You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pura Uluwatu adalah Pura Hindu yang terletak di tepi tebing di bagian selatan semenanjung Bali. Pura ini adalah salah satu Pura Sad Kahyangan di Bali (enam kelompok besar Pura di Bali), terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung atau sekitar 25 km di selatan Kota Denpasar. Pura ini terletak pada terumbu karang, kira-kira sekitar 80 meter di atas permukaan laut. Terdapat pula hutan kering kecil yang sering disebut Alas Kekeran (hutan larangan) yang merupakan bagian dari Pura dan dihuni oleh banyak monyet dan hewan lainnya. Nama Uluwatu adalah berasal dari kata Ulu yang berarti kepala dan Watu berarti batu. Oleh karena itu Pura Uluwatu berarti Pura yang dibangun di ujung terumbu karang. Yang terkenal dari Pura Uluwatu adalah arsitektur yang luar biasa di batu karang hitam, dirancang indah dengan pemandangan spektakulernya. Terkenal tidak hanya karena posisinya yang unik, Uluwatu juga merupakan salah satu Pura tertua di Bali. Menjadi tempat berselancar yang populer untuk orang yang sangat berpengalaman, Uluwatu menawarkan sudut pandang yang indah untuk melihat matahari terbenam yang spektakuler. Warung-warung kecil berjajar di tebing menawarkan tempat nyaman untuk memandang Samudera Hindia yang luar biasa

luas. Monyet menghuni Pura dan tebing dengan wajah penuh harap untuk pisang atau kacang dari para pengunjung. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai Pura Uluwatu mulai dari sejarah berdiri serta lokasi Pura.

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui mengenai Pura Uluwatu mulai dari sejarah berdiri serta lokasi Pura.

1.4 Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini ialah dengan cara pengumpulan data melalui media internet kemudian penulis uraikan kembali dengan menggunakan kata-kata sendiri.

1.5 Tinjauan pustaka Istilah Pura yang dipakai sekarang sebagai nama tempat suci bagi umat Hindu. Berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari urat kata pur yang berarti kota, benteng atau kota yang berbenteng. Pura sebagai istilah nama tempat suci, agaknya timbul belakangan. Sebelum dipergunakan kata Pura untuk menyebut tempat suci, dipergunakan istilah Hyang, Kahyangan atau Parhyangan. Disebutkan tatkala masa pemerintahan Raja Erlangga di Jawa Timur (1019-1042 M), datanglah Mpu Kuturan ke Bali dari Jawa Timur. Di Bali beliau mengajarkan perihal membuat Parhyangan atau Kahyangan Dewa, baik yang disebut dengan Sad Kahyangan maupun Dang Kahyangan. Konsepsi yang diajarkan beliau lebih dikenal dengan konsepsi Gedong dan Meru. Bali pada saat itu diperintah oleh Raja Marakata yaitu adik Raja Erlangga. Dalam jaman Bali Kuna dalam arti sebelum kedatangan dinasti Dalem di Bali atau sebelum Bali ditaklukan oleh Majapahit (1343 M), istana raja bukan lagi disebut Karaton/Kadaton, melainkan disebut dengan istilah Pura, seperti :

o o o

Keraton Dalem di Samprangan, disebut Linggarsapura. Keraton di Gelgel, disebut Swecapura. Keraton di Klungkung, disebut Smarapura.

Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni: 1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan. 2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan. 3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan. Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala. Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.

Jenis Pura Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali. 1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang. 2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti. 3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali. Sad Kahyangan Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali. Masyarakat Bali pada umumnya menganggap pura-pura berikut sebagai Sad Kahyangan: 1. Pura Besakih di Kabupaten Karangasem. 2. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem. 3. Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung. 4. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung. 5. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan. 6. Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar. Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Pura Uluwatu Pura Besakih dan Pura Batur di Kintamani adalah pura yang tergolong Pura Rwa

Bhineda. Pura Besakih sebagai Purusa dan Pura Batur sebagai Pradana. Pura Catur Loka Pala adalah Pura Lempuhyang Luhur di arah timur Bali, Pura Luhur Batukaru arah barat, Pura Andakasa arah selatan dan Pura Pucak Mangu arah utara. Pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka ini umumnya disebut Pura Sad Kahyangan. Tidak kurang dari sembilan lontar menyatakan adanya Pura Sad Kahyangan. Namun setiap lontar menyatakan pura yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan pada zaman dulu di Bali ada sembilan kerajaan dan sekarang dibagi menjadi 7 kabupaten, 1 kota madya, 1 propinsi. Tiap-tiap kerajaan memiliki Sad Kahyangan-nya masing-masing. Ada yang sama dan ada juga yang tidak sama. Pura Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa itu adalah Sad Kahyangan saat Bali masih satu kerajaan. Pura Luhur Uluwatu adalah salah satu pura yang dinyatakan sebagai Pura Sad Kahyangan dalam Lontar Kusuma Dewa dan juga beberapa lontar lainnya. Pura Luhur Uluwatu itu juga

dinyatakan sebagai Pura Padma Bhuwana yang berada di arah barat daya Pulau Bali. Arah barat daya itu dalam sistem pengider-ider Hindu Sekte Siwa Sidhanta adalah Dewa Siwa Rudra. Dalam konsep Siwa Sidhanta, Dewa Tri Murti itu adalah manifestasi Siwa sebagai sebutan Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi dalam konsep Waisnawa, Tri Murti itu adalah perwujudan Maha Wisnu. Dalam Rgveda I, 164. 46 dinyatakan bahwa Tuhan itu mahaesa para Wipra atau orang-orang suci menyebutnya dengan banyak nama. Jadinya Pura Luhur Uluwatu itu adalah Pura Kahyangan Jagat yang didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan konsepsi Padma Bhuwana. Sebagai Siwa Rudra berkedudukan untuk

membumikan purusa wisesa dari Dewa Tri Murti agar umat tertuntun melakukan dinamika hidupnya berdasarkan Tri Kona yaitu kreatif menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan. Kreatif memelihara dan melindungi sesuatu yang seyogianya dipelihara dan dilindungi. Demikian juga melakukan upaya pralina pada sesuatu yang seyogianya dipralina. Siapa pun yang dapat hidup seimbang berbuat berdasarkan konsep Tri Kona itu dialah orang yang hebat karena sukses dalam hidupnya. Karena itulah Tuhan di Pura Luhur Uluwatu dipuja sebagai Dewa Siwa Rudra. Kata Rudra dalam bahasa Sansekerta artinya hebat atau bergairah. Keberadaan Pura Luhur Uluwatu ini sejak abad XVI Masehi ada terkait dengan tirthayatra Dang Hyang Dwijendra. Setelah itu didirikanlah Meru Tumpang Tiga di Pura Luhur Uluwatu sebagai pemujaan Dewa Siwa Rudra di mana aspek Brahma dan Wisnu juga terkait menjadi energi magis religius dalam pemujaan Siwa Rudra di Meru Tumpang Tiga. Meskipun kedatangan Dang Hyang

Dwijendra memperluas tempat pemujaan di Pura Luhur Uluwatu bukan berarti apa yang telah ada harus ditinggalkan begitu saja. Di sebelah kiri sebelum masuk pintu Candi Bentar tersebut terdapat kompleks pelinggih yang disebut Dalem Jurit. Di Pura Dalem Jurit inilah terdapat tiga patung Tri Murti yang merupakan tempat pemujaan Siwa Rudra ketika Mpu Kuturan mendirikan pura tersebut abad ke-11 Masehi. Dari Dalem Jurit kita terus masuk melalui Candi Bentar. Di jaba tengah ini kita menoleh ke kiri lagi ada sebuah bak air yang selalu berisi air meskipun musim kering sekalipun. Hal ini dianggap suatu keajaiban dari Pura Luhur Uluwatu. Sebab, di wilayah Desa Pecatu adalah daerah perbukitan batu karang berkapur yang mengandalkan air hujan. Bak air itu dikeramatkan karena keajaibannya itu. Keperluan air untuk bahan tirtha cukup diambil dari bak air tersebut. Dari jaba tengah ini kita terus masuk melalui Candi Kurung Padu Raksa bersayap. Candi ini ada yang menduga dibuat pada abad ke-11 Masehi karena dihubungkan dengan Candi Kurung bersayap yang ada di Pura Sakenan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Candi Kurung bersayap seperti ini ada di Jawa Timur peninggalan purbakala di Sendang Duwur dengan Candra Sengkala yaitu tanda tahun Saka dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuna sbb: Gunaning salira tirtha bayu, artinya menunjukkan angka tahun Saka 1483 atau tahun 1561 Masehi. Candi Kurung Padu Raksa bersayap di Sendang Duwur sama dengan Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu. Dengan demikian nampaknya lebih tepat kalau dikatakan bahwa Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur

Uluwatu dibuat pada zaman Dang Hyang Dwijendra yaitu abad XVI. Karena Dang Hyang Dwijendra-lah yang memperluas Pura Luhur Uluwatu. Setelah kita masuk ke jeroan (bagian dalam pura) kita menjumpai bangunan yang paling pokok yaitu Meru Tumpang Tiga tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Bangunan yang lainnya adalah bangunan pelengkap saja seperti Tajuk tempat meletakkan upacara dan Balai Pawedaan tempat pandita memuja memimpin upacara. Upacara piodalan atau sejenis hari besarnya Pura Luhur Uluwatu pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia atau setiap 210 hari berdasarkan perhitungan kalender Wuku. Pura Luhur Uluwatu memiliki wilayah suci dalam radius kurang lebih lima kilometer. Wilayah ini disebut wilayah Kekeran, artinya wilayah yang suci. Yang patut kita perhatikan adalah melindungi wilayah yang disebut sebagai wilayah kekeran. Hendaknya semua pihak menghormati wilayah kekeran tersebut untuk menjaga agar jangan ada bangunan yang tidak terkait dengan keberadaan Pura Luhur Uluwatu itu. Wilayah kekeran itu hendaknya dijaga agar tetap hijau dengan tumbuhtumbuhan yang khas Bali. Boleh dikreasi sepanjang untuk mengembangkan tumbuh-tumbuhan hutan dengan tanem tuwuh-nya, sehingga wilayah kekeran itu benar-benar asri dan juga suci tidak dijadikan pengembangan pasilitas yang lainnya. Lebih-lebih berdasarkan Bhisama Kesucian Pura di Pura Kahyangan Jagat seperti Pura Luhur Uluwatu ini harus dijaga tidak boleh ada bangunan di luar fasilitas pura dengan radius apeneleng sekitar lima kilometer harus steril dari bangunan yang tidak ada hubungannya dengan keberadaan Pura Luhur Uluwatu.

2.2 Struktur Pura Uluwatu Pura Uluwatu terletak di ketinggian 70 meter di atas permukaan laut

menjorok ke tengah laut di ujung batu karang. Sangat bagus untuk menyaksikan sunset dari Pura Uluwatu. Pura Uluwatu terletak di desa Pecatu kecamatan Kuta kabupaten Badung. Pura Uluwatu hanya 20 menit perjalanan dari Kuta, 15 menit dari arah Nusa Dua, 35 menit dari Sanur dan sekitar 60 menit dari Ubud. Keunikan dari Pura Uluwatu adalah berupa bangunan kuno berbentuk gapura yang bersayap. Dari corak dan pola hiasannya gapura memiliki persamaan dengan gapura di pura dalem Sakenan dengan relief ukiran burung yang indah. Gapura di bagian dalam Pura Uluwatu berbentuk candi kurung tanpa daun pintu dengan hiasan berupa kepala kala dengan berbagai ragam. Diatas kepala kala yang besar dekat puncak gapura kedua terdapat hiasan menyerupai tempat amertha, di depan bagian kiri dan kanan terdapat patung berkepala gajah. Pengempon Pura Uluwatu adalah Puri Jero Kuta dan puri Celagi Gendong Badung dan dalam kegiatan upacara dibantu oleh masyarakat Pecatu. Di dekat Pura Uluwatu tersedia tempat parkir yang luas dengan tempat jualan souvenir dan warung minum dan makan, di tempat parkir sudah tersedia toilet untuk umum. Karena keindahan Pura Uluwatu dan lokasinya sangat diminati

untuk dikunjungi baik oleh wisatawan domestik dan manca negara. Puncak kunjungan biasanya menjelang matahari terbenam dan tidak sedikit tamu berkunjung kesini juga mengkombinasikan tournya dengan melihat tarian kecak dengan latar belakang matahari terbenam serta makan malam special ikan laut di Furama Cafe Jimbaran. Pura Uluwatu diperkirakan dibangun pada jaman Empu Kuturan mendirikan pura Agung Besakih sekitar abad 11 dan dikisahkan Danghyang Nirartha mencapai Alam Moksa di Pura Uluwatu setelah melakukan perjalanan suci (Tirta yatra) keliling Bali, Lombok dan Sumbawa. Struktur Bangunan Pura Uluwatu sama seperti layaknya Pura yang ada di Bali yaitu Tri Mandala terbagi atas 3 halaman, yaitu halaman luar, halaman tengah dan halaman dalam (purian). Pura Uluwatu merupakan salah satu Kahyangan Jagat di Bali, tergolong kedalam Sad Kahyangan dan Pura Uluwatu sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawaNYA sebagai Rudra dangan posisi Pura Menghadap ke Timur.

10

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pura Uluwatu diperkirakan dibangun pada jaman Empu Kuturan mendirikan pura Agung Besakih sekitar abad 11 dan dikisahkan Danghyang Nirartha mencapai Alam Moksa di Pura Uluwatu setelah melakukan perjalanan suci (Tirta yatra) keliling Bali, Lombok dan Sumbawa. Struktur Bangunan Pura Uluwatu sama seperti layaknya Pura yang ada di Bali yaitu Tri Mandala terbagi atas 3 halaman, yaitu halaman luar, halaman tengah dan halaman dalam (purian). Pura Uluwatu merupakan salah satu Kahyangan Jagat di Bali, tergolong kedalam Sad Kahyangan dan Pura Uluwatu sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawaNYA sebagai Rudra dangan posisi Pura Menghadap ke Timur. Pura Uluwatu terletak di ketinggian 70 meter di atas permukaan laut menjorok ke tengah laut di ujung batu karang. Sangat bagus untuk menyaksikan sunset dari Pura Uluwatu. Pura Uluwatu terletak di desa Pecatu kecamatan Kuta kabupaten Badung. Pura Uluwatu hanya 20 menit perjalanan dari Kuta, 15 menit dari arah Nusa Dua, 35 menit dari Sanur dan sekitar 60 menit dari Ubud.

3.2 Saran Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu Pura Sad Khayangan yang ada di Bali. Pura ini sangat unik karena berada di Puncak tebing di Uluwatu. Pura ini menjadi simbolis dari keagungan dari agama Hindu yang selalu mendirikan tempat suci yang dianggap sangat sacral. Oleh karena itu sebagai generasi muda

11

kita harus menjaga Pura ini dari ancaman luar seperti dijadikannya pura sebagai objek wisata yang dapat menghilangkan kesucian Pura. Kita sebagai generasi muda harus ikut aktif dalam upaya pelestarian pura.

12

DAFTAR PUSTAKA

http://sudiatmika.com/pura-arti-dan-pengertian-pura/ https://www.google.co.id/search?hl=en&q=pura%20uluwatu www.scirbd.com

13

You might also like