You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Para leluhur terutama para maharsi telah menempatkan pura sebagai benteng kesucian jagat raya ini, khususnya Pulau Bali. Penempatan pura ini berdasarkan konsepsi Padma Mandala. Besakih sebagai Sari Padma Mandala, Sad Khayangan sebagai lawa, dan Dang Khayangan sebagai Sahastra Padma. Konsepsi ini membuka mata kita untuk melihat realisasinya yang nyaris sempurna di tanah Bali. Tiap orang mengetahui bahwa kesucian Pulau Bali yang misterius ini dijaga oleh benteng-benteng pura. Demikian sempurnanya realisasi pura sebagai benteng jagat di Bali sampai-sampai tidak ada tempat yang kosong atau tidak masuk dalam wilayah suci atau kawasan suci. Berbagai aktivitas keagamaan yang bertujuan untuk menjaga kesucian pura tersebut, serta kawasannya yang patut dilaksanakan sebagai perwujudan dari ajaran Satyam, Siwam, dan Sundaram. Dari semua pura Kahyangan Jagat yang begitu banyak di Bali, salah satunya adalah Pura Pucak Mangu yang terletak di Kabupaten Badung. Dalam makalah ini penulis akan membahas sedikit tentang Pura Puncak Mangu yang sangat dekat dengan kita dan menjadi bagian dari Pura Pancering Kahyangan, namun kurang dikenal masyarakat tidak seperti Pura Besakih, Pura Ulun Danu, dan pura-pura lainnya.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai letak serta sejarah berdiri Pura Pucak Mangu.

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui mengenai letak serta sejarah berdiri Pura Pucak Mangu.

1.4 Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini ialah dengan cara pengumpulan data melalui media internet kemudian penulis uraikan kembali dengan menggunakan kata-kata sendiri.

1.5 Tinjauan pustaka Pengertian Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan. Tata Letak Pelinggih Meru berbentuk atap bersusun tinggi serupa pagoda ini adalah salah satu ciri khas arsitektur pura. Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masingmasing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam hyang, meru yaitu menara dengan atap bersusun, serta bale (pendopo atau paviliun). Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni: 1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan. 2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.

3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan. Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala. Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam. Jenis Pura Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali. 1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang. 2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti. 3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bali. Sad Kahyangan Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali.

Masyarakat Bali pada umumnya menganggap pura-pura berikut sebagai Sad Kahyangan: 1. Pura Besakih di Kabupaten Karangasem. 2. Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem. 3. Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung. 4. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung. 5. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan. 6. Pura Pusering Jagat (Pura Puser Tasik) di Kabupaten Gianyar. Selain pura-pura Sad Kahyangan tersebut di atas, masih banyak pura-pura di lainnya di berbagai tempat di pulau Bali, sesuai salah satu julukannya Pulau Seribu Pura.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Lokasi Pura Pucak Mangu Pura Pucak

Mangu yang terletak di Gunung Mangu

termasuk ke dalam pura Sad Khayangan, pura yang sangat Yang di Pura

disucikan. berstana

Pucak Mangu adalah Hyang Dhanawa,

yang berarti penguasa lubang kepundan gunung berapi, dan penguasa segara danu (danau), yang tiada lain penguasa Gunung Mangu dan Danau Beratan. Hyang Denawa itu adalah tiada lain dari dewa pemelihara. Konsep ini dapat disimak dan dikaji, dianalisis dari bentuk dan jenis upakara sima gunung yang disebut sorohan banten pelupuhan ini adalah wujud banten sima gunung yang kuno, yang memiliki konsep ajaran filosofis yang konseptual. Pemaksan Pura Pucak Mangu dan khususnya Pura Penataran yang berada di Desa Tinggan, terdiri atas delapan desa adat yaitu, Desa Adat Tinggan, Desa Adat Pelaga, Desa Adat Semanik, Desa Adat Tihingan, Desa Adat Nungnung, Desa Adat Kiadan dan Desa Adat Bukian. Warga desa adat ini mempunyai hak dan kewajiban dengan pembangunan, pemeliharaan fisik maupun nonfisik. Pura Pucak Mangu terletak di Kabupaten badung sekitar 40 km dari Denpasar yang beriklim normal, curah hujan rata-rata 2135mm pertahun dengan temperature rata-rata 24,2 derajat celcius. Kelemababan rata-rata 92,5 %, dan tekanan rata-rata 1009,6 mm bar dengan penyinaran 65%. Untuk pelestarian maupun pengembangan budi daya kawasan, angka-angka klimatologi sangat diperlukan sebagai dasar kajian analisisnya dari berbagai aspek fisis, chemis dan ekologinya.

Pemilihan lokasi pura, pemukiman pedesaan, lahan pertanian dan lahan kehidupan lainnya berbeda dengan nalar sain dan teknologi yang kini dikembangkan. Perwujudan berbentuk arsitektur, pemakaian bahan dan pertimbangan orientasi, dimensi, orientasi, proporsi dan komposisi juga sirkulasi dan sirkulasi dan prosesi. Dan itu juga didasarkan pada angka-angka basement geografi, iklim, geologi, hidrologi dan topografi bentang alam dari lokasi terpilih.

2.2 Tata Letak / Denah Pura Pucak Mangu

Keterangan : 1 2 3 Meru tumpang 5 Linggih Betara Pucak Pangelengan Meru tumpang 3 Penyawangan Pura Terate Bang Ulu Lingga Tanggun Kaja Buana Maya (Kajaning kaja, Uluning ulu, Utamaning utama). Tepas Lingga Pelinggih Pengawit Padma Capah Difungsikan sebagai Padma Tiga Bale Pepelik Bale Pengayatan / Bale Pengaruman Pelinggih Nyatur Loka Penyawangan Pucak Reshi atau Pucak Sangkur

4 5 6 7

8 9

Bale Piyasan Bale Pesayuban

10 Bale Pesanekan 2.3 Sejarah Pura Pucak Mangu Pura Pucak Mangu mungkin sudah ada sejak zaman budaya megalitikum berkembang di Bali dengan bukti diketemukannya peninggalan Lingga yang cukup besar. Di tempat inilah I Gusti Agung Putu, pendiri Kerajaan Mengwi, melakukan tapa brata mencari keheningan pikiran setelah kalah dalam perang tanding. I Gusti Agung Putu pun menemukan jati dirinya dan bangkit lagi dari kekalahannya, terus dapat meraih kemenangan sampai dapat mendirikan Kerajaan Mengwi. Di tempat I Gst. Agung Putu bertapa brata itulah Pura Pucak Mangu kembali dipugar dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan umat Hindu yang terus berkembang. Puncak Gunung Mangu ini memang sangat hening untuk melakukan tapa brata untuk perenungkan diri seperti yang pernah dilakukan oleh I Gst. Agung Putu. Menurutnya, kegagalan bukan untuk disesalkan dan berputus asa, tetapi untuk dijadikan pengalaman serta diambil hikmahnya untuk pelajaran diri selanjutnya. Dengan cara itulah kegagalan dapat diubah menjadi awal kesuksesan. Dalam peta Pulau Bali nama Gunung Mangu hampir tidak dikenal. Mungkin karena Gunung Mangu ini tidak begitu tinggi. Namun kalau kita baca lontar tentang Pura Kahyangan Jagat nama Gunung Mangu ini akan mudah diketemukan. Nama Gunung Mangu ini disebutkan dalam Lontar Babad Mengwi. Leluhur Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung Putu kalah secara kesatria dalam pertempuran melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dari Puri Kekeran. Karena kalah I Gusti Agung Putu ditawan dan diserahkan kepada I Gst. Ngurah Tabanan sebagai tawanan perang. Oleh seorang patih dari Marga bernama I Gusti Bebalang meminta kepada I Gusti Ngurah Tabanan agar dibolehkan mengajak I Gusti Agung Putu ke Marga. Setelah di Marga inilah timbul niatnya I Gusti Agung Putu ingin membalas kekalahannya dengan cara-cara kestria kepada I Gusti Ngurah Batu Tumpeng.

Sebelum membalas kekalahannya, I Gusti Agung Putu terlebih dahulu bertapa di puncak Gunung Mangu tempat Pura Pucak Mangu sekarang. Di puncak Gunung Mangu inilah I Gusti Agung Putu mendapat pawisik keagamaan dengan kekuatan magis religius. Setelah itu I Gusti Agung Putu kembali menantang I Gusti Ngurah Batu Tumpeng bertempur. Berkah hasil tapanya di Gunung Mangu itulah I Gusti Agung Putu meraih kemenangan melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan musuh-musuhnya yang lain. Gunung Mangu ini terletak di sebelah timur laut Danau Beratan. Gunung ini juga bernama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan. Orang dari Desa Beratan menyebut gunung tersebut Pucak Beratan. Sedangkan orang yang dari Desa Tinggan menyebutnya Pucak Tinggan. Karena umat di Desa Tinggan-lah yang ngempon aci-aci di Pura Pucak Mangu tersebut. Nama Pucak Pengelengan menurut penuturan keluarga Raja Mengwi bahwa saat I Gusti Agung Putu bertapa di Pucak Mangu, Batara Pucak Mangu menulis (ngerajah) lidahnya. Setelah itu I Gusti Agung Putu disuruh ngelengan (melihat keseliling). Mana daerah yang dilihat dengan terang itulah nanti daerah kekuasaannya. Karena itulah Pucak Mangu ini juga disebut Pucak Pengelengan. Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran yaitu Pura Ulun Danu Beratan didirikan oleh I Gusti Agung Putu yang berada di sebelah barat Gunung Mangu dan Pura Penataran Agung Tinggan di sebelah timur Gunung Mangu didirikan oleh keturunannya yaitu Cokorda Nyoman Mayun. Di Pucak Mangu ini terdapat sebuah pura dengan ukuran 14 x 24 meter. Di dalamnya ada beberapa pelinggih dan bangunan yang bernilai sejarah kepurbakalaan. Yaitu sebuah Lingga, dengan ukuran tinggi 60 cm dan garis tengahnya 30 cm. Bahannya dari batu alam lengkap dengan bentuk segi 4 (Brahma Bhaga), segi delapan (Wisnu Bhaga) dan bulat panjang (Siwa Bhaga). Menurut para ahli purba kala, Lingga ini sezaman dengan dengan Lingga di Pura Candi Kuning. Para ahli memperkirakan penggunaan Linga dan Candi sebagai media pemujaan di Bali berlangsung dari abad X - XIV. Setelah abad itu pemujaan di Bali menggunakan bentuk Meru dan Gedong. Kapan tepatnya Pura Pucak Mangu ini didirikan belum ada prasasti atau sumber lainnya dengan tegas menyatakannya.

Dari cerita keluarga Raja Mengwi konon ketika I Gusti Agung Putu akan bersemadi di gunung ini menjumpai kesulitan karena hutannya sangat lebat. Setelah beliau berusaha ke sana-ke mari lalu beliau mendengar suara tawon. I Gusti Agung Putu pun menuju suara tawon itu. Ternyata di tempat suara tawon itu dijumpai reruntuhan pelinggih termasuk Lingga tersebut. Setelah itu kemungkinan pura ini dipugar oleh I Gusti Agung Putu setelah beliau berhasil menjadi Raja Mengwi serta mendirikan Pura Penataran-nya di tepi Danau Beratan. Nampaknya sampai abad XVIII pelinggih utama di Pura Pucak Mangu adalah Lingga Yoni saja dan bangunan pelengkap lainnya. Setelah pemerintahan I Gst. Agung Nyoman Mayun yang bergelar Cokorda Nyoman Mayun melengkapinya dengan pendirian Meru Tumpang Lima linggih Batara Pucak Mangu. Meru Tumpang Tiga linggih Batara Teratai Bang dan Tepasana tempat Lingga. Ada juga dibangun Padma Capah sebagai Pengubengan, Pelinggih Panca Resi yang mempunyai lima ruangan yang menghadap ke empat penjuru dan sebuah ruangan berada di tengah, dan bangunan lainnya. Menurut Babad Mengwi, atas perintah Cokorda Nyoman Mayun-lah Pura Penataran Tinggan didirikan tahun Saka 1752 atau 1830 Masehi. Mungkin zaman dahulu menuju ke Pura Penataran Ulun Danu Beratan masih sulit karena keadaan alamnya. Hal itulah barang kali menyebabkan Pura Pucak Tinggan memiliki dua Pura Penataran. Sampai tahun 1896 saat runtuhnya Kerajaan Mengwi tidak ada tercatat dalam sejarah bahwa Pura Pucak Mangu direstorasi. Tahun 1927 akibat gempa yang dhasyat Pura Pucak Mangu ikut runtuh. Pura tersebut baru direstorasi tahun 1934 - 1935. Tahun 1978 terjadi angin kencang lagi yang merusak pelinggih dan bangunan lainnya. Pada tahun itu juga pura tersebut direstorasi kembali.

2.4 Piodalan dan Upacara Piodalan Pura Pucak Mangu jatuh tiap setahun sekali yaitu pada Purnama Kelima. Meski demikian, penyelenggaraan upacaranya dihindari hari purnama yang bertepatan dengan hari pasah, terlebih lagi menemui pasah tungleh dan soma pasah. Demikian juga apabila bertemu dengan ingkel wong. Apabila hari pujawali

bertepatan dengan pasah maupun ingkel wong tadi maka upacara diundur pelaksanaannya yang disebut pujawali Ida Batara kalaksanayang ring mayangne. Aedan karya piodalan di Pucak Mangu dilaksanakan melalui dua tahap. Tahap pertama diadakan upacara dan upakara di pura yang berada di puncak gunung (Mangu). Upacara piodalan ini dilakukan pada pagi hari. Sejak pagi hari semua peralatan upakara, banten, gambelan diangkut oleh pemaksan menuju puncak gunung. Setelah rangkaian upacara yang dilaksanakan di puncak itu selesai, Ida Batara kairing ke Penataran Agung yang berada di Desa Tinggan. Di Pura Penataran Ida Batara nyejer selama sebelas hari. Adapun rangkaian upacara yang dilakukan di Pura Penataran Agung Tinggan adalah sebagai berikut: Matur piuning nuwasen karya, nunas tirta pangingsahan, negtegan beras lan nyamuh ngingsah nguntap Ida Batara melasti mapepada, piodalan, piodalan penganyar masineb. Upcara piodalan di Pura Penataran Agung Pucak Tinggan dilaksankan manut indik atau menurut ketentuan tingkat karya. Pada saat piodalan di-puput ida pedanda sebagai wiku pamuput dan pamutus karya. Upacara kemudian dilanjutkan dengan upacara persembahan dan pemujaan pawedalan menurut tradisi sima gunung yang dipimpin Pemangku Gede Pura Pucak Mangu yang dibantu oleh semua pemangku dari kedelapan banjar pemaksan Pura Pucak Mangu. Di samping upacara yang dilakukan saat pidaolan juga ada upcara penyabran mengani aci peyabran yang dilakukan di Pura Penataran Pucak Mangu, seperti pangliwonan, purnamna tilem, Galungan, Kuningan, Sarasawati, Pagerwesi, anggara kasih maupun rerahinan yang lain. Pelaksaanaan aci peyabran ini secara rutin dilakukan oleh pemangku.

2.5 Potensi Pura Pucak Mangu Adapun potensi yang dimilki oleh Pura Pucak Mangu adalah sebagai berikut : a. Struktur Bangunan Pura Pucak Mangu termasuk salah satu kayangan jagat di Bali yang didirikan sekitar tahun 1555 Isaka atau tahun 1633 dengan dua fungsi yaitu sebagai Pura Catur Loka Pala dan Pura Padma Bhuwana. Pura Pucak Mangu

10

seperti layaknya pura pada umumnya di Bali struktur bangunannya didasarkan pada konsep tri mandala yang terdiri dari tiga halaman yaitu jaba sisi ( halaman luar), jaba tengah ( halaman tengah ) dan jeroan ( halaman dalam ) dengan struktur bangunan khas Bali. Palebahan pura yang paling timur adalah sthana Ida Bhatari Danu atau dikenal dengan Lingga Petak berupa Meru Tumpang Tiga, dimana di bawahnya terdapat batu berwarna merah putih dan hitam. Yang putih berukuran paling besar. Itulah sebabnya disebut Lingga Petak atau Lingga Putih. Selanjutnya palebahan di sebelah baratnya berupa Meru Tumpang Sebelas sebagai sthana Ida Bhatara Pucak Mangu. Kedua palebahan ini sedikit terpisah dengan palebahan ketiga dan keempat yang berada di daratan. Palebahan ketiga yang paling luas adalah tempat banyak bangunan suci dengan pelinggih utama berupa Meru Tumpah Tujuh sthana Ida Bhatara Terate Bang. Di tempat ini juga ada Padmasri sebagai sthana Ida Bhatara Pucak Sangkur dan sebuah Padma Tiga sebagai sthana Tri Purusa. Palinggih yang lain adalah jajaran kamiri yang terdiri dari : Padmasana, Sanggah Kamulan Rong Tiga, Taksu Agung, Meru Tumpang Tiga, Gedong Manjangan Saluang, Gedong beratap pane, lima buah gedong lainnya, sejumlah balai yakni Bale Pasamuan Agung, Bale Paruman Alit, Bale Papelik, Bale Penyucian, Bale Gong dan Bale Kulkul. Sedangkan palebahan keempat berada di jabaan palebahan terbesar sebagai sthana Ida Bhatara Dalem Purwa.

b. Adat-istiadat Upacara di Pucak Mangu dilakukan dua kali setahun. Pada Purnama Sasih Kapat dilakukan upacara piodalan baik di Pura Pucak Mangu maupun di Pura Penataran Tinggan. Sedangkan Purnama Sasih Kapitu dilakukan upacara Ngebekin di kedua pura tersebut. Upacara piodalan dan upacara ngebekin di Pura Pucak Mangu diselenggarakan oleh delapan kelompok pemaksan yaitu Tinggan, Plaga, Bukian, Kiadan, Nungnung, Semanik, Tiyingan dan Auman. Delapan pemaksan inilah yang membantu Puri Mengwi untuk melaksanakan kedua upacara pokok tersebut. Setiap mengadakan upacara silakukan biasanya diiringi dengan tari-tarian sakral seprti rejang dewa, Baris gede, wayang lemah.

11

c. Potensi Flora Pura Pucak mangu terletak di kawasan pegunungan hutan lindung yang kelestariannya masih bisa di pertahankan. Pura ini terletak di kawasan puncak dengan ketinggiam 2.020 meter di atas permukaan laut. Kesuburan dan kandungan hidrologi dari struktur geologi menentukan jenis flora yang tumbuh di kawasannya sebagai habitat sesuai dengan keperlaun hidupnya. Adapun pohonpohon yang masih dipertahankan terutama di jalur lintasan setapak dan dijadikan taman hutan wisata adalah sebagai berikut seprti anggrek, talas sembung, tedted, paku jukut (sayur), buyung-buyung, uyah-uyah, layah bebek dan berbagai jenis tumbuhan jalar dan juga tumbuhan lekat dari pohon tinggi termasuk tanaman kopi, cengkeh, mangga dan tumbuhan buah-buahan lainnya.

d. Potensi Fauna Pura Pucak Mangu juga melindungi beberapa fauna langka yang masih bisa bertahan sampai sekarang diantaranya keker kiuh, kurkurtekukur, punaan, titiran, perit bondol, belatuk, becica sesapi, lubak, bukal dan semal.

2.6 Keunikan Pura Pucak Mangu Upacara Ngebekin Upacara Ngebekin ini bukanlah merupakan upacara piodalan tetapi merupakan upacara permohonan kepada Ida Bhatara agar hasil panen padi bisa berhasil dengan baik. Ida Bhatara di Pucak Mangu dianggap sebagai sumbernya kehidupan tumbuh-tumbuhan, sebab itulah sorohan pelupuhan merupakan banten yang khas dipergunakan dan dipersebahkan pada waktu upacara ngebekin. Jenis bantennya jauh lebih sederhana dari pada banten piodalan, tetapi sorohan pelupuhan inilah yang terpokok. Pelaksanaannya hampir sama dengan waktu upacara piodalan dimana dilaksanakan upacara mendak tirtha ke pesiraman kemudian Ida Bhatara Tirtha kadegang (disthanakan) dengan sujang. Di Puncak Gunung Mangu, dimana umat yang memohon tirta ini yaitu umumnya rakyat di 8 desa tersebut di atas terutama yang mempunyai tegalan atau sawah masing-masing membawa tegteg atau sujang sebagai dasar permohonan tirtha ngebekin. Kalau pada waktu piodalan tirtha yang dimohon adalah tirtha

12

kakuluh dan tirtha perwujudan Ida Bhatara di mana tirtha ini dimohon oleh umatnya (dipakai, diminum dan disiratkan kepada manusia). Tetapi tirtha ngebekin tidak boleh diminum atau dicipratkan kepada manusia, melainkan penggunaannya dicipratkan ke sawah atau tegalan. Waktu memendak tirtha ke puncak inipun juga menggunakan gong. Fungsi tirtha ngebekin ini adalah agar padi yang sudah mulai bunting, agar menjadi dalam arti tidak diganggu oleh tikus atau balang sangit dan tidak kosong. Demikianlah jenis upacara dan upakara yang dilaksanakan di Puncak Gunung Mangu dan di Penataran Agung di Desa Tinggan.

Pantangan dan Unen Bagi mereka yang akan pergi ke Pucak Mangu, tidak diperkenankan berkata-kata yang kotor, ataupun sesumbar ataupun takabur, karena bisa mengakibatkan dapat bencana tersesat di jalan atau terjatuh di jalan. Sebagaimana diketahui meskipun jalan ke Pucak Mangu cukup jelas, tetapi banyak juga orang yang sering tersesat. Bagi mereka yang membawa aturan-aturan, tidak diperkenankan membawa daging babi ke Puncak. Bagi mereka yang nunas pawintenan, tidak boleh makan daging minimal 3 hari setelah nunas tirtha pawintenan. Unen, dalam arti binatang-binatang (duwe) Ida Bhatara adalah Harimau. Harimau ini sering kelihatan pada hari-hari tertentu, kalau banten (labaan) kurang. Demikian pula harimau duwe ini sering kelihatan seperti kucing.

13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pura Pucak Mangu yang terletak di Gunung Mangu termasuk ke dalam pura Sad Khayangan, pura yang sangat disucikan. Yang berstana di Pura Pucak Mangu adalah Hyang Dhanawa. Pura Pucak Mangu terletak di Kabupaten badung sekitar 40 km dari Denpasar. Pura Pucak Mangu memiliki sejarah yang sangat panjang mulai dari jaman budaya megalitikum ada di Bali. Piodalan Pura Pucak Mangu jatuh tiap setahun sekali yaitu pada Purnama Kelima.

3.2 Saran Kita sebagai generasi penerus harus menjaga dan melestarikan budaya yang dibuat dan diwariskan oleh para leluhur kita. Oleh karena itu, kita harus ikut menjaga Pura Pucak Mangu agar tidak rusak dan berkurang. Menjaga kesucian pura juga sangat perlu mengingat Pura Pucak Mangu merupakan tempat suci untuk umat Hindu dan sangat dijaga kesuciannya.

14

DAFTAR PUSTAKA

http://www.babadbali.com/pura/plan/pucak-mangu.htm http://okanila.brinkster.net/mediaFull.asp?ID=247 https://www.google.com/search?q=sejarah+pura+pucak+mangu http://sudiatmika.com/pura-pucak-mangu-part-2/ http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/03/pura-pucak-mangu-pelaga.html

15

You might also like