu TSS dibakar pada suhu 500 50oC. 5. TDS (Total Dissolved Solids) Zat padat terlarut/residu terlarut dimana sampel disaring dengan kertas filter, cairan yang lolos dikeringkan pada suhu 105oC hingga garam akan mengendap lebih dulu. 6. FDS (Fixed Dissolved Solids) Residu yang tertinggal setelah TDS dibakar pada suhu 500 50oC. 7. VDS (Volatil Dissolved Solids) Zat padat yang hilang sewaktu TDS dibakar pada suhu 500 50oC. Jumlah dan sifat zat padat tidak terlarut dan terlarut yang terkandung dalam cairan sangat bervariasi. Dalam air minum sebagian besar zat padat terlarut berasal dan terdiri dari sebagian besar garam-garam anorganik, sebagian kecilnya dari bahan

organik dan gas terlarut. Pada air minum besar total padatan yang terkandung biasanya berkisar 20-1000 mg/l (Sawyer, 1978).

Beberapa jenis filter yang digunakan dalam penentuan zat padat dalam air adalah (G. Alaerts,1984) : a. b. c. Filter kertas biasa; Filter kertas khusus; Filter gelas-fiber.

b. Sulfat Ion sulfat adalah salah satu anion utama yang muncul di air alami atau alam. Sulfat adalah salah satu ion penting dalam ketersediaan air karena efek pentingnya bagi manusia saat ketersediaannya dalam jumlah besar. Untuk hal sulfat direkomendasikan batas maksimal sulfat dalam air sekitar 250 mg/L untuk air yang dikonsumsi manusia (Sawyer and Mc. Carthy, 1987). Sulfat sangat dibutuhkan dalam penyediaan air industi dan masyarakat karena kecendrungan air membawa dalam jumlah cukup untuk menyusun atas membentuk kerak dalam pemanas dan mengubah panas (Sawyer and Mc. Carthy, 1987). Sulfat dalam pemakaiannya haruslah mendapat perhatian lebih untuk

dipertimbangkan, sebab sulfat secara tidak langsung bertanggung jawah terhadap dua permasalahan serius yang sering terjadi pada air buangan yaitu penanganan dan pemeliharaan. Permasalahan yang sering terjadi akibat sulfat pada air buangan adalah bau dan korosi pada pipa-pipa air buangan, yang diakibatkan dari proses reduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida dalam kondisi anaeroh seperti yang ditunjukkan pada skema berikut (Sawyer and Mc. Carthy, 1987) :
Anaerob

SO4-2 + Organic Mather


Bakteria

S2- + H2O + CO2 H2S

S2- + 2H+

Terdapat dua metode untuk penentuan sulfat, yaitu dengan menggunakan prosedur gravimetri dan turbidimetri biasanya yang sering memenuhi standar. Pilihan terhadap metode ini tergantung pada luasnya yang agak besar untuk maksud atau tujuan penentuan yang mana akan dibuat dan konsentrasi sulfat pada sampel (G.Alaerts, 1984):

1. Gravimetri Metode mg/l. 2. Turbidimetri Pengukuran sulfat dengan menggunakan metode ini didasarkan pada fakta bahwa barium sulfat mampu mempercepat dalam bentuk atau fase koloid. Dengan menstandarisasikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan barium sulfat, kemungkinan hasil yang kuantitatif dapat diterima. c. Analisis Ortofosfat dan Total Fosfat gravimetri dapat memberikan hasil yang akurat dan direkomendasikan sebagai prosedur standar untuk konsentrasi sulfat diatas 10

Fosfat terdapat dalam air alam atau limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organik. Ortofosfat adalah senyawa monomer seperti H2PO4-, HP04-2, dan PO4-3 sedangkan polifosfat (juga disebut consensed phosphate) merupakan senyawa polimer seperti (PO3)6-3 (heksametfosfat), P3O10-5 (triosfosfat) dan P2O7-4 (pirofosfat). Fosfat organis adalah P yang terikat dengan senyawa-senyawa organis seingga tidak berada dalam larutan secara terlepas. Dalam air alam atau buangan, fosfor P yang terlepas dan senyawa P selain yang disebutkan diatas hampir tidak ditemui (G. Alaerts, 1984). Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk kedalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industry yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung

fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Bermacammacam jenis fosfat juga dipakai untuk pengolahan anti-karat dan anti kerak pada pemanas air (G. Alaerts, 1984).

Tabel Senyawa Fosfor Anorganik yang Biasa Terdapat di Perairan


Nama Senayawa Fosfor Trinatrium Fosfat Disodium Fosfat Monosodium Fosfat Diammonium Fosfat Sodium Hexametafosfat Sodium Tripolifosfat Tetrasodium Pirofosfat
Sumber: (Sawyer dan Mc Carty, 1978)

Rumus Kimia Ortofosfat Na3PO4 Na3HPO4 NaH2PO4 (NH4)2HPO4 Polifosfat Na2(PO3)4 Na3P3O10 Na4P3O7

Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah (<0,01 mg/L), pertumbuhan air tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop. Bila kadar fosfat dan nutrien yang lain tinggi pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (eutrop), sehingga akan menghabiskan oksigen sungai pada malam hari (G. Alaerts, 1984). Berdasarkan ikatan kimianya, senyawa fosfat dibedakan atas (G. Alaerts, 1984) : 1. Ortofosfat; 2. Polifosfat; 3. Fosfat organis. Berdasarkan sifat fisisnya, senyawa fosfat dibedakan atas (G. Alaerts, 1984) : 1. Fosfat terlarut tidak dapat dipisahkan menggunakan filter membran dengan pori 0,45 m. 2. Fosfat tersuspensi dapat dipisahkan menggunakan filter membran dengan pori 0,45 m. d. Nitrat dan Nitrit

Nitrat adalah senyawa hasil perombakkan dari ammonia secara biologis. Nitrat (NO3-) adalah suatu senyawa yang tidak berbahaya akan tetapi pada proses yang disebut dengan nitrifikasi akan menghasilkan senyawa yang berbahaya yang disebut dengan nitrit (NO2). Nitrifikasi adalah pengubahan ammonium menjadi nitrit dan nitrat. Sedangkan denitrifikasi adalah pengubahan nitrat atau nitrit menjadi nitrogen bebas di udara. Bakteri nitrifikasi adalah nitrosomonas dan nitrobakter. Nitrat yang terkandung di dalam air dapat mengoksidasi Fe +2 di dalam haemoglobin. Hal ini dapat berakibat pada kemampuan darah untuk mengikat oksigen menjadi berkurang. Ringkasnya mekanisme toksitas dari nitrit adalah pengaruh terhadap transport oksigen dalam darah dan etrjadi kerusakan pada jaringan (Baso, 2007). Adanya nitrat (NO3-) dalam air adalah berkaitan erat dengan siklus nitrogen di dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa nitrat dapt terjadi baik dari N2 atmosfer maupun dari pupuk (fertilizer). Pupuk yang digunakan berasal dari oksidasi NO2- (nitrit) oleh bakteri dari kelompok nitrobakter. Nitrat yang etrbentuk dari proses-proses tersebut adalah merupakan pupuk dari tanamtanaman. Nitrat yang kelebihan dari yang dibutuhkan oleh kehidupan tanaman dibawa oleh air yang merembes melalui tanah, sebab tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menahannya. Ini mengakibatkan terdapatnya konsentrasi nitrat yang relatif tinggi pada air tanah (Sutrisno, 1987). Jumlah nitrat (NO3-) yang besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi nitrit (NO2-), yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobin dalam darah membentuk metamoglobin yang dapat menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh. Standar konsrentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk nitrat yang fitetapkan departemen kesehatan RI adalah sebesar 200 mg/L. Menurut standard internasional WHO, batas konsentrasi yang diterima adalah 45 mg/L, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh US Public Health Service (Sutrisno, 1987). Analisa nitrat cukup sulit, karena rumit dan peka terhadap berbagai jenis gangguan. Namun ada beberapa cara analisa yang tersedia antara lain (Sutrisno, 1987):

1.

Analisa spektrofotometris pada panjang gelombang 220 nm (sinar ultra ungu yang cocok sebagai analisa penduga bagi air tanpa zat organis dengan kadar NO3-N antara 0,1 sampai 11 mg/L);

2.

Analisa dengan elektoda khusus (dan pH meter) yang cocok sebagai analisa penduga baik untuk air bersih maupun unutk air buangan dengan skala kadar NO3-N antara 0,2 sampai 1,4 mg/L);

3. 4. 5. 6.

Analisa dengan Brusin untuk air dengan kadar 0,1 sampai 2 mg NO3-N/L; Analisa dengan asam kromatropik untuk air dengan kadar NO3-N lebih dari 2 mg/L; Analisa dengan reduksi menurut Devanda untuk air dengan kadar NO3-N lebih dari 2 mg/L; Analisa kolometris khusus bagi nitrit, setelah semua zat nitrat direduksi oleh butir cadmium (Cd) ; metoda ini cocok untuk air dengan kadar NO3-N antara 0,01 sampai 1 mg/L.

e.

Analisa Logam

Logam adalah sejenis unsur yang membentuk ion (kation) dan mempunyai ikatan logam. Logam-logam biasanya diterangkan sebagai sebuah ion-ion positif (kation) yang dikelilingi awan-awan elektron tak setempat. Logam adalah satu daripada tiga kumpulan unsur yang dikenal melalui sifat-sifat pengionan dan ikatan, yang lainnya adalah metaloid dan bukan logam (Tirta Dharma, 2002). Salah satu contoh logam adalah besi (Fe). Pada air yang tidak mengandung O2. Seperti seringkali air tanah, besi berada sebagai Fe+2 yang cukup dapat terlarut. Sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe+2 teroksidasi menjadi Fe+3. Fe+3 ini sulit terlarut pada pH 6-8 bahkan dapat menjadi Ferihidroksida Fe(OH), atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bias mengendap (Alaerts, 1984). Besi dalam bentuk ion Fe2+ sangat mudah larut dalam air. Oksigen yang terlarut akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe(OH)3 yang merupakan endapan. Fe(OH)3 atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan dapat mengendap. Adanya ion Fe2+ yang terlarut dalam air dapat menimbulkan gangguan-gangguan seperti (Tirta Dharma, 2002):

1. Rasa dan bau logam yang amis pada air, disebabkan karena bakteri mengalami

degradasi;
2. Besi dalam konsentrasi yang lebih besar mg/l, akan memberikan suatu rasa

pada air yang mengambarkan rasa metalik, astrinogent atau obat;


3. Mengakibatkan pertumbuhan bakteri besi (Crenothrix dan Gallionella) yang

berbentuk filamen;
4. Menimbulkan warna kecoklat-coklatan pada pakaian putih; 5. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan lainnya (noda

kecoklatan disebabkan oleh besi);


6. Dapat mengakibatkan penyempitan atau penyumbatan pada pipa; 7. Endapan logam ini juga yang dapat memberikan masalah pada sistem

penyediaan air secara individu (sumur). f. Dissolved Oxygen-Biochemical Oxygen Demand (DO-BOD)

Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat zat organis yang tersuspensi dalam air (G. Alaerts, 1984). BOD biasanya didenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menstabilkan bahan organik yang dapat diuraikan pada kondisi aerobik. Istilah dapat diuraikan dapat diinterpretasikan sebagai arti bahwa bahan organik dapat berlaku sebagai makanan untuk bakteri, dan energi dihasilkan dari oksidasi (Sawyer, 1978). Pengukuran oksigen terlarut di dalam air dilakukan dengan metode elektro kimia yang pada prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda yang terendam dalam larutan elektrolit (larutkan garam). Pada DO-meter (DO singkatan dari Dissolved Oxygen), elektroda ini terdiri dari katoda Ag dan anoda Pb atau Au. Sistem elektroda ini dilindungi dengan membran plastic tertentu yang bersifat semi-permeabel terhadap oksigen dan hanya O2 dapat menembus membran tersebut (G. Alaerts, 1984).

Dalam mempelajari pencemaran air yang penting untuk diperhatikan adalah (Novram, 2009): 1. Zat yang mengkonsumsi oksigen terlarut (DO), ini dapat berupa zat organik yang terdegradasi secara biologi dan menimbulkan BOD atau bentuk reduksi dari zat anorganik. 2. Zat yang menghalangi reoksigenasi, DO dalam air diperoleh dari perpindahan oksigen di atmosfer. Material seperti minyak, detergen dan sebagainya dapat membentuk lapisan (film) pelindung pada permukaan air yang dapat mengurangi laju perpindahan oksigen dan memperbanyak efek substansi yang menggunakan oksigen. 3. Aliran buangan yang panas dapat merubah kesetimbangan oksigen karena konsentrasi DO berkurang dengan bertambahnya temperatur. g. Chemical Oxygen Demand (COD) Tes COD (Chemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen kimia biasanya digunakan sebagai ukuran pencemaran air oleh limbah domestik dan industri. Tes ini menghitung ukuran limbah menurut ketentuan/syarat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam air sesuai Eq (Clair N. Sawyer, 1978). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (G. Alaerts, 1984). Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia (M. Nurdin dkk, 2009). Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah refluks. K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah

terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan FAS. FAS digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi disaat warna hijau-biru menjadi coklat-merah. Reaksinya adalah sebagai berikut (G. Alaerts, 1984) : 6Fe+2 + Cr2O7-2 + 14H+ 6Fe+3 + 2Cr+3 + 7H2O

Keuntungan tes COD dibandingkan BOD adalah (G. Alaerts, 1984) : 1. Analisa COD hanya memakan waktu 3 jam, sedangkan analisa BOD 5 hari;
2. Untuk menganalisa COD antara 50-800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran

sampel, sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran; 3. Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD; 4. Gangguan dari zat yang bersifat beracun terhadap mikroorganisme pada tes BOD tidak menjadi masalah pada tes COD. Kekurangan tes COD adalah hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang meniru oksidasi biologis, sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut, tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis (G. Alaerts, 1984).

BAB III ANALISIS PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan analisis berdasarkan praktikum yang telah dilakukan. 3.1 Data Tabel 3.1 Data Hasil Analisis Praktikum 2013
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Parameter
TSS TDS SO4 N-NO2 N-NO3 BOD COD Fe T-PO4 O- PO4

Satuan
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

Hasil analisis
8290 13120 367 159,200 35,870 60800 0,194 1,838

KEPMEN LH No. 51 Tahun 1995


200 2000 1 20 50 100 5 5 0,2

Metoda
Gravimetri Gravimetri Spektrofotometri Diazotasi spektrofotometri Brusin Spektrofotometri Titrimetri Titrimetri SSA Spektrofotometri Spektrofotometri

Sumber: Data Praktikum, 2013

3.2 Pembahasan Pada praktikum Laboratorium Air, Jurusan Teknik Lingkungan yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 07 Februari 2013 didapatkan hasil seperti yang telah terlampir pada Tabel 3.1 di atas. Sampel air yang digunakan dalam praktikum ini berasal dari limbah Pabrik Tahu Lubuk Kilangan, Padang. Parameter yang akan dianalisis pada praktikum ini adalah TDS (Total Dissolved Solids), TSS (Total

Suspended Solids), Sulfat, Nitrat, Nitrit, BOD, COD, Logam, Ortofosfat dan Total Fosfat. Peraturan yang digunakan sebagai pembanding standar baku mutu untuk menganalisis parameter dalam praktikum ini adalah Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995 tentang baku mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Indutri. Peraturan tersebut dipakai karena sampel yang digunakan berasal dari Limbah Industri Pabrik Tahu. Pada praktikum analisis limbah tahu ini didapatkan kadar TSS sebesar 8290 mg/l, kadar TDS sebesar 13.120 mg/l, kadar sulfat sebesar 367 mg/l, kadar nitrat sebesar 159,2 mg/l, kadar nitrit sebesar 35,869 mg/l, kadar BOD sebesar , kadar COD sebesar 60.800 mg/l, kadar Fe sebesar 0,194 mg/l, ortofosfat sebesar dan total fosfat sebesar. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini jika dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995 tentang baku mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Indutri, semua parameter yang telah diuji melebihi baku mutu yang diizinkan, kecuali untuk parameter logam Fe yang berada dibawah baku mutu yang diizinkan. Hal ini berarti limbah tahu tersebut berbahaya dan dapat mencemari lingkungan terutama badan air apabila limbah dilepas ke badan air tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Parameter-parameter yang diuji pada limbah tahu ini melebihi baku mutu karena pada limbah ini banyak terkandung zat organik yang dihasilkan pada proses pembuatan tahu. Pada parameter logam, kandungan Fe berada dibawah baku mutu karena zat organik yang terdapat dalam limbah tahu tersebut dapat mengikat logam. Limbah tahu ini melebihi baku mutu, untuk itu diperlukan pengolahan khusus untuk mengurangi kandungan-kandungan tersebut dalam limbah agar tidak mencemari nantinya kebadan air jika dibuang kesana. Metode pengolahan yang dapat dilakukan adalah: 1. Cara fisika Cara fisika merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam pengolahan

limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi (penyaringan) menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan tersuspensi dari limbah cair. 2. Cara Kimia Dalam proses kimia nantinya akan dilakukan proses koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Padatan tersuspensi yang lolos dari penyaringan selanjutnya disishkan dalam unit sedimentasi dengan menambahkan koagulan sehingga terbentuknya flok. Proses ini termasuk proses kimia. Dalam sedimentasi, flokflok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi. 3. Cara Biologis Pada proses biologis metode yang digunakan yaitu memanfaatkan proses lumpur aktif untuk mendegradasi kandungan organik dalam limbah cair tahu dan susu kedelai. Dari beberapa penelitian ini proses ini mampu menurunkan kandungan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor. Peran Sarjana Teknik Lingkungan dalam analisis parameter pencemar ini dapat melakukan pengolahan-pengolahan terhadap limbah cair terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Karena jika langsung dibuang kebadan air, maka dapat menurunkan kualitas perairan dan merusak lingkungan disekita perairan.

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada parameter TDS dan TSS hasil yang diperoleh setelah praktikum adalah TDS 8290 mg/L dan TSS sebesar 8290 mg/L; 2. Pada parameter sulfat, hasil yang didapatkan adalah sebesar 367 mg/L; 3. Pada parameter fosfat, nilai konsentrasi total fosfat yang didapatkan adalah sebesar 1,838 mg/L, dan konsentrasi orto fosfat yang didapatkan adalah 4. Pada parameter nitrat dan nitrit, konsentrasi nitrat yang di dapatkan pada sampel adalah sebesar 35,870 mg/L dan nitrit sebesar 159,200 mg/L; 5. Pada parameter logam diperoleh konsentrasi logam Fe (besi) pada sampel cair dengan kadar maksimum 0,194 mg/L; 6. Pada parameter BOD dipeloleh nilai BOD5 sebesar 7. Pada parameter COD, kadar COD yang di dapatkan pada sampel adalah 60800 mg/L; 8. Pada praktikum ini parameter yang melebihi baku mutu adalah TDS, TSS, sulfat, fosfat, nitrat dan nitrit, serta COD. 4.2 Saran Adapun saran yang dapat kami berikan setelah melakukan praktikum ini adalah : 1. Perlu adanya perhatian khusus dari pihak pabrik agar memperhatikan kualitas efluen dari limbah industri pabrik tersebut. Jika tidak diperhatikan, tidak menutup kemungkinan kualitas air akan semakin buruk;

2. Diharapkan kepada masyarakat setempat agar berhati-hati dan tidak langsung menggunakan air disekitar limbah tersebut sebelum dilakukan pengolahan.

DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan Sri Simestri. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional Baso, Andi Tancung dan Guffran. 2007 . Pengelolaan Kualitas Air . Jakarta : Rineka Cipta Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Semarang: Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Nurdin, M. Dkk. 2009. Pengembangan Metode Baru Penentuan COD Berbasis Sel Fotoelektrokimia. http:/jarnuzi@markara.ui.ac.id. diakses 12 Maret 2010 Sawyer, Clair N. 1978. Chemistry For Environmental Engineering. Tokyo: McGraw Hill Argonne National Laboratory, EVS. 2005. Nitrate and Nitrite. Human Health Fact Sheet R. A. Day, Jr dan Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Sutrisno, Totok.1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta Syafila, Mindriany. 1999. Catatan Kuliah Kimia Lingkungan I. Bandung: ITB Wardhana, Wisnu Arya. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yayasan Pendidikan Tirta Dharma, 2002. Pelatihan Operator IPA Penghilangan Besi dan Mangan. Yogyakarta: Modul IPA 009.

You might also like