You are on page 1of 80

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.

) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM

Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2009

Ima Hani Setiawati

RINGKASAN
IMA HANI SETIAWATI. C34104056. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan MALA NURILMALA. Gelatin yang banyak beredar adalah produk yang terbuat dari kulit dan tulang sapi atau babi yang menimbulkan masalah di masyarakat baik kehalalan maupun kesehatan. Kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) dapat dijadikan gelatin karena di dalamnya terdapat protein kolagen. Konversi kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) menjadi gelatin dapat dilakukan menggunakan asam dan basa. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp) sebagai bahan baku gelatin. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan asam asetat dengan lama perendaman 12, 18, dan 24 jam dikombinasikan dengan konsentrasi 1%-5%. Rendemen gelatin pada penelitian pendahuluan dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-5% berkisar antara 7,78-13,33%; pH 4,34-5,56; viskositas 12-16,2 cP; serta kekuatan gel 150-225 bloom, sedangkan pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-5% dihasilkan rendemen berkisar antara 5,32-11,7%; pH 4,88-5,32; viskositas 13,8-18,2 cP; serta kekuatan gel 75-285 bloom. Konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dipilih sebagai perlakuan pada penelitian utama dikombinasikan dengan perendaman asam asetat selama 12, 18, dan 24 jam Nilai rendemen gelatin dengan kombinasi lama perendaman 12 jam dan konsentrasi asam asetat 1%-3% berkisar antara 11,8-13,86%; pH 5,01-5,33; viskositas 14,4-15,6, cP; serta kekuatan gel 202,5-230 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 14,33-16,8%; pH 5-5,45; viskositas 15,44- 17,4 cP; serta kekuatan gel 252,5-312,5 bloom. Nilai rendemen pada kombinasi lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 1%-3% dihasilkan berkisar antara 11,04-12,95%; pH 4,98-5,1; viskositas 12,3-15,56 cP; serta nilai kekuatan gel 207,5-285 bloom. Gelatin terbaik diperoleh dari kombinasi lama perendaman 18 jam dengan konsentrasi asam asetat 3%. Analisis fisika kimia terdiri dari analisis proksimat dengan hasil kadar air 10,19%, kadar abu 0,4%, kadar lemak 0,33%, dan kadar protein 88,88%; kekuatan gel 312,5 bloom; viskositas 17,4 cP; pH 5,45; titik gel 10,15 C; titik leleh 27,26 C; titik isoelektrik 8; derajat putih 34,7%; sementara logam berat Pb dan Hg tidak terdeteksi. Hasil uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi flavor. Tetapi dari segi warna, gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin komersial dan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin standar laboratorium.

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM : Ima Hani Setiawati : C34104056

Nama NRP

Menyetujui : Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Wini Trilaksani, M.Sc NIP : 131 578 851

Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP : 132 315 793

Mengetahui : Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1) Papa, mama, kakak-kakakku (ARomi, ADrajat, ASyarif & T Neng), serta adik-adikku (Lillah & Annisa) tercinta atas limpahan kasih sayang, doa yang selalu mengalir tanpa henti, serta motivasi dan dukungan yang tak terhingga kepada penulis. 2) Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Mala Nurilmala S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat serta motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3) Dra. Pipih Suptijah MBA dan Dr. Ir. Agoes Murdiono Jacoeb selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. 4) Keluarga besar Hari Trilaksono (Bapak, Ibu, Mas Adhi, Mba Mia dan Mas Tomi) yang telah menjadi keluarga kedua atas kasih sayang, doa dan bantuan moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis. 5) Ibu Windy, Ibu Ire, dan mba Fanny atas perhatian, semangat, dan bantuan moril maupun materiil selama penyelesaian skripsi ini. 6) 7) Dr. Tati Nurhayati S.pi, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik. Vera, Anez, Syeni, dan Indah atas persahabatan yang tidak akan pernah terlupakan. 8) Dosen-dosen, staf administrasi (Pak Ade, Mas Ismail, Mas Zaky dan staf administrasi lainnya), serta staf laboratorium (Bu Ema, Mba Ica, Mas Ipul)

9)

Teman-temanku Luh Putu Ari, Alim, An-Nur Crew, Al-demi Crew, anakanak di lab. Ombenk dan teman-teman seperjuangan Haris, Dwi, Nuzul, Dhias, Bayhaqi, Bobi, Deslina, Fuji, Ulfa, Nicolas, Yugha serta temanteman THP41 yang selalu memberi semangat selama mengerjakan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10) Ibu Rubiah, Pak Sobirin, dan Pak Danu yang telah membantu dalam penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 11) Teman-teman THP39, THP40 dan THP42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. 12) Agung Setiaji atas kasih sayang, perhatian dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. 13) Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2009

Ima Hani Setiawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ima Hani Setiawati. Dilahirkan pada tanggal 09 November 1986 di Bogor dari pasangan Bapak Soedarman dan Ibu Djubaedah. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SDN Bantarkemang II dan lulus pada tahun 1998, kemudian dilanjutkan ke SMPN 1 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan sekolah menengah umum penulis tempuh di SMUN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004, pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus Himpunan profesi Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan pernah menjadi asisten mata kuliah Diversifikasi Hasil Perikanan dan Teknologi Hasil Samping Perikanan. Penulis juga pernah mengikuti seminar kewirausahaan serta seminar ISO 22000 in Fisheries Industries. Selain itu penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI pada tahun 2008. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis melakukan penelitian serta penyusunan skripsi dengan judul Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan............................................................................................... 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.).............. 2.2 Kulit Ikan .......................................................................................... 2.3 Kolagen............................................................................................. 2.4 Gelatin .............................................................................................. v 1 1 3 4 4 5 6 8 DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

2.5 Pembuatan Gelatin ............................................................................ 11 2.6 Mutu Gelatin ..................................................................................... 13 2.7 Pemanfaatan Gelatin.......................................................................... 13 3. METODOLOGI....................................................................................... 15 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 15 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 15 3.3 Metode Penelitian.............................................................................. 15 3.3.1 Penelitian pendahuluan .......................................................... 16 3.3.2 Penelitian utama .................................................................... 18 3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin ..................................................... 18 3.4.1 3.4.2 3.4.3 3.4.4 3.4.5 3.4.6 3.4.7 3.4.8 3.4.9 3.4.10 3.4.11 3.4.12 3.4.13 Rendemen (AOAC 1995)....................................................... Kekuatan gel (Gaspar 1998)................................................... Viskositas (British Standard 757 1975) .................................. Derajat putih (Anonimb)......................................................... Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975)............... Kadar air (AOAC 1995)......................................................... Kadar abu (AOAC 1995) ....................................................... Kadar protein (AOAC 1995).................................................. Kadar lemak (AOAC 1995) ................................................... Kandungan logam (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997) ................ Titik leleh (Suryaningrum dan Utomo 2002) .......................... Titik gel (Suryaningrum dan Utomo 2002)............................. Titik isoelektrik protein (Weinewright 1977) ......................... 18 18 19 19 19 19 20 20 21 21 21 22 22

3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992) ......................................... 22 3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubies 1992).......................... 23 3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 25 4.1 Penelitian Pendahuluan...................................................................... 25 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.1.4 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5 Rendemen gelatin .................................................................. Nilai pH gelatin ..................................................................... Viskositas gelatin................................................................... Kekuatan gel gelatin .............................................................. Rendemen gelatin .................................................................. Nilai pH gelatin ..................................................................... Viskositas gelatin................................................................... Kekuatan gel gelatin .............................................................. Analisis komposisi kimia gelatin............................................ a. Kadar air ............................................................................ b. Kadar abu .......................................................................... c. Kadar lemak....................................................................... a. Kadar protein ..................................................................... a. Kekuatan gel gelatin........................................................... b. Viskositas gelatin............................................................... c. Nilai pH gelatin.................................................................. d. Titik gel dan titik leleh gelatin............................................ e. Titik isoelektrik gelatin ...................................................... f. Derajat putih gelatin ........................................................... g. Logam berat Pb dan Hg gelatin .......................................... 4.2.7 4.2.8 25 26 28 29 31 32 33 35 36 37 38 38 39 40 41 42 42 43 45 45

4.2 Penelitian Utama ............................................................................... 31

4.2.6 Analisis sifat fisika dan kimia gelatin..................................... 40

Analisis asam amino gelatin................................................... 46 Uji organoleptik gelatin ......................................................... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 50 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 50 5.2 Saran ................................................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 51 LAMPIRAN ................................................................................................... 56

DAFTAR TABEL No. Halaman 2 5 5 7 8

1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003 ........................................... 2. Komposisi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ............................................ 3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 .......................... 4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia ............................... 5. Komposisi asam amino berbagai kulit hewan ..........................................

6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B.................................................................. 10 7. Komposisi asam amino gelatin ................................................................ 11 8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI..................................................... 13 9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO ...................................................... 13 10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan .................... 14 11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 37 12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersia dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ............................................................ 40 13. Analisis komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) ...................................... 47

DAFTAR GAMBAR No Halaman 4 9

1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.).............................................................. 2. Proses pembentukan gel gelatin (deMan 1997)........................................

3. Struktur kimia gelatin (Poppe 1992) ........................................................ 10 4. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian pendahuluan) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ................... 17 5. Proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Penelitian utama) (*Modifikasi dari Pelu et al. 1998) ............................. 24 6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 25 7. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 27 8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 28 9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan............................................................................................ 30 10. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 32 11. Histogram pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ....... 33 12. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 34 13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama ...................................................................................................... 35 14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komersial (GT-K), dan gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q) .................................................... 48

DAFTAR LAMPIRAN No Halaman

1. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin komersial..................................................................................... 57 2. Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium .................................................................... 57 3. Gambar proses pecucian (demineralisasi) ................................................ 57 4. Gambar proses ekstraksi.......................................................................... 58 5. Gambar lembaran gelatin ........................................................................ 58 6. Gambar serbuk gelatin ............................................................................ 58 7. Gambar Rheoner RE 3305....................................................................... 59 8. Gambar Brookfield Syncro-Lectric Viskometer........................................ 59 9. Gambar pH meter.................................................................................... 59 10. Sifat gelati tipe A dan B menurut Poppe (1992)....................................... 60 11. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian pendahuluan) ................... 60 12. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian pendahuluan)............................. 60 13. Analisis ragam faktorial pH (penelitian pendahuluan) ............................. 60 14. Uji lanjut Duncan pH (penelitian pendahuluan)....................................... 61 15. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian pendahuluan)................... 61 16. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian pendahuluan) ............................ 61 17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian pendahuluan) .............. 61 18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian pendahuluan)........................ 62 19. Analisis ragam faktorial rendemen (penelitian utama) ............................. 62 20. Uji lanjut Duncan rendemen (penelitian utama)....................................... 62 21. Analisis ragam faktorial pH (penelitian utama)........................................ 63 22. Uji lanjut Duncan pH (penelitian utama) ................................................. 63 23. Analisis ragam faktorial viskositas (penelitian utama)............................. 63 24. Uji lanjut Duncan viskositas (penelitian utama) ...................................... 64 25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel (penelitian utama) ........................ 64 26. Uji lanjut Duncan kekuatan gel (penelitian utama) .................................. 64 27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kuli ikan kakap merah dengan HPLC ......................................................................................... 65 28. Grafik hasil uji asam amino standar SIGMA dengan HPLC..................... 67

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami yang terdapat dalam kulit dan tulang (Yi et al. 2006). Gelatin banyak digunakan untuk

berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. Industri yang paling banyak memanfaatkan gelatin adalah industri pangan. Dalam industri pangan, menurut Poppe (1992) dalam LPPOM MUI (2008) gelatin digunakan sebagai pembentuk busa (whipping agent), pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent), pengemulsi (emulsifier), finning agent, crystal modifier, dan pengental (thickener). Industri pangan yang membutuhkan gelatin antara lain industri konfeksioneri, produk jelly, industri susu, margarin dan food suplement. Gelatin juga digunakan dalam industri non-pangan seperti industri farmasi, fotografi, kosmetik, dan industri kertas. Gelatin dapat digunakan dalam bahan pembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles, gelatin sponge, surgical powder, suppositories, medical research, plasma expander, dan mikroenkapsulasi dalam bidang farmasi. Gelatin dalam industri fotografi digunakan sebagai pengikat bahan peka cahaya, dan pada industri kosmetik, gelatin digunakan untuk menstabilkan emulsi pada produk-produk shampo, penyegar dan lotion, sabun (terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari (Hermanianto 2004). Dalam industri kertas, gelatin digunakan sebagai sizing paper (Ward and Court 1977). Penggunaan gelatin yang cukup luas menyebabkan kebutuhannya semakin meningkat dari tahun-ketahun. Penggunaan gelatin dunia diperkirakan adalah 200.000 metrik ton/tahun (Hertz 1995 dalam Choi and Regenstein 2000). Selama ini kebutuhan gelatin di Indonesia dipenuhi melalui impor dari berbagai negara

seperti Amerika, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003 disajikan pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Data impor gelatin periode tahun 1995-2003 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Gelatin (Kg) 1.169.197 2.673.500 2.148.415 1.851.328 2.371.738 2.712.345 3.115.382 1.925.732 1.102.019 US$ 5.503.803 7.406.426 8.831.742 6.781.571 9.095.440 9.119.997 8.683.771 6.102.019 6.962.237

Sumber : Biro Pusat Statistik (2004)

Sumber bahan baku gelatin impor pada umumnya berasal dari tulang dan kulit sapi, babi, atau dari sumber lain yang tidak jelas informasinya. Menurut data SKW biosystem suatu perusahaan multinasional bahwa produk gelatin dunia pada tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari kulit jangat sapi sebanyak 28,7%, kulit babi sebanyak 41,4%, serta kontribusi tulang sapi sebesar 29,8%, dan sisanya dari ikan (Wiyono 2001). Hal tersebut menimbulkan keraguan dalam kehalalannya terutama bagi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia karena babi merupakan hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi, sedangkan penggunaan sapi sebagai bahan baku gelatin menimbulkan kekhawatiran dalam bidang kesehatan karena adanya wabah penyakit yang dibawa oleh ternak seperti penyakit sapi gila dan anthrax (Gudmundsson 2002). Untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus mengurangi ketergantungan impor gelatin, dilakukan beberapa percobaan pembuatan gelatin dari kulit dan tulang unggas. Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai bahan baku gelatin adalah kolagen yang berasal dari ikan (Haug et al. 2003). Menurut Surono et al. (1994) tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap (DKP 2005), diketahui produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung mengalami peningkatan dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton dengan kenaikan rata-rata pertahun adalah 6,25%. Ikan kakap merah yang berukuran 400-1.000 gr dapat

menghasilkan daging fillet sebanyak 41,5% dan limbah 58,5% Diantara limbah tersebut terdapat kulit yang belum dimanfaatkan dengan baik yaitu sekitar 4,0%, oleh karena itu untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah kulit ikan kakap merah perlu dilakukan penelitian gelatin dari kulit ikan kakap merah dan karakterisasinya. Diharapkan gelatin yang dihasilkan bermutu tinggi serta memenuhi standar gelatin komersial. 1.2. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) sebagai bahan baku gelatin. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari proses konversi kolagen menjadi gelatin dengan berbagai konsentrasi asam asetat dan lama perendaman. (2) Karakterisasi gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) yang dihasilkan dari proses asam.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin 1968) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Percoidea : Lutjanidae : Lutjanus : Lutjanus sp.

Gambar 1. Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Ditjen Perikanan 1990) Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai badan bulat pipih memanjang dengan sirip dipunggung, dapat mencapai 20 cm. Umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-giginya halus. Ikan kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Bagian punggung warnanya mendekati keabuan, putih perak bagian bawah dengan sirip-sirip berwarna abu-abu gelap. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Ikan kakap merah hidup di perairan pantai, muara sungai, teluk, dan air payau (Ditjen Perikanan 1990).

Daerah penyebaran ikan kakap merah antara lain pantai utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera bagian timur, Teluk Benggala, Arafuru Utara Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, pantai India, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, dan bagian selatan Philipina sampai pantai utara Australia (Ditjen Perikanan 1990). Ikan kakap merah tergolong ikan demersal, selalu berkelompok dan bersembunyi di karang-karang. Panangkapannya dilakukan dengan pancing kakap, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990). Ikan kakap merah mengandung protein tinggi yaitu sebesar 18,2%. Komposisi kimia ikan kakap merah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Senyawa kimia Air Protein Karbohidrat Lemak Abu
Sumber : Ditjen Perikanan (1990)

Jumlah (%) 80,3 18,2 0 0,4 1,1

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (DKP 2005), diketahui bahwa produksi ikan kakap merah dari tahun 2001-2005 cenderung meningkat dari 67.773 ton menjadi 97.044 ton. Data produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 Kenaikan rata-rata 1992-2002 Kenaikan rata-rata 2004-2005
Sumber : DKP (2005)

Jumlah (ton) 67.773 62.303 74.233 91.339 97.044 10,09% 6,25%

2.2

Kulit Ikan Kulit merupakan hasil samping dari pemotongan hewan yang berupa organ

tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit hewan, berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup. Judoamidjojo et al. (1979) mengemukakan

bahwa struktur dasar kulit hewan terdiri dari tenunan serat protein yang disebut serat kolagen, komponen yang berfungsi sebagai kerangka penguat. Kulit ikan umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dan mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al. 1977). Lapisan dermis adalah bagian pokok tenunan kulit yang diperlukan dalam pembuatan gelatin, karena lapisan ini sebagian besar (berkisar 80%) terdiri atas jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat. Kulit ikan mengandung air 69,6%, protein 26,9%, abu 2,5% dan lemak 0,7%. Protein pada kulit dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (1) protein yang tergolong fibrous protein meliputi kolagen (yang terpenting), keratin, dan elastin; (2) protein yang tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin (Judoamidjoyo 1974). Choi dan Regenstein 2000 mengemukakan bahwa kulit, tulang, dan gelembung renang ikan merupakan limbah yang secara komersial dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri gelatin karena bahan-bahan tersebut dihasilkan dalam jumlah banyak sehingga dapat memberikan keuntungan dan menambah penghasilan secara ekonomi bagi pengelola limbah industri perikanan. Tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai bahan pembuatan gelatin karena mencakup 10-20% dari berat tubuh ikan (Surono et al. 1994). 2.3 Kolagen Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe 1992). Silva et al. (2005) menyatakan bahwa kolagen adalah protein hewan yang menjadi komponen utama dari semua jaringan penghubung yang terdapat pada kulit, tulang, tendon, dan kartilago. Kolagen berfungsi sebagai elemen penahan tekanan serta pengikat pada tulang hewan vertebrata (Glicksman 1969). Kolagen adalah protein serabut (fibril) yang mempunyai fungsi kurang larut, amorf, dapat memanjang dan berkontraksi. Protein serabut ini tidak larut dalam pelarut encer, sukar dimurnikan, susunan molekulnya terdiri dari molekul yang panjang dan tidak membentuk kristal (Winarno 1997). Kolagen murni sangat

sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar, yang sering dikonversi menjadi gelatin. Di samping pelarut alkali, kolegen jega larut dalam pelarut asam (Bennion 1980). Penyebaran kolagen pada jaringan hewan mamalia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penyebaran kolagen dalam jaringan hewan mamalia Jenis jaringan Kulit Tulang Tendon Aorta Hati Kolagen (%) 89 24 85 23 2 Jenis jaringan Otot Usus besar Lambung Ginjal Kolagen (%) 2 18 23 5 -

Sumber : Ward and Court (1977)

Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang berbentuk batang dengan panjang 3000, diameter 5 dan mengandung tiga unit rantai polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur heliks yang disebut rantai . Rantai ini mengandung 1000 residu asam amino dengan komposisi yang sangat bervariasi (Bennion 1980). Wong (1989) menambahkan bahwa rantai yang dibentuk oleh tiga unit polipeptida tersebut menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara grup NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan grup CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks (Wong 1989). Ada dua tipe ikatan yang merupakan struktur sekunder dan tersier kolagen yaitu 1) Ikatan intramolekul yang terjadi antara rantai-rantai molekul tropokolagen dan 2) Ikatan intermolekul yaitu ikatan antara molekul tropokolagen (Johns 1977). Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda tergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin, dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama yang membentuk kolagen. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas dalam berbagai protein (Estoe dan Leach 1977). Perbedaan komposisi asam amino dari berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi asam amino kulit hewan Asam amino Alanin Glisin Valin Leusin Isoleusin Prolin Fenilalanin Tirosin Serin Treonin Metionin Arginin Histidin Lisin Asam aspartat Asam glutamat Hidroksiprolin Hidroksilisin Kulit cucut 119,0 333,0 21,9 23,9 19,4 113,4 13,9 1,4 44,5 25,8 1,0 50,3 7,4 24,3 42,6 65,8 78,5 4,1 Kulit paus 110,5 326,0 20,6 24,8 11,0 128,2 13,0 3,0 41,0 24,0 4,7 50,1 5,7 25,9 46,3 69,6 89,1 5,8 Kulit babi 111,7 330,0 25,9 24,0 9,5 131,9 13,6 2,6 34,7 17,9 3,6 49,0 4,0 26,6 45,8 72,1 90,7 6,4 Tulang sapi 112,0 335,0 21,9 24,3 10,8 124,2 14,0 1,2 32,8 18,3 3,9 48,0 4,2 27,6 46,7 72,6 93,3 4,3

Sumber : Estoe dan Leach (1977)

Konversi kolagen yang bersifat tidak larut dalam air menjadi gelatin yang bersifat larut dalam air merupakan transformasi esensial dalam pembuatan gelatin. Agar dapat diekstraksi kolagen harus diberi perlakuan awal. Ekstraksi ini dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara ketiga rantai tropokolagen menjadi tiga rantai bebas, dua rantai saling berikatan dan satu rantai bebas, serta tiga rantai yang masih berikatan (Poppe 1992). Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar yang sering dikonversi menjadi gelatin. Disamping pelarut alkali kolagen juga larut dalam pelarut asam (Bennion 1980). Perlakuan pemanasan atau penambahan zat seperti asam, basa, urea, kalsium, dan permanganat dapat menyebabkan larutan tropokolagen terdenaturasi. Tropokolagen yang terdenaturasi akan terdisosiasi menjadi tiga komponen yaitu , , dan . Komponen merupakan rantai tunggal polipeptida dengan bobot dan molekul kurang lebih sepertiga dari berat molekul tropokolagen, komponen merupakan dimer dan trimer yang dibentuk dari ikatan silang (Parker 1982). 2.4 Gelatin Gelatin berasal dari bahasa latin gelare yang berarti membuat beku dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah (Glicksman 1969).

Gelatin merupakan protein dari kolagen kulit, membran, tulang, dan bagian tubuh berkolagen lainnya. Gelatin adalah protein larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non-gelling agent (Halal Guide 2007). Gelatin akan mengembang jika direndam dalam air dan berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan akan membentuk gel jika didinginkan (Anonima 1978). Gelatin didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang dapat didispersi dalam air dan menunjukkan perubahan sol-gel reversible seiring dengan perubahan suhu (deMan 1997). Proses pembentukan gel pada gelatin berkaitan erat dengan gugus guanidin arginin. Dalam pembentukan gel, gelatin didispersi dalam air dan dipanaskan sampai membentuk sol. Daya tarik menarik antar molekul lemah dan sol tersebut membentuk cairan yang bersifat mengalir dan dapat berubah sesuai dengan tempatnya. Bila didinginkan, molekul-molekul yang kompak dan tergulung dalam bentuk sol mengurai dan terjadi ikatan-ikatan silang antara molekul-molekul yang berdekatan sehingga terbentuk suatu jaringan. Sol akan berubah menjadi gel. Mekanisme pembentukan gel pada gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.

molekul gelatin yang kompak

air

air

molekul gelatin yang panjang seperti benang

SOL (Gelatin terdispersi dalam air) (Suhu 71 C)

GEL (Gelatin terdispersi dalam jaringan gelatin) (Suhu 49 C)

Gambar 2. Proses pembentukan gel pada gelatin (deMan 1997). Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Penurunan komposisi asam amino tergantung pada metode pembuatannya. Pembuatan dengan proses alkali umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan lebih sedikit mengandung tirosin dibanding dengan proses asam (Ward and Court 1977). Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai polimer panjang (Glicksman 1969). Senyawa gelatin

merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin (Binder and Miller 1953 dalam Ward and Court 1977). Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 3. CH2 CH2 CH2 CH2 CO NH CO N CH CO NH CH2 NH CHOH CH2 CH2 N CH CH CO R Glisin X Hidroksiprolin CO

CH CO NH CO R

Glisin

Prolin

Gambar 3. Struktur Kimia Gelatin (Poppe 1992) Gelatin termasuk molekul besar. Menurut Ward and Court (1977) berat molekul (BM) gelatin mencapai 90.000 sedangkan pada gelatin komersial berkisar antara 20.000-70.000. Balian dan Bowes (1977) menyatakan bahwa berat molekul (BM) gelatin merupakan kelipatan 768 atau kelipatan C32H52O12N10. Menurut Bennion (1980), gelatin merupakan produk utama yang berasal dari kolagen dengan pemanasan yang dikombinasi dengan perlakuan asam atau alkali. Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi dari kolagen. Pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantainya terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat menghancurkan mikro molekulnya (Wong 1989). Berdasarkan proses pembuatannya, terdapat dua tipe gelatin. Tipe A dihasilkan melalui proses asam sedangkan tipe B dihasilkan melalui proses basa (Viro 1992). Perbedaan sifat antara gelatin tipe A dan tipe B serta komposisi asam amio dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Sifat gelatin tipe A dan tipe B Sifat Kekuatan gel (g bloom) Viskositas (cP) Kadar abu (%) pH Titik isoelektrik Tipe A 50 300 1,5 7,5 0,3 2,0 3,8 6,0 7,0 9,2 Tipe B 50-300 2,0 7,5 0,5 2,0 5,0 7,1 4,7 5,4

Sumber : GMIA (1980) dalam Amiruldin (2007)

Tabel 7. Komposisi asam amino gelatin Asam amino non-essensial Glisin Prolin Hidroksiprolin Asam glutamat Alanin Asam aspartat Serin Hidroksilisin Tirosin Sistin Persentase (%) 26,00 27,00 14,80 17,60 12,60 14,40 10,20 11,70 8,70 9,60 5,50 6,80 3,20 3,60 0,76 1,50 0,49 1,10 0,10 0,20 Asam amino essensial Arginin Lisin Leusin Valin Phenialanin Threonin Isoleusin Methionin Histidin Triptofan Persentase (%) 8,60 9,30 4,10 5,90 3,20 3,60 2,50 2,70 2,20 2,26 1,90 2,20 1,40 1,70 0,60 1,00 0,60 1,00 0,00 0,30

Sumber : Tourtellote (1980)

Gelatin larut dalam air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan manitol (Viro 1992), tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzena, petroleum eter, dan pelarut organik lainnya. Dalam kondisi tertentu gelatin larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air. 2.5 proses Pembuatan Gelatin Prinsip pembuatan gelatin dibagi menjadi dua, yaitu proses asam dan basa. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka penggunaan jenis asam, bahan organik serta metode ekstraksi akan berbeda-beda (Pelu et al. 1998). Menurut Hinterwaldner (1977) terdapat tiga tahapan penting dalam pembuatan gelatin, yaitu 1) persiapan bahan baku, 2) konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) pemurnian serta perolehan gelatin dalam bentuk kering. Tahap persiapan, dilakukan proses pencucian atau pembersihan pada kulit. Tahap pembersihan ini sangat penting bagi kualitas produk akhir, antara lain pada warna, bau, kadar lemak, dan kadar abu gelatin. Proses pembersihan dilakukan dengan cara membuang kotoran, sisa daging, lemak, dan sisik halus bagian luar. Untuk memudahkan proses pembersihan, dapat dilakukan dengan pemanasan kulit pada air mendidih selama 1-2 menit. Berdasarkan penelitian Pelu et al. (1998) pada proses pembersihan terjadi penurunan kadar abu dari 0,20% (kulit mentah) menjadi 0,14% (kulit bersih) dan penurunan kadar lemak dari 0,5% (kulit mentah) menjadi 0,3% (kulit bersih). Penurunan nilai kadar lemak yang tidak melebihi 5%

merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling and Jobling 1983 dalam Pelu et al. 1998). Tahap selanjutnya adalah proses pengembangan (swelling) yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin (Charley 1982). Tahap ini dilakukan dengan merendam kulit dalam larutan asam organik, asam anorganik, dan alkali. Untuk memudahkan homogenisasi pada swelling dan ekstraksi dilakukan pemotongan kulit. Asam organik yang biasa digunakan adalah asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam lain yang aman serta tidak menusuk hidung. Asam anorganik yang digunakan adalah asam hidroklorat, klorida fosfat, dan sulfat. Pelarut alkali yang dapat digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat, dan potassium hidroksida. Asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan asam fosfat tidak layak digunakan untuk mengekstraksi gelatin dari kulit karena akan menghasilkan warna hitam dan bau menusuk pada gelatin yang dihasilkan (Pelu et al. 1998). Untuk menghasilkan kualitas gelatin yang baik, sebaiknya digunakan larutan alkali dan asam anorganik pada kisaran 0,05-0,3% (w/v), sedangkan untuk larutan asam organik pada kisaran 0,5-5% (w/v) (Grossman and Bergman 1991). Proses produksi gelatin diawali oleh tahap ekstraksi yang dilakukan dengan cara mengekstrak kulit dalam air panas dengan kisaran suhu ekstraksi minimum 40-50 C (Grossman and Bergman 1991) sampai 100 C (Viro 1992). Ekstraksi merupakan proses denaturasi untuk mengubah serat kolagen yang terlarut dalam air dengan penambahan senyawa pemecah ikatan hidrogen. Tahap selanjutnya adalah proses penyaringan yang bertujuan untuk penghilangan zat-zat lain yang tidak larut yang dapat mengurangi kemurnian gelatin. Proses terakhir adalah pemekatan dan pengeringan gelatin. Pemekatan bertujuan untuk meningkatkan total solid sehingga mempercepat proses pengeringan. Menurut Hinterwaldner (1997), pemekatan dilakukan menggunakan evaporator vakum bersuhu kurang dari 70 C agar mencegah kerusakan gelatin. Proses pengeringan dilakukan menggunakan oven bersuhu 40-50 C (Grossman and Bergman 1991) hingga 60-70 C atau freeze dryer (Pelu et al. 1998).

2.6

Mutu Gelatin Mutu gelatin ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan fungsional yang

menjadikan gelatin sebagai karakter yang unik. Sifat-sifat yang dapat dijadikan parameter dalam menentukan mutu gelatin antara lain kekuatan gel, viskositas, dan rendemen. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan non-elektrolit dan bahan tambahan lainnya, sedangkan viskositas dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik, suhu, pH, dan konsentrasi (Poppe 1992). Standar mutu gelatin berdasarkan SNI (1995) dan persyaratan gelatin berdasarkan FAO dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI 1995 Karakteristik Warna Bau, rasa Kadar air Kadar abu Logam berat Arsen Tembaga Seng Sulfit Syarat Tidak berwarna kuning pucat Normal (dapat diterima konsumen) Maksimum 16% Maksimum 3,25% Maksimum 50 mg/kg Maksimum 2 mg/kg Maksimum 30 mg/kg Maksimum 100 mg/kg Maksimum 1000 mg/kg

Sumber : SNI 06-3735-1995

Tabel 9. Persyaratan gelatin berdasarkan FAO Parameter Kadar abu Kadar air Belerang dioksida Arsen Logam berat Timah hitam Batas cemaran mikroba Standard plate count E. coli Streptococci Sumber : JECFA (2003) 2.7 Pemanfaatan Gelatin Gelatin dimanfaatkan terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Reaksi pada pembentukan gel ini bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan berbentuk sol dan bila Persyaratan Tidak lebih dari 2% Tidak lebih dari 18% Tidak lebih dari 40 mg/kg Tidak lebih dari 1 mg/kg Tidak lebih dari 50 mg/kg Tidak lebih dari 5 mg/kg Kurang dari 104/gr Kurang dari 10/gr Kurang dari 102/gr

didinginkan akan berbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakan gelatin dengan gel dari pektin, alginat, albumin telur, dan protein susu yang gelnya irreversible (Johns 1977). Gelatin digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid. King (1969) menyatakan bahwa pada suhu 71 C gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 C. Gelatin memiliki sifat larut air sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan berbagai industri. Gelatin sebagai pembentuk gel mempunyai sineresis yang rendah dan mempunyai kekuatan gel antara 220-225 gr bloom sehingga dapat digunakan dalam produk jelly. Sebagai pengemulsi, gelatin bisa diaplikasikan ke dalam sirup lemon, susu, mentega, margarin, dan pasta. Gelatin sebagai penstabil dapat digunakan dalam pembuatan es krim dan yoghurt. Sebagai bahan pengikat, gelatin dapat digunakan dalam produk-produk daging (Johns 1977). Penggunaan gelatin pada industri pangan dan non pangan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan di dunia tahun 1999 Jenis industri Jumlah pangan penggunaan (ton) Konfeksionari 68.000 Jelly 36.000 Olahan daging 16.000 Olahan susu 16.000 Margarin/mentega 4.000 Food supplement 4.000 Jumlah 144.000 Jenis industri non pangan Pembuatan film Kapsul lunak Cangkang kapsul Farmasi Teknik Jumlah Jumlah penggunaan (ton) 27.000 22.600 20.200 12.600 6.000 88.400

Sumber : SKW Biosystem dalam Nurilmala (2004)

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2008 bertempat di Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Pangan dan Gizi, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertaian Bogor, serta Balai Pusat Pasca Panen Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan adalah kulit ikan kakap merah yang diperoleh dari Muara Baru, Jakarta. Bahan lain yang digunakan adalah : aquades, asam asetat teknis 98% yang diperoleh dari toko Setia Guna, dan bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian antara lain : Na2CO3, NaOH, Na2S2O3, HCl, K2SO4, HgO, H2SO4, HClO4, HNO3, air suling, aseton, dan H3BO3, natrium asetat serta kertas saring whatman 41. Alat-alat yang digunakan yang digunakan dalam pembuatan dan analisa gelatin kulit ikan kakap merah antara lain wadah tahan asam, pisau, talenan, kain saring, panci kaca, kompor, pengaduk, timbangan digital, pH meter, gelas ukur, loyang kaca, grinder, termometer, waterbath, oven, gelas piala, sentrifuse, grinder, botol film, pipet volumetrik, tabung reaksi, erlenmeyer, tabung soxlet, tanur, cawan, desikator, Rheoner RE 3305, Kett Digital Whitenes Powder C-100, Brookfield Syncro-Lectric Viskometer, magnetic stirrer, atomatic absorption spectrophotmetri, HPLC Water Assosiates dan kjeltec system. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah pembuatan gelatin dengan proses lama perendaman asam 12 dan 24 jam serta kombinasi konsentrasi asam 1-5%, sedangkan penelitian tahap utama adalah pembuatan gelatin dengan kombinasi perlakuan konsentratasi dan lama perendaman asam asetat serta analisis sifat fisika kimia produk gelatin yang dihasilkan dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).

Pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dilakukan dengan metode asam yang dimodifikasi dari Pelu et al. (1998). Tahap utama proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah adalah perendaman kulit dalam larutan asam asetat (CH3COOH), dengan perbandingan kulit ikan kakap merah dan larutan perendaman adalah 1 : 4 serta konsentrasi asam asetat berkisar antara 1%-5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam; dan terakhir adalah ekstraksi dengan suhu 80 C 3 C selama 3 jam dengan ratio banyaknya kulit ikan dan air (aquades) adalah 1 : 3. 3.3.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan diawali dengan pembuatan gelatin dari kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.). Perlakuan yang diberikan adalah perendaman kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dalam larutan asam asetat dengan perbandingan kulit ikan dan asam asetat adalah 1 : 4. Konsentrasi asam asetat yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4, dan 5% (v/v) dengan lama perendaman 12 jam dan 24 jam. Kulit ikan kakap merah yang mengalami swellling (pengembangan) kemudian dicuci hingga pH netral (5-6). Kemudian dilakukan ekstraksi pada suhu 80 C 3 C selama 3 jam dengan ratio bobot kulit ikan dan aquades adalah 1 : 3. Filtrat yang diperoleh dari proses ekstraksi selanjutnya disaring dengan menggunakan kain saring, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 48 jam (2 hari). Lembaran gelatin yang dihasilkan kemudian digiling dengan menggunakan grinder sehingga didapat gelatin kering berbentuk butiran-butiran halus (tepung gelatin). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan pengamatan berupa uji fisik yang meliputi rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel. Diagram alir proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah dapat dilihat pada Gambar 4.

Kulit ikan kakap merah

Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm* Pencucian dengan air mengalir Perendaman CH3COOH 1%, 2%, 3 %, 4% dan 5 % selama 12 jam dan 24 jam* Pencucian dengan air hingga pH 5 6* Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 C 3 C, selama 3 jam* Penyaringan dengan kain saring Pengeringan dengan oven, suhu 50 C selama 48 jam* Lembaran gelatin Penghancuran/pengecilan ukuran* Serbuk gelatin ikan* Uji fisik : rendemen, viskositas dan kekuatan gel Gambar 4. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (*Modifikasi Pelu et al., 1998) Keterangan : : Masukan (input) : Proses : Hasil (output)

3.3.2 Penelitian Utama Penelitian utama adalah pembuatan gelatin dengan konsentrasi dan lama perendaman terpilih dari penelitian pendahuluan, dilanjutkan dengan karakterisasi gelatin yang meliputi uji fisik yaitu rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel serta kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman kulit yang efektif untuk menghasilkan gelatin (Gambar 5). Hasil terbaik dari penelitian ini dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika-kimia gelatin yaitu viskositas, kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik protein, titik gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam amino yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan dengan pengujian organoleptik (warna, penampakan, dan bau) yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium. 3.4 Analisis Fisika dan Kimia Gelatin Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi terhadap suatu produk. Sifat tersebut merupakan sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi perilaku gelatin dalam makanan selama proses, penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (Kinsela 1982). Sifat fisika gelatin antara lain kekuatan gel, titik isoelektrik, titik leleh, titik gel, dan derajat putih, sedangkan sifat kimia gelatin antara lain kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pH, kandungan asam amino serta kandungan logam berat. 3.4.1 Rendemen (AOAC 1995) Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat tepung kering gelatin yang dihasilkan dengan berat bahan segar (kulit yang telah dicuci bersih). Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan rumus : Rendemen (100%) = Berat bahan kering gelatin Berat bahan segar x 100%

3.4.2 Kekuatan gel (Gaspar 1998) Kekuatan gel dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat Rheoner RE 3305. Tingkat kekuatan gel dinyatakan dengan satuan bloom yang berarti

besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sebelum digunakan alat disetting agar sesuai dengan jenis produk yang akan diukur gelnya karena standar setting untuk setiap produk berbeda, jarak yang digunakan adalah 400 x 0,01 mm, kecepatan 0,5 mm/s, sensitifitas 0,2 v dan silinder probe 5 mm. Cara kerja alat ini yaitu silinder probe 5 mm tidak bergerak, meja tempat untuk meletakkan contoh yang bergerak ke atas mendekati jarum penusuk, tekanan dilakukan sebanyak satu kali. Hasil pengukuran akan tercetak dalam kertas berbentuk histogram. Pengukuran berdasarkan tingginya histogram. 3.4.3 Viskositas (British Standard 757 1975) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades (7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer. Pengukuran dilakukan pada suhu 60 C dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise (cP). 3.4.4 Derajat putih (Anonimb) Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Kett Digital Whiteness Powder C-100. Contoh dalam bentuk tepung dimasukan ke dalam cawan contoh, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan dalam alat. Nilai dapat langsung dibaca pada layar dan dinyatakan dalam persentasi derajat putih.. 3.4.5 Derajat keasaman (pH) (British Standard 757 1975) Contoh sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 C. Contoh dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter. 3.4.6 Kadar air (AOAC 1995) Prosedur penentuan kadar air dilakukan dengan cara menimbang 5 gr contoh dan diletakkan dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, cawan serta tutupnya sebelumnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi contoh kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-102 C selama 6 jam. Cawan

tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air dapat ditimbang dengan rumus : Kadar air = W1 W2 Berat sampel x 100%

Keterangan : W1 = berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan W2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan 3.4.7 Kadar abu (AOAC 1995) Prosedur penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 5 gr contoh dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 600 C serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi contoh dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Pengabuan ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 C selama 1 jam dan kedua pada suhu 550 C selama 5 jam. Cawan yang berisi abu tersebut didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar abu = Berat abu Berat sampel x 100%

3.4.8 Kadar protein (AOAC 1995) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-kjeldahl. Contoh ditimbang sebanyak 0,2 gr dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambah 2 gr K2SO4, 50 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4. Contoh didestruksi selama 1-1,5 jam sampai cairan berwarna hijau jernih lalu didinginkan dan ditambah air suling perlahan-lahan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, ditambah 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus : %N= (ml HCl ml blanko) x 14.007 x N HCl mg sampel x 100%

% Protein = %N x 6,25

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995) Contoh sebanyak 2 gr ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam labu lemak. Setelah itu diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor berada di atas dan labu lemak di bawahnya. Petroleum benzene ditambahkan ke dalam labu lemak kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam pada suhu 40 C hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi sehingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C. Setelah itu labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus: Kadar lemak = (berat labu akhir berat labu awal) Berat sampel x 100%

3.4.10 Kandungan logam berat (Pb dan Hg) (Hutagalung 1997) Contoh sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam teflon beker dan ditambahkan 1,5 ml HClO4 dan 3,5 ml HNO3, kemudian teflon beker ditutup dan biarkan selama 24 jam. Selanjutnya teflon beker dan contoh dipanaskan di atas penangas air dengan suhu 60-70 C selama 2-3 jam (sampai larutan jernih) (bila contoh tidak semua larut, ditambahkan lagi HClO4 dan 3,5 ml HNO3). Kemudian ditambahkan ke dalamnya sebanyak 3 ml air suling bebas ion dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir kering, selanjutnya didinginkan pada suhu ruang. Kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan. Selanjutnya ditambahkan 9 ml air suling bebas ion, dan dilakukan pengukuran menggunakan atomic absorption spectrophotometri menggunakan nyala udara esitelin. 3.4.11 Titik leleh ( Suryaningrum dan Utomo 2002) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Contoh diinkubasi pada suhu 10 C selama 17 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Diatas gel gelatin tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel gelatin maka suhu tersebut merupakan suhu titik leleh.

3.4.12 Titik gel ( Suryaningrum dan Utomo 2002) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades dan disimpan dalam tabung reaksi yang dihubungkan dengan termometer digital kemudian diberikan es pada keliling luar bagian tabung reaksi. Titik gel adalah suhu ketika larutan gelatin mulai menjadi gel. 3.4.13 Titik isoelektrik protein (Wainewright 1977) Sebanyak 0,2 gr contoh ditambah dengan 40 ml aquades sebagai pelarut dengan kisaran pH 4,5-10,5 (interval 0,5). Pengaturan pH dilakukan dengan menambah NaOH 0,5 N untuk menaikkan pH dan HCl 0,5 N untuk manurunkan pH. Setelah kondisi tercapai dilanjutkan dengan pengadukan selama 30 menit untuk menyempurnakan reaksi. Larutan yang dihasilkan dipisahkan dengan bagian yang tidak larut dengan cara disentrifuse, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dianalisis kadar nitrogennya dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar nitrogen terlarut yang paling rendah ditentukan sebagai daerah isoelektrik (pl). 3.4.14 Asam amino (Muchtadi dkk 1992) Sebanyak 0,2 gr contoh disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan sebanyak 5 ml HCL 6 N. Contoh dimasukkan dalam oven dengan suhu 100 C selama 18-24 jam. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas whatman 41. Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 l dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30 l larutan pengering, dan dikeringkan dengan pompa vakum bertekanan 50 torr. Contoh yang telah dikeringkan ditambah larutan derivat sebanyak 30 l dan dibiarkan selama 20 menit. Contoh selanjutnya diencerkan dengan 200 l larutan pengencer natrium asetat 1M. Contoh siap dianalisis dengan menggunakan HPLC Water Associates. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis : - Temperatur kolom - Kolom - Kecepatan alir - Batas tekanan - Program - Fase gerak - Detektor : 38C : pico tag 3,9 x 150 nm coloumb : Sistem linier gradien : 3000 psi : gradien : - Asetonitril 60% - Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75 : UV, panjang gelombang 254 nm

Konsentrasi asam amino dihitung dengan rumus : Konsentrasi asam amino (%) =
Keterangan : Ac As Bc Bs BM Fp Ac BsxBMxFp x x100% As Bc

= Luas area sampel = Luas area standar = Berat sampel (g) = Berat standar (g) = Berat molekul masing-masing asam amino = Faktor pengenceran (10)

3.4.15 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1992)


Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah contoh disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu produk yang meliputi warna, bau, dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama, atau kurang baik. Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang.

3.5

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Racangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial dengan dua taraf yaitu konsentrasi asam asetat dan lama waktu perendaman dengan 3 kali ulangan. Model rancangan adalah : Yij = +
i

+(

)ij +

ij

Dengan i = 1,2,3,... j = 1,2,3,...

Keterangan : Yij = hasil pengamatan = nilai tengah umum Ai = pengaruh sebenarnya lama perendaman ke-i (i = 1,2,3) Bj = pengaruh sebenarnya konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) BAij = pengaruh sebenarnya interaksi antara lama perendaman ke-i (i = 1,2,3) dengan konsentrasi pelarut ke-j (i = 1,2,3) = faktor galat ij Jika hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut manggunakan metode Duncan (Gaspersz 1994). Rumus uji Duncan : Sy = (KTS/r) Rp = qa x Sy Keterangan : Sy = significant range KTS = jumlah kuadrat sisa qa = significant studentized range (Tabel A7. dalam Steel and Torrie 1998) r = ulangan Rp = wilayah nyata terkecil

Kulit ikan kakap merah Pembersihan dari daging, lemak, sisik, dan kotoran lain Pemotongan kulit dengan ukuran 2 x 4 cm* Pencucian dengan air mengalir Perendaman CH3COOH 1%, 2%, dan 3 % selama 12 jam, 18 jam, dan 24 jam* Pencucian dengan air hingga pH 5 6* Ekstraksi, kulit : akuades = 1 : 3 pada suhu 80 C, selama 3 jam* Penyaringan dengan kain saring Pengeringan dengan oven, suhu 50 C selama 48 jam*

Lembaran gelatin
Penghancuran/pengecilan ukuran*

Serbuk gelatin ikan*


Uji fisik Uji kimia : rendemen, viskositas, kekuatan gel : pH, kadar air, abu, protein, lemak, derajat putih, logam berat (Pb dan Hg), titik leleh, titik gel, titik isoelektrik serta asam amino Uji organoleptik : warna, penampakan, bau

Gambar 5. Skema proses pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (*Modifikasi Pelu et al., 1998). Keterangan : : Masukan (input) : Proses : Hasil (output)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan


Pembuatan gelatin pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan dari bahan baku kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dengan menggunakan larutan asam asetat konsentrasi 1%-5% dan dua taraf lama perendaman yaitu 12 jam dan 24 jam. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan lama perendaman yang dapat digunakan untuk menghasilkan gelatin dengan mutu baik. Parameter uji yang digunakan untuk menentukan karateristik gelatin adalah rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel. Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai baik tidaknya proses pembuatan gelatin sedangkan kekuatan gel, viskositas, dan pH dipilih sebagai parameter karena ketiganya merupakan sifat fisika dan kimia yang sangat penting pada aplikasi gelatin pada berbagai produk.

4.1.1

Rendemen gelatin
Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam

pembuatan gelatin. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin serbuk yang dihasilkan dengan bobot kulit ikan kakap merah setelah dibersihkan. Hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.
14 11,72 c 11,7 c 11,75 b 10,34 b 9,85 b 12 9,13 b a 10 7,21 b 7,78 8 5,32 a 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Konsentrasi asam asetat (%) 12 jam 24 jam
13,33 b

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 6. Histogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3)

(%)

Nilai rendemen gelatin hasil penelitian berkisar antara 5,32% sampai 13,33%. Analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 11). Uji lanjut menggunakan metode Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 12). Nilai rendemen terbesar diperoleh pada gelatin dengan perlakuan perendaman asam asetat 4% dan lama perendaman 12 jam, sedangkan nilai rendemen terkecil dihasilkan pada perlakuan perendaman asam asetat 5% dengan lama perendaman 24 jam. Terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka rendemen yang dihasilkan makin tinggi. Tingginya rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal. Kecenderungan ini mencapai batasnya apabila ion H+ yang berlebih menghidrolisis kolagen lebih jauh sehingga terjadi perubahan sifat fisika dan kimia. Konsentrasi asam yang berlebih menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Menurut Ward and Court (1977) konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan pH.

4.1.2

Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu

parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat yang lainya seperti viskositas dan kekuatan gel, serta akan berpengaruh juga pada aplikasi gelatin dalam produk. Gelatin dengan pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya akan menjadi lebih luas (Astawan 2002). Nilai pH gelatin berhubungan dengan proses atau perlakuan yang digunakan untuk membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan pH yang rendah. Gelatin dengan pH netral cenderung lebih disukai, sehingga proses penetralan memiliki peran yang penting untuk menetralkan sisa-sisa asam setelah

perendaman (Hinterwaldner 1977). Nilai pH gelatin dengan perlakuan berbeda yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Gambar 7.
6 5 Nilai pH 4 3 2 1 0
5,56 c 5,32 c 5,15 b 5,01 ab 4,88 a 4,91 ab 5,04 b 4,78 ab 4,82 ab a 4,34

Konsentrasi asam asetat (%) 12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 7. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3) Hasil analisis ragam faktorial menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 13). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat yang digunakan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap hasil rendemen gelatin kulit ikan kakap merah (Lampiran 14). Berdasarkan hasil pengukuran pH gelatin didapatkan bahwa pH gelatin kulit ikan kakap merah berkisar antara 4,34 sampai dengan 5,56. Nilai ini masih memenuhi standar gelatin tipe A yang disyaratkan Tourtellote (1980) yaitu berkisar antara 3,8-6,0 (Lampiran 10). Nilai pH yang paling mendekati kondisi netral (pH 7) dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 1% dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 5,56 dan nilai pH yang paling jauh dari kondisi netral dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 5% dan lama perendaman 12 jam yaitu sebesar 4,34. Rendahnya nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah diakibatkan oleh tingginya konsentrasi asam asetat yang digunakan. Hal ini diduga karena masih

ada sisa-sisa asam asetat yang digunakan pada saat perendaman yang terbawa pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman (pH) gelatin yang dihasilkan. Gelatin dengan pH rendah mempunyai keuntungan yaitu akan tahan terhadap kontaminasi mikroorganisme (Saepudin 2003 dalam Hajrawati 2005).

4.1.3 Viskositas gelatin


Viskositas larutan gelatin terutama tergantung pada tingkat hidrodinamik antara molekul-molekul gelatin itu sendiri. Disamping itu juga, viskositas tergantung pada temperatur, pH, dan konsentrasi dari larutan gelatin (Ward and Courts 1977). Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah hasil penelitian berkisar antara 12-18,2 centipoise (cP). Nilai viskositas tertinggi terdapat pada perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam, sedangkan nilai viskositas terendah terdapat pada perlakuan kulit dengan perendaman asam 5% dan lama perendaman 12 jam. Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah dengan perlakuan berbeda yang diperoleh pada penelitian disajikan pada Gambar 8.
18,2 d 20 16,2 c 14,8 c 18 15,6 c 15,35 c 14,4 b 14,78 d 16 14 b 13,8 a 14 12 a 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Kons entrasi asam as etat (%) 12 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 8. Histogram viskositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3) Berdasarkan analisis ragam faktorial, konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap viskositas gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 15).

centipoise (cP)

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 16). Nilai viskositas tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam asetat 3% dengan lama perendaman 24 jam yaitu 18,2 cP. Viskositas berhubungan dengan bobot molekul (BM) rata-rata gelatin dan distribusi molekul, sedangkan bobot molekul gelatin berhubungan langsung dengan panjang rantai asam aminonya. Hal ini berarti semakin panjang rantai asam amino maka nilai viskositas akan semakin tinggi. Konsentrasi larutan asam yang berbeda berpengaruh terhadap bobot molekul (BM) gelatin yang dihasilkan (Ward and Courts 1977). Semakin besar bobot molekul maka laju aliran larutan semakin lambat sehingga akan meningkatkan nilai viskositas. Viskositas gelatin dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi dan teknik perlakuan seperti penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin.

4.1.4

Kekuatan gel gelatin


Kekuatan gel gelatin didefinisikan sebagai besarnya gaya yang diperlukan

oleh probe untuk menekan gel setinggi empat mm sampai gel pecah. Satuan untuk menunjukkan kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu disebut derajat bloom (Hermanianto et al. 2000). Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel yang reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan, farmasi, maupun bidang-bidang lainnya. Hasil pengukuran kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah dengan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa konsentrasi asam asetat dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap kekuatan gel gelatin, sedangkan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 17). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 18). Nilai kekuatan gel gelatin

tertinggi didapat pada interaksi perlakuan asam asetat 3% dengan lama perendaman 24 jam yaitu 285 bloom. Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai kekuatan gel gelatin berkisar antara 75-285 bloom. Nilai ini masih memenuhi standar kekuatan gel gelatin yang disyaratkan oleh Tourtellote (1980) yaitu 75-300 bloom (Lampiran 10). Kekuatan gel tertinggi dimiliki oleh gelatin kulit dengan perlakuan konsentrasi asam asetat 3% dan perendaman 24 jam yaitu 285 bloom, sedangkan kekuatan gel terendah dimiliki oleh gelatin dengan perlakuan konsentrasi asam asetat 4% dan lama perendaman 24 jam.
300 250 B loom 200 150 100 50 0 1 2 3 4 Kons entrasi asam asetat (%) 12 jam 24 jam 5
75 b 77,5 a
cd 220 cd 225

285 d 225 c 185 c 170 d 200 b 150 a

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 9. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian pendahuluan (n = 3) Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi kosentrasi asam asetat dan lama peredaman mengakibatkan nilai kekuatan gel gelatin yang dihasilkan semakin tinggi sampai konsentrasi asam asetat dan lama perendaman tertentu, kemudian akan turun kembali nilai kekuatan gel tersebut. Hal ini diduga karena konsentrasi asam asetat yang semakin tinggi dan semakin lama waktu perendaman akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga dihasilkan rantai asam amino yang pendek. Menurut Glicksman (1969) kekuatan gel dipengaruhi oleh asam, alkali, dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak terbentuk. Pembentukan dan kekuatan gel yang dihasilkan tergantung pada kandungan rantai dan distribusi bobot molekul. Penurunan kekuatan gel seiring dengan peningkatan bobot molekul gelatin. Gelatin dengan molekul yag lebih besar

mempunyai rantai yang dihubungkan dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen antar rantai mengurangi jumlah ikatan hidrogen (ikatan non-kovalen) sehingga ikatan antar molekul menjadi lemah.

4.2

Penelitian Utama
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa konsentrasi

asam asetat dan lama perendaman yang efektif digunakan dalam pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah adalah konsentrasi asam asetat 1%, 2%, dan 3% serta lama perendaman 12 jam, 18 jam, dan 24 jam. Perlakuan ini dipilih berdasarkan pada penelitian pendahuluan yang menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat 4% dan 5% menghasilkan nilai karakteristik (rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel) gelatin yang rendah sehingga kurang efektif dalam pembuatan gelatin, sedangkan penambahan waktu perendaman 18 jam dilakukan untuk meningkatkan rendemen gelatin yang dihasilkan. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dan lama perendaman terbaik yang digunakan untuk menghasilkan gelatin. Parameter yang digunakan untuk menentukan faktor perlakuan terbaik adalah pemilihan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman dalam menghasilkan gelatin yang meliputi rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel. Hasil terbaik berdasarkan parameter yang diuji (rendemen, pH, viskositas, dan kekuatan gel) dilanjutkan dengan pengujian analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak), serta sifat fisika kimia gelatin yaitu viskositas, kekuatan gel, derajat keasaman (pH), derajat putih, titik isoelektrik protein, titik gel, titik leleh, kandungan logam berat (Pb dan Hg), kandungan asam amino yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil terbaik ini juga dilanjutkan dengan pengujian organoleptik (warna, penampakan, dan bau) dibandingkan dengan gelatin komersial dan standar laboratorium.

4.2.1

Rendemen gelatin
Rendemen yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 11,04-16,8%

(Gambar 10). Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam yaitu 16,8%, sedangkan rendemen terendah

didapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam yaitu 11,04%. Analisis ragam faktorial gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap rendemen gelatin (Lampiran 19), sehingga diketahui bahwa rendemen gelatin kulit ikan kakap merah dipengaruhi oleh konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 20).
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
15,57 cd 14,33 ab 13,86 b c 12,95 ab 12,53 ab 11,8 a 11,82 a 16,8 d

11,04 a

(%)

Konsentrasi asam as etat (%) 12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 10. Hitogram rendemen gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3) Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama waktu perendaman maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi, tetapi pada lama perendaman 24 jam, rendemen turun sejalan dengan meningkatnya kosentrasi asam asetat. Hal ini diduga karena semakin lama waktu perendaman akan menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya rendemen.

4.2.2

Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin atau derajat keasaman gelatin merupakan salah satu

parameter penting dalam standar mutu gelatin. Astawan et al. (2002) menyatakan bahwa nilai pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin, seperti viskositas

dan kekuatan gel, selain itu juga akan berpengaruh terhadap aplikasi gelatin dalam suatu produk. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin hasil penelitian utama tahap pertama dapat dilihat pada Gambar 11.
6 5
N pH ilai
5,33 b 5,25 b 5,45 b 5 ab 5,01 ab 4,95 ab

5,1 a

5,2 ab 5 ab

4 3 2 1 1
12 jam

2
Kons entrasi asam asetat (%) 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 11. Histogram nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3) Berdasarkan analisis ragam faktorial dapat diketahui bahwa perlakuan kosentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap nilai pH gelatin (Lampiran 21). Hal ini berarti bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 22). Nilai pH gelatin yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 4,98-5,45. Nilai pH gelatin terendah terdapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 24 jam yaitu sebesar 4,98. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam yaitu sebesar 5,45. Nilai pH gelatin yang dihasilkan memenuhi kriteria sebagai bahan pangan yang mempunyai nilai pH 4,5 (Paranginangin et al. 2005).

4.2.3

Viskositas gelatin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas gelatin berkisar antara

12,3-17,4 cP. Nilai viskositas terendah didapat pada gelatin dengan perlakuan perendaman asam asetat 1% dan lama perendaman 24 jam, sedangkan nilai

viskositas tertinggi didapat pada gelatin dengan perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hasil analisis viskositas gelatin yang dihasilkan dari berbagai perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 12.
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
15,44 cd e 12,3 a 16 e 17,4 f 14,5 13,84 b
bcd

14,4 bc

15,6 de

15,56 de

centipoise (cP)

1
12 jam

2
Konsentras i asam asetat (%) 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c,d,e,f) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 12. Histogram visositas gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3) Berdasarkan analisis ragam faktorial didapat bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap viskositas gelatin (Lampiran 23). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 24). Nilai viskositas tertinggi didapat pada interaksi perlakuan perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 18 jam yaitu 17,4 cP. Perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini diduga karena terjadinya penguraian kolagen yang cukup baik sehingga rantai asam amino yang terbentuk cukup panjang dan viskositasnya menjadi tinggi (Lehninger 1982). Berdasarkan grafik di atas terlihat adanya kecenderungan bahwa semakin besar konsentrasi asam maka nilai viskositas yang didapat akan semakin besar. Hal ini diduga karena kosentrasi asam yang rendah menyebabkan belum terjadinya hidrolisis sempurna sehingga rantai asam amino yang terbentuk belum cukup panjang dan viskositasnya menjadi rendah (Lehninger 1982).

Viskositas gelatin dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi gelatin dan penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin, semakin rendah temperatur larutan gelatin (maksimum 40 C) dan semakin tinggi konsentrasi gelatin maka viskositasnya akan semakin tinggi (Stansby 1977). Nilai viskositas gelatin ini akan berpengaruh pada produk akhir dari suatu produk (Johns 1977).

4.2.4

Kekuatan gel gelatin


Gelatin merupakan hidrokoloid yang mempunyai fungsi untuk

meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya (Fardiaz 1989). Kekuatan gel sangat penting sebagai parameter penentu dalam pemilihan perlakuan terbaik proses ekstraksi gelatin karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel yang reversible. Hasil pengukuran kekuatan gel gelatin pada perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 13.
350 300 250
212,5 a 252,5 b 225 a 279,5 c 230 ab 207,5 a 312,5 c 285 c

Bloom

202,5 a

200 150 100 50 0

2 3 konsentrasi asam asetat (%)


12 jam 18 jam 24 jam

Angka-angka yang diikuti huruf berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (sig<0,05)

Gambar 13. Histogram kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah pada penelitian utama (n = 3) Hasil analisis ragam faktorial terhadap kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat, lama perendaman, dan interaksi antara konsentrasi asam asetat dengan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) terhadap kekuatan gel gelatin (Lampiran 25). Berdasarkan uji lanjut metode Duncan dapat diketahui bahwa

interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata (sig<0,05) (Lampiran 26). Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah ini berkisar antara 202,5-312,5 bloom. Kekuatan gel terendah dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 12 jam, sedangkan kekuatan gel tertinggi dimiliki oleh perlakuan kulit dengan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam. Hal ini diduga bahwa pada perlakuan perendaman asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam terjadi hidrolisis sempurna yang menyebabkan rantai asam amino menjadi panjang sehingga kekuatan gel gelatin yang dihasilkan tinggi. Pembentukan gel dipengaruhi oleh pH, adanya elektrolit dan non elektrolit serta konsntrasi asam dan suhu yang digunakan. Asam, alkali, dan panas akan berpengaruh pada kekuatan gel karena dapat merusak struktur gelatin sehingga gel tidak akan terbentuk (Glicksman 1969). Yoshimura et al. (2000) dalam Hajrawati (2006) menyatakan bahwa kekuatan gel bertambah secara linier dengan penambahan konsentrasi gelatin. Berdasarkan kriteria standar gelatin komersial, maka perlakuan terbaik yaitu perendaman kulit ikan kakap merah dalam larutan asam asetat 3% dan lama perendaman 18 jam, karena perlakuan ini menghasilkan nilai pH, viskositas, dan kekuatan gel yang tinggi. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen yang tinggi sehingga menunjukkan bahwa perlakuan ini cukup efektif dalam menghasilkan gelatin.

4.2.5

Analisis komposisi kimia gelatin


Gelatin merupakan suatu bahan tambahan makanan berupa protein murni

yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan menggunakan panas. Analisis proksimat gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam), dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis proksimat gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) Parameter Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%)
Nurilmala (2004)

*)

Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam) 10,19 0,4 0,33 88,88

Gelatin Komersial*) 12,21 1,66 0,23 85,99

Gelatin Standar Laboratorium*) 11,45 0,52 0,25 87,26

a. Kadar air
Air merupakan kandungan penting dalam suatu bahan pangan. Air dapat berupa komponen intrasel atau ekstrasel dari suatu produk. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. Pengujian kadar air terhadap gelatin dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam gelatin. Kadar air gelatin akan berpengaruh terhadap daya simpan, karena erat kaitannya dengan aktivitas metabolisme yang terjadi selama gelatin tersebut disimpan. Hasil pengukuran kadar air gelatin (Tabel 11) menunjukkan bahwa kadar air gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,19%. Kadar air tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kadar air gelatin komersial (12,21%) dan gelatin standar laboratorium (11,45%) berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hal ini diduga karena gelatin kulit ikan kakap merah lebih banyak kehilangan air selama proses pengeringan, dimana alat pengeringan yang digunakan adalah oven dengan suhu 50 C selama 48 jam. Waktu pengeringan tersebut cukup lama sehingga menyebabkan banyaknya air yang menguap. Proses pengeringan pada gelatin komersial biasanya menggunakan freeze dryer (Amiruldin 2007), sehingga pada proses pengeringan gelatin komersial ini jumlah air yang menguap lebih sedikit daripada gelatin yang dikeringkan dengan menggunakan oven . Kadar air gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) masih memenuhi standar yang disyaratkan SNI (1995) yaitu maksimum 16% dan standar FAO

JECFA (2003) yaitu maksimum 18%. McCormick Goodhart (1995) dalam Gelatin Food Science (2002) menyatakan bahwa kadar air gelatin dapat mencapai 16%, tetapi pada umumnya adalah sekitar 10% sampai 13%. Kadar air yang rendah akan mempengaruhi mutu gelatin terutama pada ketengikan gelatin dan warna yang kurang cerah.

b. Kadar abu
Abu adalah zat organik yang tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran zat organik. Zat tersebut diantaranya adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang (Winarno 1992). Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan tersebut (Apriyantono 1989). Kadar abu gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,4%. Berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004), kandungan abu gelatin ikan kakap merah lebih rendah dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 1,66% dan gelatin standar laboratorium yang bernilai 0,52% (Tabel 11). Besar kecilnya nilai kadar abu ditentukan oleh proses pencucian atau demineralisasi, semakin banyak mineral yang luruh maka nilai kadar abu semakin rendah. Rendahnya kadar abu yang dimiliki oleh gelatin kulit ikan kakap merah diduga karena banyaknya jumlah mineral yang ikut larut dalam proses pencucian. Nilai kadar abu yang dihasilkan berada dalam kisaran nilai kadar abu yang ditentukan oleh Turtellote (1980) yaitu 0,3-2,0% untuk gelatin dengan proses asam dan 0,5-2,0% untuk gelatin dengan proses basa (Lampiran 10). Nilai tersebut juga memenuhi syarat SNI (1995) yaitu maksimum 3,25% dan termasuk dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang ditentukan Food Chemical Codex (1996) yaitu tidak lebih dari 3%.

c. Kadar lemak
Penentuan kadar lemak cukup penting karena lemak berpengaruh terhadap perubahan mutu gelatin selama penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama diakibatkan oleh proses oksidasi sehingga timbul bau dan rasa tengik yang disebut dengan proses ketengikan. Lemak berhubungan dengan mutu karena kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno 1997). Gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki

kandungan lemak yang rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak (deMan 1997). Kadar lemak gelatin kulit ikan kakap merah adalah 0,33% (Tabel 11). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan gelatin komersial yang berjumlah 0,23% dan gelatin standar laboratorium yang kadar lemaknya sebesar 0,25% (Nurilmala 2004). Nilai ini cukup baik karena kadar lemak tidak melebihi batas 5% yang merupakan salah satu persyaratan mutu gelatin (Jobling dan Jobling 1983 dalam Pelu et al. 1998). Tingginya kadar lemak tersebut diduga karena bahan baku yang digunakan pada pembuatan gelatin ini adalah kulit ikan yang mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi daripada gelatin komersial yang berasal dari tulang sapi/babi. Selain itu kandungan lemak yang tinggi juga disebabkan kurang optimalnya proses pencucian kulit setelah perendaman asam yang menyebabkan lemak ikut dalam proses ekstraksi. Kadar lemak pada gelatin sangat tergantung pada perlakuan selama proses pembuatan gelatin, mulai dari tahap pembersihan kulit hingga tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi. Perlakuan yang baik pada tiap tahap proses pembuatan gelatin akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah.

d. Kadar protein
Protein merupakan kandungan yang tertinggi di dalam gelatin. Gelatin sebagai salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin merupakan bahan makanan tambahan berupa protein murni yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan menggunakan panas (Raharja 2004 dalam Amiruldin 2007). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 11), kadar protein gelatin kulit ikan kakap merah adalah 88,88%. Kadar protein gelatin komersial yaitu 85,99% dan gelatin standar laboratorium yaitu 87,26% (Nurilmala 2004). Kadar protein gelatin kulit ikan kakap merah yang lebih tinggi diduga karena bahan baku yang digunakan mempunyai kadar protein cukup tinggi. Kadar protein pada gelatin dipengaruhi oleh proses perendaman kulit. Proses perendaman mengakibatkan terjadinya reaksi pemutusan ikatan hidrogen

dan pembukaan struktur koil kolagen yang terjadi secara optimum sehingga jumlah protein yang terekstrak menjadi banyak. Tingginya kadar protein yang terkandung dalam gelatin kulit ikan kakap merah mengindikasikan bahwa gelatin tersebut memiliki mutu yang baik. Menurut Keenan dalam Rusli (2004) bahwa berdasarkan berat keringnya, gelatin terdiri dari 98-99% protein.

4.2.6

Analisis sifat fisika dan kimia gelatin


Sifat fungsional gelatin merupakan sifat fisika kimia yang sangat perilaku gelatin dalam sistem makanan selama proses

mempengaruhi

penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (deMan 1997). Hasil analisis sifat fisika kimia gelatin kulit ikan kakap merah hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan sifat fisika kimia gelatin komersial dan gelatin standar laboratrium berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sifat fisika kimia gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) Parameter Kekuatan gel (Bloom) Viskositas (cP) pH Titik gel (C) Titik leleh (C) Titik isoelektrik Derajat putih (%) Logam berat (Pb) Logam berat (Hg)
Nurilmala (2004)

*)

Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam) 312,5 17,4 5,45 10,15 27,26 8,00 34,7 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi

Gelatin Komersial*) 328,57 7,00 5,00 19,50 29,60 7,00 -

Gelatin Standar Laboratorium*) 6,00 5,90 1,30 16,30 8,00 -

a. Kekuatan gel gelatin


Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin dalam pembentukan gel (Glicksman 1969). Menurut Ward and Courts (1977) pembentukan gel terjadi karena pengembangan molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan membuka ikatan-ikatan pada molekul gelatin dan cairan yang semula bebas

mengalir menjadi larutan kental. Larutan tersebut akan membentuk gel secara sempurna jika disimpan pada suhu dingin (10 C) selama 17 2 jam. Hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 12) dapat diketahui bahwa kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah adalah 312,5 bloom, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu 328,57 bloom hasil pengujian Nurilmala (2004). Gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel setelah disimpan pada suhu 10 C selama 17 2 jam sehingga tidak diperoleh nilai kekuatan gel dari gelatin tersebut. Gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel, hal ini dikarenakan fungsi dari gelatin ini bukan sebagai bahan pembentuk gel (gelling agent) tetapi hanya sebagai bahan pemblok (blocking agent) saja sehingga kekuatan gel tidak begitu penting untuk produk tersebut (Rusli 2004). Menurut Avena-Bustillos et al. 2006, gelatin mamalia mempunyai kekuatan gel yang lebih tinggi daripada kekuatan gel gelatin ikan. Kekuatan gel dipengaruhi oleh asam, alkali, dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga gel tidak terbentuk (Glicksman 1969). Geltech (2000) menyatakan bahwa kekuatan gel gelatin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, pH, suhu, dan waktu inkubasi.

b. Viskositas gelatin
Viskositas merupakan sifat fisik gelatin yang penting setelah kekuatan gel, karena viskositas mempengaruhi sifat fisik lainnya seperti titik leleh, titik gel, dan stabilitas emulsi. Viskositas gelatin yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang viskositasnya rendah, dan untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi (Leiner 2002). Berdasarkan Tabel 12, nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah jauh lebih tinggi dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan gelatin dari kulit ikan kakap merah lebih tinggi dari kedua gelatin pembanding. Oleh karena itu gelatin kulit ikan kakap merah cocok digunakan pada industri farmasi dan pembentukan film yang memerlukan viskositas yang tinggi (Fahrul 2004). Viskositas yang tinggi diperlukan dalam pembuatan film (Food Science 2002). Tingginya nilai viskositas ini diakibatkan oleh penguraian kolagen menjadi

gelatin terjadi secara optimal sehingga rantai amino yang terbentuk cukup panjang dan viskositasnya menjadi tinggi (Lehninger 1997). Viskositas gelatin dipengaruhi oleh berat molekul dengan nilai viskositas gelatin terendah berkisar antara 6-8 cP (Jamilah et al. 2002). Nilai viskositas gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) adalah 17,4 cP, nilai tersebut memenuhi gelatin standar pangan Norland Product (2001) yaitu lebih dari 2,5 cP.

c. Nilai pH gelatin
Nilai pH gelatin adalah derajat keasaman gelatin yang merupakan salah satu parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan karena nilai pH gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan 2002). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 12), diketahui bahwa nilai pH gelatin kulit ikan kakap merah adalah 5,45. Nilai ini lebih tinggi dari gelatin komersial yaitu 5,00 dan lebih rendah dari gelatin standar laboratorium yaitu 5,90 (Nurilmala 2004). Menurut Jamilah et al. (2000), perbedaan pH pada gelatin disebabkan karena perbedaan jenis dan kekuatan asam yang digunakan pada proses pembuatan gelatin. Selain itu, proses pencucian yang kurang optimal menyebabkan masih ada sisa-sisa asam yang digunakan pada saat perendama yang terbawa pada saat ekstraksi, sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman (pH) gelatin yang dihasilkan. Nilai pH sangat tergantung pada proses pencucian setelah proses perendaman asam. Proses pencucian yang baik akan menyebabkan kandungan asam yang terperangkap di dalam kulit semakin sedikit, sehigga nilai pH akan semakin mendekati netral (Hinterwaldner 1977).

d. Titik gel dan titik leleh gelatin


Titik gel adalah suhu ketika larutan gelatin dalam konsentrasi tertentu mulai membentuk gel, sedangkan titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang membentuk gel mencair saat dipanaskan perlahan-lahan (Baker et al. 1994). Hasil pengukuran titik gel dan titik leleh gelatin (Tabel 12), dapat diketahui bahwa titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah adalah 10,15 C dan 27,26 C. Berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004), suhu tersebut lebih rendah dari titik gel dan titik leleh gelatin komersial yaitu 19,50 C dan 29,60 C, tetapi lebih

tinggi dari titik gel dan titik leleh gelatin standar laboratorium yaitu 1,30 C dan 16,30 C berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa suhu titik gel berbanding lurus dengan suhu titik leleh, jika titik gelnya rendah maka titik lelehnya juga rendah, demikian pula sebaliknya. Rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah dan gelatin standar laboratorium disebabkan oleh bahan baku gelatin komersial yang berasal dari tulang sapi dan babi. Gelatin yang diperoleh dari sapi dan babi memiliki titik gel dan titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang diperoleh dari ikan (Poppe 1992). Menurut Choi dan Regenstein (2000), gelatin ikan selalu mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada gelatin yang terbuat dari babi dan sapi. Selain itu rendahnya titik gel dan titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah dan gelatin standar laboratorium diakibatkan oleh rendahnya kandungan asam amino glisin dan hidroksiprolin di dalam gelatin, yang mengakibatkan hilangnya ikan hidrogen dari gelatin terhadap air dalam larutan (Utama 1997). Titik gel dan titik leleh gelatin dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin dalam larutan, pH, dan besarnya molekul gelatin (Stansby 1977). Titik gel gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar 10,15 C sedikit diatas nilai titik gel menurut Food Chemical Codex (1996) yang menyatakan bahwa gelatin yang diekstrak dari ikan memiliki titik gel pada kisaran 5-10 C. Berbeda dengan gelatin standar laboratorium yang juga bahan bakunya ikan, titik gelnya jauh dibawah kisaran titik gelatin ikan secara umum. Pengukuran kekuatan gel gelatin standar laboratorium tidak membentuk gel karena suhu inkubasinya hanya berkisar 10 C. Titik leleh gelatin kulit ikan kakap merah yang sebesar 27,26 C, masih termasuk dalam kisaran standar suhu titik leleh gelatin secara umum. Sebagaimana menurut Food Chemical Codex (1996) bahwa produk gelatin adalah produk yang pada suhu <35 C sudah mengalami pelelehan dan dapat mencair dalam mulut.

e. Titik isoelektrik gelatin


Titik isoelektrik protein (pI) adalah pH dimana protein memiliki jumlah muatan ion positif dan negatif yang sama (Lehninger 1982). Pada titik isoelektriknya, kelarutan protein rendah sehingga terjadi penggumpalan atau

pengendapan protein. Dengan demikian titik isoelektrik penting diketahui karena akan berpengaruh terhadap penggunaannya dalam berbagai produk terutama kaitannya dengan tingkat kelarutan gelatin. Menurut Baker et al. (1994) pada bahan pangan, titik isoelektrik sangat penting karena pada titik ini beberapa bahan pangan bersifat maksimum dan minimum, sebagai contoh kelarutan protein selalu minimum pada titik isoelektriknya. Hasil pengujian titik isoelektrik (Tabel 12) menunjukkan bahwa gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai nilai yang sama dengan nilai titik isoelektrik gelatin standar laboratorium yaitu 8 dan lebih tinggi dari titik isoelektrik gelatin komersial yang mempunyai nilai 7 hasil pengujian Nurilmala (2004). Titik isoelektrik yang lebih tinggi daripada titik isoelektrik gelatin komersial karena proses pembuatannya menggunakan metode asam, sedangkan gelatin komersial yang berasal dari tulang sapi dan babi diduga menggunakan metode basa (Amiruldin 2007). Menurut Poppe (1992), titik isoelektrik protein dapat bervariasi tergantung jumlah gugus karboksil amida pada gelatin. Apabila titik isoelektrik tinggi (9,4), maka tidak ada modifikasi terhadap gugus amida dan apabila titik isoelektrik (4,8), maka 90-95% protein dari gelatin merupakan gugus karboksil. Titik isoelektrik gelatin berkisar antara 4,8-9,4, dengan gelatin yag dihasilkan pada proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin yang dihasilkan pada proses basa (Estoe dan Leach 1977). Gelatin baik digunakan dalam kondisi asam maupun basa. Pada penggunaan dalam larutan asam, gelatin akan berperan sebagai alkali atau bermuatan positif, sedangkan dalam larutan basa gelatin akan berperan sebagai asam atau bermuatan negatif (Lehninger 1982). Kemampuan gelatin yang dapat berperan sebagai asam atau basa menyebabkan gelatin disebut sebagai protein ampoterik (Budavari 1996). Protein memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada titik isoelektriknya, sehingga hendaknya dalam melarutkan gelatin kulit ikan kakap dilakukan di atas atau di bawah pH 8. Titik isoelektrik gelatin erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas gelatin terendah diperoleh pada pH titik isoelektrik gelatin tersebut (Poppe 1992). Oleh karena itu untuk mendapatkan viskositas gelatin yang tinggi maka larutan

yang digunakan untuk melarutkan gelatin tersebut hendaknya lebih tinggi atau lebih rendah dari pH titik isoelektriknya.

f. Derajat putih gelatin


Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna gelatin yang umumnya derajat putih gelatin diharapkan mendekati 100%, karena gelatin yang bermutu tinggi biasanya tidak berwarna, sehingga aplikasinya lebih luas. Derajat putih gelatin akan berpengaruh pada aplikasi suatu produk (Glicksman 1969). Menurut Budavari (1996) salah satu sifat fisik gelatin adalah tidak berwarna atau agak berwarna kuning dan transparan. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa derajat putih gelatin kulit ikan kakap merah adalah 34,7%. Nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan standar mutu gelatin yang disyaratkan SNI 1995 yaitu tidak berwarna hingga kuning pucat. Rendahnya nilai derajat putih pada gelatin kulit ikan kakap merah diduga karena kualitas bahan baku yang mengalami proses pemanasan pada saat ekstraksi sehingga terjadi proses pencoklatan non-enzimatis atau reaksi maillard yang menyebabkan terjadinya pigmen coklat atau melanodin. Poppe (1992) menyatakan bahwa derajat putih gelatin dipengaruhi oleh bahan baku, metode pembuatan, dan ekstraksi. Teknik pengeringan juga berpengaruh terhadap nilai derajat putih. Hasil penelitian Sopian (2002) menunjukkan bahwa derajat putih gelatin kulit ikan pari dengan perlakuan pengering oven lebih rendah (49%-53%) dibandingkan pada perlakuan pengering freeze dryer (53%-67%).

g. Logam berat Pb dan Hg gelatin


Logam berat merupakan jenis logam seperti merkuri, krom, cadmium, arsen, dan timbal dengan bobot molekul yang tinggi. Logam berat terakumulsi di dalam tubuh makhluk hidup yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada kadarnya dalam lingkungan dan akan meningkat siring dengan meningkatnya posisi organisme pada rantai makanan (Fahrul 2004). Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin, antara lain untuk menentukan keamanan penggunaan gelatin pada produk konsumsi yaitu produk pangan dan produk farmasi. Logam berat timbal (Pb) merupakan kontaminan yang berbahaya bagi manusia jika melebihi batas yang ditetapkan.

Adanya timbal (Pb) dalam gelatin dapat diakibatkan oleh pencemaran lingkungan atau penyerapan logam dari peralatan (deMan 1997). Merkuri (Hg) dalam gelatin perlu diketahui karena dimungkinkan adanya pencemaran merkuri dalam bahan baku sehingga terkontaminasi pada gelatin yang dihasilkan. deMan (1997) menyatakan bahwa senyawa merkuri (Hg) yang ada di dalam sedimen sungai atau laut diubah menjadi metil merkuri yang sangat beracun. Hasil analisis logam berat gelatin (Tabel 12) menunjukkan bahwa di dalam gelatin kulit kakap merah tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg). Hasil ini memenuhi standar mutu gelatin yang ditetapkan SNI (1995) dan FAO JECFA(2003) yaitu maksimum 50 mg/kg. Menurut deMan (1997) kandungan merkuri yang tidak terdeteksi dalam gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa gelatin tersebut masih memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu maksimum 0,5 mg/kg. Hasil yang didapat dari analisis pengujian logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg) menunjukkan bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit ikan kakap merah dapat digunakan dalam produk konsumsi yaitu produk pangan dan produk farmasi.

4.2.7 Analisis komposisi asam amino gelatin


Asam amino adalah unit terkecil pembentuk protein. Komposisi asam amino sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Penentuan asam amino dilakukan dengan teknik High Performance Lyquid Chrtography (HPLC). Analisis asam amino ini bertujuan untuk mengetahui jenis komposisi asam amino gelatin kulit ikan kakap merah yang dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004). Berdasarkan hasil analisis asam amino (Lampiran 27) diketahui bahwa komposisi asam amino gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai kandungan asam amino prolin dan hidroksiprolin yang lebih tinggi daripada gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin yang lebih rendah daripada gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium berdasarkan hasil pengujian Nurilmala (2004). Adanya kandungan jenis asam amino yang lain pada gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai nilai kandungan asam amino yang tidak jauh berbeda dengan nilai kandungan asam amino gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004).

Perbedaan komposisi asam amino disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang berbeda, yaitu kulit ikan kakap merah, tulang sapi, dan ikan cod. Ward and Courts (1977) menyatakan bahwa gelatin mempunyai 19 jenis asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida yang membentuk rantai polimer yang panjang. Komposisi asam amino dalam gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen, spesies hewan penghasil, dan jenis kolagen. Hasil analisis kandungan asam amino gelatin kulit ikan kakap merah perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Komposisi asam amino gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) dibandingkan dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium hasil pengujian Nurilmala (2004) Jenis Asam Amino Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Methionin Sistin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Hidroksiprolin Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (3%, 18 jam) (%) 3,00 7,81 1,46 20,28 1,78 2,22 0,92 10,18 12,37 1,13 1,25 1,39 1,26 1,28 1,00 1,72 4,89 8,94 Gelatin Komersial*) (%) 4,93 9,43 2,18 23,01 0,03 8,95 2,87 10,24 12,34 0,15 1,60 0,55 0,07 1,13 1,92 2,86 8,74 Gelatin Standar Laboratorium*) (%) 5,15 9,47 1,97 23,18 0,02 8,12 2,93 10,07 12,54 0,11 1,25 0,42 0,10 1,03 1,96 1,53 8,85

*)

Nurilmala (2004)

Hasil analisis komposisi asam amino menunjukkan bahwa ketiga jenis gelatin mengandung glisin dan prolin yang cukup tinggi dibandingkan asam amino yang lainnya. Charley (1982) menyatakan bahwa susunan asam amino gelatin hampir sama dengan kolagen. Glisin sebagai asam amino utama dan

merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi prolin dan hidroksiprolin. Berdasarkan ketiga jenis gelatin yang diuji tidak ditemukan adanya asam amino triptofan yang merupakan asam amino esensial, dan hal inilah yang menyebabkan gelatin dikatakan sebagai protein yang kandungan gizinya tidak lengkap. Avena-Bustillos et al. (2006) menyatakan bahwa semua asam amino ditemukan dalam gelatin kecuali triptofan dan sistin. Triptofan merupakan salah satu asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh (Glicksman 1969). Oleh karena itu, penggunaannya sebagai bahan baku industri pangan, gelatin kulit ikan kakap merah hendaknya dikombinasikan dengan bahan pangan yang banyak mengandung triptofan, sehingga kekurangan asam amino tersebut dapat tertutupi.

4.2.8 Uji organoleptik gelatin


Uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah menggunakan uji segitiga (Triangle test) terhadap gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium. Panelis yang menilai adalah panelis semi terlatih sebanyak 15 orang Uji organoleptik gelatin yang dilakukan meliputi parameter warna, bau, dan penampakan (Gambar 14).

Gambar 14. Gelatin standar laboratorium (GT-S), gelatin komrsial (GT-K), dan gelatin kulit ikan kakap merah (GT-Q). Hasil uji organoleptik mununjukkan bahwa warna gelatin kulit ikan kakap merah tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial. Lampiran 1 menunjukkan bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak

lebih dari 9 panelis, sedangkan parameter bau dan penampakan gelatin kulit ikan kakap merah menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan gelatin komersial pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan parameter bau diketahui bahwa bau gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin komersial, sedangkan parameter penampakan gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai nilai yang lebih besar dari 9 panelis. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibandingkan gelatin komersial. Berdasarkan uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah dengan gelatin standar laboratorium (Lampiran 2) parameter warna dan bau gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai hasil yang berbeda nyata dengan gelatin standar laboratorium pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gelatin kulit ikan kakap merah masih rendah dibandingkan gelatin standar laboratorium, sedangkan penampakan gelatin kulit ikan kakap merah tidak berbeda nyata dengan gelatin standar laboratorium. Lampiran 2 menunjukkan bahwa jumlah panelis yang memberikan nilai kurang untuk parameter warna tidak lebih dari 9 panelis. Berdasarkan tabel jumlah terkecil untuk menyatakan beda nyata pada uji pasangan segitiga adalah jika jumlah panelis terdiri dari 15 orang, maka untuk menyatakan beda nyata pada tingkat kepercayaan 95%, panelis yang memberikan penilaian minimal 9 orang (Soekarto dan Hubeis 1992). Rendahnya penilaian panelis terhadap parameter bau gelatin kulit ikan kakap merah terjadi karena masih terciumnya bau amis dan bau asam dari gelatin yang dihasilkan. Bau amis ini berasal dari bahan baku gelatin yaitu kulit ikan kakap merah, sedangkan bau asam terjadi karena pembuatan gelatin kulit ikan kakap merah menggunakan proses asam, sehingga gelatin yang dihasilkan berbau asam.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan


Kulit ikan kakap merah dapat dijadikan gelatin karena didalamnya terdapat protein kolagen yang dapat didenaturasi menjadi gelatin. Kulit ikan kakap merah dapat dibuat menjadi gelatin dengan menggunkan asam asetat 1-5% dan lama perendaman 12jam, 18 jam, dan 24 jam. Berdasarkan penelitian, kombinasi perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah konsentrasi asam asetat 3% dan lama prendaman 18 jam, perlakuan ini dipilih karena mempunyai nilai rendemen, pH, viskositas, kekuatan gel yang lebih besar dari perlakuan yang lain. Hasil analisis sifat fisika dan kimia gelatin kulit ikan kakap merah memiliki hasil yang brbeda nyata dengan gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, bahkan beberapa parameter cenderung lebih baik seperti kadar protein, kekuatan gel, dan viskositas. Gelatin kulit ikan kakap merah mempunyai komposisi asam amino prolin dan hidroksiprolin yang lebih tinggi dari gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, tetapi mempunyai kandungan asam amino glisin yang lebih rendah dari gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium. Hasil uji organoleptik gelatin kulit ikan kakap merah masih lebih rendah dibanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium, terutama dari segi bau. Uji organoleptik warna menunjukkan bahwa gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin komersial sedangkan dari segi penampakan gelatin kulit ikan kakap merah lebih baik dibanding gelatin standar laboratorium.

5.2

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi bau amis dan

bau asam pada gelatin kulit ikan kakap merah agar lebih mudah diaplikasikan pada berbagai produk dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang telah dideterminasi, perlu dilakukan penelitian mengenai daya simpan gelatin serta aplikasi gelatin kulit ikan kakap merah pada berbagai produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA
Amiruldin M. 2007. Pembuatan dan analisis karaktristik gelatin dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Anonima. 1978. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Departemen Perindustrian. Anonimb. Instruction Manual Kett Whiteness Powder C-100. Tokyo: Ogawa Seiki Co., Ltd (Tanpa tahun). AOAC. 1995. Offucial Methods of Analysis of The Association of Official Aalytical Chemist. Washington, DC: Inc. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanti S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Astawan M, Hariyadi P, Mulyani A. 2002. Analisis sifat rheologi gelatin dari kulit ikan cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan No.13 (1):38-46. Avena-Butillos RJ, Olsen CW, Olson DA, Chiou B, Yee E, Bechtel PJ, McHugh LH. 2006. Water vapor permeability of mammalian and fish gelatin film. Jurnal of Food Scince Vol 71 No. 4. Baker RC, Hahn PW, Robbins KR. 1994. Fundamentals of New Food Product Development. New York: Ersevier Science B.V. Balian G, Bowes JH. 1977. The Structure and Properties of Collagen. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Bennion M. 1980. The Science of Food. New York: John Wiley and Sons. [BPS]. Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Perdagangan Ekspor-Impor Indonesia. British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatin. Budavari S. 1996. Merck Index. 12th ed. Whitehouse Statin, NJ, Merck. Charley H. 1982. Encyclopedia of Food Science and Technology. New York: John Wiley and Sons. Choi SS, Regenstein JM. 2000. Physicochemical and sensory characteristics of fish gelatin. Journal of Food Science Vol 65 (2) : 194-199.

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan. K. Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. [DKP]. Departemen Kelautan dan Perikaan. 2005. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikaan. Estoe JE, Leach AA. 1977. Chemical Constitusi of Gelatin. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Fahrul. 2005. Kajian ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna (Thunnus alalunga) dan karakteristiknya sebagai bahan baku industri farmasi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Pangan dan Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: IPB. Food Chemicals Codex. 1996. Food and Nutrition Board, National Academy of Sciences 4th ed. Washington DC: National Academy Press. Gaspar G, O Leureno, Sousa I. 1998. Production of Reduced Caloric Grape Juice Jelly with Gellan, Xanthan, and Locust Bean Gum: Sensory ang Objective Analysis of Texture. Lisboa : Original Paper Food Research and Tecnology Vol 206. Springer. Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico.Bandung. Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http://www.gelatin.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Geltech. 2002. What is Gelatin. http://www.Geltech.co.za/gltn1.html. [18 Oktober 2008]. Glicksman M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic Press. Grossman S, Bergman M. 1991. Process for the Production of Gelatin from Fish Skins. European: Paten Application 0436266 A1. Gudmundsson M. 2002. Rheological properties of gelatin. Journal of Science Vol 67 No.6 Food

Hajrawati. 2006. Sifat fisika dan kimia gelatin tulang sapi dengan perendaman asam klorida pada konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Halal Guide. 2007. Gelatin Halal Gelatin Haram. http://halalguide.info Powered by Joomla! [18 Oktober 2008]. Haug IJ, Kurt ID, Olav S. 2004. Physical behaviour of fish gelatin-k-carrageenan mixtures. Journal Carbohydrate Polymers 56, 11-19. Hermanianto J, Satiawaharja B, Apriyantono A. 2000. Teknologi dan Manajemen Pangan Halal. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Hermanianto J. 2004. Gelatin: Keajaiban www.modules.php.htm. [18 Oktober 2008]. dan Kehalalannya.

Hinterwaldner R. 1977. Raw Material. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Hutagalung HP. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseonografi. Jakarta: LIPI. Jamilah B, Harvinder KG. 2002. Properties of gelatin from skins of fish black tilapia (Oreochromis mossambicus) and red tilapia (Oreochromis nilotica). Journal Food Chemistry 77, 81-84. [JECFA]. Joint Expert Communittee on Food Additives. 2003. Edible Gelatin. Di dalam Compendium of Additive Specifications. Volume 1. Italy: Rome. Johns P. 1977. The Structure of Competition of Collagen Containing Tissue. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Judoamidjojo RM. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertaian Bogor. Judoamidjojo RM., Fahidin, Basuki. 1979. Komoditi Kulit di Indonesia. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichtiology 2th ed. New York: John Wiley and Sons. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan M. Thenawidjaya. Jakarta: Penerbit Erlangga. Leiner PB. 2002. The Physical and Chemical Properties of Gelatin. http://www.pbgelatin.com [18 Oktober 2008]. [LPPOM]. Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat Makanan. 2008. Halal menentramkan umat. Jurnal Halal No. 72.

Leuenberger BH. 1991. Investigation of the viscosity and gelatin properties of different mammalian and fish gelatin. Food Hydrocolloid 5 : 353-361. King W. 1969. Gelatin. Di dalam Glicksman M, editor. Gim Technology in Food Industry. New york : Academic Press. Muchtadi D. 1992. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Norland Product. 2001. Fish Gelatin Index. www.norlanprod.com/fishgel/fishindex.html. [18 Oktober 2008]. Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagai sumber gelatin dan analisis karakteristiknya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Oosten JV. 1969. Skin and Scale. Di dalam Brown ME (ed). The Physiology of Fishes. New York: Academic Press Inc. Parker AL. 1982. Principle of Biochemistry. Maryland: Worth Pub Inc. Sparkas. Pelu H., Herawati S, Chasanah E. 1998. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna melalui proses asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IV(2) : 6-74. Jakarta: BPTP. Peranginangin R, Mulyasari, Sari A, Tazwir. 2005. Karakterisasi mutu gelatin yang diproduksi dari tulang ikan patin (Pangasius hypothalamus) secara ekstrak asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No. 4. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Poppe J. 1992. Gelatin. Di dalam Imeson A (ed). Thickening and Gelling Agents for Food. London: Blackie Academic and Professional. Rusli A. 2004. Kajian proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin segar. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1,2. Bogor: Binacipta. Silva T, A Kirkpatrick, B Brodsky, Ramshaw J.A.M. 2005. Effect of deamidation on stability for the collagen to gelatin transition. Journal Agricultural and Food Chemistry 53, 7802-78096. [SNI]. Standar Nasional Indonesia. 063735.1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Soekarto ST, Hubeis M. 1992. Metodologi Penelitian Organoleptik. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. IPB.

Sopian I. 2002.Analisis sifat fisika, kimia, dan fungsional gelatin yang diekstrak dari kulit dan tulang ikan pari. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Stansby G.1977. The Gelatin Gel and The Sol-Gel Transformation. Di dalam Ward AG dan Courts A (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Surono, Djazuli N, Budianto D, Widarto, Ratnawati, Aji US, Suyui AM, Sugiran. 1994. Penerapan Paket Teknologi Pengolahan Gelatin dari Ikan Cucut. Jakarta: Laporan Balai Pengembangan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan. Suryaningrum TD, Utomo BSD. 2002. Petunjuk Analisa Rmput Laut dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan kelautan. Tourtellote P. 1980. Gelatin. Di dalam Encyclopedia of Science and Technology. New York: McGraw hill Book Company. Utama H. 1997. Gelatin yang bikin heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No. 18 : 10-12. Viro F. 1992. Gelatin. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and Technology Vol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc. Wainewright FW. 1977. Physical test for gelatin and gelatin product. Di dalam Ward AG dan Courts A. Editors. The Science and Technology of Gelatin. London : Academic Press. Ward AG, Courts A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York: Academic Press. Winarno FG 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiyono VS. 2001. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LPPOM-MUI

No.36:26-27.

Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory I Food Chemistry. New York: An AVI Book Van Nostrand Reinhold. hal 97-99. Yi JB, Kim YT, Bae HJ, Whiteside WS, Park HJ. 2006. Influence of transglutaminase-induced cross-linking on properties of fish gelatin films. Journal of Food Science Vol 71,9.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin komersial Kurang Lebih Sama ---+ ++ +++ Warna 7 3 4 1 Bau 11 1 1 2 Penampakan 3 1 9 2 Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih Parameter Lampiran 2. Hasil uji organoleptik metode segitiga (Triangle test) gelatin hasil perlakuan terbaik (3%, 18 jam) terhadap gelatin standar laboratorium Kurang Lebih Sama ---+ ++ +++ Warna 12 1 1 1 Bau 10 1 1 2 1 Penampakan 7 1 5 2 Keterangan : Angka dalam kotak menunjukkan jumlah panelis yang memilih Parameter Nilai skala perbandingan: ---+++ ++ + : Lebih buruk : Agak lebih buruk : Buruk : Lebih baik : Agak lebih baik : Baik

Lampiran 3. Gambar proses pecucian (demineralisasi)

Lampiran 4. Gambar proses ekstraksi

Lampiran 5. Gambar lembaran gelatin

Lampiran 6. Gambar serbuk gelatin

Gambar 7. Rheoner RE 3305 (Kekuatan gel)

Gambar 8. Brookfield Syncro-Lectric Viskometer

Gambar 9. pH meter

Lampiran 10. Sifat gelatin tipe A dan tipe B menurut Poppe (1992)

Sifat Kekuatan gel (g bloom) Viskositas (cP) Kadar abu (%) pH Titik isoelektrik

Tipe A 50 300 1,5 7,5 0,5 2,0 3,5 4,5 7,0 9,4

Tipe B 50-300 1,5 7,5 0,5 2,0 5,0 7,1 4,5 5,3

Lampiran 11. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Peredaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 1953,474 61,913 14,758 36,007 2,007 2068,158 Derajat bebas 1 4 1 4 10 20 Kuadrat rata-rata 1953,474 15,478 14,758 9,002 0,201 F hitung 9735,243 77,137 73,545 44,861 Signifikan 0,000 0,000 0,000 0,000

Lampiran 12. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan
Konsentrai 5% 2% 4% 3% 1% Signifikan N 4 4 4 4 4 1 6,5500 Subset 2 10,0850 10,2700 10,8000 1,000 0,056 11,7100 1,000 3

Lampiran 13. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadran 494,117 1,470 0,078 0,339 0,364 496,369 Derajat bebas 1 4 1 4 10 20 Kuadrat rata-rata 494,117 0,368 0,078 0,085 0,036 F hitung 13565,337 10,090 2,145 2,327 Signifikan 0,000 0,002 0,174 0,127

Lampiran 14. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan Kosentrasi 5% 4% 3% 2% 1% Signifikan N 4 4 4 4 4 1 4,6100 4,8800 4,8950 0,071 Subset 2 4,8800 4,8950 5,0275 0,321 5,4400 1,000 3

Lampiran 15. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Peredaman konsentrasi * Peredaman Galat Total Jumlah kuadrat 4447,951 30,832 3,152 13,967 0,580 4496,482 Derajat Bebas 1 4 1 4 10 20 Kuadrat rata-rata 4447,951 7,708 3,152 3,492 0,058 F hitung 76715,270 132,940 54,367 60,222 Signifikan 0,000 0,000 0,000 0,000

Lampiran 16. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan konsentrasi 5% 4% 1% 2% 3% Signifikan N 4 4 4 4 4 Subset 1 12,9000 2 14,2000 15,4750 15,5000 1,000 1,000 0,886 16,4900 1,000 3 4

Lampiran 17. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 657031,250 43500,000 2761,250 32970,000 1364,500 737627,000 Derajat bebas 1 4 1 4 10 20 Kuadrat rata-rata 657031,250 10875,000 2761,250 8242,500 136,450 F hitung 4815,180 79,700 20,236 60,407 Signifikan 0,000 0,000 0,001 0,000

Lampiran 18. Uji lanjut Duncan kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian pendahuluan konsentrasi 5% 4% 2% 1% 3% Signifikan N 4 4 4 4 4 Subset 1 113,7500 2 137,5000 205,0000 222,5000 1,000 1,000 0,060 222,5000 227,5000 0,558 3 4

Lampiran 19. Analisis ragam faktorial rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 3157,476 5,693 31,773 18,880 5,515 3219,336 Derajat bebas 1 2 2 4 9 18 Kuadrat rata-rata 3157,476 2,846 15,886 4,720 0,613 F hitung 5152,912 4,645 25,926 7,703 Signifikan 0,000 0,041 0,000 0,006

Lampiran 20. Uji lanjut Duncan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Interaksi konsentrasi 3%*perendaman 24 jam konsentrasi 1%*perendaman 12 jam konsentrasi 2%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 12 jam konsentrasi 1%*perendaman 18 jam konsentrasi 1%*perendaman 24 jam konsentrasi 3%*perendaman 12 jam konsentrasi 2%*perendaman 18 jam konsentrasi 3%*perendaman 18 jam Signifikan N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 11,0400 11,8000 11,8200 12,5300 12,8300 12,9500 Subset 2 = 0,05 3 4

12,5300 12,8300 12,9500 13,8600

13,8600 15,5700 0,057

0,053

0,146

15,5700 16,8000 0,151

Lampiran 21. Analisis ragam faktorial pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 466,549 0,028 0,489 0,482 0,559 468,108 Derajat Kuadrat bebas rata-rata 1 466,549 2 0,014 2 0,245 4 0,121 9 0,062 18 F hitung 75140,218 0,225 3,940 1,942 Signifikan 0,000 0,803 0,059 0,188

Lampiran 22. Uji lanjut Duncan pH gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Interaksi konsentrasi 1%*perendaman 24 jam konsentrasi 3%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 18 jam konsentrasi 2%*perendaman 24 jam konsentrasi 3%*perendaman 12 jam konsentrasi 2%*perendaman 12 jam konsentrasi 1%*perendaman 18 jam konsentrasi 1%*perendaman 12 jam konsentrasi 3%*perendaman 18 jam Signifikan N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Subset 1 4,6000 4,9800 5,0000 5,0000 5,0100 5,2000 = 0,05 2 4,9800 5,0000 5,0000 5,0100 5,2000 5,2500 5,3300 5,4500 0,119

0,055

Lampiran 23. Analisis ragam faktorial viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 4052,400 9,616 17,257 6,872 1,995 4088,141 Derajat bebas 1 2 2 4 9 18 Kuadrat Rata-rata 4052,400 4,808 8,628 1,718 0,222 F hitung 18277,841 21,686 38,917 7,749 Signifikan 0,000 0,000 0,000 0,005

Lampiran 24. Uji lanjut Duncan viskositas gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Interaksi konsentrasi 1%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 24 jam konsentrasi 1%*perendaman 12 jam konsentrasi 3%*perendaman 12 jam konsentrasi 1%*perendaman 18 jam konsentrasi 3%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 12 jam konsentrasi 2%*perendaman 18 jam konsentrasi 3%*perendaman 18 jam Signifikan N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 12,3000 2 13,8400 14,4000 14,5000 Subset 3 = 0,05 4 5 6

14,4000 14,5000 15,4400

14,5000 15,4400 15,5600 15,6000

15,4400 15,5600 15,6000 16,0000 0,294 17,4000 1,000

1,000

0,213

0,063

0,057

Lampiran 25. Analisis ragam faktorial kekuatan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Sumber keragaman Intercept Konsentrasi Perendaman Konsentrasi * Perendaman Galat Total Jumlah kuadrat 1095200,000 4433,333 16525,000 7166,667 1575,000 1124900,000 Derajat bebas 1 2 2 4 9 18 Kuadrat rata-rata 1095200,000 2216,667 8262,500 1791,667 175,000 F hitung 6258,286 12,667 47,214 10,238 Signifikan 0,000 0,002 0,000 0,002

Lampiran 26. Uji lanjut Duncan gel gelatin kulit ikan kakap merah penelitian utama Interaksi konsentrasi 3%*perendaman 12 jam konsentrasi 2%*perendaman 24 jam konsentrasi 1%*perendaman 12 jam konsentrasi 1%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 12 jam konsentrasi 1%*perendaman 18 jam konsentrasi 3%*perendaman 24 jam konsentrasi 2%*perendaman 18 jam konsentrasi 3%*perendaman 18 jam Signifikan N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Subset 1 202,5000 207,5000 212,5000 220,0000 230,0000 2 = 0,05 3

230,0000 252,5000 285,0000 297,5000 312,5000 0,078

0,087

0,123

Lampiran 27. Grafik hasil uji asam amino gelatin kulit ikan kakap merah dengan HPLC

Pik No. 1 2 3 4 5 6 7 9 8 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Waktu 2,53 2,883 4,392 5,007 6,018 6,638 7,168 7,78 8,208 8,608 9,453 9,813 10,613 11,117 11,773 12,428 12,927 13,223

Area 326673 905537 57786 185442 4632118 34771 29526 168616 29639 203535 48769 133575 210425 40437 2897875 71893 52835 105603

Asam amino Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin

Pik No. 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Waktu 13,568 14,065 14,703 14,975 15,195 15,6 16,14 16,502 16,938 17,437 18,038 18,65 19,173 19,717 20,052 20,657 21,15 22,328

Area 29510 179819 42951 30238 36563 138634 41448 30604 172584 51759 70019 152994 26829 41781 109737 24815 169537 531118

Asam amino Methionin Sistin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Hidroksiprolin -

Lampiran 28. Grafik uji asam amino standar (SIGMA)

You might also like